RADARBANDUNG
2
3
19
•
Minggu
ihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
o
Selasa
4
G)
6
722
14
15
29
30
31
o
Rabu
o
Kamls
0
Jumat
o
Sabtu
8
9
10
11
23
24
25
26
20
21
12
13
27
28
OPeb
o
Mar OApr
OMei
OJun
OJul
0
Ags
O S epOOkt
ONov
.Des.
Jas Merah untuk SBY'
K ETIK A rapat terbatas, Jum at (26/1112010), tiba-tiba Presiden m enyinggung soal keistim e-w aan Jogjakarta dengan m e-nyatakan, bahw a tidak m ung-kin ada sistem m onarki yang bertabrakan dengan konstitusi dan nilai dem okrasi. Sontak saja pernyataan Susilo B am -bang Y udhoyono (SB Y ) ter-sebut m endapat tanggapan reaktif dari m asyarakat Jog-jakarta. Sikap SB Y dianggap tidak berada pada m om entum yang tepat di saat m asyarakat Jogja di sekitar M erapi m asih dirundung keprihatinan. Tu-lisan ini akan m enguraikan keistim ew aan Jogja dalam kai-tannya dengan prinsip-prinsip konstitusi.
PA SA L 1 D A :\ PA SA L 18 H U U D 1945
D alam ketentuan pasal 18 B U U D 1945 dinyatakan: ". 'e-g ar a m engakui dan m eng-horm ati satuan-satuan pe-m erintahan daerah yang ber-sifat khusus atau bersifat istim ew a yang diatur dengan undang-undang." Sebagai turunan dari am anat pasal 18 B U U D 1945, m aka dalam ne-gara kesatuan republik Indo-nesia terdapat dua provinsi yang m endapat status is-tim ew a (D IY dan D K I Jakarta) dan dua provinsi yang m en-dapat status khusus (A ceh dan Papua), itu artinya se-m angat yang terkandung da-lam pasal 18 B LJU D 1945 adalah sem angat keaneka-rag am an yang m enghorrnati kearifan lokal.
Jogjakarta m endapat status keistim ew aan dikarenakan pada tanggal 5 Septem ber Sultan H am engkbuw ono IX dan Paku A lam V JII m engeluarkan am a-nat yang m enyatakan bahw a K eraton Jogjakarta dan Pura Pakualam adalah daerah is-tim ew a dari :\egara K esatuan R epublik Indonesia. B entuk
hubungan dengan pem erintah pusat bersifat langsung dan bertanggung jaw ab kepada Presiden R I. Sejarah inilah yang m erupakan starting point ke-istirnew aan Jogjakarta. Jadi, kalau alasan SB Y m enyatakan kesitim ew aan Jogjakarta ber-tabrakan dengan konstitusi justru yang terjadi sebaliknya karena sudah jelas diatur dalam ketentuan Pasal l S B U U D 1945.
Lantas kalau Presiden m au tetap konsisten dengan prinsip-prinsip dasar
konstitusi presiden harusnya juga m enyoal status kekhususan yang diberikan kepada A ceh karena dalam undang-undang pem erintahan A ceh justru banyak yang ber-tentangan dengan prinsip-prinsip negara kesatuan, A ceh berw enang m em bentuk M ah-kam ah Syariah dan Q anun yang jelas-jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip negara kesatuan sebagaim ana dinya-takan dalam ketentuan pasal I ayat (1) U U D 1945, bahw a Indonesia adalah negara ke-satuan yang berbentuk re-publik. B egitu juga dengan Papua dengan status kekhu-susannya M ajelis R akyat Pa-pua (M R P) boleh duduk di lem baga legislatif.
Justru status kekhususan A ceh dan Papua jelas-je las m elanggar konstitusi dan tidak m em iliki alasan historis yang kuat untuk diberikan status kekhususan sedangkan Jogja m em iliki alasan yang kuat dan sudah ada sem enjak republik ini m au berdiri, m engapa justru itu yang dipersoalkan oleh SB Y ? M estinya Presiden SB Y belajar dari B ung K arno yang m e-nyatakan jangan sekali-kali m elupakan sejarah (Jas M erah).
R U U K EISTIM EW A A t,\, Pasal 18 B U U D 1945 secara inplisit sesungguhnya m e-ngakui keanekaragam an dae-rah, dengan kata lain bahw a faktor sosial budaya m em -pengaruhi pem bentukan hu-kum , m isalnya, logika, sejarah, adat-istiadat, kegunaan, dan standar m oralitas yang telah diakui.
H al ini tidak teriepas dari pem aham an bahw a perkem -bangan hukum sebagai gejala sejarah ditentukan oleh peru-bahan-perubahan dalam rna-syarakat, serta pandangan m a-syarakat m engenai adat-istiadat dan m oralitas. Jadi, idealnya R U U keistim ew aan Jogjakarta yang sekarang dibahas
pe-rnerintah bersam a dengan D PR m estinya harus didasarkan pada hal-hal tersebut di atas atau m em injam istilah V on So~ vigny harus didasarkan pad a V olksgeist (jiw a bangsa) bukan atas dasar kehendak penguasa yang didasarkan pada kepen-tingan jangka pendek.
Pengakuan keanekaragam an ini sebenarnya sudah m enjadi bagian dari falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara
In-donesia yang term uat di dalam sem boyan B hinneka Tunggal Ika yang tertera pada lam bang negara B urung G aruda. D em ikian halnya dalam keten-tu an sum ber hukum nasionall U U D 1945 Pasal 36 A yang m enentukan: Lam bang N egara ialah G aruda Pancasila dengan sem boyan B hinneka Tunggal Ika. Sem boyan B hinneka ~ung-I gal Ika tersebut m engandung arti yaitu berbeda-beda nam un tetap satu juga, yang sem akna dengan istilah diversity in unity. N icola N iessen m enggam bar-kan B hinneka Tunggal Ika m erupakan sem boyan negara yang m em pertahankan sem a-ngat persatuan bangsa hingga saat ini. (Edie H endratno; 2009: 289).
Kliping Humas Unpad 2010
PengaK uan ter adap keane-' karagam an dae ah akan m e-lestarikan nilai- ilai luhur dan tradisi daerah ang m enun-: jukkan kekayaa budaya bang_I
sa. Lestarinya nil i-nilai budaya akan m enjadi b ffer terhadap derasnya arus g obalisasi yang m em pengaruhi eluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegar . Perigakuan terhadap keane ragam an dae-rah akan m em b ikan m anfaat yang sifatnya tidak langsung atau bersifat ja gka panjang yaitu m em bentu jati diri bang-sa dan m em per uat rasa ke-bangsaan yang enjadi m odal dasar untuk m e perkokoh ke-utuhan
1'\
egara K esatuan R e-publik Indonesi .D engan m em ndang plura-lism e sebagai em angat B hi-nneka Tungga Ika, K oento W ibisono Sisw m ihardjo m e-ngatakan, b aa] bangsa In-donesia, d
i
n na keaneka-ragam an agam l4, budaya, tra-disi, ataupun adat istiadat yang tum buh d berkem banz di seluruh w il ah tanah ai~ yang am at lua , m em berikan konsekuensi logis bahw a pluaralism e visi dan orientasi serta aspirasi rupakan fakta yang harus di rim a dan di-horrnati. A dan a pluralism e sebagai kenyat n yang harus kita transform sikan m enjadi suatu aset ata m odal pem -bangunan, kira ya dapat kita w ujudkan m el lui dialog te-rus-m enerus d am sem anzat B hinneka Tung a Ika. Pendek kata yang ha' s dilakukan adalan m em ba gun persatuan dalam keaneka agam an bukan m em bangun p satuan dalam keseragam an. '"*
\
*:vIahasisw a S3 I1m u I
H ukum di . pad H andung