• Tidak ada hasil yang ditemukan

CITRA WANITA TOKOH UTAMA NOVEL RONGGENG KARYA DEWI LINGGASARI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "CITRA WANITA TOKOH UTAMA NOVEL RONGGENG KARYA DEWI LINGGASARI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh Nama : Ratih Prioritasari NIM : 082110064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO

2013

(2)
(3)
(4)

iv

(#qãã÷Š$#

öNä3-/u‘

%Yæ•Ž|Øn@

ºpuŠøÿäzur

4

¼çm¯RÎ) Ÿw

•=Ïtä†

šúïωtF÷èßJø9$#

ÇÎÎÈ

Artinya : Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut.

Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (Al Qur’an surat Al-A’raf : 55).

‘,ysø9$#

`ÏB y7Îi/¢‘

(

Ÿxsù

¨ûsðqä3s?

z`ÏB tûïÎŽtIôJßJø9$#

ÇÊÍÐÈ

Artinya : Kebenaran itu adalah dari Tuhan, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu (Al Qur’an surat Al Baqarah : 147).

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan:

1. Kepada kedua orang tuaku yang paling berharga dalam hidupku, terima kasih atas semua pengorbanan yang diberi- kan hingga terselesaikan skripsi ini.

2. Suami dan anakku tercinta yang selalu memberikan semangat dan motivasi.

3. Teman-taman seperjuanganku, Rima, Yulia, Jesi dan semua pihak yang turut membantu terselesaikannya skripsi ini.

(5)
(6)
(7)
(8)

viii

Rumusan masalah penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah citra diri tokoh utama wanita dalam novel Ronggeng karya Dewi Linggasari? (2) Bagaimanakah citra sosial tokoh utama wanita dalam novel Ronggeng karya Dewi Linggasari? (3) Bagai- manakah skenario pembelajaran novel Ronggeng karya Dewi Linggasari di SMA?

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan citra diri novel Ronggeng karya Dewi Linggasari, (2) mendeskripsikan citra sosial novel Ronggeng karya Dewi Linggasari, (3) mendeskripsikan skenario pembelajaran novel Ronggeng karya Dewi Linggasari di SMA.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sastra, yaitu meneliti data kutipan yang ada dalam suatu karya sastra. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik simak catat yaitu mencatat data-data yang telah ditemukan ke dalam nota catatan. Teknik analisis data yang digunakan adalah metode analisis isi, yakni menganalisis isi novel berdasarkan teori feminisme.

Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa: (1) citra diri tokoh utama wanita novel

Ronggeng terdiri dari aspek fisik dan aspek psikis, (2) citra sosial tokoh utama wanita

novel Ronggeng terdiri dari citra perempuan dalam keluarga dan citra perempuan dalam masyarakat, (3) skenario pembelajaran novel Ronggeng disesuaikan dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Novel Ronggeng relevan sebagai bahan pembelajaran di SMA.

Kata kunci: citra diri, citra sosial, tokoh utama wanita, novel, Rongeng.

(9)

ix

PERSETUJUAN ...

PENGESAHAN ...

MOTO DAN PERSEMBAHAN ...

PERNYATAAN ...

PRAKATA ...

ABSTRAK ...

DAFTAR ISI ...

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang Masalah ...

B. Penegasan Istilah ...

C. Rumusan Masalah ...

D. Tujuan Penelitian ...

E. Manfaat Penelitian...

F. Sistematika Skripsi ...

BAB II TUJUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORITIS ...

A. Tinjauan Pustaka ...

B. Kajian Teoritis ...

1. Struktur Karya Sastra ...

2. Feminisme ...

3. Kritik Sastra Feminis ...

4. Citra Wanita ...

5. Kepribadian Wanita Jawa ...

6. Pembelajaran Sastra di SMA ...

ii iii iv v vi viii

ix xi xii

1 1 6 8 8 8 9

11 11 12 12 17 19 21 23 24

(10)

x

D. Instrumen Penelitian ...

E. Teknik Pengumpulan Data ...

F. Teknik Analisis Data ...

G. Teknik Penyajian Hasil Analisis ...

BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA ...

A. Penyajian Data ...

1. Tabel I ...

2. Tabel II ...

3. Skenario Pembelajaran di SMA ...

B. Pembahasan Data ...

1. Citra Diri Tokoh Utama Wanita ...

2. Citra Sosial Tokoh Utama Wanita ...

3. Skenario Pembelajaran Novel di SMA ...

BAB V PENUTUP ...

A. Kesimpulan ...

B. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

38 38 39 40

41 41 42 43 44 47 47 54 58

78 78 79

(11)

xi

Tabel 1. Citra Diri Tokoh Utama Novel Ronggeng karya Dewi Linggasari... 42 Tabel 2. Citra Sosial Tokoh Utama Novel Ronggeng karya Dewi Linggasari.... 43 Tabel 3. Skenario Pembelajaran Novel Ronggeng di kelas XI SMA... 44

(12)

xii Lampiran 2. Silabus

Lampiran 3. Sinopsis Novel Ronggeng karya Dewi Linggasari Lampiran 4. Penyajian Data

Lampiran 5. Cover Novel Ronggeng Lampiran 6. Kartu Bimbingan

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra pada dasarnya merupakan refleksi kehidupan masyarakat yang dialami, direnungkan, dan dilihat secara intensif dengan daya imajinatif pengarang yang kemudian disajikan lewat bahasa pengarangnya. jadi, karya sastra tercipta untuk mengungkapkanmasalah hidup dimasyarakat yang dapat dilihat, dirasakan, dan direnungkan.

Karya sastra merupakan sesuatu hal yang penting dalam kehidupan masyarakat karena dapat mempengaruhi pola kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, diharapkan karya sastra di samping berfungsi sebagai hiburan harus mengandung nilai pendidikan, nilai sosial, nilai budaya, dan memupuk rasa cinta.

Selain terlahir karena fenomena-fenomena kehidupan imajinatif, sastra juga terlahir dari kesadaran penulisnya bahwa sastra sebagai sesuatu yang faktual realistis karena sastra adalah produk masyarakat yang menampilkan gambaran realitas sosial. karya sastra menampilkan ciri masyarakat baik sosial budaya maupun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Melalui karya sastra, pengarang melukiskan, menguraikan serta menampilkan kenyataan sosial yang tercermin pada perilaku-perilaku tokohnya.

Damono (dalam Santosa dan Wahyuningtyas, 2009: 51) menyatakan Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan

(14)

dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastra adalah lembaga sosial yang meng- gunakan bahasa sebagai medium, dan bahasa itu sendiri suatu kenyataan sosial. Sumardjo dan Saini (dalam Santosa dan Wahyuningtyas, 2009: 51) mengatakan Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa penga- laman, pemikiran, ide, semangat, kenyakinan dalam suatu bentuk konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.

Salah satu karya sastra yang sedang digemari dewasa ini adalah novel.

Hal ini terbukti dengan banyaknya novel-novel terbaru serta banyaknya pengarang baru. Novel merupakan uraian cerita sebagian besar kehidupan manusia yang ditokohkan dan di dalamnya terdapat berbagai jenis masalah yang harus dihadapi tokoh tersebut

Depdiknas (dalam Santosa dan Wahyuningtyas, 2009: 50) menge- mukakan bahwa Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel merupakan uraian cerita sebagian besar kehidupan manusia yang ditokohkan dan di dalamnya terdapat berbagai macam jenis masalah yang harus dihadapi oleh tokoh tersebut.

Retraningsih (dalam Santosa dan Wahyuningtyas, 2009: 123) menyebutkan novel modern pada masa pertumbuhannya, tahun 1920’n, mengangkat masalah besar yang selalu berulang, yaitu pertentangan adat istiadat lama dengan kaum muda yang dinyatakan dalam bentuk kawin paksa dan arti penting pendidikan uintuk melepaskan diri dari kebodohan. Di samping itu, masalah emansipasi perempuan yang juga ditandai dengan

1

(15)

pendobrakan kawin paksa, kesadaran perempuan akan eksistensinya, dan upaya mengakhiri diskriminasi perempuan.

Sugihastuti (2002: 32) menyatakan bahwa Perempuan adalah sosok yang mempunyai dua sisi. Di satu pihak, perempuan adalah keindahan.

Pesonanya dapat membuat laki-laki tergila-gila. Di sisi lain, ia dianggap lemah. Anehnya, kelemahan itu dijadikan alasan oleh laki-laki jahat untuk mengeksploitasi keindahannya. Bahkan, ada juga yang beranggapan bahwa perempuan itu hina, manusia kelas dua yang walaupun cantik, tidak diakui eksistensinya sebagai manusia sewajarnya. Tragisnya, di antara para filosof pun ada yang beranggapan bahwa perempuan diciptakan oleh Tuhan hanya untuk menyertai laki-laki.

Weedon (dalam Sugiastuti, 2002: 6) menjelaskan tentang paham feminis dan teorinya, bahwa paham feminis adalah politik, sebuah politik mengubah hubungan kekuatan kehidupan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Kekuatan ini mencakup semua struktur kehidupan, segi- segi kehidupan, keluarga, pendidikan, kebudayaan dan kekuasaan. Segi-segi kehidupan itu menetapkan siapa, apa, dan untuk siapa serta akan menjadi apa perempuan itu.

Citra wanita ialah semua wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh wanita (Indonesia). Kata citra wanita diambil dari gambaran-gambaran citraan, yang ditimbulkan oleh pikiran, pendengaran, pengelihatan, perabaan, atau pencecapan tentang wanita.

Karena di antara macam-macam citraan itu citra pemikiran tentang wanita

(16)

yang dominan, citra wanita dapat disebut juga sebagai citra pemikiran tentang wanita. Citra wanita erat dengan pengertian citra diri (Sugihastuti, 2002: 45).

Citra wanita terbangun dari berbagai aspek. Dalam aspek fisis, citra wanita dewasa merupakan sosok individu yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan laki-laki, kelebihan iti misalnya wanita bisa mengandung, melahirkan, menyusui, dan memelihara secara penuh anak- anaknya. Dari aspek fisis, wanita dicitrakan sebagai makhluk yang lemah, tidak berdaya, dan menempati peran yang tidak membahagiakan. Citra ini terwujud bukan semata-mata karena faktor aspek fisis wanita itu sendiri, melainkan juga atas dasar respons lingkungannya. Akibatnya, diskriminasi terhadap wanita sering disalahg unakan laki-laki. Aspek psikis wanita tidak dapat dpisahkan dengan aspek fisisnya. Akibat dari citra wanita yang ditimbulkan oleh aspek fisis itu, maka psikis wanitapun sesuai dengan aspek fisisnya. Secara psikis, wanita dicitrakan sebagai makhluk yang feminis, yang dicirikan olehnya berbagai wujud dicitrakan sebagai makhluk yang feminis, yang dicirikan olehnya berbagai wujud tingkah laku. Di dalam masyarakat, sebagai akibat dari aspek biologisnya, wanita bernilai lebih rendah dari laki- laki. Penilaian ini datang dari lawan jenis dan lingkungan masyarakat yang mengelilinginya.

Nurgianti (dalam Noviyanti, 2005: 3) Berbagai sarana yang dapat digunakan sebagai ajang pengungkapan permasalahan tersebut sedapat mungkin digunakan, tidak terkecuali dunia sastra. Sastra merupakan media yang tepat bagi pengarang untuk mengekspresikan pengalaman-

(17)

pengalamannya. Novel menjadi salah satu media yang digunakan para pengarang untuk menuangkan permasalahan mengenai wanita. Novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Banyak hal yang dapat diperoleh dari novel.

Batasan umum kritik sastra feminis dikemukakan oleh Culler (dalam Sugihastuti, 2002: 7), bahwa kritik sastra feminis adalah “membaca sebagai perempuan”. Yang dimaksud “membaca sebagai perempuan” adalah kesadaran pembaca bahwa ada perbedaan penting dalam jenis kelaminpada makna dan perebutan makna karya sastra. Apabila dikaitkan dengan pengertian kritik sastra feminis yang dikemukakan oleh Yoder dalam metafora quilt, kesadaran pembaca dalam kerangka kritik sasatra feminis merupakan kritik dengan berbagai metode. Hal ini dikatakan pula oleh Kolodny (dalam Sugihastuti, 2002: 7), bahwa hanya dengan mempergunakan bermacam-macam metode kita dapat melindungi diri dari godaan atau kesalahan dalam memahami teks. Kritik sastra feminis ini dikembangkan dengan berbagai kombinasi pendekatan kritik yang lain, dari formalisme ke semiotik tanpa meninggalkan kesadaran bahwa ada perbedaan jenis kelamin yang terimplisit dalam karya sastra. Kritik ini meletakkan dasar bahwa ada gender dalam kategori analisis sastra, suatu kategori yang fundamental.

Dewi Linggasari merupakan seorang penulis yang produktif. Novel Ronggeng adalah citra wanita yang cantik, seorang kembang desa,sederhana dan penuh kasih sayang. Novel ini mengisahkan tentang kembang desa yang

(18)

cantik mengalami kekerasan psikis melalui kawin paksa, dengan dipaksanya ia dinikahi Pambudi, seorang duda tanpa anak berprofesi sebagai sinder pabrik teh yang sukses dan kaya. Lebih dari itu Pursilah, si perempuan ronggeng, mengalami kekerasan terhadap perempuan,baik kekerasan psikis maupun fisik yang dilakukan oleh Pambudi, lelaki yang biadab pemelihara ronggeng.kekerasan terhadap perempuan dalam novel ini termaknai dari realitas budaya patriarki. Patriarki merupakan sebuah sistem dominasi dan superioritas laki-laki, serta sistem kontrol terhadap perempuan tempat perempuan dikuasai. Novel ini juga merupakan cermin perjanjian sosial yang mengatur peranan laki-laki dan perempuan dalam bingkai sistem patriachal.

Kekerasan domistik pada diri Sarinah dan Pursilah merupakan makna dari novel ini.

Berdasarkan uraian di atas, novel Ronggeng menarik untuk diteliti dalam kaitannya dengan citra tokoh wanita. Alasan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah :

1. Novel Ronggeng karya Dewi Linggasari adalah novel baru yang dijadikan penelitian.

2. Di dalam novel Ronggeng karya Dewi Linggasari terdapat citra diri dan citra sosial.

3. Mampu membangkitkan semangat siswa untuk mempelajari tentang sastra karena cerita dari novel tersebut yang menarik dan mudah untuk dipahami bagi siswa-siswi sekolah menengah.

B. Penegasan Istilah

(19)

Ada beberapa istilah tertentu yang perlu dipahami dalam penelitian ini, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam mengartikan. Sesuai dengan judul penelitian, maka istilah-istilah yang perlu dijelaskan sebagai berikut.

1. Citra

Menurur Sugihastuti (dalam Noviyanti, 2005: 5) Citra adalah gambaran pikiran. Citra artinya rupa, gambaran, dapat berupa gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi. Citra sama artinya dengan imej yaitu rupa, gambar, gambaran (KKBI, 192).

2. Tokoh

Abrams (dalam Noviyanti, 2005: 5) menyatakan bahwa Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

3. Wanita

Wanita adalah jenis kelamin manusia. Wanita juga dapat diartikan sebagai perempuan dewasa, KBBI (dalam Evin Noviyanti, 2005: 5).

Aritoteles (dalam Sugihastuti, 2002: 32) wanita adalah jenis kelamin yang ditentukan berdasarkan kekurangan mereka terhadap kualitas- kualitas tertentu.

(20)

4. Novel

Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku, Alwi, dkk (dalam Evin Noviyanti, 2005: 6).

5. Ronggeng

Ronggeng adalah judul novel karya Dewi Linggasari yang diterbitkan

oleh Bigraf Publishing, Yogyakarta pada tahun 2007 dengan tebal 194 halaman.

6. Dewi Linggasari adalah pengarang wanita novel Ronggeng.

7. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material fasilitas perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2007:

57).

8. SMA adalah jenjang Pendidikan Menengah Atas.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah citra diri tokoh utama wanita dalam novel Ronggeng karya Dewi Linggasari?

(21)

2. Bagaimanakah citra sosial tokoh utama wanita dalam novel Ronggeng karya Dewi Linggasari?

3. Bagaimanakah skenario pembelajaran novel Ronggeng karya Dewi Linggasari di SMA?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. mendeskripsikan citra diri tokoh utama wanita dalam novel Ronggeng karya Dewi Linggasari;

2. mendeskripsikan citra sosial tokoh utama wanita dalam novel Ronggeng karya Dewi Linggasari; dan

3. mendeskripsikan skenario pembelajaran novel Ronggeng karya Dewi Linggasari.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini terdiri dari dua segi, yaitu segi teoretis dan segi praktis.

1. Segi teoretis

Penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaranyang jelas mengenai citra diri tokoh utama wanita dalam novel Ronggeng, memberikan gambaran yang jelas mengenai citra sosial tokoh utama wanita dalam novel Ronggeng, dan mampu memberikan gambaran yang jelas mengenai pembelajaran menganalisis novel Ronggeng pada siswa SMA.

2. Segi praktis

(22)

Penelitian ini diharapkan mampu memberi kegunaan bagi guru, siswa, sekolah dan peneliti berikutnya. Bagi guru, penelitian ini berguna sebagai alternative atau pilihan dalam pembelajaran keterampilan menganalisis, khususnya menganalisis karya sastra. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat menjadi mendorong siswa lebih meminati karya sastra. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan dalam peningkatan mutu pembelajaran sastra. Bagi peneliti berikutnya diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bandingan dan renungan menambah wawasan di dalam meneliti suatu karya sastra.

F. Sistematika Skripsi

Sistematika Skripsi ini ditunjukan untuk memberikan gambaran skripsi yang disusun. Skripsi ini terdiri atas lima bab. Permulaan skripsi ini berisi halaman judul, pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, dan abstrak.

Bab I memuat pendahuluan yang berisi latar belakang, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi.

Bab II memuat tinjauan pustaka dan kajian teoretis yang berisi uraian kajian terdahulu dan teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian.

Bab III memuat metode penelitian meliputi subjek dan objek penelitian, fokus penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.

(23)

Bab IV memuat analisis dan pembahasan hasil penelitian yang berisi uraian mengenai data yang diperoleh. Dalam bab ini penulis menganalisis Citra Tokoh Utama Wanita dalam Novel Ronggeng karya Dewi Linggasari.

Bab V memuat penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran. Bagian akhir dari skripsi ini memuat buku dan tulisan ilmiah yang dirujuk sebagai acuan penelitian.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORITIS

A. Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang citra tokoh utama wanita ini telah dilakukan oleh Evin Noviyanti (2005) dengan judul skripsi Cita Tokoh Wanita dalam Novel Ms. B : “Panggil Aku B” Karya Fira Basuki. Dalam penelitiannya Noviyanti

membahas tentang citra diri dan citra sosial tokoh wanita dalam novel Ms. B :

“Panggil Aku B” Karya Fira Basuki.

Hasil pembahasan dari permasalahan di atas yaitu (1) feminisme muncul akibat tekanan dari sosial budaya yang mengekang hak-hak wanita untuk mengembangkan pribadinya. Feminisme dalam novel Ms. B : “Panggil Aku B” ini berdasarkankategori tokoh-tokoh wanita yang membentuk cerita novel,

(2) masalah gender yang merugikan posisi wanita dalam novel Ms. B :

“Panggil Aku B” dianggap anggota masyarakat kelas dua.

Penelitian yang dilakukan Noviyanti tersebut mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Persamannya sumber data yang digunakan, dan metode yang digunakan yaitu metode deskriptif kualitatif. Perbedaannya terletak pada judul dan objek kajian.

Peneliti menggunakan judul citra tokoh utama wanita pada novel Ronggeng karya Dewi Linggasari, sedangkan Noviyanti membahas tentang citra tokoh utama wanita pada novel Ms. B : “Panggil Aku B” karya Fira Basuki sebagai objek kajian.

12

(25)

Berdasarkan perbedaan objek kajian itu, penulis merasa perlu untuk menelitinya. Teori mengenai citra wanita peneliti bahas dari berbagai aspek, yaitu aspek fisis, psikis, keluarga, masyarakat, dan sosial.

B. Kajian Teoretis

Kajian teoretis merupakan penjabaran kerangka teoretis yang memuat beberapa materi untuk dijadikan sebagai acuan pokok dalam membahas masalah yang diteliti. Pada kajian teoretis penulis akan menjelaskan mengenai struktur karya sastra, yang meliputi (tema, plot/alur, latar, tokoh dan penokohan), feminisme, kritik sastra feminis, citra wanita, kepribadian wanita jawa dan pembelajaran sastra di SMA.

1. Struktur Karya Sastra

Menurut Sugihastuti (2002: 44) novel sebagai salah satu bentuk cerita rekaan merupakan sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk memahaminya, novel tersebut harus dianalisis. Analisis struktural tidak sekedar memecah-mecah struktur (novel) menjadi fragmen-fragmen yang tidak berhubungan, tetapi harus dapat dipahami sebagai bagian dari keseluruhannya. Tiap unsur dalam situasi tertentu tidak mempunyai arti dengan sendirinya, melainkan ditentukan berdasarkan hubungannya dengan unsur-unsur lain yang terlibat dalam situasi itu. Makna penuh suatu satuan atau pengalaman dapat dipahami hanya jika berintegrasi ke dalam struktur yang merupakan keseluruhan dalam satuan itu. Di antara unsur-unsur struktur itu ada koherensi atau pertautan yang erat. Unsur-unsur tidak otonom,

(26)

melainkan merupakan bagian dari situasi yang rumit. Unsur itu mendapatkan artinya dari hubungannya dengan bagian yang lain.

Novel Ronggeng merupakan sebuah struktur yang dibentuk oleh beberapa unsur. Oleh karena itu, teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori yang dapat digunakan untuk menganalisis struktur novel, yaitu teori analisis struktur novel yang dikemukakan oleh Raminah Baribin.

Unsur- unsur pembangun fiksi antara lain perwatakan atau penokohan, tema, alur atau plot, latar, dan pusat pengisahan (Baribin, 1985; 52). Unsur pembangun fiksi tersebut tidak semuanya dikaji dalam penelitian ini. Penulis hanya mengkaji tema, plot, latar, dan penokohan. Hal ini disebabkan keempat unsur tersebut mempunyai kaitan yang besar dengan permasalahan, yaitu pengungkapan mengenai tokoh wanita dalam novel.

a. Tema

Sugihastuti (2002: 45) menjelaskan tema adalah makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana. Menurutnya, tema bersinonim dengan ide utama (central idea) dan tujuan utama (central purpose). Tema dengan demikian dapat

dipandang sebagai dasar cerita atau gagasan dasr umum sebuah karya novel. Dasar (utama) cerita sekaligus berarti tujuan (utama) cerita.

Baribin (1985: 59) menjelaskan tema merupakan suatu gagasan sentral (persoalan dan tujuan pengarang kepada pembaca) yang menjadi dasar tolak penyusunan karangan dan sekaligus menjadi sasaran dari

(27)

karangan tersebut. Menentukan tema harus dimulai dengan menemukan kejelasan tentang tokoh dan perwatakannya, situasi dan alur cerita.

Dari beberapa pendapat para tokoh diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita.

b. Plot atau Alur

Baribin (1985: 61) menjelaskan alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun secara logis. Dalam pengertian ini, alur merupakan suatu jalur tempat lewatnya rentetan peristiwa yang tidak terputus-putus. Oleh sebab itu, suatu kejadian dalam suatu cerita menjadi sebab atau akibat kejadian yang lain. Kejadian atau peristiwa-peristiwa yang tampak, seperti pembicaraan atau gerak-gerik, tetapi juga menyangkut perubahan tingkah laku tokoh yang bersifat nonfisik, seperti perubahan cara berfikir, sikap, kepribadian dan sebagainya.

Baribin (1985: 62-63) menyatakan bahwa alur merupakan tulang punggung suatu cerita. Yang menuntun kita memahami keseluruhan cerita dengan segala sebab-akibat di dalamnya. Bila ada bagian yang terlepas dari pengamatan tentu kita tidak dapat memhami kecuali kemunculan peristiwa atau kejadian yang lain. Unsur alur yang penting adalah konflik dan klimaks. Alur yang berhasil adalah alur yang tidak ada bagian yang ditinggalkan yang dianggap tidak penting.

(28)

Sugihastuti (2002: 47) menjelaskan bahwa pemilihan dan pengaturan peristiwa pembentuk cerita tersebut disebut pengaluran. Cerita diawali dengan peristiwa tertentu dan diakhiri dengan peristiwa tertentu lainnya tanpa terikat pada urutan waktu. Jika sebuah cerita diawali dengan peristiwa yang pertama di dalam uriutan waktu terjadinya, dikatakan bahwa cerita disusun ob ovo (dari telur). Sebaliknya, jika cerita diawali dengan peristiwa lanjutan kemudian disusul peristiwa yang terjadi sebelumnya, dikatakn bahwa cerita itu berawal in medias res. Peristiwa pertama yang memberikan informasi awal kepada pembaca itu disebut paparan atau eksposisi. Di dalam awal cerita, juga diselipkan butir-butir ketidakstabilan itu berpotensi untuk mengembangkan cerita menuju rangsangan (inciting action), yaitu peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan (rising action). Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku sebagai katalisator.

Jadi, alur dan plot adalah jalannya suatu cerita yang diceritakan dengan berbagai tahap yaitu tahap penyituasian, pemunculan konflik, peningkatan konflik, klimaks, dan penyelesaian.

c. Latar

Sugihastuti (2002: 54) menjelaskan dalam analisis novel, latar (setting) juga merupakan unsur yang sangat penting pada penentuan nilai estetik karya sastra. Latar sering disebut sebagai atmosfer karya sastra (novel) yang turut mendukung masalah, tema, alur, dan penokohan. Oleh

(29)

karena itu, latar merupakan salh satu fakta cerita yang harus diperhatikan, dianalisa, dan dinilai.

Baribin (1985: 63-64) mengemukakan latar atau landas tumpu (setting) cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk di

dalam latar ini adalah, tempat atau ruang yang dapat diamati, seperti di kampus, di sebuah kapal berlayar ke Hongkong, di kafetaria, di sebuah puskesmas dan sebagainya. Termasuk di dalam unsur latar atau landas tumpu ini adalah waktu, hari, tahun, musim, atau periode sejarah. Biasanya latar muncul pada semua bagian atau penggalan cerita, dan kebanyakan pembaca tidak terlalu menghiraukan latar ini, karena lebih terpusat pada jalan ceritanya, namun bila yang bersangkutan membaca untuk yang kedua kalinya barulah latar ini ikut menjadi bahan simakan, dan mulai mempertanyakan mengapa latar menjadi perhatian pengarang. Kadang- kadang ditemukan bahwa latar ini banyak mempengaruhi penokohan dan kadang-kadang membentuk tema. Pada banyak novel, latar membentuk suasana emosional pokok cerita, misalnya cuaca yang ada di lingkungan tokoh memberi pengaruh terhadap perasaan tokoh.

Sugihastuti (2002: 55) menjelaskan fungsi latar, pertama-tama, adlah memberikan informasi tentang situasi sebagaimana adanya. Selain itu, ada latar yang berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh cerita.

Nurgiyanto (dalam Sugihastuti, 2002: 55) mengatakan bahwa latar yang baik dapat mendeskripsikan secara jelas peristiwa-peristiwa, perwatakan

(30)

tokoh, dan konflik yang dihadapi tokoh cerita sehingga cerita terasa hidup dan segar, seolah-olah sungguh-sungguh terjadi dalam kehidupan nyata.

Jadi, dapat penulis simpulkan bahwa latar adalah suatu lingkungan terjadi peristiwa-peristiwa dalam suatu karya sastra yang meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

d. Tokoh dan Penokohan

Sugihastuti (2002: 50) menjelaskan cerita rekaan pada dasarnya mengisahkan seseorang atau beberapa orang yang menjadi tokoh. Yang dimaksud tokoh cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Jadi, tokoh adalah orangnya. Sebagai subjek yang menggerakkan peristiwa-peristiwa cerita, tokoh tentu saja dilengkapi dengan watak dan karakteristik tertentu. Watak adalah kualitas tokoh yang meliputi kualitas nalar jiwa yang membedakannya dengan tokoh cerita yang lainnya. Watak itulah yang menggerakkan tokoh untuk melakukan perbuatan tertentu sehingga cerita menjadi hidup. Penyajian watak, penciptaan citra, atau pelukisan gambaran tentang seseorang yang ditampilkan sebagai tokoh cerita disebut penokohan.

Baribin (1985: 52-58) menjelaskan bahwa fiksi mempunyai sifat bercerita, dan yang diceritakan adalah manusia dengan segala kemung- kinannya, maka masalah penokohan ini merupakan hal yang kehadirannya sangat penting, bahkan menentukan. Ilmu pengetahuan sosial kini memperhatikan bahwa gerak laku fisik tidaklah mesti menggambarkan

(31)

watak seseorang. Hanya dengan menyorot ke dalam kesadarannya, baru dapat mengenal manusia itu sepenuhnya. Jadi, kekacauan mengenai nilai dan waktu ini mempunyai pengaruh terhadap penampilan perwatakan dan tokoh karya fiksi tertentu dewasa ini. Perkembangan tokoh dalam cerita haruslah wajar dan dapat diterima akal sehat, atau dapat diterima setelah diberikan alasan-alasan yang kuat oleh pengarang.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah orangnya atau pelaku dalam suatu cerita, sedangkan penokohan adalah penyajian watak tokoh atau teknik dalam menampilkan tokoh untuk identitas tokoh pada suatu cerita.

2. Feminisme

Sugihastuti (2002: 37) menjelaskan bahwa dalam arti leksikal, feminisme ialah gerakan wanita yang memuat persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Feminisme juga merupakan teori tentang persamaan antara laki-laki dan wanita di bidang politik, ekonomi, dan sosial, atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan wanita. Dalam ilmu sastra, feminisme berhubungan dengan konsep kritik sasatra feminis, yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus analisis kepada wanita. Jika selama ini dianggap dengan sendirinya bahwa yang mewakili pembaca dan pencinta dalam sastra Barat ialah laki-laki, kritik sastra feminis menunjukkan bahwa pembaca wanita membawa persepsi dan harapan ke dalam pengalaman sastranya.

(32)

Djajanegara (dalam Noviyanti, 2005: 17) menjelaskan inti tujuan feminisme ialah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan derajat laki-laki. Perjuangan serta usaha feminisme untuk mencapai tujuan ini mencakup berbagai cara, salah satunya adalah memperoleh hak dan peluang yang sama dengan yang dimiliki laki-laki. Cara lain adalah membebaskan perempuan dari ikatan lingkungan domestik atau lingkungan keluarga dan rumah tangga.

Tuntutan kaum feminis mula-mula mencakup bidang hukum, ekonomi, dan sosial. Mereka menganggap hak politik tidak begitu mendesak. Tuntutan-tuntutan di bidang hukum meliputi hak-hak dalam perkawinan, di bidang ekonomi meliputi hak atas harta, di bidang sosial hak-hak perempuan sangat terbatas. Tradisi menghendaki wanita menjadi pengurus rumah tangga dan keluarga, wanita tidak diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan tinggi, memangku jabatan-jabatan tertentu, atau menekuni profesi-profesi tertentu.

Jadi, feminisme berarti suatu gerakan yang menjadikan perempuan memiliki hak dan kedudukan yang sejajar dengan laki-laki.

3. Kritik Sastra Feminis

Djajanegara (dalam Noviyanti, 2005: 18) mengemukakan bahwa kritik sastra feminis berawal dari hasrat para feminis untuk mengkaji karya penulis-penulis wanita di masa silam dan untuk menunjukkan citra wanita dalam karya penulis-penulis pria yang menampilkan wanita sebagai makhluk yang dengan berbagai cara yang ditekan, disalahtafsirkan, serta

(33)

disepelekan oleh tradisi patriarkal yang dominan. Boleh dikatakan, hasrat yang pertama didasari oleh perasaan cinta dan setia kawan terhadap penulis-penulis wanita wanita dari zaman dahulu, dan hasrat yang kedua didasari oleh perasaan prihatin dan amarah.

Kedua hasrat tersebut di atas menimbulkan beberapa ragam kritik sastra feminis. Kritik sastra feminis yang paling banyak dipakai adalah kritik ideologis. Kritik sastra feminis ini melibatkan wanita, khususnya kaum feminis, sebagai pembaca. Yang menjad pusat perhatian pembaca wanita adalah citra serta stereotif wanita dalam karya sastra. kritik ini juga meneliti kesalahpahaman tentang wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra. Pada dasarnya ragam kritik feminis ini merupakan cara menafsirkan suatu teks, yaitu atu diantara banyak cara yang dapat diterapkan untuk teks yang paling rumit sekalipun. Cara ini bukan saja memperkaya wawasan para pembaca wanita, tetapi juga membebaskan cara berfikir mereka.

Menurut Sugihastuti (2002: 5) menyebut bahwa kritik sastra feminis itu bukan berarti pengritik perempuan, atau kritik tentang perempuan, atau kritik tentang pengarang perempuan; arti sederhana kritik sastra feminis adalah pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan kita. Jenis kelamin inilah yang membuat perbedaan di antara semuanya yang juga membuat perbedaan pada diri pengarang,

(34)

pembaca, perwatakan, dan pada faktor luar yang mempengaruhi situasi karang-mengarang.

Sugihastuti (2002: 8) menyebut bahwa kritik sastra feminis bertolak dari permasalahan pokok, yaitu anggapan perbedaan seksual dalam interpretasi dan perebutan makna karya sastra. Para pemula kritik sastra feminis itu menawarkan esai yang mengetengahkan permasalahan pokok tentang pengembangan teori perbedaan seksual. Karya-karya mereka bukan merupakan kecaman terhadap salah satu kritik sastra, melainkan pandangan mereka lebih menunjuk pada aneka macam cara dalam perbincangan konsep perbedaan sosial.

Sugihastuti (2002: 8) menjelaskan kritik sastra feminis berbeda dengan kritik-kritik yang lainnya, masalh kritik sastra feminis berkembang dari berbagai sumber. Dalam hal ini, diperlukan pandangan luas dalam bacaan-bacaan tentang perempuan. Bantuan disiplin ilmu lain seperti sejarah, psikologi dan antropologi juga diperlukan serta perlu dipertimbangkan lagi teori sastra yang sudah dimiliki oleh kritikus feminis.

Linguistik, psikoanalisis, marxisme, dan dekonstruksionisme menyajikan bantuan terhadap kritik feminis dengan rangkaian analisisnya yang penting. Namun, semuanya itu belum mengantarkan kritik sastra feminis kepada suatu kritik sastra yang mapan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa apa yang dikehendaki pengkritik sastra feminis adalah hak yang sama untuk mengungkapkan makna-makna baru, yang mungkin berbeda dengan teks-teks lama.

(35)

4. Citra Wanita

Sugihastuti (2002: 45) mengemukakan bahwa kata citra wanita diambil dari gambaran-gambaran citraan, yang ditimbulkan oleh pikiran, pendengaran, penglihatan, perabaan tentang wanita. Karena di antara macam-macam citraan itu citra pemikiran tentang wanita yang dominan, citra wanita juga dapat disebut dengan citra pemikiran tentang wanita.

Citra wanita ini erat dengan pengertian citra tingkah lakunya. Menurur Sugihastuti (2002: 150-151) dalam posisi demikian, citra wanita merupakan semua wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh wanita (Indonesia) dalam berbagai aspek, yaitu aspek fisis dan aspek psikis sebagai citra wanita, serta aspek keluarga dan masyaraakt sebagai citra sosial wanita. Citra wanita sebagai unsur karya tercipta dalam rangka konvensi bahasa, konvensi sasatra, dan konvensi budaya. Wujud citra wanita terbangun dari berbagai aspek, yaitu aspek fisis, psikis, keluarga, masyarakat, dan sosia.

Sugihastuti (2002: 85) menjelaskan citra fisis wanita yang ter- gambar adalah citra fisis wanita dewasa, wanita yang sudah berumah tangga. Secara fisiologis, wanita dewasa dicirikan dengan tanda-tanda jasmani, antara lain dengan dialaminya haid dan perubahan-perubahan fisik lainnya seperti tumbuhnya bulu-bulu di bagian badab tertentu, perubahan suara, dan sebagainya.

Menurut Suguhastuti (2000: 100-101) dalam aspek psikisnya, kejiwaan wanita dewasa ditandai antara lain oleh sikap

(36)

pertanggungjawaban penuh terhadap diri sendiri, bertanggung jawab atas nasibnya sendiri, dan atas pembentukan diri sendiri. Aspek psikis wanita dapat tercitrakan dari gambaran pribadi. Gambaran pribadi wanita dewasa itu secara karakteristikdan normatif sudah terbentuk dari relatif stabil sifatnya.

Dari aspek psikis, wanita merasakan bahwa dalam bahasa pun wanita tersudut. Hal seperti itu tercermin dalam penggunaan bahasa, tuturan, ataupun ungkapan yang menunjuk deskriminasi seks, misalnya seorang pelacur itu dicitrakan oleh psikis wanita, dan bukannya pria.

Sugihastuti (2000: 132) citra wanita dalam aspek keluarga, digambarkan sebagai wanita dewasa, seorang istri dan seorang ibu rumah tangga. Sugihastuti (2000: 125) citra wanita dalam keluarga juga menggambarkan wanita sebagai insan yang secara ekonomis tergantung pada laki-laki karena pekerjaan yang dilakukannya tidak menghasilkan uang, serta mengembangkan fungsi khusus sesuai dengan peran fisis dan psikisnya.

Dalam aspek masyarakat, citra wanita adalah makhluk sosial, yang hubungannya dengan manusia lain dapat bersifat khusus maupun umun tergantung kepada bentuk hubungan itu. Hubungan wanita dalam masyarakat dimulai dari hubungannya dengan orang-seorang, antar orang, sampai kehubungan dengan masyarakat umum.

Sugihastuti (2000; 142), pada dasarnya citra sosial wanita merupakan citra wanita yang erat hubungannya dengan norma dan sistem

(37)

nilai yang berlaku dalam satu kelompok masyarakat, tempat wanita menjadi anggota dan berhasrat mengadakan hubungan antar manusia. Citra sosial wanita juga merupakan masalah pengalaman diri, seperti dicitrakan dalam citra diri wanita dan citra sosialnya. Hal terpenting yang mengawali citra sosial wanita adalah citra dirinya. Citra sosial wanita memberi arti kehidupan dan merupakan realisasi diri dalam masyarakat.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa citra wanita adalah wujud gambaran- gambaran pencitraan tentang wanita yang terdiri dari citra diri dan citra sosial.

5. Kepribadian Wanita Jawa

Penelitian terhadap tokoh utama wanita dalam novel Ronggeng, tidak terlepas dari lingkungan tempat tokoh itu berada. Lingkungan yang melatarbelakangi tokoh utama wanita tersebut adalah lingkungn budaya jawa. Oleh karena itu, penggambaran tokoh utama wanita dalam novel Ronggeng tersebut dapat dilihat melalui sikap hidupnya.

Menurut Heru Santosa (dalam Noviyanti, 2005: 24) sikap hidup orang Jawa pada dasarnya tercermin dalam alam kebatinan orang Jawa yang ingin mencapai kesatuan harmonis dan selaras. Sikap kebatinan itu meliputi temen (jujur), tresno (cinta kasih), prasaja (sederhana), dan budi luhur (rangkuman dari semua watak utama).

Abikusno (dalam Noviyanti, 2005: 25) menjelaskan wanita Jawa yang dikatakan cantik secara fisik adalah wanita yang mempunyai ciri-ciri fisik sebagai berikut. Wanita tersebut berbadan ramping, mempunyai kulit

(38)

ngulit langsep (kuning seperti kuning langsat), alisnya nanggal sepisan

(seperti bulan sabit), mempunyai mata yang blalak-blalak (seperti bintang timur, cemerlang). Bulu wanita Jawa yang cantik adalah tumenga ing tawang ( lentik), hidungnya mancung, bibirnya nggula sathemplik (tipis),

giginya miji timun (kecil-kecil dan rapi). Rambut yang dikatakan bagus adalah rambut yang ngandan-andan (ikal) dan tangan wanita Jawa yang bagus juga mempunyai istilah sendiri yaitu nggendewo pinentang (melengkung seperti busur yang ditarik talinya.

Jadi dapat penulis simpulkan bahwa kepribadian wanita jawa wanita yang lemah lembut dan ingin menciptakan keselarasan antara keindajhan fisik dengan keindahan hatinya.

6. Pembelajaran Sastra Di SMA a. Pengertian Pembelajaran Sastra

Kehadiran novel sebagai salah satu sastra sangat dimungkinkan untuk diajarkan di sekolah (SMA). Salah satu kelebihan novel sebagai bahan pembelajaran sastra adalah cukup mudah dinikmati sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing siswa. Namun, tingkat kemampuan siswa dalam memahami novel tidak sama. Oleh karena itu, guru diharapkan mampu menyajikan pembelajaran novel dengan strategi kerja kelompok dengan baik.

Pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasikan karya sastra. Kegiatan karya sastra juga

(39)

berkaitan dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengajaran sastra adalah suatu aktivitas atau kegiatan mengorganisasi untuk menyusun dan menguji suatu rencana atau program yang memungkinkan timbulnya proses belajar pada diri siswa.

b. Tujuan Pengajaran Sastra

Pengajaran apresiasi sastra seperti juga pengajaran lain memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan pengajaran yang mengandung unsur praktik atau keterampilan akan senantiasa memiliki tiga aspek. Tiga aspek tersebut adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Ketiga aspek tersebut akan saling mengisi. Pengetahuan akan menjadi landasan dalam memandu ke arah tercapainya keterampilan dan sikap merupakan akibat dari tercapainya kedua hal terdahulu. Sikap juga memungkinkan tercapainya pengetahuan dan keterampilan baru. Ketiganya saling bergantung dalam pencapaian tujuan pengajaran sastra.

Tujuan pembelajaran sastra secara umum adalah siswa mampu menikmati, menghayati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Aspek keterampilan terlihat pada pernyataan “menikmati, menghayati, memahami”. Selain itu, aspek sikap terlihat pada pernyataan

“memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian,

(40)

memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa”.

Tujuan pengajaran sastra adalah untuk beroleh pengalaman dan pengetahuan tentang sastra”. Tujuan untuk memperoleh pengalaman sastra dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan memperoleh pengalaman dalam mengapresiasi sastra, dan memperoleh pengalaman dalam berekpresi sastra.

c. Fungsi Pembelajaran sastra

Fungsi pembelajaran sastra tercakup dalam fungsi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia sesuai dengan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Pengajaran sastra berfungsi sebagai berikut: (1) melatih keempat keterampilan berbahasa (mendengar, berbicara, membaca, dan menulis); (2) menambah pengetahuan tentang pengalaman hidup manusia, adat istiadat, agama, dan kebudayaan; (3) mengembangkan kepribadian; (4) membantu pembentukan watak; (5) memberi kenyamanan, keamanan, dan kepuasan melalui kehidupan manusia dalam fiksi; dan (6) meluaskan dimensi kehidupan dengan pengalaman baru hingga dapat melarikan diri sejenak dari kehidupan yang sebenarnya.

d. Model Pembelajaran PAIKEM 1) Pengertian PAIKEM

PAIKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Istilah Aktif maksudnya

(41)

pembelajaran adalah sebuah proses aktif membangun makna dan pemahaman dari informasi, ilmu pengetahuan maupun pengalaman peserta didik sendiridalam proses belajar peserta didik tidak semestinya diperlakukan seperti bejana kosong yang pasif hanya menerima kucuran ceramah sang guru tentamg ilmu pengetahuan atau informasi. Istilah Inovatif, dimaksudkan dalam proses pembelajaran muncul ide-ide baru

atau inovasi-inovasi positif yang lebih baik. Istilah Kreatif, memiliki makna bahwa pembelajaran merupakan sebuah proses pengenbangan kreatifitas peserta didik, karena pada dasarnya setiap individu memiliki imajinasi dan rasa ingin tahu yang tidak pernah berhenti. Dengan demikian, guru dituntut mampu menciptakan kegiatan pembelajaran yang beragam sehingga seluruh potensi dan daya imajinasi peserta didik dapat berkembang secara maksimal. Istilah Efektif, berarti bahwa model pembelajaran apapun yang dipilih harus menjamin bahwa tujuan pembelajaran akan tercapai secara maksimal. Ini dapat dibuktikan dengan adanya pencapaian kompetensi baru oleh peserta didik setelah proses belajar mengajar berlangsung. Di akhir proses pembelajaran harus ada perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan pada diri peserta didik. Sedangkan istilah Menyenangkan dimaksudkan bahwa proses pembelajaran harus berlangsung dalam suasana yang menyenangkan dan mengesankan. Suasana pembelajaran yang menyenangkan dan berkesan akan menarik minat peserta didik untk terlibat secara aktif, sehingga tujuan pembelajaran akan dapat tercapai

(42)

secara maksimal. Disamping itu, pembelajaran yang menyenangkan dan berkesan akan menjadi hadiah, reward bagi peserta didik yang pada gilirannya akan mendorong motivasinya semakin aktif dan berprestasi pada kegiatan belajar berikutnya.

Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.

Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat. Secara garis besar, gambaran PAIKEM adalah sebagai berikut:

a) Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.

b) Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan “pojok baca”.

c) Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interatif, termasuk cara belajar kelompok.

(43)

d) Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

2) Yang Harus Diperhatikan dalam Melaksanakan PAIKEM a) Memahami Sifat Peserta Didik

Pada dasarnya anak memiliki sifat rasa ingin tahu dan berimajinasi. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berfikir kritis dan kreatif. Untuk itu kegiatan pembelajaran harus dirancang menjadi lahan yang subur bagi perkembangannya kedua sifat tersebut.

b) Mengenal Peserta Didik Secara Perorangan

Peserta didik berasal dari latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Perbedaan individu harus diperhatikandan harus tercermin dalam pembelajaran. Semua peserta didik dalam kelas tidak harus selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Peserta didik yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkanuntuk membantu temannya yang lebih lemah (tutor sebaya).

c) Memanfaatkan Perilaku Peserta Didik Dalam Pengorganisasian Belajar

Peserta didik secara alami bermain secara berpasangan atau kelompok. Perilaku yang demikian dapat dimanfaatkan oleh guru

(44)

dalam pengorganisasian kelas. Dengan berkelompok akan memudahkan mereka untuk berinteraksi atau bertukar pikiran.

d) Mengembangkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreatif Serta Mampu Memecahkan Masalah

Pada dasrnya hidup adalah memecahkan masalah. Untuk itu peserta didik perlu dibekali kemampuan berfikir kritis dan kreatif untuk menganalisis masalah, dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah, jenis pemikiran tersebut sudah ada sejak lahir, guru diharapkan dapat mengembangkannya.

e) Menciptakan Ruangan Kelas Sebagai Lingkungan Belajar yang Menarik

Ruang kelas yang menarik sangat disarankan dalam PAIKEM.

Hasil pekerjaan peserta didik sebaiknya dipajang di dalam kelas, karena dapat memotivasi peserta didik untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi peserta didik yang lain. Selain itu pajangn juga dapat juga dijadiakn bahan ketika membahas materi pembelajaran yang lain.

f) Memanfaatkan Lingkungan Sebagai Lingkungan Belajar

Lingkungan (fisik, sosial, budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar peserta didik. Lingkungan dapat berfungsi sebagai media belajar serta objek belajar peserta didik.

(45)

g) Memberi Umpan Balik yang Baik Untuk Meningkatkan Kegiatan Pemberian umpan balik dari guru kepad pesrta didik merupakan suatu interaksi antara guru dan peserta didik. Umpan balik hendaknya lebih mengungkapkan kekuatan dan kelebihan peserta didik dari pada kelemahnnya. Umpan balik juga harus dilakukan secara santun dan elegan sehingga tidak meremehkan dan menurunkan motivasi.

h) Membedakan Antara Aktif Fisik dengan Aktif Mental

Dalam pembelajaran PAIKEM, aktif secara mental lebih diinginkan dari pada aktif fisik. Karena itu, aktifitas sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, mengemukakan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental.

3) Pelaksanaan Pembelajaran PAIKEM di SMA

Dalam penerapan PAIKEM oleh pendidik bisa dilihat dan dicermati berbagai indikasi yang muncul pada saat proses belajar mengajar dilaksanakan. Disamping itu, pendidik juga perlu memperhatikan berbagai prinsip ketika menerapkannya. Kriteria ada atau tidaknya pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan dapat dilihat pada indikator berikut ini.

Tabel I Indikator Proses Pembelajaran PAIKEM

INDIKATOR PROSES PENJELASAN METODE

1. PEKERJAAN PESERTA DIDIK (Diungkapkan dengan bahasa peserta didik sendiri).

PAIKEM menguta- makan agar peserta di- dik mampu berfikir, berkata-kata, dan mengungkap sendiri

Guru membimbing peserta didik dan memajang hasil karyanya agar dapat saling belajar

(46)

2. KEGIATAN PESERTA DIDIK (Peserta Didik banyak diberi kesempatan untuk mengalami atau melakukan sendiri)

Bila peserta didik mengalami atau mengerjakan sendiri, mereka belajar meneliti tentang apa saja.

Guru dan peserta didik interaktif dan hasil pekerjaan peserta didik dipajang untuk meningkatkan motivasi.

3. RUANG KELAS (penuh pajangan hasil karya peserta didik dan alat peraga sederhana buatan guru dan peserta didik)

Banyak yang dapat dipajang di kelas dan dari pajangan hasil itu peserta didik saling belajar. Alat peraga yang sering digunakan diletakkan strategis.

Pengamatan ruangan kelas dan dilihat aapa saja yang dibutuhkan untuk dipajang, dimana, dan bagaimana memajangnya.

4. PENATAAN MEJA KURSI

(Meja kursi tempat belajar peserta didik dapat diatur secara fleksibel.

Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan berbagai metode, misalnya melalui kerja kelompok, diskusi, atau aktifitas peserta didik secara individual.

Diskusi, kerja kelompok, kerja mandiri, pendekatan individual guru kepada murid yang prestasinya kurang baik.

5. SUASANA BEBAS (Peserta didik memiliki dukungan suasana bebas untuk menyampaikan atau mengungkapkan

pendapat)

Peserta didik dilatih untuk mengungkaokan pendaoat secara bebas, baik dalam diskusi, tulisan, maupun kegiatan lain.

Guru dan sesama peserta didik mendengarkan dan menghargai

pendapat peserta didik lain, diskusi dan kerja individual.

6. UMPAN BALIK GURU

(guru memberikan tugas yang bervariasi dan secara langsung memberi umpan balik agar peserta didik segera memperbaiki kesalahan)

Guru memberikan tugas yang mendorong peserta didik bereksplorasi dan guru memberikan bimbingan individual atau kelompok dalam hal penyelesaian masalah.

Penugasan

individual atau kelompok,

bimbingan langsung dan penyelesaian masalah.

7. SUDUT BACA

(Sudut kelas sangat baik bila diciptakan sebagai sudut baca untuk peserta didik)

Sudut baca di ruang kelas akan mendorong peserta didik gemar membaca. (Peserta didik didekatkan dengan buku-buku, jurnal, koran, dll).

Observasi kelas, diskusi dan pendekatan terhadap orang tua.

(47)

8. LINGKUNGAN SEKITAR

(Lingkungan sekitar sekolah dijadikan media pembelajaran)

Sawah, lapangan, pohon, sungai, kantor dan lain-lain dioptimalkan

pemanfaatannya untuk pembelajaran.

Observasi lapangan, eksplorasi, diskusi, kelompok, tugas.

Individual, dan lain- lain.

e. Metode Pembelajaran sastra 1) Metode Ceramah

Metode ini dilakukan untuk mengadakan penuturan secara lisan dalam menyampaikan ide-ide dan informasi kepada siswa. Siswa mendengarkan dan mencari hal-hal yang perlu. Metode ceramah dapat menantang imajinasi siswa, membangkitkan rasa ingin tahu, mengembangkan semangat mencari, dan merangsang kreativitas.

Namun, dengan metode ceramah juga dapat membuat siswa cenderung pasif, pengukuran kecepatan klasikal ditentukan oleh pengajar kurang cocok untuk pembentukan keterampilan dan sikap.

2) Metode Diskusi

Kelebihan metode diskusi yaitu dapat memberikan kebebasan peran guru dalam kelas, misalnya sebagai pencatat atau dapat sebagai pemimpin diskusi, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dan secara langsung terlibat dalam proses belajar mengajar, dan adanya hubungan yang komunikatif antara guru dan siswa. Adapun kelemahan pengajaran melalui diskusi adalah tidak dapat menjamin penyelesaian yang berhasil, hasilnya tidak dapat diramalkan, dan memerlukan keterampilan berdiskusi.

(48)

3) Metode Tanya Jawab

Kelebihan metode tanya jawab adalah dapat membuat semangat dalam belajar mengajar, dan mengurangi kekeliruan dalam memandang suatu konsep. Adapun kelemahan strategi ini adalah kurang adanya respon dari siswa jika tanya jawab hanya dilakukan atau didominasi beberapa siswa saja.

Berdasarkan metode-metode di atas, penulis berpendapat dalam pengajaran sastra sebaiknya digunakan metode campuran antara inkuiri, ceramah, diskusi, dan tanya jawab. Keempat metode tersebut

digunakan dalam beberapa pertemuan dalam proses belajar mengajar sastra di SMA

f. Materi Pembelajaran Sastra

Di dalam proses belajar mengajar guru hendaknya dapat memilih materi atau bahan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Untuk itu harus memperhatikan kriteria pemilihan materi pelajaran, yaitu sebagai berikut : (1) isi pelajaran hendaknya cukup sahih atau valid; (2) bahan yang diberikan haruslah cukup berarti atau bermanfaat; (3) bahannya menarik; dan (4) bahan hendaknya sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.

Materi pelajaran sastra berkaitan pula dengan sumber belajar. Sumber belajar dapat berupa: (1) buku-buku pelajaran yang diwajibkan, buku pelajaran yang dapat dipakai yang masih sesuai dengan buku pelengkap, buku bacaan, kamus, ensiklopedia; (2) media cetak: surat kabar, buletin,

(49)

majalah; (3) media elektronik: radio, televisi, video; dan (4) lingkungan:

alam, sosial, budaya, dan hasil karya siswa.

g. Kegiatan Belajar Mengajar Siswa

Kegiatan belajar mengajar sastra merupakan kegiatan interaksi antara guru dan siswa dalam pengajaran di kelas. Guru bertugas mengajarkan materi pelajaran dan siswa menerima pelajaran. Proses belajar mengajar dikatakan berhasil dilihat dari pencapaian nilai siswa di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang sudah ditentukan oleh guru.

h. Evaluasi

Pada pelaksanaan terakhir diadakan evaluasi. Evaluasi dimaksudkan untuk mengamati hasil belajar siswa dan berupaya menentukan bagaimana menciptakan kesempatan belajar. Dalam pengajaran sastra evaluasi dibagi menjadi 2 macam, yaitu: (1) evaluasi yang menyangkut tentang tingkah laku dan sikap siswa; dan (2) evaluasi tentang pengetahuan yang bersifat apresiatif.

Hasil evaluasi dari siswa kemudian diorientasikan dengan tujuan yang telah direncanakan. Kegiatan belajar mengajar itu akan berhasil dengan baik apabila hasil evaluasi dari siswa diorientasikan dengan tujuan yang sesuai, sebaliknya kegiatan belajar dikatakan belum berhasil apabila hasil evaluasi dari siswa dengan tujuan tidak menunjukkan kesesuaian.

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara kerja untuk memenuhi suatu objek yang menjadi sarana ilmu yang bersangkutan. Dalam penelitian ini akan disajikan objek penelitian, fokus penelitian, data dan sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis.

A. Data dan Sumber Data

Data penelitian ini berupa kutipan-kutipan langsung maupun tidak langsung novel Ronggeng karya Dewi Linggasari. Sumber data adalah subjek yang dijadikan sumber pengumpulan data (Arikunto, 2010: 172). Sumber data penelitian ini adalah novel Ronggeng karya Dewi Linggasari,cetakan pertama, bulan September 2007 diterbitkan oleh Bigraf Publishing Yogyakarta.

B. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah apa saja yang menjadi titik perhatian (Arikunto, 2010: 38). Objek dalam penelitian skripsi ini adalah citra wanita tokoh utama yang berupa citra diri dan citra sosial dalam novel Ronggeng karya Dewi Linggasari cetakan pertama yang diterbitkan oleh Bigraf Publishing Yogyakarta pada bulan September tahun 2007 dengan tebal 209 halaman.

38

(51)

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada citra wanita tokoh utama yang meliputi citra diri yaitu teks fisik dan teks psikis dan citra sosial yang meliputi citra wanita dalam keluarga dan masyarakat dalam novel Ronggeng karya Dewi Linggasari, dan pembelajarannya di SMA dengan metode pembelajaran ceramah, diskusi, dan tanya jawab

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu atau fasilitas yang digunakan lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2010: 160).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kertas pencatat data beserta dengan alat tulisnya. Kertas pencatat digunakan untuk mencatat seluruh data yang berupa kutipan-kutipan dalam novel Ronggeng karya Dewi Linggasari.

E. Teknik Pengumpulan Data

Agar penulis mendapat data yang diperlukan dalam penelitian ini, digunakan suatu cara pengumpulan data atau teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak catat. Teknik simak catat adalah mencatat data-data yang telah ditemukan ke dalam nota catatan.

(52)

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. membaca novel Ronggeng karya Dewi Linggasari, secara kritis dan teliti.

2. mengidentifikasi data yang berhubungan dengan citra wanita yang berupa citra diri dan citra sosial dalam novel Ronggeng karya Dewi Linggasari.

3. mencatat data-data yang diperoleh sesuai dengan objek penelitian.

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian sastra. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi novel Ronggeng karya Dewi Linggasari, data yang digunakan dalam penelitian ini berupa bentuk-bentuk bahasa, yakni teks dalam novel Ronggeng karya Dewi Linggasari.

Menurut Milles dan Humberman (1992: 15-21) ada beberapa langkah untuk menganalisis data dengan model alir, yaitu

1. Mengumpulkan data-data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data itu telah dikumpulkan dalam aneka macam cara (observasi, wawancara, intisari dokumen, pita rekaman), dan diproses menggunakan pencatat atau pengetikan.

2. Reduksi data sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis.

3. Penyajian data, dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan, lebih jauh

(53)

menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut.

4. Menarik kesimpulan berdasarkan pada hasil penelitian yang telah didapat.

masa pengumpulan data REDUKSI DATA

Antisipasi Selama Pasca

PENYAJIAN DATA Analisis

Selama Pasca

PENARIKAN KESIMPULAN VERIFIKASI

Selama Pasca

Gambar Komponen-Komponen Analisis Data: Model Alir

G. Teknik Penyajian Hasil Analisis

Teknik penyajian data ada dua teknik, yaitu formal dan informal. Teknik formal adalah penyajian dengan menggunakan lambang-lambang, sedangkan teknik informal adalah perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993: 145). Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik penyajian data informal. Jadi, dalam penyajian hasil penelitian yang berupa aspek-aspek sosiologi pada novel Ronggeng karya Dewi Linggasari, penulis menggunakan kata-kata biasa.

(54)

BAB IV

PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA

A. Penyajian data

Sebelum penulis menyajikan data penelitian yang akan dianalisis dalam penelitian ini, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan tentang objek penelitian, yakni novel Ronggeng karya Dewi Linggasari.

Novel Ronggeng karya Dewi Linggasari yang diterbitkan oleh Bigraf Publishing Yogyakarta, tebal 209 halaman dan berukuran 13x19 cm cetakan pertama bulan September 2007.

Adapun data-data dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan atau isi objek penelitian, yaitu kutipan- kutipan dari novel Ronggeng karya Dewi Linggasari.

Untuk membahas data hasil penelitian, terlebih dahulu penulis akan menyajikan data-data hasil penelitian agar dapat dibahas secara benar dan teliti. Di sini penyajian data hasil penelitian merupakan kutipan-kutipan dari novel Ronggeng karya Dewi Linggasari. Kutipan-kutipan yang menjadi data dalam penelitian ini merupakan kutipan langsung dan tidak langsung yang menjelaskan dan menggambarkan tentang citra diri dan citra sosial tokoh utama novel Ronggeng karya Dewi Linggasari.

42

(55)

1. Citra Diri Tokoh Utama Novel Ronggeng

Citra diri tokoh utama novel Ronggeng karya Dewi Linggasari terdiri dari dua aspek yaitu aspek fisik dan aspek psikis. Berikut disajikan data-data yang dituangkan dalam bentuk tabel yang menggambarkan citra diri perempuan dengan tokoh utamanya Sarinah dan Pursilah.

Tabel I

Citra Diri Tokoh Utama

Novel Ronggeng Kerya Dewi Linggasari

Tokoh Citra Wanita Penjelasan Singkat Halaman Sarinah Citra Diri

a. fisik

b. Psikis

Berwajak ayu, tangannya halus, tubuhnya ramping, kakinya yang jenjang dan lembut.

Penurut dan pendiam

1, 7, 22, 32, dan 36

23, 29, dan 31 Pursilah a. fisik

b. Psikis

Berwajak cantik dan luwes, tubuhnya sintal, rambutnya legam, kulitnya halus, kulitnya berwarna kuning langsat, matanya jernih, dagunya runcing, dan tubuh tinggi semampai.

Pecemburu, penyesal, lugu dan penurut

4, dan 62

5, 36, dan 65

(56)

2. Citra Sosial Tokoh Utama Wanita Novel Ronggeng

Citra sosial tokoh utama wanita novel Ronggeng karya Dewi Linggasari terdiri dari citra perempuan dalam keluarga dan citra perempuan dalam masyarakat. Berikut disajikan data-data yang dituangkan dalam bentuk tabel yang menggambarkan citra perempuan dengan tokoh utamanya Sarinah dan Pursilah.

Tabel II

Citra Sosial Tokoh Utama Novel Ronggeng Karya Dewi Linggasari

Tokoh Citra Wanita Penjelasan Singkat Halaman Sarinah Citra Sosial

a. keluarga

Penurut, pendiam, dan patuh dengan keinginan orang tuanya.

3, 40, dan 45

b. Masyarakat Ramah dan tidak sombong

57 Pursilah a. Keluarga Penurut dan selalu

menuruti Nyainya.

62 b. Masyarakat Kedudukannya

sangat istimewa di mata masyarakat.

63

3. Skenario Pembelajaran Novel Ronggeng di kelas XI SMA

Pembelajaran novel di sekolah, khususnya SMA dapat dikatakan sama dengan jenis sastra prosa lainnya seperti cerpen dan novel. Pembelajaran sastra atau novel berkaitan dengan strategi mengajar dan strategi belajar.

(57)

Tabel III

Skenario Pembelajaran Novel Ronggeng di SMA No. Komponen Pembelajaran Keterangan

1. Standar Kompetensi 7. Memahami hikayat, novel Indonesia/

terjemahan.

2. Kompetensi Dasar 7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/

terjemahan.

3. Indikator 1. Membaca dan memahami novel

Ronggeng.

2. Menganalisis citra diri perempuan yang terdapat dalam novel Rong- geng.

3. Menganalisis citra sosial perempuan yang terdapat dalam novel Rong- geng.

4. Tujuan Pembelajaran 1. Siswa mampu membaca dan memahami novel Ronggeng.

2. Siswa mampu menganalisis citra diri perempuan dalam novel Ronggeng.

3. Siswa mampu menganalisis citra so- sial perempuan dalam novel Rong- geng.

5. Materi Pembelajaran 1. Naskah novel Ronggeng karya Dewi Linggasari.

2. Citra diri perempuan dalam novel Ronggeng karya Dewi Linggasari.

3. Citra sosial perempuan dalam novel Ronggeng karya Dewi Linggasari.

6. Langkah-langkah Pembelajaran

Pertemuan I : Kegiatan awal, inti, akhir.

Pertemuan II: Kegiatan awal, inti, akhir 7. Metode Pembelajaran Kegiatan awal: ceramah, diskusi

Kegiatan akhir: tanya jawab

8. Model Pembelajaran PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.

(58)

9. Media dan Sumber Belajar

1. Novel Ronggeng karya Dewi Linggasari.

2. Buku Panduan Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA dan MA kelas XI.

3. LKS Bahasa dan Sastra Indonesia untuk kelas XI.

4. Media elektronik seperti laptop dan LCD.

A. Pembahasan Data

Analisis karya sastra dalam kajian ini berfokus dalam citra perempuan.

Penerapan citra perempuan langsung yakni: citra diri dan citra sosial.

Citra diri perempuan pada garis besarnya tergabung atas citra fisik dan psikisnya, gabungan keduanya dalam batas uraian ini disebut denghan citra perempuan.

Citra sosial perempuan merupakan citra yang erat hubungannya dengan norma dan sistem nilai yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat, tempat perempuan menjadi anggota berhasrat mangadakan hubungan antar manusia.

Novel Ronggeng karya Dewi Linggasari yang dianalisis secara feminis menurut teori Sugihastuti adalah sebagai berikut:

1. Citra Diri Tokoh Utama Wanita Novel Ronggeng

Citra diri tokoh utama wanita dari novel Ronggeng terdiri dari dua aspek yaitu aspek fisik dan aspek psikis.

(59)

a) Citra fisik

Citra diri tokoh utama novel ini terdapat dua tokoh utama wanita yaitu Sarinah dan Pursilah. Secara fisik digambarkan Sarinah sebagai wanita dewasa yang cantik, tubuhnya ramping, sedangkan Pursilah digambarkan sebagai wanita dewasa yang cantik, berkulit langsat, berambut legam, tubuh yang molek, dan mata yang indah.

1) Sarinah

Sarinah diceritakan sebagai gadis desa yang cantik. Sarinah anak seorang petani. Sarinah dinikahi oleh seorang priyayi yang bekerja sebagai sinder di sebuah perkebunan teh karena tertarik dengan kecantikan yang dimiliki sarinah, kecantikannya dapat terlihat seperti dalam kutipan berikut:

“Pikirannya hanya dipenuhi oleh bayang-bayang Sarinah, pengantinnyayang ayu seolah seorang ratu.”

(Ronggeng, 2007: 7).

Pikiran pengantin laki-laki tidak lepas dari bayang-bayang pengantinnya yang ayu. Dia merasa bangga karena bisa menikah dengan Sarinah ghadis desa yang cantik. Pikirannya hanya terpaku pada kecantikan Sarinah, tidak berfikir apakah Sarinah bahagia atau tidak dengan pernikahan ini.

“Seorang dukun pengantin terlebih dahulu telah berpuasa dan mengucapkan mantera sebelum merias wajahnya dan melilitkan pakaian pengantin pada ramping tubuhnya.”

(Ronggeng, 2007: 1).

Sebelum merias dukun pengantin bepuasa untuk menjadikan pengantin yang manglingi, terbukti Sarinah menjadi pengantin yang

(60)

manglingi, cantik bagikan seorang ratu. Gaun pengantin yang indah yang melekat di tubuh rampingnya menambah kecantikan Sarinah.

kecantikan Sarinah semakin terpancar dengan gaun pengantin yang indah dan polesan riasan dari dukun penganting yang terlebih dulu melaksanakan ritual agar pengantinnya semakin cantik.

“Ia perlu menggemasi pipi pengantinnya sebelum meremas telapak tangan yang halus itu dan menggandengnya keluar.”

(Ronggeng, 2007: 22).

Sarinah tidak hanya cantik dia juga memiliki kulit yang halus.

Pengantin laki-lakinya sangat bahagia dengan pernikahan ini. Dia sangat mengasihi, menyayangi dan mencintai Sarinah yang telah menjadi istrinya, tergambar dari kutipan diatas dia menggandeng Sarinah meskipun dia tak tau apakah Sarinah juga bahagia dengan pernikahan ini.

“Tubuhnya yang ramping amat elok terbalut sehelai rok berwarna lembut dengan jahitan halus.”

(Ronggeng, 2007: 32).

Tubuh Sarinah yang indah semakin indah dengan balutan rok yang berwarna lembut dengan jahitan lembut membuat dia semakin cantik dan anggun. Saat masih menjadi gadis desa Sarinah sudah terlihat cantik, apalagi sekarang setelah menikah dengan seorang sinder Sarinah tambah cantik dengan polesan dan pakaian yang bagus- bagus.

“Dalam balutan rok halus, bukan kebaya ala gadis desa dan rias wajah bersahaja, Sarinah tampak seakan perempuan kota, ayu dan lembut.”

(Ronggeng, 2007: 36).

Gambar

Tabel I Indikator Proses Pembelajaran PAIKEM
Gambar Komponen-Komponen Analisis Data: Model Alir
Tabel II
Tabel III
+3

Referensi

Dokumen terkait

Fpeleka\ krena molorjuea alat lislrik yads bisa selvakru Naktu lidak diP.t te.jadi gan-qgnan dari jarinsan list.ik alau dari molur iru scliap mod yarg diguaakdr

Be to, pasiūlytas elektroninės parduotuvės, kaip verslo komunikacijos instrumento, pritai- kymo tikslinei kultūrai metodas, grindžiamas kultūros dimensijomis ir interneto

Penawaran Terkoreksi (Rp) Maka Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Tahun Anggaran 2014 menyampaikan Pengumuman Pemenang pada paket

Disampaikan kepada masyarakat luas bahwa Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tegal melalui Pejabat Pengadaan Barang/Jasa telah melakukan proses Pengadaan Langsung pekerjaan

[r]

Proses penyesuaian menggunakan data dari laporan laba rugi yang disusun ulang dan informasi yang tersedia untuk meletakkan komponen laba pada periode

pegawai yang telah memenuhi persyaratan masa kerja untuk naik pangkat dan golongan setingkat lebih tinggi. 2 Pegawai yang akan naik pangkat melengkapi persyaratan dan menyerahkan

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. © Gin Gin Ginanjar 2016 Universitas