• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Problem Solving

Belajar sains adalah proses aktif, siswa menggambarkan objek dan peristiwa, mengajukan pertanyaan, memperoleh pengetahuan, membangun penjelasan fenomena alam, menguji penjelasan mereka dalam banyak perbedaan cara, dan mengkomunikasikan ide mereka kepada orang lain (Susantia et al., 2018). Pembelajaran biologi sebagai bagian dalam pembelajaran sains idealnya mengacu pada proses, produk, sikap dan penerapannya di kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran biologi memiliki serangkaian situasi pengajaran yang kompleks (Stavreva et al., 2011) dan sebagai bagian dari pembelajaran sains memainkan peran penting dalam mengembangkan keterampilan siswa dalam pemecahan masalah (Hadis & Nurhayati, 2018).

Problem solving mengacu pada kemampuan seseorang untuk dapat menemukan solusi tepat dan efektif untuk memecahkan masalah (Karabacak et al., 2015). Proses problem solving dimulai dengan penemuan sebuah masalah dan berakhir ketika jawaban diterima berdasarkan informasi yang diberikan. Galadima dalam Suleiman (2010) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah proses yang kompleks untuk dipelajari, itu terdiri dari serangkaian tugas dan proses yang terkait erat untuk membentuk apa yang disebut seperangkat pola heuristik. Dia mendefinisikan heuristik sebagai serangkaian saran dan pertanyaan yang diikuti seseorang dan bertanya pada dirinya sendiri untuk menyelesaikan dilema. Siswa perlu mempelajari proses ini jika mereka ingin berhasil mengatasi masalah, mereka harus berhasil mengatasi masalah yang akan mereka butuhkan di sekolah dan kehidupan nyata (Olatide et al., 2015).

Siswa harus terus dilatihkan kepekaan dan kesadaran untuk menemukan dan mengidentifikasi masalah sehingga mampu berdaptasi di berbagai situasi.

Menurut Dostál (2014), seseorang yang menyadari adanya masalah dan commit to user

(2)

menemukan kesulitan atau sumber konflik yang menyebabkan situasi bermasalah mampu menangani serta menyelesaikan masalah tersebut dengan cepat. Aktivitas problem solving perlu dilatihkan sehingga dapat lancar dan tanpa melakukan banyak kesalahan (Taconis & Broekkamp, 2001).

Proses pemecahan masalah yang baik dimulai dengan mengidentifikasi masalah yang ada, merumuskan rancangan pemecahan masalah, dan mengevaluasi solusi apa yang mungkin diharapkan untuk berhasil (Brookhart, 2010). Penemuan dan identifikasi masalah menjadi faktor penting dalam proses penyelesaian masalah, terumata penentuan probem statement (Abdulla &

Cramond, 2018). Namun apabila masalah yang ditemukan lebih kompleks, proses pemecahan masalah yang baik dapat memprioritaskan dan mengevaluasi efektivitas relatif strategi solusi yang berbeda (Marzano & Kendall, 2007).

Proses pemecahan masalah yang kompleks memerlukan strategi yang tepat sehingga masalah dapat diselesaikan dengan efektif. Menurut Rubenstein et al (2019), kolaborasi antar siswa dengan memadukan penggunaan model pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses diskusi dan pertukaran informasi dapat meningkatkan kemampuan problem solving dengan baik. Siswa memerlukan model pembelajaran yang mengakomodasi mereka untuk aktif selama proses pembelajaran, mengidentifikasi dan mencari solusi dari setiap permasalahan, dan memberi ruang untuk merefleksikan setiap solusi pemecahan masalahan yang diterapkan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses berpikir pemecahan masalah siswa seperti hubungan antara guru-siswa, pembelajaran kolaboratif, dan pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran (Rodzalan & Saat, 2015). Hal tersebut membuat peran dosen atau guru sangat penting dalam membangun lingkungan belajar yang mendukung.

Lingkungan belajar sangat menentukan bagaimana siswa mampu melatihkan proses problem solving selama proses pembelajaran. Siswa membutuhkan lingkungan belajar yang mampu mengakomodasi setiap aspek dari kemampuan problem solving. Setiap siswa memiliki pendekatan yang berbeda pada setiap masalah dan memiliki cara tersendiri untuk menyelesaikannya (Rubenstein et al., 2019). Dosen atau guru berperan menjadi fasilitator di kelas commit to user

(3)

sehingga kemampuan problem solving setiap siswa dapat terakomodasi dengan baik. Proses pembelajaran problem solving menekankan penggunaan media atau bahan ajar yang mendukung terjadinya kolaborasi dan pertukaran informasi antar siswa (Neo et al., 2012). Selain itu, kemampuan problem solving juga dapat dirangsang dengan pemberian permasalahan yang terbuka dan illstructured (Davia et al., 2020).

Melalui menganalisis permasalahan illstructured, siswa dapat memaksimalkan potensi dalam mencari sumber-sumber untuk memecahkan masalah dan mengevaluasinya. Menurut Öner & Sa (2009), seseorang yang dapat menyelesaikan masalah mampu mengumpulkan data, mengembangkan beberapa hipotesis sesuai data yang diperoleh, menerapkan sumber-sumber informasi, dan membuat solusi yang tepat diantara informasi-informasi yang telah diperoleh.

Pemecahan masalah merupakan proses yang kompleks dan rumit sehingga siswa perlu dilatihkan pada setiap aspek problem solving (Çalişkan et al., 2010).

Kemampuan problem solving yang baik dapat terlihat dari bagaimana siswa mampu menguasai setiap aspeknya secara keseluruhan.

Menurut Polya dalam Carifio (2015) problem solving skills memiliki aspek yang terdiri dari: 1) understanding the problem, mengidentifikasi dan memahami permasalahan yang ada melalui data maupun kondisi yang dihadapi;

2) devising a plan, mencari hubungan antara data yang ada dengan permasalahan yang belum terpecahkan, mengumpulkan berbagai informasi untuk memecahkan masalah dan menyusun rencana pemecahan masalah; 3) carry out the plan, menerapkan setiap rancangan yang sudah disusun dan informasi yang dikumpulkan untuk memecahkan masalah; 4) look back, memeriksa dan mengevaluasi solusi pemecahan masalah yang sudah dilakukan.

2. Modul

Menurut Depdiknas (2008), bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan yang tidak tertulis. Bahan ajar atau teaching-material, terdiri atas dua kata yaitu teaching atau mengajar dan material atau bahan.commit to user

(4)

Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, di dalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu siswa menguasai tujuan belajar yang spesifik. Modul merupakan material pembelajaran yang disusun secara sistematis sehingga dapat digunakan meskipun tanpa bantuan fasilitator (Khabibah et al., 2017). Modul minimal memuat tujuan pembelajaran, materi/substansi belajar dan evaluasi. Modul berfungsi sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga siswa dapat belajar secara mandiri sesuai dengan waktu yang dibutuhkan masing- masing siswa dalam mendalami materi (Daryanto, 2013).

Modul yang dikembangkan nanti merupakan modul yang mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa sehingga dengan mempelajari modul tersebut siswa lebih memaknai bahwa pelajaran biologi tidak hanya untuk dihafalkan tetapi juga siswa mampu untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri sehingga mampu menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi. Proses penyelesaian masalah dapat dilakukan dengan baik apabila modul sebagai bahan ajar mengakomodasi siswa untuk mencari berbagai sumber informasi sebagai solusi. Bahan ajar yang mampu mengakomodasi pencarian banyak sumber informasi dapat membantu proses kreativitas dalam pemecahan sebuah masalah (Vernon et al., 2016)

Modul tersebut nantinya juga mampu membangkitkan kemampuan siswa untuk mengidentifikasi setiap permasalahan yang ada dan mencari solusi pemecahan masalah yang terbaik. Siswa juga mampu mencari keterkaitan dan keterhubungan antara disiplin ilmu biologi dengan yang lain, sehingga siswa mampu menjawab pertanyaan pendidik yang tidak hanya bersifat faktual tetapi menjawab pertanyaan sesuai dengan pola pemikiran siswa masing-masing. Dan yang terakhir modul yang dikembangkan membuat siswa mampu mengevaluasi setiap solusi yang diciptakan dan menarik kesimpulan dari setiap materi yang sudah disampaikan, siswa mampu mengutarakan di depan kelas dengan menggunakan kata-kata sendiri dengan tepat.

Modul adalah sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis atau cetak yang disusun secara sistematis, memuat materi pembelajaran, metode, tujuan commit to user

(5)

pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi, petunjuk kegiatan pembelajaran mandiri (self-intructional) dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguji diri sendiri melalui latihan yang disajikan dalam bentuk modul. Modul membantu dan mendorong siswa untuk membelajarkan disri sendiri dan dalam penggunaanya tidak bergantung pada media lain (Hamid, 2013).

Sebagai salah satu bentuk bahan ajar, modul memiliki fungsi sebagai berikut (Prastowo, 2012):

1) Bahan ajar mandiri. Penggunaan modul dalam proses pembelajaran berfungsi meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar sendiri tanpa tergantung pada kehadiran pendidik,

2) Pengganti fungsi pendidik. Modul sebagai bahan ajar yang harus mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan baik dan mudah dipahami oleh siswa,

3) Sebagai alat evaluasi. Siswa dituntut untuk dapat mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaanya terhadap materi yang telah dipelajari,

4) Sebagai bahan rujukan bagi siswa. Modul mengandung berbagai materi yang harus dipelajari oleh siswa.

Untuk menghasilkan modul yang mampu meningkatkan motivasi belajar, pengembangan modul harus memperhatikan karakteristik yang diperlukan sebagai modul, yaitu:

1) Self Instruction

Merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan karakter tersebut memungkinkan seorang siswa belajar secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain.

2) Self Contained

Modul dikatakan self contained bila seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan termuat di dalam modul tersebut. Tujuan dari pemberian konsep ini adalah memberikan kesempatan siswa mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi pembelajaran dikemas ke dalam satu kesatuan commit to user

(6)

yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu standar kompetensi atau kompetensi dasar harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluwesan standar kompetensi atau kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa.

3) Berdiri Sendiri

Berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang tidak tergantung pada bahan ajar/media lain, atau tidak hanya digunakan bersama-sama dengan bahan ajar/media lain. Dengan menggunakan modul, siswa tidak perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika siswa masih menggunakan dan bergantung pada bahan ajar yang lain selain modul yang digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai modul yang berdiri sendiri.

4) Adaptif

Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi yaitu dapat menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta fleksibel/luwes digunakan di berbagai perangkat keras.

5) Bersahabat/akrab (User Friendly)

Modul hendaknya juga memenuhi kaidah user friendly atau bersahabat dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan, merupakan salah satu bentuk user friendly (Daryanto, 2013).

3. Creative Problem Solving

Creative problem solving (CPS) merupakan sebuah framework yang mampu menyelesaikan segala tantangan dan masalah dengan menggunakan kreativitas secara efektif (Treffinger et al., 2008). CPS mengaitkan proses pemecahan masalah dan pemikiran kreatif seseorang (Kirton, 2003; commit to user

(7)

Sophonhiranraka et al, 2015). Solusi masalah kreatif muncul ketika seseorang dapat mengidentifikasi dan memperbaiki ide untuk membangun rencana pelaksanan ide-ide yang telah dihasilkan (Sharma, 1999). Byrne et al., (2010) menambahkan bahwa sebuah kegiatan perencanaan merupakaan salah satu proses aktif dalam pemecahan masalah kreatif. Pemecahan masalah secara kreatif membutuhkan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda dan dapat dinilai dari kinerja serta produk kreatif yang dihasilkan (İncebacak et al., 2015).

Pemecahan masalah kreatif mengacu pada kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah menggunakan pemikiran yang mendalam yang berada di luar tingkat pemikiran normal, berfokus pada pemikiran untuk menemukan berbagai bentuk pilihan yang baru dan berbeda dari biasanya sebelum diterapkan pada pemecahan masalah (Puccio et al., 2018). CPS dapat melatih siswa menemukan konsep atau informasi baru dikaitkan dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa.

Fenomena yang disajikan dalam CPS dapat merangsang siswa untuk mengingatkan kembali pada pengetahuan awal sehingga mampu mengidentifikasi setiap masalah yang ada. Secara intelektual memungkinkan siswa dengan banyak pengalaman mampu membuat kebaruan dan produk yang inovatif (World Economic, 2015). Hal tersebut sejalan dengan Beda et al (2020) yang menyatakan bahwa pemberian masalah secara terbuka mampu merangsang penggalian informasi yang lebih detail, ide-ide, dan proses diskusi untuk mengkritisi ide satu sama lain.

Hasil dari berbagai penelitian tentang CPS telah menciptakan kesempatan untuk menerapkan model CPS dalam proses pembelajaran. CPS sebagai alat pembelajaran diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan kecakapan dalam keterampilan metakognitif siswa (Hajiyakhchali, 2013). Hal tersebut sejalan dengan Effendi, (2017) yang menyatakan model CPS secara signifikan dapat lebih meningkatkan metakognitif siswa daripada pembelajaran konvensional. Parnes (2015) menyatakan penggunaan model CPS di dalam proses pembelajaran mampu membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan dengan cara yang inovatif dan imajinatif. commit to user

(8)

Pemilihan CPS sebagai model yang digunakan selama proses pembelajaran biologi dapat menjadi faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran siswa dalam biologi. Hal tersebut dikarenakan jika siswa tidak senang dengan cara yang diajarkan selama pembelajaran memungkinkan siswa menunjukkan minat dan sikap negatif terhadap pembelajaran tersebut (Çimer, 2012). Menurut Lin (2017), optimalisasi CPS tergantung pada kondisi lingkungan eksternal individu atau kemampuan menemukan pemahaman mereka sendiri.

Kandemir (2009) menyatakan bahwa penggunaan teknik CPS dan pembelajaran yang melibatkan proses kreativitas mampu menstimulasi kemampuan berpikir kreatif siswa. Hal tersebut dikarenakan dalam proses CPS siswa dituntut untuk terus menerus berpikir kreatif dari ide-ide inovatif hingga menemukan ide atau solusi yang tepat untuk pemecahan masalah secara kreatif (Tseng et al., 2013). Aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif (fluency, flexibility originality, elaboration) yang dilatihkan dengan baik mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah (Kirisci et al., 2020). Menurut (Rene & Vidal, 2006) CPS disebut sebagai 6- diamond model yang memiliki tahapan Mess finding, Fact finding, Problem finding, Idea finding, Solution finding, Acceptance finding

Mess finding; mengidentifikasi setiap fenomena yang diberikan untuk disaring menjadi permasalahan yang perlu ditindaklanjuti. Fact finding, mengumpulkan informasi dan data tentang gejala masalah yang ditemukan. Proses ini membantu siswa dalam aktivitas mengamati fenomena yang diberikan oleh guru dalam pembelajaran biologi sehingga mampu mengidentifikasi masalah, membuat pertanyaan-pertanyaan, dan memilah pertanyaan-pertanyaan yang sudah dihasilkan. Siswa harus mampu menciptakan ide-ide yang inovatif dan memiliki reflek yang kritis pada setiap permasalahan sehingga dapat muncul solusi penyelesaian masalah (Tseng et al., 2013).

Problem finding, mengidentifikasi setiap masalah dan cara penyelesaiannya. Idea finding, mencari berbagai ide, opsi, metode dan alat untuk selanjutnya dipilih sebagai solusi atau ide yang potensial. Proses ini membantu siswa dalam menghasilkan banyak ide, variasi, kebaruan dan merincikan sebuah commit to user

(9)

ide untuk memecahkan sebuah masalah (Treffinger, 2007). Proses tersebut dapat dilakukan dengan diskusi kelompok pada pembelajaran biologi. Diskusi kelompok dapat membantu siswa membentuk dan mengekspresikan pikiran dan pendapat secara bebas (Salter & Conneely, 2015). Proses CPS ini akan membantu siswa dalam mengumpulkan informasi dan mengasosiasi selama proses pembelajaran biologi berlangsung.

Solution finding, menggali ide-ide dengan cara baru dan berbeda, serta dari sudut pandang yang lain kemudian dikembangkan menjadi rencana kegiatan.

Proses ini juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk memeriksa ide-ide yang telah dibuat untuk membuat ide kreatif yang lebih efektif sehingga siswa dapat merancang sebuah kegiatan untuk memecahkan masalah (Selby et al., 2004). Hal tersebut sejalan dengan Wahid & Karimah (2018) yang menyatakan bahwa CPS menekankan pada proses berpikir untuk memilah dan menentukan solusi pemecahan masalah bukan hanya dengan menghafal pelajaran

Acceptance finding, mencari cara untuk membuat ide atau solusi lebih efektif dan lebih bermanfaat untuk selanjutnya dikembangkan menjadi rencana kegiatan untuk pelaksanaan. Proses ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan solusi kreatif secara praktis pada pembelajaran biologi.

Prosedur CPS memiliki peran penting dalam mefasilitasi kerja kelompok siswa untuk memperluas konsep yang tidak diketahui melalui pencarian terus menerus, menganalisis dan menghasilkan informasi untuk memecahkan setiap masalah selama proses pembelajaran biologi berlangsung.

Setiap sintaks CPS relevan dengan pandangan konstruktivisme yaitu siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri melalui proses mengidentifikasi masalah, merancang pemecahan masalah hingga menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah sehingga membentuk sebuah pengetahuan yang baru. Tahapan mess finding dan fact finding pada CPS dapat melatih siswa untuk berproses mengidentifikasi masalah, kemudian proses pembuatan ide dilatihkan pada tahapan idea finding dan solution finding sehingga dapat mengakomodasi pembentukan solusi masalah yang tepat.

commit to user

(10)

Semua tahapan pembelajaran CPS untuk menemukan solusi yang tepat membuat proses belajar siswa menjadi lebih bermakna. Belajar bermakna merupakan proses belajar dengan mengaitkan informasi awal dan informasi baru yang diperoleh seseorang pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Dahar, 2011). Kegiatan belajar dipandang sebagai kondisi seseorang ketika dapat mengasimilasi dan menghubungkan materi yang sedang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Melalui proses asimilasi dan akomodasi ini maka proses belajar akan lebih mudah dilakukan seseorang (Martinis, 2008).

Relevansi teori belajar bermakna terhadap creative problem solving terletak pada belajar mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa dan melakukan proses penyelesaian masalah. Proses penemuan masalah hingga mengevaluasi solusi pemecahan masalah dapat menjadi proses yang sangat bermakna bagi seorang siswa dalam membangun sebuah informasi.

4. Materi Mutasi Genetik

a. Pengertian Mutasi Genetik & Jenis-jenis mutasi

Mutasi genetik adalah perubahan permanen dalam urutan/struktur DNA yang membentuk gen sehingga ditemukan urutan/struktur yang berbeda dari kebanyakan spesies. Gen yang bermutasi menghasilkan produk protein yang diubah sehingga tidak dapat melakukan fungsi normalnya (Bianca & Delitala, 2011). Mutasi juga dapat didefinisikan sebagai perubahan yang diwariskan dalam materi genetik (Karki et al., 2015). Mutasi gen yang paling umum melibatkan perubahan atau "kesalahan ejaan" dalam single base DNA. Proses terjadinya mutasi juga dapat terjadi di mana saja pada blok pembuatan DNA tunggal (pasangan basa) atau pada segmen kromosom yang lebih besar dan mencakup banyak gen (https://ghr.nlm.nih.gov/, 2019).

Mutasi biasanya muncul dari kerusakan DNA yang tidak diperbaiki, kesalahan replikasi, atau elemen genetik seluler (Karki et al., 2015). Produk protein yang diubah mungkin masih mempertahankan beberapa fungsi normal tetapi pada kapasitas yang berkurang. Protein lain mungkin sepenuhnya commit to user

(11)

dinonaktifkan oleh mutasi atau mendapatkan fungsi yang sama sekali baru, tetapi merusak. Hasil mutasi tertentu tidak hanya bergantung pada bagaimana ia mengubah fungsi protein, tetapi juga pada seberapa vital protein tersebut itu untuk bertahan hidup (Terry et al., 2001). Namun, setiap perubahan urutan nukleotida yang terjadi pada mutasi tidak selamanya diikuti dengan munculnya penyebab sebuah penyakit. Perubahan dalam urutan nukleotida ini mungkin tidak menyebabkan perubahan fenotip (Condit, 2002).

Proses mutasi terjadi karena sel-sel dengan DNA yang mengalami kerusakan saat proses pembelahan. Oleh karena itu, pencegahan mutasi pada dasarnya bergantung jalur biologis yang dapat memperbaiki kerusakan DNA atau menghilangkan sel dengan DNA yang rusak (apoptosis) sebelum membelah. Kerusakan DNA dan kegagalan pencegahan mutasi setelah kerusakan DNA adalah kombinasi penyebab mutasi. Gen yang mengkode protein dalam jalur pencegahan mutasi telah diklasifikasikan menjadi dua kategori: caretaker genes dan gatekeeper genes (Deman & Van Larebeke, 2001). Caretaker genes pengkode untuk protein yang memiliki fungsi dalam deteksi atau perbaikan kerusakan DNA sedangkan gatekeeper genes pengkode untuk protein yang mengatur proliferasi sel dengan menghambat pembelahan sel atau mempromosikan apoptosis.

Individu yang membawa mutasi dapat diungkapkan dengan menggunakan sarana molekuler atau diidentifikasi oleh alat fenotip.

Eksperimental mutagenesis dapat menghasilkan jenis-jenis mutan yang berbeda (Shu et al., 2012). Mutasi dapat diwarisi dari orang tua (mutasi germline) atau diperoleh selama kehidupan individu (mutasi somatik) yang menjadi pendorong utama penyakit manusia seperti kanker (Karki et al., 2015). Mutasi lain termasuk delesi atau keuntungan (duplikasi atau insersi) dari basis tunggal atau ganda.

Selain mutasi pada gen tunggal, penyakit genetik dapat disebabkan oleh mutasi yang lebih besar pada kromosom (Terry et al., 2001).

b. Mutasi Spontan

Mutasi spontan merupakan perubahan dalam urutan nukleotida gen yang tampaknya tidak diketahui penyebabnya. Tidak ada agen khusus yang dikaitkan commit to user

(12)

dengan kejadiannya, dan mereka umumnya dianggap sebagai kecelakaan (Klug et al, 2009). Mutasi tidak membawa perbedaan kebugaran pada organisme yang membawanya. Tidak terlihat oleh seleksi; frekuensinya berubah oleh pergeseran genetik (Yampolsky et al., 2016). Mutasi spontan dan penataan ulang kromosom merupakan proses seluler penting yang mengarah pada perubahan struktur genom dan bertindak sebagai mesin untuk mendorong evolusi serta penyebabnya yang pasti tidak diketahui. Setiap mutasi berasal dari kerusakan premutagenik DNA, yang menyebabkan perantara mutagenik karena kesalahan penyajian oleh alat replikasi normal atau jenis khusus polimerase DNA yang berpartisipasi dalam sintesis DNA translasi.

Kerusakan premutagenik yang mengarah ke mutasi spontan dihasilkan oleh berbagai faktor yang ada dalam sel yang tumbuh secara normal. Penyebab utama kerusakan premutagenik: (a) tindakan yang salah dari alat replikasi selama replikasi DNA dengan cetakan DNA utuh dan dNTPs biasa; (b) kesalahan pemasangan nukleotida mutagenik, yang memiliki kekhasan pasangan-basa, selama replikasi DNA; dan (c) reaksi kimia oleh mutagen endogen, seperti spesies oksigen aktif, dan dekomposisi basa DNA secara spontan. Mutasi ini biasanaya jarang terjadi, tetapi dapat menimbun setelah beberapa waktu.

c. Mutasi Induksi

Mutasi induksi merupakan mutasi yang dihasilkan dari pengaruh faktor- faktor asing. Mutasi induksi dapat dihasilkan dari agen alami atau buatan (Klug et al, 2009). Mutasi dapat diinduksi pada frekuensi yang lebih tinggi dengan memaparkan sel terhadap mutagen; dengan demikian, memanfaatkan mutasi yang diinduksi adalah pilihan penting dalam perbaikan tanaman (Jain, 2012). Mutasi yang diinduksi memberikan pilihan yang layak berdasarkan generasi sumber resistensi baru terhadap faktor stres biotik / abiotik di mana varietas tahan baru dapat dikembangkan. Sejauh ini, 3.218 mutan varietas telah dirilis di seluruh dunia. Penggunaan mutasi terinduksi telah memainkan peran penting dalam peningkatan varietas tanaman unggul (Ahloowalia dan Maluszynski 2001;) Beberapa jenis agen mutagenik digunakan secara luas untuk menciptakan variasi commit to user

(13)

genetik untuk digunakan dalam genetika dan / atau perbaikan tanaman. Menurut Penna, Atomic, & Mirajkar, (2015) varietas mutan adalah varietas tanaman baru dibesarkan melalui:

1) Penggunaan langsung garis mutan yang dikembangkan melalui mutagenesis fisik dan kimia atau variasi somaklonal

2) Penggunaan tidak langsung dari garis mutan, yang digunakan sebagai varietas induk dalam kawin silang (persilangan antara garis mutan atau dengan varietas komersial)

3) Penggunaan alel gen mutan (sifat)

4) Penggunaan gen spesies liar yang ditranslokasi ke dalam genom tanaman melalui translokasi iradiasi / turunan mutagen, mis. gen gandum spesies relatif liar

Mutasi induksi dapat disebabkan oleh beberapa jenis radiasi dengan frekuensi energi tertentu. Jenis-jenis radiasi penyebab mutasi induksi dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jenis dan sifat radiasi pengion yang digunakan untuk mutagenesis yang diinduksi tanaman

jenis radiasi Properti

Deskripsi Energi

X-rays Radiasi elektromagnetik 50-300 keV

Gamma rays Radiasi elektromagnetik Hingga beberapa MeV

Neutron (fast, slow and thermal)

Partikel yang tidak bermuatan, sedikit lebih berat dari proton

Dari kurang dari 1 eV sampai ke beberapa MeV

Alpha particles Nukleus helium 2-9 MeV

Beta particles, fast electrons or cathode rays

Elektron (- atau +) banyak terionisasi

& kurang padat dari partikel alfa

Hingga beberapa MeV

Protons atau deuterons Nukleus dari Hidrogen Hingga beberapa MeV Low-energy ion beams Inti terionisasi bermacam-macam

Elemen

Up to several MeV Through whole parts High-energy ion beams Inti terionisasi bermacam-macam

Elemen

Hingga GeV (Penna et al., 2015)

commit to user

(14)

d. Mutasi Somatik

Mutasi somatik adalah mutasi yang diperoleh oleh sel-sel non-germline dan tidak dapat diwarisi oleh keturunan organisme induk dari sel yang bermutasi, dengan pengecualian, misalnya, tumor kelamin yang dapat ditransmisikan canine.

Mutasi somatik dapat timbul selama perkembangan otak prenatal dan menyebabkan penyakit neurologis bahkan ketika terdapat pada tingkat mosaik yang rendah, misalnya yang mengakibatkan malformasi otak yang terkait dengan epilepsi dan kecacatan intelektual (Poduri et al., 2014).

Mutasi somatik dapat menimbulkan kanker serta penyakit non-kanker lain. Sel-sel tumor menumpuk banyak mutasi somatik. Beberapa mutasi ini secara langsung berkontribusi pada pertumbuhan dan perkembangan tumor dan umumnya disebut sebagai mutasi driver (Gomez et al., 2018). Mutasi somatik non-kanker yang terjadi selama perkembangan dapat memengaruhi proliferasi sel, seperti yang terjadi pada kanker yang dapat dengan mudah mengubah fungsi seluler tanpa menyebabkan efek proliferatif (Lynch, 2010). Beban mutasi dalam sel somatik diperkirakan cukup tinggi sehingga menunjukkan setiap pembelahan sel dapat menciptakan beberapa bentuk variasi genetik, yang mungkin memiliki efek pada fungsi seluler (Frumkin, 2005).

Gambar 2.1 Perbedaan Mutasi Somatik & Mutasi Gametik

(Sumber: https://kintalk.org/genetiks-101/) Mutasi Mutasi somatik Mutasi somatik

commit to user

(15)

e. Mutasi Gametik

Mutasi gametik terjadi pada gamet. Karena keturunan awalnya berasal dari fusi telur dan sperma, mutasi germline dari orang tua juga dapat ditemukan di setiap sel berinti dari keturunan mereka (Karki et al., 2015). Mutasi gametik menjadi faktor pendorong terjadinya evolusi genom dan penyakit genetik. Mutasi gametik dapat berinteraksi dengan perubahan somatik untuk mendorong karsinogenesis (Wu et al., 2019).

f. Mutasi Kromosom

Kelainan kromosom dihasilkan dalam kromosom karena perubahan bahan genetik melalui delesi, inversi, duplikasi atau translokasi segmen tertentu (Jain et al., 2018). Perubahan ini paling sering disebabkan oleh masalah yang terjadi selama proses meiosis atau karena mutagen (Shu et al., 2012). Perubahan yang memengaruhi struktur kromosom dapat menyebabkan masalah dengan pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi sistem tubuh. Perubahan ini dapat memengaruhi banyak gen di sepanjang kromosom dan mengganggu protein yang dibuat dari gen tersebut (https://ghr.nlm.nih.gov/, 2019). Mutasi kromosom mengakibatkan perubahan dalam jumlah kromosom dalam sel atau perubahan struktur kromosom.

1) Perubahan Jumlah Kromosom

Peningkatan atau penurunan jumlah kromosom terbagi menjadi dua kondisi:

(ii) euploidi dan (ii) aneuploidi.

i) Euploidi adalah suatu kondisi sel, jaringan, atau organisme di mana perubahan dalam jumlah kromosom dapat terjadi dengan penambahan satu atau lebih set kromosom yang lengkap. Euploidi sering terjadi pada tanaman tetapi jarang ditemukan pada hewan.

Euploidi dapat dibagi menjadi tiga kategori:

• Monoploidi; Satu set kromosom hadir (n)

• Triploid; Setiap kromosom berpasangan tiga (3n)

• Poliploidi; Jumlah kromosom hadir dalam banyak salinan (Jain et al., 2018) commit to user

(16)

ii) Aneuploidi adalah adanya jumlah kromosom yang abnormal dalam sel baik di autosom atau kromosom seks. Peristiwa ini terjadi pada saat bagian-bagian dari sepasang kromosom yang homolog tidak memisahkan diri sebagaimana mestinya pada waktu meiosis I, atau pada saat pasangan kromatid gagal berpisah selama meiosis II.

Setiap perubahan dari komplemen euploid normal disebut aneuploidi, termasuk penambahan atau kehilangan satu atau lebih kromosom atau bagian kromosom. Duplikasi dan penghapusan, terutama hilangnya (atau sebagian) kromosom, tidak dapat ditoleransi oleh sebagian besar spesies diploid. (Shu et al., 2012)

Agen tertentu yang dapat menyebabkan aneuploidi disebut

“aneuploidogen.” Mutagens, karsinogen, sinar-X, dan juga bahan kimia seperti colchicine dapat menghasilkan aneuploidy dengan mempengaruhi polimerisasi mikrotubulus

Aneuploidy ada dalam empat kategori:

• Nullysomy; Kurangnya satu pasang kromosom dari normal (2n-2)

• Monosomi; Ada satu kromosom lebih sedikit dari normal (2n-1)

• Trisomi; Kehadiran satu kromosom ekstra dari normal (2n+1)

• Tetrasomi; Kehadiran satu pasang kromosom dari normal (2n+2) (Jain et al., 2018)

Salah satu sindrom yang disebabkan oleh peristiwa monosomi adalah sindrom turner. Sindrom turner merupakan suatu kelainan genetik pada wanita karena kehilangan satu kromosom X. Wanita normal memiliki kromosom seks XX dengan jumlah total kromosom sebanyak 46, namun pada penderita sindrom Turner hanya memiliki kromosom seks XO dan total kromosom 45. Sindrom ini memiliki kariotipe (22AA + X0). Penderita sindrom ini memiliki ciri: gangguan pendengaran dan penglihatan, wajah menyerupai anak kecil, disgenesis ovaricular.

commit to user

(17)

Table 2.2 Contoh Penyimpangan Numerik (aneuploidi)

Aneuploidi Karyotipe Insiden Ciri-ciri

Down syndrome Trisomy 21

47, XX atau XY, +21

1/700 kelahiran

Lipatan epicanthal, hipotonia, oksiput datar, bercak Brushfield pada irides, lipatan melintang tunggal, clinodactyly, dll.

Edward syndrome Trisomy 18

47, XX atau XY, +18

1/3000 kelahiran

Tinju yang terkepal, kaki bawah yang berayun, telinga yang cacat, mikrognatia, kelainan jantung dan ginjal, dan sebagainya, dll.

Patau syndrome Trisomy 13

47, XX atau XY, +13

1/5000 kelahiran

Mikrosefali, holoprosensefali, kaki-kaki- bawah, mikrofthalmia, anophthalmia, cyclopia, cryptorchidism, kelainan jantung; bibir sumbing dan langit-langit mulut, dll.

Klinefelter syndrome

47, XXY (48, XXXY;

49, XXXXY)

1/500 kelahiran

Ginekomastia, genitalia kecil, dan infertilitas

Turner Syndrome

45, X 1/5000

kelahiran anak perempuan

Gagal menjadi dewasa secara seksual, lymphedema, leher berselaput, garis rambut posterior rendah, valgus cubitus, dll.

XYY syndrome

47, XYY 1/1000

kelahiran anak laki-laki

Perawakannya tinggi, gigi besar;

kesuburan normal Triple X

syndrome

47, XXX 1/1000

kelahiran anak perempuan

Beberapa masalah belajar

(Nejat Mahdieh, 2013)

2) Perubahan Struktur Kromosom

Kelainan kromosom struktural terjadi ketika ada perubahan pada bagian-bagian kromosom. Perubahan tersebut meliputi penambahan, kehilangan, dan realokasi segmen kromosom. Dampak terjadinya perubahan dapat berupa sebuah segmen yang memiliki terlalu banyak materi genetik atau segmen lain dengan materi genetik yang terlalu sedikit. Kelainan kromosom ini menyebabkan beberapa cacat pada saat kelahiran. Ada empat jenis utama perubahan struktur kromosom: Duplikasi, Delesi, Inversi, dan Translokasi

commit to user

(18)

i) Delesi

Delesi merupakan mutasi yang disebabkan oleh hilangnya segmen kromosom. Delesi besar pada segmen kromosom membuat perubahan pada fenotip terlihat dengan jelas (Jain et al., 2018).

Salah satu sindrom yang disebabkan oleh delesi kromosom adalah sindrom Cri du Chat atau sering disebut sindrom tangisan kucing. Hal tersebut dikarenakan individu yang mengalami sindrom cri du chat memiliki ciri khas suara tangisan menyerupai tangsian kucing. Sindrom ini diakibatkan adanya delesi pada lengan pendek kromosom nomor 5. Sind rom memiliki ciri-ciri fisik: wajah bulat dengan pipi besar, jari-jari yang pendek, dan bentuk kuping yang letaknya rendah (Zhang, 2005).

ii) Duplikasi

Duplikasi adalah terjadinya segmen kromosom dalam dua atau lebih salinan per genom. Duplikasi bisa tandem atau terbalik. Daerah duplikat dapat terletak berdekatan satu sama lain, atau tersebar pada kromosom

Gambar 2.2 Delesi kromosom

dengan modifikasi dari sumber: https://www.genome.gov

commit to user

(19)

Gambar 2.3 Duplikasi kromosom

dengan modifikasi dari sumber:https://www.genome.gov

yang sama. Duplikasi wilayah genetik tertentu dapat menghasilkan fenotipe spesifik (Jain et al., 2018)

17q12 duplication syndrome merupakan contoh kelainan yang disebabkan oleh peristiwa duplikasi dimana terjadi perubahan kromosom nomor 17 yang disalin (digandakan) secara abnormal di setiap sel. Ciri penderita sindrom ini memiliki kepala dengan ukuran kecil yang tidak normal, menderita autism, dan schizophrenia.

iii) Inversi

Secara umum, inversi terjadi ketika segmen kromosom terpotong, terbalik sekitar 180 derajat dan dialokasikan kembali ke kromosom yang sama. Deteksi inversi pada manusia cukup sulit, dan itu tidak mengubah fenotip individu kecuali daerah terpotong inversi berada dalam wilayah regulasi atau struktural gen.

Pembalikan diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan lokasi sentromer sesuai dengan segmen terbalik:

• Parasentrik; Suatu jenis penataan ulang kromosom di mana segmen tidak termasuk sentromer. Segmen yang telah dikeluarkan dari

commit to user

(20)

kromosom, diputar 180 derajat, dan dimasukkan kembali ke posisi asli kromosom disebut sebagai inversi parasentrik.

• Perisentrik; Wilayah inversi perisentrik sebagian besar mencakup sentromer dan breakpoint di setiap lengan.

• Asentrik; Melintasi dalam lingkaran inversi dari inversi parasentrik menghubungkan sentromer homolog dalam jembatan disentrik sambil juga menghasilkan fragmen akentrik, yang merupakan fragmen tanpa sentromer.

(Jain et al., 2018)

iv) Translokasi

Translokasi terjadi jika bagian satu kromosom menempel pada kromosom yang bukan homolognya. Peristiwa tersebut akan membentuk kromosom baru. Jika translokasi terjadi saat meiosis, beberapa gamet akan kekurangan gen. Translokasi dapat berupa resiprokal atau non-resiprokal.

• Translokasi non-resiprokal; melibatkan transfer segmen dalam satu arah dari satu kromosom ke yang lain.

Gambar 2.4 Inversi parasentrik dan perisentrik (sumber: https://accessmedicine.mhmedical.com)

commit to user

(21)

Gambar 2.5 Translokasi Kromosom

dengan modifikasi dari sumber: https://www.genome.gov)

• Translokasi resiprokal; merupakan pertukaran pasangan rial antara kromosom nonhomolog. Translokasi ini tidak berbahaya dan dapat dideteksi dengan diagnosis prenatal. Pertukaran bagian-bagian kromosom antara kromosom-kromosom non-homolog membentuk hubungan keterkaitan baru.

(Jain et al., 2018)

g. Mutasi Gen

Urutan DNA suatu gen dapat diubah dalam beberapa cara. Mutasi gen memiliki berbagai efek pada kesehatan, tergantung di mana mereka terjadi dan apakah mereka mengubah fungsi protein esensial. Jenis-jenis mutasi meliputi:

1) Subtitusi Basa Nitrogen

Subtitusi yaitu mutasi gen yng mengarah ke perubahan kode genetik, bisa terjadi pada DNA bisa juga pada kodon (triplet) pada RNA m dari urutan kode basa Nitrogennya. Mutasi ini akan menyebabkan kesalahan terbentuknya asam amino, sehingga berdampak pada kesalahan terbentuknya protein. Kesalahahan terbentuknya protein menyebabkan kesalahan terbentuknya enzim, karena protein merupakan salah satu komponen penyusun protein. commit to user

(22)

Gambar 2.6 Transisi & Transversi https://commons.wikimedia.org

i) Transisi

Suatu pergantian basa purin dengan basa purin, atau basa pirimidin diganti basa pirimidin

ii) Transversi

Jika ada perubahan kode genetik pada nukleotida basa purin digantikan basa pirimidin atau sebaliknya

iii) Insersi

Insersi mengubah jumlah basis DNA dalam gen dengan menambahkan sepotong DNA. Akibatnya, protein yang dibuat oleh gen mungkin tidak berfungsi dengan baik (https://ghr.nlm.nih.gov/, 2019).

iv) Delesi

Delesi mengubah jumlah basis DNA dengan menghapus sepotong DNA. Delesi kecil dapat menghapus satu atau beberapa pasangan basa dalam suatu gen, sementara delesi yang lebih besar dapat menghapus seluruh gen atau beberapa gen tetangga. DNA yang dihapus dapat mengubah fungsi protein yang dihasilkan (https://ghr.nlm.nih.gov/, 2019).

2) Missens Mutation

Mutasi missense memberikan efek yang lebih halus pada struktur dan fungsi protein. Konsekuensi dari mutasi missense bisa lebih sulit untuk commit to user

(23)

diprediksi karena keanekaragamannya, selain itu perubahan asam amino tunggal dapat menyebabkan beberapa dampak pada fenotip. Secara umum, mutasi missense yang diketahui secara klinis dapat mengubah sifat fisikokimia dari residu asam amino untuk mempengaruhi fungsi produk gen (Krawczak et al. 1998; Stone and Sidow 2005), tetapi mutasi yang paling parah dapat menghasilkan fenotip yang mematikan dan tidak dapat diwariskan (Steward et al. 2003).

3) Silent mutation

Silent mutation merupakan perubahan urutan nukleotida gen yang tidak mengubah urutan asam amino dari protein yang dikodekan (Encyclopedia of Genetics, 2001).

4) Nonsense-mutation

Nonsense mutation memunculkan penghentian penerjemahan prematur dan pemotongan polipeptida. Hampir semua nonsense mutation mengarah pada inaktifnya suatu protein sehingga menghasilkan fenotip mutan.

Nonsense mutation menyumbang 11% dari semua lesi gen yang menyebabkan penyakit bawaan manusia dan 20% dari penggantian pasangan basa tunggal yang mempengaruhi daerah pengkodean gen. Mutasi nonsense patologis menghasilkan TGA (38,5%), TAG (40,4%), dan TAA (21,1%) terjadi dalam proporsi yang berbeda dengan kodon stop yang terjadi secara alami (Mort, 2008). Nonsense mutation biasanya dikaitkan dengan penurunan tingkat mRNA sitoplasmik. Nonsense mutation pada gen faktor VIII (F8) (hemofilia A) dan gen fibrillin (FBN1) (sindrom Marfan) dengan lompatan ekson merupakan salah satu contoh peristiwa yang disebabkan oleh mutasi tersebut (Benz, 1978).

5) Frameshift Mutation

Sejumlah besar mutasi frameshift telah dijelaskan dalam banyak gen yang berhubungan dengan penyakit. Semua mengarah pada terminasi translasi yang berubah dengan rantai polipeptida yang abnormal setelah penggantian frame; fenotip yang parah akibat peristiwa mutasi ini biasanya dapat terlihat.

commit to user

(24)

Frameshifts dapat terjadi karena peristiwas delesi mikro atau insersi mikro dan skipping ekson (Zia, 2011).

h. Mutan Dominan dan Resesif

Organisme diploid membawa dua salinan dari masing-masing gen sehingga mereka dapat membawa alel identik yaitu homozigot atau membawa alel yang berbeda yaitu heterozigot. Alel mutan resesif didefinisikan sebagai alel di mana kedua alel harus bersifat mutan agar fenotipe mutan dapat diamati. Individu harus memiliki alel mutan homozigot agar dapat memperlihatkan fenotip mutan.

Sebaliknya, fenotip dari alel mutan dominan dapat diamati pada individu yang membawa satu mutan dan satu alel tipe liar (heterozigot).

Alel resesif merupakan hasil dari mutasi yang menonaktifkan gen yang terpapar sehingga menyebabkan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi. Mutasi resesif dapat menghilangkan sebagian atau seluruh gen dari kromosom,

Gambar 2.7 perbandingan silent, missesnse, nonsense, &

frameshift mutation

dengan modifikasi dari https://bio.libretexts.org

commit to user

(25)

mengganggu ekspresi gen, atau mengubah struktur protein yang disandikan, sehingga mengubah fungsinya. Sebaliknya, alel dominan sering kali merupakan hasil dari mutasi yang menyebabkan penambahan fungsi. Mutasi dominan dapat meningkatkan aktivitas dari protein yang dikodekan dan mengarah ke pola ekspresi spasial atau temporal yang tidak sesuai.

Mutasi dominan pada gen tertentu juga dapat berkaitan dengan hilangnya fungsi. Sebagai contoh, gen haplo-insufficient yang kedua alel diperlukan untuk dapat berfungsi secara normal. Menghilangkan atau menonaktifkan alel tunggal dalam gen tersebut dapat menyebabkan fenotip mutan (W. H. Freeman &

Company, 2003).

Kondisi warisan keturunan dapat ditelusuri pada sebuah gen yang pola pewarisannya cukup jelas. Tergantung pada pola pewarisan gen yang umum yaitu;

autosomal dominant, autosomal recesssive, X-linked.

1) Autosomal Dominant

Pewarisan autosomal dominant, seseorang hanya perlu mewarisi satu salinan gen abnormal untuk mengembangkan kondisi tersebut. Lynch Syndrome adalah contoh dari kondisi dominan autosomal. Orang tua dengan kelainan autosom dominan memiliki peluang 50/50 untuk menularkan kelainan tersebut kepada masing-masing anaknya.

2) Autosomal Recessive

Kondisi autosomal recessive, seseorang hanya perlu mewarisi salah satu salinan gen yang tidak normal dari kedua orang tua untuk mengembangkan kondisi tersebut. Jika seseorang hanya mewarisi satu gen abnormal hanya dari satu orang tua maka disebut sebagai carrier (dapat menularkannya kepada anak-anak mereka), tetapi tidak memunculkan masalah kesehatan yang terkait dengan mutasi. Jika dua orang carrier dari kondisi resesif autosomal yang sama dan kemudian memiliki anak bersama, ada kemungkinan 25% bahwa anak mereka akan memiliki kondisi gen abnormal, kemungkinan 50% bahwa anak akan menjadi carrier, dan kemungkinan 25%

bahwa anak tidak akan mewarisi salinan gen abnormal. Risiko ini berlaku commit to user

(26)

Gambar 2.9 Pewarisan mutasi autosomal recessive

(Sumber: https://kintalk.org/genetiks-101/) Gambar 2.8 Pewarisan mutasi autosomal

dominant

(Sumber: https://kintalk.org/genetiks-101/)

untuk setiap kehamilan. Contoh-contoh kondisi resesif autosomal termasuk cystic fibrosis.

3) X linked recessive

Kondisi bawaan X linked, gen abnormal terletak pada kromosom X.

Seorang perempuan memiliki dua salinan kromosom X sedangkan pria hanya memiliki satu kromosom X & satu kromosom Y, sehingga mutasi pada kromosom X dapat mempengaruhi pria dan wanita secara berbeda. Contoh dari kondisi X linked adalah pada penyakit Duchenne muscular dystrophy yang smerupakan bentuk paling umum dari distrofi otot.

Gambar 2.10 Pewarisan mutasi X linked

(Sumber: https://kintalk.org/genetiks-101/) commit to user

(27)

i. Mutasi Kanker

1) Tumor jinak (Benign Tumors)

Jika sel-sel tersebut tidak termasuk penyakit kanker, tumor tersebut disimpulkan sebagai jinak. Tumor tersebut tidak akan menyerang jaringan terdekat atau menyebar ke area lain dari tubuh (bermetastasis). Tumor jinak tidak terlalu berbahaya kecuali ada di sekitar organ, jaringan, saraf, atau pembuluh darah yang penting dan menyebabkan kerusakan.

Fibroid di rahim dan payudara, polip usus besar dan tahi lalat adalah beberapa contoh tumor jinak. Tumor jinak dapat diangkat dengan operasi.

Mereka bisa tumbuh sangat besar, terkadang berbobot. Mereka bisa berbahaya, seperti ketika mereka terjadi di otak dan memadati struktur normal di ruang tengkorak yang tertutup. Mereka dapat menekan organ vital atau memblokir saluran. Beberapa jenis tumor jinak seperti polip usus dianggap sebagai prekanker dan harus segera diangkat untuk mencegahnya menjadi tumor ganas. Tumor jinak biasanya tidak terulang kembali setelah diangkat, namun jika terulang akan tumbuh di tempat yang sama (Sinha, 2018)

2) Kanker (Maglinant Tumors)

Tumor ganas terbentuk dari sel kanker dan dapat menyerang jaringan di sekitarnya. Beberapa sel kanker dapat pindah ke aliran darah atau kelenjar getah bening, tempat mereka dapat menyebar ke jaringan lain di dalam tubuh (metastasis). Kanker dapat terjadi di mana saja termasuk pada payudara, paru- paru, usus, organ reproduksi, darah, atau kulit.

Kanker payudara dimulai pada jaringan payudara dan dapat menyebar ke kelenjar getah bening di ketiak jika tidak diketahui cukup awal dan diobati.

Setelah kanker payudara telah menyebar ke kelenjar getah bening, sel-sel kanker dapat melakukan perjalanan ke area lain dari tubuh, seperti tulang atau hati. Sel-sel kanker payudara kemudian dapat membentuk tumor di lokasi- lokasi yang disebut sebagai tumor sekunder. Biopsi tumor ini mungkin menunjukkan karakteristik tumor kanker payudara asli (Sinha, 2018).

commit to user

(28)

Gambar 2.11 metagenesis

(Sumber: https://kintalk.org/genetiks-101/)

j. Perhitungan Jumlah Mutasi

Mutasi nonsynonim atau real mutation merupakan mutasi yang menyebabkan perubahan basa sehingga urutan asam amino ikut berubah. Mutasi semacam itu mengarah pada produksi protein yang berbeda atau penghentian dini protein. Berbeda dengan mutasi nonsynonim, mutasi sinonim atau silent mutation mengubah basa namun tidak mengubah kode asam amino yang dimiliki. Hal tersebut dapat terjadi karena satu asam amino dapat dikodekan oleh beberapa urutan kodon (Sandelin, 2004). Kode asam amino ditunjukan oleh Gambar 2.12.

Tabel 2.3 Perbedaan perubahan basa dan asam amino JGMV-Jg & JGMV-Krish

(Suranto et al, 1998) commit to user

(29)

Tabel 2.3 di atas merupakan contoh mutasi pada Potyvirus yang memperlihatkan perubahan basa sehingga mengubah asam amino pada JGMV-Jg.

Peristiwa mutasi tersebut membuat JGMV-Jg berubah menjadi JGMV Krish- infecting strain. Sekuen coat protein dimulai pada basa nomer 8 396 dan berakhir pada 9304. 5’ menunjukkan awal bagian dari pengkodean yang berdekatan wilayah NIb /polimerase yang lebih besar. Garis (CR) menunjukkan daerah wilayah inti. Tanda bintang (*) menunjukkan tidak ada perubahan asam amino di tempat tersebut atau disebut silent mutation (Suranto et al., 1998).

Perbandingan JGMV-Jg dn JGMV-Krish diatas menunjukkan ada 24 perubahan basa. 10 dari perubahan basa tersebut mempengaruhi perubahan sekuen asam amino (real mutation), sedangkan 14 perubahan tidak mempengaruhi sekuen asam amino yang dimiliki (silent mutation) (Suranto et al., 1998). Total 41,6%

terjadi real mutation dari jumlah total mutasi yang terjadi dan 58,4% merupakan silent mutation.

Menurut data Human Gene Mutation Deasese 61% dari mutasi missense dan nonsense adalah transisi (T ke C, C ke T, A ke G, G ke A) sementara 39%

adalah transversi (T ke A atau G, A ke T atau C, G ke C atau T, C ke G atau A).

Salah satu di antara transisi dan tranversi akan mendominasi dan mewakili paling banyak pada peristiwa penggantian nukleotida tunggal. Ketika peristiwa subtitusi ini terjadi pada satu untai DNA dan menghasilkan TG atau CA (CG menjadi TG atau CA) akan menjadi penyebab utama timbulnya penyakit genetik manusia (Antonarakis & Cooper, 2013).

Tekanan mutasional biasanya lebih menyukai transisi CG-TA daripada yang TA-CG (Hildebrand et al., 2010). Hal tersebut terjadi karena baik C dan G lebih bertanggung jawab terhadap dua proses mutagenesis perubahan basa yang paling umum daripada A atau T baik pada deaminasi maupun oksidasi (Yampolsky et al., 2016). Secara khusus, deaminasi C lebih mungkin terjadi pada DNA untai tunggal, dan pemisahan untai DNA lebih mungkin terjadi di daerah yang kaya akan AT karena pasangan AT hanya disatukan oleh dua ikatan hidrogen, bukan tiga, seperti pasangan CG (Fryxell & Zuckerkandl, 2000). Hal tersebut

commit to user

(30)

Gambar 2.12. Kode asam amino

Sumber: https://www.nature.com

menyebabkan laju transisi CG-TA secara universal 2-4 kali lebih tinggi daripada laju transisi TA-CG (Lynch, 2007).

Gambar 2.13 Kode Asam Amino Tiga Huruf & Satu Huruf

Sumber : www.integratedbreeding.net commit to user

(31)

k. Teknologi Pendeteksian Mutasi 1) PCR

Tes mutasi langsung dapat dilakukan dengan PCR melalui pilihan primer yang tepat. Setelah daerah yang diduga mengandung mutasi diamplifikasi, kemudian dapat dianalisis dengan gel atau kapiler elektroforesis, sekuensing, atau hibridisasi probe DNA.

Pengukuran ukuran molekul oleh elektroforesis produk dari PCR dapat mengakomodasi melihat perubahan panjang amplikon yang disebabkan oleh mutasi delesi. Namun, apabila delesi atau point mutation mengganggu (atau menciptakan) situs pembelahan endonuklease restriksi, hal tesrsebut dapat dideteksi dengan analisis elektroforesis dari produk PCR yang dicerna dengan enzim tersebut.

Hibridisasi dot blot antara produk PCR dan probe allele-spesifik oligonukleotida (ASO) dapat menjadi alternatif pilihan lain, di mana fragmen DNA pendek yang tepat menjadi komplementer yang baik untuk target sekuen normal atau mutan. Proses hibridisasi yang dilakukan dalam kondisi yang cukup ketat, akan menghasilkan DNA target mutasi yang berhibridisasi dengan probe mutan, dan sebaliknya untuk DNA target tipe liar.

Gambar 2.13 PCR

https://longroadtoinnovation.wordpress.com/

commit to user

(32)

Beberapa hot spot mutasi pada gen dapat diamplifikasi bersama dengan multiplex PCR. Sebagai variasi pada pendekatan ini, sejumlah probe alelik dapat disebarkan dengan dukungan kuat untuk selanjutnya dihibridisasi dengan spesimen DNA (atau amplikon) dalam bentuk microarray. Beberapa pereaksi dan instrumen komersial tersedia untuk mendeteksi mutasi titik dengan probe diferensial / hibridisasi quencher atau dengan elektroforesis kapiler dan teknik canggih lainnya (Shen, 2019).

PCR, terdiri dari 25-40 siklus berulang, memiliki tiga langkah diskrit perubahan suhu. Langkah-langkah PCR adalah sebagai berikut: Langkah denaturasi awal termasuk memanaskan reaksi ke suhu 92-96 ° C selama 1-9 menit.

i. Denaturation meliputi memanaskan reaksi hingga suhu 92-98 ° C selama 20-30 detik. Ikatan hidrogen antara basa komplementer akan terganggu dan molekul DNA terdenaturasi, sehingga menghasilkan molekul DNA beruntai tunggal (peleburan DNA).

ii. Annealing dilakukan dengan menurunkan suhu hingga 50-65 ° C selama 25-40 detik; sehingga primer dianilkan ke targetnya pada untaian tunggal oleh ikatan hidrogen sehingga polimerase dapat mengikat hibrid primer-template dan memulai polimerisasi DNA pada langkah berikutnya.

iii. Extension meliputi polimerisasi basa terhadap primer; termostabil seperti Taq polimerase memperluas untai komplementer baru kepada untai cetakan DNA dengan menambahkan dNTP yang cocok dalam arah 5 'sampai 3' pada suhu 72 ° C. Serangkaian 25-40 siklus berulang dari denaturation, annealing primer dan extension dilakukan untuk memperkuat fragmen templat. Selanjutnya, elongation kadang-kadang dilakukan pada 70-74 ° C selama 5–15 menit setelah siklus PCR terakhir untuk memastikan perpanjangan penuh dari setiap untai untai tunggal yang tersisa.

Memeriksa produk PCR, elektroforesis (elektroforesis gel agarosa atau poliakrilamida) digunakan untuk mengukur produk PCR dengan commit to user

(33)

membandingkannya dengan tangga DNA (penanda berat molekul). Di sini, aplikasi dari beberapa versi PCR dapat digunakan, sebagai berikut:

i. Reverse transcriptase PCR (RT-PCR): Dalam versi ini, untaian molekul RNA ditranskripsi secara terbalik ke dalam DNA komplementernya (cDNA) menggunakan enzim reverse transcriptase.

CDNA ini kemudian diperkuat oleh PCR. RT-PCR diterapkan untuk mempelajari mutasi pada tingkat RNA.

ii. Multiplex PCR: Dalam teknik ini, beberapa wilayah target yang dipilih dalam sampel diperkuat secara bersamaan menggunakan pasangan primer yang berbeda.

iii. Nested PCR: Mencakup dua PCR berturut-turut; produk dari reaksi PCR pertama digunakan sebagai templat untuk PCR kedua. Jenis PCR ini digunakan untuk memperkuat template dalam jumlah salinan rendah dalam spesimen. Teknik ini memiliki manfaat peningkatan sensitivitas dan spesifisitas.

iv. Amplification Refractory Mutation System (ARMS) PCR: Amplifikasi spesifik alel (AS-PCR) atau ARMS-PCR adalah teknik umum untuk mendeteksi mutasi titik atau penghapusan kecil. Genotipe (keadaan normal, heterozigot dan homozigot) dari sampel dapat ditentukan dengan menggunakan dua reaksi komplementer: satu berisi primer spesifik untuk amplifikasi urutan DNA normal pada lokus yang diberikan dan yang lainnya berisi primer spesifik mutan untuk amplifikasi DNA mutan. ARMS-PCR telah digunakan untuk memeriksa mutasi paling umum pada gen GJB2, 35delG mutasi di antara anak-anak tuli.

v. Real time PCR: Dalam teknik ini, DNA yang diamplifikasi dapat terdeteksi ketika proses PCR berlangsung. Teknik ini biasanya digunakan dalam studi ekspresi gen dan kuantifikasi jumlah salinan awal target. (Mahdieh & Rabbani, 2013).

commit to user

(34)

2) DNA Sequencing

DNA Sequencing merupakan teknik yang kuat dalam genetika molekuler, sequencing DNA menyediakan analisis gen pada tingkat nukleotida. Tujuan utama dari sekuensing DNA adalah untuk menentukan urutan wilayah kecil (~ 1 kilobase) menggunakan produk PCR sebagai templat. Sequencing Dideoxynucleotide atau Sanger sequencing merupakan teknik yang paling banyak digunakan untuk mengurutkan DNA. Metode ini menggunakan DNA untai ganda didenaturasi menjadi DNA untai tunggal dengan NaOH. Reaksi Sanger terdiri dari DNA untai tunggal, primer, campuran ddNTP tertentu dengan dNTP normal (ddATP dengan dATP, dCTP, dGTP, dan dTTP).

Molekul pewarna neon secara kovalen melekat pada dideoksinukleotida. ddNTP tidak dapat membentuk ikatan fosfodiester dengan deoksinukleotida berikutnya sehingga mereka mengakhiri perpanjangan rantai DNA. Sequencing DNA dapat digunakan untuk memeriksa semua variasi DNA kecil known dan unknown. (Mahdieh &

Rabbani, 2013)

3) Sekuensing Sel Tunggal

Generasi baru diagnostik molekuler berdasarkan sekuensing sel tunggal (SCS) telah dapat diakses oleh dokter baru-baru ini saja. SCS dapat mengukur pesan luas genom atau set target spesifik dalam sel individu. SCS sangat kuat karena memiliki sensitivitas tinggi, resolusi tinggi, analisis

Gambar 2.14 DNA sequencing

www.researchgate.net/figure/The-Sanger-sequencing-method

commit to user

(35)

komprehensif heterogen, dan langka. Metode ini telah digunakan untuk mengungkapkan karakteristik molekuler yang sebelumnya tidak diketahui dari sel kanker, neuron, sel kekebalan, sel punca, dan sel berpenyakit, yaitu sel yang terkait dengan penyakit terkait gen, dan merupakan alat yang menjanjikan untuk pengembangan obat yang semakin tepat.

Sekuensing seluruh genom sel tunggal (scWGS) dan sekuensing seluruh sel tunggal (SCWES) telah diterapkan dengan sukses di klinik, terutama untuk evaluasi genetik embrio preimplantasi, janin, dan pasien kanker (membimbing pasien dengan terapi khusus). Selain itu, scRNA-seq juga telah diterapkan di dunia medis, misalnya, scRNA-seq dari circulating tumor cells (CTC) digunakan untuk menganalisis pasien dengan kanker prostat yang resisten terhadap kemo. Strategi ini diharapkan akan sangat bermanfaat bagi praktik klinis di masa depan (Shen, 2019).

4) Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE)

DGGE telah digunakan untuk penyaringan point mutation yang tidak diketahui. Teknik ini didasarkan pada perbedaan perilaku leleh fragmen DNA kecil (200-700 bp); bahkan substitusi basis tunggal dapat menyebabkan perbedaan seperti itu. Dalam teknik ini, DNA pertama kali diekstraksi dan mengalami denaturasi gradien gel elektroforesis.

Gambar 2.15 DGGE

https://en.wikipedia.org/ commit to user

(36)

Saat kondisi denaturasi meningkat, fragmen tersebut sepenuhnya meleleh menjadi untaian tunggal. Tingkat mobilitas dalam gel akrilamida tergantung pada bentuk fisik fragmen. Deteksi fragmen bermutasi akan dimungkinkan dengan membandingkan perilaku peleburan fragmen DNA pada denaturing gradient gel. Sekitar kurang dari 100% mutasi titik dapat dideteksi menggunakan DGGE. Jumlah maksimal fragmen yang dapat diselidiki dengan teknik ini sampai dengan 1000 bp (Mahdieh & Rabbani, 2013).

5) Polimorfisme panjang fragmen restriksi (RFLP):

Point mutation dapat mengubah situs restriksi dalam DNA yang menyebabkan perubahan pembelahan oleh restriksi endonuklease sehingga menghasilkan fragmen dengan berbagai ukuran. RFLP digunakan untuk mendeteksi mutasi yang terjadi di situs restriksi tersebut. (Mahdieh &

Rabbani, 2013).

B. Kerangka Berpikir

Perkembangan ilmu genetika di abad 21 berdampak positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah maupun di perguruan tinggi. Teknologi yang terus berkembang memunculkan penemuan baru dan keragaman inovasi sehingga pembaharuan ilmu pengetahuan tidak dapat terhindarkan. Berdasarkan hasil angket dan wawancara yang telah dilakukan, sejumlah 75% siswa menganggap genetika merupakan materi yang cukup sulit dipahami karena kompleksitas, abstraknya materi dan terdapat beberapa disiplin ilmu yang berbeda di dalamnya.

Penggunaan berbagai macam disiplin ilmu mendorong siswa untuk memiliki pengetahuan yang lebih luas sehingga dapat menyelesaikan masalah- masalah kompleks. Semakin kompleks kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi intelegensi yang dimiliki. Seseorang harus mampu mengolah informasi-informasi yang telah didapatkan sebelum mengubahnya menjadi sebuah solusi pemecahan masalah yang tepat dan efektif. commit to user

(37)

Hal tersebut membuat penguasaan problem solving berpengaruh terhadap nilai akademik siswa Hasil tes problem solving juga menunjukkan skor problem solving siswa masih sebesar 46,4.

Berdasarkan hasil analisis dan wawancara dengan dosen ternyata bahan ajar tidak dilengkapi dengan fenomena-fenomena yang dapat dipecahkan oleh mahasiswa. Bahan ajar yang dijadikan rujukan juga tidak dilengkapi dengan persoalan yang mampu merangsang kemampuan problem solving mahasiswa.

Bahan ajar belum mengarahkan siswa belajar mandiri dalam menemukan konsep.

Hal tersebut menyebabkan siswa kurang terlatih berpikir tingkat tinggi khususnya kemampuan problem solving.

Selain itu, materi mutasi gen yang ada selama ini hanya sebatas pembahasan dasar tentang jenis mutasi & kelainan syndrome yang dialami oleh manusia. Berdasarkan analisis RPS, pembelajaran genetika masih didominasi membahas hukum mendel sehingga pengetahuan siswa terhadap materi genetik yang lain menjadi kurang maksimal. Materi mutasi genetik sangat berguna untuk dapat memahami jenis penyakit hasil dari penyimpangan gen maupun hasil dari keturunan. Selain itu, perkembangan teknologi molekuler dan banyaknya data dari hasil penelitian harus diimbangi dengan pengetahuan yang lebih mendalam tentang mutasi genetik.

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan terdapat kesenjangan antara kondisi ideal dan fakta, maka diperlukan pengembangan bahan ajar yang bersifat mandiri dalam kegiatan mengajar yaitu modul. Modul yang perlu dikembangkan dalam kasus ini adalah modul yang mampu memberdayakan problem solving siswa untuk memecahkan masalah yang lebih kompleks. Masalah-masalah yang kompleks dapat diselesaikan oleh siswa dengan cara mengakomodasi kreativitas dalam mencari informasi dan membuat solusi.

Modul yang dikembangkan berdasarkan sintaks CPS dapat menjadi alternatif untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah selama proses pembelajaran secara kreatif dan inovatif. Setiap tahapan dalam sintaks CPS mampu membantu siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri melalui proses mengidentifikasi masalah, merancang pemecahan masalah hingga commit to user

(38)

menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah sehingga membentuk sebuah pengetahuan yang baru. Selain itu, CPS dapat melatih siswa menemukan konsep atau informasi baru dikaitkan dengan pengetahuan awal yang dimiliki.

Sintaks CPS yang terdiri atas mess finding, fact finding, problem finding, idea finding, solution finding, acceptance finding memiliki potensi dalam meningkatkan setiap aspek problem solving (understanding the problem; devising a plan; carry out the plan; look back). Pengembangan modul mutasi genetik berbasis creative problem solving ini diharapkan mampu menambah informasi siswa mengenai materi mutasi genetik yang dekat dengan kehidupan sehari-hari dan diharapkan mampu membantu siswa untuk memecahkan permasalahan yang kompleks sehingga mampu dengan mudah membangun pemahaman tentang mutasi genetik

Berdasarkan masalah dan pernyataan yang diuraikan, perlu pengembangan modul mutasi genetik berbasisis creative problem solving sebagai upaya memberdayakan problem solving mahasiswa. Kegiatan pembelajaran secara keseluruhan melibatkan aktivitas siswa, sehingga memberikan efek positif dalam penguasaan materi dan konsep belajar. Kerangka berpikir secara sederhana dapat disajikan pada Gambar 2.16.

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

Kedudukan desain dalam pengembangan modul adalah sebagai salah satu dari komponen prinsip pengembangan yang mendasari dan memberi arah teknik dan tahapan penyusunan modul. Di

Lie (1999: 74) mengemukakan “Pembelajaran kooperatif turut menambah unsur – unsur interaksi social pada pembelajaran. Didalam pembelajaran kooperatif siswa belajar

Penelitian dilakukan dengan model pembelajaran Creative Problem Solving. Model Creative Problem Solving merupakan penyajian materi pelajaran yang menghadapkan siswa

tahapan creative problem solving milik Rene & Vidal (2006); c) mengumpulkan data materi mutasi gen sebagai acuan penentuan sub pokok genetika; d) pengumpulan

Kondisi awal guru sebelum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya kelas IVA materi mendeskripsikan tempat

Untuk menambah keterampilan peserta didik dalam memahami atau mendalami suatu materi yang konsepnya telah dipelajari maka dapat menggunakan media pembelajaran. Media pembelajaran

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menambah sumber belajar bagi peserta didik sebagai acuan dalam mempelajari biologi pada umumnya serta dapat menambah

Kondisi akhir yang diharapkan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dalam proses belajar mengajar dapat meningkatkan kemampuan pemecahan