• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN KUALITAS DAYA SAING USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) (Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB) Oleh:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN KUALITAS DAYA SAING USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) (Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB) Oleh:"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN KUALITAS DAYA SAING USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM)

(Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB)

Oleh:

BIO HAFSARI LARASATI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(2)

ABSTRACT

Micro Small and Medium Enterprises (MSME) are the most relevant topic to be discussed in Indonesia because of their significant contribution to the economic development in this country. Too many benefits can be contributed by MSME, but in the fact, MSME have uncapability to facing market among others due to the weakness of MSME in financial, accessing information, and related to poor promotional action. To winning the competition with the other enterprises, MSME needs a good competitiveness quality. One of the way to reach it, can be done by give an attention to MSME’s marketing communication. This research tells about the characteristic of IPB MSME partnership, marketing communication act, and quality of competitiveness as this result. The method used in this study are quantitative and qualitative data. Quantitative data collected by interviewing peopled with questionnaires. Whereas, qualitative data collected by interviewing the tutor about partnership tutorial act. Marketing communication can be held by match this act with the characteristic of MSME. It can give some benefit to increase the competitiveness quality of MSME.

Keywords: Micro Small and Medium Enterprises, Marketing Communication, Quality of Competitiveness

(3)

RINGKASAN

BIO HAFSARI LARASATI. Analisis Hubungan Komunikasi Pemasaran dengan Kualitas Daya Saing Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM): Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB. (Di bawah bimbingan YATRI INDAH KUSUMASTUTI)

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan jenis usaha yang tumbuh menjamur, bahkan mendominasi sektor perindustrian Indonesia.

Pengembangan UMKM di negara berkembang, seperti Indonesia sangat potensial dan sesuai dengan kondisi negara. UMKM mampu menyediakan lapangan pekerjaan, khususnya bagi tenaga kerja berpendidikan rendah yang banyak terdapat di Indonesia. UMKM juga menyediakan berbagai kebutuhan yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat dan mendukung kedaulatan konsumen.

Banyak kontribusi yang dapat diberikan UMKM, terutama bagi sektor sosial dan ekonomi, namun kontribusi ini belum terealisasi secara optimal. Dalam menjalankan usahanya, UMKM mengalami berbagai kendala, terutama dalam hal pendanaan, pemasaran, dan akses informasi. Sementara itu, pada era globalisasi, UMKM juga harus menghadapi persaingan dengan usaha sejenis lainnya, juga dengan usaha besar, baik dari dalam maupun luar negeri. Untuk itu, UMKM dituntut untuk memiliki daya saing usaha yang baik, agar mampu bertahan dan berkontribusi secara optimal bagi masyarakat. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk memperoleh posisi tawar yang baik dalam usaha adalah dengan memberikan perhatian pada bidang komunikasi pemasaran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM, karakteristik usaha yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi pemasaran, serta kontribusinya pada kualitas daya saing usaha.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh UMKM mitra binaan IPB yang tergabung dalam lembaga UPP-UKM dan CDA melalui Program Mahasiswa Wirausaha. Populasi dalam penelitian ini adalah UMKM mitra binaan IPB yang memiliki tingkat heterogenitas berdasarkan jenis bidang usaha. Penetapan sampel dilakukan dengan metode penarikan sampel purposive yang dilakukan berdasarkan berbagai pertimbangan.

Penelitian ini menggunakan metode survai dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan kualitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan metode wawancara mendalam kepada pihak pengelola lembaga pembina UMKM.

Sementara, pendekatan kuantitatif dilakukan dengan instrumen penelitian berupa kuisioner yang diisi dengan melakukan wawancara kepada responden. Kuisioner yang digunakan terdiri dari kumpulan pertanyaan mengenai variabel penelitian

(4)

yang akan diukur dengan menggunakan skala berdasarkan rataan skor.

Keseluruhan variabel yang diukur secara kuantitatif dalam penelitian ini merupakan variabel berskala ordinal. Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah secara statistik deskriptif melalui Uji Korelasi Spearman dengan mengunakan software SPSS for Windows Versi 13.0 dan Microsoft Exel 2007.

Hasil uji penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM belum dilaksanakan secara optimal. Beberapa karakteristik UMKM yang memiliki hubungan positif dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran, diantaranya adalah jenis bidang usaha, tingkat pendidikan pelaku usaha, dan skala usaha. Jenis bidang usaha berhubungan dengan pemilihan jenis bauran promosi yang digunakan. Secara umum, bauran promosi yang banyak digunakan UMKM mitra binaan IPB adalah jenis periklanan dan penjualan personal. Di samping itu, jenis komunikasi pemasaran yang menjadi andalan bagi UMKM mitra binaan IPB adalah jenis word of mouth.

Tingkat pendidikan pelaku usaha memiliki korelasi positif dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran. Semakin tinggi pendidikan formal pelaku usaha, pelaksanaan komunikasi pemasaran semakin baik. Hubungan positif ini juga berlaku antara skala usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran, meskipun korelasinya tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan karakteristik pendidikan sebelumnya. Pelaksanaan komunikasi pemasaran berhubungan positif dengan kualitas daya saing usaha. Beberapa ukuran yang digunakan adalah tingkat produktivitas, tingkat profit, serta luas cakupan pasar UMKM. Keseluruhan variabel ini memiliki korelasi positif dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran. Artinya, semakin baik pelaksanaan komunikasi pemasaran, maka kualitas daya saing UMKM pun semakin baik.

(5)

ANALISIS HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN KUALITAS DAYA SAING USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM)

(Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB)

Oleh:

BIO HAFSARI LARASATI I34070007

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(6)

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh:

Nama : Bio Hafsari Larasati NRP : I34070007

Judul : Analisis hubungan Komunikasi Pemasaran dengan Kualitas Daya Saing Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM): Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.Si.

NIP. 19660714 199103 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003 Tanggal Pengesahan :

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN

KUALITAS DAYA SAING USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM): STUDI PADA UMKM MITRA BINAAN IPB” BELUM PERNAH DIAJUKAN DAN DITULIS PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH TULISAN INI.

Bogor, Februari 2011

Bio Hafsari Larasati I34070007

(8)

RIWAYAT HIDUP

Bio Hafsari Larasati atau yang biasa dipanggil Biola (penulis) lahir di Bogor pada tanggal 22 Maret 1989. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Ir. H. Zulian Hanafi, MM dan Ibu (Alm) Ir. Lestari Sempurna Putri. Pendidikan formal ditempuh penulis di TK Pertiwi Teladan Metro pada tahun 1993-1995, SD Adhyaksa I Jambi pada tahun 1995-2001, SLTP Negeri I Metro pada tahun 2001-2004, dan SMA Negeri I Metro Lampung pada tahun 2004-2007. Setelah lulus SMA, penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) angkatan 44 dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Mayarakat, Fakutas Ekologi Manusia. Penulis menyelesaikan masa studi dalam waktu tujuh semester dan menjadi lulusan pertama Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 44 melalui program akselerasi, sekaligus menjadi lulusan pertama Institut Pertanian Bogor angkatan 44.

Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti kursus Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin, berbagai pelatihan, seminar, dan magang yang mendukung kegiatan akademik dan pengembangan softskill. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kegiatan non-akademik, seperti BEM FEMA, UKM Kewirausahaan Century, dan Organisasi Mahasiswa Kemala. Dalam organisasi, penulis pernah memegang jabatan sebagai Sekretaris Dept. PBOS BEM FEMA tahun 2008-2009 dan Bendahara Divisi IT UKM Century 2008-2009. Penulis juga dipercaya untuk terlibat dalam berbagai kepanitiaan, diantaranya sebagai ketua 2nd Creso, Sekretaris Duta FEMA, Bendahara MPF FEMA 2009, koordinator acara Try Out IPB Kemala, dan berbagai kepanitiaan lainnya. Pengalaman bekerja pernah penulis tempuh sebagai Staff Humas PT Aneka Tambang Tbk UBPE Pongkor melalui program magang dan Staff Comdev PT Aneka Tambang Tbk UBPE Pongkor selama mengikuti kegiatan KKP. Sebagai bentuk pengabdian terhadap bidang pendidikan, penulis menjalankan amanah menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Sosiologi Umum (2009-2010) dan Asisten Dosen Mata Kuliah Pengantar Ilmu Kependudukan (2010).

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, petunjuk, dan nikmat-Nya dalam mengerjakan skripsi ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul “Analisis Hubungan Komunikasi Pemasaran dengan Kualitas Daya Saing Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM): Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB” ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan mengenai komunikasi pemasaran UMKM dan peranannya dalam upaya mendukung pengembangan UMKM.

Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi pengembangan UMKM dan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Bogor, Februari 2011

Bio Hafsari Larasati I34070007

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Ibu Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.Si., selaku dosen pembimbing studi pustaka dan skripsi yang selalu sabar memberikan bimbingan, waktu, tenaga, dan pikiran demi kesempurnaan skripsi ini.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Aida V.S. Hubeis selaku penguji utama dan Bapak Sofyan Sjaf, MSi selaku penguji perwakilan Departemen SKPM yang telah memberi masukan dan saran yang baik demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS., selaku pembimbing akademik selama penulis menjadi mahasiswa Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

4. Bapak Martua Sihaloho, M.Si., selaku dosen penguji petik yang telah membimbing dan menjadi korektor yang baik dan teliti.

5. Mba Icha dan Mba Maria yang selalu memberikan pelayanan yang luar biasa dan menjadikan sekret SKPM sebagai secretariat departemen terbaik se-IPB raya.

6. Ibunda tercinta, (Alm) Lestari Sempurna Putri di surga, atas perjuangan bunda dan kasih sayang tulus yang tak lekang oleh waktu.

7. Ayahanda terkasih, Ir. H. Zulian Hanafi, MM., atas lantunan doa yang tak pernah putus, tetesan keringat dan perjuangan ayahanda demi mencukupkan kebutuhan penulis.

8. Mama Ermy Susida, dan adik-adik kebanggaanku Nia Kurniati, Abi Rachmanda, dan Igo Muhammad Alvanzo, serta Keluarga Besar Swara Sempurna atas doa, semangat, motivasi, dan kasih sayang yang tercurah.

9. Keluarga Besar Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 43, 44, dan 45 atas kebersamaan, persahabatan dan cinta yang mewarnai hari-hari penulis.

10. Rizqi Humaira, Frisca Johar, Fauziah Rosy, Ahmad Aulia Arsyad, Turasih, Rahmawati, Asri Sulistyawati, Laras Sirly, Dimitra Liani, Novia Putri S., Hardianti D.P, Isma Rosyida, Geidy Tiara, Haidar, Hendra Purwana, Wira Adiguna, Bang Iqbal, dan seluruh sahabat penulis yang setia dan selalu ada dalam suka dan duka.

11. Ayu my roomate, Dinda, Lingga, Milky, Mba Nina, Ka Etha dan all of salsa girls atas perhatian dan semua keceriaan.

12. Seluruh teman-teman seperjuangan akselerasi, Maya Samiya, Navalinesia, Astri Lestari, Syifa Maharani, Dina Nurdinawati, Dewi Agustina, dan kawan-kawan atas semangat dan kebersamaan dalam menjalankan aktivitas akselerasi.

13. Keluarga Kuliah Kerja Profesi A1, Dewi Silvialestari, Laila Sakina, Atis, Dida, dan Gilang atas perhatian, kerjasama, dan kebersamaan.

14. Teman sepermainan, Ihsan, Iyut, Lili, Riri, Andri, Roby, Nisa, Ory, dan Hapsa atas keceriaan dan kebersamaan yang tercipta.

15. Teman-teman BEM FEMA Kabinet Heroik dan UKM Century atas kerjasama, pengalaman, dan ilmu yang bermanfaat.

16. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasama selama pengerjaan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.

Bogor, Februari 2011

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Masalah Penelitian ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ... 5

2.1 Tinjauan Pustaka ... 5

2.1.1 Definisi UMKM ... 5

2.1.2 Karakteristik UMKM ... 6

2.1.3 Peran dan Kontribusi UMKM ... 8

2.1.3.1 Peranan UMKM dalam Bidang Sosial ... 8

2.1.3.2 Peranan UMKM dalam Bidang Ekonomi ... 9

2.1.3.3 Peranan UMKM dalam Bidang Politik ... 10

2.1.4 Kondisi UMKM dan Perkembangannya ... 11

2.1.4.1 Modal Kerja UMKM ... 11

2.1.4.2 Akses Pasar dan Informasi ... 12

2.1.4.3 Kondisi Pemasaran UMKM ... 13

2.1.5 Definisi Komunikasi Pemasaran ... 15

2.1.6 Proses Komunikasi Pemasaran ... 15

2.1.7 Bauran Promosi ... 17

2.1.7.1 Periklanan (Advertising) ... 17

2.1.7.2 Promosi Penjualan (Sales Promotion) ... 18

2.1.7.3 Hubungan Masyarakat (Public Relations) ... 18

2.1.7.4 Penjualan Personal (Personal Selling) ... 19

2.1.7.5 Pemasaran Langsung (Direct Marketing) ... 20

2.1.7.6 Word of mouth ... 21

2.1.8 Manfaat Komunikasi Pemasaran ... 21

2.1.9 Efek Komunikasi Pemasaran ... 22

2.1.10 Daya Saing UMKM... 23

2.2 Kerangka Pemikiran ... 26

2.3 Hipotesis Penelitian ... 27

2.4 Definisi Operasional ... 28

2.4.1 Karakteristik UMKM ... 28

2.4.2 Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran ... 29

2.4.3 Kualitas Daya Saing UMKM ... 31

(12)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33

3.1 Metode Penelitian ... 33

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 34

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 37

3.5 Teknik Analisis Data ... 37

BAB IV GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMBINA UMKM ... 39

4.1 Latar Belakang ... 39

4.1.1 Unit Pelayanan Pendampingan Usaha Kecil Menengah (UPP-UKM) .... 40

4.1.2 Career Development and Alumni Affairs (CDA) ... 42

4.2 Keanggotaan ... 43

4.2.1 UPP-UKM ... 43

4.2.2 Program Mahasiswa Wirausaha CDA ... 43

4.3 Kegiatan Pembinaan UMKM ... 44

4.3.1 UPP-UKM ... 44

4.3.2 Program Mahasiswa Wirausaha CDA ... 46

BAB V GAMBARAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MITRA BINAAN IPB ... 48

5.1 Latar Belakang Pendirian Usaha ... 48

5.2 Karakteristik Pelaku Usaha ... 49

5.3 Hambatan Pengembangan Usaha ... 51

BAB VI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH ... 53

6.1 Bauran Komunikasi Pemasaran UMKM ... 53

6.1.1 Periklanan ... 55

6.1.2 Promosi Penjualan ... 56

6.1.3 Hubungan Masyarakat ... 59

6.1.4 Penjualan Personal ... 60

6.1.5 Pemasaran Langsung ... 63

6.1.6 Word of mouth ... 64

6.2 Biaya Pelaksanaan ... 66

6.3 Frekuensi Pelaksanaan ... 68

BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK UMKM DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN ... 71

7.1 Ragam Bidang Usaha ... 71

7.1.1 Pangan ... 72

7.1.2 Jasa ... 73

7.1.3 Pertanian ... 75

7.1.4 Kerajinan ... 78

7.2 Hubungan Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha dengan Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran ... 79

7.3 Hubungan Skala Usaha dengan Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran ... 81

(13)

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN

KUALITAS DAYA SAING UMKM ... 83

8.1 Tingkat Produktifitas UMKM ... 83

8.2 Tingkat Profit ... 85

8.3 Luas Cakupan Pasar UMKM ... 86

BAB IX PENUTUP ... 88

9.1 Kesimpulan ... 88

9.2 Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90

LAMPIRAN ... 92

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Naskah Halaman

Tabel 1. Tabel Perbedaan Skala UMKM berdasarkan Aset dan Nilai Penjualan…... 29 Tabel 2.Ukuran Sampel Penelitian………... 36 Tabel 3. Penggunaan Bauran Komunikasi Pemasaran Berdasarkan Jenis Bidang

Usaha ………. 72

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Naskah Halaman

Gambar 1. Proses Komunikasi Pemasaran……… 16

Gambar 2. Tujuan Komunikasi, Respon Khalayak, dan Proses Pembelian…….... 23

Gambar 3. Kerangka Pemikiran……… 26

Gambar 4. Latar Belakang Pendirian UMKM………... 49

Gambar 5. Hubungan Tenaga Kerja dengan Pemilik UMKM……….. 50

Gambar 6. Hambatan dalam Pengembangan Usaha……….. 51

Gambar 7. Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran UMKM………... 53

Gambar 8. Penggunaan Bauran Komunikasi Pemasaran UMKM………. 54

Gambar 9 . Persentase Penggunaan Bauran Periklanan………. 55

Gambar 10. Persentase Penggunaan Bauran Promosi Penjualan……… 58

Gambar 11. Persentase Penggunaan Bauran Hubungan Masyarakat……….. 59

Gambar 12. Persentase Penggunaan Bauran Penjualan Personal……… 62

Gambar 13. Persentase Penggunaan Bauran Pemasaran Langsung……… 63

Gambar 14. Anggaran Biaya Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran……… 66

Gambar 15. Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran……….. 68

Gambar 16. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Pangan……….. 72

Gambar 17. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Jasa………... 74

Gambar 18. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Pertanian………... 76

Gambar 19. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Kerajinan……... 78

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak masa Orde Baru, Indonesia menempatkan pembangunan ekonomi sebagai indikator keberhasilan pembangunan. Berkenaan dengan hal tersebut, dunia usaha selama setengah abad terakhir telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa di atas planet ini. Berbagai jenis usaha tumbuh dan berkembang di Indonesia. Salah satu unit usaha yang menjamur, sekaligus mendominasi sektor industri Indonesia adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Hampir 90 persen dari total usaha yang ada di dunia merupakan kontribusi dari UKM (Lin, 1998 seperti dikutip oleh Rahmana 2009).

Menurut Urata (2000, seperti dikutip oleh Sulistyastuti, 2004) yang telah mengamati perkembangan UMKM di Indonesia, UMKM memainkan beberapa peran penting di Indonesia, diantaranya adalah: (1) Pemain utama dalam kegiatan ekonomi di Indonesia, (2) Penyedia kesempatan kerja, (3) Pemain penting dalam pengembangan ekonomi lokal dan pengembangan masyarakat, (4) Pencipta pasar dan inovasi melalui fleksibilitas dan sensitivitasnya serta keterkaitan dinamis antar kegiatan perusahaan, (5) Memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekspor non migas. Sementara itu, Tambunan (2001, seperti dikutip oleh Sulistyastuti, 2004) menyebutkan bahwa UKM juga mampu mereduksi ketimpangan pendapatan (reducing income inequality) terutama di negara-negara berkembang. Peranan yang sangat signifikan dalam pencapaian kesempatan kerja dan berbagai nilai tambah yang telah diungkapkan di atas membuktikan bahwa UMKM mampu memberikan manfaat yang sangat besar dalam berbagai bidang kehidupan.

(17)

UMKM memiliki peranan yang cukup berarti dalam perkembangan perekomomian nasional, namun sektor ini masih memiliki kendala, seperti keterbatasan modal dan pendanaan, keterbatasan akses pasar dan informasi, dan masalah pemasaran. Hal ini tentu mengakibatkan UMKM tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Menanggapi hal tersebut, Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai salah satu perguruan tinggi menjalankan program kemitraan pembinaan UMKM yang merupakan wujud tugas dan fungsi Tridharma Perguruan Tinggi.

Program kemitraan UMKM dilaksanakan oleh beberapa lembaga, diantaranya adalah Unit Pelayanan dan Pendampingan UKM (UPP-UKM) dan Career Development And Alumni Affairs (CDA) IPB melalui Program Mahasiswa

Wirausaha. UMKM mitra binaan IPB bergerak dalam beberapa jenis bidang usaha, diantaranya adalah UMKM pangan, jasa, pertanian, dan kerajinan. Saat ini tercatat 166 unit UMKM yang tergabung dalam program mitra binaan UPP-UKM LPPM IPB dan 83 UMKM yang tergabung dalam program CDA. Program pembinaan terhadap UMKM binaan IPB ini dirasa penting sebagai upaya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang berjiwa wirausaha.

Berbagai upaya pembinaan dan pemberdayaan UMKM diarahkan pada peningkatan kapasitas sumberdaya manusia pelaku usaha dan pemanfaatan potensi yang dimiliki. Upaya ini dapat dilakukan dengan beberapa kegiatan, diantaranya adalah pelatihan pembuatan pembukuan dan arus kas, pembinaan kegiatan pemasaran, dan penyelenggaraan pertemuan untuk memperluas jaringan.

Kegiatan pengembangan dan pemberdayaan yang dimaksud dapat dilakukan dengan meningkatkan daya saing UMKM. Salah satu upaya yang dapat

(18)

dilakukan adalah dengan meningkatan kualitas komunikasi pemasaran. Mengingat ketatnya persaingan usaha di era global, komunikasi pemasaran memainkan peranan penting dalam pengembangan UMKM. Dalam upaya menjalankan usahanya, UMKM tidak hanya mengalami persaingan dengan berbagai UMKM lain yang tumbuh dan berkembang, melainkan juga bersaing dengan usaha-usaha besar, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

UMKM dituntut untuk memiliki daya saing yang tinggi agar dapat bertahan dan bersaing dengan jenis usaha lainnya. Untuk mencapai keinginan tersebut, maka komunikasi pemasaran menjadi kegiatan operasional yang wajib dilaksanakan. Namun pelaksanaan kegiatan ini akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, pelaksanaan komunikasi pemasaran yang efektif dan efisien merupakan suatu keputusan yang harus dipertimbangkan dan direncanakan dengan matang. Realita ini menarik minat penulis untuk melakukan penelitian mengenai berbagai upaya komunikasi pemasaran yang dilakukan UMKM, serta hubungannya dengan kualitas daya saing usaha.

1.2 Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang uraian latar belakang di atas, disusunlah beberapa masalah penelitian, sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM mitra binaan IPB?

2. Bagaimanakah hubungan karakteristik UMKM mitra binaan IPB dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran?

3. Bagaimanakah hubungan pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya saing UMKM mitra binaan IPB?

(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, maka ditetapkan beberapa tujuan penelitian, sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM mitra binaan IPB

2. Menganalisis hubungan karakteristik UMKM dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran

3. Menganalisis hubungan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya saing UMKM

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai karakteristik UMKM, pelaksanaan komunikasi pemasaran, dan pengaruhnya dengan kualitas daya saing UMKM. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, diantaranya:

1. Bagi pelaku UMKM, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai pelaksanaan komunikasi pemasaran yang dilakukan sebagai upaya peningkatan daya saing UMKM.

2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan khasanah pengetahuan, khususnya dalam bidang komunikasi bisnis mengenai komunikasi pemasaran.

3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai kesesuaian kondisi lapangan dengan teori yang ada mengenai karakteristik UMKM, pelaksanaan komunikasi pemasaran, serta hubungannya terhadap daya saing UMKM.

(20)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi UMKM

Terdapat beberapa lembaga atau instansi yang memberikan definisi mengenai usaha mikro kecil menengah (UMKM). Sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UMKM didefinisikan sebagai berikut:

‘Pasal 6

(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(2) Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar rupiah).

(3) Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)’.1

Sementara itu, Rahmana (2009) mengungkapkan batasan pengertian UMKM yang ditetapkan oleh BPS berdasarkan jumlah tenaga kerja, untuk usaha

1 Undang-Undang No.20 Tahun 2008

(http://www.smecda.com/Files/infosmecda/uu_permen/UU_2008_20_TENTANG_USAHA_MIK RO_KECIL_DAN_MENENGAH.pdf) diunduh tanggal 30 April 2010 jam 22.00 WIB.

(21)

kecil berjumlah lima sampai dengan sembilan belas orang, sementara usaha menengah berkisar antara dua puluh sampai dengan sembilan puluh sembilan tenaga kerja. Batasan pengertian UMKM diatas sesuai dengan defiinisi UMKM yang diberlakukan bagi Asian Development Bank (ADB) yang dikutip oleh Eva (2007).

2.1.2 Karakteristik UMKM

UMKM memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan jenis usaha besar, termasuk karakteristik yang membedakan usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah sendiri. Berdasarkan data BPS (2006) yang dikutip oleh Tambunan (2009) dalam buku UMKM di Indonesia, diketahui bahwa dari segi tenaga kerja, lebih dari sepertiga (sekitar 34,5 persen) UMKM dikelola oleh tenaga kerja berusia di atas 45 tahun, dan hanya sekitar 5,2 persen pengusaha UMKM yang berumur di bawah 25 tahun.

Tambunan (2000) seperti dikutip oleh Sulistyastuti (2004) mengungkapkan bahwa tenaga kerja yang diperlukan oleh industri kecil tidak menuntut pendidikan formal yang tinggi. Sebagian besar tenaga kerja yang diperlukan oleh industri ini didasarkan atas pengalaman (learning by doing) yang terkait dengan faktor historis (path dependence). Tulisan lanjutan Tambunan (2009) mengenai UMKM mengungkapkan bahwa struktur pengusaha menurut tingkat pendidikan formal memberi kesan adanya hubungan positif antara tingkat pendidikan rata-rata pengusaha dengan skala usaha. Artinya, semakin besar skala usaha, yang umumnya berasosiasi positif dengan tingkat kompleksitas usaha yang memerlukan keterampilan tinggi dan wawasan bisnis yang lebih luas, semakin banyak pengusaha dengan pendidikan formal tersier.

(22)

Mengacu pada data BPS (2006) yang dikutip Tambunan (2009) diketahui bahwa sebagian besar pengusaha UMKM mengungkapkan alasan kegiatan usaha yang mereka lakukan adalah latar belakang ekonomi. Artinya usaha ini dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh perbaikan penghasilan dan atau merupakan startegi untuk bertahan hidup. Hal ini didukung dengan kondisi tingkat pendidikan pengusaha yang mayoritas tergolong rendah. Usaha ini dilakukan dengan alasan tidak ada lagi jenis pekerjaan lain yang dapat dilakukan dengan tingkat pendidikan formal yang tergolong rendah. Beberapa pengusaha juga menjalankan usaha dengan mempertimbangkan prospek usaha ke depan, seperti adanya peluang dan pangsa pasar yang aman dan besar. Namun, sebagian lainnya mengungkapkan latar belakang keturunan, artinya meneruskan usaha warisan keluarga.

Data BPS (2006) yang dikutip oleh Tambunan (2009) juga menunjukkan bahwa Indonesia memiliki banyak UMKM, namun tidak seluruh UMKM ini berbadan hukum. Justru sebagian besar UMKM yang ada, yakni sekitar 95,1 persen dari jumlah unit usaha tidak berbadan hukum. Hal ini dapat diterima dengan alasan kebanyakan UMKM memiliki modal yang sangat minim dan terbentur berbagai birokrasi dan persyaratan yang rumit dan kompleks untuk mendapatkan pelayanan dalam pengembangan usahanya.

Menurut Sulistyastuti (2004), yang juga menjadi karakteristik UMKM adalah pemakaian bahan baku lokal. Keberadaan UMKM seringkali terkait dengan tingginya intensitas pemakaian bahan baku lokal, misalnya UMKM kerajinan meubel ukiran khas Jepara, batik asal Pekalongan dan berbagai komoditas lokal unggulan lain yang dijadikan bahan baku dalam usaha.

(23)

2.1.3 Peran dan Kontribusi UMKM

Dewasa ini, UMKM diberi perhatian yang cukup besar dalam perkembangannya di berbagai belahan dunia. Ini merupakan hal yang wajar, mengingat pentingnya peranan UMKM baik dalam bidang sosial, ekonomi, hingga bidang politik.

2.1.3.1 Peranan UMKM dalam Bidang Sosial

Menurut Clapham (1991), tujuan sosial dari UMKM sekurang-kurangnya untuk mencapai tingkat kesejahteraan minimum, yaitu menjamin kebutuhan dasar rakyat. Sadoko (1995) juga menegaskan bahwa peranan usaha kecil tidak hanya menyediakan barang-barang dan jasa bagi konsumen yang berdaya beli rendah, tetapi juga bagi konsumen perkotaan lain yang berdaya beli lebih tinggi. Selain itu, usaha kecil juga menyediakan bahan baku atau jasa bagi usaha menengah dan besar, termasuk pemerintah lokal.

Peranan UMKM untuk kepentingan konsumen berpendapatan rendah penting untuk menjamin persediaan barang bermutu sederhana pada harga yang terjangkau. Dapat dikatakan bahwa perusahaan kecil memberikan sumbangan yang sangat penting dalam bentuk turut menurunkan biaya hidup bagi kelompok- kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Oleh karena itu, Clapham (1991) menyebutkan bahwa UMKM mampu memberikan sumbangan yang besar dari segi kedaulatan konsumen.

Selain berperan dalam kedaulatan konsumen, UMKM memiliki peranan yang sangat berarti dalam hal penciptaan lapangan kerja. Clapham (1991) menyebutkan bahwa lebih dari 75 persen lapangan kerja di luar sektor pertanian di negara sedang berkembang diciptakan oleh perusahaan kecil dan menengah di

(24)

sektor industri pengolahan, perdagangan, dan selebihnya di sektor jasa.

Mendukung pernyataan tersebut, Lin dikutip oleh Rahmana (2009) juga menyatakan bahwa hampir 90 persen dari total usaha yang ada di dunia merupakan kontribusi dari UKM. Kontribusi UKM terhadap penyerapan tenaga kerja, baik di negara maju maupun negara berkembang, termasuk Indonesia, mempunyai peranan yang signifikan dalam penanggulangan masalah pengangguran.

Melihat peranan UKM yang sangat signifikan dalam penciptaan kesempatan kerja dan nilai tambah, Sulistyastuti (2004) berpendapat bahwa UKM mampu memberikan manfaat sosial yaitu mereduksi ketimpangan pendapatan, terutama di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, tak heran jika Clapham (1991) juga berpendapat bahwa sektor perusahaan kecil dan menengah dipandang lembaga yang cocok untuk menghilangkan dualisme ekonomi dan sosial.

2.1.3.2 Peranan UMKM dalam Bidang Ekonomi

UMKM dituntut untuk dapat memanfaatkan sumber daya nasional menurut prinsip-prinsip ekonomi, termasuk pemanfaatan tenaga kerja untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang maksimum dan sesuai dengan kepentingan rakyat (Clapham, 1991). Indoconsult dikutip Sadoko (1995) juga mengungkapkan bahwa usaha kecil memberikan kontribusi yang tinggi (sekitar 55 persen) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di sektor-sektor perdagangan, transportasi, dan industri. Sektor ini juga mempunyai peranan cukup penting dalam penghasilan devisa negara melalui usaha pakaian jadi (garments), barang-barang kerajinan termasuk meubel dan pelayanan bagi turis.

(25)

Rahmana (2009) menegaskan kembali bahwa UKM di Indonesia telah menunjukkan perannya dalam penciptaan atau pertumbuhan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber penting bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Kementrian Negara Koperasi dan UKM (2007) menyatakan bahwa pada tahun 2006 kontribusi UKM dalam penciptaan nilai tambah nasional sebesar Rp 1.778,75 triliun atau sebesar 53,3 persen dari PDB nasional dengan laju pertumbuhan PDB tahun 2005-2006 adalah sebesar 5,40 persen.

Menurut Utari (2002) seperti dikutip oleh Sulistyastuti (2004), UMKM turut memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekspor non migas. Selama periode 1990-1995, UKM menyumbangkan rata-rata 40 persen dari total ekspor.

Sadoko (1995) juga mengungkapkan bahwa dalam hal perolehan devisa, industri kecil menyumbang sekitar 15 persen dari seluruh nilai ekspor industri yang ada.

2.1.3.3 Peranan UMKM dalam Bidang Politik

Tujuan pembangunan masyarakat di berbagai Negara Asia Selatan dan Asia Tenggara - seperti juga halnya di Indonesia dan di Malaysia - ditentukan oleh keputusan politik yang mendasar untuk mewujudkan sistem demokrasi permusyawaratan rakyat dengan ekonomi campuran berdasar persaingan bebas.

Pengusaha kecil dan menengah dapat membantu pembangunan dalam arti ini, karena tindakan dan kegiatan mereka yang bebas dan otonom (Clapham, 1991).

Sulistyastuti (2004) menyebutkan, sejalan dengan era desentraslisasi dan pengembangan ekonomi regional, peranan dan posisi UMKM menjadi sangat relevan bagi keberhasilan implementasi kebijakan desentralisasi. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, UMKM berpotensi menciptakan iklim persaingan di daerah. Era Otonomi Daerah memberikan implikasi untuk

(26)

merencanakan sendiri pembangunan daerahnya dengan dukungan sumberdaya lokal.

Keberhasilan dalam menetapkan keputusan dalam usaha relevan dengan sifat fleksibilitas UMKM yang tinggi. Berdasarkan pengalaman, diketahui bahwa UMKM mampu mempertahankan usahanya ketika krisis ekonomi melanda.

Sementara, lebih dari 80 persen usaha besar mengalami kebangkrutan (Halwani dikutip oleh Amidi, 2008). Sepakat dengan pernyataan ini, Sadoko (1995) mengungkapkan bahwa sektor ini mempunyai peran strategis yang mengantarai kebijakan pemerintah untuk mengembangkan sektor industri berdasarkan teknologi canggih dan kebijakan pengentasan kemiskinan.

2.1.4 Kondisi UMKM dan Perkembangannya

Banyak kontribusi yang mampu diberikan UMKM dalam berbagai bidang, mulai dari bidang sosial, ekonomi, hingga politik dalam skala yang kecil dan spesifik, dalam artian politik pengambilan keputusan bagi tiap-tiap UMKM.

Namun, dalam prakteknya, UMKM juga mengalami berbagai hambatan dalam berbagai kegiatan operasionalnya.

2.1.4.1 Modal Kerja UMKM

Clapham (1991) menyebutkan bahwa hampir tanpa kecuali, pengusaha kecil dan menengah mengatakan bahwa masalah yang paling besar yang mereka hadapi adalah masalah keuangan. Mereka mengeluh tentang kekurangan modal tetap dan modal kerja. Bidang lain yang juga banyak menimbulkan kesulitan adalah kredit bagi konsumen. Dalam berbagai hal, demi kemajuan dan pengembangan UMKM, pemerintah maupun berbagai lembaga keuangan, baik bank maupun lembaga keuangan non bank telah berupaya dalam memberikan

(27)

pelayanan, terutama dalam hal pinjaman modal usaha. Namun kenyataannya, untuk mengakses pelayanan ini, UMKM dibebani berbagai persyaratan dan jalur birokrasi yang panjang dan rumit. Akibatnya, pemberian layanan pinjaman modal dan kredit pun menjadi tidak dapat diakses UMKM secara optimal. Pada intinya perbaikan sistem perkreditan perlu ditempuh melalui pengadaan pelayanan pendampingan yang profesional serta pemberian kredit yang terintegrasi dengan intervensi lain untuk mengatasi faktor-faktor penghambat pengembangan usaha kecil itu sendiri.

2.1.4.2 Akses Pasar dan Informasi

Ketidakpercayaan terhadap kemampuan UMKM dalam menghadapi era globalisasi berorientasi pada mekanisme pasar bebas memang cukup beralasan, karena keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam kelompok tersebut. Namun demikian perlu diingat bahwa sejak era penjajahan, UMKM sudah dihadapkan dan ditempa dengan berbagai masalah termasuk dari aspek pemasaran, tetapi UMKM tetap eksis dalam mendukung pertekonomian nasional. Ketidakmampuan UMKM untuk menghadapi pasar global mungkin timbul karena lemahnya akses terhadap informasi (Syarif, 2008).

Clapham (1991) menyatakan bahwa terdapat kekurangan penyalur informasi yang mampu bagi perusahaan kecil dan menengah. Perusahaan- perusahaan menemui kesulitan untuk memperoleh peluang masuk ke pasar pemerintah karena mereka kurang mengetahui seluk-beluk peraturan pemerintah yang berkaitan atau persyaratan pemerintah.

Lemahnya kemampuan UMKM dalam mengakses informasi diduga terkait langsung dengan kondisi faktor internal UMKM yang dibayangi oleh berbagai

(28)

keterbatasan untuk mampu memberikan informasi kepada konsumen. Akibatnya produk UMKM yang sebenarnya memiliki pangsa pasar yang cukup besar di dunia internasional, belum banyak diketahui konsumen. Salah satu masalah besar yang dihadapi dalam pemberdayaan UMKM adalah rendahnya akses UMKM terhadap pasar (Syarif, 2008).

2.1.4.3 Kondisi Pemasaran UMKM

Tingkat keterbukaan di pasar konsumen rendah karena perusahaan tidak memiliki peluang yang cukup pada masyarakat umum dan sejauh ini hanya beberapa pameran dagang khusus, pameran tetap atau kampanye penjualan saja yang pernah diadakan. Konsumen dalam negeri, terutama di daerah kota, sering kurang mengetahui produk-produk yang dihasilkan perusahaan kecil dan menengah dalam negeri atau sangat tidak percaya dan penuh prasangka terhadap produk-produk ini bila diukur menurut standar mutu internasional (Clapham, 1991).

Menurut Sadoko (1995), akses pemasaran merupakan akses terpenting.

Dalam membantu usaha kecil, akses ini dibuka melalui pengembangan pola subkontrak, mekanisme pusat pasar informasi, promosi pasaran atau konsumsi melalui anggaran pemerintah. Promosi dan pusat informasi akan sangat berguna bila didukung oleh kemampuan profesional membaca peluang pasar bagi usaha kecil tersebut dan pelayanan tersebut disediakan bagi siapa saja.

Pola subkontrak seringkali dilakukan UMKM, namun pola ini cenderung menjadikan industri “bapak” memiliki posisi yang lebih baik dibandingkan dengan usaha “anak”. Dalam prakteknya, ketika industri “bapak” melakukan order, maka usaha “anak”, dalam hal ini UMKM akan berkompetisi untuk

(29)

mendapatkan pesanan tersebut. Kondisi ini membuat industri “bapak” mampu menekan harga produksi UMKM. Strategi penekanan ongkos produksi seperti ini dilakukan untuk mempertahankan jalur pemasaran yang ada. Sepakat dengan hal ini, Amidi (2008) juga menyebutkan bahwa masalah pemasaran yang dihadapi UMKM adalah lemahnya barganing power pengusaha kecil dalam menghadapi perusahaan besar.

Menurut Clapham (1991), selama perusahaan menjual barangnya melalui pengecer, mereka tidak perlu mengembangkan kegiatan pemasaran sendiri.

Namun, perusahaan yang menjual sendiri barang-barang yang dihasilkannya (seperti mebel, sepatu, tekstil) perlu memberikan perhatian pada bidang pemasaran. Umumnya pelaku usaha tidak memiliki kepandaian khusus dalam soal-soal ini dan tidak tahu kemana ia dapat mencari informasi yang dapat dipercaya mengenai perkembangan pasar, iklan, atau saluran pemasaran yang lebih baik.

Masalah pemasaran merupakan salah satu penyebab penting mengapa pengusaha tidak mampu membuat rencana jangka menengah dan jangka panjang.

Dapat diperkirakan bahwa masalah-masalah pemasaran bagi pengusaha kecil dan menengah akan makin meningkat. Secara keseluruhan, masalah-masalah pemasaran mengakibatkan bahwa perusahaan kecil dan mengengah sulit memainkan peranannya dalam pembangunan sebagai pelengkap sektor industri dan pemasok barang bagi konsumen. Karena itu, program-program promosi dalam masa yang akan datang harus lebih banyak memberikan perhatian pada soal pemasaran daripada dalam masa yang sudah-sudah (Clapham, 1991).

(30)

2.1.5 Definisi Komunikasi Pemasaran

Prisgunanto (2006) mendefinisikan komunikasi pemasaran sebagai hubungan sistematik antara pelaku bisnis dan pasar yang menjadi target, dimana si pelaku pasar (marketer) akan mengumpulkan beranekargaam ide-ide, desain, pesan-pesan, media, format, dan warna unruk mengkomunikasikan maksud dan menstimulasi persepsi khusus dari produk dan layanan, yang kemudian dihimpun dalam target pasar. Sependapat dengan hal tersebut, Machfoedz (2010) mengungkapkan bahwa komunikasi pemasaran ialah semua elemen dalam pemasaran yang memberi arti dan mengkomunikasikan nilai kepada konsumen dan stakeholder sebuah perusahaan.

Konsep pemasaran sering kali disamaartikan dengan konsep penjualan.

Padahal, kedua konsep ini merupakan konsep yang berbeda. Dalam bukunya, Amir (2005) menyebutkan bahwa dalam konsep penjualan, hal yang menjadi tujuan utamanya adalah transaksi. Setelah transaksi terjadi, perusahaan sering kali tidak memperhatikan konsumen lagi. Sementara itu, konsep pemasaran lebih mengutamakan kepuasan pelanggan. Laba justru diharapkan diperoleh dari kepuasan konsumen yang nantinya membeli dalam jumlah banyak, terus-terusan dan mungkin dengan harga yang menguntungkan.

2.1.6 Proses Komunikasi Pemasaran

Komunikasi pemasaran adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan arus informasi tentang produk dari pemasar sampai kepada konsumen. Proses komunikasi pemasaran dapat divisualisasikan dalam model diagram alur yang disajikan pada Gambar 1.

(31)

Amir (2005) menyebutkan bahwa setiap proses komunikasi pasti memiliki pengirim pesan. Pengirim pesan melakukan encoding, yaitu proses penyandian atas apa yang ingin kita sampaikan. Dengan kata lain, encoding adalah proses penyampaian apa yang ada di pikiran kita kepada simbol-simbol.

Setelah itu, pesan akan melalui berbagai saluran. Pemilihan saluran ini juga menentukan karena ada juga saluran yang tidak sinkron dengan pesan yang ingin disampaikan. Ketika konsumen dianggap menerima pesan yang disampaikan, ia akan memberikan responnya.

Menurut Amir (2005), respon yang paling sering kita kenal adalah konsumen segera membeli produk kita. Namun, sesungguhnya, tujuan komunikasi tidak hanya itu. Tidak juga hanya sekedar menyampaikan pesan yang kita inginkan. Bukan sekedar how can we reach the costumer. Akan tetapi, konsumen juga harus memiliki saluran untuk memberikan pesan-pesan yang dimilikinya. Jadi harus juga memberikan kesempatan how can our costumer reach us.

Faktor kunci dalam aliran komunikasi ini adalah syarat pesan yang baik, yaitu: pemasar harus tau apa yang diharapkan audiens, pemasar harus membangun saluran umpan balik, pemasar harus memahami pesan seperti yang bisa dipahami

Sumber: Amir ( 2005: 210)

Gambar 1. Proses Komunikasi Pemasaran

Gangguan Encoding

Pengirim pesan

Pesan Media

Decoding Penerima pesan

Umpan balik Respon

(32)

audiens, dan pemasar harus mengirim pesan lewat media yang menjangkau audiens (Amir, 2005).

2.1.7 Bauran Promosi

Bauran promosi (promotion mix) menggambarkan cara-cara kreatif yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian produk atau jasa.

Lupiyoadi dan Hamdani (2006, sebagaimana dikutip oleh Andrijansyah, 2009) mengungkapkan bahwa perangkat promosi mencakup aktivitas periklanan (advertising), penjualan perorangan (personal selling), promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat (public relation), informasi dari mulut ke mulut (word of mouth), dan pemasaran langsung (direct marketing).

2.1.7.1 Periklanan (advertising)

Periklanan merupakan segala bentuk kehadiran dan promosi dari ide, barang, atau jasa yang bersifat non personal oleh suatu pihak tertentu. Menurut Machfoedz (2010), periklanan dapat menjangkau khalayak yang berada dalam rentang geografis sangat luas dengan biaya murah untuk semua publisitas.

Meskipun dapat menjangkau khalayak dalam jumlah besar dengan cepat, periklanan merupakan sarana promosi tanpa awak (non personal) sehingga kurang persuatif dibandingkan dengan wiraniaga perusahaan.

Periklanan merupakan sarana komunikasi satu arah dengan khalayak, dan tidak memerlukan perhatian atau respons secara langsung. Sepakat dengan hal tersebut, Prisgunanto (2006) menyebutkan bahwa perubahan sikap lewat sarana ini memerlukan waktu yang relatif lama. Pada dasarnya, tujuan periklanan adalah komunikasi yang efektif dalam rangka mengubah sikap dan perilaku konsumen.

Terdapat beberapa pilihan media yang dapat digunakan untuk melakukan

(33)

periklanan, antara lain melalui: surat kabar, majalah, radio, televisi, papan reklame, dan surat langsung (Alma 2005, seperti dikutip oleh Andrijansyah 2009).

2.1.7.2 Promosi Penjualan (Sales Promotion)

Promosi penjualan merupakan berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong konsumen segera mencoba atau membeli sebuah produk atau jasa.

Promosi penjualan meliputi berbagai sarana - kupon, kontes, premi, dan sebagainya - yang semuanya mempunyai ciri yang berbeda. Berbagai sarana promosi tersebut juga memberikan kontribusi motivasi pembelian yang memberikan nilai tambah kepada konsumen. Perusahaan menggunakan alat promosi penjualan untuk menciptakan respons yang lebih kuat dan lebih cepat (Machfoedz, 2010). Menurut Andrijansyah (2009), promosi penjualan dapat diberikan kepada beberapa sasaran yang dianggap potensial, diantaranya:

1. Konsumen, berupa penawaran cuma-cuma, sampel, demo produk, kupon, pengembalian tunai, hadiah, kontes, dan garansi.

2. Perantara, berupa barang cuma-cuma, diskon, advertising allowances, iklan kerja sama, distribution contests, penghargaan.

3. Tenaga penjualan, berupa bonus, penghargaan, contests, dan hadiah untuk tenaga penjualan terbaik.

2.1.7.3 Hubungan Masyarakat (Public Relations)

Machfoedz (2010) mendefinisikan public relations (hubungan masyarakat) merupakan sarana promosi massal yang dilakukan dengan menjalin hubungan dengan berbagai konsumen perusahaan dan masyarakat umum, dengan tujuan untuk membangun citra perusahaan yang positif agar mendapat publisitas yang luas, dan mengatasi kabar angin, laporan, serta kejadian-kejadian yang tidak

(34)

sesuai dengan kenyataan. Pesan disampaikan kepada konsumen lebih sebagai

“berita” daripada sebagai komunikasi yang mengarah pada penjualan. Beberapa program hubungan masyarakat, antara lain publikasi di berbagai media, acara- acara penting, hubungan dengan investor, pameran, dan mensponsori beberapa acara.

2.1.7.4 Penjualan Personal (Personal Selling)

Personal Selling (kewiraniagaan) merupakan interaksi tatap muka dengan

satu atau lebih pembeli prospektif dengan tujuan membuat presentasi, menjawab pertanyaan, dan mendapatkan pesanan. Menurut Machfoedz (2010), personal selling merupakan elemen termahal dalam bauran komunikasi. Meskipun

demikian, personal selling merupakan wahana komunikasi paling efektif dalam proses pembelian. Prisgunanto (2006) mengungkapkan bahwa sarana personal selling memilki efek langsung pada proses penjualan berdasarkan sales forces.

Keandalan personal selling yang paling utama adalah mampu mendekatkan pelanggan dengan penjualan lewat penggunaan jalur-jalur distribusi barang dan produk yang ada.

Machfoedz (2010) menyebutkan kewiraniagaan merupakan metode yang efektif bila besarnya pembelian relatif besar, bila ciri-ciri produk itu membutuhkan penjelasan dan demonstrasi, bila barang itu dibeli pada jarak waktu yang jarang, dan bila calon pembeli telah memiliki model lama dari produk yang hendak ia [beli]. Personal selling memiliki kekuatan dalam hal komunikasi berpasangan yang memungkinkan interaksi dua arah, yang meniscayakan umpan balik secara langsung. Namun, kekurangan bauran promosi ini terletak pada

(35)

biayanya yang besar. Meskipun menyedot biaya yang besar, jangkauan dan frekuensi melalui personal selling memang rendah.

Alma (2005, seperti dikutip oleh Andrijansyah, 2009) menyebutkan bentuk-bentuk personal selling yang dikenal secara garis besar, diantaranya penjualan di toko atau pusat perbelanjaan, house to house selling, penjual yang ditugaskan oleh pedagang besar untuk menghubungi pedagang eceran, penjual yang ditugaskan oleh produsen untuk menghubungi pedagang besar atau pedagang eceran, pemimpin perusahan berkunjung kepada pelanggan yang penting, dan penjual yang terlatih secara teknis mengunjungi para konsumen industri untuk memberikan nasehat dan bantuan.

2.1.7.5 Pemasaran Langsung (Direct Marketing)

Pemasaran langsung, yaitu penggunaan email, faksimile, internet langsung dengan atau fasilitas untuk merespons dari pelanggan atau prospek tertentu. Ciri- ciri dari cara komunikasi ini adalah non-publik, karena ia diarahkan kepada pihak tertentu (dengan nama dan alamat yang jelas). Pemasaran langsung bersifat segera dan disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik pelanggan.

Jenis bauran ini juga bersifat interaktif. Pihak konsumen dapat segera merespon pesan yang disampaikan pemasaran (misalnya dengan mengisi formulir). Pemasaran langsung umumnya digunakan oleh perusahaan yang memiliki basis data mengenai pelanggan. Semakin baik basis data ini, semakin mudah dan efektif pemasar menyampaikan pesannya (Amir, 2005). Menurut Andrijansyah (2009), terdapat enam area pemasaran langsung, yaitu: direct mail, mail order, direct response, direct selling, telemarketing, dan digital marketing.

(36)

2.1.7.6 Word of mouth

Menurut Lovelock dan Wright (2005, seperti dikutip oleh Andijansyah, 2009), informasi atau cerita dari mulut ke mulut (word of mouth) merupakan salah satu bentuk komunikasi pemasaran, walaupun sulit bagi pemasar untuk mengontrol saluran ini. Cerita dari mulut ke mulut berbentuk komentar positif atau negatif tentang suatu jasa yang disebarkan seseorang kepada orang lain. Cara paling tepat untuk memikirkan cerita dari mulut ke mulut yang gratis ini adalah sebagai suatu bentuk pemberitaan yang ingin dikembangkan dan dibentuk pemasar, sehingga hal itu menjadi pelengkap yang efektif.

2.1.8 Manfaat Komunikasi Pemasaran

Tjiptono (2008) mengungkapkan bahwa tujuan utama dari komunikasi pemasaran adalah menginformasikan, mempengaruhi, dan membujuk, serta meningkatkan pelanggan sasaran perusahaan dan bauran pemasarannya.

Sementara itu, Prisgunanto (2006) mengungkapkan bahwa komunikasi pemasaran memiliki dua kegunaan, yaitu langsung dan tidak langsung, namun inti dari kegunaan tersebut sama, yaitu untuk mendekatkan pelanggan sehingga akan ada keputusan beli atau minimal sampai taraf ada hasrat dan keinginan untuk memberikan keputusan untuk membeli, meskipun masih dalam rencana jangka panjang.

Kegunaan langsung dari komunikasi pemasaran adalah upaya untuk mengarahkan langsung kepada keputusan orang untuk membeli. Komunikasi pemasaran memiliki kegunaan agar hasil dari transfer pesan dan persuasi tersebut tercipta gambaran yang mengarah kepada hasrat atau keinginan untuk membina hubungan antara pelanggan dengan perusahaan atau dengan kata lain, perusahaan

(37)

berupaya menggali nilai-nilai apa saja yang membuat pelanggan memilih produk mereka dari sisi hubungan masyarakat (kehumasan). Hal penting lainnya adalah bahwa strategi komunikasi harus membangun cara yang paling sesuai untuk mengkomunikasikan tujuan pemasaran sebuah perusahaan dengan berbagai pasar sasaran dan khalayak stakeholder (Machfoedz, 2010).

2.1.9 Efek Komunikasi Pemasran

Robert Lavidge dan Gary Steiner (seperti dikutip Machfoedz, 2010) mengembangkan model hirarki efek untuk menerangkan tahapan yang dilakukan oleh konsumen sebelum mereka membeli suatu produk. Untuk mencapai tujuan tersebut, Lavidge dan Steiner membagi pembelian menurut setiap tahapan komponennya menjadi tujuh tahapan dalam proses pembelian: (1) belum atau tidak menyadari, (2) menyadari, (3) mengetahui atau mengenal, (4) menyukai, (5) preferensi, (6) merasa pasti, (7) melakukan pembelian. Tahapan-tahapan ini dapat dikelompokkan menjadi tiga proses umum yang meliputi (1) menyadari dan mengetahui tentang produk, (2) mengembangkan sikap terhadap produk, dan (3) mengambil keputusan untuk membeli.

Ketiga tahapan terakhir dijelaskan oleh Tjiptono (2008) sebagai tahapan respon khalayak berikut:

1. Tahap kognitif , yaitu membentuk kesadaran informasi tertentu.

2. Tahap afeksi, yaitu memberikan pengaruh untuk melaksanakan sesuatu.

3. Tahap konatif atau perilaku, yaitu membentuk pola khalayak menjadi perilaku selanjutnya. Yang diharapkan adalah pembelian ulang.

Tujuan komunikasi dan respon khalayak berkaitan dengan tahap-tahap dalam proses pembelian yang terdiri atas:

(38)

1. Menyadari (awareness) produk yang ditawarkan.

2. Menyukai (interest) dan berusaha mengetahui lebih lanjut.

3. Mencoba (trial) untuk membandingkannya dengan harapannya.

4. Mengambil tindakan (act) membeli atau tidak membeli.

5. Tindak lanjut (follow up) membeli kembali atau pindah merek.

Berdasarkan tujuan komunikasi, respon khalayak, dan tahap-tahap pembelian, maka keterkaitan antara ketiganya dapat divisualisasikan pada Gambar2.

2.1.10 Daya Saing UMKM

Daya saing dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempertahankan pangsa pasar. Daya saing mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas perusahaan dan memperluas akses pasar. Hal ini akan bermuara kepada peningkatan omset penjualan dan profitabillitas perusahaan (Rahmana, 2009).

Strategi yang harus dijalankan perusahaan untuk mengingkatkan daya saingnya terdiri dari dua komponen. Komponen pertama adalah strategi untuk

Sumber: Tjiptono (2008)

Informing Efek Kognitif Attention

Persuading Efek Afektif

Reminding Efek Konatif

Interest, Trial, Act

Follow Up Tujuan

Komunikasi

Respon Khalayak

Proses Pembelian

Gambar 2. Tujuan Komunikasi, Respon Khalayak, dan Proses Pembelian

(39)

memenuhi atau pengadaan lima prasyarat utama, yaitu pendidikan, modal, teknologi, informasi, dan input krusial lainnya. Sementara komponen kedua adalah strategi untuk menggunakan secara optimal kelima prasyarat tersebut menjadi suatu produk yang kompetitif. Khusus untuk komponen kedua ini, perhatian harus ditujukan pada peningkatan kemampuan produksi dan kemampuan pemasaran.

Upaya peningkatan kemampuan produksi termasuk peningkatan kemampuan teknologi dan kemampuan desain. Sedangkan upaya peningkatan pemasaran, termasuk promosi, distribusi, dan pelayanan pascajual. Kedua pendekatan ini sangat penting, dan pada umumnya UMKM di Indonesia kalah bersaing dengan usaha besar atau UMKM dari negara maju karena kurang memperhatikan atau kurang mampu di dalam bidang ini. UMKM di Indonesia, paling tidak sebagian besar, bukan saja lemah dalam teknologi, tetapi juga lemah atau kurang memberikan perhatian dalam strategi pemasaran. Padahal, banyak kasus menunjukkan bahwa sebuah produk yang dilihat dari aspek teknologinya biasa-biasa saja, tetapi sangat laku hanya karena pemasarannya yang agresif.

(Tambunan, 2009).

Pengukuran daya saing UMKM, harus membedakan antara daya saing dari produk dan daya saing dari perusahaan. Tentu, daya saing dari produk terkait erat (atau dapat dikatakan mencerminkan) tingkat daya saing dari perusahaan yang menghasilkan produk tersebut. Sedangkan untuk mengukur daya saing suatu perusahaan, cukup banyak alat ukur yang dapat digunakan, yang pada umumnya data sekunder.

(40)

Inidkator-indikator yang dapat digunakan dalam pengukuran daya saing, diantaranya pertumbuhan nilai atau volume output, pangsa PDB, pangsa pasar, nilai omset, profit, tingkat pendidikan rata-rata pekerja dan pengusaha, pengeluaran R&D, jumlah sertifikat standardisasi yang dimiliki dan jumlah paten yang dibeli, standardisasi, jenis teknologi yang digunakan, produktivitas atau efisiensi, nilai mesin dan peralatan produksi atau nilai asset, jumlah pengeluaran promosi, dan jaringan kerja atau kerja sama dengan pihak lain.

Laju pertumbuhan nilai atau volume output tidak hanya menunjukkan tingkat kemampuan produksi dari sebuah perusahaan, tetapi juga mencerminkan adanya permintaan pasar terhadap produk tersebut, yang berarti produk tersebut mempunyai daya saing. Pangsa PDB atau pasar juga menunjukkan hubungan positif dengan tingkat daya saing UMKM. Semakin tinggi pangsa pasar PDB dari UMKM mencerminkan semakin tinggi daya saing dari UMKM.

Pangsa pasar mencerminkan salah satu indikator dari daya saing produk.

Untuk pasar dalam negeri, karena tidak ada data mengenai berapa banyak produk yang dibuat UKM dijual di pasar dalam negeri, maka distribusi output menurut skala usaha dan sektor dapat digunakan. Sebuah perusahaan yang nilai omsetnya terus meningkat setiap tahun, yang artinya ada permintaan pasar terhadap produknya, adalah perusahaan yang berdaya saing tinggi. Serupa halnya dengan keuntungan, perusahaan yang setiap tahun bisa mendapatkan keuntungan atau yang keuntungannya setiap tahun meningkat juga menunjukkan ciri perusahaan yang berdaya saing.

(41)

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran tersebut menjelaskan korelasi antar variabel penelitian. Beberapa karakterisitik UMKM yang diduga memiliki hubungan positif dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran, diantaranya adalah jenis bidang usaha, tingkat pendidikan pelaku usaha, dan skala usaha. Karakteristik UMKM ini dapat memberikan gambaran kondisi usaha. Potensi yang dimiliki UMKM mampu meningkatkan daya saing uaha jika didukung oleh dua faktor utama, yaitu pemasaran dan proses produksi.

Produksi

- Tekonologi - Desain Produk Karakteristik UMKM

- Jenis bidang usaha

- Tingkat pendidikan pelaku usaha - Skala usaha

Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran

- Keragaman bauran komunikasi

pemasaran - Biaya pelaksanaan - Frekuensi pelaksanaan

Kualitas Daya Saing UMKM - Tingkat Produktivitas

- Tingkat Profit

- Luas Cakupan Pasar

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Keterangan:

berhubungan fokus penelitian

(42)

Upaya peningkatan produksi termasuk peningkatan kemampuan teknologi dan kemampuan desain. Sementara keefektivan komunikasi pemasaran dapat dilihat dari jenis bauran komunikasi pemasaran yang dilakukan, biaya, dan frekuensi pelaksanaan. Keefektivan kedua kegiatan operasional ini mempengaruhi kualitas daya saing UMKM. Kualitas daya saing UMKM dapat diukur dengan tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar UMKM. Dalam penelitian ini, fokus penelitian lebih diarahan pada pelaksanaan komunikasi pemasaran yang diduga memiliki hubungan positif dengan kualitas daya saing UMKM.

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka disusunlah hipotesis penelitian untuk menjawab rumusan masalah penelitian mengenai hubungan karakteristik UMKM dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran dan hubungan pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya saing UMKM sebagai berikut:

1. Ada hubungan postif antara tingkat pendidikan pelaku usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran

2. Ada hubungan postif antara skala usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran

3. Ada hubungan positif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat produktivitas UMKM

4. Ada hubungan postif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat profit UMKM

5. Ada hubungan positif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan luas cakupan pasar

(43)

2.4 Definisi Operasional 2.4.1 Karakteristik UMKM

Karakteristik UMKM adalah beberapa ciri yang menggambarkan kondisi UMKM mitra binaan IPB yang diduga mempengaruhi pelaksanaan komunikasi pemasaran. Beberapa variabel yang dapat diukur sebagai karakteristik UMKM, diantaranya adalah jenis bidang usaha, tingkat pendidikan pelaku usaha, dan skala usaha.

a. Jenis bidang usaha merupakan pengkategorian UMKM yang didasarkan atas jenis bidang usaha. Variabel ini merupakan jenis data nominal yang dibedakan menjadi UMKM pangan, jasa, kerajinan, dan pertanian.

b. Tingkat pendidikan pelaku usaha adalah jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani oleh pelaku usaha. Variabel ini akan diukur dengan skala ordinal yang dikategorikan sebagai berikut:

1. Tidak bersekolah, skor 1

2. Rendah (lulus SD atau SMP), skor 2

3. Tinggi (lulus SMA atau Perguruan Tinggi), skor 3

c. Skala usaha merupakan pengkategorian UMKM yang didasarkan atas aset (diluar tanah dan banguan) serta nilai penjualan tahunan yang dihitung dalam rupiah. Ketetapan skala usaha dapat dikategorikan berdasarkan ketentuan UU No.20 Tahun 2008 yang dapat dilihat pada Tabel 1.

(44)

Skala usaha merupakan variabel ordinal yang akan dikategorikan dengan skor berikut:

1. Mikro, skor 1 2. Kecil, skor 2 3. Menengah, skor 3

2.4.2 Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran

Pelaksanaan komunikasi pemasaran adalah komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh UMKM mitra binaan IPB yang merupakan elemen-elemen dalam pemasaran yang memberi arti dan mengkomunikasikan nilai kepada konsumen dan stakeholder sebuah perusahaan meliputi keragaman jenis bauran komunikasi pemasaran, frekuensi pelaksanaan, dan biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran.

a. Keragaman bauran komunikasi pemasaran adalah variasi jenis bauran komunikasi pemasaran yang dilakukan UMKM mitra binaan IPB.

Keragaman bauran komunikasi pemasaran diukur dengan skala ordinal berdasarkan rataan skor penggunaan jenis bauran komunikasi pemasaran pada masing-masing jenis usaha yang kemudian dikategorikan sebagai berikut:

Sumber: UU No.20 Tahun 2008

Jenis Usaha Aset

(x)

Nilai Penjualan Tahunan (y)

Mikro ≤ 50 Juta ≤ 300 juta

Kecil 50 Juta < x ≤ 500 Juta 300 Juta < y ≤ 2,5 M Menengah 500 Juta < x ≤ 10 M 2,5 M < y ≤ 50 M

Tabel 1. Tabel Perbedaan SkalaUMKM Berdasarkan Aset dan Nilai Penjualan

Gambar

Gambar 1.  Proses Komunikasi Pemasaran
Gambar 2.  Tujuan Komunikasi, Respon Khalayak, dan Proses Pembelian
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
Tabel  1.  Tabel  Perbedaan  SkalaUMKM  Berdasarkan  Aset  dan  Nilai  Penjualan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Jawaban subjek penelitian di atas menujukkan bahwa mereka dalam menyelesaikan soal menggunakan representasi matematis dan dari hasil wawancara juga mengungkapkan

Walaupun terjadi peningkatan yang relatif besar untuk kedatangan penumpang melalui penerbangan internasional yaitu sebesar 155,87 persen dari 3.320 orang di bulan Desember 2016,

Penelitian ini dilakukan untuk menguji pertama : Apakah faktor fundamental seperti EPS, PER, ROE, DER, dan suku bunga deposito secara bersama-sama berpengaruh signifikan

Penempatan sensor percepatan (aksele- rometer) untuk identifikasi kerusakan struktur juga ditentukan berdasarkan respons dinamis struktur dalam kondisi utuh dan rusak

Di Perpustakaan Nasional Penulis menemukan tesis yang berjudul Modernisasi Priyayi, sementara di Arsip Nasional peneliti menemukan beberapa arsip mengenai kehidupan tokoh

Bahkan, dengan adanya ajaran dari presiden Soekarno tentang Nasakom (Nasional, Agama, Komunis) yang sangat menguntungkan PKI karena menempatkannya sebagai bagian yang

Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut SSRD adalah surat yang oleh Wajib Retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran Retribusi

Salah satu visi dari madrasah adalah berlaku cerdas, terampil dan berakhlakul karimah. Tentu saja visi ini bukan secara teori akan tetapi untuk waka kesiswaan