• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEBUGARAN FISIK MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEBUGARAN FISIK MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEBUGARAN FISIK MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013-2014

Oleh : ZURIEL I NATAN

130100291

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

(2)
(3)

ABSTRAK

Latar Belakang: Kebugaran fisik cenderung kurang diperhatikan oleh kebanyakan orang. Kebugaran fisik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah Indeks Massa Tubuh (atau IMT). Kebugaran fisik yang buruk dan Indeks Massa Tubuh yang tinggi merupakan faktor resiko terhadap banyak masalah yang kesehatan.

Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai korelasi antara Indeks Massa Tubuh dengan kebugaran fisik pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 dan 2014.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain potong lintang. Pengumpulan sampel dengan metode consecutive sampling dan analisa data menggunakan tes Pearson. Subjek sebanyak 48 orang diberikan uji kebugaran fisik, yang diukur dengan Indek Kebugaran Fisik (atau IKF) menggunakan Harvard Step Test. Tes dilaksanakan menggunakan kursi dengan tinggi 50 cm. Durasi tes berlangsung selama 5 menit atau sampai titik kelelahan subjek. Subjek diminta untuk berdiri setelah tes dan denyut radial diukur pada menit 1 selama 30 detik dan dilakukan dengan pola yang sama pada menit ke-2 dan ke-3.

Hasil: Hasil rata-rata IKF 77.7 ±19.0 dan IMT 23.46 ±4.16 untuk semua subjek.

Koefesien korelasi Pearson menunjukkan hubungan sedang antara IMT dan kebugaran fisik (r = -0.416, p = 0.03).

Kesimpulan: Penelitian menunjukkan hubungan terbalik antara IMT dengan IKF yang artinya semakin tinggi nilai IMT maka nilai IKF akan menjadi semakin rendah.

Kata kunci : indeks massa tubuh, kebugaran fisik, mahasiswa, fakultas kedokteran.

(4)

ABSTRACT

Foreword: Physical fitness tend to be underestimated by most of the people.

Physical fitness is related with many factor, especially with Body Mass Index (or BMI). Poor physical fitness especially cardiorespiratory fitness and a high Body Mass Index is risk factor of many medical problem.

Objective: The purpose of this study is to investigate the correlation between Body Mass Index and physical fitness in medical student of the University of North Sumatera class of 2013 and 2014.

Method: This was an analytic study with a cross-sectional study design. This study used a consecutive sampling method and data analysis was performed using Pearson correlation test. 48 subject met with inclusion and exclusion criteria, were tested for their physical fitness, measured with Physical Fitness Index (or PFI) using Harvard Step Test. The test was performed using a stool with a height of 50 cm. The test was done for a total duration of five minutes or until the exhaustion of subject. Subject were asked to remain standing after the completion and the radial pulse was recorded at minute 1 for 30 second and with the same pattern at minutes 2 and 3.

Result: The mean PFI 77.7 ±19.0 and IMT 23.46 ±4.16 respectively for total population. Pearson correlation coefficient showed moderate correlation between BMI and PFI (r = -0.416 ; p = 0.03).

Conclusion: This study illustrated a negative moderate relationship between BMI and PFI means the higher BMI, the value of PFI will be lower.

Keywords: body mass index, physical fitness, medical student

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya oleh karuniaNya saja skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini bertujuan sebagai salah satu syarat kelulusan Sarjana Kedokteran (S.Ked) di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saya berharap bahwa skripsi ini dapat berguna untuk menambah wawasan juga pengetahuan terutama yang berhubungan dengan :

“Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran Fisik pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013-2014”

Selesainya skripsi ini tentunya bukan hanya upaya saya semata, maka berhubungan dengan itu, izinkan saya untuk menyampaikan rasa terima kasih saya dan penghormatan kepada yang terhormat:

1. Dekan FK USU, Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) yang memimpin fakultas ini dengan begitu baik sehingga memungkinkan saya untuk dapat belajar dan mengikuti program Pendidikan Kedokteran di FK USU ini.

2. Pembimbing penulisan skripsi, dr. Dwi Rita Anggraini, M.Kes, Sp.PA dan dr. Fera Wahyuni, M. Ked (Ped), Sp.A yang sudah dengan sabar membimbing dan mengarahkan proses penulisan dan pelaksanaan skripsi ini sampai pada penyelesaiannya.

3. Dosen Penguji, dr. Radita Nur Anggraeni M.Ked (PA), Sp.PA dan dr.

Andre Marolop Pangihutan Siahaan, Sp.BS yang telah membantu lewat pendapat dan saran yang menyempurnakan penulisan skripsi ini.

4. Orangtua tercinta, Ayahanda Yanny Natan dan Ibunda Susi Saptawarni, yang terus menerus memberikan dukungan, motivasi, ajaran, semangat dan doa yang tak ada habisnya kepada penulis.

5. Kepada teman-teman yang membantu melalui usaha, dukungan, motivasi, kerja keras dan semangat dalam proses berjalannya penelitian dan penulisan skripsi ini, Ummu Lubis, Kristian Sembiring, Enola Sihite, Hendri Yanis, Erwin Togatorop, Diko Saragih, Sugama Ginting, Oky Manurung, Erwin Simangunsong, Johannes Kevin, Glory Tarigan dan Vinalola Vera.

6. Kepada subjek yang telah bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, mahasiswa FK USU angkatan 2013 dan 2014.

7. Kepada teman-teman seperjuangan dan seluruh angkatan 2013. Saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya untuk bantuannya selama proses penulisan dan penelitian skripsi ini.

(6)

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih banyak mengandung kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk memperbaiki dan meyempurnakan penulisan skripsi ini.

Medan. 5 Desember 2016

Zuriel Immanuel Natan

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN……..………. i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI….……….. vi

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR……….. ix

DAFTAR SINGKATAN... x

BAB 1 PENDAHULUAN………….……….. 1

1.1. Latar Belakang………... 1

1.2. Rumusan Masalah……….. 2

1.3. Tujuan Penelitian………... 2

1.3.1. Tujuan Umum……….……….. 3

1.3.2. Tujuan Khusus……….………. 3

1.4. Manfaat Penelitian……….……. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………. 4

2.1. Indeks Massa Tubuh……….. 4

2.2 Kebugaran Fisik……… 5

2.3 Detak Jantung………... 6

2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Detak Jantung… 7 2.4 Ambilan Oksigen Maksimal(VO2max)…………... 8

2.4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi VO2max….….... 9

2.5 Pengukuran Kebugaran Fisik………... 10

2.8 Hubungan antara IMT dengan Kebugaran Fisik………….. 12

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN………. 15

3.1. Kerangka Teori……….. 15

3.2. Kerangka Konsep……….……….. 15

3.2. Hipotesis……… 16

BAB 4 METODE PENELITIAN………..……. 17

4.1. Rancangan Penelitian………....…………..…………... 17

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian……..……….. 17

4.3. Populasi dan Sampel……….………. 17

4.3.1. Populasi Penelitian... 17

4.3.2. Sampel Penelitian……….……….. 17

4.3.3. Kriteria Inklusi…..……….. 17

4.3.4. Kriteria Eksklusi..……… 18

4.3.5. Teknik Pengambilan Sampel..………. 18

4.4. Teknik Pengumpulan Data…..……… 18

4.5. Prosedur Kerja………...…………..………. 19

(8)

4.6. Pengolahan dan Analisa Data... 20

4.7. Definisi Operasional……...………. 21

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN... 23

5.1 Hasil Penelitian... 23

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 23

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Subjek... 23

5.1.3 Hasil Analisis Statistik... 26

5.2 Pembahasan... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 32

6.1 Kesimpulan... 32

6.2 Saran... 32

DAFTAR PUSTAKA……….. 33 LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 5.1 Distribusi Subjek Berdasarkan Angkatan, Umur... 24

Jenis Kelamin, Kebiasaan Olahraga dan Merokok Tabel 5.2 Distribusi Subjek Berdasarkan IMT... 25

Tabel 5.3 Distribusi Subjek Berdasarrkan IKF... 25

Tabel 5.4 Distribusi Subjek Berdasarkan IMT dan IKF... 26

Tabel 5.5 Hubungan IMT dengan IKF... 27

Tabel 5.6 Hubungan IMT dengan IKF sesuai Jenis Kelami... 27

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1 Kerangka Teori………. 15

Gambar 2 Kerangka Konsep……….. 15 Gambar 3 Diagram Tebar Hubungan IMT dengan IKF... 28 Gambar 4a Diagram Tebar Hubungan IMT dengan IKF Laki-laki.... 29 Gambar 4b Diagram Tebar Hubungan IMT dengan IKF Perempuan. 29

(11)

DAFTAR SINGKATAN

ATP : Adenosine Tri Phospate

ACSM : American College of Sports Medicine BMI : Body Mass Index

CO : Cardiac Output

HR : Heart Rate/Detak Jantung IKF : Indeks Kebugaran Fisik IMT : Indeks Massa Tubuh NO : Nitric Oxide

PFI : Physical Fitness Index

SV : Stroke Volume/Volume Sekuncup VO : Ambilan Oksigen

VO2max : Ambilan Oksigen Maksimal WHO : World Health Organization

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat dalam beberapa dekade terakhir membuat hidup manusia menjadi semakin mudah. Hal ini ditandai dengan peningkatan penggunaan tenaga mesin dan pengurangan penggunaan tenaga manusia. Manusia akan cenderung kurang melakukan aktivitas fisik dan memiliki pola hidup yang kurang baik. Pola hidu yang kurang baik akan berkorelasi dengan terjadinya obesitas dan obesitas berhubungan dengan penurunan kebugaran fisik.1

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa obesitas telah memberikan dampak yang signifikan terhadap timbulnya morbiditas dan mortalitas. Pria obesitas memiliki risiko tiga kali lebih tinggi untuk penyakit kardiovaskular dan dua kali lebih berisiko untuk semua penyebab kematian.2 Pria obesitas juga memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita penyakit, termasuk sindrom metabolik (diabetes, hipertensi, dislipidemia), sesak nafas dan buruknya kualitas hidup.3

Obesitas merupakan indikator status berat badan yang diukur melalui pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT). Menurut WHO, IMT seseorang dapat dibedakan menjadi underweight, normoweight, overweight dan obese. Pengukuran IMT merupakan salah satu pengukuran antropometri untuk mengetahui komposisi tubuh seseorang.3 Faktor-faktor fundamental penyebab obesitas dan kelebihan berat badan adalah adanya ketidakseimbangan energi antara kalori yang dikonsumsi dan kalori yang digunakan secara global menunjukkan terjadinya peningkatan konsumsi dari makanan yang kaya energi dan tinggi lemak dan juga penurunan aktivitas fisik akibat semakin berkembangnya lingkungan kerja, sistem transportasi juga urbanisasi yang terjadi belakangan ini.4

Kebugaran fisik adalah kemampuan jantung, pembuluh darah, paru-paru dan otot untuk bekerja dengan efisiensi yang optimal. Kebugaran fisik juga terkait dengan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas fisik pada tingkat sedang

(13)

hingga berat tanpa mengalami kelelahan yang semestinya serta kemampuan untuk mempertahankannya sepanjang hidup. Dengan adanya kebugaran fisik, tubuh kita sanggup untuk melakukan penyesuaian terhadap beban fisik yang diberikan kepadanya sehingga dapat menghindari kelelahan yang berlebihan.5

Kebugaran fisik terbagi menjadi dua komponen yaitu kebugaran fisik terkait kesehatan (health related component) dan kebugaran fisik terkait kemampuan atletik (performance or skill related component). Kebugaran fisik terkait kesehatan mencakup kebugaran kardiorespirasi, komposisi tubuh, fleksibilitas, kekuatan otot dan ketahanan otot. Kebugaran fisik terkait kemampuan atletis mencakup keseimbangan, waktu reaksi, koordinasi, ketangkasan, kecepatan dan kekuatan.5

Pada penelitian terbaru di China menunjukkan bahwa pria dengan IMT normal ataupun kurang memberikan hasil indeks kebugaran fisik yang lebih tinggi dibandingkan pria dengan usia yang sama namun dengan IMT yang lebih tinggi ataupun diatas normal (overweight).6 Penelitian lainnya juga yang dilakukan oleh Zhao YQ di China mempresentasikan data bahwa anak dengan berat badan yang normal menunjukkan indeks kebugaran fisik yang lebih baik dibanding anak dengan berat badan yang tinggi.7 Berdasarkan latar belakang di atas maka diperlukan penelitian tentang hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kebugaran fisik mahasiswa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara IMT dengan kebugaran fisik mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara?

(14)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan IMT dengan kebugaran fisik mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 dan 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui gambaran IMT mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 dan 2014

2. Mengetahui gambaran kebugaran fisik mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 dan 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Bagi institusi kesehatan, data atau informasi hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam merencanakan upaya pencegahan dan pengendalian resiko terjadinya kelebihan berat badan dikemudian hari.

2. Bagi mahasiswa, data atau informasi hasil penelitian ini dapat membangun kesadaran untuk hidup sehat dan menghindari terjadinya kelebihan berat badan. Selain itu juga dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran atau sebagai referensi.

3. Bagi pelayan kesehatan, data atau informasi hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam merencanakan pencegahan dalam menangani kasus obesitas dan kelebihan berat badan pada usia muda.

4. Bagi peneliti, penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman dan menambah pengetahuan serta kemampuan dalam melakukan penelitian.

(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Indeks Massa Tubuh

Komposisi tubuh didefinisikan sebagai perbandingan relatif dari jaringan lemak dan jaringan bebas lemak dalam tubuh. Pengukuran komposisi tubuh ini sangatlah penting mengingat adanya korelasi kuat antara obesitas dan berbagai penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hiperlipidemia. Hal ini juga dapat membantu untuk menetapkan berat badan yang ideal bagi kesehatan dan kemampuan fisik.8

Antropometri adalah pengukuran tubuh manusia yang menilai berat tubuh dan dimensi tubuh/ bentuk tubuh. Beberapa teknik yang biasanya digunakan antara lain : tinggi badan/ berat badan, lingkar dan tebal lipatan kulit. Berbagai teknik pengukuran antropometri dilakukan pada berbagai lokasi pengukuran yang berbeda dengan instrumen yang berbeda-beda pula. Beberapa teknik (seperti penilaian tebal lipatan kulit) adalah untuk mengestimasi komposisi tubuh atau lemak tubuh, sementara teknik lain (seperti, IMT) adalah penilaian untuk bentuk tubuh.8 Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai antropometri antara lain adalah tabel tinggi badan dan berat badan, IMT, rasio pinggang- pinggul, lingkar dan tebal lipatan kulit, bioelectrical impedance analysis, hydrostatic weighing.8

Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung menggunakan persamaan berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan dalam meter yang dikuadratkan.

Klasifikasi IMT berdasarkan WHO sendiri adalah sebagai berikut : <16 kg/m2 untuk severe underweight, 16-16.9 kg/m2 untuk moderate underweight, 17.0–

18.49 kg/m2 untuk mild underweight, 18.5–24.9 kg/m2 untuk normoweight, >25 kg/m2 untuk overweight, 25–29.9 kg/m2 untuk preobese, >30 kg/m2 untuk

(16)

obesitas. 30–39.9 kg/m2 untuk obesitas kelas 1, 35–39.9 kg/m2 untuk obesitas kelas 2, >40 kg/m2 untuk obesitas kelas 3. 9

Penggunaan IMT sebagai parameter dalam menentukan total lemak tubuh seseorang memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan dibanding cara yang lain. Pengukuran IMT dapat memperkirakan total lemak tubuh dengan perhitungan yang sederhana, cepat dan murah dalam populasi tertentu.

Pengukuran IMT rutin dilakukan dan sering digunakan dalam studi-studi epidemiologi. Namun kelemahannya, IMT tidak dapat menjelaskan tentang distribusi lemak dalam tubuh seperti pada obesitas sentral maupun obesitas abdominal maupun menggambarkan jaringan lemak viseral. Nilai IMT berbeda dalam ras/ etnis tertentu dan tidak membedakan antara laki-laki maupun perempuan. Nilai IMT yang tinggi belum tentu karena jaringan lemak tapi dapat juga karena jaringan otot. 10

2.2 Kebugaran Fisik

Kebugaran fisik adalah kemampuan fungsional seseorang dalam melakukan pekerjaan sehari-hari yang relatif cukup berat untuk jangka waktu yang cukup tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan serta masih mempunyai tenaga cadangan untuk melakukan hal-hal yang mendadak, setelah selesai bekerja dapat pulih kekeadaan semula dalam waktu yang relatif singkat pada saat istirahat.5

Kebugaran fisik terbagi menjadi dua komponen yaitu kebugaran fisik terkait kesehatan (health related component) dan kebugaran fisik terkait kemampuan atletis (performance or skill related component). Kebugaran fisik terkait kesehatan mencakup kebugaran kardiorespirasi, komposisi tubuh, fleksibilitas, kekuatan otot dan ketahanan otot. Kebugaran fisik terkait kemampuan atletis mencakup keseimbangan, waktu reaksi, koordinasi, ketangkasan, kecepatan dan kekuatan.5

Kebugaran kardiorespirasi ada kebugaran yang terkait kesehatan atau (health related component) yang didefinisikan sebagai kemampuan dari sistem muskular, respirasi maupun sirkulasi untuk memberikan asupan oksigen terus

(17)

menerus selama aktivitas fisik. Kebugaran kardiorespirasi biasanya digambarkan dalam metabolic equivalent (MET) atau maximal oxygen uptake (VO2max ) yang diukur menggunakan tes fisik seperti treadmill. 5

Selain daripada metabolic equivalent (MET) dan maximal oxygen uptake, detak jantung dan juga volume sekuncup juga termasuk dalam faktor pengaturan kebugaran kardiorespirasi. Saat berolahraga, konsumsi oksigen sistemik meningkat sesuai dengan peningkatan aktivitas metabolik otot. Sistem kardiovaskular bertanggung jawab atas meningkatnya aliran darah dan oksigen ke otot rangka dan paru-paru. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan cardiac output yang disebabkan oleh peningkatan detak jantung, volume sekuncup, tekanan darah sistolik, aktivitas otot jantung, pengurangan dari tahanan pembuluh darah dan tekanan darah diastolik. Secara kuantitatif, perhitungan peningkatan konsumsi oksigen yang terjadi pada saat aktivitas fisik adalah

Keterangan

VO = volume oksigen yang dikonsumsi HR = detak jantung

SV = volume sekuncup

= perbedaan jumlah oksigen arteriovenous.11

Menurut ASCM, kebugaran kardiorespirasi mengacu kepada hal-hal berikut ini

1. Kapasitas Aerobik Maksimal 2. Kapasitas Fungsional

3. Physical Work Capacity

4. Ambilan atau Konsumsi Oksigen Maksimal(VO2max) 5. Cardiovascular Endurance, Fitness, or Capacity 6. Cardiorespiratory Endurance, Fitness, or Capacity 7. Cardiopulmonary Endurance, Fitness or Capacity

2.3 Detak Jantung

(18)

Detak jantung adalah jumlah dari detak jantung yang terjadi dalam satu menit yang biasanya diekspresikan dalam satu detakan per menit. Detak jantung atau heart rate adalah salah satu faktor dalam penentuan cardiac output jantung seseorang. Detak jantung biasanya dengan cara menghitung denyut nadi yang terjadi selama 1 menit. Hal ini dikarenakan ketika jantung memompa darah melalui arteri mengakibatkan munculnya pulsasi yang biasanya bisa dirasakan pada arteri yang dekat dengan permukaan kulit. Contohnya adalah arteri pada pergelangan tangan.12

Detak jantung normal pada saat istirahat adalah 60-100 detakan per menit, detak jantung kurang dari 60 detakan per menit tidak selalu berarti ada kelainan medis. Hal ini bisa saja disebabkan oleh karena penggunaan beta blocker. Detak jantung yang lebih rendah juga ditemukan pada orang yang memiliki aktivitas fisik yang tinggi atau orang yang sangat bugar. Orang yang aktif mempunyai detak jantung yang lebih rendah dikarenakan kondisi dari otot jantung yang lebih baik sehingga kerja yang diperlukan untuk mempertahankan detak jantung yang stabil menjadi lebih sedikit.12

2.3.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Detak Jantung

Pada intinya terdapat 3 faktor yang mengatur detak jantung 1. Inervasi Saraf Otonom (Autonomic Innervation)

Divisi simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf otonom mempersarafi jantung melalui jaringan saraf yang bernama cardiac plexus. Neuron simpatis postganglionic ini terletak pada ganglia servikal serta torakalis bagian atas. Kedua divisi saraf otonom mempersarafi nodus sinoatrial (SA) dan atrioventricular(AV) serta otot atrial. Kedua divisi ini juga mempersarafi otot ventrikel namun jumlah dari saraf simpatis jauh melebihi jumlah dari saraf parasimpatis.13

Pusat pengaturan jantung (Cardiac Center) pada medulla oblongata merupakan pusat pengaturan otonomi dari jantung yang terdiri dari cardioaccelatory center yang mengatur neuron simpatis yang meningkatkan detak jantung dan cardioinhibitory center yang mengatur saraf parasimpatis yang memperlambat detak jantung.13

(19)

2. Hormon

Epinefrin, norepinefrin dan hormon tiroid meningkatkan detak jantung melalui kerja hormon-hormon tersebut pada nodus SA. Efek dari epinefrin pada nodus SA mempunyai sama kesamaan dari efek hormon norepinefrin. Epinefrin juga mempengaruhi sel kontraktil dari jantung. Setelah stimulasi simpatis yang dilakukan oleh medula adrenal, otot jantung menjadi sangat tereksitasi sehingga dapat menyebabkan kontraksi yang abnormal terjadi.

3. Refleks Atrial dan Venous Return

Refleks atrial atau Bainbridge reflex terlibat dalam pengaturan detak jantung pada saat terjadinya peningkatan dari venous return(jumlah darah yang kembali ke jantung melalui vena). Saat dinding dari atrium kanan meregang, reseptor mekanik atrium mengaktifkan peningkatan dari detak jantung dengan menstimulasi aktivitas dari saraf simpatis, sehingga ketika laju venous return meningkat maka detak jantung pun akan meningkat juga.13

2.4 Ambilan Oksigen Maksimal (VO2max)

Ambilan oksigen maksimal (VO2max) merupakan karakteristik fisiologis yang dibatasi oleh persamaan Fick: . Ambilan oksigen maksimal adalah hasil dari curah jantung maksimal dan ekstraksi O2 maksimal oleh jaringan dan keduanya meningkat dengan latihan. Perubahan yang terjadi pada otot rangka dengan latihan adalah peningkatan jumlah mitokondria dan enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif. Terjadi peningkatan jumlah kapiler dengan distribusi darah ke serat otot menjadi lebih baik. Efek akhir ialah ekstraksi O2 yang lebih sempurna dan akibatnya untuk beban kerja yang sama, peningkatan pembentukan laktat lebih rendah. Peningkatan aliran darah ke otot menjadi lebih rendah dan karena hal ini, kecepatan denyut jantung dan curah jantung kurang meningkat dibanding orang yang tidak terlatih.14

Ambilan oksigen maksimal adalah suatu ukuran seberapa banyak jumlah oksigen tubuh dapat diproses untuk menghasilkan energi. Hal ini diukur dalam

(20)

milimeter oksigen per kilogram berat badan per menit.14 Ambilan oksigen maksimal adalah salah satu pengukuran yang sering digunakan dalam ilmu keolahragaan. Konsepnya adalah ada sejumlah oksigen yang ditranspor dengan kecepatan tertentu ke mitokondria untuk mendukung fosforilasi oksidatif yang akan menghasilkan ATP (Adenosine Tri Phosphate) untuk melakukan aktivitas fisik.15

2.4.1 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi VO2max

Pada intinya ada tiga faktor yang menentukan ambilan oksigen maksimal:

1. Curah Jantung (Cardiac Output)

Curah jantung adalah volume darah yang dipompa oleh jantung dalam satu menit. Curah jantung merupakan hasil kali volume sekuncup dengan denyut jantung. Volume sekuncup (Stroke Volume) adalah volume darah yang dipompa keluar dari ventrikel kanan atau kiri per menit. Denyut jantung adalah jumlah kontraksi jantung per menit. Curah jantung pada individu dalam keadaan istirahat rata-rata sekitar 5 liter/menit. Detak jantung individu tidak terlatih dalam keadaan normal adalah sekitar 72 kali per menit, sehingga volume sekuncupnya sekitar 70 mililiter. Volume sekuncup akan meningkat dengan olahraga dan curah jantung maksimal pada individu yang sangat terlatih bisa mencapai 40 liter/menit. Kemampuan untuk menghasilkan curah jantung yang tinggi merupakan penentu utama untuk memiliki nilai ambilan oksigen maksimal yang tinggi.16,17

2. Jumlah hemoglobin dalam sel darah merah

Pada sebagian besar individu, jumlah hemoglobin dalam darah sekitar 15 gram/ 100 ml darah. Setiap gram hemoglobin dapat mengikat sekitar 1,34 ml oksigen. Jadi, 15 gram hemoglobin dalam 100 ml darah dapat membawa oksigen sekitar 20 ml setelah melewati paru-paru. Kemampuan jaringan untuk mengambil oksigen dari darah disebut sebagai ekstraksi oksigen.16,17

3. Jumlah otot yang terlibat dalam latihan dan kemampuan otot untuk memanfaatkan oksigen yang dipasok.

Semakin besar massa otot rangka yang diberikan beban kerja, semakin besar potensi untuk meningkatkan ambilan oksigen tubuh. Otot yang

(21)

terbiasa terhadap latihan memiliki kemampuan yang lebih besar untuk mengekstraksi oksigen dari darah karena otot-otot tersebut menggunakan oksigen dengan cepat dan memiliki lebih banyak kapiler-kapiler pembuluh darah.16,17

2.5 Pengukuran Kebugaran Fisik

Kebugaran kardiorespirasi dapat dinilai dengan berbagai teknik, secara langsung ataupun tidak langsung. Kebugaran kardiorespirasi dapat diukur secara langsung di dalam laboratorium atau secara tidak langsung dengan diprediksi menggunakan banyak metode.18 Ada tiga jenis tes yang umum untuk menilai kebugaran kardiorespirasi, yaitu tes di lapangan (field test), tes dengan kekuatan submaksimal (submaximal exertion) dan tes dengan kekuatan maksimal (maximal exertion).18

Pada tes di lapangan, subjek melakukan suatu latihan dengan jarak tertentu atau melakukan latihan menurut waktu yang ditetapkan untuk memprediksi kebugaran kardiorespirasi. Tes ini umumnya menuntut upaya maksimal untuk memperoleh hasil terbaik dalam menentukan kebugaran kardiorespirasi. Metode pengujian meliputi berjalan, berjalan dan berlari, berlari, bersepeda, berenang dan lain-lain.18

Pada tes dengan beban kerja submaksimal (submaximal exertion) dapat menggunakan tes langkah (step test) atau tes dengan tahapan tunggal maupun multi-protokol untuk memprediksi kapasitas aerobik maksimal atau kebugaran kardiorespirasi. Variabel tertentu diukur dari test ini (biasanya denyut jantung), dari hasil tersebut dapat diestimasi nilai kebugaran kardiorespirasi. Metode pengujian mencakup tes langkah (step test), treadmill, bersepeda dan lain-lain.

Sebagian dari tes ini dilakukan di laboratorium.18

Tes dengan beban kerja maksimal (maximal exertion) menggunakan tes olahraga yang berjenjang dan progresif untuk mengukur kelelahan. Dengan demikian, tes ini menggunakan tenaga semaksimal mungkin. Tes ini menetukan nilai kebugaran kardiorespirasi bukan sekedar memprediksi nilai kebugaran kardiorespirasi. Tes ini dilakukan dengan atau tanpa pengumpulan gas metabolik dan dilakukan di laboratorium.18

(22)

Tes langkah telah ada selama lebih dari 50 tahun dalam pengujian kebugaran. Ada banyak protokol yang telah dikembangkan yang menggunakan tes langkah untuk memprediksi VO2max. Tes yang akan digunakan adalah Harvard Step Test.18

Pada tes ini, subjek akan melangkah ke atas dan ke bawah pada bangku dengan standar tinggi yang telah ditetapkan, selama jangka waktu tertentu dalam irama langkah yang telah ditetapkan. Setelah periode waktu tes selesai, denyut detak jantung pada masa pemulihan akan diukur dan digunakan dalam memprediksi kebugaran fisik seseorang. Semakin rendah detak jantung pada masa pemulihan, semakin bugar individu tersebut.18

Secara umum, tes langkah hanya menggunakan sedikit peralatan dan cukup sederhana. Yang diperlukan adalah sebuah arloji, metronom dan sebuah bangku dengan tinggi tertentu. Tindakan pencegahan khusus untuk keamanan diperlukan bagi mereka yang mungkin memiliki masalah keseimbangan atau kesulitan dengan melangkah. 18

Prosedur Harvard Step Test19

1. Subjek melangkah ke atas dan ke bawah pada bangku dengan ketinggian 20 inci atau sekitar 50 cm selama maksimal 5 menit atau sampai subjek merasa tidak mampu untuk melanjut prosedur.

2. Subjek melangkah sesuai dengan metronom yang sebelumnya sudah dicek ketelitiannya dengan irama 120 kali/menit

3. Selama prosedur, subjek diminta untuk tetap dalam posisi tegak dan untuk tetap mengikuti irama detikan metronom

4. Setelah selesai (setelah 5 menit atau setelah kelelahan) subjek diminta untuk tetap berdiri dan denyut nadi radialis dihitung dari 1 sampai 1,5 menit, 2 sampai 2.5 menit dan 3 sampai 3.5 menit (sejak masa pemulihan)

5. Lakukan perhitungan nilai indeks kebugaran fisik Perhitungan indeks kebugaran fisik

Pada perhitungan indeks kesanggupan, maka indeks kebugaran fisik (IKF) dihitung dengan rumus:

I.K.F = Lama naik turun (dalam detik) x 100

(23)

2 x jumlah ketiga nilai nadi tiap 30 detik Penilaian indeks kesanggupan fisik :

<54 : kesanggupan kurang 54-67 : kesanggupan sedang 68-82 : kesanggupan cukup 83-96 : kesanggupan baik

>96 : kesanggupan sangat baik

Untuk melakukan Harvard Step Test, ada persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu tidak berada pada keadaan yang kontraindikasi, baik relatif maupun absolut untuk melakukan tes ini. Yang menjadi kontraidikasi absolut adalah ada riwayat miokard infark, angina tidak stabil, aritmia jantung, stenosis aorta, gagal jantung, emboli paru akut, miokarditis atau perikarditis akut. Yang menjadi kontraidikasi relatif adalah stenosis arteri coroner, stenosis katup, hamil, ketidakseimbangan elektrolit, hipertensi, takiaritmia, bradiaritmia, kardiomiopati, AV blok, gangguan sistem muskuloskeletal, demensia atau kondisi psikiatri lainnya.18

2.6 Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran Fisik Ada banyak sekali faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan jaringan adiposa, salah satu yang dihipotesiskan adalah berkurangnya kebugaran kardiorespirasi. Kebugaran kardiorespirasi adalah salah satu faktor determinan kesehatan sepanjang hidup yang independen. Pada usia dewasa, tingginya kebugaran kardiorespirasi merupakan faktor proteksi terhadap penyakit kardiovaskuler dan semua penyebab mortalitas. Pada usia dewasa muda,kebugaran kardiorespirasi memiliki hubungan terbalik dengan tekanan darah, kolesterol total dan penanda inflamasi.20

Kelebihan berat badan memberikan pengaruh buruk hampir pada semua sistem di dalam tubuh manusia. Pada dasarnya pengaruh buruk tersebut berasal dari 2 faktor:

1. Peningkatan massa dari jaringan adiposa

(24)

2. Peningkatan sekresi produk patogenik dari sel-sel lemak yang membesar

Peningkatan jaringan adiposa, khususnya jaringan adiposa viseral, berhubungan dengan penurunan fungsi endotel pembuluh darah. Fungsi endotel mengacu pada kapasitas fungsional secara umum dari sel endotel pembuluh darah, terutama dalam menghasilkan dan melepaskan nitric oxide (NO). Berkurangnya sintesis dan ketersediaan NO berhubungan dengan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, inflamasi, adhesi, trombosis dan berkurangnya kemampuan vasodilatasi. Selain itu abnormalitas fungsi endotel berhubungan dengan sejumlah faktor penyakit kardiovaskuler.20

Terdapat hubungan antara ambilan oksigen maksimal dan denyut jantung dalam kebugaran kardiorespirasi. Konsumsi oksigen sangatlah dipengaruhi oleh denyut jantung, volume sekuncup, tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Hubungan tersebut dinyatakan melalui rumus : . Rumus ini secara kuantitatif menyatakan hubungan antara konsumsi oksigen yang dipengaruhi oleh denyut jantung, volume sekuncup dan perbedaan kandungan oksigen di arteriovenous. Peningkatan linear dari denyut jantung akan berbanding lurus dengan konsumsi maksimal dari oksigen tubuh.10

Jumlah lemak tubuh yang berlebihan juga akan menghambat fungsi jantung pada saat melakukan latihan. Hal ini terjadi karena otot-otot yang aktif bekerja pada saat latihan gagal untuk melakukan ekstraksi oksigen akibat deposisi jaringan lemak yang tidak proporsional. Pada individu yang kehilangan berat badan selama program penurunan berat badan, terjadi peningkatan VO2max karena terjadi pengurangan jumlah lemak yang dapat menghambat penggunaan oksigen oleh otot.21

Aktivitas fisik dan kebugaran kardiorespirasi adalah determinan yang penting dan bersifat dependen sebagai penentu kematian pada individu yang overweight dan obesitas. Rendahnya aktivitas fisik dan kebugaran kardiorespirasi juga berhubungan dengan meningkatnya tingkat mortalitas pada individu dengan

(25)

diabetes. Ada hubungan terbalik antara angka kematian dengan tingkat kebugaran pada orang dengan normoweight, overweight, maupun individu yang obesitas.22

Rendahnya kebugaran kardiorespirasi berhubungan kuat dengan tingginya risiko semua penyebab kematian pada pria dengan diabetes dan hubungan ini berlaku baik untuk normoweight, overweight dan obesitas. Kebugaran yang lebih tinggi berbanding terbalik dengan kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada pria dengan diabetes pada IMT normoweight, overweight atau obesitas kelas I.

Walaupun kebugaran kardiorespirasi dipengaruhi oleh komponen genetik (25%

sampai 40%), cukup jelas jika latihan fisik yang regular adalah penentu kebugaran.23

Berdasarkan penelitian Ross dan Janiszewski, pada individu yang mengalami obesitas yang terkait dengan risiko penyakit kardiovaskuler sebaiknya disarankan untuk melakukan olahraga yang menurunkan berat badan karena akan memberikan efek yang besar dalam menurunkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Hal ini dilakukan karena setelah berolahraga terjadi perbaikan dalam beberapa faktor risiko penyakit kardiometabolik, contohnya resistensi insulin akan membaik kurang lebih 20% setelah olahraga aerobik selama satu jam pada orang yang sehat, orang yang mengalami resistensi insulin maupun orang dengan diabetes. Perbaikan ini sebanding dengan intervensi farmakologi.24

Olahraga aerobik selama satu jam juga akan menurunkan trigliserida sampai 10% sampai 25% dan meningkatkan kolesterol HDL 7% sampai 15%

serta dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga akan memengaruhi komposisi tubuh terutama mengurangi lemak viseral, selain itu akan memperbaiki fungsi glucose transporter 4 (GLUT 4) di otot rangka dan meningkatkan efisiensi metabolisme pada otot.24

(26)

BAB 3

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori

Indeks Massa Tubuh

Kebugaran Fisik Komponen Kebugaran Kemampuan Atletis Kesehatan

Faktor yang mempengaruhi Berat

Badan (kg)

Tinggi Badan (m)

(27)

Gambar 3.1. Kerangka Teori

3.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 3.2. Kerangka Konsep

Variabel dalam penelitian ini adalah IMT dan kebugaran fisik. Karena penelitian ini merupakan penelitian analitik korelatif maka yang menjadi variabel bebas adalah IMT dan yang menjadi variabel terikat adalah kebugaran fisik.

Indeks Massa Tubuh Kebugaran Fisik

Denyut Jantung Dipengaruhi oleh Inervasi Saraf Otonom Hormon Refleks Atrial

Ambilan Oksigen Maksimum (VO2max)

Dipengaruhi oleh Volume Sekuncup Jumlah Otot

Jumlah Hemoglobin Tes pengukuran

Harvard Step Test

(28)

3.3 Hipotesis

Berdasarkan teori yang telah dijabarkan pada tinjauan pustaka, hipotesis dari penelitian ini adalah: Adanya hubungan antara IMT dengan kebugaran fisik dimana semakin tinggi IMT maka semakin rendah kebugaran fisik.

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik korelatif yang bertujuan menilai hubungan antara dua variabel, yaitu IMT dan kebugaran fisik (diwakili dari nilai Indeks Kebugaran Fisik), pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah potong lintang, dimana pengumpulan data atau pengukuran variabel yang akan diteliti dilakukan hanya satu kali tanpa dilakukan tindak lanjut atau pengulangan pengukuran.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

(29)

Penelitian ini dilakukan selama bulan Oktober sampai November 2016 di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pemilihan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sebagai lokasi penelitian karena lokasi mudah dijangkau untuk mendapatkan subjek penelitian.

4.3 Populasi dan Subjek 4.3.1 Populasi Penilitian

Populasi penelitian pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 dan 2014.

4.3.2 Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 dan 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.3 Kriteria Inklusi a. Bersedia menjadi subjek.

b. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013- 2014.

c. Sehat, tidak berada pada kondisi yang kontraindikasi terhadap Harvard Step Test.

d. Memiliki nadi awal diantara 60-100 detak/menit.

4.3.4 Kriteria Eksklusi

a. Berolahraga secara teratur, yaitu frekuensi ≥3 kali/minggu dan durasi 20-30 menit.

b. Memiliki nadi awal diatas 100 detak/menit.

c. Wanita dalam keadaan hamil.

d. Wanita dalam keadaan menstruasi.

e. Memiliki penyakit jantung kronis.

Besar minimal subjek pada penelitian ini adalah 48 orang berdasarkan rumus berikut:

{

[( ) ( )]} Keterangan

(30)

n = besar subjek yang dibutuhkan

Zα = tingkat kemaknaan pada 0.05 yaitu 1.960 Zβ = kekuatan uji pada 0.1 yaitu 1.280

r = koefisien korelasi dari penelitian sebelumnya yaitu 0.45

4.3.5 Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini, subjek yang digunakan adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah dipilih secara consecutive sampling, yaitu setiap populasi yang memenuhi kriteria pemilihan (inklusi dan eksklusi) dimasukkan dalam penelitan sehingga jumlah subjek yang dibutuhkan terpenuhi.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer ini meliputi berat badan, tinggi badan dan denyut nadi setelah melakukan Harvard Step Test. Semua data ini diperoleh dengan melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur timbangan Camry Mechanical Personal Scale ISO 9001: 200 model BR 9015B buatan Cina, stadiometer Stature Meter 2 M buatan Cina. Nilai IKF ditentukan dengan rumus estimasi setelah diperoleh denyut nadi dari Harvard Step Test. Ada sejumlah alat yang digunakan dalam penelitian ini. Sejumlah peralatan yang dimaksud ada yang digunakan saat penyaringan subjek, pemeriksaan IMT maupun pemeriksaan kebugaran fisik.

Beberapa peralatan penting yang digunakan adalah:

Pengukuran IMT:

1. Timbangan Camry Mechanical Personal Scale ISO 9001: 200 model BR 9015B buatan Cina

2. Stadiometer Stature Meter 2 M buatan Cina Pengukuran IKF

1. Bangku setinggi 50 cm 2. Metronom

3. Stopwatch

(31)

4.5 Prosedur Kerja

Sebelum ditetapkan menjadi subjek penelitian, calon subjek penelitian yang merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara mengisi informed consent dan kuisioner terlebih dahulu. Kuisioner berisi pertanyaan yang meliputi tentang data diri, IMT, kebiasaan berolahraga serta kebiasaan merokok.

Pertanyaan dalam kuisioner bertujuan untuk menyaring populasi sehingga memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Bila terpilih maka subjek akan diukur kembali lagi IMT-nya dan menjalani tes kebugaran fisik. Untuk menentukan IMT maka prosedur pengukuran berat badan dan tinggi badan akan dilakukan.

Prosedur pengukuran berat badan terdiri dari:

1. Jalannya prosedur diawasi oleh pengawas.

2. Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan dewasa.

3. Sebelum dilakukan pengukuran, pasien diwajibkan berkemih terlebih dahulu.

4. Pada saat pengukuran berat badan, subjek tidak menggunakan aksesoris layaknya jam, topi dan aksesoris lainnya serta subjek diminta untuk mengosongkan kantong celana.

5. Subjek naik ke atas timbangan.

6. Subjek dalam keadaan diam, tegak lurus dan pandangan menghadap kedepan.

7. Melihat berapa berat badan subjek yang ditunjukkan jarum timbangan yang dilakukan oleh peneliti.

Prosedur pengukuran tinggi badan terdiri dari:

1. Jalannya prosedur diawasi oleh pengawas.

2. Tinggi badan diukur dengan menggunakan stadiometer yang dipasang di dinding.

3. Pada saat pengukuran tinggi badan, subjek tidak menggunakan topi atau peralatan apapun pada kepalanya dan tidak menggunakan alas kaki.

4. Subjek berdiri tegak lurus dengan pendangan menghadap ke depan 5. Tarik stadiometer, letakkan ujungnya tepat dipuncak kepala (verteks) 6. Melihat berapa tinggi badan subjek yang dilakukan oleh peneliti Prosedur Harvard Step Test19

(32)

1. Subjek melangkah ke atas dan ke bawah pada bangku dengan ketinggian 20 inci atau sekitar 50 cm selama maksimal 5 menit atau sampai subjek merasa tidak mampu untuk melanjut prosedur.

2. Subjek melangkah sesuai dengan metronom yang sebelumnya sudah dicek ketelitiannya dengan irama 120 kali/menit

3. Selama prosedur, subjek diminta untuk tetap dalam posisi tegak dan untuk tetap mengikuti irama detikan metronom

4. Setelah selesai (setelah 5 menit atau setelah kelelahan) subjek diminta untuk tetap berdiri dan denyut nadi radialis dihitung dari 1 sampai 1,5 menit, 2 sampai 2.5 menit dan 3 sampai 3.5 menit (sejak masa pemulihan). Denyut nadi radialis diukur oleh peneliti.

5. Lakukan perhitungan nilai indeks kebugaran fisik yang dilakukan oleh peneliti

4.6 Pengolahan dan Analisis Data

Setelah dikumpulkan, data diolah, disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan dianalisis secara bivariat. Dalam menganalisis data secara bivariat, pengujian data dilakukan dengan menggunakan uji statistik korelasi untuk mengetahui sejauh mana kekuatan hubungan Indeks Massa Tubuh dengan kebugaran fisik. Pengolahan data dengan menggunakan program komputer SPSS 23.0. Bila kedua variabel berdistribusi normal, dilakukan uji Pearson. Bila kedua variabel tersebut tidak terdistribusi normal maka dilakukan uji transformasi Fisher's untuk menormalkan distribusi kedua variabel tersebut. Bila hasil tetap tidak terdistribusi normal maka dipakai uji Spearman (nonparametrik).

4.7 Definisi Operasional

1. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah indikator berat seseorang yang ditentukan menggunakan rumus ( )( )

Cara pengukuran : Observasi

Alat Ukur : Timbangan dan stadiometer Hasil Ukur : IMT dalam kg/m2

(33)

Skala Ukur : Numerik

2. Kebugaran fisik adalah suatu parameter yang diukur dengan indeks kebugaran fisik yang akan dihitung menggunakan rumus

I.K.F = Lama naik turun (dalam detik) x 100 2 x jumlah ketiga nilai nadi tiap 30 detik Cara pengukuran : Harvard Step Test

Alat Ukur : Bangku 30 cm dan metronom Hasil Ukur : IKF

Skala Ukur : Numerik

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di salah satu ruangan kuliah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang beralamat di Jalan Dr. Mansyur No 5. Luas tempat penelitian kira-kira 6 x 4 m, tersedia kursi, stopwatch, metronome, stadiometer, dan timbangan.

(34)

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Sampel penelitian ini merupakan mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013-2014, dengan rentang usia 19-22 tahun. Responden terdiri dari 48 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini telah menandatangani Informed Consent (persetujuan setelah penjelasan). Penelitian dilakukan selama Oktober – November 2016. Berikut ini adalah karakteristik dari subjek penelitian :

a. Angkatan, Umur, Jenis Kelamin, Kebiasaan Olahraga dan Merokok Tabel 5.1 Distribusi Subjek Berdasarkan Angkatan, Umur Jenis Kelamin,

Kebiasaan Berolahraga dan Merokok

2013 (n= 41) 2014 (n = 7) n % n % Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Umur 19 20

27 14

1 5

65.9 34.1

2.4 12.2

4 3

5 1

57.1 32.9

71.4 14.3

(35)

21 22 Olahraga >3x/Minggu <3x/Minggu Merokok Ya Tidak

34 1

19 22

4 37

82.9 2.4

46.3 52.7

9.8 90.2

1 0

6 1

2 5

14.3 0

85.7 14.3

28.6 71.4

b. Indeks Massa Tubuh

Berikut merupakan data distribusi subjek berdasarkan IMT mahasiswa/i FK USU pada penelitian ini :

Tabel 5.2 Distribusi Subjek Berdasarkan IMT

IMT Jumlah (n=48) Persentasi (%)

Underweight 1

22 17 7

2.1 47.9 35.4 14.6 Normoweight

Overweight Obese

Berdasarkan tabel diatas, subjek dengan IMT yang normal merupakan jumlah terbanyak (47.9%) dan subjek dengan IMT yang overweight menempati tempat kedua (35.4%).

c. Indeks Kebugaran Fisik

(36)

Berikut merupakan data distribusi subjek berdasarkan IKF mahasiswa/i FK USU pada penelitian ini :

Tabel 5.3 Distribusi Subjek Berdasarkan IKF

IKF Jumlah (n=48) Persentasi (%)

Kurang 5

7 15 13 8

10.4 14.6 31.3 27.1 16.7 Sedang

Cukup Baik

Sangat Baik

Berdasarkan tabel diatas, subjek dengan IKF cukup merupakan jumlah terbanyak (31.3%) dan subjek dengan IKF baik memiliki jumlah terbanyak kedua (27.1%)

d. Hubungan IMT dengan IKF

Penelitian ini bertujuan untuk menilai adanya hubungan IMT dengan IKF.

Melalui penelitian dapat ditemukan 22 subjek berberat badan normal dari 48 subjek penelitan dimana 6 subjek diantaranya memiliki kebugaran fisik yang baik dan 6 subjek memiliki kebugaran fisik yang sangat baik. Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa subjek yang memiliki kebugaran fisik yang kurang berasal dari subjek yang memiliki IMT overweight ataupun obesitas.

Tabel 5.4 Distribusi Subjek Menurut IMT dan IKF

IMT(n=48)

IKF

Kurang Sedang Cukup Baik Sangat Baik

(37)

n % n % n % n % n %

Underweight 0 0 0 0 1 100 0 0 0 0

Normoweight 0 0 3 13 8 34.8 6 26.1 6 26.1

Overweight 4 235 0 0 5 29.4 6 35.3 2 11.8

Obese 1 14.3 4 57.1 1 14.3 1 14.3 0 0

5.1.4. Hasil Analisis Statistik

Penelitian ini ingin menilai hubungan antara IMT dengan kebugaran fisik yang dapat dievaluasi berdasarkan nilai IKF. Untuk mengetahui kekuatan hubungan diantara kedua variabel tersebut dilakukan uji Pearson. Adapun hasil uji Korelasi Pearson dalam penelitian ini dapat ditanyakan dalam tabel berikut :

Tabel 5.5 Hubungan IMT dengan IKF

Variabel Penelitian Rerata(±SD) r p value

IMT 23.46(4.16) -0.416 0.03

IKF 77.76(19.0)

Tabel 5.6 Hubungan IMT dengan IKF sesuai Jenis Kelamin

Variabel Penelitian Rerata(±SD) r p value Laki-laki IMT

IKF

76.59(4.14) 24.74(22.28)

-0.483 0.006

Perempuan IMT IKF

79.89(3.43) 21.12(11.42)

-0.146 0.557

(38)

Penelitian ini menggunakan hipotesis dua arah (two-tailed) dengan tingkat kepercayaan 95%, yang berarti jika didapati nilai p < 0.05 berarti hipotesis nol penelitian ditolak. Setelah dianalisis, dalam penelitian ini didapati nilai p = 0.03 . Karena nilai p yang diperoleh lebih kecil dari 0.05, maka hipotesis nol dalam penelitian ini ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara Indeks Massa Tubuh dengan kebugaran fisik (p < 0.05). Untuk menentukan kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut, dilakukan interpretasi dari nilai koefisien korelasi Pearson penelitian ini r = -0.41 Tanda minus menyatakan arah hubungan, yakni semakin tinggi IMT maka semakin rendah nilai IKF. Sedangkan 0.41 menyatakan besarnya kekuatan hubungan antara IMT dan IKF. Besamya kekuatan hubungan antara IMT dengan kebugaran fisik dalam penelitian ini adalah sedang. Sedangkan pada tabel kedua menunjukkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan dimana hanya pada laki-laki terdapat hubungan yang bermakna yang dapat kita lihat dari p value dan korelasi Pearson. Pola hubungan antara dua variabel numerik juga dapat dilihat dalam suatu diagram tebar (scatter plot). Data IMT ditampilkan pada sumbu X (aksis) sementara kebugaran fisik disajikan pada sumbu Y (ordinat), sedemikian sehingga semua data yang terkumpul dapat ditampilkan melalui

diagram tebar berikut:

(39)
(40)

Gambar 5.1 Diagram Tebar Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran Fisik

Keterangan

IMT : Indeks Massa Tubuh IKF : Indeks Kebugaran Fisik

(41)

Gambar 5.2a dan 5.2b Diagram Tebar Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan

Kebugaran Fisik pada Laki-laki dan Perempuan

Keterangan

IMT : Indeks Massa Tubuh IKF : Indeks Kebugaran Fisik

Gambar 5.1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linier antara IMT dengan kebugaran fisik. Selain itu, Gambar 5.1 juga menujukkan korelasi negatif antara IMT dengan kebugaran fisik. Dengan kata lain, semakin tinggi IMT maka semakin rendah kebugaran fisik. Gambar 5.2 dan 5.3 menunjukkan perbandingan hubungan antara laki laki dan perempuan dimana melalui diagram dapat kita lihat adanya hubungan linier pada diagram laki-laki yang menunjukkan signifikansi yang tidak dapat kita lihat pada diagram perempuan.

5.2. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 22 dari 48 subjek memiliki IMT dengan berat normal (47.9%) dan 17 dari 48 subjek memiliki IMT yang overweight (35.4%). Hal ini diikuti dengan mayoritas dari subjek yang meiliki kebugaran fisik yang cukup (31.3%) dan kebugaran fisik yang baik (27.1%). Hasil penelitian juga menunjukkan, bahwa sebagian besar dari subjek yang memiliki IMT obesitas dan overweight menunjukkan performa dari IKF yang cukup dan kurang , sedangkan subjek yang memiliki IMT normoweight memiliki hasil IKF yang dominan baik dan sangat baik melebihi kelompok IMT lainnya. Hal ini

(42)

sesuai dengan penelitian So dan Choi (2010) yang mengemukakan bahwa tingginya lemak tubuh pada orang obesitas akan menjadi penghalang dan memberikan beban tambahan terhadap fungsi kardiorespirasi selama latihan.

Berkurangnya fungsi ini akan berdampak pada rendahnya ambilan oksigen yang digunakan untuk metabolisme intrasel, terutama sel-sel muskuloskeletal. Karena deposisi lemak yang tidak proporsional, sistem muskuloskeletal gagal untuk memperoleh jumlah oksigen yang cukup selama melakukan latihan yang mengakibatkan menurunnya kebugaran fisik.26

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi IMT maka semakin rendah nilai dari IKF dengan kekuatan hubungan sedang (r = 0.41, p = 0.03) yang memiliki hasil yang sejalan dengan penelitian sejenis yang dilaksanakan oleh Laxmi (2008) yang mendapat hasil r = -0.45, p < 0.01.27 Selain dari itu, penelitian ini menunjukkan perbedaan jenis kelamin menunjukkan nilai dari korelasi yang berbeda, dimana hubungan IMT dengan IKF laki-laki memiliki nilai yang lebih signifikan dan hubungan yang sedang (r = -0.48, p = 0.006) dibanding hasil hubungan perempuan (r = 0.146, p = 0.557) yang menunjukkan tidak adanya signifikansi dan kekuatan hubungan yang rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian Yong Jun Lu di Taiwan pada tahun 2012 bahwa adanya pengaruh kuat oleh budaya sekitar, film maupun hiburan TV modern yang mengakibatkan perempuan menginginkan badan ideal melalui diet. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan dari massa otot, lemak dan mineral tulang yang tidak proporsional sehingga bukan saja berefek terhadap penurunan IMT, kebugaran fisik juga dapat mengalami penurunan akibat diet yang tidak seimbang ini.7

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain metode yang digunakan. Kebugaran fisik, khususnya kebugaran fisik terkait kesehatan, mencakup banyak hal yaitu, kebugaran kardiorespiratori, komposisi tubuh, fleksibilitas, kekuatan otot, dan ketahanan otot. Sementara dalam penelitian ini hanya dinilai kebugaran kardiorespirasi saja. Protokol yang digunakan dalam menilai kebugaran kardiorespirasi juga tidak secara langsung. Hal ini dapat menyebabkan tidak akuratnya hasil yang diperoleh. Namun sejauh ini hasil

(43)

penelitian ini masih menunjukkan hasil yang sesuai dengan penelitian-penelitian lainnya. Dalam penelitian ini didapati bahwa terdapat hubungan terbalik antara IMT dengan kebugaran fisik dengan kekuatan hubungan sedang. Namun demikian, perlu dipahami bahwa IMT bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi kebugaran fisik seseorang. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kebugaran fisik seseorang selain IMT (ukuran dan komposisi tubuh) adalah jenis kelamin, umur, faktor genetika dan kebiasaan berolahraga.5 Selain itu kebugaran fisik seseorang (IKF) pada dasarnya ditentukan oleh curah jantung, jumlah hemoglobin, jumlah otot yang terlibat dan kemampuan otot untuk memanfaatkan oksigen yang dipasok. Semua faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan baik oleh mahasiswa kedokteran sebagai responden maupun praktisi kesehatan pada umumnya mengingat rendahnya kebugaran fisik seseorang maupun tingginya IMT berhubungan erat dengan risiko penyakit kardiovaskular.22

(44)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi IMT maka semakin rendah IKF, dengan tingkat kekuatan hubungan sedang

(r = -0.41, p = 0.03).

2. Rata-rata IMT dalam penelitian ini adalah 23.46 kg/m2 ±4.16.

3. Rata-rata nilai IKF dalam penelitian ini adalah 77.7 ±19.0, berada pada tingkat kebugaran cukup.

6.2 Saran

Beberapa hal yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini diantaranya: Peningkatan IMT dan rendahnya kebugaran fisik berhubungan dengan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular, oleh karena itu perlu dilakukan langkah-langkah preventif yang dapat membuat IMT dalam batasan yang normal dan kebugaran dalam tingkatan yang sesuai. Hal yang dapat dilakukan antara lain:

1. Untuk mahasiswa, tingkatkan aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik dan pola hidup yang baik dapat menyebabkan terjadinya obesitas.

2. Untuk mahasiswa, berolah raga secara teratur, 3-5 kali/minggu. Olah raga yang teratur akan meningkatkan kebugaran fisik dan memberikan dampak positif dalam semua aspek kesehatan tubuh.

3. Untuk peneliti, perhatikan faktor nutrisi. Nutrisi yang seimbang adalah yang terbaik untuk tubuh. Untuk penelitin selanjutnya, parameter yang digunakan dalam menentukan kebugaran fisik hendaknya diperbanyak karena kebugaran fisik terkait kesehatan terdiri dari komponen kebugaran kardiorespiratori, komposisi tubuh, fleksibilitas, kekuatan otot dan ketahanan otot. Semakin banyak parameter yang digunakan dalam menentukan kebugaran fisik maka hasil yang diperoleh semakin akurat.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ortega F, Tresaco B, Ruiz J, Moreno L, Martin-Matillas M, Mesa J.

Cardiorespiratory Fitness and Sedentary Activities Are Associated with Adiposity in Adolescents. Obesity 2007; 15: 1589-90

2. Wei M. Relationship between Low Cardiorespiratory Fitness and Mortality in Normal-Weight, Overweight and Obese Men. JAMA 1999;

282: 1547

3. Thang SH, Sattar N, Lean M. Assesment of Obesity and Its Clinical Implication. BMJ 2006; 333: 696-8

4. World Health Organization. Obesity and overweight. Diunduh dari:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en [di akses tanggal 6 Mei 2016]

5. American College Of Sports Medicine. Dalam: ACSM's Health-Related Physical Fitness Manual edisikedua. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins; 2008. h. 2-4

6. Zhao YQ, Wang YF, Zhu P, Liu R, Hao JH. Association between body mass index and physical fitness index among children and adolescent.

Zhonghua Liu Xing Bing XueZaZhi 2012; 33: 265-8

7. Yong-Jun Lu, Xiao-Dong Zheng, Fu-Shen Zou, Xian-Bo Zuo. BMI and physical fitness in Chinese adult students: a large school-based analysis.

Int J ClinExp Med 2014; 7: 3630–6

8. American College of Sports Medicine. Dalam: ACSM's Health-Related Physical Fitness Manual.edisikedua. Philadelphia:Lippincott Williams &

Wilkins; 2008. h. 44-6

9. World Health Organization. Appropriate body-mass index for Asian populations and its implications for policy and intervention strategies.

Diunduh dari

www.who.int/nutrition/publications/bmi_asia_strategies.pdf [ di akses tanggal 27 mei 2016]

10. Shakher J, McTernan PG, Kumar S. Obesity. Dalam: Tomlinson S, Heagerty AM, Weetman AP, Malik RA, dkk. Mechanism of Disease: An Introduction to Clinical Science. edisi kedua. New York: Cambridge University Press, 2008. h. 69-78

11. American College of Sports Medicine. Dalam: ACSM's Advance Exercise Physiology. Edisi ke 2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2012. h: 313-4

12. Anonim. All About Heart Rate (Pulse). Diunduh dari:

http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/More/MyHeartandStrokeN ews/All-About-Heart-Rate-

Pulse_UCM_438850_Article.jsp#.V1TXlPl97IU [ di akses tanggal 6 mei 2016]

(46)

13. Martini FH, Nath JL. Fundamentals of Anatomy and Physiology. Edisi 9.

San Francisco: Pearson, 2012. h: 697-9

14. Ganong. Review of Medical Physiology. Edisi 23. San Francisco:

McGraw-Hill, 2010. h: 556-8

15. Levine BD. VO2max: What Do We Know, and What Do We Still Need to Know?. J.Physiol 2007; 586: 25-34

16. Ganong. Review of Medical Physiology. Edisi 23. San Francisco:

McGraw-Hill, 2010. h: 556-8

17. Vander. Human Physiology: The Mechanism of Body Functions. Edisi 8.

New York: The Mc Graw Hill Company, 2011. h: 442-6

18. American College Of Sports Medicine. Dalam: ACSM's Health-Related Physical Fitness Manual. Edisi kedua. Philadelphia: Lippincott Williams

& Wilkins, 2008. h: 98

19. Gallagher J, Brouha L. Simple Method of Evaluating Fitness in Boys: The Step Test. Yale J Biol Med 1943; 15: 769–9

20. Ornelas R, Silva A, Minderico C, Sardinha L. Changes in Cardiorespiratory Fitness Predict Changes in Body Composition from Childhood to Adolescence: Findings from the European Youth Heart Study. The Physician and SportsMedicine. 2011; 39: 78-86

21. Davison K, Bircher S, Hill A, Coates A, Howe P, Buckley J. Relationships between Obesity, Cardiorespiratory Fitness and Cardiovascular Function.

Journal of Obesity 2010; 3 :1-7

22. Chatterjee S. Chatterjee P. Bandyopadhyay A. Cardiorespiratory Fitness of Obese Boy. Indian J. Physiol. Pharmacol 2005; 49:353-7

23. Church TS, LaMonte MJ, Barlow CE, Blair SN. Cardiorespiratory Fitness and Body Mass Index as Predictors of Cardiovascular Disease Mortility Among Men With Diabetes. Arch Intern Med 2005; 165: 2114- 20

24. Ross R, Janiszewski PM. Is Weight Loss the Optimal Target Obesity- Related Cardiovascular Disease Risk Reduction?. Can. J. Cardiol 2007;

24: 25-31

25. Zulfikri M. Statistika Kedokteran dan Uji Hipotesis. Dalam: Zulfikri M.

Desain Penelitian Klinis dan Statistika Kedokteran. Edisi 1. Medan: USU Press, 2011. h: 124-5

26. So W, Choi D. Difference in Physical Fitness and Cardiovascular Function Depend on BMI in Korean Men. Journal of Sport Science and Medicine 2010; 9: 239-44.

27. Laxmi CC, Udaya IB, Vinutha S. Effect of Body Mass Index on Cardiorespiratory Fitness in Young Healthy Males. IJSRP 2014; 4: 2-4

(47)
(48)
(49)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN

Saya Zuriel Immanuel Natan, mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, saat ini sedang melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran Fisik Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 dan 2014”.

Saya mengharapkan kerjasama saudara/i untuk berpartisipasi sebagai responden penelitian dengan mengisi kuisioner data diri dan menjalani prosedur Harvard Step Test. Semua informasi yang saudara/i berikan akan dijaga kerahasiannya. Partisipasi dari saudara/i bersifat sukarela, bukan dengan beban maupun paksaan. Saudara/i berhak untuk menolak mengikuti jika tidak bersedia.

Jika saudara/i bersedia untuk diikutkan dalam penelitian saya ini, maka saudara/i diharapkan kesediannya untuk menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan. Apabila selama menjadi responden dari penelitian ini terdapat hal yang kurang dimengerti, maka saudara/i dapat bertanya langsung kepada peneliti.

Demikian informasi ini saya sampaikan, atas bantuan, partisipasi dan kesediaan waktu saudara/i sekalian, saya ucapkan terima kasih.

Medan, 2016 Peneliti,

(Zuriel Immanuel Natan)

(50)

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama :

Jenis kelamin : Pekerjaan : Alamat :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap dari peneliti, maka saya menyatakan setuju menjadi responden dalam penelitian yang berjudul

“Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran Fisik Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 dan 2014 “. Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Medan, 2016 Mengetahui, Menyatakan,

Peneliti, Responden

(Zuriel I Natan) ( )

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka Teori
Gambar 5.1 Diagram Tebar Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran  Fisik
Gambar  5.1  menunjukkan  bahwa  terdapat  hubungan  yang  linier  antara  IMT    dengan  kebugaran    fisik

Referensi

Dokumen terkait

4. Hewan pemakan ikan, misalnya burung pelikan, burung bangau.. Hewan pemakan segala adalah hewan yang memakan tumbuhan dan memakan daging. Hewan ini disebut dengan omnivora.

Yang dimaksud dengan “ keterjangkauan ” adalah pola pengembangan transportasi wilayah harus dilakukan secara berkesinambungan, berkembang dan meningkat dengan mengikuti

[r]

Produk bank yang sering diminati banyak nasabah adalah kredit konsumtif karena dalam memberikan pemberian kredit konsumtif sesuai dengan prosedur kredit konsimtif yang terdiri

Saat pemerintahan Soeharto, beliau menggunakan strategi pembangunan ekonomi tanpa memikirkan bidang-bidang lain seperti politik, dan sosial sedangkan sekarang

Hasil asuhan kebidanan secara komprehensif pada Ny.“A” selama kehamilan trimester III dengan keluhan fluor albus, pada persalinan dengan persalinan

Menurut al-Zuhayli (1998) lagi, negara Islam juga boleh dikatakan sebagai negara Arab dan negara yang telah dibuka oleh umat Islam sebelum ini, dan ia didiami

Bertitik tolak dari konflik itu, penulis tertarik untuk meninjau peruntukan pakaian menutup aurat dan pakaian sopan kepada bukan Islam (selepas ini disebut