SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi
Sebagian dari Syarat Menempuh Gelar Sarjana Pendidikan Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Oleh
InditaWanapuspa 1005641
DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
oleh Indita Wanapuspa
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
© Indita Wanapuspa 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2015
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya fenomena perilaku agresif yang muncul pada siswa yang berada pada masa remaja, khususnya siswa sekolah menengah atas (SMA). Perilaku agresif merupakan aktivitas yang dilakukan oleh individu sebagai respon atas situasi yang tidak menyenangkan dengan menyerang orang lain secara fisik dan atau verbal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui profil perilaku agresif pada siswa SMA Laboratorium (Percontohan) UPI tahun ajaran 2014/2015 yang dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan program latihan asertif yang dirancang untuk mereduksi perilaku agresif siswa. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian deskriptif. Temuan penelitian menunjukkan: (1) Perilaku agresif siswa secara umum berada pada kategori sedang, dengan kecenderungan perilaku agresif yang tinggi pada aspek agresi verbal-pasif-langsung; (2) Gambaran perilaku agresif siswa merupakan landasan dalam perancangan program latihan asertif untuk mereduksi perilaku agresif siswa yang diuji kelayakannya oleh dosen pakar dan praktisi. Latihan asertif digunakan sebagai rekomendasi dalam penelitian ini, latihan asertif memiliki prosedur yaitu identifikasi perilaku target, menetapkan prioritas untuk situasi dan perilaku, memerankan situasi, pengulangan, dan memindahkan pada situasi nyata. Guru Bimbingan dan Konseling (BK) serta peneliti selanjutnya dapat menggunakan program latihan asertif yang telah disusun untuk mereduksi perilaku agresif siswa SMA.
This research is prompted by the phenomenon of aggressive behavior in adolescents, especially in high school students. Aggressive behavior’s definition is individual’s tendency of activity as a response of inappropriate situation by attacking others physically and or verbally. This research’s purposes to know aggressive behavior’s profile of X Grade Students of SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Academic Year 2014/2015 as a basis for
the assertive training program to decrease students’ aggressive behavior. This research
used quantitative approach with descriptive methods. The results of the study are: (1)
generally, students’ aggressive behavior are in medium category, aggressive behavior is highly appear in verbal-passive-direct aggression; (2) students’ aggressive behavior profile as foundation of assertive training program in order to decrease students’ aggressive behavior. The program has been approved by experts and practitioner. Assertive training has five prosedures, which are identification target behavior, setting priorities for situations and behaviors, roleplaying the intances, reenactment, and transfer to real life situations. Counselor and further researchers can apply the assertive training program to decrease aggressive behavior in high school students.
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah Penelitian ... 6
1.3. Rumusan Masalah Penelitian ... 7
1.4. Tujuan Penelitian ... 8
1.5. Manfaat Penelitian ... 8
1.6. Struktur Organisasi Penelitian ... 9
BAB II PERILAKU AGRESIF DAN PROGRAM LATIHAN ASERTIF 2.1. Kajian Pustaka ... 10
2.1.1. Karakteristik Remaja dalam Kecenderungan Berperilaku Agresif ... 10
2.1.2. Konsep Dasar Perilaku Agresif ... 13
1) Definisi Perilaku Agresif ... 13
2) Faktor Penyebab Perilaku Agresif... 14
3) Indikator Perilaku Agresif ... 17
4) Dampak Perilaku Agresif ... 20
5) Pengukuran Perilaku Agresif ... 21
2.1.3. Konsep Dasar Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Menangani Perilaku Agresif ... 24
1) Definisi Bimbingan dan Konseling ... 24
2) Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling ... 25
3) Peran Bimbingan dan Konseling dalam Penanganan Perilaku Agresif ... 26
4) Latihan Asertif sebagai Upaya Bimbingan dan Konseling untuk Mereduksi Perilaku Agresif ... 26
5) Strategi Kelompok dalam Latihan Asertif ... 27
2.1.4. Konsep Dasar Latihan Asertif ... 28
1) Definisi Latihan Asertif ... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian ... 34
3.2. Partisipan Penelitian ... 34
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35
3.4. Definisi Operasional Variabel ... 35
3.4.1. Latihan Asertif ... 35
3.4.2. Perilaku Agresif ... 36
3.5. Instrumen Penelitian ... 42
3.5.1. Jenis Instrumen ... 42
3.5.2. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 42
3.5.3. Skoring dan Pengelompokkan Data ... 43
3.5.4. Uji Validitas ... 48
1) Penimbangan Instrumen ... 48
2) Uji Keterbacaan ... 48
3) Uji Validitas Butir Item ... 49
4) Uji Reliabilitas ... 50
3.6. Prosedur Penelitian ... 52
3.7. Analisis Data ... 53
3.8. Pengolahan Data untuk Pengembangan Rancangan Program ... 53
3.9. Perumusan Rancangan Program ... 54
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Temuan Penelitian 4.1.1. Gambaran Perilaku Agresif Siswa Kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Tahun Ajaran 2014/2015 ... 55
1) Gambaran Umum Perilaku Agresif Siswa Kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Tahun Ajaran 2014/2015 ... 55
2) Gambaran Setiap Aspek Perilaku Agresif Siswa Kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Tahun Ajaran 2014/2015 ... 56
Perilaku Agresif ... 69
4.3. Keterbatasan Penelitian ... 95
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Simpulan ... 96
5.2. Rekomendasi ... 97
5.2.1. Guru Bimbingan dan Konseling di Sekolah ... 97
5.2.2. Peneliti Selanjutnya ... 97
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Tabel3.3 Rumusan Kategori Skala ... 46
Tabel 3.4 Rumusan Kategori Perilaku Agresif ... 47
Tabel 3.5 Interpretasi Kategori Perilaku Agresif ... 47
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Item Soal Instrumen Perilaku Agresif ... 50
Tabel 3.7 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ... 51
Tabel 3.8 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas... 51
Tabel 4.1 Gambaran Kategori Perilaku Agresif Siswa Kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Tahun Ajaran 2014/2015 ... 55
Tabel 4.2 Ranking Agresi setiap Aspek ... 58
Tabel 4.3 Gambaran Perilaku Agresif Setiap Indikator ... 58
Tabel 1 Deskripsi Kebutuhan ... 80
Tabel 2 Tahapan Pra-Pelaksanaan Program Latihan Asertif ... 85
Tabel 3 Rencana Operasional Konseling Kelompok Latihan Asertif ... 86
Tabel 4 Rencana Operasional Bimbingan Kelompok Latihan Asertif... 88
Tabel 5 Indikator Keberhasilan Konseling Kelompok ... 92
2. Surat Ijin Penelitian
3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian 4. Lembar Bimbingan Skripsi
LAMPIRAN B Instrumen Penelitian
1. Kisi-kisi Instrumen Perilaku Agresif(sebelum validasi) 2. Kisi-kisi Instrumen Perilaku Agresif (setelah validasi) 3. ButirSoaldanLembarJawabanAngketPerilakuAgresif LAMPIRAN C Pengolahan Data
1. Uji Validitas dan Reliabilitas
2. Penghitungan Gambaran Umum Perilaku Agresif 3. Penghitungan Gambaran Setiap Aspek Perilaku Agresif 4. Penghitungan Gambaran Setiap Indikator Perilaku Agresif LAMPIRAN D Program Latihan Asertif
1. Hasil validasi program
2. Rancangan Pelaksanaan Layanan (RPL) Bimbingan Kelompok 3. Rancangan Pelaksanaan Layanan (RPL) Konseling Kelompok LAMPIRAN E DOKUMENTASI
BAB I PENDAHULUAN
Bab satu merupakan pendahuluan dalam pelaporan penelitian yang
menjelaskan latar belakang penelitian, fokus yang ditelaah dalam penelitian ini
adalah masalah siswa yang terkait dengan perilaku agresi yang berusaha direduksi
melalui latihan asertif. Kemudian dijelaskan pula mengenai rumusan masalah,
tujuan penelitian, serta manfaat penelitian.
1.1.Latar Belakang Masalah
Pendidikan bertujuan untuk memenuhi kodrat manusia sebagai pemimpin
di muka bumi. Upaya yang dilakukan di institusi pendidikan secara khusus
dilakukan agar siswa dapat menampilkan sikap yang mencerminkan pribadi yang
baik dari segi akademis maupun non-akademis. Dewasa ini perhatian terhadap
perkembangan aspek non-akademis siswa khususnya karakter lebih dikedepankan
karena cerdas secara akademis jika tidak disertai dengan kebaikan karakter yang
dimiliki tidak akan menciptakan generasi penerus bangsa yang akan membangun
negeri menuju kemajuan, melainkan sekolah hanya melahirkan orang-orang yang
cerdas yang kelak mengimplementasikan kecemerlangannya dalam hal yang tidak
baik.
Salah satu perilaku yang tidak mencerminkan karakter yang baik adalah
perilaku agresif. Perilaku agresif kerap ditemui pada siswa di lingkungan sekolah,
akibat yang ditimbulkan dari perilaku agresif adalah terganggunya keamanan dan
kenyamanan dari orang lain, membuat keresahan dan masalah bagi diri sendiri
dan orang lain, Maslow menyatakan bahwa, „whether aggression is present in the
school or elsewhere, it violates one of the basic needs of children (and adults)—
the need for safety‟ (Schecthman, 2009). Maksudnya adalah agresi yang terjadi di
sekolah atau dimanapun, hal tersebut mengganggu kebutuhan dasar dari anak (dan
dewasa) yaitu kebutuhan akan rasa aman. Perilaku agresif adalah perilaku yang
memiliki tujuan untuk merugikan pihak lain baik kerugian secara fisik maupun
verbal, seperti yang dinyatakan oleh Myers (2012: 69) bahwa agresi (aggression)
yang dimaksudkan untuk menyebabkan kerusakan. Faktor penyebab perilaku
agresif adalah berasal dari faktor internal dan eksternal, dimana sifat bawaan yang
dimiliki oleh individu itu sendiri serta pengaruh lingkungan terhadap dirinya
sangat berperan penting dalam kemunculan perilaku agresif, McDonald dan
Brown (1997) mengemukakan terdapat faktor dari perilaku agresif adalah faktor
individual (psikososial dan biologis) dan sosial (makrososial dan mikrososial).
Fenomena perilaku agresif siswa yang terjadi di Indonesia cukup menyita
perhatian masyarakat. Salah satu bentuk perilaku agresif siswa yang marak
dikabarkan di media massa adalah tawuran, kekerasan fisik pada teman sebaya,
serta bullying. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat
sepanjang tahun 2012 terjadi 147 kasus tawuran, dari 147 kasus tersebut, sudah
memakan korban jiwa sebanyak 82 anak. Kasus tersebut telah meningkat dari
tahun sebelumnya yang berjumlah 128 kasus (Kuwado, 2012). Kasus tawuran
yang terjadi di tahun 2012 di Bandung adalah kasus antara SMAN 20 dengan
SMKN 2 Bandung yang terjadi pada 7 Desember 2012, tidak ada korban yang
terjatuh dari peristiwa tersebut namun polisi tetap melakukan mediasi terhadap
kedua belah pihak (Dwiputra, 2012). Maraknya kasus tawuran di Indonesia
menimbulkan kekhawatiran banyak pihak terutama polisi sebagai aparat
keamanan, terbukti dengan Polda Jabar yang membuat program pengadaan polisi
sekolah sebanyak 10-15 siswa pada masing-masing sekolah untuk bersinergi
menjaga keamanan dan ketertiban sekolahnya serta menghindari tawuran
(Kuswandi, 2012). Tidak hanya tawuran, bentuk kekerasan yang terjadi secara
internal di dalam sekolah pun masih banyak terjadi, terbukti dengan hasil survei
yang dilakukan oleh Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi,
Universitas Gadjah Mada (Kurniawan, 2011) terhadap siswa SMU dan SMK di
empat kota besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur menemukan tingginya tingkat
kasus kekerasan di sekolah. Dari survei ini juga diketahui relatif tingginya
perasaan tidak puas siswa terhadap situasi kehidupan mereka di sekolah. Di luar
itu, ditemukan masalah kesehatan mental dan psikososial dalam tingkat sedang
ditemukan kurang lebih sepertiga dari responden. Hasil dari survey yang
prognosis yang mencakup empat aspek dalam pembentukan sekolah sejahtera
(Kurniawan, 2011), yakni pengembangan kondisi sekolah, pengembangan
hubungan sosial di sekolah, pengembangan aktualisasi diri, dan pengembangan
status kesehatan meliputi kesehatan mental, kesehatan spiritual dan kesehatan
fisik.
Fenomena lain yang terkait dengan kecenderungan perilaku agresif di
SMA Laboratorium (Percontohan) UPI diketahui berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Rien Dwi Puswati (2010) terkait kontrol diri pada siswa kelas XI
di SMA Laboratorium Percontohan UPI (Universitas Pendidikan Indonesia)
Bandung tahun ajaran 2010/2011 menunjukkan sebanyak 56.51% siswa tidak
dapat mengontrol perilaku atau self-control yang dimiliki siswa masih rendah
(Dwi, 2010). Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan A. Eka Septilla (2010)
terkait penyesuaian diri pada siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI
Bandung tahun ajaran 2010/2011, menunjukkan bahwa sebanyak 43% siswa
memiliki penyesuaian diri yang buruk, sedangkan salah satu indikator
penyesuaian diri yang normal adalah terhindar dari ekspresi emosi yang
berlebihan, merugikan dan tidak mampu mengontrol diri (Septilla, 2010).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di SMA
Laboratorium (Percontohan) UPI menunjukkan terdapatnya gejala perilaku
agresif. Observasi yang dilakukan oleh peneliti yang dikhususkan pada kelas X
ditujukan untuk melihat gejala yang muncul dari perilaku yang ditunjukkan oleh
siswa. Siswa menunjukkan sikap kurang hormat dan berbicara yang kurang
pantas, sikap tersebut ditunjukkan terutama kepada teman, guru yang masih baru
dan praktikan Program Pengalaman Lapangan (PPL). Tidak jarang pertengkaran
terjadi antar siswa yang terjadi secara terang-terangan di depan siswa lainnya.
Penelitijuga melakukan wawancara dengan guru BK terkait gejala perilaku yang
terjadi di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI, hasil wawancara adalah siswa di
sekolah tersebut dinilai rendah dalam etika berperilaku. Hasil analisis ITP
(Inventori Tugas Perkembangan) yang dilaksanakan oleh guru BK, menunjukkan
bahwa pada setiap kelas memiliki kecenderungan yang hampir sama, yaitu rendah
observasi, peneliti mengambil populasi dan sampel penelitian pada siswa kelas X
selain karena terdapat gejala agresi, siswa kelas X termasuk dalam masa remaja
awal, Hurlock (dalam Sobur, 2003) menyatakan keseimbangan emosional dan
ketidakstabilan dalam banyak hal terjadi dalam masa ini.
Melihat dari fenomena tingginya kasus kekerasan dan perilaku yang tidak
sepantasnya dilakukan oleh pelajar, menjadi sebuah tanggung jawab yang lebih
untuk para pendidik serta orang tua secara bersama-sama membentuk karakter
penerus bangsa menjadi manusia-manusia berilmu dan berbudi pekerti luhur.
Terkait dengan upaya mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan,
bimbingan dan konseling hadir sebagai layanan yang berorientasi pada
perkembangan peserta didik (individu) yang optimal dan memandirikan yang
sejalan dengan tujuan pendidikan. Definisi bimbingan menurut Shertzer dan Stone (Yusuf, 2009: 38) adalah “Process of helping an individual to understand himself and his world”, maksudnya adalah proses pemberian bantuan kepada siswa agar
mampu memahami diri dan lingkungannya. Senada dengan itu, Kartadinata (Yusuf, 2009: 38) menyatakan bahwa, “proses membantu siswa untuk mencapai perkembangan secara optimal”. Definisi dari konseling menurut Robinson (Yusuf, 2009: 43) adalah “semua bentuk hubungan antara dua orang, di mana yang seorang, yaitu klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif
terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.”.Menurut ASCA (American School
Counselor Association) mengemukakan definisi konseling adalah, “hubungan
tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian
kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan
dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya.”
(dalam Depdiknas, 2008). Disimpulkan bahwa layanan bimbingan dan konseling
adalah suatu proses interaksi yang terdiri dari konselor dan konseli, dimana
konselor membantu konseli agar dapat memahami diri sendiri dan lingkungan
serta dapat menyelesaikan masalah di dalam kehidupan secara mandiri dan
bertanggung jawab. Melihat dari definisi layanannya, bimbingan dan konseling
menjadi hal yang dibutuhkan sebagai salah satu fasilitator di sekolah untuk
Urgensi layanan bimbingan dan konseling pada masa remaja, dikarenakan
masa ini merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) dimana seringkali
terjadi konflik yang seringkali menjadi tekanan (stress) dan guncangan pada masa
ini dan menjadi tekanan bagi diri remaja, sebagaimana disampaikan oleh Santrock (2011: 352), “In 1904, G. Stanley Hall proposed the “storm-and-stress” view that adolescence is a turbulent time charged with conflict and mood swings”. Artinya
adalah pada tahun 1904, G. Stanley Hall mengusulkan "badai dan stres"
merupakan pandangan bahwa masa remaja adalah masa bergolak dibebankan
dengan konflik dan perubahan suasana hati. Maksudnya adalah masa remaja
penuh dengan konflik serta perubahan suasana hati, oleh karena itu disebut masa “badai dan stres”. Pada masa “storm and stress” ini bimbingan yang diberikan
adalah ditujukan untuk mempersiapkan remaja agar memiliki keterampilan dan
kemandirian untuk bisa menghadapi dan mengatasi masalah yang terjadi dalam
dinamika kehidupannya pada masa yang penuh tekanan.
Salah satu upaya dalam menangani perilaku agresif adalah latihan asertif. Michel (2008, hlm. 6) menyatakan bahwa asertif adalah, “A way of communicating our feelings, thoughts, and beliefs in an open, honestmanner
without violating the rights of others.”, maksudnya adalah asertif merupakan cara
mengkomunikasikan perasaan, pikiran, dan kepercayaan kita dengan terbuka,
tindakan jujur tanpa menyakiti hak orang lain. Hal tersebut menunjukkan kontras
antara perilaku asertif dan agresif. Penelitian terdahulu yang mengungkapkan
efektivitas latihan asertif dalam menangani perilaku agresif salah satunya adalah
penelitian Zaker dan Sepanlou (2013) dengan judul “Effect of anger control and
assertiveness skills training on reducing aggression of high school first grade girl
students toward their mothers”, memiliki hasil yang menunjukkan bahwa kontrol
kemarahan dan keterampilan asertif efektif dalam mengurangi perilaku agresif
siswi SMA yang dilakukan terhadap ibunya. Diharapkan, layanan bimbingan dan
konseling dengan menggunakan teknik latihan asertif mampu mengurangi
perilaku agresif siswa. Oleh karena itu, berdasarkan gejala yang terjadi di SMA
Laboratorium (Percontohan) UPI dan kajian teori yang mengarah pada
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian sebagai berikut, “Profil Perilaku Agresif Remaja Kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Tahun Ajaran
2014/2015”.
1.2.Identifikasi dan Perumusan Masalah
Perilaku agresif adalah perilaku yang tidak sesuai dengan tuntutan sosial
dan menentang tugas perkembangan manusia yaitu pada tahap remaja dimana
individu berperilaku sesuai dengan tanggung jawab sosial. Perilaku tersebut mengganggu kenyamanan lingkungan karena dalam pengertian „agresi‟ sendiri adalah „menyerang‟ yang tentunya membawa dampak yang tidak baik bagi diri sendiri dan orang lain. Agresi adalah perilaku yang memiliki unsur penyerangan
dengan maksud untuk menghindari kerugian atau sebuah ungkapan dari rasa
kecewa, dengan kata lain bahwa tindakan tersebut adalah wujud dari respon atas
perasaan tidak nyaman atau menyenangkan yang ditampilkan dengan cara
menyerang pihak lain yang dianggap mengancam atau merugikan. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia online (kbbi.web.id) agresif adalah cenderung
(ingin) menyerang sesuatu yang dipandang sebagai hal atau situasi yang
mengecewakan, menghalangi, atau menghambat.Perilaku agresif dalam penelitian
ini adalah sebagai variabel terikat.Moffit(dalam Sahrani, 2003) menyatakan “perilaku agresi, perilaku antisosial, terutama kejahatan dan kekerasan yang serius meningkat pada usia remaja”.Agresi adalah perilaku yang memiliki unsur
penyerangan dengan maksud untuk menghindari kerugian atau sebuah ungkapan
dari rasa kecewa.Agresif adalah perilaku yang bersifat agresi.Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia online (kbbi.web.id) agresif adalah cenderung (ingin)
menyerang sesuatu yang dipandang sebagai hal atau situasi yang mengecewakan,
menghalangi, atau menghambat.
Batasan dalam penelitian ini adalah gambaran perilaku agresif siswa
sebagai landasan dalam penyusunan program latihan asertif. Latihan asertif atau
assertive training merupakan prosedur yang melatih individu agar dapat bersikap
asertif, pentingnya bersifat asertif dalam penanganan perilaku agresif adalah untuk
pada dampak yang tidak baik seperti dijauhi orang lain karena mengancam
keamanan dan kenyamanan orang lain dan bahkan membahayakan keamanan diri
sendiri. Rees & Graham (2006:1) menyatakan bahwa, “To be assertive is to be
able to express yourself clearly, directly and appropriately, to value what you
think and feel, to have esteem and respect for yourself; to recognize your own
strengths and limitations”. Maksud dari pernyataan tersebut adalah bersikap
asertif adalah untuk dapat mengekspresikan diri dengan jelas, secara langsung dan
tepat, nilai apa yang diri sendiri pikirkan dan rasakan, memiliki harga diri dan
menghormati diri sendiri, untuk mengenali kekuatan dan keterbatasan diri.
Latihan asertif dalam penelitian ini berkedudukan sebagai variabel bebas.
Uraian di atas menunjukkan bahwa menjadi asertif adalah bagaimana
individu mengutarakan serta mengekspresikan perasaan serta kebutuhannya
dengan tepat, sangat bertolak belakang dengan agresif yang mengekspresikan
perasaan serta kebutuhannya dengan cara yang merugikan diri sendiri dan orang
lain. Merujuk pada pendapat ahli mengenai teori pendekatan perilaku yang efektif
dalam menangani perilaku agresif yang salah satu di dalamnya adalah penggunaan
latihan asertif. Populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa SMA kelas X di SMA Laboratorium UPI tahun ajaran 2014/2015.
1.3.Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan pada subbab
sebelumnya, maka dirumuskan beberapa pertanyaan masalah sebagai berikut.
1. Seperti apa profil perilaku agresif siswa kelas X SMA Laboratorium
Percontohan UPI tahun ajaran 2014/2015?
2. Seperti apa bentuk rancangan penanganan latihan asertif untuk mereduksi
perilaku agresif siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI tahun
1.4.Tujuan
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku
agresif siswa kelas X di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun
ajaran 2014/2015 serta implikasinya terhadap program latihan asertif.
Berdasarkan tujuan umum penelitian, maka dirumuskan tujuan-tujuan
khusus sebagai berikut ini.
1. Mengidentifikasi perilaku agresif siswa kelas X di SMA Laboratorium
Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2014/2015.
2. Merancang program latihan asertif untuk mereduksi perilaku agresif siswa
kelas X di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran
2014/2015.
1.5.Manfaat
Berikut ini adalah manfaat yang diperoleh melalui pelaksanaan penelitian
yang dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis yang diperoleh adalah penelitian diharapkan dapat
memperluas wawasan keilmuan dalam bidang pendidikan khususnya dalam
bidang bimbingan dan konseling untuk siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)
dalam kajian keilmuan mengenai latihan asertif dalam mereduksi perilaku
agresif siswa kelas X.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diperoleh adalah melalui pelaksanaan penelitian
ini dapat memberikan tambahan wawasan dan keterampilanbagi guru
Bimbingan dan Konseling di sekolah khususnya di SMA dalam merancang
1.6.Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi skripsi terbagi ke dalam lima bab, yang terdiri dari Bab
I (Pendahuluan) yang berisi latar belakang, identifikasi dan rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian. Bab II (Konsep Latihan Asertif dalam
Mereduksi Perilaku Agresif) berisi mengenai konsep teoretis mengenai
kecernderungan remaja berperilaku agresif, perilaku agresif, peran bimbingan dan
konseling dalam menangani perilaku agresi, serta latihan asertif dalam
penanganan perilaku agresif. Bab III (Metodologi Penelitian) berisi desain
penelitian, partisipan penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode
penelitian, definisi operasional variabel, instrumen penelitian, analisis data, dan
prosedur penelitian. Bab IV (Hasil Penelitian dan Pembahasan) berisi mengenai
hasil olah data yang dilakukan peneliti guna mengungkap profil perilaku agresif
dan rancangan program latihan asertif untuk mereduksi perilaku agresif siswa
SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Kelas X tahun ajaran 2014/2015, serta
pembahasan penelitian, dan yang terakhir adalah Bab V (Penutup) berisi
BAB I PENDAHULUAN
Bab satu merupakan pendahuluan dalam pelaporan penelitian yang
menjelaskan latar belakang penelitian, fokus yang ditelaah dalam penelitian ini
adalah masalah siswa yang terkait dengan perilaku agresi yang berusaha direduksi
melalui latihan asertif. Kemudian dijelaskan pula mengenai rumusan masalah,
tujuan penelitian, serta manfaat penelitian.
1.1.Latar Belakang Masalah
Pendidikan bertujuan untuk memenuhi kodrat manusia sebagai pemimpin
di muka bumi. Upaya yang dilakukan di institusi pendidikan secara khusus
dilakukan agar siswa dapat menampilkan sikap yang mencerminkan pribadi yang
baik dari segi akademis maupun non-akademis. Dewasa ini perhatian terhadap
perkembangan aspek non-akademis siswa khususnya karakter lebih dikedepankan
karena cerdas secara akademis jika tidak disertai dengan kebaikan karakter yang
dimiliki tidak akan menciptakan generasi penerus bangsa yang akan membangun
negeri menuju kemajuan, melainkan sekolah hanya melahirkan orang-orang yang
cerdas yang kelak mengimplementasikan kecemerlangannya dalam hal yang tidak
baik.
Salah satu perilaku yang tidak mencerminkan karakter yang baik adalah
perilaku agresif. Perilaku agresif kerap ditemui pada siswa di lingkungan sekolah,
akibat yang ditimbulkan dari perilaku agresif adalah terganggunya keamanan dan
kenyamanan dari orang lain, membuat keresahan dan masalah bagi diri sendiri
dan orang lain, Maslow menyatakan bahwa, „whether aggression is present in the
school or elsewhere, it violates one of the basic needs of children (and adults)—
the need for safety‟ (Schecthman, 2009). Maksudnya adalah agresi yang terjadi di
sekolah atau dimanapun, hal tersebut mengganggu kebutuhan dasar dari anak (dan
dewasa) yaitu kebutuhan akan rasa aman. Perilaku agresif adalah perilaku yang
memiliki tujuan untuk merugikan pihak lain baik kerugian secara fisik maupun
verbal, seperti yang dinyatakan oleh Myers (2012: 69) bahwa agresi (aggression)
yang dimaksudkan untuk menyebabkan kerusakan. Faktor penyebab perilaku
agresif adalah berasal dari faktor internal dan eksternal, dimana sifat bawaan yang
dimiliki oleh individu itu sendiri serta pengaruh lingkungan terhadap dirinya
sangat berperan penting dalam kemunculan perilaku agresif, McDonald dan
Brown (1997) mengemukakan terdapat faktor dari perilaku agresif adalah faktor
individual (psikososial dan biologis) dan sosial (makrososial dan mikrososial).
Fenomena perilaku agresif siswa yang terjadi di Indonesia cukup menyita
perhatian masyarakat. Salah satu bentuk perilaku agresif siswa yang marak
dikabarkan di media massa adalah tawuran, kekerasan fisik pada teman sebaya,
serta bullying. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat
sepanjang tahun 2012 terjadi 147 kasus tawuran, dari 147 kasus tersebut, sudah
memakan korban jiwa sebanyak 82 anak. Kasus tersebut telah meningkat dari
tahun sebelumnya yang berjumlah 128 kasus (Kuwado, 2012). Kasus tawuran
yang terjadi di tahun 2012 di Bandung adalah kasus antara SMAN 20 dengan
SMKN 2 Bandung yang terjadi pada 7 Desember 2012, tidak ada korban yang
terjatuh dari peristiwa tersebut namun polisi tetap melakukan mediasi terhadap
kedua belah pihak (Dwiputra, 2012). Maraknya kasus tawuran di Indonesia
menimbulkan kekhawatiran banyak pihak terutama polisi sebagai aparat
keamanan, terbukti dengan Polda Jabar yang membuat program pengadaan polisi
sekolah sebanyak 10-15 siswa pada masing-masing sekolah untuk bersinergi
menjaga keamanan dan ketertiban sekolahnya serta menghindari tawuran
(Kuswandi, 2012). Tidak hanya tawuran, bentuk kekerasan yang terjadi secara
internal di dalam sekolah pun masih banyak terjadi, terbukti dengan hasil survei
yang dilakukan oleh Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi,
Universitas Gadjah Mada (Kurniawan, 2011) terhadap siswa SMU dan SMK di
empat kota besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur menemukan tingginya tingkat
kasus kekerasan di sekolah. Dari survei ini juga diketahui relatif tingginya
perasaan tidak puas siswa terhadap situasi kehidupan mereka di sekolah. Di luar
itu, ditemukan masalah kesehatan mental dan psikososial dalam tingkat sedang
ditemukan kurang lebih sepertiga dari responden. Hasil dari survey yang
prognosis yang mencakup empat aspek dalam pembentukan sekolah sejahtera
(Kurniawan, 2011), yakni pengembangan kondisi sekolah, pengembangan
hubungan sosial di sekolah, pengembangan aktualisasi diri, dan pengembangan
status kesehatan meliputi kesehatan mental, kesehatan spiritual dan kesehatan
fisik.
Fenomena lain yang terkait dengan kecenderungan perilaku agresif di
SMA Laboratorium (Percontohan) UPI diketahui berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Rien Dwi Puswati (2010) terkait kontrol diri pada siswa kelas XI
di SMA Laboratorium Percontohan UPI (Universitas Pendidikan Indonesia)
Bandung tahun ajaran 2010/2011 menunjukkan sebanyak 56.51% siswa tidak
dapat mengontrol perilaku atau self-control yang dimiliki siswa masih rendah
(Dwi, 2010). Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan A. Eka Septilla (2010)
terkait penyesuaian diri pada siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI
Bandung tahun ajaran 2010/2011, menunjukkan bahwa sebanyak 43% siswa
memiliki penyesuaian diri yang buruk, sedangkan salah satu indikator
penyesuaian diri yang normal adalah terhindar dari ekspresi emosi yang
berlebihan, merugikan dan tidak mampu mengontrol diri (Septilla, 2010).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di SMA
Laboratorium (Percontohan) UPI menunjukkan terdapatnya gejala perilaku
agresif. Observasi yang dilakukan oleh peneliti yang dikhususkan pada kelas X
ditujukan untuk melihat gejala yang muncul dari perilaku yang ditunjukkan oleh
siswa. Siswa menunjukkan sikap kurang hormat dan berbicara yang kurang
pantas, sikap tersebut ditunjukkan terutama kepada teman, guru yang masih baru
dan praktikan Program Pengalaman Lapangan (PPL). Tidak jarang pertengkaran
terjadi antar siswa yang terjadi secara terang-terangan di depan siswa lainnya.
Penelitijuga melakukan wawancara dengan guru BK terkait gejala perilaku yang
terjadi di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI, hasil wawancara adalah siswa di
sekolah tersebut dinilai rendah dalam etika berperilaku. Hasil analisis ITP
(Inventori Tugas Perkembangan) yang dilaksanakan oleh guru BK, menunjukkan
bahwa pada setiap kelas memiliki kecenderungan yang hampir sama, yaitu rendah
observasi, peneliti mengambil populasi dan sampel penelitian pada siswa kelas X
selain karena terdapat gejala agresi, siswa kelas X termasuk dalam masa remaja
awal, Hurlock (dalam Sobur, 2003) menyatakan keseimbangan emosional dan
ketidakstabilan dalam banyak hal terjadi dalam masa ini.
Melihat dari fenomena tingginya kasus kekerasan dan perilaku yang tidak
sepantasnya dilakukan oleh pelajar, menjadi sebuah tanggung jawab yang lebih
untuk para pendidik serta orang tua secara bersama-sama membentuk karakter
penerus bangsa menjadi manusia-manusia berilmu dan berbudi pekerti luhur.
Terkait dengan upaya mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan,
bimbingan dan konseling hadir sebagai layanan yang berorientasi pada
perkembangan peserta didik (individu) yang optimal dan memandirikan yang
sejalan dengan tujuan pendidikan. Definisi bimbingan menurut Shertzer dan Stone (Yusuf, 2009: 38) adalah “Process of helping an individual to understand himself and his world”, maksudnya adalah proses pemberian bantuan kepada siswa agar
mampu memahami diri dan lingkungannya. Senada dengan itu, Kartadinata (Yusuf, 2009: 38) menyatakan bahwa, “proses membantu siswa untuk mencapai perkembangan secara optimal”. Definisi dari konseling menurut Robinson (Yusuf, 2009: 43) adalah “semua bentuk hubungan antara dua orang, di mana yang seorang, yaitu klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif
terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.”.Menurut ASCA (American School
Counselor Association) mengemukakan definisi konseling adalah, “hubungan
tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian
kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan
dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya.”
(dalam Depdiknas, 2008). Disimpulkan bahwa layanan bimbingan dan konseling
adalah suatu proses interaksi yang terdiri dari konselor dan konseli, dimana
konselor membantu konseli agar dapat memahami diri sendiri dan lingkungan
serta dapat menyelesaikan masalah di dalam kehidupan secara mandiri dan
bertanggung jawab. Melihat dari definisi layanannya, bimbingan dan konseling
menjadi hal yang dibutuhkan sebagai salah satu fasilitator di sekolah untuk
Urgensi layanan bimbingan dan konseling pada masa remaja, dikarenakan
masa ini merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) dimana seringkali
terjadi konflik yang seringkali menjadi tekanan (stress) dan guncangan pada masa
ini dan menjadi tekanan bagi diri remaja, sebagaimana disampaikan oleh Santrock (2011: 352), “In 1904, G. Stanley Hall proposed the “storm-and-stress” view that adolescence is a turbulent time charged with conflict and mood swings”. Artinya
adalah pada tahun 1904, G. Stanley Hall mengusulkan "badai dan stres"
merupakan pandangan bahwa masa remaja adalah masa bergolak dibebankan
dengan konflik dan perubahan suasana hati. Maksudnya adalah masa remaja
penuh dengan konflik serta perubahan suasana hati, oleh karena itu disebut masa “badai dan stres”. Pada masa “storm and stress” ini bimbingan yang diberikan
adalah ditujukan untuk mempersiapkan remaja agar memiliki keterampilan dan
kemandirian untuk bisa menghadapi dan mengatasi masalah yang terjadi dalam
dinamika kehidupannya pada masa yang penuh tekanan.
Salah satu upaya dalam menangani perilaku agresif adalah latihan asertif. Michel (2008, hlm. 6) menyatakan bahwa asertif adalah, “A way of communicating our feelings, thoughts, and beliefs in an open, honestmanner
without violating the rights of others.”, maksudnya adalah asertif merupakan cara
mengkomunikasikan perasaan, pikiran, dan kepercayaan kita dengan terbuka,
tindakan jujur tanpa menyakiti hak orang lain. Hal tersebut menunjukkan kontras
antara perilaku asertif dan agresif. Penelitian terdahulu yang mengungkapkan
efektivitas latihan asertif dalam menangani perilaku agresif salah satunya adalah
penelitian Zaker dan Sepanlou (2013) dengan judul “Effect of anger control and
assertiveness skills training on reducing aggression of high school first grade girl
students toward their mothers”, memiliki hasil yang menunjukkan bahwa kontrol
kemarahan dan keterampilan asertif efektif dalam mengurangi perilaku agresif
siswi SMA yang dilakukan terhadap ibunya. Diharapkan, layanan bimbingan dan
konseling dengan menggunakan teknik latihan asertif mampu mengurangi
perilaku agresif siswa. Oleh karena itu, berdasarkan gejala yang terjadi di SMA
Laboratorium (Percontohan) UPI dan kajian teori yang mengarah pada
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian sebagai berikut, “Profil Perilaku Agresif Remaja Kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Tahun Ajaran
2014/2015”.
1.2.Identifikasi dan Perumusan Masalah
Perilaku agresif adalah perilaku yang tidak sesuai dengan tuntutan sosial
dan menentang tugas perkembangan manusia yaitu pada tahap remaja dimana
individu berperilaku sesuai dengan tanggung jawab sosial. Perilaku tersebut mengganggu kenyamanan lingkungan karena dalam pengertian „agresi‟ sendiri adalah „menyerang‟ yang tentunya membawa dampak yang tidak baik bagi diri sendiri dan orang lain. Agresi adalah perilaku yang memiliki unsur penyerangan
dengan maksud untuk menghindari kerugian atau sebuah ungkapan dari rasa
kecewa, dengan kata lain bahwa tindakan tersebut adalah wujud dari respon atas
perasaan tidak nyaman atau menyenangkan yang ditampilkan dengan cara
menyerang pihak lain yang dianggap mengancam atau merugikan. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia online (kbbi.web.id) agresif adalah cenderung
(ingin) menyerang sesuatu yang dipandang sebagai hal atau situasi yang
mengecewakan, menghalangi, atau menghambat.Perilaku agresif dalam penelitian
ini adalah sebagai variabel terikat.Moffit(dalam Sahrani, 2003) menyatakan “perilaku agresi, perilaku antisosial, terutama kejahatan dan kekerasan yang serius meningkat pada usia remaja”.Agresi adalah perilaku yang memiliki unsur
penyerangan dengan maksud untuk menghindari kerugian atau sebuah ungkapan
dari rasa kecewa.Agresif adalah perilaku yang bersifat agresi.Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia online (kbbi.web.id) agresif adalah cenderung (ingin)
menyerang sesuatu yang dipandang sebagai hal atau situasi yang mengecewakan,
menghalangi, atau menghambat.
Batasan dalam penelitian ini adalah gambaran perilaku agresif siswa
sebagai landasan dalam penyusunan program latihan asertif. Latihan asertif atau
assertive training merupakan prosedur yang melatih individu agar dapat bersikap
asertif, pentingnya bersifat asertif dalam penanganan perilaku agresif adalah untuk
pada dampak yang tidak baik seperti dijauhi orang lain karena mengancam
keamanan dan kenyamanan orang lain dan bahkan membahayakan keamanan diri
sendiri. Rees & Graham (2006:1) menyatakan bahwa, “To be assertive is to be
able to express yourself clearly, directly and appropriately, to value what you
think and feel, to have esteem and respect for yourself; to recognize your own
strengths and limitations”. Maksud dari pernyataan tersebut adalah bersikap
asertif adalah untuk dapat mengekspresikan diri dengan jelas, secara langsung dan
tepat, nilai apa yang diri sendiri pikirkan dan rasakan, memiliki harga diri dan
menghormati diri sendiri, untuk mengenali kekuatan dan keterbatasan diri.
Latihan asertif dalam penelitian ini berkedudukan sebagai variabel bebas.
Uraian di atas menunjukkan bahwa menjadi asertif adalah bagaimana
individu mengutarakan serta mengekspresikan perasaan serta kebutuhannya
dengan tepat, sangat bertolak belakang dengan agresif yang mengekspresikan
perasaan serta kebutuhannya dengan cara yang merugikan diri sendiri dan orang
lain. Merujuk pada pendapat ahli mengenai teori pendekatan perilaku yang efektif
dalam menangani perilaku agresif yang salah satu di dalamnya adalah penggunaan
latihan asertif. Populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa SMA kelas X di SMA Laboratorium UPI tahun ajaran 2014/2015.
1.3.Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan pada subbab
sebelumnya, maka dirumuskan beberapa pertanyaan masalah sebagai berikut.
1. Seperti apa profil perilaku agresif siswa kelas X SMA Laboratorium
Percontohan UPI tahun ajaran 2014/2015?
2. Seperti apa bentuk rancangan penanganan latihan asertif untuk mereduksi
perilaku agresif siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI tahun
1.4.Tujuan
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku
agresif siswa kelas X di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun
ajaran 2014/2015 serta implikasinya terhadap program latihan asertif.
Berdasarkan tujuan umum penelitian, maka dirumuskan tujuan-tujuan
khusus sebagai berikut ini.
1. Mengidentifikasi perilaku agresif siswa kelas X di SMA Laboratorium
Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2014/2015.
2. Merancang program latihan asertif untuk mereduksi perilaku agresif siswa
kelas X di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran
2014/2015.
1.5.Manfaat
Berikut ini adalah manfaat yang diperoleh melalui pelaksanaan penelitian
yang dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis yang diperoleh adalah penelitian diharapkan dapat
memperluas wawasan keilmuan dalam bidang pendidikan khususnya dalam
bidang bimbingan dan konseling untuk siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)
dalam kajian keilmuan mengenai latihan asertif dalam mereduksi perilaku
agresif siswa kelas X.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diperoleh adalah melalui pelaksanaan penelitian
ini dapat memberikan tambahan wawasan dan keterampilanbagi guru
Bimbingan dan Konseling di sekolah khususnya di SMA dalam merancang
1.6.Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi skripsi terbagi ke dalam lima bab, yang terdiri dari Bab
I (Pendahuluan) yang berisi latar belakang, identifikasi dan rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian. Bab II (Konsep Latihan Asertif dalam
Mereduksi Perilaku Agresif) berisi mengenai konsep teoretis mengenai
kecernderungan remaja berperilaku agresif, perilaku agresif, peran bimbingan dan
konseling dalam menangani perilaku agresi, serta latihan asertif dalam
penanganan perilaku agresif. Bab III (Metodologi Penelitian) berisi desain
penelitian, partisipan penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode
penelitian, definisi operasional variabel, instrumen penelitian, analisis data, dan
prosedur penelitian. Bab IV (Hasil Penelitian dan Pembahasan) berisi mengenai
hasil olah data yang dilakukan peneliti guna mengungkap profil perilaku agresif
dan rancangan program latihan asertif untuk mereduksi perilaku agresif siswa
SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Kelas X tahun ajaran 2014/2015, serta
pembahasan penelitian, dan yang terakhir adalah Bab V (Penutup) berisi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab tiga membahas mengenai desain penelitian yang digunakan, populasi
dan lokasi penelitian, pengembangan instrumen, serta pengumpulan dan
pengolahan data.
3.1.DesainPenelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif menggunakan analisis data yang bersifat kuantitatif atau
statistik (Sugiyono, 2013).
Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan gambaran umum
perilaku agresif siswa. Tujuan akhir penelitian adalah tersusunnya rancangan
program latihan asertif untuk mereduksi perilaku agresif siswa. Berdasarkan fokus
serta tujuan penelitian, penelitian menggunakan metode deskriptif.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomema
yang ada (Sukmadinata, 2012, hlm. 72).
3.2.Partisipan Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Laboratorium (Percontohan) Universitas
Pendidikan Indonesia yang terletak di Jl. Sanjayaguru yang berada di dalam
Komplek Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Jl. Setiabudi No. 229
Kota Bandung. Pemilihan SMA Laboratorium (Percontohan) UPI sebagai tempat
penelitian didasarkan pada hasil studi pendahuluan yang menunjukkan bahwa
kerap kali kasus pertengkaran yang terjadi secara terang-terangan di lingkungan
internal sekolah antar siswa, baik siswa pada satu angkatan atau berkaitan dengan
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Laboratorium
(Percontohan) UPI tahun ajaran 2014/2015 yang masih terdaftar aktif dalam
proses pembelajaran. Jumlah siswa kelas X adalah 245 orang. Sampel yang
digunakan adalah sampling jenuh, yaitu sampel yang mewakili jumlah populasi.
3.4. Definisi Operasional Variabel
Agar tidak terjadi kekeliruan dalam menafsirkan variabel yang terdapat
dalam penelitian ini, maka berikut ini adalah definisi operasional masing-masing
variabel.
3.4.1. Perilaku Agresif
Secara operasional, yang dimaksud dengan perilaku agresif dalam penelitian
ini adalah kecenderungan siswa kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI
tahun ajaran 2014/2015 menampilkan respon atas situasi yang tidak
menyenangkan bagi pelaku yang dituangkan dalam aspek fisik
(fisik-aktif-langsung, fisik-aktif-tidak (fisik-aktif-langsung, fisik-pasif-(fisik-aktif-langsung, dan fisik-pasif-tidak
langsung) dan atau verbal (verbal-aktif-langsung, verbal-aktif-tidak langsung,
verbal-pasif-langsung, dan verbal-pasif-tidak langsung) yang ditujukan terhadap
teman dan atau pihak yang tidak disukai atau dianggap merugikan dengan tujuan
untuk menciptakan situasi yang merugikan orang lain.
Agresi fisik merupakan tindakan agresi yang dilakukan berkaitan dengan
aktivitas fisik. Agresi fisik tertuang dalam klasifikasi dan indikator perilaku di
bawah ini:
1) Fisik-Aktif-Langsung
Agresi fisik-aktif-langsung adalah agresi yang berkaitan dengan aktivitas
fisik yang secara langsung dilakukan oleh pelaku untuk menyakiti korban yang
dianggap menciptakan situasi yang tidak menyenangkan bagi pelaku. Indikator
perilaku yang menunjukkan agresi fisik-aktif-langsung adalah sebagai berikut:
a) Menyerang fisik teman yang dianggap merugikan.
(2) Memukul dengan benda pada teman yang membuat kesal.
(3) Mendorong hingga teman yang tidak disukai terjatuh.
(4) Menendang teman yang membuat kesal.
(5) Berkelahi sebagai cara penyelesaian masalah.
(6) Melemparkan benda pada teman yang tidak disukai.
(7) Menjegal kaki teman yang tidak disukai agar terjatuh.
2) Fisik-Aktif-Tidak Langsung
Agresi fisik-aktif-tidak langsung adalah agresi yang menggunakan
aktivitas fisik dengan tujuan menyakiti atau merugikan orang lain yang
dilakukan tidak secara langsung oleh pelaku, melainkan agresi yang dilakukan
melalui perantara baik orang lain atau benda. Indikator perilaku yang
menunjukkan agresi fisik-aktif-langsung adalah sebagai berikut:
a) Menyuruh/menghasut teman untuk menyerang fisik orang yang dianggap
merugikan.
(1) Meminta orang lain untuk memukul teman yang tidak disukai.
(2) Meminta orang lain untuk memukul dengan benda teman yang
membuat tersinggung.
(3) Menyuruh orang lain untuk mendorong teman yang membuat masalah
hingga terjatuh.
(4) Meminta orang lain untuk menendang teman yang membuat sakit hati.
(5) Meminta orang lain untuk berkelahi dengan teman yang membuat
marah.
(6) Membayar orang lain untuk mengeroyok teman yang merugikan.
b) Menciptakan kondisi yang merugikan korban secara fisik.
(1) Membasahi jalan yang dilewati teman yang membuat marah agar
terpeleset.
(2) Merusak bangku teman yang membuat kesal agar terjatuh ketika
duduk.
(3) Meletakkan benda di jalan yang akan dilewati teman yang tidak
(4) Menggeser bangku teman yang tidak disukai secara tiba-tiba agar
terjatuh.
3) Fisik-Pasif-Langsung
Agresi fisik-pasif-langsung adalah agresi yang dilakukan berkaitan
dengan aktivitas fisik namun tidak menyerang fisik korban, melainkan dengan
menghalangi korban melakukan kewajiban atau mencapai keinginan korban.
Indikator agresi fisik-pasif-langsungadalah sebagai berikut:
a) Merusak benda milik teman yang tidak disukai untuk menghambat
aktivitasnya.
(1) Mengempeskan ban kendaraan (mobil/motor/sepeda) milik teman
yang menyinggung perasaan.
(2) Merusak alat tulis milik teman yang membuat sakit hati agar tidak
dapat menulis catatan.
(3) Menyobek buku catatan teman yang tidak disukai agar tidak dapat
membaca catatan materi pelajaran.
b) Menyembunyikan benda milik teman yang dianggap merugikan untuk
menghambat pencapaian tujuannya.
(1) Menyembunyikan buku tugas milik teman yang membuat kesal agar
dirinya tidak dapat mengumpulkan tugas.
(2) Menyembunyikan kunci kendaraan milik teman yang membuat sakit
hati agar dirinya terhambat untuk pulang.
(3) Tidak menyerahkan kepada guru titipan tugas milik teman yang
membuat kecewa.
4) Fisik-Pasif-Tidak Langsung
Agresi fisik-pasif-tidak langsung adalah agresi yang berkaitan dengan
aktivitas fisik yang dituangkan melalui penolakan untuk melakukan tugas atau
aktivitas yang diperlukan/diharapkan. Indikator perilaku agresi fisik-pasif-tidak
langsung adalah sebagai berikut:
a) Menolak untuk melaksanakan instruksi yang diberikan oleh guru yang
(1) Menolak untuk duduk di tempat yang ditunjuk oleh guru untuk
ditempati karena pernah merasa sakit hati dengan guru tersebut.
(2) Tidak berada di dalam kelas ketika mata pelajaran guru yang tidak
disukai.
(3) Sengaja terlambat masuk ke dalam kelas pada mata pelajaran dari
guru yang pernah memarahi.
(4) Tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR) agar guru yang tidak
disukai kesal.
b) Menolak untuk melaksanakan instruksi atau permintaan dari teman yang
tidak disukai.
(1) Menolak untuk bergeser ketika teman yang membuat kesal meminta
untuk bergeser.
(2) Menunjukkan kekesalan dengan beranjak pergi ketika teman yang
membuat sakit hati datang menghampiri.
(3) Tidak melaksanakan tugas kelompok untuk membuat orang lain kesal
karena ada teman dalam kelompok yang menyinggung perasaan.
Agresi selanjutnya adalah agresi verbal, yatu agresi yang dilakukan
berkaitan dengan aktivitas verbal. Berikut ini adalah klasifikasi dan indikator dari
jenis agresi verbal:
1) Verbal-Aktif-Langsung
Agresi verbal-aktif-langsung adalah agresi yang melibatkan aktivitas
verbal yang langsung disampaikan oleh pelaku terhadap korban dengan niat
untuk melukai perasaan korban yang dianggap telah merugikan pelaku.
Indikator dari agresi verbal-aktif-langsung adalah sebagai berikut:
a) Berkata kasar pada teman yang tidak disukai.
(1) Membalas ejekan teman dengan ejekan kembali karena merasa
terhina.
(2) Menghina keluarga teman yang membuat kesal.
(3) Menghina teman yang membuat marah.
(5) Membentak teman yang tidak melakukan apa yang diharapkan.
b) Membicarakan hal yang memojokkan atau mengancam orang yang
dianggap merugikan.
(1) Menyindir teman yang pernah melakukan kesalahan.
(2) Memojokkan pendapat teman yang membuat kesal ketika diskusi di
kelas agar mempermalukannya.
(3) Mengancam akan mengeroyok pada teman yang membuat marah.
c) Berbicara dengan nada bicara yang tinggi ketika marah.
(1) Membentak pada teman yang membuat kesal.
(2) Berteriak ketika memarahi teman yang membuat kesal.
2) Verbal-Aktif-Tidak Langsung
Agresi verbal-aktif-tidak langsung adalah agresi yang berkaitan
dengan aktivitas verbal yang dilakukan oleh pelaku namun tidak langsung
disampaikan pada korban. Indikator dari agresi verbal-aktif-tidak langsung
adalah sebagai berikut:
a) Menyebarkan fitnah mengenai teman yang tidak disukai.
(1) Menceritakan kebohongan tentang kejadian memalukan pada orang
lain tentang teman yang membuat sakit hati.
(2) Mengadu domba orang lain dengan teman yang pernah membuat
marah agar terjadi pertengkaran diantara keduanya.
(3) Mengarang cerita tentang teman yang pernah membuat sakit hati
agar orang lain tidak suka kepadanya.
b) Menyebarkan aib milik teman yang tidak disukai.
(1) Menceritakan hal yang memalukan dari teman yang membuat kesal
agar orang lain menertawakannya.
(2) Membicarakan kelemahan yang dimiliki oleh teman yang tidak
disukai agar orang lain meremehkannya.
(3) Menyebarkan keburukan yang dimiliki oleh teman yang pernah
3) Verbal-Pasif-Langsung
Agresi verbal-pasif-langsung adalah agresi yang dilakukan dengan
cara menolak melakukan aktivitas verbal yang diharapkan oleh orang lain.
Indikator dari agresi verbal-pasif-langsung adalah sebagai berikut:
a) Enggan berbicara pada teman yang tidak disukai.
(1) Tidak menjawab sapaan dari teman yang pernah membuat sakit
hati.
(2) Enggan berbicara dalam waktu lama ketika diajak bicara oleh
teman yang membuat kesal.
(3) Enggan meminta maaf pada teman ketika telah melakukan
kesalahan.
(4) Berpura-pura tidak mendengar ketika disapa oleh teman yang
membuat marah.
4) Verbal-Pasif-Tidak Langsung
Agresi verbal-pasif-tidak langsung adalah agresi yang dilakukan
dengan tidak melakukan aktivitas verbal yang dapat menyelamatkan orang
lain dari situasi yang merugikan dikarenakan orang tersebut pernah
bermasalah dengan pelaku. Indikator dari agresi verbal-pasif-tidak langsung
adalah sebagai berikut:
a) Sengaja tidak melakukan aktivitas verbal yang dapat membantu orang
lain keluar dari masalah.
(1) Membiarkan teman yang pernah membuat sakit hati difitnah oleh
orang lain.
(2) Tidak mencegah orang lain untuk memarahi teman yang pernah
membuat kesal sekalipun mengetahui dirinya tidak bersalah.
(3) Tidak melakukan pembelaan pada teman yang membuat
tersinggung ketika dikritik secara tidak adil oleh orang lain.
(4) Membiarkan orang lain membicarakan aib milik teman yang telah
3.4.2. Latihan Asertif
Latihan asertif merupakan serangkaian langkah yang dilakukan oleh peneliti
selaku konselor sebanyak lima tahapan/sesi (mengidentifikasi target perilaku,
menetapkan prioritas untuk situasi dan perilaku, memerankan situasi,
pengulangan, dan memindahkan pada situasi nyata) dengan masing-masing
tahapan berdurasi dua jam terhadap konseli yaitu satu kelompok siswa kelas X
SMA Laboratorium (Percontohan) UPI tahun ajaran 2014/2015 dengan kategori
perilaku agresif sedang, tinggi dan sangat tinggi yang bertujuan untuk mereduksi
perilaku agresif untuk mencapai perilaku asertif. Perilaku asertif membuat
individu bebas untuk memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan cara yang
sesuai dengan tanggung jawab sosial. Individu asertif menjunjung hak orang lain
dan juga hak dirinya sendiri, sikap asertif mencegah individu agar tidak
melakukan hal yang merugikan diri sendiri dan pihak lain.
Langkah-langkah pelaksanaan latihan asertif adalah sebagai berikut ini:
1) Mengidentifikasi target perilaku. Maksudnya adalah pada tahap ini
konselor membantu konseli untuk mengidentifikasi perilaku-perilaku apa
yang menjadi target penanganan atau perilaku yang tidak tepat.
2) Menetapkan prioritas untuk situasi dan perilaku. Tahap kedua adalah
membuat prioritas situasi apa yang paling sering memicu tindakan agresif
terjadi, sehingga didahulukan untuk ditangani.
3) Memerankan situasi. Pada tahap ini konseli mencoba memerankan situasi
yang bisa memicu tindakan agresi dengan respon atau tindakan yang
belum diubah atau apa adanya.
4) Pengulangan. Pada tahap ini konseli mengulangi memerankan situasi yang
sama namun dengan respon yang telah dimodifikasi menggunakan
keterampilan berperilaku asertif.
Memindahkan pada situasi nyata. Setelah keterampilan sosial dalam
perilaku asertif dilatih, konseli mencoba melatihnya kembali dengan
3.5. Instrumen Penelitian
3.5.1. Jenis Instrumen
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
angket. Jenis angket yang digunakan adalah angket tertutup. Skala pengukuran
yang digunakan menggunakan skala Likert, yaitu skala yang memiliki gradasi dari
sangat positif sampai sangat negatif (Sugiyono, 2008). Instrumen Likert yang
digunakan memiliki lima alternatif jawaban yaitu “Selalu”, “Sering”, “Kadang
-kadang”, “Hampir Tidak Pernah”, dan “Tidak Pernah”. Skala perilaku agresif ini
digunakan untuk mengukur agresivitas siswa sebelum dan sesudah diberikan
perlakuan latihan asertif.
3.5.2. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Berikut ini merupakan tabel 3.1 yang berisikan kisi-kisi instrumen
penelitian yang telah melalui proses validasi oleh dosen pakar BK.
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen
Variabel Aspek Indikator Pernyataan (+) No.
Item ∑
Saya menyelesaikan masalah dengan berkelahi
5
merugikan teman yang membuat tersinggung Saya menyuruh orang lain untuk mendorong teman yang membuat masalah hingga terjatuh
10
Saya meminta orang lain untuk menendang teman yang membuat sakit hati
11
Saya meminta orang lain untuk berkelahi dengan teman yang membuat marah
12
Saya membayar beberapa orang untuk mengeroyok teman yang merugikan dilewati teman yang membuat marah agar terpeleset
14 4
Saya merusak bangku teman yang membuat kesal agar terjatuh ketika duduk
Saya menggeser bangku teman yang membuat tersinggung secara
Saya mengempeskan ban kendaraan milik teman yang tidak dapat membaca catatan materi pelajaran
Saya menyembunyikan buku tugas milik teman yang membuat kesal agar dirinya tidak dapat mengumpulkan tugas
21 3
Saya menyembunyikan kunci kendaraan milik teman yang membuat sakit hati agar dirinya terhambat untuk pulang
22
Saya tidak menyerahkan kepada guru titipan tugas milik teman yang pernah membuat sakit hati
23
pasif – untuk ditempati karena merasa sakit hati pada guru tersebut Saya tidak berada di dalam kelas dari guru yang pernah memarahi
26
Saya tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR) agar guru yang tidak disukai merasa kesal
27
Saya menolak untuk bergeser duduk/berdiri ketika teman yang membuat kesal meminta untuk bergeser
28 3
Saya menunjukkan kekesalan dengan beranjak pergi ketika teman yang membuat sakit hati datang menghampiri
29
Saya tidak melaksanakan tugas kelompok apabila ada teman sekelompok yang menyinggung perasaan saya dengan ejekan kembali karena merasa terhina
31 5
Saya menghina keluarga teman yang membuat kesal membuat kesal dengan perkataan kasar
tinggi ketika marah Saya berteriak ketika memarahi
Saya menceritakan kebohongan tentang teman yang membuat
Saya mengarang cerita tentang teman yang membuat sakit hati
Saya membicarakan kelemahan yang dimiliki oleh teman yang tidak disukai agar orang lain meremehkannya
45
Saya menyebarkan keburukan yang dimiliki oleh teman yang teman yang pernah membuat sakit hati
47 4
Saya enggan berbicara dalam waktu lama ketika diajak bicara oleh teman yang membuat kesal
48
Saya enggan meminta maaf pada teman ketika melakukan kesalahan
49
Saya berpura-pura tidak mendengar ketika disapa oleh teman yang membuat marah pernah membuat kesal sekalipun mengetahui dirinya tidak bersalah
52
Saya tidak membela teman yang telah menyinggung saya ketika
dikritik secara tidak adil oleh orang lain
Saya membiarkan orang lain membicarakan aib milik teman yang telah menyinggung perasaan
54
TOTAL ITEM 54
3.5.3. Skoring dan Pengelompokkan Data
Penentuan skor adalah langkah sebelum dilakukannya pengelompokkan data,
pemberian skor memudahkan peneliti untuk memberikan penilaian terhadap hasil
pengisian instrumen perilaku agresis. Pemberian skor dari angket perilaku agresi
siswa dapat dilihat pada Tabel 3.2 pedoman penilaian instrumen berikut ini.
Tabel 3.2
Kriteria skor "selalu" adalah apabila responden melakukan tindakan agresi
setiap hari dalam rentang waktu satu minggu terakhir. Kriteria skor "sering"
adalah apabila responden melakukan tindakan agresi sebanyak 4-5 kali dalam
kurun waktu satu minggu terakhir. Kriteria skor "kadang-kadang" adalah apabila
responden melakukan tindakan agresi sebanyak 2-3 kali dalam kurun waktu satu
minggu terakhir. Kriteria skor "hampir tidak pernah" adalah apabila responden
melakukan tindakan agresi sebanyak satu kali dalam kurun waktu satu minggu
terakhir. Kriteria skor "tidak pernah" adalah apabila responden tidak melakukan
tindakan agresi dalam kurun waktu satu minggu terakhir.
Setelah pelaksanaan skoring, dilakukan pengelompokkan data untuk
kepentingan kategorisasi data. Hal yang dibutuhkan dalam kategorisasi data
adalah skor maksimal siswa, skor minimal siswa, skor keseluruhan siswa,
Berikut ini dalam Tabel 3.3 disajikan rumusan untuk pengelompokan data
dalam kategori tinggi, sedang, dan rendah.
Tabel 3.3
Rumusan Kategori Skala Kategori Kriteria
Tinggi x > µ + 1.0 σ Sedang µ - 1.0 σ ≤ x <µ + 1.0 σ Rendah x < µ - 1.0 σ
(Azwar, 2012, hlm. 149)
Keterangan :
X : skor subjek µ : rata-rata baku
σ : deviasi standar baku
Hasil penghitungan dari pengolahan data instrumen perilaku agresif
diperoleh rata-rata baku sebesar 83 dan deviasi standar baku sebesar 22, sehingga
diperoleh kategori dalam Tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.4
Rumusan Kategori Perilaku Agresif
Kategori Kriteria
Tinggi x >105
Sedang 61 ≤ x <105
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 3.4, interpretasi kategori perilaku
agresif siswa disajikan dalam Tabel 3.5 berikut ini.
Tabel 3.5 Interpertasi Kategori Kategori Interpretasi Kategori
Tinggi Kategori ini diartikan bahwa siswa dengan frekuensi selalu dan sering dalam menggunakan tindakan agresi dari aspek fisik-aktif-langsung, fisik-aktif-tidak langsung, fisik-pasif-langsung, fisik-pasif-tidak langsung, verbal-aktif-langsung, verbal-aktif-tidak langsung, langsung, dan atau verbal-pasif-tidak langsung dalam menghadapi konflik.
Sedang Kategori ini diartikan bahwa siswa dengan frekuensi kadang-kadang menggunakan tindakan agresi dari aspek aktif-langsung, aktif-tidak langsung, fisik-pasif-langsung, fisik-pasif-tidak langsung, verbal-aktif-langsung, verbal-aktif-tidak verbal-aktif-langsung, verbal-pasif-langsung, dan atau verbal-pasif-tidak langsung dalam menghadapi konflik.
Rendah Kategori ini diartikan bahwa siswa dengan frekuensi hampir tidak pernah dan tidak pernah menggunakan tindakan agresi dari aspek aktif-langsung, fisik-aktif-tidak langsung, langsung, fisik-pasif-tidak langsung, verbal-aktif-langsung, verbal-aktif-fisik-pasif-tidak langsung, langsung, dan atau verbal-pasif-tidak langsung dalam menghadapi konflik.
3.5.4. Uji Validitas
1) Penimbangan Instrumen
Penimbangan kelayakan instrumen dilakukan melalui kegiatan bimbingan
atau penelaahan instrumen dengan tiga orang dosen ahli atau disebut expert
judgement. Kegiatan ini dilakukan untuk menilai apakah instrumen disajikan
secara tepat, baik dari segi konten maupun desain instrumen agar instrumen
tersebut benar-benar mewakili dari apa yang seharusnya diukur atau diungkapkan.
Penimbangan instrumen dilakukan dengan mengajukan penilaian kepada dosen
pakar Bimbingan dan Konseling.
2) Uji Keterbacaan
Uji keterbacaan dilakukan agar pada saat peneliti menyebarkan instrumen,