• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI LOGIKA KABUR METODE MAMDANI PADA PENGATURAN KECEPATAN KIPAS ALAT PENYEJUK RUANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "APLIKASI LOGIKA KABUR METODE MAMDANI PADA PENGATURAN KECEPATAN KIPAS ALAT PENYEJUK RUANGAN"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

i

APLIKASI LOGIKA KABUR METODE MAMDANI PADA PENGATURAN KECEPATAN KIPAS ALAT PENYEJUK RUANGAN

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Matematika

Program Studi Matematika

Oleh:

Wayan Devi Riya Antari NIM: 153114002

PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2021

(2)

ii

APPLICATION OF MAMDANI METHOD FUZZY LOGIC ON THE FAN SPEED AIR COOLER SETTING

Paper

Presented as Partial Ful fillment of the

Requirements to obtain the Degree of Sarjana Matematika Mathematic Study Program

Written by:

Wayan Devi Riya Antari Student ID: 153114002

MATHEMATICS STUDY PROGRAM DEPARTMENT OF MATHEMATICS FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA

2021

(3)

iii MAKALAH

(4)

iv MAKALAH

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa makalah yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 November 2021 Penulis,

Wayan Devi Riya Antari

(6)

vi MOTTO

“Apapun yang terjadi bersyukurlah dan jalanilah hidup bahagia”

(7)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang selalu memberkati saya, kedua orang tuaku dan keluargaku, serta semua orang yang menyayangi dan senantiasa mendoakan saya.

(8)

viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

APLIKASI LOGIKA KABUR METODE MAMDANI PADA PENGATURAN KECEPATAN KIPAS ALAT PENYEJUK RUANGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Wayan Devi Riya Antari Nomor Mahasiswa : 153114002

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

APLIKASI LOGIKA KABUR METODE MAMDANI PADA PENGATURAN KECEPATAN KIPAS ALAT PENYEJUK RUANGAN

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, menga- lihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 23 November 2021

Yang menyatakan

Wayan Devi Riya Antari

(9)

ix ABSTRAK

Logika kabur adalah logika dengan takhingga banyak nilai kebenaran yang dinyatakan dengan bilangan real dalam selang tertutup [0,1]. Sistem inferensi kabur adalah sistem komputasi yang mempergunakan aturan inferensi berdasarkan logika kabur. Tugas akhir ini meyajikan implementasi sistem inferensi kabur untuk menyesuaikan kecepatan kipas penyejuk ruangan dengan menggunakan metode Mamdani. Faktor-faktor yang dipergunakan untuk menentukan kecepatan kipas pendingin pada alat penyejuk ruangan adalah kondisi suhu ruangan dan luas ruangan. Kedua faktor tersebuut menjadi variabel masukan dan kecepatan kipas menjadi variabel keluaran pada sistem inferensi ini.

Kata kunci: Logika kabur, sistem inferensi kabur, metode Mamdani, kecepatan kipas pendingin

(10)

x ABSTRACT

Fuzzy logic is logic with infinitely many truth values expressed as real numbers in closed interval [0,1]. A fuzzy inference system is a computational system that uses inference rules based on fuzzy logic. This final paper present the implementation of fuzzy inference system to control the speed of the cooling fan of an air conditioner using Mamdani method. The factors used to determine speed the cooling fan are the condition of the room temperature and the area of the room.

Both factors are the input variables and the speed of the fan the output variable of this inference system.

Keywords: Fuzzy logic, fuzzy inference system, Mamdani method, cooling fan speed

(11)

xi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, karunia, dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini di tengah-tengah merebaknya pandemi virus covid-19. Tugas akhir ini dibuat dengan tujuan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Matematika pada Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.

Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menghadapi berbagai macam kesulitan dan tantangan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Frans Susilo, SJ, selaku dosen pembimbing tugas akhir yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis dengan baik hingga tugas akhir ini selesai.

2. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si, M.Math.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi dan selaku Dosen Pembimbing Akademik.

3. Bapak Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D., selaku Kaprodi Matematika.

4. Romo/Bapak/Ibu Dosen Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing dan membagikan ilmunya kepada penulis selama kuliah.

5. Kedua orang tua, adik, saudara dan keluarga yang telah mendoakan, membantu dan mendukung penulis selama proses pengerjaan tugas akhir.

6. Untuk teman yang sering membantu dan memberi dukungan untuk menyelesaikan tugas akhir ini, yaitu Yion.

7. Teman yang selalu mengingatkan penulis untuk mengerjakan tugas akhir, yaitu Octa.

8. Teman-teman penulis yang selalu memberi dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini, yaitu Sasmi, Lya, Laura, Edi.

9. Teman-teman Prodi Matematika Angkatan 2015 yang telah memberi bantuan selama perkuliahan dan mendukung penulis dalam mengerjakan tugas akhir.

(12)

xii

10. Kakak dan adik angkatan Prodi Matematika yang telah memberi saran, membantu dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam proses penulisan tugas akhir ini.

Semoga Tuhan membalas kebaikan, perhatian, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik yang membangun dan saran demi menyempurnakan tugas akhir ini. Penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 23 November 2021 Penulis,

Wayan Devi Riya Antari

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 3

E. Metode penulisan ... 3

F. Manfaat penulisan ... 3

G. Sistematika Penulisan... 4

BAB II HIMPUNAN KABUR ... 6

A. Konsep Himpunan Kabur ... 6

B. Fungsi Keanggotaan ... 11

C. Operasi – operasi pada Himpunan Kabur ... 14

(14)

xiv

BAB III LOGIKA KABUR ... 21

A. Variabel Linguistik... 21

B. Pengubah Linguistik... 22

C. Relasi Kabur ... 23

D. Komposisi Relasi Kabur ... 24

E. Proposisi Kabur ... 27

F. Implikasi Kabur ... 29

G. Penalaran Kabur ... 32

BAB IV APLIKASI LOGIKA KABUR METODE MAMDANI ... 37

A. Metode Mamdani ... 37

B. Aplikasi Logika Kabur Metode Mamdani pada Pengaturan Ke-cepatan Kipas Alat Penyejuk Ruangan ... 37

BAB V PENUTUP ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini banyak dijual barang-barang elektronik buatan Jepang yang men- erapkan prinsip logika kabur, seperti mesin cuci, air conditioner (AC), dan lain- lain. Sistem inferensi kabur telah banyak diimplementasikan dalam berbagai peralatan, yaitu implementasi pada barang-barang konsumen, sarana transportasi, hingga implementasi pada alat-alat industri. Sistem inferensi kabur pertama kali diimplementasikan pada tahun 1974 ketika Ebrahim H. Mamdani dan kawan- kawannya di Queen Mary College, University of London, berhasil menerapkan logika kabur dan penalaran hampiran dalam suatu sistem kendali pada mesin uap.

Alat penyejuk ruangan atau yang sering dikenal dengan nama air cooler adalah sebuah alat yang dapat menghasilkan udara sejuk. Alat penyejuk ruangan yang paling populer sekarang ini adalah air conditioner (AC). AC membutuhkan konsumsi listrik yang cukup besar, menghasilkan udara kering, dan membutuhkan perawatan yang terbilang cukup mahal. Kini barang-barang konsumen telah berkembang semakin maju, salah satunya alat pendingin ruangan. Saat ini telah di desain alat penyejuk ruangan, namun alat penyejuk ruangan ini tidak sepopuler AC.

Masih banyak yang menganggap bahwa alat penyejuk ruangan adalah AC portable.

Walaupun memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai penyejuk udara, namun alat penyejuk ruangan memiliki harga dan perawatan yang lebih murah dibandingkan AC, karena menggunakan bahan pendingin air, konsumsi listrik yang relatif kecil, mengeluarkan udara lembab, hemat tempat, tetapi dingin pada satu arah dengan jarak terbatas, dan bekerja kurang efisien pada kelembapan yang tinggi. Sekarang ini penyejuk ruangan telah didesain lebih modern dengan bentuk dan ukuran yang lebih kecil, sehingga dapat dengan mudah di pindah-pindah ataupun dibawa ke mana-mana.

Dahulu alat penyejuk ruangan merupakan alat yang mahal belum lagi kon- sumsi listrik yang diperlukan cukup besar. Namun seiring berkembangnya zaman, telah banyak alat penyejuk ruangan yang didesain dengan kualitas yang lebih baik dan konsumsi listrik yang relatif kecil. Alat penyejuk ruangan sudah menjadi salah

(16)

satu kebutuhan primer, sehingga tidak mengherankan apabila banyak rumah memiliki alat penyejuk ruangan. Alat penyejuk ruangan dapat menyesuaikan kecepatan kipas dan penggunaan air untuk menghemat listrik, sekaligus juga men- ingkatkan produktifitas alat penyejuk ruangan itu sendiri. Untuk menyesuaikan kecepatan kipas dan meningkatkan produktifitas penyejuk ruangan dapat dilakukan dengan menerapkan logika kabur.

Logika kabur adalah logika dengan takhingga banyak nilai kebenaran yang dinyatakan dengan bilangan real dalam selang tertutup [0,1]. Dalam penelitian ini disajikan implementasi sistem inferensi kabur untuk menyesuaikan kecepatan kipas sekaligus juga meningkatkan produktifitas penyejuk ruangan dengan menggunakan metode Mamdani.

Metode Mamdani atau biasa dikenal sebagai metode max-min diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1976. Metode max-min adalah metode yang digunakan oleh Zadeh dalam makalah aslinya tentang penalaran hampiran menggunakan aturan jika-maka (if-then). Logika kabur metode Mamdani dapat memberikan solusi yang baik untuk mengatur kecepatan kipas dan sekaligus meningkatkan produktifitas penyejuk ruangan. Penelitian ini bertujuan untuk membentuk sistem inferensi kabur dengan metode Mamdani untuk mengatur kecepatan kipas sekaligus meningkatkan produktifitas penyejuk ruangan dengan memperhatikan suhu dan luasnya ruangan.

Permasalahan ini terdiri dari dua masukan saja, yaitu suhu dan luasnya ruangan. Nilai linguistik untuk variabel “suhu” ada lima macam, yaitu: dingin, sejuk, normal, hangat, panas. Sedangkan variabel “luasnya ruangan” mempunyai tiga nilai linguistik, yaitu: kecil, sedang, besar. Variabel keluaran (output) adalah kecepatan kipas pendingin yang memiliki lima nilai linguistik, yaitu: berhenti, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi.

Untuk menyusun sistem inferensi kabur ini diperlukan lima tahapan sebagai berikut: menetukan masukan dan keluaran, menentukan himpunan kabur untuk tiap nilai linguistik yang terkait, menentukan aturan kabur untuk optimalisasi penyejuk ruangan, melakukan inferensi kabur, dan melakukan penegasan.

(17)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, masalah yang akan dibahas di sini adalah bagaimana aplikasi logika kabur dengan menggunakan metode Mamdani pada penyejuk ruangan dengan mempertimbangkan variabel masukan luasnya dan suhu ruangan pengguna alat penyejuk ruangan.

C. Batasan Masalah

Dalam tugas akhir ini, penulis akan membatasi penulisan agar lebih terarah dan tidak menyimpang dari masalah yang akan dibahas, yaitu:

1. Penelitian ini menggunakan metode Mamdani dan menghasilkan keluaran berupa kecepatan kipas pendingin.

2. Masukan yang digunakan hanya suhu dan luasnya ruangan.

D. Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah mengaplikasikan logika kabur metode Mamdani untuk mengatur kecepatan kipas sekaligus meningkatkan produktifitas penyejuk ruangan dengan memperhatikan suhu dan luasnya ruangan.

E. Metode penulisan

Metode penulisan yang digunakan untuk menyusun tugas akhir ini adalah studi pustaka, yaitu dengan membaca dan mempelajari jurnal-jurnal, makalah, dan buku-buku yang berkaitan dengan logika kabur dan aplikasinya.

F. Manfaat penulisan

Manfaat penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Penulis dan pembaca mendapat gambaran tentang penerapan logika kabur metode Mamdani untuk mengatur kecepatan kipas sekaligus meningkatkan produktifitas alat penyejuk ruangan.

2. Tugas akhir ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain.

(18)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Masalah E. Metode Penulisan F. Manfaat Penulisan G. Sistematika Penulisan

BAB II HIMPUNAN KABUR

A. Konsep Himpunan Kabur B. Fungsi Keanggotaan

C. Operasi – operasi pada Himpunan Kabur

BAB III LOGIKA KABUR A. Variabel Linguistik B. Pengubah Linguistik C. Relasi Kabur

D. Komposisi Relasi Kabur E. Proposisi Kabur

F. Implikasi Kabur G. Penalaran Kabur

BAB IV APLIKASI LOGIKA KABUR METODE MAMDANI A. Metode Mamdani

B. Aplikasi Logika Kabur Metode Mamdani pada Pengaturan Kecepatan Kipas Alat Penyejuk Ruangan

(19)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

(20)

6 BAB II

HIMPUNAN KABUR

A. Konsep Himpunan Kabur

Himpunan tegas adalah himpunan yang terdefinisi secara tegas, artinya untuk setiap elemen dalam semestanya selalu dapat ditentukan dengan tegas apakah elemen tersebut merupakan anggota dari himpunan itu atau tidak. Dengan perkataan lain, terdapat batas yang tegas antara unsur- unsur yang merupakan anggota dan unsur-unsur yang tidak merupakan anggota dari suatu himpunan. Tetapi dalam kenyataannya tidak semua himpunan yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari terdefinisi secara demikian itu, misalnya himpunan orang miskin, himpunan mahasiswa pandai, himpunan orang yang tinggi, himpunan orang tua, dan sebagainya.

Pada himpunan orang tua, misalnya, kita tidak dapat menentukan secara tegas apakah seseorang adalah tua atau tidak. Kalau misalnya kita definisikan bahwa “orang tua” adalah orang yang usianya lebih besar atau sama dengan 65 tahun, maka orang yang usianya 64 tahun menurut definisi tersebut termasuk orang yang tidak tua. Sulit bagi kita untuk menerima bahwa orang yang usianya 64 tahun itu tidak termasuk orang yang tua. Hal itu menunjukkan bahwa memang batas antara kelompok orang tua dan kelompok orang tidak tua tidak dapat ditentukan secara tegas.

Untuk mengatasi permasalahan himpunan dengan batas yang tidak tegas itu, Zadeh mengaitkan himpunan semacam itu dengan suatu fungsi yang menyatakan derajat kesesuaian unsur-unsur dalam semestanya dengan konsep yang merupakan syarat keanggotaan himpunan tersebut. Fungsi itu disebut fungsi keanggotaan dan nilai fungsi itu disebut derajat keanggotaan suatu unsur dalam himpunan itu. Himpunan semacam itu selanjutnya disebut himpunan kabur (fuzzy set). Dengan demikian setiap unsur dalam semesta wacananya mempunyai derajat keanggotaan tertentu

(21)

dalam himpunan tersebut. Derajat keanggotaan dinyatakan dengan suatu bilangan real dalam selang tertutup [0,1]. Dengan perkataan lain, fungsi keanggotaan dari suatu himpunan kabur 𝐴̃ dalam semesta X adalah pemetaan 𝜇𝐴̃ dari X ke selang [0,1], yaitu 𝜇𝐴̃ ∶ 𝑋 → [0,1]. Nilai fungsi 𝜇𝐴̃(𝑥) menyatakan derajat keanggotaan unsur 𝑥 ∈ 𝑋 dalam himpunan kabur 𝐴̃.

Nilai fungsi sama dengan 1 menyatakan keanggotaan penuh, dan nilai fungsi sama dengan 0 menyatakan samasekali bukan anggota himpunan kabur tersebut. Himpunan tegas dapat dipandang sebagai kejadian khusus dari himpunan kabur, yaitu himpunan kabur yang fungsi keanggotaan hanya bernilai 0 atau 1 saja.

Secara umum suatu himpunan kabur 𝐴̃ dalam semesta wacana 𝑋 dapat dinyatakan sebagai himpunan pasangan terurut

𝐴̃ = {(𝑥, 𝜇𝐴̃(𝑥))| 𝑥 ∈ 𝑋}

dimana 𝜇𝐴̃ adalah fungsi keanggotaan dari himpunan kabur 𝐴̃.

Antara elemen-elemen dalam suatu himpunan bisa terdapat suatu hubungan atau relasi tertentu dengan elemen-elemen dalam himpunan lainnya. Secara umum, relasi dalam himpunan didefinisikan sebagai berikut.

Diberikan himpunan 𝑋 dan 𝑌. Relasi 𝑅 antara elemen-elemen dalam himpuan 𝑋 dengan elemen-elemen dalam himpunan 𝑌 adalah himpunan pasangan terurut (𝑥, 𝑦), di mana 𝑥 ∈ 𝑋 berelasi dengan 𝑦 ∈ 𝑌, yaitu

𝑅 = {𝑥, 𝑦)|𝑥 ∈ 𝑋, 𝑦 ∈ 𝑌, 𝑥 berelasi dengan 𝑦}.

Elemen 𝑥 ∈ 𝑋 berelasi 𝑅 dengan 𝑦 ∈ 𝑌 disajikan dengan lambang 𝑥𝑅𝑦.

Seperti pada operasi, karena 𝑅 didefinisikan pada dua himpunan 𝑋 dan 𝑌, maka relasi tersebut dinamakan relasi biner. Relasi 𝑅 dari himpunan 𝑋 ke himpunan 𝑌 didefinisikan sebagai himpunan bagian dari darab Cartesius 𝑋 × 𝑌. Demikian pula sebaliknya, setiap himpunan darab Cartesius 𝑋 × 𝑌 dapat dipandang sebagai relasi dari himpunan 𝑋 ke

(22)

himpunan 𝑌. Jika 𝑅 merupakan relasi dari himpunan 𝑋 ke himpunan 𝑋, maka 𝑅 disebut relasi pada himpunan X.

Diberikan relasi 𝑅 pada himpunan 𝑋.

i. Relasi 𝑅 pada himpunan 𝑋 dikatakan bersifat refleksif bila dan hanya bila 𝑥𝑅𝑥 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋.

ii. Relasi 𝑅 pada himpunan 𝑋 dikatakan bersifat simetrik bila dan hanya bila

jika 𝑥𝑅𝑦, maka 𝑦𝑅𝑥 untuk setiap 𝑥 dan 𝑦 ∈ 𝑋.

iii. Relasi 𝑅 pada himpunan 𝑋 dikatakan bersifat antisimetrik bila dan hanya bila

jika 𝑥𝑅𝑦 dan 𝑦𝑅𝑥, maka 𝑥 = 𝑦 untuk setiap 𝑥 dan 𝑦 ∈ 𝑋.

iv. Relasi 𝑅 pada himpunan 𝑋 dikatakan bersifat transitif bila dan hanya bila

jika 𝑥𝑅𝑦 dan 𝑦𝑅𝑧, maka 𝑥𝑅𝑧 untuk setiap 𝑥, 𝑦, dan 𝑧 ∈ 𝑋.

Relasi 𝑅 yang bersifat refleksif, antisimetrik, dan transitif disebut relasi urutan parsial yang disajikan dengan lambang ≼. Himpunan 𝑋 yang dilengkapi dengan relasi urutan parsial ≼ disebut himpunan terurut parsial yang disajikan dengan lambang (𝑋, ≼).

Himpunan terurut (𝑋, ≼) adalah himpunan kontinu jika untuk setiap 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑋 dengan 𝑎 ≼ 𝑏 terdapat 𝑐 ∈ 𝑋 sedemikian sehingga 𝑎 ≼ 𝑐 dan 𝑐 ≼ 𝑏. Jika semesta 𝑋 merupakan himpunan kontinu, maka himpunan kabur 𝐴̃

biasanya dinyatakan dengan

𝐴̃ = ∫ 𝜇𝐴̃(𝑥)/𝑥

𝑟

𝑥∈𝑋

(23)

dimana notasi ∫ dalam hal ini bukanlah notasi integral seperti yang dikenal dalam kalkulus, tetapi menotasikan keseluruhan unsur-unsur 𝑥 ∈ 𝑋 bersama dengan derajat keanggotaannya dalam himpunan kabur 𝐴̃. Jika semesta X merupakan himpunan diskret, maka himpunan kabur 𝐴̃ biasanya dinyatakan dengan

∑ 𝜇𝐴̃(𝑥)/𝑥

𝑥∈𝑋

dimana notasi ∑ dalam hal ini bukanlah notasi operasi jumlahan seperti yang dikenal dalam aritmetika, tetapi sebagai notasi untuk menyatakan keseluruhan unsur-unsur 𝑥 ∈ 𝑋 bersama dengan derajat keanggotaannya dalam himpunan kabur 𝐴̃.

Pendukung dari suatu himpunan kabur 𝐴̃, yang dilambangkan dengan Pend(𝐴̃), adalah himpunan tegas yang memuat semua unsur dari semesta yang mempunyai derajat keanggotaan taknol dalam 𝐴̃, yaitu

𝑃𝑒𝑛𝑑(𝐴̃) = {𝑥 ∈ 𝑋|𝜇𝐴̃(𝑥) > 0}.

Contoh 2.1:

Dalam semesta 𝑋 = {−6, −5, −4, −3, −2, −1, 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6}, diketahui himpunan kabur 𝐴̃ sebagai berikut:

𝐴̃ = ∑ 𝜇𝐴̃(𝑥) 𝑥⁄

𝑥∈𝑋

= 0.3 −5⁄ + 0.4 −4⁄ + 0.5 −3⁄ + 0.6 −2⁄ + 0.7 −1⁄ + 1 0⁄ + 0.7 1⁄ + 0.6 2⁄ + 0.5 3⁄ + 0.4 4⁄ + 0.3 5⁄ .

Bilangan 6 dan −6 mempunyai derajat keanggotaan 0, yang biasanya tidak ditulis dalam penyajian himpunan kabur diskret.

.𝑃𝑒𝑛𝑑(𝐴̃) = {−5, −4, −3, −2, −1, 0, 1, 2, 3, 4, 5}

Diberikan (𝑋, ≼) adalah suatu himpunan terurut parsial dan 𝐴 ⊆ 𝑋.

Elemen 𝑎 ∈ 𝑋 disebut batas atas dari A jika 𝑥 ≼ 𝑎 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝐴.

(24)

Elemen 𝑎 ∈ 𝑋 disebut batas atas terkecil (supremum) dari himpunan 𝐴, ditulis 𝑎 = sup 𝐴, jika 𝑎 adalah batas atas dari 𝐴 dan untuk setiap batas atas 𝑏 dari 𝐴 berlaku 𝑎 ≤ 𝑏.

Tinggi dari suatu himpunan kabur 𝐴̃, dilambangkan dengan Tinggi(𝐴̃), adalah supremum dari himpunan semua derajat keanggotaan dari anggota semesta dalam himpunan kabur tersebut, yaitu

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 (𝐴̃) = sup

𝑥∈𝑋{𝜇𝐴̃(𝑥)}.

Suatu himpunan kabur disebut himpunan kabur normal ketika tingginya sama dengan 1, sedangkan ketika tingginya kurang dari 1 disebut himpunan kabur subnormal. Anggota semesta yang mempunyai derajat keanggotaan sama dengan 0.5 dalam suatu himpunan kabur disebut titik silang dari himpunan kabur tersebut. Untuk himpunan kabur 𝐴̃ pada Contoh 2.1 diatas, 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 (𝐴̃) = 1. Himpunan kabur 𝐴̃ tersebut merupakan himpunan kabur normal karena mempunyai tinggi sama dengan 1. Titik silang dari himpunan kabur 𝐴̃ adalah 3 dan −3.

Teras dari suatu himpunan kabur 𝐴̃, yang dilambangkan dengan 𝑇𝑒𝑟𝑎𝑠 (𝐴̃), adalah himpunan tegas yang memuat semua unsur dari semestanya yang mempunyai derajat keanggotaan sama dengan 1, yaitu

𝑇𝑒𝑟𝑎𝑠 (𝐴̃) = {𝑥 ∈ 𝑋|𝜇𝐴̃(𝑥) = 1}.

Dari Contoh 2.1, 𝑇𝑒𝑟𝑎𝑠 (𝐴̃) = {0}. Dilihat dari definisinya, himpunan kabur normal mempunyai teras yang tidak kosong, sedangkan himpunan kabur subnormal mempunyai teras himpunan kosong.

Dua buah himpunan kabur 𝐴̃ dan 𝐵̃ dalam semesta X dikatakan sama, yang dinotasikan 𝐴̃ = 𝐵̃, bila dan hanya bila

𝜇𝐴̃(𝑥) = 𝜇𝐵̃(𝑥)

untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋. Himpunan kabur 𝐴̃ dikatakan merupakan himpunan bagian dari himpunan kabur 𝐵̃, yang dinotasikan 𝐴̃ ⊆ 𝐵̃, bila dan hanya bila

𝜇𝐴̃(𝑥) ≤ 𝜇𝐵̃(𝑥)

(25)

untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋. Jadi, 𝐴̃ = 𝐵̃ bila dan hanya bila 𝐴̃ ⊆ 𝐵̃ dan 𝐵̃ ⊆ 𝐴̃.

Contoh 2.2:

Jika 𝐴̃ = 0.1 −3⁄ + 0.3 −2⁄ + 0.5 −1⁄ + 1 0⁄ + 0.5 1⁄ + 0.3 2⁄ + 0.1 3⁄ dan 𝐵̃ = 0.2 −3⁄ + 0.4 −2⁄ + 0.6 −1⁄ + 1 0⁄ + 0.6 1⁄ + 0.4 2⁄ + 0.2 3⁄ , maka 𝐴̃ ⊆ 𝐵̃.

B. Fungsi Keanggotaan

Setiap himpunan kabur dapat dinyatakan dengan suatu fungsi keanggotaan.

Untuk menyatakan himpunan kabur dengan fungsi keanggotaannya terdapat beberapa cara, yaitu

1. Cara daftar

Untuk semesta diskret berhingga biasanya dipakai cara daftar, yaitu daftar anggota-anggota semesta bersama dengan derajat keanggotaannya. Misalnya diberikan semesta 𝑋 = {Fena, Regina, Diki, Yasinta, Tika} yang terdiri dari para mahasiswa dengan indeks prestasi berturut-turut 3.2, 2.4, 3.6, 1.6, dan 2.8. Himpunan kabur 𝐴̃ = ”himpunan mahasiswa yang pandai” dapat dinyatakan dengan cara daftar sebagai berikut:

𝐴̃ = 0,8/Fena + 0.6/Regina + 0.9/Diki + 0.4/Yasinta + 0.7/Tika 2. Cara analitik

Untuk semesta takhingga yang kontinu, cara yang paling sering digunakan adalah cara analitik untuk merepresentasikan fungsi keanggotaan himpunan kabur dalam bentuk suatu formula matematis yang dapat disajikan dalam bentuk grafik. Misalnya 𝐴̃ adalah himpunan kabur “bilangan real yang dekat dengan 2”. Maka 𝐴̃ dapat disajikan dengan

𝐴̃ = ∫ 𝑒−(𝑥−2)2⁄𝑥

𝑟

𝑥∈𝑅

dimana 𝜇𝐴̃(𝑥) =𝑒−(𝑥−2)2 adalah fungsi keanggotaan 𝐴̃.

(26)

𝑋 = himpunan semua bilangan real, himpunan kabur 𝐴̃ =”bilangan real yang dekat dengan 2” itu dapat juga dinyatakan menggunakan fungsi keanggotaan sebagai berikut

𝜇𝐴̃(𝑥) = {

𝑥 − 1 untuk 1 ≤ 𝑥 ≤ 2 3 − 𝑥 untuk 2 ≤ 𝑥 ≤ 3 0 untuk 𝑥 lainnya

Untuk semesta takhingga yang diskret, misalnya dalam semesta himpunan semua bilangan bulat, himpunan kabur “bilangan bulat yang dekat dengan 3”, dilambangkan dengan 𝐵̃ dapat disajikan secara analitik sebagai

∑ 𝑒−(𝑥−3)2/𝑥

𝑥∈𝑍

dimana 𝜇𝐵̃(𝑥) = 𝑒−(𝑥−3)2 adalah fungsi keanggotaan 𝐵̃.

Himpuan kabur 𝐵̃ = "bilangan bulat yang dekat dengan 3" itu dapat juga dinyatakan menggunakan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

𝜇𝐵̃(𝑥) = {

𝑥 − 1 untuk 1 ≤ 𝑥 ≤ 2 1 untuk 2 ≤ 𝑥 ≤ 4 5 − 𝑥 untuk 4 ≤ 𝑥 ≤ 5 0 untuk 𝑥 lainnya

Biasanya himpunan kabur berada dalam semesta himpunan semua bilangan real ℝ dengan fungsi keanggotaan yang dinyatakan dalam bentuk suatu formula matematis. Ada beberapa fungsi keanggotaan himpunan kabur yang sering digunakan, yaitu

1. Fungsi Keanggotaan Segitiga

Suatu fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan segitiga jika mempunyai tiga buah parameter, yaitu 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℝ dengan 𝑎 < 𝑏 < 𝑐, dan dinyatakan dengan 𝑆𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎(𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐) dengan aturan:

(27)

𝑆𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎(𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐) = {

𝑥 − 𝑎

𝑏 − 𝑎 untuk 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏 𝑐 − 𝑥

𝑐 − 𝑏 untuk 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑐 0 untuk 𝑥 lainnya

2. Fungsi Keanggotaan Trapesium

Suatu fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan trapesium jika mempunyai empat buah parameter, yaitu 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 ∈ ℝ dengan 𝑎 < 𝑏 < 𝑐 < 𝑑, dan dinyatakan dengan 𝑇𝑟𝑎𝑝𝑒𝑠𝑖𝑢𝑚(𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑) dengan aturan:

𝑇𝑟𝑎𝑝𝑒𝑠𝑖𝑢𝑚(𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑) = {

𝑥 − 𝑎

𝑏 − 𝑎 untuk 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏 1 untuk 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑐 𝑑 − 𝑥

𝑑 − 𝑐 untuk 𝑐 ≤ 𝑥 ≤ 𝑑 0 untuk 𝑥 lainnya 3. Fungsi Keangotaan Gauss

Suatu fungsi keanggotaan himpunan kabur dengan dua buah parameter yaitu 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ disebut fungsi keanggotaan Gauss, dinyatakan dengan 𝐺𝑎𝑢𝑠𝑠(𝑥; 𝑎, 𝑏), jika memenuhi:

𝐺𝑎𝑢𝑠𝑠(𝑥; 𝑎, 𝑏) = 𝑒−(𝑥−𝑎𝑏 )

2

dimana 𝑥 = 𝑎 adalah pusat dan 𝑏 menentukan lebar dari fungsi keanggotaan Gauss tersebut.

4. Fungsi Keanggotaan Cauchy

Suatu fungsi keanggotaan himpunan kabur dengan tiga buah parameter 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℝ disebut fungsi keanggotaan Cauchy atau fungsi keanggotaan genta, dinyatakan dengan 𝐶𝑎𝑢𝑐ℎ𝑦(𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐), jika memenuhi:

𝐶𝑎𝑢𝑐ℎ𝑦(𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐) = 1 1 + |𝑥 − 𝑐

𝑎 |

2𝑏

(28)

dimana 𝑥 = 𝑐 adalah pusat, 𝑎 menentukan lebar dan 𝑏 menentukan kemiringan (slope) di titik silang dari fungsi keanggotaan Cauchy tersebut.

C. Operasi – operasi pada Himpunan Kabur

Seperti halnya pada himpunan tegas, pada himpunan-himpunan kabur kita dapat mendefinisikan operasi uner “komplemen” dan operasi- operasi biner “gabungan” dan “irisan”. Setiap himpunan tegas dapat dinyatakan secara lengkap dengan menggunakan fungsi karakteristik, yaitu fungsi dari semestanya ke himpunan {0,1}. Fungsi karakteristik dari suatu himpunan (tegas) 𝐴 dalam semesta 𝑋 adalah fungsi 𝜒𝐴: 𝑋 → {0,1} yang didefinisikan dengan aturan

𝜒𝐴(𝑥) = {1 jika 𝑥 ∈ 𝐴 0 jika 𝑥 ∉ 𝐴

untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋. Misalnya dalam semesta himpunan bilangan asli, himpunan 𝐴 = {𝑥|𝑥 adalah bilangan asli kurang dari 5} dapat dinyatakan dengan menggunakan fungsi karakteristiknya, yaitu:

𝜒𝐴(𝑥) = {1 jika 𝑥 adalah bilangan asli kurang dari 5 0 jika lainnya

Karena suatu himpunan tegas dapat dinyatakan secara lengkap dengan menggunakan fungsi karakteristiknya, maka ketiga operasi pada himpunan tegas dapat didefinisikan dengan menggunakan fungsi karakteristik itu. Ketiga operasi himpunan tegas tersebut adalah:

1. Komplemen

Misal 𝐴 adalah himpunan tegas dalam semesta 𝑋, maka komplemen dari 𝐴, yaitu 𝐴, dapat didefinisikan dengan tabel nilai kebenaran sebagai berikut :

𝑥 ∈ 𝐴 𝑥 ∈ 𝐴

1 0

0 1

(29)

Bila 𝜒𝐴 adalah fungsi karakteristik dari himpunan 𝐴 tersebut, maka definisi komplemen itu juga dapat dinyatakan dengan menggunakan fungsi karakteristik sebagai berikut

𝜒𝐴(𝑥) = 1 − 𝜒𝐴(𝑥) untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋.

2. Gabungan

Gabungan dari himpunan-himpunan tegas 𝐴 dan 𝐵 dalam semesta 𝑋, yaitu 𝐴 ∪ 𝐵, dapat didefinisikan dengan menggunakan tabel nilai kebenaran sebagai berikut :

𝑥 ∈ 𝐴 𝑥 ∈ 𝐵 𝑥 ∈ 𝐴 ∪ 𝐵

1 1 1

1 0 1

0 1 1

0 0 0

Definisi tersebut dapat juga dinyatakan dengan menggunakan fungsi karakteristik sebagai berikut :

𝜒𝐴∪𝐵(𝑥) = max{𝜒𝐴(𝑥), 𝜒𝐵(𝑥)}

untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋.

3. Irisan

Irisan dari himpunan-himpunan tegas 𝐴 dan 𝐵 dalam semesta 𝑋, yaitu 𝐴 ∩ 𝐵, dapat didefinisikan dengan menggunakan tabel nilai kebenaran sebagai berikut :

𝑥 ∈ 𝐴 𝑥 ∈ 𝐵 𝑥 ∈ 𝐴 ∩ 𝐵

1 1 1

1 0 0

0 1 0

0 0 0

Definisi tersebut dapat juga dinyatakan dengan menggunakan fungsi karakteristik sebagai berikut :

𝜒𝐴∩𝐵(𝑥) = min{𝜒𝐴(𝑥), 𝜒𝐵(𝑥)}

(30)

untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋.

Karena fungsi keanggotaan suatu himpunan kabur adalah perampatan dari fungsi karakteristik himpunan tegas, maka operasi-operasi pada himpunan kabur dapat kita definisikan sesuai dengan operasi-operasi pada himpunan tegas seperti didefinisikan di atas.

1. Komplemen

Komplemen dari suatu himpunan kabur 𝐴̃ adalah himpunan kabur 𝐴̃ dengan fungsi keanggotaan

𝜇𝐴̃(𝑥) = 1 − 𝜇𝐴̃(𝑥) untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋.

2. Gabungan

Gabungan dua buah himpunan kabur 𝐴̃ dan 𝐵̃ adalah himpunan kabur 𝐴̃ ∪ 𝐵̃ dengan fungsi keanggotaan

𝜇𝐴̃∪𝐵̃(𝑥) = max{𝜇𝐴̃(𝑥), 𝜇𝐵̃(𝑥)}

untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋.

3. Irisan

Irisan dua buah himpunan kabur 𝐴̃ dan 𝐵̃ adalah himpunan kabur 𝐴̃ ∩ 𝐵̃

dengan fungsi keanggotaan

𝜇𝐴̃∩𝐵̃(𝑥) = min{𝜇𝐴̃(𝑥), 𝜇𝐵̃(𝑥)}

untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋.

Contoh 2.3:

Misalkan dalam semesta 𝑋 = {−5, −4, −3, −2, −1, 0, 1, 2, 3, 4, 5}

diketahui himpunan-himpunan kabur

𝐴̃ = 0.2 −4⁄ + 0.4 −3⁄ + 0.6 −2⁄ + 0.8 −1⁄ + 1 0⁄ + 0.8 1⁄ + 0.6 2⁄ + 0.4 3⁄ + 0.2 4⁄ dan

𝐵̃ = 0.1 −3⁄ + 0.3 −2⁄ + 0.5 −1⁄ + 0.6 0⁄ + 0.9 1⁄ + 0.8 2⁄ + 1 3⁄ + 0.3 4⁄ + 0.8 5⁄ .

Maka

(31)

𝐴̃ = 1 −5⁄ + 0.8 −4⁄ + 0.6 −3⁄ + 0.4 −2⁄ + 0.2 −1⁄ + 0.2 1⁄ + 0.4 2⁄ + 0.6 3⁄ + 0.8 4⁄ + 1 5⁄

𝐴̃ ∪ 𝐵̃ = 0.2 −4⁄ + 0.4 −3⁄ + 0.6 −2⁄ + 0.8 −1⁄ + 1 0⁄ + 0.9 1⁄ + 0.8 2⁄ + 1 3⁄ + 0.3 4⁄ + 0.8 5⁄

𝐴̃ ∩ 𝐵̃ = 0.1 −3⁄ + 0.3 −2⁄ + 0.5 −1⁄ + 0.6 0⁄ + 0.8 1⁄ + 0.6 2⁄ + 0.4 3⁄ + 0.2 4⁄

Ketiga operasi yang didefinisikan di atas disebut operasi baku untuk komplemen, gabungan, dan irisan pada himpunan kabur. Definisi dari operasi-operasi baku di atas dapat dirampatkan sedemikian sehingga definisi operasi-operasi baku tersebut merupakan kejadian khususnya.

Suatu pemetaan 𝑘: [0,1] → [0,1] disebut komplemen kabur jika memenuhi aksioma-aksioma sebagai berikut:

1. 𝑘(0) = 1 dan 𝑘(1) = 0 (syarat batas)

2. Jika 𝑥 < 𝑦, maka 𝑘(𝑥) ≥ 𝑘(𝑦) untuk semua 𝑥, 𝑦 ∈ [0,1] (syarat tak naik).

Operasi komplemen baku merupakan salah satu contoh komplemen kabur.

Suatu pemetaan 𝑠: [0,1] × [0,1] → [0,1] disebut gabungan kabur (norma-s) jika memenuhi aksioma-aksioma sebagai berikut:

1. 𝑠(0, 𝑥) = 𝑠(𝑥, 0) = 𝑥 dan 𝑠(1,1) = 1 (syarat batas) 2. 𝑠(𝑥, 𝑦) = 𝑠(𝑦, 𝑥) (syarat komutatif)

3. Jika 𝑥 ≤ 𝑥 dan 𝑦 ≤ 𝑦, maka 𝑠(𝑥, 𝑦) ≤ 𝑠(𝑥, 𝑦) untuk semua 𝑥, 𝑦 ∈ [0,1] (syarat takturun)

4. 𝑠(𝑠(𝑥, 𝑦), 𝑧) = 𝑠(𝑥, 𝑠(𝑦, 𝑧)) (syarat asosiatif)

Operasi gabungan baku merupakan salah satu contoh norma-s. Contoh norma-s lainnya misalnya adalah jumlah aljabar yang didefinisikan dengan 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦.

(32)

Bukti:

Akan dibuktikan bahwa 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦 untuk setiap (𝑥, 𝑦) ∈ [0,1] × [0,1] adalah suatu norma-s. Pertama-tama akan dibuktikan bahwa 𝑠𝑗𝑎 adalah suatu pemetaan.

Untuk 𝑥, 𝑦 = 0 atau 1:

𝑠𝑗𝑎(0,0) = 0 + 0 − 0 = 0 𝑠𝑗𝑎(0,1) = 0 + 1 − 0 = 1 𝑠𝑗𝑎(1,0) = 1 + 0 − 0 = 1 𝑠𝑗𝑎(1,1) = 1 + 1 − 1 = 1

Jadi, untuk 𝑥, 𝑦 = 0 atau 1, 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) ∈ [0,1].

Untuk 𝑥, 𝑦 ≠ 0 dan ≠ 1, maka 0 < 𝑥 < 1 dan 0 < 𝑦 < 1 sehingga ada 𝑐 > 0 sedemikian sehingga 𝑥 = 1 − 𝑐, dan ada 𝑑 > 0 sedemikian sehingga 𝑦 = 1 − 𝑑. Maka 𝑐𝑑 > 0 dan

𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦

= (1 − 𝑐) + (1 − 𝑑) − (1 − 𝑐)(1 − 𝑑)

= 1 − 𝑐 + 1 − 𝑑 − 1 + 𝑐 + 𝑑 − 𝑐𝑑

= 1 − 𝑐𝑑.

Jadi, 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) < 1.

Untuk 𝑥, 𝑦 ≠ 0 dan ≠ 1, maka 0 < 𝑥 < 1 dan 0 < 𝑦 < 1, yang berarti 𝑥 > 0, (1 − 𝑥) > 0, dan 𝑦 > 0. Maka

𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦 = 𝑥 + (1 − 𝑥)𝑦 > 0.

Jadi, untuk 𝑥, 𝑦 ≠ 0 dan ≠ 1, 0 < 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) < 1, sehingga 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) ∈ [0,1]. Dengan demikian, terbukti bahwa untuk setiap (𝑥, 𝑦) ∈

[0,1] × [0,1], 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) ∈ [0,1].

Selanjutnya akan dibuktikan bahwa pemetaan 𝑠𝑗𝑎: [0,1] × [0,1] → [0,1]

memenuhi keempat aksioma norma-s.

1. 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦 𝑠𝑗𝑎(0, 𝑥) = 0 + 𝑥 − 0 = 𝑥 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 0) = 𝑥 + 0 − 0 = 𝑥 𝑠𝑗𝑎(1,1) = 1 + 1 − 1 = 1

(33)

Jadi, 𝑠𝑗𝑎(0, 𝑥) = 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 0) = 𝑥 dan 𝑠𝑗𝑎(1,1) = 1 2. 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦 = 𝑦 + 𝑥 − 𝑦𝑥 = 𝑠𝑗𝑎(𝑦, 𝑥)

Jadi, 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑠𝑗𝑎(𝑦, 𝑥)

3. Diketahui 𝑥 ≤ 𝑥 dan 𝑦 ≤ 𝑦, 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦,

𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥+ 𝑦− 𝑥𝑦, 𝑥, 𝑦 ∈ [0,1]. Akan ditunjukkan bahwa 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) ≤ 𝑠𝑗𝑎(𝑥𝑦). Terdapat empat kemungkinan sebagai berikut:

• Untuk 𝑥 = 𝑥, 𝑦 = 𝑦:

𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦 = 𝑥+ 𝑦− 𝑥𝑦 = 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦)

• Untuk 𝑥 = 𝑥, 𝑦 < 𝑦 , karena 𝑦 < 𝑦 maka (∃𝑐 ∈ (0,1)) sedemikian sehingga 𝑦 + 𝑐 = 𝑦.

𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦

𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥+ 𝑦− 𝑥𝑦= 𝑥 + 𝑦 + 𝑐 − 𝑥(𝑦 + 𝑐) = 𝑥 + 𝑦 + 𝑐 − 𝑥𝑦 − 𝑥𝑐

= 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦 + 𝑐 − 𝑥𝑐 = 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) + 𝑐 − 𝑥𝑐

dengan 𝑐 ∈ (0,1) sehingga 𝑐 − 𝑥𝑐 = 𝑐(1 − 𝑥) ≥ 0.

Jadi, 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) ≤ 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦).

• Untuk 𝑥 < 𝑥, 𝑦 = 𝑦, karena 𝑥 < 𝑥 maka (∃𝑑 ∈ (0,1)) sedemikian sehingga 𝑥 + 𝑑 = 𝑥.

𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦

𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥+ 𝑦− 𝑥𝑦= 𝑥 + 𝑑 + 𝑦 − (𝑥 + 𝑑)𝑦 = 𝑥 + 𝑦 + 𝑑 − 𝑥𝑦 − 𝑑𝑦

= 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦 + 𝑑 − 𝑑𝑦 = 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) + 𝑑 − 𝑑𝑦

dengan 𝑑 ∈ (0,1) sehingga 𝑑 − 𝑥𝑑 = 𝑑(1 − 𝑥) ≥ 0.

Jadi, 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) ≤ 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦)

• Untuk 𝑥 < 𝑥, 𝑦 < 𝑦, karena 𝑥 < 𝑥 dan 𝑦 < 𝑦 maka (∃𝑎, 𝑏 ∈ (0,1)) sedemikian sehingga 𝑥 + 𝑎 = 𝑥 dan 𝑦 + 𝑏 = 𝑦.

𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥+ 𝑦− 𝑥𝑦

(34)

= 𝑥 + 𝑎 + 𝑦 + 𝑏 − (𝑥 + 𝑎)(𝑦 + 𝑏) = 𝑥 + 𝑎 + 𝑦 + 𝑏 − 𝑥𝑦 − 𝑥𝑏 − 𝑦𝑎 − 𝑎𝑏 = 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦 + 𝑎 + 𝑏 − 𝑥𝑏 − 𝑦𝑎 − 𝑎𝑏 = 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) + 𝑎 + 𝑏 − 𝑥𝑏 − 𝑦𝑎 − 𝑎𝑏 = 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) + 𝑎(1 − 𝑦 − 𝑏) + 𝑏(1 − 𝑥) = 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) + 𝑎(1 − (𝑦 + 𝑏)) + 𝑏(1 − 𝑥) = 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) + 𝑎(1 − 𝑦) + 𝑏(1 − 𝑥) Jadi, 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) ≤ 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦)

4. 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦

𝑠𝑗𝑎(𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦), 𝑧) = 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) + 𝑧 − 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦)𝑧

= 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦 + 𝑧 − (𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦)𝑧

= 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦 + 𝑧 − (𝑥𝑧 + 𝑦𝑧 − 𝑥𝑦𝑧)

= 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦 + 𝑧 − 𝑥𝑧 − 𝑦𝑧 + 𝑥𝑦𝑧

= 𝑥 + 𝑦 + 𝑧 − 𝑦𝑧 − 𝑥(𝑦 + 𝑧 − 𝑦𝑧)

= 𝑥 + 𝑠𝑗𝑎(𝑦, 𝑧) − 𝑥 (𝑠𝑗𝑎(𝑦, 𝑧))

= 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑠𝑗𝑎(𝑦, 𝑧)).

Karena memenuhi empat aksioma-aksioma diatas, maka 𝑠𝑗𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦 merupakan norma-s.

Suatu pemetaan 𝑡: [0,1] × [0,1] → [0,1] disebut irisan kabur (norma-t) jika memenuhi aksioma-aksioma sebagai berikut:

1. 𝑡(𝑥, 1) = 𝑡(1, 𝑥) = 𝑥 dan 𝑡(0,0) = 0 (syarat batas) 2. 𝑡(𝑥, 𝑦) = 𝑡(𝑦, 𝑥) (syarat komutatif)

3. Jika 𝑥 ≤ 𝑥 dan 𝑦 ≤ 𝑦, maka 𝑡(𝑥, 𝑦) ≤ 𝑡(𝑥, 𝑦) untuk semua 𝑥, 𝑦 ∈ [0,1] (syarat takturun)

4. 𝑡(𝑡(𝑥, 𝑦), 𝑧) = 𝑡(𝑥, 𝑡(𝑦, 𝑧)) (syarat asosiatif)

Operasi irisan baku merupakan salah satu contoh norma-t. Contoh lainnya misalnya adalah darab aljabar yang didefinisikan dengan 𝑡𝑑𝑎(𝑥, 𝑦) = 𝑥𝑦

(35)

21 BAB III LOGIKA KABUR

A. Variabel Linguistik

Variabel adalah suatu lambang atau kata yang menunjuk kepada sesuatu yang tidak tertentu dalam semesta wacananya. Misalnya dalam kalimat: “Mahasiswa itu lulusan matematika”, kata “mahasiswa” adalah suatu variabel karena menunjuk kepada orang yang tidak tertentu dalam semesta wacananya yaitu himpunan manusia. Demikian pula dalam proposisi “𝑥 adalah bilangan bulat positif”, lambang “𝑥” adalah suatu variabel dengan semesta wacana himpunan bilangan-bilangan. Suatu variabel dapat diganti oleh unsur-unsur dalam semesta wacananya, misalnya variabel “mahasiswa” dapat diganti dengan “Anton”, dan variabel “𝑥” dapat diganti dengan 4. Kata “Anton” dan lambang “4” menunjuk pada unsur yang tertentu pada masing-masing semesta wacananya, dan disebut konstanta.

Apabila semesta wacananya adalah himpunan bilangan-bilangan, maka variabelnya disebut variabel numeris, sedangkan kalau semesta wacananya adalah himpunan kata-kata atau istilah-istilah dari bahasa sehari-hari (misalnya: tinggi, cepat, muda, cantik, dst), maka variabelnya disebut variabel linguistik.

Suatu variabel linguistik adalah suatu rangkap-5 (𝑥, 𝑇, 𝑋, 𝐺, 𝑀), di mana 𝑥 adalah lambang variabelnya, 𝑇 adalah himpunan nilai-nilai linguistik yang dapat menggantikan 𝑥, 𝑋 adalah semesta wacana (numeris) dari nilai-nilai linguistik dalam 𝑇 (jadi juga dari variabel 𝑥), 𝐺 adalah himpunan aturan-aturan sintaksis yang mengatur pembentukan istilah- istilah anggota 𝑇, dan 𝑀 adalah himpunan aturan-aturan semantik yang mengaitkan setiap istilah dalam 𝑇 dengan suatu himpunan kabur dalam semesta 𝑋.

Contoh 3.1:

Bila variabel linguistiknya adalah “tinggi badan”, maka sebagai himpunan nilai-nilai linguistik dapat diambil himpunan istilah-istilah 𝑇={pendek,

(36)

sangat pendek, agak pendek, tidak pendek, tidak sangat pendek, tidak pendek dan tidak tinggi, tidak tinggi, agak tinggi, tinggi, tidak sangat tinggi, sangat tinggi}, dengan semesta 𝑋=[0, 190], aturan sintaksis yang membentuk aturan pembentukan istilah-istilah dalam 𝑇, dan aturan semantik yang mengaitkan setiap istilah dalam 𝑇 dengan suatu himpunan kabur dalam semesta 𝑋.

Dalam himpunan 𝑇 pada contoh di atas terdapat dua macam istilah, yaitu

a. Istilah primer, misalnya: “tinggi”, “pendek”.

b. Istilah sekunder, yang dibentuk dari istilah primer dengan menggunakan aturan-aturan sintaksis dalam 𝐺, misalnya: “tidak pendek”, “tidak pendek dan tidak tinggi”, “tidak sangat tinggi”,

“sangat tinggi”. Istilah-istilah sekunder tersebut juga dapat dibentuk dengan menggunakan operator logika “tidak”, “dan”, “atau”, dan pengubah linguistik seperti “agak”, “sangat”, dan sebagainya.

Jika istilah 𝐴 dan 𝐵 dalam 𝑇 oleh aturan semantik dalam 𝑀 dikaitkan dengan berturut-turut himpunan kabur 𝐴̃ dan 𝐵̃ dalam semesta 𝑋, maka istilah-istilah “tidak 𝐴”, “𝐴 dan 𝐵”, “𝐴 atau 𝐵” dikaitkan berturut-turut dengan himpunan-himpunan kabur 𝐴̃, 𝐴̃ ∩ 𝐵̃, dan 𝐴̃ ∪ 𝐵̃.

B. Pengubah Linguistik

Pengubah linguistik (linguistic hedge/modifier) merupakan suatu kata yang digunakan untuk mengubah suatu kata/istilah menjadi kata/istilah yang baru dengan makna yang baru pula. Dua pengubah linguistik yang paling sering digunakan adalah “sangat” dan “agak”.

Jika suatu istilah 𝐴 dikaitkan dengan himpunan kabur 𝐴̃ dalam semesta 𝑋, maka istilah “sangat 𝐴” dikaitkan dengan himpunan kabur konsentrasi dari 𝐴̃, dengan lambang Kon(𝐴̃) dan fungsi keanggotaan

𝜇𝐾𝑜𝑛(𝐴̃)(𝑥) = (𝜇𝐴̃(𝑥))2

(37)

untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋, sedangkan istilah “agak 𝐴” dikaitkan dengan himpunan kabur dilasi dari 𝐴̃, dengan lambang 𝐷𝑖𝑙(𝐴̃) dan fungsi keanggotaan

𝜇𝐷𝑖𝑙(𝐴̃)(𝑥) = (𝜇𝐴̃(𝑥))1/2 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋.

Contoh 3.2:

Misalkan 𝑋 = {5,6,7,8,9} dan istilah “dekat dengan 9” dikaitkan dengan himpunan kabur 𝐴̃ = 0.56/5+0.67/6+0.78/7+0.89/8+1/9. Maka istilah

“sangat dekat dengan 9” dikaitkan dengan himpunan kabur 𝐾𝑜𝑛(𝐴̃) = 0.3136/5+0.4489/6+0.6084/7+0.7921/8+1/9

“sangat dekat sekali dengan 9” dikaitkan dengan himpunan kabur Kon(Kon(𝐴̃)) = 0.0983/5+0.2015/6+0.3702/7+0.6274/8+1/9

“agak dekat dengan 9” dikaitkan dengan himpunan kabur Dil(𝐴̃) = 0.75/5+0.82/6+0.88/7+0.94/8+1/9

“tidak sangat dekat dengan 9” dikaitkan dengan himpunan kabur (Kon(𝐴̃))′ = 0.6864/5+0.5511/6+0.3916/7+0.2079/8+0/9

“dekat tetapi (dan) tidak sangat dekat dengan 9” dikaitkan dengan himpunan kabur

𝐴̃ ∩ (𝐾𝑜𝑛(𝐴̃)) = 0.56/5+0.5511/6+0.3916/7+0.2079/8+0/9.

C. Relasi Kabur

Misalkan 𝑅1 ⊆ 𝑋 × 𝑌 dan 𝑅2 ⊆ 𝑌 × 𝑍 adalah dua buah relasi tegas.

Komposisi relasi tegas 𝑅1 dan 𝑅2, yang dinotasikan dengan 𝑅1∘ 𝑅2, didefinisikan sebagai relasi

𝑅1∘ 𝑅2 ⊆ 𝑋 × 𝑍

sedemikian sehingga (𝑥, 𝑧) ∈ 𝑅1∘ 𝑅2 bila dan hanya bila terdapat 𝑦 ∈ 𝑌 sedemikian sehingga (𝑥, 𝑦) ∈ 𝑅1 dan (𝑦, 𝑧) ∈ 𝑅2.

Relasi kabur 𝑅̃ antara elemen-elemen dalam himpunan X dengan elemen-elemen dalam himpuanan Y didefinisikan sebagai himpunan bagian kabur dari darab Cartesius 𝑋 × 𝑌, yaitu himpunan kabur

𝑅̃ = {((𝑥, 𝑦), 𝜇𝑅̃(𝑥, 𝑦))|(𝑥, 𝑦) ∈ 𝑋 × 𝑌}.

(38)

Relasi kabur 𝑅̃ disebut juga relasi kabur pada himpunan (semesta) 𝑋 × 𝑌.

Jika 𝑋 = 𝑌, maka 𝑅̃ disebut relasi kabur pada himpunan X.

Bila himpunan X dan Y keduanya berhingga, misalnya 𝑋 = {𝑥1, 𝑥2, ⋯ , 𝑥𝑚} dan 𝑌 = {𝑦1, 𝑦2, ⋯ , 𝑦𝑛}, maka relasi kabur 𝑅̃ antara elemen-elemen dalam himpunan X dengan elemen-elemen dalam himpunan Y dapat dinyatakan dalam bentuk suatu matriks berukuran 𝑚 × 𝑛 sebagai berikut

𝑅̃ = [

𝑎11 𝑎12

𝑎21 𝑎22 ⋯ 𝑎1𝑛

⋯ 𝑎2𝑛

⋮ ⋮

𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 ⋯ ⋮ 𝑎𝑚𝑛

]

dimana 𝑎𝑖𝑗 = 𝜇𝑅̃(𝑥𝑖, 𝑦𝑗) untuk 𝑖 = 1,2, ⋯ , 𝑚 dan 𝑗 = 1,2, ⋯ , 𝑛. Bila 𝑋 = 𝑌, maka relasi kabur 𝑅̃ pada himpunan X itu dapat disajikan dengan suatu matriks persegi.

Contoh 3.3:

Misalnya 𝑋 = {24,86,108}, 𝑌 = {3,10,130}, dan 𝑅̃ adalah relasi kabur

“jauh lebih besar” antara elemen-elemen dalam X dengan elemen-elemen dalam Y, yaitu 𝑅̃ = 0.2/(24,3) + 0.1/(24,10) + 0.7/(86,3) + 0.6/

(86,10) + 0.9/(108,3) + 0.8/(108,10). Relasi 𝑅̃ tersebut dapat disajikan dalam bentuk matriks persegi sebagai berikut:

𝑅̃1 = [

0.2 0.1 0 0.7 0.6 0 0.9 0.8 0

]

dengan elemen baris ke-i dan kolom ke-j dalam matriks tersebut menyatakan derajat keanggotaan (𝑥𝑖, 𝑦𝑗) dalam relasi 𝑅̃, yaitu 𝜇𝑅̃(𝑥𝑖, 𝑦𝑗), dimana 𝑥𝑖 ∈ 𝑋 dan 𝑦𝑗 ∈ 𝑌.

D. Komposisi Relasi Kabur

Jika 𝑅̃1 adalah relasi kabur pada 𝑋 × 𝑌 dan 𝑅̃2 adalah relasi kabur pada 𝑌 × 𝑍, maka komposisi relasi kabur 𝑅̃1 dan 𝑅̃2, yang di notasikan dengan 𝑅̃1∘ 𝑅̃2, adalah relasi kabur pada 𝑋 × 𝑍 dengan fungsi keanggotaan

𝜇𝑅̃1∘𝑅̃2(𝑥, 𝑧) = sup

𝑦∈𝑌

𝑡(𝜇𝑅̃1(𝑥, 𝑦), 𝜇𝑅̃2(𝑦, 𝑧))

(39)

di mana t adalah suatu norma-t.

Setiap norma-t menghasilkan suatu komposisi tertentu. Misalnya, jika diambil operator “min” sebagai norma-t, maka diperoleh relasi komposit 𝑅̃1∘ 𝑅̃2 dengan fungsi keanggotaan

𝜇𝑅̃1∘𝑅̃2(𝑥, 𝑧) = sup

𝑦∈𝑌

min {𝜇𝑅̃1(𝑥, 𝑦), 𝜇𝑅̃2(𝑦, 𝑧)}.

Komposisi ini sering kali disebut komposisi sup-min.

Kalau sebagai norma-t kita ambil operator “darab aljabar”, maka diperoleh komposisi relasi kabur 𝑅̃1∘ 𝑅̃2 dengan fungsi keanggotaan

𝜇𝑅̃1∘𝑅̃2(𝑥, 𝑧) = sup

𝑦∈𝑌

{𝜇𝑅̃1(𝑥, 𝑦). 𝜇𝑅̃2(𝑦, 𝑧)}.

Komposisi ini sering kali disebut komposisi sup-darab.

Contoh 3.4:

Misalnya 𝑋 = {24,86,108}, 𝑌 = {3,10,130}, dan 𝑍 = {17,93,120}. Relasi kabur 𝑅̃1 adalah relasi “jauh lebih besar” antara elemen-elemen dalam X dengan elemen-elemen dalam Y yang disajikan dalam bentuk matriks sebagai berikut:

𝑅̃1 = [

0.2 0.1 0 0.7 0.6 0 0.9 0.8 0

]

Misalkan 𝑅̃2 adalah relasi kabur “jauh lebih kecil” antara elemen-elemen dalam Y dengan elemen-elemen dalam Z yang disajikan dalam bentuk matriks sebagai berikut:

𝑅̃2 = [

0.2 0.7 0.9 0.1 0.6 0.9

0 0 0

]

Jika dipakai komposisi sup-min, maka 𝜇𝑅̃1∘𝑅̃2(24,17) = sup

𝑦∈𝑌min{𝜇𝑅̃1(24, 𝑦), 𝜇𝑅̃2(𝑦, 17)}

= sup

𝑦∈𝑌

{min{𝜇𝑅̃1(24,3), 𝜇𝑅̃2(3,17)}, min{𝜇𝑅̃1(24,10), 𝜇𝑅̃2(10,17)},

(40)

min{𝜇𝑅̃1(24,130), 𝜇𝑅̃2(130,17)}}

= max {min{0.2,0.2} , min{0.1,0.1} , min{0,0}}

= max {0.2,0.1,0}

= 0.2

Perhatikan bahwa komputasi di atas, relasi 𝑅̃1∘ 𝑅̃2 dengan komposisi sup-min tersebut dikerjakan seperti komputasi perkalian matriks, dengan mengganti operasi operasi perkalian menjadi operasi “min” dan operasi penjumlahan menjadi operasi ‘max”.

Komposisi relasi kabur 𝑅̃1∘ 𝑅̃2 dengan komposisi sup-min:

𝑅̃1∘ 𝑅̃2 = [

0.2 0.1 0 0.7 0.6 0 0.9 0.8 0

] ∘ [

0.2 0.7 0.9 0.1 0.6 0.9

0 0 0

]

= [

0.2 0.2 0.2 0.2 0.7 0.7 0.2 0.7 0.9 ]

Jika dipakai komposisi sub-darab, maka 𝜇𝑅̃1∘𝑅̃2(24,17) = sup

𝑦∈𝑌

{𝜇𝑅̃1(24, 𝑦), 𝜇𝑅̃2(𝑦, 17)}

= sup

𝑦∈𝑌

{𝜇𝑅̃1(24,3)𝜇𝑅̃2(3,17), 𝜇𝑅̃1(24,10)𝜇𝑅̃2(10,17), 𝜇𝑅̃1(24,130)𝜇𝑅̃2(130,17)}

= max {(0.2)(0.2), (0.1)(0.1), (0)(0)}

= max {0.04,0.01,0}

= 0.04

Perhatikan bahwa komputasi relasi 𝑅̃1 ∘ 𝑅̃2 dengan komposisi sup-darab tersebut dikerjakan seperti komputasi perkalian matriks, dengan mengganti operasi penjumlahan menjadi operasi “max”.

Komposisi relasi kabur 𝑅̃1∘ 𝑅̃2 dengan komposisi sup-darab:

𝑅̃1∘ 𝑅̃2 = [

0.2 0.1 0 0.7 0.6 0 0.9 0.8 0

] ∘ [

0.2 0.7 0.9 0.1 0.6 0.9

0 0 0

]

(41)

= [

0.04 0.14 0.18 0.14 0.49 0.63 0.18 0.63 0.81 ]

E. Proposisi Kabur

Proposisi kabur adalah kalimat yang memuat predikat kabur, yaitu predikat yang dapat direpresentasikan dengan suatu himpunan kabur.

Proposisi kabur yang mempunyai nilai kebenaran tertentu disebut pernyataan kabur. Nilai kebenaran dari suatu pernyataan kabur disajikan dengan suatu bilangan real dalam selang [0,1]. Nilai kebenaran itu disebut juga derajat kebenaran dari pernyataan kabur itu. Bentuk umum dari suatu proposisi kabur adalah

𝑥 adalah 𝐴

di mana 𝑥 adalah suatu variabel linguistik dan predikat 𝐴 adalah suatu nilai linguistik dari 𝑥. Bila 𝐴̃ adalah himpunan kabur yang dikaitkan dengan nilai linguistik 𝐴 dan 𝑥0 adalah suatu elemen tertentu dalam semesta 𝑋 dari himpunan kabur 𝐴̃, maka 𝑥0 mempunyai derajat keanggotaan 𝜇𝐴̃(𝑥0) dalam himpunan kabur 𝐴̃. Derajat kebenaran dari pernyataan kabur

𝑥0 adalah 𝐴

didefinisikan sama dengan derajat keanggotaan 𝑥0 dalam himpunan kabur 𝐴̃, yaitu 𝜇𝐴̃(𝑥0).

Misalkan proposisi kabur “𝑥 adalah 𝐴” dilambangkan dengan 𝑝(𝑥), pernyataan kabur “𝑥0 adalah 𝐴” dengan “𝑝(𝑥0)”, dan derajat kebenaran dari 𝑝(𝑥0) dengan 𝜏(𝑝(𝑥0)), maka

𝜏(𝑝(𝑥0)) = 𝜇𝐴̃(𝑥0).

Seperti halnya dengan proposisi yang tegas, kita juga dapat membentuk proposisi kabur mejemuk dari proposisi-proposisi kabur tunggal, dengan menggunakan operator-operator logika. Beberapa contoh proposisi kabur mejemuk misalnya:

Dea baik hati dan Dea disukai banyak orang.

Dian kurus atau Dian kelebihan lemak.

Bila Dini memiliki tubuh ideal, maka Dini bisa menjadi model.

Tagihan listrik mahal bila dan hanya bila penggunaan listrik boros.

(42)

Secara umum terdapat empat macam proposisi kabur majemuk dengan operator logika biner, yaitu:

Konjungsi kabur : 𝑥 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐴 𝒅𝒂𝒏 𝑦 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐵 Disjungsi kabur : 𝑥 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐴 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝑦 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐵

Implikasi kabur : 𝑩𝒊𝒍𝒂 𝑥 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐴, 𝒎𝒂𝒌𝒂 𝑦 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐵

Ekivalensi kabur : 𝑥 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐴 𝒃𝒊𝒍𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒃𝒊𝒍𝒂 𝑦 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐵

Variabel-variabel linguistik dalam proposisi-proposisi tunggal penyusunnya tidak harus sama (yaitu tidak harus dalam semesta numeris yang sama).

Misalkan 𝑥 adalah variabel linguistik dengan semesta numeris X, dan A adalah suatu predikat kabur yang dikaitkan dengan himpunan kabur 𝐴̃ dalam X, maka negasi kabur:

𝑥 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝐴

adalah proposisi kabur dengan predikat “tidak A” yang dapat dikaitkan dengan himpunan kabur komplemen kabur dari 𝐴̃, yaitu 𝐴̃′, dengan fungsi keanggotaan

𝜇𝐴̃(𝑥) = 𝑘(𝜇𝐴̃(𝑥)) di mana k adalah suatu komplemen kabur.

Jika x adalah variabel linguistik dengan semesta numeris X dan y adalah variabel linguistik dengan semesta numeris Y, maka konjungsi kabur

𝑥 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐴 𝑑𝑎𝑛 𝑦 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐵

di mana A dikaitkan dengan himpunan kabur 𝐴̃ dalam X, dan B dikaitkan dengan himpunan kabur 𝐵̃ dalam Y, dapat dipandang sebagai suatu relasi kabur ∧ dalam 𝑋 × 𝑌 dengan fungsi keanggotaan

𝜇(𝑥, 𝑦) = 𝑡(𝜇𝐴̃(𝑥), 𝜇𝐵̃(𝑦))

dengan t adalah suatu norma-t. Sedangkan disjungsi kabur 𝑥 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐴 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑦 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐵

dapat dipandang sebagai suatu relasi kabur ∨ dalam 𝑋 × 𝑌 dengan fungsi keanggotaan

𝜇(𝑥, 𝑦) = 𝑠(𝜇𝐴̃(𝑥), 𝜇𝐵̃(𝑦)) dengan s adalah suatu norma-s.

(43)

F. Implikasi Kabur

Bentuk umum implikasi kabur adalah

Bila 𝑥 adalah 𝐴, maka 𝑦 adalah 𝐵

di mana 𝐴 dan 𝐵 adalah predikat-predikat kabur yang dikaitkan dengan himpunan-himpunan kabur 𝐴̃ dan 𝐵̃ dalam semesta 𝑋 dan 𝑌 berturut-turut.

Seperti halnya dengan konjungsi dan disjungsi kabur, implikasi kabur juga dapat dipandang sebagai suatu relasi kabur dalam 𝑋 × 𝑌, yang akan dilambangkan dengan →.

Dalam logika dwinilai, telah diketahui bahwa implikasi tegas 𝑝 ⇒ 𝑞 adalah ekivalen dengan ¬𝑝 ∨ 𝑞. Berdasarkan ekivalensi tersebut, dengan mengganti proposisi 𝑝 dan 𝑞 berturut-turut dengan proposisi kabur “𝑥 adalah 𝐴” dan “𝑦 adalah 𝐵”, implikasi kabur tersebut di atas dapat diimpretasikan sebagai relasi kabur → dalam 𝑋 × 𝑌 dengan fungsi keanggotaan

𝜇(𝑥, 𝑦) = 𝑠(𝑘(𝜇𝐴̃(𝑥)), 𝜇𝐵̃(𝑦))

di mana 𝑠 adalah suatu norma-𝑠 dan 𝑘 adalah suatu komplemen kabur. Bila sebagai norma-𝑠 dan komplemen kabur diambil operasi-operasi gabungan dan komplemen baku, maka diperoleh

𝜇𝑑𝑟(𝑥, 𝑦) = max (1 − 𝜇𝐴̃(𝑥), 𝜇𝐵̃(𝑦)) yang seringkali disebut implikasi Dienes-Rescher.

Karena implikasi tegas 𝑝 ⇒ 𝑞 juga ekivalen dengan (𝑝 ∧ 𝑞) ∨ ¬𝑝, maka implikasi kabur di atas juga dapat diinterpretasikan sebagai relasi kabur → dalam 𝑋 × 𝑌 dengan fungsi keanggotaan

𝜇(𝑥, 𝑦) = 𝑠(𝑡(𝜇𝐴̃(𝑥), 𝜇𝐵̃(𝑥)), 𝑘(𝜇𝐴̃(𝑦)))

di mana 𝑠 adalah suatu norma-𝑠, 𝑡 adalah suatu norma-𝑡, dan 𝑘 adalah suatu komplemen kabur. Bila sebagai norma-𝑠, norma-𝑡 dan komplemen kabur diambil operasi-operasi gabungan, irisan, dan komplemen baku, maka diperoleh

𝜇→𝑧(𝑥, 𝑦) = max(min (𝜇𝐴̃(𝑥), 𝜇𝐵̃(𝑦)),1 − 𝜇𝐴̃(𝑥)) yang seringkali disebut implikasi Zadeh.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

20 Berbeda dengan al-Qur’an, penjelasan kisah Yusuf yang terkandung dalam Perjanjian Lama pemaparan kisahnya sangat mendetail tapi tidak terkumpul dalam satu surat atau kitab

Adapun implikasi penelitian yang dapat diberikan oleh peneliti terkait konten dan teknik sinematografi yang dilakukan oleh youtuber Adrian Wardahana yaitu diperlukan tim

9ntuk mengatasi perubahan yang besar pada lingkungan saat run)time sebagaimana juga perubahan pada misi&gt;tugas yang terus menerus, $RM harus mampu mengubah

[r]

Sasaran program ini antara lain adalah menurunkan jumlah penduduk yang melangsungkan perkawinan pada usia remaja dan jumlah kehamilan pada usia remaja serta meningkatkan

Variabel penelitian yang digunakan adalah Pertumbuhan Ekonomi yang dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai alur sistem pengiriman SMS Gateway. Pengiriman pesan melalui SMS ini ditujukan kepada masyarakat sekitar bantaran sungai agar

Bandung Kota 21 Ratna Bundaran Metro Jalan Venus Raya Baso Tahu.. 22 Rizki Bundaran Metro Jalan Venus Raya Sate Padang