• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI LANJUT USIA (LANSIA) MISKIN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KELUARGA DI KELURAHAN SIMALINGKAR B KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STRATEGI LANJUT USIA (LANSIA) MISKIN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KELUARGA DI KELURAHAN SIMALINGKAR B KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN."

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI LANJUT USIA (LANSIA) MISKIN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KELUARGA DI KELURAHAN SIMALINGKAR B

KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN

Oleh:

TOPANOVEN 110902055

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Topanoven

Nim : 110902055

ABSTRAK

STRATEGI LANJUT USIA (LANSIA) MISKIN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KELUARGA DI KELURAHAN SIMALINGKAR B KECAMATAN

MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN

(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 89 Halaman, 1 Bagan dan 5 Lampiran)

Kemiskinan merupakan masalah pribadi keluarga, masyarakat, negara bahkan dunia. Masalah kemiskinan sangatlah kompleks dan bersifat multi dimensional. Oleh karena itu berbagai upaya dilakukan untuk memerangi kemiskinan tersebut, baik pemerintah ataupun individu itu sendiri. Seperti hal nya yang dilakukan oleh para lanjut usia di kecamatan Simalingkar B. Dalam penelitian ini akan digambarkan bagaimana kondisi Sosial Ekonomi Lanjut usia (lansia) miskin di kecamatan Simalingkar B Kabupaten Medan Tuntungan.

Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan objek dan fenomena yang diteliti yaitu kondisi Sosial Ekonomi lanjut usia miskin di kecamatan Simalingkar B. Jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak 4 orang lansia miskin, 2 orang anggota keluarga lansia miskin.

Metode pengumpulan data yang digunakan ialah wawancara mendalam dan observasi yang dilakukan selama wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, lansia miskin di Simalingkar B masih mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan keluarga lansia miskin. Tingkat penghasilan lansia miskin juga masih tergolong berpenghasilan rendah. Pola konsumsi lansia miskin dan pendidikan lansia miskin juga masih rendah. Hal ini diakibatkan karena pendapatan lansia miskin yang tidak menentu, serta pekerjaan sampingan dari para lansia miskin pada umumnya adalah berladang.

Kata kunci : Sosial Ekonomi, Lanjut Usia Miskin

(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA FACULTY POLITIC AND SOCIAL SCIENCE DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE

Name : Topanoven Nim : 110902055

ABSTRACT

STRATEGY OF POOR ELDERLY IN FULFILLING FAMILY NEED IN THE SUB-DISTRICT SIMALINGKAR B OF MEDAN TUNTUNGAN DISTRICT

MEDAN CITY

(This thesis consists of 6Chapters, 89Pages, 1 Chart dan 5 Appendix)

Poverty is a matter of personal family, community, country and even the world. The problem of poverty is very complex and multi-dimensional. Therefore, various efforts are made to combat poverty, either the government or the individual itself. As it is done by the elderly in Simalingkar subdistrict B. In this research will be described how the condition of poor social agribusiness (elderly) in sub-district Simalingkar B Medan Tuntungan district.

This research is qualitative research with descriptive approach that aims to describe the object and the phenomenon under study is the condition of poor socio-economic in Simalingkar district B. The number of informants in this study as many as 4 people poor elderly, 2 members of poor elderly families. Methods of data collection used are in-depth interviews and observations made during the interview.

The results of the study showed that, the poor elderly in Simalingkar B still experienced difficulties in meeting their daily needs. This can be seen from the low level of meeting the needs of poor elderly families. The level of income of poor elderly are also still classified as low income. The pattern of consumption of poor elderly and poor elderly education is also still low. This is due to the uncertain income of poor elderly, as well as the side jobs of poor elderly people in general are farming.

Keywords: Socio-Economic, Poor Elderly

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena penulis dapat sampai ke titik ini, dapat menyelesaikan kewajiban sebagai mahasiswa tingkat akhir.Ini semua bukan karena kuat dan gagah penulis, tapi ini semua karena berkat-Nya selama ini yang selalu diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “STRATEGI LANJUT USIA (LANSIA) MISKIN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KELUARGA DI KELURAHAN SIMALINGKAR B KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. BapakProf.Dr.Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Muryanto Amin,S.Sos, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. BapakAgus Suriadi, S.Sos, M.Si,selakuKetuaDepartemen Ilmu KesejahteraanSosialFakultas IlmuSosialdanIlmuPolitikUniversitas SumateraUtara.

(5)

4. BapakAgus Suriadi, S.Sos, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

5. SeluruhStaffbagianKemahasiswaan, administrasiDepartemenIlmu Kesejahteraan Sosialdanbagianpendidikan,yang membantusegala prosesyang dibutuhkanolehpenulis,yaitu Kak BettydanKak Debby.

6. Bapak Fajar Utama Ritonga, S.Sos, M.Kesos, selaku Dosen penguji atas saran dan kritik yang diberikan.

7. Terima kasih yang paling istimewa dan paling dalam kepada orang tua penulis. Skripsi ini penulis persembahkan kepada Bapak tercinta Ir,M.S.SIREGARdan Mama tersayang E.D.A.GULTOM, yang telah membesarkan dan mendidik penulis hingga sekarang ini dan telah memberikan doa, dukungan dan materi sehingga skripsi ini dapat selesai.

8. Seluruh kawan seperjuangan kessos 2011 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga skirpsi ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa Memberkati kita semua. Amin

Medan, July 2018 Penulis

Topanoven

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN 1. LatarBelakang ... 1

2. Perumusan Masalah ... 6

3. Tujuan Penelitian ... 6

4. Manfaat Penelitian ... 7

5. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6. Landasan Teori Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia ... 10

A. Pengertian Lanjut Usia (Lansia) ... 10

B. Klasifikasi Lanjut Usia (Lansia) ... 11

C. Karakteristik Lanjut Usia (Lansia) ... 12

D. Tipe Lanjut Usia (Lansia) ... 12

7. Proses penuaan ... 14

A. Teori-teori proses penuaan ... 14

8. Kemiskinan ... 15

A. Pengertian Kemiskinan ... 15

(8)

C. Ciri-ciri Kemiskinan ... 20

D. Aspek-aspek kemiskinan ... 22

9. Kesejahteraan Sosial ... 25

A. Teori Kebutuhan Keluarga ... 30

B. Strategi Memenuhi Kebutuhan Keluarga ... 40

C. Kerangka Pemikiran ... 41

10. Definisi Konsep dan Definisi operasional ... 44

A. Definisi Konsep ... 44

B. Definisi Operasional ... 45

BAB III METODE PENELITIAN 11. Tipe Penelitian ... 48

A. Lokasi Penelitian ... 48

B. Populasi Dan Sampel ... 49

12. Teknik Pengumpulan Data ... 50

13. Teknik Analisa Data ... 51

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 14. Profil Lokasi Penelitian ... 53

A. Letak Geografis Lokasi Penelitian ... 53

B. Sejarah perkembangan lokasi penelitian ... 53

C. Visi, misi, dan tujuan lokasi penelitian ... 56

(9)

BAB V ANALISIS DATA

15. Hasil Penelitian ... 59

A. Informan I ... 59

B. Informan II ... 65

C. Informan III... 71

D. Informan IV ... 75

16. Pembahasan ... 78

A. Strategi Aktif ... 78

B. Strategi Pasif ... 81

C. Strategi jaringan ... 83

BAB VI PENUTUP 17. Kesimpulan ... 85

18. Saran………... 86

DAFTAR PUSTAKA……… 88

(10)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Usia lanjut merupakan suatu keadaan yang tidak terelakkan dan merupakan suatu masalah yang semua akan mengalaminya dan berlaku secara universal. Proses terjadinya tua merupakan suatu proses yang tidak dihindari Oleh setiap manusia yang penting bagi kita adalah mempersiapkan diri dari pada masa tua agar tetap sehat, bahagia dan produktif (Emile, 2010).

Lanjut usia (lansia) yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah pasangan lansia yang secara fisik kesehatannya cukup prima. Dari aspek sosial ekoncmi dapat dikatakan jika cukup memadai dalam memenuhi segala macam kebutuhan hidup. Bagi kehidupan lansia, keluarga merupakan sumber kepuasan, karena keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala rumah tangga, istri, dan anak yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan guna mencapai pemenuhan kebutuhan keluarga.

(11)

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang bersifat global dan menjadi perhatian banyak orang di seluruh dunia. Kemiskinan tidak hanya dijumpai disuatu daerahtempat atau negara tertentu. Akan tetapi, hampir disetiap belahan dunia dan dinegara manapun. Kemiskinan akan selalu dijumpai sebagai suatu permasalahan sosial yang kompleks. Kemiskinan juga dapat dikatakan sebagai permasalahan kernanusiaan yang dapat menghambat kesejahteraan dan kemajuan peradaban.

Kemiskinan yang terjadi didalam suatu negara memang perlu dilihat sebagai suatu masalah yang serius, karena saat ini kemiskinan membuat banyak masyarakat Indonesia mengalami kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Definisi kemiskinan terbagi atas tiga (3) yaitu adalah kemiskinan relatif, kemiskinan absolut dan kemiskinan struktural dan kultural. Kemiskinan relatif merupakan kondisi masyarakat karena kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum. Kemiskinan struktural dan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan kondisi struktur dan faktor-faktor adat budaya dari suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang (Sudantoko,2009;43-46).

(12)

Di Indonesia sendiri, kemiskinan merupakan masalah yang utama yang sedang dihadapi dan masih belum terselesaikan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia perbulan September 2012 mencapai 28,59 juta jiwa atau sekitar 11,66 persen. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di medan tahun 2013 mencapai 209,69 ribu jiwa atau sekitar 9,64 persen. Dimana jumlah penduduk usia 60 s/d 64 tahun sebanyak 328.014 jiwa dan usia 65 tahun keatas sebanyak 514.899 jiwa. Berdasarkan data di kecamatan medan tuntungan dimana jumlah penduduk pada kelurahan simalingkar B tahun 2012 adalah 11.201 jiwa. Jumlah penduduk lanjut usia (lansia) sebanyak 2201 jiwa. Persentase tersebut dapat menjelaskan bahwa saat ini, jumlah penduduk di Indonesia yang miskin sangat banyak. Penyebab kemiskinan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebab jarang sekali ditemukan kemiskinan yang muncul oleh faktor tunggal.

Faktor ekonomi sering disebut sebagai penyebab munculnya persoalan ini.

namun ada beberapa faktor lain yang juga menjadi pendukung atau bahkan penyebab munculnya persoalan kemiskinan dibidang ekonomi adalah rendahnya pendidikan seseorang yang mengakibatkannya sulit mendapatkan pekerjaan. Harus diakui sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Tidak hanya masyarakat desa, masyarakat di kota pun belum sepenuhnya mendapatkan pendidikan yang memumpuni untuk menjalani pendidikan.

(13)

Masalah ekonomi merupakan masalah yang sangat sulit bagi setiap manusia, karena problema ekonomi menyangkut hajat hidup orang hanyak. Setiap individu atau kelompok masyarakat seperti halnya lanjut usia (lansia) miskin memiliki berbagai cara yang berbeda dalam mengatasi kesulitan ekonomi yang mereka hadapi. Berbagai cara tersebut merupakan wujud strategi guna untuk melangsungkan kehidupan mereka yang disebabkan oleh berbagai kondisi seperti terjadinya krisis ekonomi, kenaikan bahan pokok, kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan lain-lain.

Dalam mengatasi hal tersebut, berbagai cara dilakukan lanjut usia (lansia) miskin dalam mengatasi kesulitan ekonominya. Namun, kesulitan lanjut usia (lansia) miskin dengan kondisi ekonomi dan lingkungannya tentunya memiliki strategi dalam meningkatkan ekonomi untuk pmenuhan kebutuhan keluarga, seperti halnya lanjut usia (lansia) miskin di kelurahan simalingkar b, kecamatan medan tuntungan.

Berbagai macam bentuk kegiatan tersebut yang dilakukan oleh lanjut usia (lansia) miskin dalam mencari nafkah guna pemenuhan kebutuhan keluarga. Kadangkala hasil yang diperoleh dari kegiatan ini tidak dapat pula mencukupi kebutuhan sebagaimana yang dihadapkan, sehingga seringkali suami sebagai kepala rumah tangga dalam mencari nafkah turut dibantu oleh isteri ataupun anak-anak.

Permasalahan yang sering mereka hadapi adalah, ketika pendapatan lanjut usia (lansia) miskin tidak sesuai dengan yang diharapkan atau rendah. Oleh karenanya,

(14)

ada berbagai cara atau strategi yang dilakukan lansia miskin untuk memenuhi kebutuhan keluarga yaitu strategi aktif, strategi pasif dan strategi jaringan.

Strategi aktif adalah mengoptimalkan segala potensi keluarga, misalnya melakukan aktivitas memperpanjang jam kerja ataupun bekerja sampingan (tambahan).

Disanalah mereka pergi keladang atau ke sawah bagi yang memiliki lahan, atau mereka yang menggarap lahan milik sanak saudara atau tetangga. Dan bagi mereka yang tidak memiliki lahan, biasanya mereka beralih menjadi membersihkan pekarangan rumah warga, membersihkan pekarangan masjid dan lain sebagainya.

Strategi pasif adalah mengurangi pengeluaran keluarga. Misalnya dengan pendapatan yang cukup maka lansia diharapkan dapat mengatur segala pengeluaran kebutuhan mereka sehari-hari.

Strategi jaringan adalah menjalin relasi, baik formal maupun informal dengan lingkungan sosial dan lingkungan kelembagaan. Hal lain yang dilakukan lanjut usia (lansia) miskin pada umumnya adalah memanfaatkan program kemiskinan dari pemerintah yaitu sebagai berikut, seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai), bantuan raskin yang dapat meringankan sedikit biaya hidupnya, selain itu mereka juga menyisihkan sebagian dari penghasilan yang didapatkan perharinya, agar nantinya apabila dibutuhkan maka dapat dipergunakan untuk keperluan yang besar.

Misalnya untuk biaya kuliah anak, bagi yang memiliki anak yang duduk di perguruan tinggi, membantu modal usaha anak, dan lain-lain. Apabila pendapatan mereka tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maka dapat

(15)

dilakukan dengan cara berhutang kewarung atau bisa juga meminjam uang kepada tetangga, kerabat dan rentenir.

Beranjak dari apa yang sudah dipaparkan sebelumnya, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam lagi untuk melihat bagaimana strategi lanjut usia miskin dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Untuk itu peneliti membuat dalam suatu kajian ilmiah dengan judul “Strategi Lanjut Usia (lansia) Miskin Dalam Pemenuhan Kebutuhan Keluarga di Kelurahan Simalingkar B Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan”.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut, Bagaimana strategi yang dilakukan oleh lanjut usia (lansia) miskin dalam pemenuhan kebutuhan keluarga di Kelurahan Simalingkar B Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.

3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi yang dilakukan oleh lanjut usia (lansia) miskin dalam pemenuhan kebutuhan keluarga di Kelurahan Simalingkar B Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.

(16)

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan atau referensi untuk:

1. Pengembangan teori-teori strategi dalam pemenuhan kebutuhan keluarga oleh lanjut usia (lansia) miskin dan teori tentang ilmu kesejahteraan sosial pada umumnya.

2. Pengembangan model dalam pembuatan program-program yang dibuat oleh pemerintah dalam proses pemberdayaan lanjut usia (lansia) miskin serta untuk meningkatkan kesejahteraan di dalam pemenuhan kebutuhan keluarga.

5. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuanpenelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan landasan teoritis, penelitian yang relevan, pengujian hipotesis, uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional.

(17)

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan jenis penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan secara singkat gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang mendukung penelitian ini.

Serta temuan umum berupa :

1. Letak Geografis Lokasi Penelitian 2. Sejarah Perkembangan Lokasi Penelitian 3. Profil Lokasi Penelitian

4. Visi, misi, dan tujuan lokasi penelitian

5. Struktur Organisasi/Lembaga Lokasi Penelitian 6. Kondisi Umum Tentang Klien

7. Kondisi Umum Tentang petugas

8. Keadaan Sarana dan Prasarana lokasi Penelitian BAB V : HASIL PENELITIAN

Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.

1. Deskripsi Data Hasil Penelitian 2. Pengujian Hipotesis

(18)

3. Pembahasan Hasil Penelitian 4. Keterbatasan Penelitian

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN

Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

6. Landasan Teori Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia

A. Pengertian Lanjut Usia (Lansia)

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Usia lanjut merupakan suatu keadaan yang tidak terelakkan dan merupakan suatu masalah yang semua orang akan mengalaminya dan berlaku secara universal. Proses terjadinya tua merupakan suatu proses yang tidak dapat dihindari oleh setiap manusia, yang penting bagi kita adalah mempersiapkan diri untuk masa tua agar tetap sehat, bahagia dan produktif (Emile, 2010).

Departemen Sosial RI dalam bukunya “Pedoman Penyelenggaraan Kesejahteraan Lanjut Usia dalam keluarga” memberi batasan penduduk berusia lanjut yaitu: Lanjut Usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, baik secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun karena permasalahannya tidak mampu berperan secara kontributif dalam pembangunan (non-potensial) (Djamal,1998:6).

(20)

Selanjutnya keputusan Menteri Sosial RI No. HUK. 3-1-50/107 tahun 1971.

Pengertiannya sebagai berikut, seorang kategori jompo adalah setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya guna mencari nafkah dari orang lain.

Selanjutnya Prof. Dr. H. Mulyono Gandadiputra MA dalam Djamal (1998) Mengatakan sebagai berikut: Manusia lanjut usia, sebagaimana masyarakat pada umumnya juga akan mengalami berbagai macam permasalahan dalam kehidupannya baik fisik, psikis maupun sosial. Dari segi fisik umumnya ditandai dengan adanya proses kemunduran panca indra, kulit yang menjadi keriput serta kemunduran pada organ tubuh lainnya yang ditandai dengan seringnya mereka menderita beberapa sakit tua. Proses ketuaan dilihat dari segi psikis ditandai dengan proses lupa mengenai hal-hal yang baru saja terjadi, mudah sedih, sikap curiga serta sering merasa sebatang kara.

B. Klasifikasi Lanjut Usia (Lansia)

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lanjut usia (lansia):

1. Pralansia (prasenilis)

Adalah seseorang yang berusia diantara 45-59 tahun.

2. Lansia

Adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih 3. Lansia resiko tinggi

(21)

Adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dan seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).

4. Lansia potensial

Adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa (Depkes RI, 2003).

5. Lansia tidak potensial

Adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

C. Karakteristik Lanjut Usia (Lansia)

Menurut Budi Anna Keliat (1999), Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan).

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

D. Tipe Lanjut Usia (Lansia)

(22)

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya (Nugroho, 2000).

Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut, yaitu:

1. Tipe arif bijaksana

Adalah kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan dan menjadi panutan.

2. Tipe mandiri

Adalah mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan bergaul dengan teman.

3. Tipe tidak puas

Adalah konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.

4. Tipe pasrah

Adalah menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.

5. Tipe bingung

Adalah kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.

(23)
(24)

7. Proses penuaan

Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel- sel yang ada didalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dinamakan proses penuaan.

A. Teori-teori proses penuaan

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu sebagai berikut:

1. Teori biologi

Adalah teori yang mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow theory, teori stress, teori radikal bebas dan teori rantai silang.

2. Teori psikologi

Adalah kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada hubungannnya dengan status sosialnya.

3. Teori sosial

Adalah mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi sosial dimana merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya atas dasar kemampuan lansia didalam berinteraksi. Pada teori

(25)

sosial ini mencakup teori interaksi sosial, teori penarikan diri, teori aktifitas, teori kesinambungan dan lain sebagainya.

4. Teori spiritual

Adalah komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan.

8. Kemiskinan

A. Pengertian Kemiskinan

Tidak mudah untuk mendefinisikan kemiskinan, karena kemiskinan itu mengandung unsur ruang dan waktu. Menurut Sejarah, keadaan kaya dan miskin secara berdampingan tidak merupakan masalah sosial sampai saatnya perdagangan berkembang pesat dan timbulnya nilai-nilai sosial yang baru. Dengan berkembangnya perdagangan ke seluruh dunia dan diterapkannya taraf kehidupan tertentu sebaga kebiasaan suatu masyarakat, kemiskinan muncul sebagai masalah sosial. Pada waktu itu individu sadar akan kedudukan ekonomisnya sehingga mereka mampu untuk mengatakan apakah dirinya kaya atau miskin. (Soerjono 2006: 320)

(26)

Konsep kemiskinan pada jaman perang akan berbeda dengan konsep kemiskinan pada jaman merdeka dan modern sekarang ini. Seseorang dikatakan miskin atau tidak miskin pada zaman penjajahan dahulu akan berbeda dengan saat ini.

Demikian juga dari sisi tempat, konsep kemiskinan di negara maju tentulah berbeda dengan konsep kemiskinan di negara berkembang dan terbelakang.

Mungkin keluarga yang tidak memiliki televisi atau kulkas, seseorang yang tidak dapat membayar asuransi kesehatan, anak-anak yang bermain tanpa alas kaki, seseorang yang tidak memiliki telepon genggam, akses internet dan lainnya di negara-negara eropa dapat dikatakan miskin. Namun tidak demikian di negara kurang berkembang seperti negara-negara di Afrika.

Kemiskinan di sebagian negara justru ditandai dengan kelaparan, kekurangan gizi, ketiadaan tempat tinggal, mengemis, tidak dapat sekolah, tidak punya akses air bersih dan listrik. Definisi kemiskinan biasanya sangat bergantung dari sudut mana konsep tersebut dipandang.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimun kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makanan maupun non makan. Bank Dunia mendefenisikan bahwa kemiskinan berkenaan dengan ketiadaan tempat tinggal, sakit dan tidak mampu untuk berobat ke dokter, tidak mampu untuk sekolah dan tidak tahu baca tulis. Kemiskinan adalah bila tidak

(27)

memiliki pekerjaan sehingga takut menatap masa depan, tidak memiliki akses akan sumber air bersih.

Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:

1. Kemiskinan absolut

Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimun yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya.

2. Kemiskinan relatif

Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya

(28)

dengan masalah distribusi pendapatan. (http://www.repository.usu.ac.id diakses pada tanggal 5 maret 2018 pukul 10:54 WIB)

B. Faktor-faktor penyebab kemiskinan

Menurut Matias Siagian (2012: 114) secara umum faktor-faktor penyebab kemiskinan secara kategoris dengan menitikberatkan kajian pada sumbernya terdiri dari dua bagian besar, yaitu:

1. Faktor Internal

Adalah dalam hal ini berasal dari dalam diri individu yang mengalami kemiskinan itu yang secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan, yang meliputi:

A. Fisik, misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.

B. Intelektual, seperti kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya informasi.

C. Mental emosional atau tempramental, seperti:malas, mudah menyerah dan putus asa

D. Spiritual, seperti tidak jujur, penipu, serakah dan tidak disiplin.

E. Sosial psikologis, seperti kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi, stress, kurang relasi dan kurang mampu mencari dukungan.

F. Keterampilan, seperti tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja.

(29)

G. Asset, seperti tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan dan modal kerja.

2. Faktor Eksternal

Adalah bersumber dari luar diri individu dan keluarga yang mengalami dan menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu titik waktu menjadikannya miskin, meliputi:

A. Terbatasnya pelayanan sosial dasar.

B. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai asset dan alat memenuhi kebutuhan hidup.

C. Terbatasnya pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha sektor informal.

D. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro.

E. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat banyak.

F. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal, seperti zakat.

(30)

G. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian program struktural (structural adjusment program).

H. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.

I. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana.

J. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material.

K. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.

L. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin

C. Ciri-ciri Kemiskinan

Sulit memperoleh informasi secara jelas dan akurat berkatian dengan indikasi- indikasi seperti apa yang dapat digunakan sebagai penanganan untuk menyatakan secara akurat, bahwa orang-orang seperti inilah yang disebut orang miskin, sementara orang-orang yang seperti itu disebut tidak miskin. Namun suatu studi menunjukkan adanya lima ciri-ciri kemiskinan yaitu:

1. Mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai ataupun keterampilan untuk melakukan suatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya. Sebagai contoh kemiskinan itu bercirikan antara lain bahwa faktor produksi yang dimiliki pada umumnya sedikit atau bahkan tidak ada, sehingga kemampuan untuk mempertahankan apalagi meningkatkan produksipun tidak mungkin. Lebih menyesakkan lagi

(31)

faktor-faktor produksi yang dimiliki justru digunakan untuk kebutuhan konsumsi, bukan untuk kebutuhan produksi, misalnya modal atau dana tidak digunakan untuk investasi melainkan hanya untuk konsumsi demi mempertahankan hidup. Kondisi seperti ini mengakibatkan banyak kasus berhentinya usaha karena kekurangan atau ketiadaan modal.

2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan atau peluang untuk memperoleh aset produksi karena kekuatan sendiri. Sebagai contoh, keluarga petani dengan perolehan pendapatan hanya untuk konsumsi.

Mereka tidak berpeluang untuk memperoleh tanah garapan, benih, ataupun pupuk sebagai faktor-faktor produksi.

3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah. Kondisi seperti ini akan berpengaruh terhadap wawasan mereka. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa waktu mereka pada umumnya habis tersita semata- mata hanya untuk mencari nafkah sehingga tidak ada waktu untuk belajar atau meningkatkan keterampilan. Demikian juga dengan anak-anak mereka, tidak dapat menyelesaikan sekolahnya karena harus membantu orang tua mencari tambahan pendapatan. Artinya bagi mereka, anak tersebut memiliki nilai ekonomis.

4. Pada umumnya mereka yang masuk ke dalam kelompok penduduk dengan kategori setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam bebagai sektor

(32)

formal bagaikan tertutup rapat. Akibatnya mereka terpaksa memasuki sektor-sektor informal. Bahkan pada umumnya mereka bekerja serabutan maupun musiman. Jika dikaji secara totalitas, mereka sesungguhnya bukan bekerja sepenuhnya, bahkan mereka justru lebih sering tidak bekerja.

Sekilas mereka tidak menganggur, namun jika digunakan indikator jam kerja, mereka justru masuk dalam kategori pengangguran tidak kentara.

Kondisi demikian mengakibatkan mereka memperoleh pendapatan yang rendah pula.

5. Banyak diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi tidak memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai. Sementara itu, kota tidak siap menampung gerak urbanisasi dari desa yang semakin keras.

Artinya laju investasi di perkotaan tidaksebanding dengan laju pertumbuhan tenaga kerja sebagai akibat langsung dari derasnya arus urbanisasi. Kondisi ini tentu tidak terlepas dari sifat statis desa dalam mendukung kehidupan penduduknya, Dalam keadaan demikian, masyarakat desa cenderung melakukan migrasi ke kota karena dianggap sebagai alternatif dalam upaya mengubah nasib (Siagian, 2012: 20).

D. Aspek – Aspek kemiskinan

(33)

Adapun aspek-aspek kemiskinan menurut Matias Siagian, Yaitu:

1. Kemiskinan bersifat multidimensi

Sifat kemiskinan sebagai suatu konsep yang multi dimensi berakar dari kondisi kebutuhan manusia yang beraneka ragam. Ditinjau dari segi kebijakan umum, maka kemiskinan itu meliputi aspek-aspek primer seperti miskin akan aset, organisasi sosial, kelembagaan sosial berbagai pengetahuan dan keterampilan yang dianggap dapat mendukung kehidupan manusia. Sedangkan aspek sekunder dari kemiskinan adalah miskinnya informasi, jaringan sosial dan sumber keuntungan yang semuanya merupakan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai jembatan memperoleh suatu fasilitas yang dapat mendukung upaya mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas hidup.

Aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Sebagai konsekwensi logisnya kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mengakibatkan kemajuan atau kemunduran pada aspek lainnya. Justru kondisi seperti inilah yang mengakibatkan tidak mudahnya menganalisis kemiskinan itu menuju pada pemahaman yang komprehensif. Hal lain yang juga harus dipahami sebagai konsekwensi logis dari kondisi kemiskinan seperti ini adalah, pemahaman tentang kemiskinan hanya dapat diperoleh jika kita mennganalisis kemiskinan secara agregat. Menganalisis kemiskinan secara parsial akan membawa kita pada pemahaman yang salah tentang kemiskinan itu sendiri.

Bahkan, kemiskinan hanya dapat dipahami melalui pendekatan interdisiplinear.

(34)

1. Kemiskinan itu adalah fakta yang terukur.

Fenomena yang sering kita temui adalah, pendekatan yang diperoleh sekelompok yang bermukim di tempat yang sama, namun kualitas individu atau keluarga yang dimiliki mungkin saja berbeda. Keadaan yang demikian sering mengkondisikan kita untuk menidentifikasi kemiskinan sebagai sesuatu yang serba abstrak dan tidak mungkin diukur. Ada pula yang cenderung menyatakan kemiskinan itu sebagai abstraksi dari perasaan sehingga mustahil untuk diukur cara berfikir seperti ini harus dicegah karena akan menjauhkan kita dari pemahaman yang benar dan holistik tentang kemiskinan itu sehingga kita pun mustahil dapat menemukan solusi (Siagian, 2012; 13)

Karena kemiskinan adalah fakta yang terukur, maka kemiskinan dapat diklarifikasikan ke dalam berbagai tingkatan (Siagian,2012: 14), seperti:

1. Miskin

2. Sangat miskin 3. Sangat miskin sekali

Demikian halnya dengan BKKBN sering mengklasifikasi kondisi kehidupan masyarakat ke dalam bebagai tingkat seperti:

1. Prasejahtera 2. Sejahtera 1 3. Sejahtera 2

(35)

Berbagai klasifikasi yang telah dikemukakam menunjukkan bahwa, kemiskinan merupakan fakta yang terukur. Bahwa yang miskin adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif. Kita sering mendengar istilah kemiskinan pedesaan (rural poverty), kemiskinan perkotaan (urban poverty), dan sebagainya. Berbagai istilah tersebut bukanlah berarti bahwa yang mengalami kemiskinan itu adalah desa atau kota secara harfiah. Kondisi desa atau kota itu merupakan penyebab kemiskinan bagi manusia. Dengan demikian pihak yang menderita miskin hanyalah manusia, baik secara individual maupun kelompok dan bukan wilayah.

Sementara itu menurut Drewnoski (dalam Siagian, 2012) mengemukakan adanya sembilan komponen yang harus disertakan dalam kajian kebutuhan pokok dalam rangka penentuan indikator kemiskinan. Kesembilan indikator tersebut adalah:

1. Gizi 2. Sandang

3. Tempat berlindung 4. Kesehatan

5. Pendidikan 6. Waktu terluang 7. Ketenangan hidup 8. Lingkungan sosial 9. Lingkungan fisik

(36)

Dengan indikator kemiskinan tersebut juga merupakan indikator kesejahteraan sosial ekonomi suatu masyarakat.

9. Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial sering diidentikkan dengan kesejahteraan masyarakat atau kesejahteraan umum. Namun ada baiknya jika kata tersebut dipilah, yaitu kesejahteraan dan sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah sejahtera berarti aman, sentosa, makmur, selamat (terlepas dari segala macam gangguan dan kesusahan). Sedangkan kesejahteraan artinya keamanan, keselamatan, ketentraman, keselamatan hidup, dan kemakmuran. Di dalam kamus ilmu kesejahteraan sosial disebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah keadaan sejahtera yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah dan sosial tertentu saja.

Dalam Undang-Undang No.11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menyebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

PBB mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan-kegiatan yang terorganisir dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama melalui teknik-teknik dan metode-metode dengan maksud supaya memungkinkan individu-individu, kelompok-kelompok, maupun komunitas-

(37)

komunitas untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan masalah- masalah penyesuaian diri mereka terhadap perubahan pola-pola masyarakat serta melalui tindakan kerja sama untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial.

Tujuan kesejahteraan sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan sosial, keuangan, kesehatan, rekreasi semua individu dan masyarakat. Kesejahteraan sosial berupaya meningkatkan keberfungsian semua kelompok usia, tanpa memandang status sosial setiap individu. Ketika institusi lain dalam masyarakat, seperti ekonomi pasar atau keluarga pada suatu waktu gagal memenuhi kebutuhan dasar individu atau kelompok masyarakat, maka dibutuhkan bentuk pelayanan sosial untuk membantu mereka.

Istilah kesejahteraan sosial telah lama dikenal di Indonesia, bahkan konsep kesejahteraan sosial telah ada dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Kesejahteraan sosial memiliki beberapa makna yang relatif berbeda walaupun substansinya tetap sama dan mencakup tiga konsepsi, yaitu:

1. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan- kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial.

2. Institusi, bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial.

3. Aktifitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera.

(38)

Kesejahteraan sosial dapat diukur dari ukuran-ukuran seperti tingkat kehidupan (levels of livings), pemenuhan kebutuhan pokok (basic need fulfillment), kualitas hidup (quality of life), dan pembangunan manusia (human developmen). Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial adalah berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, baik secara fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi, kehidupan spiritual agar terwujud kehidupan yang layak dan bermartabat.

Kesejahteraan sosial dalam arti luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Taraf kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi, dan fisik belaka, tetapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spiritual.

Kesejahteraan sosial dapat dilihat dari empat sudut pandang yaitu:

1. Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan (kondisi).

Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi, kesejahteraan sosial dapat dilihat dari rumusan Undang-Undang NO. 11 tahun 2009 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. Kesejahteraan sosial adalah sebagai suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga

(39)

negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.

2. Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu.

Sebagai suatu ilmu, pada dasarnya merupakan suatu ilmu yang mencoba mengembangkan pemikiran, strategi dan tehnik untuk meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat, baik dari level mikro, maupun makro dengan mengembangkan metode intervensi termasuk didalamnya aspek strategi dan teknik.

3. Kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan.

Sebagai suatu kegiatan, pengertian kesjahteraan sosial dapat dilihat antara lain dari definisi yang dikembangkan oleh Friedlaner “Kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari berbagai institusi dan usaha-usaha kesejahteraan sosial yang dirancang guna membantu individu atau kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan”. Pengertian ini sekurang-kurangnya menggambarkan kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem pelayanan yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Meskipun dalam pengertian yang dikemukakan Friedlander secara eksplisif menyatakan

(40)

bahwa target dari kegiatan tersebut adalah individu dan kelompok, tetapi dalam arti luas pengertian Friedlaner juga melihat masyarakat sebagai suatu totalitas.

4. Kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan

Sebagai suatu gerakan, isu kesejahteraan sosial sudah menyebar luas hampir keseluruh penjuru dunia sehingga menjadi gerakan tersendiri yang bertujuan memberitahukan kepada dunia bahwa masalah kesejahteraan sosial merupakan hal yang perlu diperhatikan secara seksama oleh masyarakat dunia, baik secara global maupun parsial. Oleh karena itu, muncullah berbagai macam gerakan dalam wujud organisasi lokal, regional, maupun internasional yang berusaha menangani isu kesejahteraan sosial ini (Adi,2013:40).Okamura (2005) menjabarkan tujuh karakteristik di dalam kesejahteraan sosial, diantaranya:

1. Ekonomi yang stabil 2. Pekerjaan yang layak 3. Keluarga yang stabil 4. Jaminan kesehatan 5. Jaminan pendidikan

6. Kesempatan dalam masyarakat 7. Kesempatan budaya atau rekreasi

(41)

Hal-hal di atas menjadi tuntutan dasar dalam masyarakat sosial. Ketika semua karakteristik atau tuntutan dasar dalam kehidupan bermasyarakat sudah terpenuhi, secara otomatis kesejahteraan sosial juga sudah didapat (Lubis, Suwardi. 2013).

A. Teori Kebutuhan Keluarga

Kebutuhan merupakan segala sesuatu yang diperlukan manusia, kebutuhan yang wajib dipenuhi manusia adalah kebutuhan hidup. Menurut Gilarso (2002:19) kebutuhan hidup adalah kebutuhan yang minimal harus dipenuhi untuk hidup layaknya manusia. Mangkunegara (2002:5) kebutuhan muncul akibat adanya dorongan dalam diri manusia dan kenyataan bahwa manusia memerlukan sesuatu untuk tetap bertahan hidup. Soekanto (2009:1) Keluarga adalah unit pergaulan hidup yang paling kecil dalam masyarakat, secara umum keluarga masih bisa dibagi menjadi keluarga batih dan keluarga besar. Keluarga batih merupakan kelompok sosial yang terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak yang belum menikah, sedangkan keluarga besar adalah keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga batih. Dalam suatu keluarga terdapat kepala keluarga yang berkewajiban untuk bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Setiap keluarga memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda dan beranekaragam. Perbedaan tingkat kebutuhan keluarga juga terlihat pada keluarga lanjut usia (lansia) di Kelurahan Simalingkar B Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan yang disebabkan oleh perbedaan tingkat pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga lanjut usia (lansia).

(42)

Semakin besar pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga lanjut usia (lansia) maka semakin beragam pula kebutuhan yang harus dipenuhi oleh keluarga lanjut usia (lansia) begitupun sebaliknya.

Maslow (dalam Mangkunegara, 2002:6-7) membagi kebutuhan manusia dalam beberapa tingkatan yaitu:

a. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan dasar atau tingkat terendah yang diperlukan seorang manusia seperti: kebutuhan akan makanan, minuman, pakaian, dan sebagainya.

b. Kebutuhan rasa aman

Kebutuhan rasa aman merupakan kebutuhan yang diperlukan seseorang agar teteap merasa aman dari ancaman, bahaya, pertentangan dan sebagainya.

c. Kebutuhan untuk merasa memiliki

Kebutuhan untuk diterima oleh kelompok seperti berinteraksi dan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai

d. Kebutuhan akan harga diri

(43)

Kebutuhan akan harga diri merupakan kebutuhan manusia untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain

e. Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri

Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk menggunakan potensi dan skill yang dimiliki, kebutuhan untuk berpendapat, menentukan penilaian terhadap sesuatu.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan keluarga adalah segala sesuatu yang dibutuhkan keluarga baik untuk tetap hidup maupun sebagai penunjang hidup. Pada penelitian ini penelitihanya memfokuskan pada kebutuhan keluarga lanjut usia (lansia) miskin yang bersifat fisiologis atau kebutuhan pokok keluarga harus dipenuhi keluarga lanjut usia (lansia) miskin. Menurut Gilarso (2002:19) unsur kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi oleh setiap masyarakat termasuk masyarakat miskin antara lain:

kebutuhan pangan, sandang atau pakaian, perumahan, kesehatan dan pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas secara rinci kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi keluarga lanjut usia (lansia) miskin dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kebutuhan Pangan

Kebutuhan pokok pertama yang wajib dipenuhi oleh setiap keluarga adalah kebutuhan pangan atau makanan. Menurut Undang-Undang RI nomor 7 tahun

(44)

1996 kebutuhan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan yang sangat dasar dan wajib dipenuhi karena kebutuhan pangan adalah kebutuhan yang diperlukan manusia untuk tetap hidup. Kekurangan kebutuhan pangan dapat berakibat negatif bagi tubuh seseorang sebagaimana pendapat yang dikemukakan Tejasari (2005:1) yang menyatakan bahwa kebutuhan pangan sangat dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup, karena didalam makanan mengandung senyawa kimia yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Senyawa kimia dalam makanan yang mutlak diperlukan manusia adalah zat gizi karena jika tubuh manusia kekurangan zat tersebut maka fungsi organ akan terganggu yang mengakibatkan penyakit.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kebutuhan pangan adalah kebutuhan manusia akan makanan dan minuman yang diperlukan oleh tubuh manusia kebutuhan pangan wajib dipenuhi oleh manusia untuk tetap bisa hidup. Bagi lanjut usia (lansia) yang tergolong miskin jumlah gizi yang terkandung dalam makanan tidaklah penting karena yang terpenting bagi mereka adalah makanan yang mereka makan bisa mengenyangkan.

2. Kebutuhan Sandang

(45)

Kebutuhan yang perlu dipenuhi setelah kebutuhan pangan adalah kebutuhan sandang. Sandang adalah pakaian yang diperlukan oleh manusia sebagai mahluk berbudaya. Pada zaman dahulu manusia membuat pakaian dari kulit kayu dan kulit binatang yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari cuaca. Kemudian manusia mengembangkan teknologi pemintal kapas menjadi benang untuk ditenun menjadi bahan pakaian. Kemajuan teknologi membuat fungsi pakaian bukan hanya sebagai pelindung tubuh saja tetapi untuk memberi kenyamanan sesuai dengan jenis-jenis kebutuhan seperti pakaian kerja, pakaian rumah, pakaian untuk tidur dll.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kebutuhan_primer). Seiring berjalannya waktu fungsi pakaian tidak hanya digunakan sebagai pelindung tubuh tetapi pakaian juga digunakan untuk menunjukkan kelas sosial seseorang. Seseorang yang memiliki kedudukan tinggi atau berada pada kelas sosial atas akan memilih pakaian dengan merk terkenal walaupun dengan harga mahal, sedangkan untuk seseorang dengan kelas sosial menengah kebawah akan membeli pakaian sesuai kebutuhan tanpa melihat merk dengan harga relatif murah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sumardi dan Evers (1985:200) yang menyatakan bahwa pakaian bagi seseorang dapat mencerminkan keadaan atau kelas sosial keluarganya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan sandang atau pakaian adalah kebutuhan pokok manusia selain makanan yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari panas dan dingin serta untuk menjaga nilai kesopanan manusia sebagai mahluk yang berbudaya. Model dan kualitas pakaian bukanlah

(46)

hal yang penting bagi keluarga lanjut usia (lansia) yang tergolong miskin, tetapi yang terpenting bagi mereka adalah pakaian yang mereka pakai bisa menutupi anggota badan dan melindungi mereka dari cuaca. Pada umumnya setiap anggota keluarga lanjut usia (lansia) yang tergolong miskin hanya memiliki pakaian dalam jumlah yang terbatas.

3. Kebutuhan Papan

Kebutuhan rumah atau papan menduduki tingkat ke tiga dalam tangga kebutuhan pokok

Yang harus dipenuhi oleh suatu rumah tangga. Menurut (Sardjono, 2004:1) rumah atau papan dalam tingkat kebutuhan manusia menempati tingkat utama atau primer bersama dengan makanan (pangan) dan pakaian (sandang). Penyediaan rumah memerlukan investasi yang cukup besar tidak seperti kebutuhan pangan dan sandang yang mudah dipenuhi. Rumah tinggal merupakan bagian yangtidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap keluarga membutuhkan rumah untuk kelangsungan hidupnya serta sebagai wadah kegiatan keluarga dalam membentuk kebahagiaan dan kesejahteraan manusia sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Pendapat Sardjono sesuai dengan pendapat Sedayu (2010:89) yang mengatakan bahwa rumah merupakan kebutuhan yang mendasar yang harus

(47)

dipenuhi oleh manusia karena rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan melangsungkan keturunan.

Sedangkan menurut Maslow (Dalam Sastra dan Marlina, 2006:2) sesudah manusia terpenuhi kebutuhan jasmaninya, yaitu pangan, sandang dan kesehatan, kebutuhan akan rumah atau tempat tinggal merupakan salah satu motivasi untuk mengembangkan kehidupan yang lebih tinggi. Menurut Sastra dan Marlina (2006:2) rumah dapat didefinisikan sebagai tempat dimana manusia bernaung dan tinggal dalam kehidupannya. Bagi manusia tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar (basic need), disamping kebutuhan akan pangan dan sandang.

Berdassarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kebutuhan papan atau rumah adalah kebutuhan manusia akan tempat tinggal yang digunakan untuk berlindung dari cuaca, beristirahat, dan sebagai tempat berkumpulnya anggota keluarga. Bagi lanjut usia (lansia) yang tergolong miskin yang terpenting bukanlah luas dan model suatu rumah tapi yang terpenting bagi mereka adalah rumah yang mereka tempati bisa digunakan untuk berteduh dan melindungi mereka dari cuaca.

4. Kebutuhan kesehatan

Sehat merupakan suatu syarat bagi seseorang untuk tetap produktif karena seseorang

(48)

tidak bisa menjalankan fungsinya secara maksimal dalam keadaan sakit. Menurut Pearson (dalam Winarto, 2013:3) sehat adalah kemampuan seseorang dalam melakukan peran dan fungsinya dengan baik. Menurut World Healt Organization (WHO) kesehatan adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani, dan bukan hanya bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. King (dalam Winarto, 2013:3) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan yang dinamis didalam siklus hidup dan memperoleh adaptasi terus menerus terhadap stres.

Sedangkan Menurut Sudarma (2008:16-17) kesehatan secara lebih rinci dapat diartikan sebagai kebutuhan manusia dari berbagai kalangan dilihat dari status ekonomi (kaya-miskin), status sosial (kalangan elit-wong alit), status geografi (desa-kota), psikologis perkembangan (bayi-manula) maupun status kesehatan (sakit-sehat). Orang sakit memerlukan penyembuhan (kuartif) sedangkan orang sehat memerlukan peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), perbaikan (rehabilitatif) dan pemeliharaan (konservatif).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kebutuhan kesehatan adalah kebutuhan manusia akan kesejahteraan badan, jiwa dan sosial agar bisa produktif secara sosial maupun secara ekonomi. Bagi lanjut usia (lansia) yang tergolong miskin ketika dalam kondisi sakit mereka akan lebih memilih membeli obat di warung atau berobat ke puskesmas karena lebih murah dibanding harus periksa ke klinik dokter.

(49)

5. Kebutuhan Pendidikan

Proses pendidikan merupakan proses yang penting bagi perkembangan seorang anak karena pendidikan merupakan proses pembentukan karakter seorang anak.

Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi seorang anak karena orang tua adalah orang pertama yang berinteraksi dan membentuk karakter awal seorang anak. Menurut Purwadaminta (dalam Tatang, 2012:13) pendidikan merupakan proses perubahan tingkah laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia dengan pengajaran dan latihan. Sedangkan manurut Basri (dalam Tatang, 2012:14) pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara sengaja dan secara sistematis untuk memotivasi membina, membantu, dan membimbing seseorang untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki sehingga ia bisa mencapai kualitas diri yang lebih baik.

Selain pendidikan keluarga, pendidikan formal merupakan pendidikan yang sangat penting karena melalui pendidikan formal seorang anak akan dapat belajar dan mengasah keterampilannya sebagai bekal seorang anak untuk bekerja sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Tirtarahardja dan La Sulo (2005:165) yang menyatakan bahwa pendidikan formal berfungsi mengajarkan pengetahuan umum dan pengetahuan yang bersifat khusus dalam rangka mempersiapkan anak untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu. Pendidikan formal terdiri dari beberapa jenjang pendidikan. Menurut Tirtarahardja dan La Sulo (2005:268)

(50)

jenjang pendidikan yang termasuk dalam pendidikan formal adalah SD, SMP, SMA dan Universitas. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang melibatkan instansi pendidikan sehingga diperlukan biaya untuk menempuh pendidikan ini.

Menurut Suesno (2001:131) indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan sekolah adalah uang saku, iuran sekolah, alat tulis dan buku.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kebutuhan pendidikan adalah kebutuhan untuk mengembangkan potensi didalam diri seseorang agar menjadi lebih cerdas dan terampil. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti tingkat pendidikan tertinggi anak lanjut usia (lansia) miskin di kelurahan Simalingkar B Kecamatan Medan Tuntungan Kota medan hanya sampai jenjang SMA bahkan ada sebagian anak dari lanjut usia (lansia) yang terpaksa berhenti sekolah atau hanya sampai pada jenjang SMP dan SD.

B. Strategi Memenuhi Kebutuhan Keluarga

Strategi memenuhi kebutuhan keluarga atau dapat dipahami sebgai cara untuk mengatasi kesulitan dalam hidup. Strategi bertahan hidup dirumuskan oleh Snel dan Traring (dalam Setia, 2005) sebagai serangkaian tindakan yang dipilih secara sadar oleh individu dan rumah tangga yang miskin secara sosial ekonomi. Dengan strategi ini seorang individu berusaha untuk menambah penghasilan lewat pemanfaatan sumber-sumber lain ataupun mengurangi pengeluaran lewat

(51)

pengurangan kuantitas barang dan jasa.Edi Suhartono seorang pengamat masalah kemiskinan dari IPB, menyatakan bahwa definisi dari bertahan hidup (coping strategi) adalah kemampuan seseorang dalam definisi dari bertahan hidup (coping strategi)adalah kemampuan seseorang dalam menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Dalam konteks keluarga miskin, strategi penanganan masalah ini pada dasarnya merupakan segenap aset yang dimilikinya bisa juga dinamakan dengan kapabilitas keluarga miskin dalam menangani goncangan dan tekanan (Shock and Stress) (Suhartono, 2007. http://policy.hu diakses tanggal 7 Maret 2018 pukul 12.54 WIB).

Selanjutnya Edi Suhartono menyatakan strategi bertahan hidup (coping strategi) dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai cara yang dapat dikelompokkan dengan 3 cara yaitu:

1. Strategi aktif, yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk (misalnya melakukan aktivitasnya sendiri, memperpanjang jam kerja, memanfaatkan sumber atau tanaman liar dilingkungan sekitar dan sebagainya).

2. Strategi pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga (misalnya pengeluaran sandang, pangan, kesehatan, biaya sosial, pendidikan dan kebutuhan sehari- hari).

3. Strategi jaringan, misalnya menjalin relasi, baik formal maupun informal dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan (misalnya:

meminjam uang tetangga, mengutang diwarung, memanfaatkan program

(52)

kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau bank dan sebagainya).

(Suhartono, 2007. http://www.policy.hu diakses tanggal 7 Maret 2018 pukul 14.02 WIB).

C. Kerangka Pemikiran

Manusia bekerja untuk berusaha meningkatkan status sosial dan status ekonominya. Akan tetapi tidak semua orang bisa melakukannya, terkadang bagi sebagian orang, bekerja hanyalah untuk mencukupi kebutuhan minimal sehari-hari atau untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Karena pendapatan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka tidaklah banyak atau mungkin jauh dari kata cukup.

Salah satunya adalah lanjut usia (lansia) miskin, yang umumnya memiliki pendapatan yang hanya mampu memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan biaya pendidikan yang terbatas bagi anak-anaknya. Jika ingin menabung atau berinvestasi sangatlah kecil kemungkinan bagi mereka. Dari segi pendapatan, lanjut usia (lansia) miskin di kelurahan simalingkar B Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan tidak jauh berbeda dengan lanjut usia (lansia) pada umumnya. Dengan pendapatan yang sedikit dan tanpa jaminan sosial sudah dapat dipastikan bahwa sosial ekonomi keluarga merekapun rendah.Akan teteapi dengan upah yang sedikit, lanjut usia (lansia) miskin harus tetap bekerja demi

(53)

mempertahankan hidup atau pemenuhan kebutuhan keluarga serta membiayai pendidikan anak-anak mereka. Disisi lain, yang mereka lakukan bukanlah hanya berdiam diri. Untuk menambah pendapatan mereka yang memiliki lahan juga melakukan aktivitas pertanian seperti menanam pisang, ubi, serai dan ada juga kerja bangunan serta melakukan aktivitas membersihkan lingkungan mesjid. Selain itu, untuk bertahan hidup mereka menekan biaya konsumsi perhari baik secara individu maupun biaya konsumsi keluarga secara menyeluruh. Dengan frekuensi makan 3 kali sehari tetapi dengan lauk yang apa adanya. Misalnya dengan memanfaatkan hasil tanaman sendiri maupun tumbuhan liar yang ada disekitar tempat tinggal mereka. Karena selain uang yang tidak mencukupi, pada umumnya mereka hanya berbelanja satu kali dalam seminggu walaupun jarak antara tempat tinggal mereka dengan pasar tradisional tempat berbelanja mudah dijangkau.

Selain menekan biaya pengeluaran pangan, mereka juga menekan biaya pengeluaran untuk pendidikan. Bagi mereka yang disebut dengan bersekolah cukup hanya disekolah saja, sangat jarang diantara mereka yang memberikan les tambahan kepada anak-anak mereka. Karena selain hemat biaya, juga hemat waktu, anak-anak mereka sudah diharuskan untuk membantu orangtuanya setelah pulang sekolah. Kehidupan mereka juga tidak jauh dari program kemiskinan seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai), Raskin, Jamkesmas, karena mereka memang tergolong dalam kategori keluarga miskin. Selain untuk program pengentasan kemiskinan

(54)

strategi tersebut juga merupakan strategi individu maupun keluarga lanjut usia (lansia) miskin dalam pemenuhan kebutuhan keluarga.

Peneliti membuat bagan yang menggambarkan kerangka pemikiran tersebut untuk

melihat lebih jelas alur pikiran tersebut sebagai

berikut:

10. Definisi Konsep dan Definisi Operasional

A. Definisi konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji. Sebagai konsekwensi logis dari salah pengertian yang terjadi dalam memaknai suatu konsep, maka terbuka pula kemungkinan salah penggunaan atas konsep tersebut.

Seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang Kemiskinan

Lanjut Usia (Lansia) Miskin

Strategi Pemenuhan Kebutuhan Keluarga 1. Strategi Aktif

2. Strategi Pasif, dan 3. Strategi Jaringan

(55)

dijadikan objek penelitian. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut dengan definisi konsep. Secara sederhana, definisi ini diartikan sebagai batasan arti. Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti, dengan kata lain peneliti berupaya membawa para pembaca hasil penelitian tersebut untuk memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh si peneliti. Definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian,2011:136).

Peneliti memberikan batasan konsep untuk memfokuskan penelitian ini sebagai berikut:

1. Yang dimaksud dengan strategi dalam penelitian ini adalah strategi aktif adalah dengan mengoptimalkan segala potensi keluarga. Strategi pasif adalah mengurangi pengeluaran keluarga dan strategi jaringan adalah menjalin relasi baik formal maupun informal dengan lingkungan sosial dan lingkungan kelembagaan.

2. Yang dimaksud dengan lanjut usia (lansia) miskin dalam penelitian ini adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas dan berprofesi sebagai bertani atau berladang, petugas jaga malam di komplek, tukang pijat, petugas kebersihan pekarangan rumah warga.

3. Yang dimaksud dengan memenuhi kebutuhan keluarga dalam penelitian ini adalah cara atau strategi yang dilakukan oleh lanjut usia (lansia) miskin agar

(56)

dapat memenuhi kebutuhan keluarga seperti kebutuhan pangan, kebutuhan sandang, kebutuhan papan, kebutuhan kesehatan dan kebutuhan pendidikan.

B. Definisi Operasional

Ditinjau dari proses atau langkah-langkah penelitian, dapat dikemukakan bahwa perumusan definisi operasional adalah langkah lanjutan dari definisi konsep. Definisi operasional sering disebut sebagai proses operasionalisasi konsep.

Operasionalisasi konsep berarti manjadikan konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis, jika konsep itu sudah bersifat dinamis maka akan memungkinkan untuk dioperasikan. Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk sajian yang benar-benar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terkandung dalam konsep tersebut terangkat dan terbuka (Siagian, 2011:141).

Adapun yang menjadi definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lanjut Usia (lansia) miskin, dengan indikator:

a. Usia b. Pendidikan c. Jenis pekerjaan d. Jam kerja per hari 2. Strategi Aktif

(57)

a. Anggota keluarga yang terlibat untuk bekerja b. Jenis pekerjaan tambahan

c. Frekuensi waktu bekerja dalam sehari d. Kontribusi pekerjaan tambahan

3. Strategi Pasif

a. Frekuensi makan sehari

b. Keseimbangan gizi dalam makanan c. Frekuensi membeli pakaian

d. Kualitas pakaian e. Tingkat pendidikan f. Kualitas pendidikan

g. Akses mendapatkan pelayanan kesehatan

h. Rata-rata biaya sosial yang dikeluarkan per minggu

4. Strategi Jaringan

a. Jenis program kemiskinan yang diterima

b. Kontribusi program kemiskinan terhadap individu atau keluarga c. Frekuensi mengutang di warung

d. Frekuensi mengutang kepada tetangga atau kerabat

(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

11. Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan objek dan fenomena yang diteliti.

Termasuk didalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian

(59)

itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung (Siagian,2011:52).

Penelitian deskriptif menggunakan kata-kata dan gambar bukan angka ketika data dikumpulkan. Berdasarkan hal tersebut maka jelas bahwa penelitian deskriptif bersifat menggambarkan dan melukiskan suatu hal berupa gambar dan foto yang didapat dari data lapangan dan kemudian menjelaskannya dengan kata-kata.

Melalui penelitian deskriptif ini penulis menggambarkan strategi lanjut usia (lansia) miskin dalam pemenuhan kebutuhan keluarga di Kelurahan Simalingkar B, Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelurahan Simalingkar B, Kecamatan Medan tuntungan Kota Medan. Alasan memilih lokasi penelitian ini dikarenakan kehidupan lanjut usia (lansia) miskin di Kelurahan Simalingkar B cukup memprihatinkan. Dimana dengan usia yang sudah lanjut, lansia tersebut tetap bekerja mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga.

B. Poulasi Dan Sampel

(60)

Penelitian ini tidak menggunakan populasi dan sampel tetapi menggunakan subjek penelitian. Istilah subjek penelitian menunjukkan kepada orang/individu atau kelompok yang dijadikan unit usaha/satuan kasus yang diteliti. Kemudian menjadi informan. Informan dalam penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberi informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Moleong,2000:97).

Dalam hal informan penelitian terdapat 2 (dua) jenis informan, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Informan Utama

Adalah merupakan orang yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang sedang diteliti. Adapun yang menjadi informan utama dalam penelitian yaitu 2 orang lanjut usia (lansia) miskin dengan berbagai profesi seperti 1 orang yang bekerja sebagai tukang pijat patah tulang/terkilir dan 1 orang yang bekerja sebagai petani yang berladang di lahan milik warga sekitar.

2. Informan Tambahan

Yaitu orang yang mengetahui dan memiliki informasi yang di perlukan untuk memperkuat penelitian. Informan dalam tambahan penelitian ini adalah anak dari informan 1 dan 2.

12. Teknik Pengumpulan Data

(61)

Dalam Penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data sebagai berikut:

1. Studi Kepustakaan, yaitu pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang akan diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, serta tulisan yang ada relevansinya dengan masalah yang akan diteliti.

2. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan- kegiatan penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta- fakta yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti melalui:

a. Observasi

Adalah pengamatan lapangan terhadap objek yang akan diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian.

b. Wawancara

Sebelum melakukan wawancara, penulis membuat panduan wawancara bagi informan. Wawancara digunakan untuk teknik pengumpulan data. Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan tanya jawab. Tanya jawab dilakukan oleh kedua pihak, yaitu pewawancara (Interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (Interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Penulis dapat melihat secara langsung ekspresi dan persepsi lansia dengan wawancara tersebut. Penulis melihat ekspresi dan persepsi lansia miskin secara langsung. Adapun tujuan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Ukur Skala Ukur Peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial Perilaku oleh keluarga yang diharapkan dari seseorang yang menempati posisi sosial yang diberikan

Dalam hasil penelitian dari data peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan adalah baik yaitu berdasarkan pernyataan keluarga mendukung

Dari uraian pembahasan dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan pada bulan Juni dan Juli 2013 terhadap 51 responden mengenai pengetahuan keluarga tentang

Dari itu peneliti tertarik untuk meneliti apa motif sebab serta motif tujuan atas tindakan yang dilakukan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan psikososial lansia di Desa

Metode Penelitian Sosial, Pedoman Praktis Penelitian Bidang Ilmu-Ilmu Sosial Dan Kesehatan.. Medan:

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual pada lanjut usia dengan gangguan mobilitas fisik di UPT PSLU Blitar

Analisis univariat ini menjelaskan hasil penelitian yang merupakan distribusi frekuensi dari hubungan peran keluarga terhadap pemenuhan kebutuhan perawatan diri

Menabung atau julo-julo ini merupakan strategi yang baik dalam pemenuhan kebutuhan hidup keluarga, karena dengan menabung apabila kita membutuhkan uang dengan