• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.8 Manfaat Komunikasi Pemasaran

Tjiptono (2008) mengungkapkan bahwa tujuan utama dari komunikasi pemasaran adalah menginformasikan, mempengaruhi, dan membujuk, serta meningkatkan pelanggan sasaran perusahaan dan bauran pemasarannya.

Sementara itu, Prisgunanto (2006) mengungkapkan bahwa komunikasi pemasaran memiliki dua kegunaan, yaitu langsung dan tidak langsung, namun inti dari kegunaan tersebut sama, yaitu untuk mendekatkan pelanggan sehingga akan ada keputusan beli atau minimal sampai taraf ada hasrat dan keinginan untuk memberikan keputusan untuk membeli, meskipun masih dalam rencana jangka panjang.

Kegunaan langsung dari komunikasi pemasaran adalah upaya untuk mengarahkan langsung kepada keputusan orang untuk membeli. Komunikasi pemasaran memiliki kegunaan agar hasil dari transfer pesan dan persuasi tersebut tercipta gambaran yang mengarah kepada hasrat atau keinginan untuk membina hubungan antara pelanggan dengan perusahaan atau dengan kata lain, perusahaan

berupaya menggali nilai-nilai apa saja yang membuat pelanggan memilih produk mereka dari sisi hubungan masyarakat (kehumasan). Hal penting lainnya adalah bahwa strategi komunikasi harus membangun cara yang paling sesuai untuk mengkomunikasikan tujuan pemasaran sebuah perusahaan dengan berbagai pasar sasaran dan khalayak stakeholder (Machfoedz, 2010).

2.1.9 Efek Komunikasi Pemasran

Robert Lavidge dan Gary Steiner (seperti dikutip Machfoedz, 2010) mengembangkan model hirarki efek untuk menerangkan tahapan yang dilakukan oleh konsumen sebelum mereka membeli suatu produk. Untuk mencapai tujuan tersebut, Lavidge dan Steiner membagi pembelian menurut setiap tahapan komponennya menjadi tujuh tahapan dalam proses pembelian: (1) belum atau tidak menyadari, (2) menyadari, (3) mengetahui atau mengenal, (4) menyukai, (5) preferensi, (6) merasa pasti, (7) melakukan pembelian. Tahapan-tahapan ini dapat dikelompokkan menjadi tiga proses umum yang meliputi (1) menyadari dan mengetahui tentang produk, (2) mengembangkan sikap terhadap produk, dan (3) mengambil keputusan untuk membeli.

Ketiga tahapan terakhir dijelaskan oleh Tjiptono (2008) sebagai tahapan respon khalayak berikut:

1. Tahap kognitif , yaitu membentuk kesadaran informasi tertentu.

2. Tahap afeksi, yaitu memberikan pengaruh untuk melaksanakan sesuatu.

3. Tahap konatif atau perilaku, yaitu membentuk pola khalayak menjadi perilaku selanjutnya. Yang diharapkan adalah pembelian ulang.

Tujuan komunikasi dan respon khalayak berkaitan dengan tahap-tahap dalam proses pembelian yang terdiri atas:

1. Menyadari (awareness) produk yang ditawarkan.

2. Menyukai (interest) dan berusaha mengetahui lebih lanjut.

3. Mencoba (trial) untuk membandingkannya dengan harapannya.

4. Mengambil tindakan (act) membeli atau tidak membeli.

5. Tindak lanjut (follow up) membeli kembali atau pindah merek.

Berdasarkan tujuan komunikasi, respon khalayak, dan tahap-tahap pembelian, maka keterkaitan antara ketiganya dapat divisualisasikan pada Gambar2.

2.1.10 Daya Saing UMKM

Daya saing dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempertahankan pangsa pasar. Daya saing mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas perusahaan dan memperluas akses pasar. Hal ini akan bermuara kepada peningkatan omset penjualan dan profitabillitas perusahaan (Rahmana, 2009).

Strategi yang harus dijalankan perusahaan untuk mengingkatkan daya saingnya terdiri dari dua komponen. Komponen pertama adalah strategi untuk

Sumber: Tjiptono (2008)

Informing Efek Kognitif Attention

Persuading Efek Afektif

Reminding Efek Konatif

Interest, Trial, Act

Follow Up Tujuan

Komunikasi

Respon Khalayak

Proses Pembelian

Gambar 2. Tujuan Komunikasi, Respon Khalayak, dan Proses Pembelian

memenuhi atau pengadaan lima prasyarat utama, yaitu pendidikan, modal, teknologi, informasi, dan input krusial lainnya. Sementara komponen kedua adalah strategi untuk menggunakan secara optimal kelima prasyarat tersebut menjadi suatu produk yang kompetitif. Khusus untuk komponen kedua ini, perhatian harus ditujukan pada peningkatan kemampuan produksi dan kemampuan pemasaran.

Upaya peningkatan kemampuan produksi termasuk peningkatan kemampuan teknologi dan kemampuan desain. Sedangkan upaya peningkatan pemasaran, termasuk promosi, distribusi, dan pelayanan pascajual. Kedua pendekatan ini sangat penting, dan pada umumnya UMKM di Indonesia kalah bersaing dengan usaha besar atau UMKM dari negara maju karena kurang memperhatikan atau kurang mampu di dalam bidang ini. UMKM di Indonesia, paling tidak sebagian besar, bukan saja lemah dalam teknologi, tetapi juga lemah atau kurang memberikan perhatian dalam strategi pemasaran. Padahal, banyak kasus menunjukkan bahwa sebuah produk yang dilihat dari aspek teknologinya biasa-biasa saja, tetapi sangat laku hanya karena pemasarannya yang agresif.

(Tambunan, 2009).

Pengukuran daya saing UMKM, harus membedakan antara daya saing dari produk dan daya saing dari perusahaan. Tentu, daya saing dari produk terkait erat (atau dapat dikatakan mencerminkan) tingkat daya saing dari perusahaan yang menghasilkan produk tersebut. Sedangkan untuk mengukur daya saing suatu perusahaan, cukup banyak alat ukur yang dapat digunakan, yang pada umumnya data sekunder.

Inidkator-indikator yang dapat digunakan dalam pengukuran daya saing, diantaranya pertumbuhan nilai atau volume output, pangsa PDB, pangsa pasar, nilai omset, profit, tingkat pendidikan rata-rata pekerja dan pengusaha, pengeluaran R&D, jumlah sertifikat standardisasi yang dimiliki dan jumlah paten yang dibeli, standardisasi, jenis teknologi yang digunakan, produktivitas atau efisiensi, nilai mesin dan peralatan produksi atau nilai asset, jumlah pengeluaran promosi, dan jaringan kerja atau kerja sama dengan pihak lain.

Laju pertumbuhan nilai atau volume output tidak hanya menunjukkan tingkat kemampuan produksi dari sebuah perusahaan, tetapi juga mencerminkan adanya permintaan pasar terhadap produk tersebut, yang berarti produk tersebut mempunyai daya saing. Pangsa PDB atau pasar juga menunjukkan hubungan positif dengan tingkat daya saing UMKM. Semakin tinggi pangsa pasar PDB dari UMKM mencerminkan semakin tinggi daya saing dari UMKM.

Pangsa pasar mencerminkan salah satu indikator dari daya saing produk.

Untuk pasar dalam negeri, karena tidak ada data mengenai berapa banyak produk yang dibuat UKM dijual di pasar dalam negeri, maka distribusi output menurut skala usaha dan sektor dapat digunakan. Sebuah perusahaan yang nilai omsetnya terus meningkat setiap tahun, yang artinya ada permintaan pasar terhadap produknya, adalah perusahaan yang berdaya saing tinggi. Serupa halnya dengan keuntungan, perusahaan yang setiap tahun bisa mendapatkan keuntungan atau yang keuntungannya setiap tahun meningkat juga menunjukkan ciri perusahaan yang berdaya saing.

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran tersebut menjelaskan korelasi antar variabel penelitian. Beberapa karakterisitik UMKM yang diduga memiliki hubungan positif dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran, diantaranya adalah jenis bidang usaha, tingkat pendidikan pelaku usaha, dan skala usaha. Karakteristik UMKM ini dapat memberikan gambaran kondisi usaha. Potensi yang dimiliki UMKM mampu meningkatkan daya saing uaha jika didukung oleh dua faktor utama, yaitu pemasaran dan proses produksi.

Produksi

- Tekonologi - Desain Produk Karakteristik UMKM

- Jenis bidang usaha

- Tingkat pendidikan pelaku usaha - Skala usaha

Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran

- Keragaman bauran komunikasi

pemasaran - Biaya pelaksanaan - Frekuensi pelaksanaan

Kualitas Daya Saing UMKM - Tingkat Produktivitas

- Tingkat Profit

- Luas Cakupan Pasar

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Keterangan:

berhubungan fokus penelitian

Upaya peningkatan produksi termasuk peningkatan kemampuan teknologi dan kemampuan desain. Sementara keefektivan komunikasi pemasaran dapat dilihat dari jenis bauran komunikasi pemasaran yang dilakukan, biaya, dan frekuensi pelaksanaan. Keefektivan kedua kegiatan operasional ini mempengaruhi kualitas daya saing UMKM. Kualitas daya saing UMKM dapat diukur dengan tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar UMKM. Dalam penelitian ini, fokus penelitian lebih diarahan pada pelaksanaan komunikasi pemasaran yang diduga memiliki hubungan positif dengan kualitas daya saing UMKM.

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka disusunlah hipotesis penelitian untuk menjawab rumusan masalah penelitian mengenai hubungan karakteristik UMKM dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran dan hubungan pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya saing UMKM sebagai berikut:

1. Ada hubungan postif antara tingkat pendidikan pelaku usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran

2. Ada hubungan postif antara skala usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran

3. Ada hubungan positif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat produktivitas UMKM

4. Ada hubungan postif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat profit UMKM

5. Ada hubungan positif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan luas cakupan pasar

2.4 Definisi Operasional 2.4.1 Karakteristik UMKM

Karakteristik UMKM adalah beberapa ciri yang menggambarkan kondisi UMKM mitra binaan IPB yang diduga mempengaruhi pelaksanaan komunikasi pemasaran. Beberapa variabel yang dapat diukur sebagai karakteristik UMKM, diantaranya adalah jenis bidang usaha, tingkat pendidikan pelaku usaha, dan skala usaha.

a. Jenis bidang usaha merupakan pengkategorian UMKM yang didasarkan atas jenis bidang usaha. Variabel ini merupakan jenis data nominal yang dibedakan menjadi UMKM pangan, jasa, kerajinan, dan pertanian.

b. Tingkat pendidikan pelaku usaha adalah jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani oleh pelaku usaha. Variabel ini akan diukur dengan skala ordinal yang dikategorikan sebagai berikut:

1. Tidak bersekolah, skor 1

2. Rendah (lulus SD atau SMP), skor 2

3. Tinggi (lulus SMA atau Perguruan Tinggi), skor 3

c. Skala usaha merupakan pengkategorian UMKM yang didasarkan atas aset (diluar tanah dan banguan) serta nilai penjualan tahunan yang dihitung dalam rupiah. Ketetapan skala usaha dapat dikategorikan berdasarkan ketentuan UU No.20 Tahun 2008 yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Skala usaha merupakan variabel ordinal yang akan dikategorikan dengan skor berikut:

1. Mikro, skor 1 2. Kecil, skor 2 3. Menengah, skor 3

2.4.2 Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran

Pelaksanaan komunikasi pemasaran adalah komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh UMKM mitra binaan IPB yang merupakan elemen-elemen dalam pemasaran yang memberi arti dan mengkomunikasikan nilai kepada konsumen dan stakeholder sebuah perusahaan meliputi keragaman jenis bauran komunikasi pemasaran, frekuensi pelaksanaan, dan biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran.

a. Keragaman bauran komunikasi pemasaran adalah variasi jenis bauran komunikasi pemasaran yang dilakukan UMKM mitra binaan IPB.

Keragaman bauran komunikasi pemasaran diukur dengan skala ordinal berdasarkan rataan skor penggunaan jenis bauran komunikasi pemasaran pada masing-masing jenis usaha yang kemudian dikategorikan sebagai berikut:

Sumber: UU No.20 Tahun 2008

Jenis Usaha Aset

(x)

Nilai Penjualan Tahunan (y)

Mikro ≤ 50 Juta ≤ 300 juta

Kecil 50 Juta < x ≤ 500 Juta 300 Juta < y ≤ 2,5 M Menengah 500 Juta < x ≤ 10 M 2,5 M < y ≤ 50 M

Tabel 1. Tabel Perbedaan SkalaUMKM Berdasarkan Aset dan Nilai Penjualan

1. Tidak Melaksanakan, skor 0 2. Tidak beragam, skor 1 3. Cukup beragam, skor 2 4. Beragam, skor 3

b. Biaya pelaksanaan adalah biaya yang dikeluarkan UMKM untuk melaksanakan komunikasi pemasaran. Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala ordinal yang akan dikategorikan berdasarkan rataan biaya pelaksanaan masing-masing bidang usaha, sebagai berikut:

1. Rendah, skor 1 2. Sedang, skor 2 3. Tinggi, skor 3

c. Frekuensi pelaksanaan komunikasi pemasaran adalah tingkatan atau ukuran yang menyatakan derajat keseringan pelaksanaan komunikasi pemasaran yang dilaksanakan UMKM pangan mitra binaan IPB dalam periode waktu satu tahun. Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala ordinal yang akan dikategorikan berdasarkan rataan frekuensi pada masing-masing bidang usaha sebagai berikut:

1. Tidak Melaksanakan, skor 0 2. Jarang, skor 2

3. Sering, skor 3

Pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM diukur dengan skala ordinal yang dikategorikan berdasarkan rataan skor, sebagai berikut:

1. Buruk, skor 0-3 2. Cukup baik, skor 4-6 3. Baik, skor 7-9

2.4.3 Kualitas Daya Saing UMKM

Kualitas daya saing UMKM adalah tingkat atau derajat kemampuan UMKM untuk mempertahankan pangsa pasar. Kualitas daya saing dapat diukur dari tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar.

a. Tingkat produktivitas adalah ukuran produksi yang dilakukan UMKM dalam menjalankan usahanya. Variabel ini akan diukur dengan membandingkan nilai omset yang dihasilkan UMKM dengan jenis bidang usaha yang sama dalam periode waktu satu tahun. Dalam pengukurannya, digunakan skala ordinal yang dikategorikan sebagai berikut:

1. Rendah, skor 1 2. Sedang, skor 2 3. Tinggi, skor 3

b. Tingkat profit adalah ukuran keuntungan suatu UMKM. Variabel ini akan diukur dengan membandingkan perolehan keuntungan yang dihasilkan UMKM dengan jenis bidang usaha yang sama dalam periode waktu satu tahun. Dalam pengukurannya, digunakan skala ordinal yang dikategorikan sebagai berikut:

1. Rendah, skor 1 2. Sedang, skor 2 3. Tinggi, skor 3

c. Luas cakupan pasar adalah keragaman konsumen yang mengkonsumsi produk UMKM. Ragam konsumen dinilai dari segi usia, status sosial, dan wilayah asal yang disesuaikan dengan segmentasi konsumen sasaran. Dalam pengukurannya, digunakan skala ordinal yang

diklasifikasikan berdasarkan rataan skor keragaman konsumen pada unit UMKM dengan jenis bidang usaha yang sama. Kategori luas cakupan pasar UMKM diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Sempit, skor 1 2. Luas, skor 2 3. Sangat luas, skor 3

Ketiga variabel di atas akan diukur dengan menggunakan skala ordinal yang dikategorikan berdasarkan rataan skor, sebagai berikut:

1. Buruk, skor 3-5 2. Cukup baik, skor 6-7 3. Baik, skor 8-9

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian mengenai hubungan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya saing UMKM merupakan penelitian survai dengan tujuan explanatory.

Metode survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data. Tipe penelitian explanatory merupakan penelitian yang sifat analisisnya menjelaskan hubungan

antar variabel melalui uji hipotesis (Singarimbun & Effendi, 1989).

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang didukung dengan data-data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang berwujud angka-angka, yang diperoleh dari pengukuran. Data kuantitatif bersifat objektif dan bisa ditafsirkan sama oleh semua orang; biasanya diperoleh dari survai yang menggunakan kuisioner dan mencakup banyak responden; dan dimungkinkan dilakukan analisis statistik inferensial yang bertujuan untuk membuat generalisasi dari suatu fakta. Sementara itu, data kualitatif merupakan data yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif.

Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di 34 unit UMKM mitra binaan IPB yang berada di bawah naungan lembaga UPP-UKM dan CDA IPB. Penetapan lokasi penelitian di unit UMKM mitra binaan IPB ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan, diantaranya:

1. UPP-UKM dan CDA merupakan lembaga dalam lingkup IPB yang melaksanakan aksi-aksi pengembangan dan pemberdayaan UMKM melalui program kemitraan sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dan pengembangan jiwa wirausaha.

2. UMKM binaan IPB memiliki peluang dan potensi usaha yang baik dengan jiwa wirauasaha yang harus terus dikembangkan untuk mencapai perkembangan usaha yang optimal.

3. Belum ada penelitian mengenai pengaruh komunikasi pemasaran UMKM yang diduga berperan penting dalam peningkatan kualitas daya saing usaha.

Pemilihan tempat penelitian ini diharapkan relevan dengan data yang ingin diperoleh dan tujuan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juli-Oktober 2010 dan dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data pada Bulan November-Desember 2010.

3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh UMKM mitra binaan IPB yang berada dibawah naungan UPP-UKM LPPM dan CDA IPB yang secara keseluruhan berjumlah 249 unit UMKM. Keseluruhan UMKM tersebut terdiri dari beberapa jenis bidang usaha, diantaranya adalah UMKM pangan, jasa, pertanian, dan kerajinan.

Sampel dalam penelitian ini ditetapkan dengan metode pengambilan sampel secara sengaja (purposive sampling). Metode purposive dilakukan dengan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah:

1. Populasi dalam penelitian ini memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi didasarkan pada jenis bidang usaha, yaitu bidang usaha pangan, jasa, kerajinan, dan pertanian dengan jumlah unit usaha yang bervariasi pada masing-masing kelompok bidang usaha, sehingga jumlah sampel yang diambil dari masing-masing kelompok bidang usaha harus dilakukan secara proporsional agar mewakili heterogenitas populasi.

2. Lokasi UMKM yang menjadi populasi dalam penelitian ini tersebar luas di beberapa wilayah, mulai dari wilayah Kabuaten Bogor, hingga wilayah Jakarta, Bandung dan sekitarnya, sehingga tidak memungkinkan peneliti untuk melakukan penelitian di luar wilayah Kabupaten Bogor, mengingat keterbatasan waktu dan tenaga.

3. Beberapa unit UMKM dari populasi sudah tidak aktif menjalankan usaha, sehingga tidak memungkinkan terpilih sebagai sampel dalam penelitian.

4. Beberapa unit UMKM tidak memiliki hubungan yang baik dengan lembaga pembina akibat beberapa hal, seperti tunggakan hutang. Hal ini menyebabkan lembaga pembina tidak mengijinkan peneliti mengunjungi UMKM tersebut.

Metode pengambilan sampel secara sengaja dilakukan berdasarkan arahan lembaga pembina. Populasi yang terpilih sebagai sampel harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. UMKM yang terpilih sebagai sampel merupakan UMKM mitra binaan IPB yang masih aktif menjalankan usaha dan memiliki hubungan yang baik dengan lembaga pembina.

2. UMKM yang terpilih sebagai sampel berlokasi di wilayah Kabupaten Bogor yang terjangkau oleh peneliti.

3. UMKM yang terpilih sebagai sampel mencukupi jumlah yang proporsional berdasarkan jumlah anggota UMKM dalam tiap kelompok bidang usaha.

Berdasarkan beberapa pertimbangan yang telah dipaparkan, maka UMKM yang terpilih sebagai sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 34 unit yang terdiri dari 10 unit usaha bidang pangan, 10 unit usaha bidang jasa, tujuh unit usaha bidang pertanian, dan tujuh unit usaha bidang kerajinan. Ukuran sampel ini merupakan jumlah yang proporsional dari beragam jenis usaha pada populasi.

Keseimbangan ukuran sampel ini dijabarkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Ukuran Sampel Penelitian

No Jenis Usaha

Jumlah Populasi (unit)

Persentase

Jumlah Sampel (unit)

1 Pangan 75 30,1% 10

2 Jasa 74 29,8% 10

3 Kerajinan 49 19,7% 7

4 Pertanian 51 20,4% 7

Total 249 100% 34

Jumlah unit analisis sebanyak 34 UMKM dengan ukuran yang proporsional dari jumlah populasi telah memenuhi persyaratan beberapa ahli yang

menyebutkan bahwa besarnya sampel minimal 10 persen dari total populasi.

Selain itu, jumlah sampel di atas telah melebihi jumlah minimal responden yang ditetapkan dalam ilmu sosial sebanyak 30 responden, sehingga dianggap cukup representatif untuk mewakili populasi.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif sebagai fokus utama dan data kualitatif sebagai data pendukung. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen kuisioner yang diisi dengan mewawancarai responden secara tatap muka. Sementara data-data kualitatif diperoleh dengan melakukan wawancara kepada responden dan pihak lembaga pembina UMKM.

Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengumpulan data di lapangan dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner, serta pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti. Sementara data sekunder diperoleh melalui dokumentasi atau arsip lembaga pembina dan studi literatur yang relevan dengan tujuan penelitian seperti buku, jurnal, artikel, skripsi, dan berbagai karya ilmiah lainya.

3.5 Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dengan kuisioner diolah secara kuantitatif.

Langkah yang dilakukan setelah seluruh data terkumpul adalah melakukan pengkodean data. Kegiatan ini bertujuan untuk menyeragamkan data. Setelah pengkodean, tahap selanjutnya adalah perhitungan persentase jawaban responden yang dibuat dalam bentuk tabulasi silang. Data yang dikumpulkan selanjutnya

diolah secara statistik deskriptif dengan mengunakan software SPSS for Windows versi 13.0 dan Microsoft Exel 2007.

Terdapat beberapa variabel yang diukur dalam penelitian ini, diantaranya pelaksanaan komunikasi pemasaran, yang meliputi keragaman bauran promosi, biaya, dan frekuensi pelaksanaan. Variabel ini diukur dengan distribusi frekuensi yang disajikan dalam bentuk diagram lingkaran. Sementara itu, dilakukan juga uji korelasi antara variabel karakteristik UMKM (meliputi jenis bidang usaha, tingkat pendidikan, dan skala usaha) dengan variabel pelaksanaan komunikasi pemasaran.

Korelasi jenis bidang usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran diukur dengan distribusi frekuensi yang disajikan dalam bentuk diagram lingkaran.

Sementara itu, korelasi tingkat pendidikan dan skala usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran diukur dengan menggunakan Uji Korelasi Spearman, yang digunakan untuk mengukur korelasi variabel berskala ordinal-ordinal.

Pengukuran korelasi pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya saing usaha yang meliputi tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar juga dilakukan dengan menggunakan Uji Korelasi Spearman.

Sementara itu, data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan digunakan sebagai data pendukung hasil penelitian kuantitatif.

BAB IV

GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMBINA UMKM

4.1 Latar Belakang

Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan salah satu perguruan tinggi di Indonesia. Sebagai suatu lembaga pendidikan, IPB memiliki visi dan misi yang menjadi acuan kegiatan pendidikan yang dilakukan. Visi IPB adalah menjadi perguruan tinggi berbasis riset kelas dunia dengan kompetensi utama pertanian tropika dan biosanins serta berkarakter kewirausahaan. Untuk mewujudkan visi tersebut, maka IPB memiliki beberapa misi, yaitu menyelenggarakan pendidikan tinggi bermutu tinggi dan pembinaan kemahasiswaan yang komprehensif dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan kecenderungan pada masa yang akan datang, membangun sistem manajemen perguruan tinggi yang berkarakter kewirausahaan, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, serta mendorong terbentuknya masyarakat madani berdasarkan kebenaran dan hak asasi manusia.

Visi dan misi menjadi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan, baik akademik maupun non akademik. Mulai dari penyusunan kurikulum, hingga pembinaan hubungan dengan masyarakat. Salah satu karakter generasi muda yang dilahirkan IPB adalah akademia yang berjiwa wirausaha. Wirausaha merupakan hal yang penting dan perlu dikembangkan, karena mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Berbagai upaya dilakukan untuk mewujudkan hal ini.

Mulai dari mengkombinasikan kompetensi wirausaha pada beberapa mata kuliah, giat melakukan seminar mengenai wirausaha, hingga mendirikan beberapa

lembaga pembinaan wirausaha yang diharapkan mampu membangkitkan dan mengembangkan jiwa wirausaha civitas akademia IPB.

Pengembangan jiwa wirausaha tidak hanya ditujukan untuk mahasiswa IPB, melainkan juga bagi seluruh civitas akademia, bahkan IPB juga melakukan beberapa upaya pembinaan dan pengembangan jiwa wirausaha kepada masyarakat sebagai bentuk pengabdian lembaga pendidikan yang sesuai dengan tugas dan fungsi Tridharma Perguruan Tinggi. Berbagai upaya dilakukan untuk membangkitkan dan mengembangkan jiwa wirausaha. Salah satunya diwujudkan dengan melakukan pembinaan terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

UMKM merupakan salah satu pilar dalam pembangunan ekonomi di

UMKM merupakan salah satu pilar dalam pembangunan ekonomi di