• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSENTRASI AUKSIN DAN PANJANG BAHAN SETEK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SETEK LADA SULUR PANJAT (Piper nigrum L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH KONSENTRASI AUKSIN DAN PANJANG BAHAN SETEK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SETEK LADA SULUR PANJAT (Piper nigrum L."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH :

VISIRA DEVA SHAKINA 140301097

AGROTEKNOLOGI – BUDIDAYA PERTANIAN PERKEBUNAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(2)

SKRIPSI

OLEH :

VISIRA DEVA SHAKINA 140301097

AGROTEKNOLOGI – BUDIDAYA PERTANIAN PERKEBUNAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Uiversitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

VISIRA DEVA SHAKINA : Pengaruh Konsentrasi Auksin dan Panjang Bahan Setek Terhadap Pertumbuhan Bibit Lada Sulur Panjat (Piper nigrum L.).

Dibimbing oleh JONIS GINTING dan FERRY EZRA SITEPU.

Pembibitan tanaman lada umumnya dilakukan secara vegetatif karena lebih praktis dan efisien disamping mutu atau kualitasnya sama dengan tanaman induk. Namun bahan tanam terbatas karena tidak semua tanaman dapat dijadikan tanaman induk. Maka diperlukan teknik pembibitan yang dapat menghemat bahan tanam, namun tidak mengurangi kualitas bibit, yaitu dengan menggunakan bahan tanam beruas pendek dan didukung dengan pemberian ZPT auksin. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2018 di Lahan Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah panjang bahan tanam dengan 3 taraf yaitu 1 ruas, 2 ruas dan 3 ruas, faktor kedua yaitu konsentrasi auksin dengan 4 taraf yaitu 0 ml/L, 1,5 ml/L, 3 ml/L dan 4,5 ml/L.

Parameter pengamatan adalah jumlah tunas, jumlah daun, panjang tunas, persentase kecepatan setek berakar, persentase setek bertunas, persentase setek berakar, bobot kering tajuk, bobot kering akar dan rasio tajuk akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang bahan tanam berpengaruh nyata terhadap parameter kecepatan setek berakar dan berat kering tajuk. Konsentrasi ZPT auksin tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter. Terjadi interaksi antara kedua perlakuan pada parameter panjang tunas.

Kata kunci: ZPT, Auksin, Konsentrasi, Setek, Panjang Bahan Tanam, Lada.

(5)

ABSTRACT

VISIRA DEVA SHAKINA : The effect of Auxin Growth Regulating Substances and Length of Cuttings to the growth of Pepper Plant Cuttings (Piper nigrum L.).

Supervised by JONIS GINTING and FERRY EZRA SITEPU.

Pepper nursery is generally done vegetatively because it is more practical and efficient besides the quality is the same as the parent plant.

However, planting material is limited because not all plants can be used as parent plants. So nursery techniques are needed that can save planting material, but do not reduce the quality of the seedlings, that is by using short-term planting material and supported by the provision of auxin ZPT. The study was conducted from September to December 2018 at the Research Field of the Faculty of Agriculture, Universitas Sumatera Utara, Medan, using factorial completely randomized design of two factors. The first factor is the length of planting material with 3 levels, namely 1 segment, 2 segments and 3 segments, the second factor is the concentration of auxin with 4 levels namely 0 ml/L, 1,5 ml/L, 3 ml/L and 4,5 ml/L. The parameters of the observations were the number of shoots, number of leaves, length of shoots, percentage of rooted cuttings, percentage of sprouting cuttings, percentage of rooted cuttings, canopy dry weight, root dry weight and root canopy ratio. The results showed that the length of planting material had a significant effect on the parameters of rooted cuttings and canopy dry weight. The concentration of ZPT auxin did not significantly affect all parameters. Treatment interaction significantly affected on the length of shoot.

Keyword: ZPT, Auxin, Concentrate, Cuttings, Length of Cuttings, Pepper.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung 31 Mei 1998 dari ayahanda Joni Mulyadi dan ibunda Elina Karin Sopandi, penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 2014 penulis lulus dari MA Negeri 1 Medan dan pada tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN, penulis memilih program studi Agroteknologi, minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan yaitu menjadi pengurus di Himpunan Mahasiswa Agroteknolgi periode 2015/2016 dan 2016/2017, penulis menjadi salah satu asisten di Laboratorium Perkebunan C (Kopi, Kakao dan Teh) periode 2018/2019, asisten Laboratorium Teknologi Budidaya Tanaman Pangan periode 2018/2019 dan penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di PT. Perkebunan Nusantara III, kebun Sei Daun, Kabupaten Labuhan Batu Selatan sejak 18 Juli 2017 sampai dengan 23 Agustus 2017.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapakan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Konsentrasi Auksin dan Panjang Bahan Setek Terhadap Pertumbuhan Bibit Lada Sulur Panjat (Piper nigrum L.)”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Jonis Ginting, MS., selaku ketua komisi pembimbing dan kepada

Ferry Ezra Sitepu, SP., MP., selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama penulisan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan finansial dan spiritual. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada seluruh staf pengajar, pengawai serta kerabat di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah berkontribusi dalam kelancaran studi dan penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Januari 2019

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

RIWAYAT HIDUP ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis Penelitian 4

Kegunaan Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Lada (Piper nigrum L.) 5

Syarat Tumbuh 6

Iklim 6

Tanah 6

Perbanyakan Setek 7

Auksin 9

Peranan Zat Auksin dalam Keberhasilan Setek 11 BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Praktikum 13

Bahan dan Alat 13

Metode Penelitian 13

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan 16

Persiapan Naungan 16

Pembuatan Sungkup 16

Persiapan Media Tanam 16

Persiapan Larutan Auksin 17

Persiapan Bahan Setek 17

Perendaman Setek 17

Pemberian Sungkup 17

Pemeliharaan Tanaman 18

(9)

Penyiraman 18

Penyiangan 18

Pengendalian Hama dan Penyakit 18

Pengamatan Parameter 18

Jumlah Tunas 18

Jumlah Daun 18

Panjang Tunas 18

Persentase Kecepatan Setek Berakar 19

Persentase Setek Bertunas 19

Persentase Setek Berakar 19

Bobot Kering Tajuk 19

Bobot Kering Akar 20

Rasio Akar Tajuk 20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil 21

Pembahasan 27

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 31

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jumlah tunas setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam dan

pemberian auksin 21

2. Jumlah daun setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam dan

pemberian auksin 22

3. Panjang tunas tunas setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam

dan pemberian auksin 22

4. Persentase kecepatan setek berakar setek tanaman lada pada

perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin 23

5. Persentase setek bertunas setek tanaman lada pada perlakuan bahan

tanam dan pemberian auksin 24

6. Persentase setek berakar setek tanaman lada pada perlakuan bahan

tanam dan pemberian auksin 24

7. Bobot kering tajuk setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam

dan pemberian auksin 25

8. Bobot kering akar setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam

dan pemberian auksin 26

9. Rasio tajuk akar setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam dan

pemberian auksin 26

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Deskripsi tanaman 35

2. Bagan rancangan penelitian 36

3. Gambar tata letak tanaman pada petak penelitian 37

4. Jadwal kegiatan penelitian 38

5. Perhitungan auksin 39

6. Data jumlah tunas 40

7. Sidik ragam jumlah tunas 40

8. Data jumlah daun 41

9. Sidik ragam jumlah daun 41

10. Data panjang tunas 42

11. Sidik ragam panjang tunas 42

12. Data persentase kecepatan berakar 43

13. Data transformasi persentase kecepatan berakar 43

14. Sidik ragam persentase kecepatan berakar 44

15. Data persentase setek bertunas 44

16. Sidik ragam persentase setek bertunas 45

17. Data persentase setek berakar 45

18. Sidik ragam persentase setek berakar 46

19. Data bobot kering tajuk 46

20. Sidik ragam bobot kering tajuk 47

21. Data bobot kering akar 47

22. Sidik ragam bobot kering akar 48

23. Data rasio tajuk akar 48

(12)

24. Sidik ragam rasio tajuk akar 49

25. Rekapitulasi hasil penelitian 50

26. Foto penelitian 51

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tanaman lada adalah salah satu tanaman rempah dengan nilai ekonomis yang tinggi. Tanaman ini dapat mulai berbuah dengan kisaran umur tanaman 2-3 tahun dan memiliki umur produktif yang cukup lama yaitu lebih dari 20 tahun dan bahkan bisa mencapai lebih dari 30 tahun (GIZ, 2016).

Lada (Piper nigrum L.) memiliki peran penting dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai penyumbang devisa negara, penyedia lapangan kerja, bahan baku industri, dan konsumsi langsung. Devisa dari lada menempati urutan keempat setelah minyak sawit, karet, dan kopi. Indonesia merupakan negara penghasil lada terbesar di dunia, walaupun demikian peningkatan produksi harus tetap dilakukan untuk menambah peluang pasar lada yang sudah ada. Usaha untuk menambah produksi tidak hanya melalui perluasan lahan saja, tetapi juga harus dengan perbaikan dan pengembangan teknik budidaya (Nengsih dkk, 2016).

Teknik pembibitan yang baik sangat diperlukan untuk menghasilkan bibit yang berkualitas sebagai suatu cara untuk menyediakan bahan tanam dalam jumlah banyak. Tanaman lada dapat diperbanyak secara vegetatif maupun generatif.

Perbanyakan tanaman lada umumnya dilakukan secara vegetatif yaitu menggunakan setek dari sulur panjat karena lebih praktis dan efisien disamping mutu atau kualitasnya sama dengan pohon induk. Bahan setek yang digunakan tidak boleh terlalu tua atau muda, tetapi dari sulur yang sudah berkayu dan diambil yang berada 1m diatas permukaan tanah dengan ukuran 5 -7 ruas agar

(14)

akarnya lebih banyak, namun demikian penggunaan setek 5 -7 ruas ini tidak efisien dalam penggunaan bahan tanaman (Departemen Pertanian, 2001).

Wasfandriyanto (2016) mengatakan bahwa lada dapat diperbanyak secara vegetatif dengan menggunakan bibit yang berupa batang dengan 1-2 ruas. Hal Ini merupakan peluang bagi ketersediaan bahan tanam yang mendukung peningkatan produksi.

Tingkat ketersediaan bibit yang sehat dalam jumlah banyak merupakan kunci bagi keberhasilan produksi lada. Karena itu perlu dilakukan upaya pembibitan yang menunjang pembentukan akar. Salah satu caranya adalah dengan pemberian auksin sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dapat merangsang pertumbuhan akar. Banyak bukti yang menyatakan bahwa auksin berpengaruh terhadap pertumbuhan batang dan formasi akar (Amanah, 2009).

Diantara berbagai jenis auksin, ZPT atonik merupakan salah satu jenis auksin yang banyak beredar di pasaran sehingga lebih dikenal masyarakat. ZPT ini dapat meningkatkan proses fotosintesis, meningkatkan sintesis protein dan juga meningkatkan daya serap unsur hara dari dalam tanah. Hal ini dikarenakan ZPT atonik mengandung bahan aktif triakontanol, yang umumnya berfungsi mendorong pertumbuhan, dimana dengan pemberian zat pengatur tumbuh terhadap tanaman dapat merangsang penyerapan hara oleh tanaman

(Kusumo, 2004 dalam Ulfa dkk, 2017).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ulfa dkk, (2017) menunjukkan bahwa pemberian ZPT auksin atonik 1,5 ml/L air memberikan hasil terbaik pada parameter pengamatan panjang tunas, jumlah daun, jumlah akar dan

(15)

panjang akar setek lada. Konsentrasi yang digunakan adalah 0 ml/liter air; 0,5 ml/liter air; 1 ml/liter air; 1,5 ml/liter air; dan 2 ml/liter air.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan menggunakan auksin sebagai zat pengatur tumbuh yang dapat merangsang pertumbuhan akar dan tunas dengan konsentrasi yang berbeda pada bahan tanam yang akan digunakan pada setek lada sulur panjat (Piper nigrum L.)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan bahan tanam setek lada sulur panjat (Piper nigrum L.) terhadap pemberian zat pengatur tumbuh auksin dan panjang bahan tanam setek.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh nyata terhadap konsentrasi auksin dan panjang bahan setek terhadap pertumbuhan bibit setek lada sulur panjat (Piper nigrum L.)

Kegunaan Penelitian

Penelitian berguna untuk mendapatkan data penyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan serta diharapkan berguna sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Sistematika tanaman lada adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledoneae, Ordo : Piperales, Famili : Piperaceae, Genus : Piper, Spesies : Piper nigrum L. (Steenis, 2003).

Tanaman lada termasuk tanaman kelompok dikotil yang memiliki akar tunggang. Akar utama terletak pada dasar batang dengan panjang 3-4 m, sedangkan akar-akar dari buku di atas permukaan tanah panjangnya hanya 3-5 cm, yang berfungsi sebagai penyerap hara dan untuk menempel pada tiang panjat yang sering disebut sebagai akar panjat atau akar lekat. Akar lekat hanya tumbuh di buku-buku batang utama dan cabang ortotrop, sedangkan di cabang produksi (plagiotrop) tidak muncul akar lekat (Nurhakim, 2014).

Batang mencapai ketinggian lebih dari 10 m. Tetapi tanaman lada yang sudah dewasa tidak akan dibiarkan memanjat sampai mencapai ketinggian lebih dari 10 m, melainkan dibentuk atau dibuat dengan ketinggian 4-5 m, melekat pada tajar. Sedangkan keliling tubuhnya (mahkota pohon) bergaris tengah 1,5 m (Rukmana, 2003).

Daun berbentuk bulat telur sampai memanjang dengan ujung meruncing, tunggal, bertangkai panjang 2-5 cm, dan membentuk aluran dibagian atasnya.

Daun ini berukuran 8-20 cm x 4-12 cm, berwarna hijau tua, bagian atas berkilauan, dan bagian bawah pucuk dengan titik-titik kelenjar (Rismunandar, 2007).

Bunga tanaman lada berada pada butir-butir yang berbentuk spika (tandan) dengan ujung apical yang menggantung. Dalam keadaan alami penyerbukan dapat

(17)

berlangsung dengan bantuan udara dan angin. Masa pembungaan berlangsung antara 5-7 hari (Ijas, 1960).

Buah merupakan produksi pokok daripada hasil tanaman lada. Buah lada berbentuk bulat, berbiji keras dan berkulit buah yang lunak. Kulit buah yang masih muda berwarna hijau, sedangkan yang tua berwarna kuning. Buah yang sudah masak berwarna merah, berlendir dengan rasa manis. Besar kulit dan bijinya 4-6 mm, sedangkan besarnya biji 3-4 mm. Berat 100 biji kurang lebih 38 gram. Kulit buah atau pericarp terdiri dari 3 bagian, yaitu epicarp (kulit luar), mesocarp (kulit tengah), endocarp (kulit dalam) (Rismunandar, 2007).

Syarat Tumbuh Iklim

Penyebaran tanaman lada sangat luas berada di wilayah tropika antara 200 LU dan 200 LS, dengan hari hujan 110-170 hari per tahun, dengan musim kemarau hanya 2-3 bulan per tahun. Suhu maksimum untuk pertumbuhan tanaman lada adalah 35oC dan suhu minimum 20oC (Suprapto dan Yani, 2008).

Syarat-syarat tumbuh untuk tanaman lada adalah iklim tropis, tinggi tempat 0-1.500 m dari permukaan laut, namun idealnya 0-600 m dpl, kisaran relatif udara yang optimal antara 80%-90%, curah hujan tahunan yang optimal antara 2.000-2.500 mm/tahun (Jufri 2012 dalam Achmad 2014).

Tanah

Tanaman lada dapat tumbuh pada semua jenis tanah, terutama tanah yang berpasir dan gembur dengan unsur hara yang cukup, drainase (air tanah) baik, tingkat kemasaman tanah (pH) 5,0-6,5 (Suprapto dan Yani, 2008).

(18)

Tanah yang cocok untuk tanaman lada yaitu Ultisol, inceptisol, alfisol dan andosol. Pada umumnya, penanaman lada di Indonesia di tanah ultisol dan inceptisol, karena tanaman lada memerlukan aerasi dan drainase yang baik dengan tekstur tanah lempung atau lempung berpasir dan mengandung bahan organik yang tinggi (Widiyanti, 2013).

Perbanyakan Setek

Setek adalah perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman (akar, batang dan tunas) dengan tujuan agar bagian tersebut memiliki akar. Pada irisan miring, setek akan mempunyai permukaan yang lebih luas bila dibandingkan dengan berpangkal datar sehingga jumlah akar yang tumbuh lebih banyak karena pada pangkal setek ini terakumulasi zat tumbuh (Artanti, 2007).

Perkembangbiakan vegetatif (setek), bertujuan untuk mendapatkan bibit secara cepat tanpa ada perubahan sifat atau tanaman baru yang mempunyai sifat sama dengan tanaman induk. Macam setek yang bisa digunakan adalah setek batang, daun, akar, dan tunas. Setek batang ialah setek yang berasal dari batang tanaman. Bila batang terlalu pendek akan cepat kering, cadangan makanan kurang sehingga peluang hidup kecil. Jika batang terlalu panjang pertumbuhan tunas dan akar lambat dan boros (Ulfa dkk, 2017).

Keberhasilan dalam penyetekan salah satunya bergantung pada kondisi bahan setek yang digunakan. Setek yang berasal dari bagian tanaman yang masih muda akan lebih mudah berakar daripada setek yang berasal dari bagian tanaman yang sudah tua. Kemampuan setek untuk membentuk akar adventif akan berkurang seiring dengan penambahan umur pada tanaman induknya

(Hartmann dan Kester, 1990 dalam Yulistyani dkk, 2014).

(19)

Setek lada digolongkan menjadi 2 jenis yaitu setek panjang dan setek pendek. Setek panjang menggunakan bahan setek 6-8 buku sedangkan setek pendek menggunakan dua buku. Setek pendek lebih efektif dan efisien bila dibandingkan dengan setek panjang. Penggunaan setek panjang memiliki tingkat risiko kegagalan lebih besar. Setek panjang memerlukan penyulaman sebesar 73,8% (Balai Penelitian Rempah dan Obat, 1996).

Perbanyakan dengan setek menghadapi masalah sulitnya tanaman untuk membentuk perakaran sehingga keberhasilan perbanyakan dengan setek ini masih rendah. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk merangsang terbentuknya akar adalah dengan menggunakan zat pengatur tumbuh (Gusniwati dkk, 2007).

Setek dikatakan hidup jika mampu mengeluarkan akar dan tunas, namun jika yang tumbuh hanya salah satunya maka tanaman tersebut tidak akan bertahan lagi karena dapat mengalami proses kematian dengan ciri-ciri fisik yaitu warna daun menguning atau batang mengering. Untuk dapat bertahan hidup maka setek memerlukan cadangan makanan dan hormon auksin endogen yang berasal dari bahan setek tersebut. Bahan setek sangat berpengaruh terhadap besarnya persentase hidup. Semakin panjang bahan setek maka cadangan makan seperti karbohidrat dan nitrogen akan semakin banyak sehingga dapat menghasilkan tunas dan akar yang lebih baik dengan taraf persentase hidup yang tinggi (Pujawati, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian Nengsih dkk, (2016) terbukti bahwa setek lada dari sulur panjat menghasilkan persentase setek hidup tertinggi yaitu 80%

sedangkan setek dari sulur buah hanya 33%. Data ini mengindikasikan bahwa setek dari sulur panjat memiliki sumber energi (karbohidrat) dan hormon tumbuh

(20)

endogen paling tinggi yang dapat digunakan setek untuk menumbuhkan calon tunas dan calon akar. Diduga sulur panjat merupakan sulur yang aktif dalam pertumbuhan sehingga setek dari bagian sulur panjat ini dapat tumbuh dengan baik dan seimbang antara akar dan tunas untuk membentuk tanaman baru.

Pada awal pertumbuhan setek, cadangan makanan yang dikandung dalam bahan stek yaitu karbohidrat dan nitrogen sangat mempengaruhi perkembangan tunas setek (Wudianto, 2003). Daun merupakan tempat menghasilkan karbohidrat, karbohidrat dihasilkan dari proses fotosintesis, oleh karena itu penyisaan daun pada bahan setek bertujuan agar fotosintesis tetap dapat berlangsung sehingga bahan setek tetap dapat memperoleh energi (karbohidrat) untuk membantu dalam pembentukan tunas dan akar. Selain menghasilkan karbohidrat, daun juga merupakan sumber auksin yang akan bergerak ke bawah dan menumpuk di bagian dasar setek yang selanjutnya akan menstimulir pembentukan akar

(Rochiman dan Harjadi, 2003) Auksin

Hormon auksin adalah hormon tumbuhan yang berfungsi untuk memacu proses pemanjangan sel. Hormon ini dihasilkan pada bagian koleoptil (titik tumbuh) pucuk tumbuhan, yaitu ujung akar dan batang. Peran auksin pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Belanda bernama Fritz Went (1903-1990). Auksin berpengaruh pada pemanjangan, pembelahan, dan diferensiasi sel tumbuhan.

Auksin yang dihasilkan pada tunas apikal (ujung) batang dapat menghambat tumbuhnya tunas lateral (samping) tumbuhan. Fungsi lain dari hormon auksin adalah membantu proses pertumbuhan akar dan batang, mempercepat perkecambahan, membantu proses pembelahan sel, merangsang kambium untuk

(21)

membentuk xilem dan floem, memelihara elastisitas dinding sel, membentuk dinding sel primer, mempercepat pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah, menghambat rontoknya buah dan gugurnya daun, serta membantu proses partenokarpi (pembuahan tanpa penyerbukan) (Dwiati, 2016).

Auksin mempunyai peran ganda tergantung pada struktur kimia, konsentrasi, dan jaringan tanaman yang diberi perlakuan. Pada umumnya auksin digunakan untuk menginduksi pembentukan kalus, kultur suspensi, dan akar, yaitu dengan memacu pemanjangan dan pembelahan sel di dalam jaringan kambium (Pierik, 1987 dalam Safitri, 2017).

Pada saat ini telah banyak beredar zat pengatur tumbuh auksin di pasaran, salah satunya dengan merk dagang Atonik. Atonik berwarna coklat, dapat larut dalam air, mengandung bahan aktif berupa senyawa nitro aromatik dengan komponen utama berupa senyawa fenol dan gugus aktif natrium (Jaenuri, 1991).

Atonik dibangun dari bahan aktif natrium senyawa fenol dan berfungsi sebagai karier metabolit dalam proses metabolisme, dan ion Na+ mampu menggantikan sebagian fungsi ion K+ (Sumiati, 1989). Bahan utama komponen aktifnya terdiri dari natrium 5-nitroguaicol (C7H6NO4Na), natrium ortonitrofenol (C6H4NO3Na), natrium para-nitrofenol (C6H4NO3Na) dan natrium 2,4dinitrofenol (C6H3N2O5Na) (Afandhie dan Yuwono, 2007).

Zat pengatur tumbuh atonik juga mengandung bahan aktif triakontanol, yang umumnya berfungsi mendorong pertumbuhan, dimana dengan pemberian zat pengatur tumbuh terhadap tanaman dapat merangsang penyerapan hara oleh tanaman (Kusumo, 2004).

(22)

Berdasarkan penelitian Irma (2013) dilaporkan bahwa pemberian larutan atonik 2 ml/L air pada tanaman jagung berpengaruh dalam pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Sunarlin dkk, (2012), menyatakan perendaman benih semangka menggunakan larutan atonik 1 ml/L berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman semangka.

Peranan Zat Auksin dalam Keberhasilan Setek

Setek memegang peranan penting dalam pembibitan tanaman lada karena lebih efektif dan praktis serta bibit yang dihasilkan mempunyai sifat yang sama dengan pohon induknya. Kelemahan bibit asal setek memiliki perakaran yang kurang baik, adanya dampak kelemahan dan kekurangan bibit setek sehingga perakaran setek kurang baik maka dibutuhkan pemberian ZPT untuk merangsang terjadinya pembentukan akar setek (Ulfa dkk, 2017).

Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik selain hara yang dalam jumlah kecil dapat mendukung, menghambat, maupun mengubah proses fisiologi tumbuhan. Menurut Wattimena (1988) bahwa zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin dapat merangsang akar.

Fungsi hormon auksin mengatur proses pembesaran sel dan memacu proses pemanjangan sel di daerah meristem subapikal. Auksin dapat meningkatkan tekanan osmotik, permiabilitas sel, mengurangi tekanan pada dinding sel, meningkatkan plastisitas dan mengembangkan dinding sel, serta meningkatkan sintesis protein. Dalam hubungannya dengan permiabilitas sel, auksin meningkatkan difusi masuknya air ke datam sel. Secara umum, sistem kerja hormon auksin adalah menginisiasi pemanjangan dan pembesaran sel serta memacu protein tertentu yg ada di membran plasma sel untuk memompa ion tf ke

(23)

dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen dengan rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis melalui dinding sel. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa auksin merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang mempengaruhi pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesis protein (Dwiati, 2016).

Menurut Hartmann et al., (2002) dalam Wulandari (2017) terdapat tiga cara yang sering digunakan dalam pengaplikasian larutan zat pengatur tumbuh yaitu Pencelupan cepat (Concentrated Solution Dip Method), Perendaman (Dilute Solution Soaking Method), dan Pasta (Commercial Powder Preparation).

Pada metode pencelupan cepat, pangkal batang dicelupkan dalam larutan zat pengatur tumbuh dengan waktu yang cepat, yaitu sekitar lima detik.

Konsentrasi yang digunakan pada metode ini berkisar antara 500 ppm hingga 10.000 ppm.

Pada metode perendaman, pangkal batang direndam dalam larutan zat pengatur tumbuh. Konsentrasi yang digunakan berkisar antara 20 ppm bagi spesies yang mudah berakar hingga 200 ppm untuk spesies yang sulit berakar.

Pada metode pasta, pangkal batang diberi hormon yang terkandung dalam zat pembawa yang berupa serbuk inert, misalnya tanah liat atau tepung.

Konsentrasi yang digunakan berkisar 200 ppm hingga 1000 ppm untuk setek berbatang lunak dan untuk setek berkayu menggunakan konsentrasi yang lima kali lebih tinggi.

(24)

Berdasarkan hasil penelitian Mayerni dkk, (2008) menyatakan bahwa pemberian NAA dengan tingkat konsentrasi 100 ppm dan lama perendaman 30 menit menghasilkan panjang akar yang lebih panjang.

Berdasarkan hasil penelitian Prihandono (2010) terbukti bahwa perendaman IAA selama 30 menit adalah perlakuan yang terbaik. Lama perendaman yang digunakan adalah 15 menit, 30 menit dan 45 menit.

(25)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lahan Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 28 meter di atas permukaan laut, pada bulan September 2018 sampai dengan Desember 2018.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sulur panjat 1 ruas, 2 ruas dan 3 ruas tanaman lada dengan satu daun sebagai bahan tanam yang diambil dari pohon induk, polibag ukuran 15 x 20 cm sebagai wadah media tanam, top soil sebagai media tanam, pupuk kandang sebagai bahan campuran media tanam, pasir sebagai bahan campuran media tanam, fungisida Dithane M-45 sebagai pencegah serangan cendawan, auksin sebagai zat pengatur tumbuh, aquades sebagai pelarut auksin, plastik bening sebagai sungkup, bambu sebagai tiang naungan, paranet sebagai atap naungan.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul sebagai alat untuk membuat plot, parang untuk memotong bambu, ayakan untuk mengayak media tanam, cutter untuk memotong bahan setek, pipet untuk mengukur auksin, ember sebagai wadah merendam bahan tanam setek dengan larutan, hand sprayer dan gembor sebagai alat untuk menyiram tanaman, oven sebagai alat untuk mengeringkan tanaman, penggaris untuk mengukur panjang tunas dan akar, dan alat lainnya yang mendukung penelitian.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor yaitu:

(26)

Faktor I : Bahan Tanam Setek Lada Sulur Panjat (S) dengan 2 jenis, yaitu:

S1 : Setek 1 ruas (2 buku) S2 : Setek 2 ruas (3 buku) S3 : Setek 2 ruas (4 buku)

Faktor II : Konsentrasi Auksin (A) dengan 4 taraf, yaitu:

A0 : Kontrol (tanpa pemberian zat pengatur tumbuh) A1 : Auksin 1,5 ml/L

A2 : Auksin 3 ml/L A3 : Auksin 4,5 ml/L

Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan, yaitu :

S1A0 S1A1 S1A2 S1A3

S2A0 S2A1 S2A2 S2A3

S3A0 S3A1 S3A2 S3A3

Jumlah ulangan : 3 Ulangan

Jumlah petak : 36 petak

Jumlah tanaman per petak : 8 tanaman dalam polibag Jumlah sampel per petak : 5 tanaman

Jumlah sampel destruktif per petak : 5 tanaman Jumlah sampel seluruhnya : 180 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya : 288 tanaman Jarak tanam antar polibag : 10 cm x 10 cm Jarak antar blok : 40 cm

Jarak antar petak : 20 cm

Ukuran petak : 80cm x 50 cm

(27)

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan model linear sebagai berikut:

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

i = 1, 2,3 j = 1, 2,3,4 k = 1, 2, 3 dimana:

Yijk = Data hasil pengamatan dari unit percobaan pengaruh bahan tanam stek pada taraf ke-i dan pengaruh dosis auksin pada taraf ke-j pada ulangan ke-k

μ = Nilai tengah

αj = Pengaruh bahan tanam setek pada taraf ke- i βk = Pengaruh dosis auksin pada taraf ke-j

(αβ)jk = Pengaruh interaksi setek pada taraf ke-i dan dosis pada taraf ke-j εijk = Pengaruh galat pada bahan tanam stek pada taraf ke-i dan dosis

auksin pada taraf ke-j pada ulangan ke-k

Terhadap perlakuan yang memiliki sidik ragam yang nyata, dilanjutkan analisis lanjutan dengan menggunakan Uji Berjarak Ganda Duncan dengan taraf 5%.

(28)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan lahan

Areal lahan dibersihkan dari gulma dan sampah lainnya. Lahan diukur dan dibuat petak penelitian dengan luas 50 x 50 cm dengan jarak antar plot 20 cm dan jarak antar blok 40 cm.

Persiapan Naungan

Naungan dibuat dari bambu sebagai tiang dan paranet 75% sebagai atap memanjang untuk mengurangi kontak langsung dengan sinar matahari dengan tinggi 2 m, panjang areal 8,5 m dan lebar 3,2 m.

Pembuatan Sungkup

Kerangka sungkup dibuat dengan menggunakan bambu yang di bentuk melengkung membentuk setengah lingkaran dengan lebar 2,5 m, panjang 4,5 m dan tinggi 80 cm. Kemudian dilapisi plastik transparan.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang akan digunakan adalah top soil yang dicampur dengan menggunakan polibag ukuran 15 x 20 cm. Tanah tersebut sebelumnya diayak, dan kemudian dicampur top soil, pupuk kandang dan pasir dengan perbandingan 2:1:1 hingga media homogen. Media tanam selanjutnya diinkubasi yaitu dengan cara tanah yang telah diayak diberikan fungisida Dithane M-45 80 WP (2 g/L air) sampai seluruh media tanam lembab kemudian ditutup dengan spanduk. Inkubasi dilakukan selama 7 hari dengan membolak-balik tanah 2 hari sekali untuk menjaga tanah tidak menggumpal dan lebih cepat kering. Kemudian media dimasukkan ke dalam polibag sebanyak ¾ bagian polibag lalu ditempatkan dan diatur di lahan pertanian.

(29)

Persiapan Larutan Auksin

Auksin yang digunakan adalah dengan merk dagang Atonik. Atonik diukur dengan pipet ukur sebanyak 1,5 ml, 3 ml, dan 4,5 ml sesuai dengan perlakuan yang kemudian dilarutkan pada 1 liter aquades.

Persiapan Bahan Setek

Bahan setek diambil dari pohon induk dan dipilih tanaman lada yang sudah berkayu, dengan diameter 0,5 cm dan berumur minimal 2 tahun. Kemudian setek dipotong dengan ukuran satu ruas, dua ruas dan tiga ruas dengan menggunakan pisau cutter. Bagian pangkal setek dipotong miring. Dipilih bahan setek hingga memiliki jumlah daun, panjang setek, warna dan diameter batang yang tidak berbeda nyata.

Perendaman Setek

Pemberian auksin dilakukan dengan cara direndam. Bahan setek yang sudah dipisahkan menurut perlakuan kemudian diikat dan dimasukkan ke dalam wadah yang sudah berisi larutan auksin pada masing-masing dosis ZPT tersebut kecuali pada kontrol (0 ml/L) dan direndam selama 30 menit.

Pemberian Sungkup

Bahan tanam setek yang telah ditanam pada media tanam diberi sungkup secara keseluruhan pada satu areal pertanaman dengan menggunakan plastik bening berbentuk setengah lingkaran untuk menjaga kelembaban media tanam dan mengurangi terjadinya transpirasi. Sungkup dibuka setelah tanaman berumur 2 minggu. Pembukaan sungkup dilakukan secara berangsur-angsur hingga tanaman berumur 5 minggu (Suprapto dan Yani, 2008).

(30)

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan sesuai kondisi lapang media.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut rumput yang berada dalam polibag dan menggunakan cangkul untuk gulma yang berada pada petakan. Penyiangan dilakukan sekali dalam seminggu

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan insektisida Decis sedangkan pengendaalian penyakit menggunakan fungisida Dithane M-45 atau nematisida Furadan. Aplikasi insektisida atau fungisida ini tergantung dari kondisi lapangan.

Parameter Pengamatan Jumlah Tunas

Jumlah tunas diaamati dengan cara meneghitung setiap tunas yang tumbuh dari setek. Perhitungan jumlah tunas dimulai pada minggu ke - 3 setelah tanam dan diamati setiap minggu.

Jumlah Daun

Jumlah daun dihitung setiap minggu sekali yaitu daun yang telah membuka sempurna pada tunas yang telah tumbuh. Perhitungan jumlah daun dimulai pada minggu ke - 3 setelah tanam dan diamati setiap minggu.

Panjang Tunas

Panjang tunas dihitung pada semua tunas dari setiap tunas yang muncul dari mata tunas. Pengukuran dimulai dari pangkal tunas sampai titik tumbuh.

(31)

Pengukuran panjang tunas dimulai pada minggu ke - 3 setelah tanam dan diamati setiap minggu.

Persentase Kecepatan Setek Berakar

Kecepatan setek berakar diukur pada 6 MST . Penghitungan kecepatan setek berakar dilakukan dengan cara mengambil 1 tanaman sampel pada setiap ulangan perlakuan, tanaman yang menjadi sampel kecepatan setek berakar berbeda dengan sampel tanaman untuk pengukuran data yang lain. Dicabut tanaman secara hati-hati dan melihat ada atau tidaknya akar yang telah tumbuh.

Persentase kecepatan setek berakar dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Persentase kecepatan setek berakar = Jumlah setek yang berakar

Jumlah setek sampel Persentase Setek Bertunas

Pengamatan persentase setek bertunas dilakukan pada saat minggu terakhir penelitian. Persentase setek bertunas dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Persentase setek bertunas = Jumlah setek yang bertunas

Jumlah setek yang ditanam Persentase Setek Berakar

Pengamatan persentase setek berakar dilakukan pada saat minggu terakhir penelitian. Persentase setek berakar dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Persentase setek bertunas = Jumlah setek yang berakar

Jumlah setek yang ditanam Bobot Kering Tajuk

Bobot kering tunas diukur pada akhir penelitian. Tunas diovenkan selama 48 jam dengan suhu 70oC, kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.

x 100 %

X 100 %

X 100 %

(32)

Bobot Kering Akar

Bobot kering akar diukur pada akhir penelitian. Akar diovenkan selama 48 jam dengan suhu 70oC, kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.

Rasio Tajuk Akar

Rasio tajuk akar adalah perbandingan bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Rasio tajuk akar dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Rasio Tajuk Akar = Bobot Kering Tajuk Bobot Kering Akar

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Dari hasil pengamatan dan analisis data yang dilakukan, diperoleh bahwa perlakuan bahan tanam, pemberian auksin, serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata pada semua parameter.

Jumlah Tunas

Data pengamatan dan sidik ragam jumlah tunas dapat dilihat pada Lampiran 6-7 yang menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam, pemberian auksin, serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah tunas.

Jumlah tunas setek lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah tunas setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin.

Bahan Tanam (Ruas)

Pemberian Auksin (ml/L)

Rataan A0 (0) A1 (1,5) A2 (3) A3 (4,5)

---tunas---

S1 (1) 1,07 1,53 1,00 1,07 3,50

S2 (2) 1,40 1,20 1,33 1,00 3,70

S3 (3) 1,32 1,27 1,13 1,20 3,69

Rataan 3,78 4,00 3,47 3,27

Data jumlah tunas tertinggi terdapat pada perlakuan S1A1 yaitu 1,53 dan data jumlah tunas terendah terdapat pada perlakuan S1A2, S2A3 dan S3A3 yaitu 1,00,

Jumlah Daun

Data pengamatan dan sidik ragam jumlah daun dapat dilihat pada Lampiran 8-9 yang menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam, pemberian auksin, serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun.

(34)

Jumlah tunas setek lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah daun setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin.

Bahan Tanam (Ruas)

Pemberian Auksin (ml/L)

Rataan A0 (0) A1 (1,5) A2 (3) A3 (4,5)

---helai---

S1 (1) 4,20 4,71 3,65 3,47 4,01

S2 (2) 5,13 3,62 4,45 5,03 4,56

S3 (3) 4,92 3,93 4,13 4,27 4,31

Rataan 4,75 4,09 4,08 4,26

Data jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan S2A0 yaitu 5,13 dan data jumlah daun terendah terdapat pada perlakuan S1A3 yaitu 3,47.

Panjang Tunas

Data pengamatan dan sidik ragam panjang tunas dapat dilihat pada Lampiran 10-11 yang menunjukkan bahwa interaksi pada kedua perlakuan memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata.

Panjang tunas setek lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Panjang tunas setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin.

Bahan Tanam (Ruas)

Pemberian Auksin (ml/L)

Rataan A0 (0) A1 (1,5) A2 (3) A3 (4,5)

---cm---

S1 (1) 16,28 bcd 24,06 ab 16,27 bcd 17,49 bcd 19,28 S2 (2) 21,69 abc 16,25 cd 14,33 d 24,03 ab 18,97 S3 (3) 22,55 abc 17,19 bcd 24,50 a 17,21 bcd 20,36

Rataan 20,17 19,17 18,37 17,35

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%

(35)

Data panjang tunas tertinggi terdapat pada perlakuan S3A2 yaitu 24,50 dan data panjang tunas terendah terdapat pada perlakuan S2A2 yaitu 14,33.

Persentase Kecepatan Setek Berakar

Data pengamatan dan sidik ragam persentase kecepatan setek berakar dapat dilihat pada Lampiran 12-14 yang menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam memberikan pengaruh yang nyata, tetapi pemberian auksin, serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap persentase kecepatan setek berakar.

Persentase kecepatan setek berakar setek lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase kecepatan setek berakar setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin.

Bahan Tanam (Ruas)

Pemberian Auksin (ml/L)

Rataan A0 (0) A1 (1,5) A2 (3) A3 (4,5)

---%---

S1 (1) 100,00 88,89 100,00 100,00 97,22 a S2 (2) 77,78 77,78 77,78 77,78 77,78 b S3 (3) 66,67 44,44 66,67 44,44 55,56 c

Rataan 81,48 70,37 81,48 74,07

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%

Data persentase kecepatan setek berakar tertinggi terdapat pada perlakuan S1A0, S1A2 dan S1A3 yaitu 100% dan data persentase kecepatan setek berakar terendah terdapat pada perlakuan S3A1 dan S3A3 yaitu 44,44.

Persentase Setek bertunas

Data pengamatan dan sidik ragam persentase setek bertunas dapat dilihat pada Lampiran 15-16 yang menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam,

(36)

pemberian auksin, serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap persentase setek bertunas.

Persentase setek bertunas setek lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase setek bertunas setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin.

Bahan Tanam (Ruas)

Pemberian Auksin (ml/L)

Rataan A0 (0) A1 (1,5) A2 (3) A3 (4,5)

---%---

S1 (1) 100,00 86,67 93,33 93,33 93,33 S2 (2) 100,00 93,33 100,00 93,33 96,67 S3 (3) 100,00 100,00 86,67 100,00 96,67 Rataan 100,00 93,33 93,33 95,56

Data persentase setek bertunas tertinggi terdapat pada perlakuan S1A0, S2A0, S2A2, S3A0, S3A1, dan S3A3 yaitu 100% dan data persentase setek bertunas terendah terdapat pada perlakuan S1A1 dan S3A2 yaitu 86,67.

Persentase Setek Berakar

Data pengamatan dan sidik ragam persentase setek berakar dapat dilihat pada Lampiran 17-18 yang menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam, pemberian auksin, serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap persentase setek berakar.

Persentase setek berakar setek lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin dapat dilihat pada Tabel 6.

(37)

Tabel 6. Persentase setek berakar setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin.

Bahan Tanam (Ruas)

Pemberian Auksin (ml/L)

Rataan A0 (0) A1 (1,5) A2 (3) A3 (4,5)

---%---

S1 (1) 100,00 86,67 93,33 100,00 95,00 S2 (2) 100,00 100,00 93,33 93,33 96,67 S3 (3) 100,00 100,00 93,33 93,33 96,67

Rataan 100,00 95,56 93,33 95,56

Data persentase setek berakar tertinggi terdapat pada perlakuan S1A0, S1A3, S2A0, S2A1, S3A0 dan S3A1 yaitu 100% dan data persentase setek berakar terendah terdapat pada perlakuan S1A1 yaitu 86,67.

Bobot Kering Tajuk

Data pengamatan dan sidik ragam bobot kering tajuk dapat dilihat pada Lampiran 19-20 yang menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam memberikan pengaruh yang berbeda nyata, tetapi pada pemberian auksin, serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tajuk.

Bobot kering tajuk setek lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Bobot kering tajuk setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin.

Bahan Tanam (Ruas)

Pemberian Auksin (ml/L)

Rataan A0 (0) A1 (1,5) A2 (3) A3 (4,5)

---g---

S1 (1) 4,26 5,86 5,00 4,71 4,96 c

S2 (2) 7,00 6,51 5,47 7,20 6,55 b

S3 (3) 8,72 7,89 8,01 6,93 7,89 a

Rataan 6,66 6,75 6,16 6,28

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%

(38)

Data bobot kering tajuk tertinggi terdapat pada perlakuan S3A0 yaitu 8,72 dan data bobot kering tajuk terendah terdapat pada perlakuan S1A0 yaitu 4,26.

Bobot Kering Akar

Data pengamatan dan sidik ragam bobot kering akar dapat dilihat pada Lampiran 21-22 yang menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam, pemberian auksin, serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering akar.

Bobot kering akar setek lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Bobot kering akar setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin.

Bahan Tanam (Ruas)

Pemberian Auksin (ml/L)

Rataan A0 (0) A1 (1,5) A2 (3) A3 (4,5)

---g---

S1 (1) 1,12 1,43 1,07 1,16 1,20

S2 (2) 1,81 1,13 1,15 1,83 1,48

S3 (3) 1,48 1,83 1,79 1,74 1,71

Rataan 1,47 1,46 1,34 1,58

Data bobot kering akar tertinggi terdapat pada perlakuan S3A1 dan S2A3

yaitu 1,83 dan data bobot kering akar terendah terdapat pada perlakuan S1A2 yaitu 1,07.

Rasio Tajuk Akar

Data pengamatan dan sidik ragam rasio tajuk akar dapat dilihat pada Lampiran 23-24 yang menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam, pemberian auksin, serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap rasio tajuk akar.

Rasio tajuk akar setek lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin dapat dilihat pada Tabel 8.

(39)

Tabel 8. Rasio tajuk akar setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin.

Bahan Tanam (Ruas)

Pemberian Auksin (ml/L)

Rataan A0 (0) A1 (1,5) A2 (3) A3 (4,5)

S1 (1) 4,46 4,02 4,64 4,08 4,30

S2 (2) 4,26 5,82 5,18 3,96 4,80

S3 (3) 5,90 4,73 4,46 4,15 4,81

Rataan 4,87 4,86 4,76 4,06

Data rasio tajuk akar tertinggi terdapat pada perlakuan S3A0 yaitu 5,90 dan data rasio tajuk akar terendah terdapat pada perlakuan S2A3 yaitu 3,96.

Pembahasan

Respon pertumbuhan setek lada terhadap bahan tanam dan pemberian zat pengatur tumbuh auksin dengan konsentrasi yang berbeda

Berdasarkan hasil penilitian diketahui bahwa bahan tanam setek berpengaruh nyata pada parameter kecepatan setek berakar. Hal ini diduga karena ketiga bahan tanam tersebut berasal dari sulur panjat, walaupun memiliki panjang yang berbeda. Bahan tanam yang berasal dari sulur panjat memiliki potensi yang bagus untuk tumbuh, menurut Budi et al. (2012) bahwa zat pengatur tumbuh yang paling berperan pada pengakaran stek adalah auksin, sedangkan zat pengatur tumbuh yang paling berperan dalam pembentukan tunas adalah sitokinin.

Kandungan auksin dan sitokinin yang seimbang pada stek sulur panjat diduga akan meningkatkan persentase hidup stek asal sulur panjat. Selain itu stek sulur panjat tidak menghabiskan energi untuk menghasilkan bunga sehingga kandungan karbohidrat tetap tinggi sampai stek itu ditanam. Kandungan fotosintat ini tidak lagi tersedot ke calon bunga dan buah, melainkan tetap tersimpan dalam batang dan daun yang tinggal, sehingga pada saatnya akan digunakan kembali untuk pertumbuhan tunas.

(40)

Bahan tanam satu ruas cenderung berakar lebih cepat dibandingkan bahan tanam yang tiga ruas. Hal ini dikarenakan pendeknya bahan tunas, yang menyebabkan bahan setek berakar lebih cepat. Semakin pendek bahan setek, maka semakin sedikit tanaman membutuhkan cadangan makanan untuk tetap hidup, sehingga cadangan makanan yang ada dapat difokuskan untuk pertumbuhan akar. Menurut Djamhuri (2011) cadangan karbohidrat pada tanaman yang merupakan hasil dari keseimbangan proses respirasi dan fotosintesis, perombakannya dapat dikurangi karena tidak ada pembungaan, sehingga memungkinkan tanaman mengakumulasi cadangan makanan. Dengan demikian pada kondisi optimum karbohidrat akan berintegrasi dengan bahan pembangun lainnya. Selanjutnya Haryadi et al. (1996), menyatakan bahwa korbohidrat berperan dalam meningkatkan pembelahan sel jaringan meristem pada titik-titik tumbuh. Ketersediaan zat makanan sangat mempengaruhi persentase keberhasilan pertumbuhan bibit asal setek, terutama ketersediaan bahan-bahan pembangun seperti karbohidrat. Kandungan karbohidrat ini dalam setek sangat mempengaruhi sekali terhadap perkembangan tunas dan akar (Kafrawi, 2007).

Perlakuan bahan tanam juga berpengaruh nyata pada parameter berat kering tajuk. Data menunjukkan bahwa pada parameter panjang tunas, setek bertunas, setek berakar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan rasio tajuk akar tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam tiga ruas (S3). Hal ini diduga karena persediaan cadangan makanan pada bahan tanam tiga ruas lebih banyak.

Ketersediaan bahan makanan ini menyebabkan cukup tersedianya energi bagi tanaman untuk melakukan proses pembelahan, pembesaran dan pemanjangan sel yang kemudian akan mempengaruhi pertumbuhan organ tanaman yang lebih baik,

(41)

hal ini sesuai dengan Hartmann et al. (2002) yang menyatakan bahwa tingkat keberhasilan setek dapat menghasilkan tunas disebabkan oleh kandungan cadangan makanan yang dimiliki oleh setek untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Wulandari, 2017).

Berdasarkan hasil penelitian pemberian zat pengatur tumbuh auksin dengan konsentrasi yang berbeda juga tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter. Wulandari (2017) mengatakan bahwa pada dasarnya bahan tanam lada sudah mempunyai cukup auksin endogen sehingga pemberian zat pengatur tumbuh auksin cenderung tidak direspon jika dilihat sebagai faktor tunggal. Hal ini diduga berkaitan dengan adanya dominansi apikal dimana auksin yang terakumulasi di daerah pucuk akan terdistribusi ke bagian meristem lain seperti buku di dekat mata tunas akibat adanya pemotongan di daerah pucuk sehingga akan mempengaruhi aktivitas meristem pada mata tunas untuk tumbuh membentuk tunas lateral.

Interaksi bahan tanam setek dan pemberian zat pengatur tumbuh auksin tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter kecuali panjang tunas.

Menurut Hidayanto dkk., (2003) hal ini diduga karena kandungan karbohidrat yang lebih banyak, akan mampu memacu pertumbuhan awal tunas, sehingga pertumbuhan panjang tunas juga akan lebih cepat. Karbohidrat dari cadangan makanan yang berada di dalam setek, setelah tunas berkembang, bersama-sama dengan protein yang diperoleh dari proses fotosintesis digunakan dalam pembelahan dan pemanjangan sel. Perpanjangan sel pada akibat titik tumbuh akan mengakibatkan bertambahnya tinggi tanaman. Auksin berpengaruh pada pemanjangan, pembelahan dan diferensiasi sel tumbuhan. Auksin yang dihasilkan

(42)

pada tunas apikal (ujung) batang dapat menghambat tumbuhnya tunas lateral (samping) tumbuhan. Fungsi lain dari hormon auksin adalah membantu proses pertumbuhan akar dan batang, mempercepat perkecambahan, membantu proses pertumbuhan akar dan batang, mempercepat perkecambahan, membantu proses pembelahan sel, merangsang kambium untuk membentuk xilem dan floem (Dwiati, 2016). Menurut Kusumo (2004) atonik yang merupakan zat pengatur tumbuh yang bahan aktif triakontanol, yang umumnya berfungsi mendorong pertumbuhan, dimana dengan pemberian zat pengatur tumbuh terhadap tanaman dapat merangsang penyerapan hara oleh tanaman, oleh karena itu interaksi antara panjang bahan tanam setek 3 ruas dan auksin sebanyak 3 ml/L memberikan hasil tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain.

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Bahan tanam yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata pada kecepatan setek berakar dan berat kering tajuk terhadap pertumbuhan setek lada sulur panjat.

2. Kosentrasi zat pengatur tumbuh auksin yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pertumbuhan setek lada sulur panjat.

3. Terjadi interaksi antara berbagai bahan tanam dan berbagai konsentrasi zat pengatur tumbuh auksin pada parameter panjang tunas terhadap pertumbuhan setek lada sulur panjat.

Saran

Disarankan menggunakan bahan tanam setek tiga ruas dan tanpa auksin untuk pengoptimalan produksi.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Afandhie R dan N.W Yuwono. 2007. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Ahmad, M. 2014. Pengaruh Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dan Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan Setek Lada (Piper nigrum L.). Skripsi STIPER Dharma Wacana Metro Lampung

Amanah, S. 2009. Pertumbuhan Bibit Setek Lada (Piper nigrum L.) Pada Beberapa Macam Media dan Konsentrasi Auksin. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Artanti, Y. F. 2007. Pengaruh Macam Pupuk Organik Cair dan Konsentrasi IAA terhadap Pertumbuhan Setek Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M.). Skripsi S1 FP UNS, Surakarta.

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 1996. Monograf Tanaman Lada.

Balitro, Bogor.

Budi, M.A.I. Donowati dan Dianto.2012. Pengaruh Kencing Sapi dan Air Kelapa Muda pada Pertumbuhan Stek Lada (Piper nigrum L.) Jurnal Java Primordial Volume 8, Nomor 1, April 2012

Departemen Pertanian. 2001. Teknik Perbanyakan Bibit Lada Sistem Satu Ruas.

Lembar Informasi Pertanian. BPTP Sumatera Selatan.

Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ). 2016.

Praktek Budidaya yang baik. Wisma Bakri, Jakarta.

Djamhuri, E. 2011. Pemanfaatan Air Kelapa Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Stek Pucuk Meranti Tembaga (Shorea leprosula Miq.) Jurnal Silvikultur Tropika. Vol. 02 No. 01 April 2011, Hal. 5 – 8. ISSN: 2086- 8227

Dwiati, M. 2016. Peran Zat Pengatur Tumbuh Auksin dan Sitokinin terhadap Pertumbuhan Semai Anggrek Phalaenopsis. Pelatihan Budidaya Anggrek di PKH Banteran, Jawa Tengah.

Gusniwati, Irawan, B., dan Neliyati. 2007. Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh Auksin untuk Memacu Perakaran dan Pertumbuhan Setek Duku. Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 1.

Hartmann, H.T., and D.E Kester. 1990. Plant Propagation: Principles and Practices Fifth Edition. Prentice Hall. International Inc. New York.

(45)

Haryadi, Darmawan dan Zaubin. 1996. Pengaruh Jenis Setek dan Media Pembibitan Terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Lada (Piper nigrum L.). Bul. Agron. 24(1): 6-9 (1996)

Hidayanto, M., Nurjannah, S. dan Yossita, F. 2003. Pengaruh Panjang Setek Akar dan Konsentrasi Natrium-Nitrofenol Terhadap Pertumbuhan Setek Akar Sukun (Artocarpus communis F.) Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 6, No. 2, Juli 2003 : 154-169. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur, Samarinda.

Ijas, B. 1960. Beberapa Catatan Tentang Biologi Bunga Lada (Piper nigrum L.).

Balai Besar Penyeledikan Pertanian, Bogor.

Irma, A. 2013. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Siapton Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Semi (Zea Mays L.). Jurnal Agroteknologi. Gorontalo

Jaenuri. 1991. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Pupuk Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) Menghasilkan di Bawah Naungan Tanaman Kelapa. Fakultas Pertanian Insitut Pertanian Bogor, Bogor.

Kafrawi. 2007. Pertumbuhan Setek Lada (Piper nigrum L.) yang Distimulir dengan Hormon Tumbuh pada Berbagai Media Tanam Organik. Jurnal Agrisistem, Desember 2007, Vol. 3 No. 2. ISSN 1858-4330

Kusumo, S. 2004. Zat Pengatur Tumbuh. CV Yasaguna. Jakarta.

Marzuki. Suliansyah, I. dan Mayerni, R. 2008. Pengaruh NAA Terhadap Pertumbuhan Bibit Nenas (Ananas comosus L. Merr) pada Tahap Aklimatisasi. Jerami Volume I No. 3, September - Desember 2008.

ISSN 1979-0228

Nengsih, Y. Marpaung , R. dan Alkori. 2016. Sulur Panjat Merupakan Sumber Setek Terbaik untuk Perbanyakan Bibit Lada Secara Vegetatif. Jurnal Media Pertanian Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 Hal. 29 – 35. Universitas Batanghari, Jambi.

Nurhakim, Y.I. 2014. Perkebunan Lada Cepat Panen. Infra Pustaka. Jakarta.

Prihandono, S. 2010. Kajian Tingkat Kemasakan Biji dan Lama Perendaman Larutan Auksin Terhadap Pertumbuhan Bibit Anthurium hookeri.

Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Pujawati, N. D. 2009. Pertumbuhan Setek Jeruk Lemon (Citrus medica) dengan Pemberian Urin Sapi pada Berbagai Konsentrasi dan Lama

(46)

Perendaman. Program Studi Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan Unlam. J. Hutan Tropis Borneo Vol. 10 (26) : 201-209.

Rismunandar. 2007. Lada Budidaya dan Tata Niaga. Penebar Swadaya, Jakarta.

Halaman 2-88.

Rohiman dan Harjadi, S. 2003. Pembiakan Vegetatif. Departemen Agronomi IPB, Bogor.

Rukmana, R. 2003. Tanaman Perkebunan: Usaha Tani Lada Perdu.Yogyakarta:

Penerbit Kanisius.

Safitri, S. K. Siregar, L. A. M. Lubis, K. 2017. Induksi Kalus Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.) pada Jenis Eksplan dan Konsentrasi Auksin yang Berbeda. Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597 Vol.5.No.3, Juli 2017 (75): 593- 598.

Sunarlim, N., S.I. Zam, J Purwanto. 2012. Pelukaan Benih dan Perendaman dengan Atonik Pada Perkecambahan Benih dan Pertumbuhan Tanaman Semangka Non Biji (Citrullus vulgaris Schard L.). Jurnal Agroteknologi. 2(2):29-32.

Suprapto dan Yani, A. 2008. Teknologi Budidaya Lada. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Lampung.

Sumiati, E. 1989. Morfologi dan Pertumbuhan Kentang. Balai Penelitian Hortikultura, Lembang.

Ulfa, M. Marlina dan Mariana. 2017. Respon Pertumbuhan Setek Lada (Piper nigrum L.) Akibat Pemberian Hormon Auksin. Universitas Almuslim, Aceh.

Wasfandriyanto, A. E. 2016. Respons Bibit Setek Lada (Piper nigrum L.) pada Berbagai Media Tanam dan Konsentrasi ZPT. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana Metro, Lampung.

Wattimena, G. A. 1986. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Lembaga Sumber Daya Informasi IPB, Bogor.

Wudianto, R. 2003. Membuat Stek, Cangkok, dan Okulasi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Wulandari, R. 2017. Respon Pertumbuhan Dua Bahan Tanam Setek Lada (Piper nigrum L.) pada pemberian IBA (Indole Butryd Acid) dan NAA (Naphthalene Acetic Acid). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(47)

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Lada Varietas Natar 1

Asal : Koleksi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Panjang tangkai daun : 20 mm Bentuk tangkai daun : Bulat teratur

Bentuk daun : Bulat telur hingga oval Ratio panjang/lebar : 1.71

Pertulangan daun : Bersirip ganjil, anak tulang daun 4 Warna daun : Hijau hingga hijau tua

Ujung daun : Meruncing

Kaki daun : Tumpul hingga bulat

Permukaan daun : Licin mengkilap Bentuk batang : Pipih

Warna batang muda : Ungu hijau Panjang ruas batang : 85 mm

Percabangan : Tegak

Panjang ruas cabang : 68 mm Sulur gantung/sulur tanah : Banyak Jumlah akar lekat : Banyak Daya lekat akar : Kuat Rata-rata tandan percabang : 14,6

Panjang tandan : 87 mm

Sifat pembungaan : Bermusim Umur mulai berbunga : 10 bulan

Bentuk buah : Bulat

Warna buah muda : Hijau

Warna buah tua : Merah, jingga Mulai berbunga sampai : 8 bulan dengan buah masak

Rata-rata buah pertandan : 57,3 butir Persentase buah sempurna : 66,7 % Berat 1.000 buah kering : 53 gram Berat 1.000 biji kering : 38 gram

Rata-rata hasil : 4,00 ton/ha (±2,5 kg/pohon) lada hitam kering Ketahanan terhadap : Agak peka terhadap penyakit kuning. Medium penyakit sampai agak tahanterhadap busuk pangkal batang.

Keterangan : Dianjurkan tanam di daerah yang tingkat penularan penyakit busuk batang belum begitu tinggi.

Varietas ini responsive terhadap pemupukan dan cahaya. Pemangkasan tiang panjat hidup 1 x 4 bulan, setinggi ± 3 m diperlukan.

Peneliti : Auzay Hamid, Yang Nuryati, Rusli Kasim, Djiman Sitepu, Panji Laksamanhardja dan Pasril Wahid

(Sumber : Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 tahun 2013)

(48)

Lampiran 2. Bagan Rancangan Penelitian

50 cm

S2A0 (U2)

S1A3 (U1) S3A3

(U3) S3A3

(U2)

S2A0 (U1) S3A1 (U3)

S1A0 (U2) S2A2

(U1)

S1A1 (U1)

S1A3 (U2)

S2A0 (U3) S2A3

(U2) S3A0

(U3)

S3A3 (U1) S1A0 (U1)

S3A0 (U1) S3A0

(U2)

S3A1 (U2)

S1A1 (U3)

S1A3 (U3) S2A1

(U1) S2A2

(U2)

S2A3 (U1) S3A2 (U1)

S3A2 (U3) S3A1

(U1)

S1A2 (U2)

S2A3 (U3)

S2A2 (U3) S1A0

(U3) S2A1

(U2)

S1A1 (U2) S1A2 (U1)

S1A2 (U3) S3A2

(U2)

S2A1 (U3)

80 cm

40 cm

10 cm

8,5 m 8,5 m

(49)

Lampiran 3. Gambar Tata Letak Tanaman Pada Petak Penelitian

10 cm

10 cm

80 cm

50 cm

(50)

Lampiran 4. Jadwal Kegiatan Penelitian

Keterangan: X = Waktu pelaksanaan penelitian

No. Kegiatan Penelitian Minggu Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1 Persiapan Lahan X

2 Persiapan Naungan X

3 Pembuatan Sungkup X

4 Persiapan Media Tanam X

5 Persiapan Bahan Setek X

6 Pembuatan Larutan Auksin X

7 Perendaman Bahan Setek X

8 Penanaman Setek X

9 Pemberian Sungkup X

10 Pembukaan Sungkup X

11 Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman Disesuaikan dengan keadaan cuaca dan media tanam

Penyiangan Disesuaikan dengan kondisi lingkungan

Pengendalian Hama dan Penyakit Disesuaikan dengan kondisi lingkungan 12 Pengamatan Parameter

Jumlah Tunas (tunas) X X X X X X X X X

Jumlah Daun (helai) X X X X X X X X X

Panjang Tunas (cm) X X X X X X X X X

Persentase Kecepatan Setek Berakar (%) X

Persentase Setek Bertunas (%) X

Persentase Setek Berakar (%) X

Bobot Kering Tajuk (g) X

Bobot Kering Akar (g) X

Rasio Akar Tajuk (%) X

(51)

Lampiran 5. Perhitungan Auksin

Perhitungan penggunaan zat pengatur tumbuh merk dagang Atonik sebagai auksin.

1 ml atonik = 0,65 auksin

A1 = 1,5 ml auksin/1 liter air

= 1,5 ml x 6,5 = 9,75 ml

= 1,5 ml auksin/1 liter air ≈ 9,75 ml atonik/1 liter air

A2 = 3 ml auksin/1 liter air

= 3 ml x 6,5 = 19,5 ml

= 3 ml auksin/1 liter air ≈ 19,5 ml atonik/1 liter air

A3 = 4,5 ml auksin/1 liter air

= 4,5 ml x 6,5 = 29,25 ml

= 4,5 ml auksin/1 liter air ≈ 29,25 ml atonik/1 liter air

(52)

Lampiran 6. Data pengamatan jumlah tunas setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin

Lampiran 7. Daftar sidik ragam jumlah tunas setek tanaman lada pada perlakuan bahan tanam dan pemberian auksin.

SK Db JK KT F. Hitung F. 5% Ket.

Perlakuan 11 0,92 0,08 0,81 2,63 tn

Bahan Tanam (S) 2 0,03 0,012 0,16 3,81 tn

Auksin (A) 3 0,32 0,11 1,03 3,41 tn

Interaksi (SxA) 6 0,56 0,09 0,91 2,92 tn

Galat 13 1,34 0,10

Total 35 2,26

FK = 52,68 KK = 19,54

Keterangan : * = Nyata tn = Tidak nyata

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

---tunas---

S1A0 1 1 1,2 3,2 1,07

S1A1 2,00 1,40 1,20 4,60 1,53

S1A2 1,00 1,00 1,00 3,00 1,00

S1A3 1,20 1,00 1,00 3,20 1,07

S2A0 1,40 1,20 1,60 4,20 1,40

S2A1 1,40 1,20 1,00 3,60 1,20

S2A2 1,60 1,00 1,40 4,00 1,33

S2A3 1,00 1,00 1,00 3,00 1,00

S3A0 1,00 1,20 1,75 3,95 1,32

S3A1 1,00 1,40 1,40 3,80 1,27

S3A2 1,00 1,00 1,40 3,40 1,13

S3A3 1,00 1,40 1,20 3,60 1,20

Total 14,60 13,80 15,15 43,55

Rataan 1,22 1,15 1,26 1,21

Gambar

Lampiran 3. Gambar Tata Letak Tanaman Pada Petak Penelitian
Lampiran 26. Foto Penelitian                    S 1 A 0 U 1                  S 1 A 0 U 2               S 1 A 0 U 3             S 1 A 1 U 1                 S 1 A 1 U 2               S 1 A 1 U 3              S 1 A 2 U 1                  S 1 A 2 U 2

Referensi

Dokumen terkait

microphylla tidak mempengaruhi konsumsi ransum, kecernaan protein kasar, kecernaan serat kasar, laju digesta dan bobot badan pada ayam Arab.. microphylla dapat

a) Sumber Daya Manusia, yaitu kemampuan baik kualitas maupun kuantitas yang dimiliki dalam penerapan program Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Jumlah

(1)  Salah  satu  asumsi  teori  makna  asali  adalah  bahwa  makna  tidak  dapat  dideskripsikan  tanpa  memakai  perangkat  “makna  asali”.  Makna  asali 

Hasil penelitian berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, yaitu ketiga atribut (relevansi nilai, ketepatwaktuan, dan konservatisme) dapat merepresentasikan kualitas

Salah satu faktor yang menunjang pengakuan pendapatan adalah perlu adanya metode pengakuan pendapatan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 23

(angg)an ji+a menga) pada ketidakmamp)an 5ang bersi6at seri)s dalam men5es)aikan diri dengan t)nt)tan ata) kondisi lingk)ngan 5ang mengakibatkan

Artikel dengan judul ”Uji Konsentrasi Konidia Cendawan Entomopatogen Lecanicillium lecanii (Zimm.) (Viegas) Zare & Gams pada Berbagai Umur Telur Riptortus linearis (F.)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh manajemen laba terhadap return saham. Hasil penelitian meununjukkan bahwa secara parsial praktik manajemen laba