• Tidak ada hasil yang ditemukan

Digitalisasi Pertanian Menuju Kebangkitan Ekonomi Kreatif. Analisis Erosi dan Sedimentasi pada Sub DAS Palama Kecamatan Donggo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Digitalisasi Pertanian Menuju Kebangkitan Ekonomi Kreatif. Analisis Erosi dan Sedimentasi pada Sub DAS Palama Kecamatan Donggo"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

e-ISSN: 2615-7721 Vol 6, No. 1 (2022) 425 p-ISSN: 2620-8512

Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-46 UNS Tahun 2022

“Digitalisasi Pertanian Menuju Kebangkitan Ekonomi Kreatif”

Analisis Erosi dan Sedimentasi pada Sub DAS Palama Kecamatan Donggo Budy Wiryono1 dan Sugiarta2

1Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Mataram, Jln. KH Ahmad Dahlan No. 1 Pagesangan- Mataram Nusa Tenggara Barat

2Sekolah Menengah Kejuruan Pembangunan Pertanian Negeri Mataram, Jln. TGH. Lopan No. X Labuapi Lombok Barat 83361 Nusa Tenggara Barat

Email: budywiryonoummat@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar laju erosi aktual, sedimentasi dan tingkat bahaya erosi yang terjadi pada Sub DAS Palama Kecamatan Donggo. Metode deskriptif dengan pendekatan survei selanjutnya melakukan analisis di laboratorium fisika dan konservasi tanah Fakultas Pertanian, Universitas Mataram. Parameter yang diamati yaitu, kemiringan lereng, tata guna lahan, jenis tanah, dan erosivitas hujan. Data analisis tanah dan iklim digunakan untuk menentukan nilai laju erosi dan sedimentasi. Hasil penelitian menunjukkan laju erosi sebesar 0,70 ton/ha/tahun (Hutan) dan 57,26 ton/ha/tahun (Ladang) dengan kelas bahaya erosi pada Hutan (Sangat Ringan) dan Ladang (Ringan), dan laju sedimentasi pada Sub DAS Palama sebesar 5,95 ton/tahun (Hutan) dan 486,71 ton/tahun (Ladang) atau 3,96 kg/m³ pada Hutan dan 324,47 kg/m³ di Ladang.

Kata kunci: erosi, lahan, sedimentasi, sub DAS

Pendahuluan

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kesatuan ekosistem dimana jasad hidup dan lingkungannya berinteraksi secara dinamik dan terdapat saling ketergantungan antar komponen-komponen penyusunnya. Untuk menjamin keberlanjutan fungsi DAS, maka : (1) erosi tanah harus terkendali, (2) terjaganya kuantitas, kualitas dan kontinuitas air, dan (3) produktivitas dan daya dukung lahan yang tetap tinggi. Untuk itu diperlukan sistem pengelolaan yang baik agar kerusakan DAS dapat dihindari.

Sub DAS Palama memiliki luas wilayah 1.515,070 ha diantaranya luas Hutan lahan kering primer 880,214 ha, Pemukiman 43,969 ha, Semak belukar 570,286 ha, Ladang 20,606 ha, dan sisanya merupakan lahan yang belum dimanfaatkan. Dari luas tersebut maka

(2)

e-ISSN: 2615-7721 Vol 6, No. 1 (2022) 426 p-ISSN: 2620-8512

masyarakat memanfaatkan keberadaan Sub DAS Palama sebagai sumber kehidupan untuk keperluan usahatani dan keperluan lain.

Dilihat dari kondisi alam yang berada di kawasan Sub DAS Palama saat ini bahwa terdapat banyak sekali lahan kritis, salah satunya disebabkan karena banyak terjadi pembabatan hutan dan pembalakan liar yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Banyaknya hutan yang dibabat secara tidak langsung dapat menurunkan ketersediaan air sehingga pada akhirnya tingkat efektivitas produksi lahan pada kawasan Sub DAS Palama mengalami penurunan.

Saat ini Sub DAS Palama mengalami kerusakan sebagai akibat dari perubahan tata guna lahan, pertambahan jumlah penduduk serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan DAS. Gejala Kerusakan lingkungan Sub DAS Palama dapat dilihat dari penyusutan luas hutan dan kerusakan lahan terutama kawasan lindung di sekitar DAS. Dampak Kerusakan Sub DAS Palama yang terjadi mengakibatkan kondisi kuantitas (debit) air sungai menjadi fluktuatif antara musim penghujan dan kemarau. Selain itu juga kurangnya daya ikat air di kawasan hutan (akibat pembabatan hutan) mempengaruhi penurunan cadangan air serta tingginya laju sendimentasi dan erosi. Dampak yang dirasakan kemudian adalah terjadinya banjir/longsor di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau.

Hal ini menyebabkan terjadinya beberapa masalah di Sub DAS Palama diantaranya kekeringan pada saat musim kemarau, banyak masyarakat yang berada pada kawasan Sub DAS Palama yang berselisih hanya untuk pengairan ladang pada saat penanaman di musim kemarau karena pada saat musim kemarau debit air pada sungai yang langsung terhubung dengan sistem irigasi berkurang drastis.

Pada musim hujan Sub DAS Palama akan memberikan dampak bagi wilayah Kecamatan Madapangga karena catchment area Madapangga berada pada Sub DAS Palama sehingga ketika musim hujan tiba Madapangga menjadi sasaran banjir, untuk masyarakat yang berada pada kawasan Sub DAS Palama tidak terkena dampak banjir disebabkan daerah dataran tinggi namun yang menjadi perhatian bagi masyarakat yaitu laju erosi yang semakin meningkat dan akan berdampak pada lapisan olah tanah yang semakin lama semakin berkurang kerena sedimentasi semakin meningkat, sehingga perlu pengelolaan yang baik.

Pada Sub DAS Palama masyarakat mengelola sumber daya alam (hutan, lahan persawahan dan lahan perkebunan), baik yang diakui milik sendiri maupun aset pemerintah, masyarakat pada lahan persawahan pada setiap musim menanam padi namun sebagian lahan persawahan yang kekurangan air pada musim kemarau biasanya ditanami jagung atau kacang ijo dan pada lahan perkebunan masyarakat menanam tanaman musiman yaitu jagung.

(3)

e-ISSN: 2615-7721 Vol 6, No. 1 (2022) 427 p-ISSN: 2620-8512

Berdasarkan uraian di atas, maka telah dilakukan penelitian tentang “Analisis Erosi dan Sedimentasi di Sub DAS Palama Kecamatan Donggo”.

Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan survei untuk pengambilan sampel tanah dan pengumpulan data dari lokasi penelitian. Studi literatur. Pengumpulan data luas DAS atau peta wilayah di Sub DAS Palama Kecamatan Donggo dan peta tata guna lahan, diperoleh dari BPDAS dan BMKG. Selanjutnya pengambilan sampel tanah, pada tata guna lahan sawah dan hutan. Pengambilan sampel tanah diperoleh dari lahan sawah dan lahan hutan pada kedalaman 0-30 cm. Analisis laboratorium dilakukan di laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah Universitas Mataram untuk menganalisis tanah, C-organik, tekstur tanah, dan permeabilitas (nilai K). Selanjutnya untuk memperoleh laju erosi dan sedimentasi dilakukan analisis data sekunder. Kemudian data dianalisis menggunakan analisis deskritif. Adapun parameter penelitian; curah hujan, jenis tanah, kemiringan dan panjang lereng, tata guna lahan, erosi, dan sedimentasi.

Kondisi Umum Sub DAS Palama

Sub DAS Palama secara geografis terletak pada 32o – 275o BT dan 08° - 62o LS. Luas kawasan Sub DAS 1.515,070 Ha. Pada umumnya masyarakat bermata pencaharian petani.

Sub DAS Palama berada pada ketinggian 350 sampai 673 m dari permukaan air laut (MDPL), curah hujan rata-rata 242,2 mm/Tahun. Topografi Sub DAS Palama terdiri dari dataran tinggi dengan suhu udara rata-rata 27,3oC. Keadaan tanah yang cukup subur dijadikan sebagai lahan pertanian. Berdasarkan suhu udara keadaan tanah disub DAS Palama sangatlah cocok untuk dijadikan sebagai lahan pertanian dan lahan perkebunan.

Tanaman yang biasa ditanam oleh masyarakat adalah padi, jagung dan kacang hijau.

Tanaman yang paling dominan yang biasa ditanam oleh masyarakat pada musim hujan adalah padi, sedangkan pada musim kemarau tanaman yang paling dominan yang ditanam oleh masyarakat adalah jagung dan kacang hijau.

Kondisi suhu di lokasi penelitian sangat cocok sebagai persyaratan suhu ideal untuk tanaman, suhu yang baik untuk tanaman berkisar antara 20°C hingga 30°C. Hal ini sesuai dengan pendapat Ohta (1993) yang mengatakan bahwa suhu yang baik tanaman akan tumbuh dengan baik pada suhu antara 10°C hingga 30°C dapat dikatakan cocok sebagai persyaratan suhu ideal untuk tanaman.

(4)

e-ISSN: 2615-7721 Vol 6, No. 1 (2022) 428 p-ISSN: 2620-8512

Dengan rata-rata curah hujan tahunan yang sangat rendah tentunya akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Menurut Wibowo (2008), bahwa curah hujan ideal untuk tanaman adalah 90-500 mm/bulan. Dengan demikian, untuk mengetahui kesesuaian curah hujan pada tanaman selanjutnya membandingkan data curah hujan yang diperoleh dengan kriteria kesesuaian tanaman.

Tata Guna Lahan, Kemirigan Lereng, dan Jenis Tanah di Lahan Sub DAS Palama Sub DAS Palama merupakan bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkan melalui anak sungai ke sungai utamanya. Salah satu sungai yang dialirinya adalah sungai wali yang tarletak diwilayah Sub DAS Palama Kecamatan Donggo Kabupaten Bima. Pada Kawasan Sub DAS Palama mempunyai luas 1515,070 ha. Penggunaan lahan di wilayah Sub DAS Palama Kecamatan Donggo memiliki beberapa macam yaitu hutan lahan kering primer, pemukiman, semak belukar dan ladang.

Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa faktor kemiringan lereng pada lokasi penelitian yaitu sebesar 25 %. Faktor kemiringan lereng merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya erosi, karena semakin tinggi presentase (%) kemiringan suatu lereng, maka erosi yang terjadi akan semakin besar. Kemiringan lereng pada daerah penelitian termasuk dalam kelas agak curam karena kemiringan lereng sebesar 15 % sampai 25 %.

Jenis tanah di Wilayah Sub DAS Palama Kecamatan Donggo yaitu tanah andisol. Tanah andisol merupakan jenis tanah yang berasal dari material erupsi gunung berapi, sehingga tak heran jika penyebaranya terkonsentarasi di dataran tinggi mulai dari ketinggian 600 meter hingga 2000 mdpl. Namun ada pula tanah andisol pada dataran rendah di beberapa wilayah dengan ketinggian 500 meter. Karena bersifat subur. Tanah andisol memiliki warna gelap terutama pada horizon humus dengan struktur remah, terlihat lebih gembur, kadar bahan organik tinggi dan terasa licin saat berada ditangan.

Hasil analisis laboratorium menunjukkan besarnya C organik tanah di daerah penelitian 0,48%-0,63%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa C organik di wilayah Sub DAS Palama Kecamatan Donggo Kabupaten Bima tergolong sangat rendah. Rata-rata nilai C organik tersebut masuk dalam rentang < 1%, berada pada kisaran rendah dan biasanya ditanami jagung dan padi. Artinya wilayah Sub DAS Palama telah mengalami kerusakan, hal tersebut tampak dari biofisik dengan berkurangnya jumlah tumbuhan karena eksploitasi lahan di sekitar Sub DAS Palama yang mengakibatkan C organik tanah menurun. Sedangkan unsur C organik di atas permukaan tanah dapat menghambat kecepatan air larian, dengan demikian akan menurunkan potensi terjadinya erosi.

(5)

e-ISSN: 2615-7721 Vol 6, No. 1 (2022) 429 p-ISSN: 2620-8512

Selanjutnya hasil analisis terhadap nilai permeabilitas di Sub DAS Palama Kecamatan Donggo Kabupaten Bima pada lokasi Hutan sebesar 3,289 cm/jam dan Ladang 1,782 cm/jam.

Nilai tersebut menunjukkan bahwa permeabilitas di wilayah penelitian tergolong rendah.

Menurut Puslitanak (2005), rata-rata nilai permeabilitas tersebut masuk dalam rentang 0,5-2,0 dan 2,00-6,25 cm/jam, berada pada kelas sedang dan lambat (Asy’arie, 2004).

Tekstur tanah pada lahan hutan di wilayah Sub DAS Palama yaitu berdominan lempung liat berpasir. Hal tersebut terlihat dari biofisik lahan berupa hutan dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan, atau hutan tropis dataran tinggi yang telah mengalami intervensi manusia atau telah menampakkan bekas penebangan (kenampakan alur dan bercak bekas tebangan).

Tanaman yang cocok pada Lahan Hutan meliputi jati dan jagung (Hamsyah, 2009).

Berdasarkan hasil analisis data juga menunjukkan nilai erodibilitas yaitu sebesar 0,13 (Hutan dan Ladang). Berdasarkan klasifikasi nilai K yang dikemukakan oleh (Arsyad, 2010) nilai erodibilitas pada daerah penelitian termasuk dalam kelas 2 dan pada kategori rendah.

Poesen (2013) menyatakan bahwa erodibilitas bukan hanya ditentukan oleh sifat-sifat tanah, namun ditentukan pula oleh faktor-faktor erosi lainnya yakni erosivitas, topografi, vegetasi, fauna dan aktivitas manusia.

Berdasarkan analisis dapat diketahui nilai CP pada lokasi Hutan 0,004 dan ladang 0,512. Nilai CP merupakan hasil perkalian antara nilai faktor tanaman atau komoditi yang diusahakan pada suatu lahan dan nilai faktor pengelolaan yang diperoleh dari ada tidaknya tindakan konservasi tanah pada lahan yang diusahakan.

Berdasarkan perhitungan laju erosi dengan menggunakan persamaan matematis Wischmeier dan Smith (1978) yang dikenal dengan nama USLE, menunjukkan bahwa laju erosi aktual yang terjadi pada daerah penelitian dilokasi Hutan sebesar 0,70 dan Ladang 57,26 ton/ha/tahun. Dengan kelas bahaya erosinya sangat ringan dan ringan.

Hal tersebut menurut Departemen Kehutanan (1998) erosi yang terjadi <15 dan 16-60 termasuk dalam tingkat bahaya erosi sangat ringan dan ringan. Erosi yang sangat ringan disebabkan oleh nilai erodibilitas, faktor pengelolaan tanaman, kemiringan lereng dan konservasi tanah yang sesuai dengan kondisi lahannya sehingga, potensi terjadinya erosi sangat rendah dan pada ladang erosi yang terjadi masuk dalam kategori ringan dan mendekadi sedang karena penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaedah konservasi seperti menanam tanaman semusim pada lahan yang memiliki kemiringan >15%. Faktor penyebab terjadinya erosi ini saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.

(6)

e-ISSN: 2615-7721 Vol 6, No. 1 (2022) 430 p-ISSN: 2620-8512

Perubahan pada salah satu faktor erosi maka dapat merubah laju erosi yang terjadi meskipun faktor lainnya berada dalam kondisi yang tetap. Laju erosi yang tinggi sebagian besar terjadi pada lahan yang memiliki kemiringan lereng curam sampai sangat curam dengan kemiringan >25%. Hal tersebut menurut Arsyad (2010) kemiringan lereng selain memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga memperbesar energi angkut air.Semakin miringnya suatu lereng pada lahan maka jumlah butiran tanah yang terpercik ke bawah oleh air hujan semakin banyak.

Menurut Kartasapoetra (2005) bahwa semakin panjang lereng pada tanah akan semakin besar pula kecepatan aliran air di permukaannya sehingga pengikisan terhadap bagian-bagian tanah semakin besar. Hal tersebut didukung oleh pengelolaan tanaman dan teknik konservasi tanah yang tidak sesuai. Pada penggunaan lahan di daerah penelitian ini digunakan sebagai sawah dan telah dilakukan pembuatan teras gulud. Dimana teras gulud ini berfungsi untuk mengurangi panjang lereng dan menahan air, sehingga mengurangi kecepatan air hujan dari hulu dan memungkinkan air hujan diserap oleh tanah, dengan demikian erosi akan berkurang.

Sedimentasi merupakan proses akhir dari erosi. Untuk mendapatkan laju sedimentasi yang terjadi dapat diketahui menggunakan persamaan SDR (Sediment Delivery Ratio) dengan menentukan nilai dari SDR dengan cara mencocokkan besar DAS sehingga didapatkan nilai laju sedimentasi pada lokasi Hutan sebesar 5,95 dan Ladang 486,71 ton/tahun. Untuk mendapatkan sedimentasi dalam satuan kg/m3 maka laju sedimentasi harus dibagi oleh massa jenis tanah sedimen. Berdasarkan Wikandinata dan Adinugroho (2007), tanah yang terdapat dalam sedimen adalah jenis tanah lempung yang memiliki massa jenis sebesar 1,5 m/v sehingga laju sedimentasi yang telah diubah satuannya menjadi 3,96 kg/m3 pada Hutan dan Ladang 324,47 kg/m3. Dampak negatif dari sedimentasi ini yaitu dapat menimbulkan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau, sedangkan dampak positifnya itu dari hasil sedimentasi ini dapat digunakan sebagai tambang pasir.

Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Palama

Berdasarkan perhitungan laju erosi dengan menggunakan persamaan matematis Wischmeier dan Smith (1978) yang dikenal dengan nama USLE, menunjukkan bahwa laju erosi aktual yang terjadi pada daerah penelitian dilokasi Hutan sebesar 0,70 dan Ladang 57,26 ton/ha/tahun. Hal tersebut menurut Departemen Kehutanan (1998) erosi yang terjadi termasuk dalam kelas bahaya erosi sangat ringan dan ringan. Erosi yang sedang disebabkan oleh nilai erodibilitas, faktor pengelolaan tanaman, kemiringan lereng yang rendah dan konservasi tanah yang sudah sesuai dengan kondisi lahannya pada lokasi hutan dan pada lokasi ladang

(7)

e-ISSN: 2615-7721 Vol 6, No. 1 (2022) 431 p-ISSN: 2620-8512

konservasi tanah yang sudah tidak sesuai dengan kondisi lahannya karena laju erosi yang hampir mencapai kelas sedang. Faktor penyebab terjadinya erosi ini saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.

Untuk tingkat bahaya erosi, daerah penelitian masuk dalam kategori sangat ringan dan ringan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti erodibilitas yang masuk dalam kategori rendah, karena pengunaan lahan yang sudah sesuai dengan kaidahnya (hutan) dan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidahnya (ladang). Lahan yang memiliki laju erosi sangat berat dengan kedalaman yang sama dengan laju erosi sangat ringan akan mempunyai tingkat bahaya erosi yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pandapat Hendriani (2000) yang mengatakan pada lahan yang memiliki solum dalam, erosi yang terjadi tergolong sangat berat, karena laju kehilangan tanahnya masih lebih besar dibandingkan laju pembentukan tanahnya.

Sedangkan apabila laju erosinya rendah, tingkat bahaya erosinya akan ringan, karena laju kehilangan tanah masih lebih kecil dibandingkan laju pembentukan tanahnya.

Hal ini berbeda dengan penelitian Susanti (2019) pada Sub DAS Dodokan Kabupaten Lombok Tengah yang mendapatkan nilai TBE kurang dari 15 ton/ha/tahun dengan klasifikasi erosi dalam kelas ringan. Hal serupa juga didapatkan oleh Rukma (2020) dalam penelitian mendapatkan nilai TBE kurang dari 15 ton/ha/tahun dengan klasifikasi erosi dalam kelas sangat ringan.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil analisis terbatas pada penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa;

Sub DAS Palama memiliki laju erosi pada lokasi Hutan sebesar 0,70 ton/ha/tahun dan 57,26 ton/ha/tahun di Ladang, laju sedimentasi di lokasi Hutan sebesar 5,95 ton/tahun dan Ladang 486,71 ton/tahun atau 3,96 kg/m3 pada hutan dan Ladang 324,47 kg/m3, tergolong dalam kelas sedang (hutan) dan rendah (ladang); Tingkat bahaya erosi pada Sub DAS Palama di lokasi hutan masuk pada kategori sangat ringan dan Ladang ringan (<15 dan 16-60 ton/ha/tahun).

Ucapan Terimakasih

Terimakasih atas bantuan atau pendanaan Kepala Sekolah SMK PP N Mataram yang telah berkolaborasi dalam penelitian ini sehingga penelitian ini dapat dipublikasikan dalam kegiatan seminar nasional. Penelitian ini sebagai salah satu tindak lanjut kerjasama yang telah disepakati.

(8)

e-ISSN: 2615-7721 Vol 6, No. 1 (2022) 432 p-ISSN: 2620-8512

Daftar Pustaka

Arsyad S. (2010). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press Bogor.

Asy’arie, H. (2004). Fungsi Hutan dan Sistem Ladang Berpindah-pindah Menurut Adat dan Kepercayaan Masyarakat Tradisional di Kalimantan Timur.Samarinda.

Departemen Kehutanan. (1998). Pemetaan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Sub DAS Way Rarem.

Hamsyah. (2009). Sistem perladangan di Indonesia: studi kasus dari Kalimantan Barat.

Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress.

Kartasapoetra, A.G. (2005). Ilmu Tanah. Pt Rineka Cipta. Jakarta.

Ohta. (1993). The estimation of temporal processes in the tropical rain forest: a study of primary mixed dipterocarp forest in Indonesia. J. Trop. Ecol. 1: 171-182.

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. (2005). Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Painan, Sumatra. No. Lembar (0814-0714). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Bogor.

Rukma. (2020). Analisis Erosi dan Sedimentasi Pada Sub DAS Pengga Kecamatan Praya Barat. Skripsi Faperta. UMMAT.

Susanti. (2019). Ananlisis Erosi dan Sedimentasi Lahan di Sub DAS Dodokan Kabupaten Lombok Tengah. Skripsi Faperta. UMMAT.

Wibowo. (2008). Evaluasi penggunaan lahan berdasarkan konsep fasies gunung api untuk menunjang zonius dalam tata ruang (Studi KasusWilayah Sub-DAS Keduang).

Wikandinata, B dan Adinugroho B, (2007). Evluasi Laju Erosi dan Laju Sedimentasi pada Waduk Cacaban Tegal [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Katolik Seogijapranata.

Wischmeimer, W. H. and D. D. Smith. (1978). Predicting Rainfall Erosion Losses. a Guide to Conservation Planning. U. S Department of Agriculture Handbook No. 537.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan konservasi dengan persepsi nelayan tentang

Melalui kegiatan pelatihan digital marketing ini, masyarakat kampung Tanah Tinggi selaku pelaku usaha memperoleh pengetahuan baru mengenai cara memasarkan barang

Hasil survei dapat diketahui bahwa terdapat 13 sumber mata air yang tersebar di Pulau Karimunjawa, enam diantaranya berada di dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa yaitu di

Penelitian dilaksanakan selama dua musim tanam, yaitu musim tanam 2019/2020 dan 2020/2021 Hasil penelitian menunjukkan: (1) Hama invasif baru ulat gerayak jagung (UGJ)

Bermaksud untuk menguji stabilitas jawaban responden dari suatu waktu ke waku berikutnya dengan cara menghitung koefisien korelasi dan skor jawaban responden yang diukur

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tata guna lahan, kemirigan lereng, dan jenis tanah, besar laju erosi aktual dan sedimentasi, serta tingkat bahaya erosi di lahan Sub

Tujuan dari studi ini untuk mengetahui besarnya laju erosi di Sub DAS Lesti, mengetahui kondisi Tingkat Bahaya Erosi (TBE), dan konservasi lahan yang sesuai dengan

Berikut adalah saran-saran yang dapat dilakukan untuk pengembangan di masa yang akan datang, didasarkan pada hasil perancangan, pembuatan electronic nose,