• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI (SMAN) DI KOTA BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI (SMAN) DI KOTA BANDUNG."

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Departemen Pendidikan Geografi

Oleh:

Daniel Kasidi NIM. 1005724

DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

(SMAN) DI KOTA BANDUNG

Oleh Daniel Kasidi

Sebuahskripsi yang

diajukanuntukmemenuhisalahsatusyaratmemperolehgelarSarjanapadaFakultasPendidikanIlmuPe ngetahuanSosial

© Daniel Kasidi 2014 UniversitasPendidikan Indonesia

Oktober 2014

HakCiptadilindungiundang-undang.

(3)

DANIEL KASIDI 1005724

Disetujui Oleh,

Dosen Pembimbing I

Dr. Hj. Epon Ningrum, M.Pd. NIP. 19620304 198704 2 001

Dosen Pembimbing II

Drs. H. Dadang Sungkawa, M.Pd. NIP. 19550210 198002 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Geografi

(4)
(5)

vii

Daniel Kasidi, 2014

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang ... 1

B. RumusanMasalah ... 5

C. TujuanPenelitian ... 5

D. ManfaatPenelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI A. PreferensiMasyarakat ... 8

B. Sekolah ... 15

C. Lokasi Sekolah ... 23

1. Aksesibilitas ... 23

2. Waktu dan Jarak Tempuh ... 24

D. Sosial Ekonomi Orang Tua... 26

1. Tingkat Pendidikan Orang Tua ... 27

2. Pendapatan Orang Tua ... 27

E. Hipotesis ... 27

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 29

B. PopulasidanSampel ... 29

C. VariabelPenelitian ... 37

D. DefinisiOperasional... 38

(6)

viii

Daniel Kasidi, 2014

F. Teknikpengumpulan Data dan Analisis Data ... 44

1. Teknik Pengumpulan Data ... 44

2. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum LokasiPenelitian ... 48

1. KondisiFisik ... 48

2. KondisiSosial Ekonomi ... 49

3. KondisiPendidikan... 53

B. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 56

1. Karakteristik Sekolah Menengah Atas Negeri ... 56

2. Karakteristik Peserta Didik ... 61

3. Karakteristik Orang Tua ... 64

C. Analisis Data ... 68

1. Uji Normalitas ... 68

2. Uji Hipotesis ... 69

D. Pembahasan ... 79

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 84

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(7)

Daniel Kasidi, 2014

Daniel Kasidi (1005724)

ABSTRAK

Pendidikan menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini. Pentingnya pendidikan menyebabkan masyarakat semakinselektifdalam memilih sekolah yang sesuai, termasuk pada jenjang sekolah menengah atas negeri di kota Bandung. Kota Bandung memiliki 27 sekolah menengah atas negeri yang tersebar pada 30 kecamatan. Preferensi masyarakat dalam memilih sekolah dipengaruhi oleh tiga faktor penting, yaitu kondisi sekolah, lokasi sekolah dan kondisi sosial ekonomi orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara ketiga faktor tersebut dengan preferensi masyarakat terhadap sekolah menengah atas negeri di kota Bandung. Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas XI yang tersebar pada 27 sekolah menengah atas negeri (SMAN) di kota Bandung. Sampel pada penelitian ini terbagi tiga jenis yaitu sekolah, peserta didik dan orang tua. Untuk sampel sekolah dipilih sepuluh sekolah dari 27 sekolah menengah atas negeri yang ada, sampel peserta didik diambil sebanyak 90 peserta didik, dan orang tua juga sebanyak 90 orang. Instrumen penelitian berupa kuesioner, wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis korelasi koefisien spearman rank dengan bantuan SPSS versi 19.Hasil analisis data menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi sekolah yang meliput aspek sarana dan prasarana serta sumber daya manusia (SDM).Sedangkan faktor kondisi sekolah padaaspek prestasi sekolah tidak terdapat hubungan. Faktor lokasi yang meliputi aspek waktu dan jarak tempuh serta aksesibilitas juga memiliki hubungan yang signifikan dengan preferensi masyarakat terhadap sekolah. Faktor kondisi sosial ekonomi orang tua yang meliputi tingkat pendidikan dan pendapatan orang tua tidak terdapat hubungan dengan preferensi masyarakat terhadap sekolah. Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan preferensi masyarakat terhadap sekolah menengah atas negeri (SMAN) adalah faktor kondisi sekolah yang meliputi sarana prasarana dan sumber daya manusia (SDM) serta faktor lokasi yang meliputi aksesibilitas dan waktu serta jarak tempuh. Tetapi untuk aspek prestasi serta faktor sosial ekonomi yang meliputi tingkat pendidikan dan pendapatan orang tua tidak terdapat korelasi. Direkomendasikan untuk seluruh sekolah menengah atas negeri (SMAN) di kota Bandung agar lebih meningkatkansistem pengajaran yang dimiliki sehingga aspek prestasi dapat menjadi salah satu faktor bagi masyarakat dalam memilih sekolah.

(8)

Daniel Kasidi, 2014

Daniel Kasidi (1005724)

ABSTRACT

Education became one of the basic needs for society. The importance ofeducation led public to more selective in choosing the appropriate school, including the high school level in the Bandung City. Bandung has 27 state high schools in 30 districts. Public preferences when choosing a school is influenced by three important factors are condition of the school, school’s location and

parent’s socio-economic conditions. The purpose of this research is to know how much the relationship between these three factors with public preference to public high school in the city state. This research used descriptive method.The population ofthis research were allstudentsof class XIweredisperedin27statehigh schools(SMAN) in Bandung. The sampleinthis research divided intothreetypesschools, pupilsand parents. Tenschoolsselectedfor thesampleof27secondaryschoolsoverthe existingstate, sampleswere takenas much as90learnerspupils, and parentsare alsoas many as90people. Research’s instrumentssuch asquestionnaires, interviews, observationanddocumentation.Data were analyzed usingSpearmanrankcoefficientcorrelationanalysiswith19thversion of SPSS.Analysis resultsshow thatthere is asignificant relationshipbetweenschool conditionswhichcoveraspects ofinfrastructure andhuman resources(HR).While thecondition ofschoolfactorsonschoolachievementaspectthere is no relationship.Locationfactorsinclude aspects oftimeand distance,as well asaccessibility alsohas asignificant correlationwith thepreferencesof theschoolcommunity. Factor ofsocio-economic conditionswhich includethe level ofparentaleducationandparental incomethere was no correlationwith thepreferencesof theschoolcommunity.The Recommendedfor theentirestatehigh school(SMAN) in the cityin order tofurther improve theteaching systemowned bythataspectof achievementmaybe onefactorin choosinga schoolfor the society.

(9)

1

Daniel Kasidi, 2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Salah satu usaha dalam mencapai tujuan pembangunan nasional tentunya

dilakukan dalam bidang pendidikan. Sudjana (dalam Alamsyah, 1989:24)

menjelaskan bahwa pendidikan dalam arti umum adalah komunikasi yang

terorganisasi dan diarahkan untuk menumbuhkan kegiatan belajar. Belajar berarti

upaya seseorang untuk memperoleh sejumlah pengetahuan, keterampilan maupun

sikap yang diperlukan bagi pengembangan diri dalam mencapai kedewasaan.

Oleh karena itu, kebutuhan akan pendidikan merupakan kebutuhan yang

penting. Malcoms Knowles (dalam Alamsyah, 1989:25) menyatakan bahwa

kebutuhan pendidikan adalah sesuatu yang perlu dimiliki oleh seseorang dengan

jalan belajar demi kemajuan dirinya sendiri, kemajuan lembaga yang ia miliki dan

untuk kemajuan masyarakatnya. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut

dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting

tidak hanya untuk suatu individu, namun juga untuk kemajuan suatu lembaga,

masyarakat dan juga tentu untuk negara.

Menurut Nawawi dan Hadari (dalam Alamsyah, 1989:26),sistem

kependidikan nasional di suatu negara lebih dititik beratkanpada pengaturan

penyelenggaraan pendidikan formal yaitu dalam bentuk persekolahan.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa sekolah merupakan

faktor yang penting dalam pendidikan. Sekolah merupakan salah satu satuan

pendidikan yang ada di Indonesia. Pada Undang-undang nomor 20 tahun 2003

pasal 1 ayat 10 dikatakan bahwa satuan pendidikan merupakan kelompok layanan

pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan

jenis pendidikan. Lebih lanjut dijelaskan pada pasal 1 ayat 11, pendidikan formal

merupakan pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas

pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi. Sehingga sekolah tergolong

(10)

Daniel Kasidi, 2014

Ditengah perkembangan zaman yang semakin modern ini, masyarakat

dituntut untuk memilih jalur pendidikan yang tepat dan sesuai. Dan sekolah

merupakan wadah yang harus ditempuh terlebih dahulu sebelum menggapai

jenjang-jenjang kehidupan selanjutnya, baik itu akan melanjutkan pendidikan

menuju perguruan tinggi atau langsung bekerja.

Dan salah satu pilihan yang cukup pelik untuk masa depan adalah ketika

harus memilih arah atau tujuan setelah lulus dari sekolah menengah pertama atau

sederajat. Terdapat 2 pilihan umum yang harus dicermati dengan baik, yaitu

memilih untuk melanjutkan menuju sekolah menengah atas (SMA) atau sekolah

menengah kejuruan (SMK). Dua jenjang yang sama namun berbeda Proses dan

Tujuan. Namun kedua pilihan tersebut merupakan hal-hal yang punya nilai positif

untuk masa depan.

Pengertian sekolah menengah atas (SMA) dijelaskan pada Peraturan

Pemerintah nomor 66 tahun tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan

pendidikan:

Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat SMA, adalah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.

Bersekolah di Sekolah menengah atas yang favorit tentunya menjadi

impian dari setiap peserta didik dan orang tua. Dengan bersekolah ditempat yang

baik, maka kemampuan peserta didik dapat meningkat karena didukung oleh

sistem pengajaran yang baik dan tentunya fasilitas-fasilitas yang mumpuni.

Ditambah lagi dengan persaingan dengan murid-murid lain tentu akan menjadi

motivasi tersendiri untuk meningkatkan kemampuan menjadi lebih baik lagi.

Namun ditengah persaingan sekolah-sekolah favorit yang ada di Indonesia

terdapat hal-hal yang cukup menyita perhatian, yaitu sekolah menengah atas

favorit didominasi oleh sekolah menengah atas negeri.

Sekolah menengah atas di Indonesia pada umumnya diklasifikasikan

menjadi 2 bagian, yaitu negeri dan swasta. Dan seiring dengan berjalannya sistem

(11)

Daniel Kasidi, 2014

tersebut. Para masyarakat umumnya menilai bahwa SMA negeri hanya untuk

kalangan mereka yang berprestasi sedangkan SMA swasta merupakan tempat

mereka yang tidak lulus tes masuk SMA negeri. Bila ada beberapa SMA swasta

yang favorit, sekolah tersebut hanya untuk mereka yang “berada”. Adanya pola pikir tersebutlah yang menyebabkan masyarakat pada umumnya berjuang untuk

masuk menuju sekolah menengah atas negeri dibandingkan untuk masuk sekolah

menengah atas swasta.

Adanya mindset bahwa sekolah menegah atas negeri merupakan sekolah

favorit tentu membuat para peserta didik berusaha keras untuk menempuh

pendidikan di tempat tersebut. Selain lebih menjanjikan untuk masa depan, tentu

biaya untuk sekolah menengah atas negeri dinilai lebih terjangkau. Hal itu

dikarenakan sekolah menengah atas negeri mendapat bantuan pemerintah, berbeda

dengan sekolah menengah swasta yang bersifat mandiri (dana sekolah berasal dari

yayasan).

Dalam rangka menyukseskan salah satu dari enam misi kota Bandung

yaitu memantapkan kecerdasan warga kota Bandung, tentu pemerintah juga tidak

tinggal diam. Pembenahan sistem pendidikan terkhusus di sekolah menengah atas

juga digencarkan oleh pihak pemerintah guna merealisasikan visi tersebut,

sehingga seluruh peserta didik mendapatkan pembelajaran yang baik.

Beragamnya sekolah menengah di kota Bandung, baik sekolah menengah

atas dan kejuruan tentu menjadi pilihan yang cukup rumit untuk masyarakat,

terlebih lagi untuk peserta didik lulusan sekolah menengah pertama dan sederajat.

Sejalan dengan hal tersebut, pihak sekolah tentu juga sibuk untuk membenahi

sarana dan prasarana yang dimiliki, tentunya untuk menarik minat dari

masyarakat untuk memilih sekolah tersebut. Namun terlepas dari itu, tentu pilihan

tersebut ada pada masyarakat sendiri.

Kota bandung memiliki 27 sekolah menengah atas negeri, 2 Madrasah

Aliyah, sedangkan untuk sekolah menengah atas swasta sendiri berjumlah 151 .

(12)

Daniel Kasidi, 2014

oleh masyarakat kota Bandung. Hal ini dapat dilihat pada tabel jumlah murid

sekolah menengah atas di kota Bandung berikut :

Tabel 1.1

Jumlah Murid Sekolah Menengah Atas Di Kota Bandung 3 Tahun Terakhir

Tahun Negeri Swasta

2012 25.531 19.623

2011 26.421 28.668

2010 24.446 26.438

Sumber : Bandung dalam angka 2013

Bila dilihat dari data diatas, dapat dianalisis bahwa 29 sekolah menengah

atas negeri (termasuk MA) mampu menyaingi 151 sekolah menengah atas swasta.

Bahkan pada tahun 2012 sendiri, jumlah peserta didik yang ada pada sekolah

menengah atas negeri lebih besar dibandingkan dengan jumlah peserta didik pada

sekolah menengah atas swasta. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat

kota Bandung cenderung memilih sekolah menengah atas negeri dibandingkan

swasta.

Pada tahun 2013, kota Bandung masih menggunakan klaster (tingkatan)

untuk sistem pendaftaran pada sekolah menengah atas negeri (SMAN).

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung 2013,

sekolah menengah atas negeri di kota Bandung dibagi menjadi 3 jenis klaster

yaitu klaster I, klaster II dan klaster III. Sekolah level atas (klaster I), sekolah level

sedang (klaster II), dan sekolah level bawah (klaster III).Penentuan klaster sekolah

ditetapkan berdasarkan prestasi sekolah yang diperoleh dalam ujian nasional dan

standar nilai (passing grade) dalam penerimaan siswa baru.Hal tersebut sempat menjadi perbincangan seluruh pihak sekolah menengah atas negeri pada saat itu,

namun akhirnya sistem klaster tersebut resmi dihapuskan oleh pihak dinas kota

Bandung pada tahun 2014 dikarenakan menimbulkan banyak sekali kesenjangan

(13)

Daniel Kasidi, 2014

Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 666 Tahun 2014,dijelaskan bahwa

dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2014 para calon

peserta didik akan diberi 2 pilihan untuk memilih sekolah. Pilihan pertama

berdasarkan kesukaan dari calon peserta didik tersebut dan pada pilihan kedua

akan diarahkan berbasis wilayah, yang artinya harus berdekatan dengan tempat

kediaman dari sang peserta didik tersebut. Berdasarkan keputusan tersebut, tentu

akan membuat para calon peserta didik dan juga para orang tua lebih memikirkan

lagi apasaja yang perlu diperhatikan dalam memilih sekolah yang tepat.

Maryati (2009 : 116) menjelaskan bahwa terdapat 3 faktor penting yang

memiliki hubungan eratdengan preferensi masyarakat terhadap suatu sekolah,

yaitu faktor kondisi sekolah, lokasi sekolah dan juga sosial ekonomi orang tua.

Dan bila berbicara tentang faktor lokasi, tentu sudah tidak asing lagi dengan

Geografi karena akan sangat dekat kaitannya dengan pendekatan keruangan.

Berdasarkan pernyataan–pernyataan diatas peneliti mengangkat penelitian ini dengan topik permasalahan “ Preferensi Masyarakat Terhadap Sekolah

Menengah Atas Negeri (SMAN) Di Kota Bandung”.Penelitian ini akan dilaksanakan lebih lanjut dan diharap mendapatkan solusi yang tepat.

B. Rumusan Masalah

Dari pemaparan yang sudah dijelaskan pada Latar Belakang, maka dapat

diambil beberapa rumusan permasalahan, antara lain :

1. Seberapabesarkahhubungan antarakondisi sekolahdengan preferensi

masyarakat terhadap sekolah menengah atas negeri (SMAN) di kota

Bandung?

2. Seberapabesarkahhubungan antaralokasi sekolahdenganpreferensi

masyarakat terhadap sekolah menengah atas negeri (SMAN) di kota

(14)

Daniel Kasidi, 2014

3. Seberapabesarkahhubungan sosial ekonomi orang tua dengan preferensi

masyarakat terhadap sekolah menengah atas negeri (SMAN) di kota

Bandung?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari masalah-masalah yang dirumuskan, maka penelitian

bertujuan untuk :

1. Untuk menganalisaseberapabesar hubunganantara kondisi

sekolahdenganpreferensi masyarakat terhadap sekolah menengah atas

negeri (SMAN) di kota Bandung.

2. Untuk menganalisaseberapabesar hubungan antaralokasisekolah

dengan preferensi masyarakat terhadap sekolah menengah atas negeri

(SMAN) di kota Bandung.

3. Untuk menganalisaseberapabesarhubunganantara sosial ekonomi

orang tuadengan preferensi masyarakat terhadap sekolah menengah

atas negeri (SMAN) di kota Bandung.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pihak yang

terkait. Manfaatpenelitianterbagimenjadi 2

bagianyaitumanfaatteoritisdanmanfaatpraktis.Berikutadalahmanfaatteoritisdanpra

ktispadapenelitianini, antara lain :

1. ManfaatTeoritis

a. Memberikankontribusidansumbanganterhadapkonseppengembanga

(15)

Daniel Kasidi, 2014

b. Memberikankontribusidansumbanganterhadapkonseppengembanga

npendidikan.

c. Memberikankontribusidansumbanganterhadapkomseppreferensi

d. Memberikankontribusidansumbanganterhadapkonseppengembanga

nsekolah.

e. Memberikankontribusidansumbanganterhadappengetahuanmasyara

kattentangsekolahmenengahatasnegeri di kota Bandung

2. ManfaatPraktis

a. Sebagaibahanmasukanbagisekolahmenengahatasnegeri (SMAN) di

kota Bandung agar preferensimasyarakatmeningkat.

b. SebagaibahanmasukanuntukDinasPendidikan Kota Bandung

dalammelakukanpemerataanpendidikan di

setiapsekolahmenengahatasnegeri di kota Bandung.

c. Sebagaibahanmasukanuntukmasyarakatdalammemilihsekolahmene

(16)

8

Daniel Kasidi, 2014

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Preferensi Masyarakat Terhadap Sekolah

Preferensi berasal dari kata preference (Inggris) yang artinya „lebih suka.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009), preferensi diterjemahkan

sebagai kecenderungan untuk memilih sesuatu dari pada yang lain.Menurut

Porteus (dalam Saputra, 2000:10), Preferensi merupakan bagian dari

komponen pembuat keputusan seorang individu. Dan komponen-komponen

tersebut adalah perception (Persepsi), attitude (sikap), value (nilai), preference (Kecenderungan), dan satisfaction (kepuasan). Komponen tersebut saling mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan.

Setiap individu memiliki preferensi dalam menentukan berbagai pilihan

untuk kebutuhannya. Simamora (2004:87) mengungkapkan bahwa preferensi

dapat dibentuk melalui pola pikir konsumen (individu) yang didasari oleh 2

hal, yaitu pengalaman yang diperolehnya dan kepercayaan turun temurun.

Bila dikaitkan dalam preferensi terhadap sekolah, pengalaman yang diperoleh

akan lebih dirasakan oleh orang tua. Sehingga orang tua tentu memiliki andil

yang cukup besar dalam menentukan sekolah yang tepat untuk anaknya. Dan

untuk kepercayaan turun temurun lebih dikaitkan dengan keluarga dan

lingkungan yang ada disekitar peserta didik.

Menurut Gibson dalam Walgito (dalam Maryati 2009:24) persepsi adalah

suatu prosespemberian arti atau proses kognitif dari seseorang terhadap

lingkungannya, yangdipergunakan untuk menafsirkan dan memahami dunia

sekitarnya. Dengandemikian setiap orang akan berbeda cara pandang dan

penafsirannya terhadap suatu objek/fenomena tertentu. Persepsi berkaitan

pula dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang suatu fenomena

pada saat tertentu dan mencakup pula pada aspek kognitif/pengetahuan. Jadi

persepsi mencakup penafsiran objek/tanda dari sudut pandang individu yang

(17)

Daniel Kasidi, 2014

sikap. Lebih lanjut dijelaskan bahwa persepsi sangat dipengaruhi beberapa

faktor antra lain: faktor situasi, kebutuhan dan keinginan juga keadaan emosi.

Pada dasarnya perilaku seseorang atau apa yang dilakukan seseorang selalu

bersumber dari persepsinya terhadap sesuatu dalam menilai diri dan

lingkungannya. Perilaku bermula dari penginderaan yang ditafsirkan,

kemudian muncul perasaan/ emosi yang menimbulkan harapan dan akhirnya

menghasilkan tindakan.

Seorang pakar dalam bidang marketing menyatakan persepsi sebagai

proses seorang individu memilih informasi, mengorganisir, menafsirkan

masukan-masukan info untuk menciptakan sebuah gambar yang bermakna

tentang dunia (Kotler dalam Maryati, 2009 : 25). Pakar lain dalam bidang

psikologi menyatakan persepsi sebagai proses pengorganisasian dan

penginterpretasian informasi dari organ-organ indera (Malcom Hardy dalam

Maryati, 2009 : 25). Sementara untuk maksud yang sama pakar psikologi

lain, Mahmud Dimyati (dalam Maryati, 2009:25) menyatakan persepsi

sebagai proses penafsiran stimulus yang tidak ada dalam otak.

Persepsi dinyatakan sebagai proses menafsirkan sensasi-sensasi dan

memberikan arti kepada stimuli. Persepsi merupakan penafsiran realitas dan

masing-masing orang memandang dari sudut perspektif yang berbeda

(Winardi, 1991). Sedangkan Winarto (1998) menyatakan bahwa persepsi

pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam

memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan,

pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami

persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi merupakan penafsiran unik

terhadap situasi dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.

Dari berbagai konsep tentang persepsi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

persepsi merupakan suatu proses perjalanan sejak dikenalnya suatu objek

melalui organ-organ indera sampai diperolehnya gambaran yang jelas dan

dapat dimengerti serta diterimanya objek tersebut.

Sikap adalah pernyataan-pernyataan evaluatif baik yang diinginkan atau

(18)

Daniel Kasidi, 2014

1986 dalamAzwar S(2000 : 6), Sikapadalahevaluasiumum yang

dibuatmanusiaterhadapdirinyasendiri,orang lain,

obyekatauissu.Sikapmencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu.

Manifestasisikaptidakdapatlangsungdilihat,

tetapihanyadapatditafsirkanterlebihdahuludariperilaku yang

tertutup.Sikapmerupakankesiapanataukesediaanuntukbertindakdanbukanmeru

pakanpelaksana motif

tertentu.Dapatdiartikanjugasikapadalahkecenderunganbertindak, berpikir,

berpersepsi, danmerasadalammenghadapiobjek, ide, situasi,

ataunilai.Sikapbukanlahperilaku,

tetapimerupakankecenderunganuntukberperilakudengancaratertentuterhadapo

bjeksikap.Sikaprelatiflebihmenetapataujarangmengalamiperubahan.Terdapat

3 komponen sikap, yaitu:

1. komponen kognitif sikap (merupakan segmen pendapat atau keyakinan

dari sikap),

2. komponen afektif sikap (segmen emosional atau perasaan dari sikap) dan

3. komponen perilaku sikap, (merupakan maksud untuk berperilaku dalam

cara tertentu terhadapa seseorang atau sesuatu).

Nilaimengandungunsurpertimbangan yang

mengembangagasan-gagasanseorangindividumengenaiapa yang benar, baik, dandiinginkan.

Nilaimempunyaiatributisimaupunintensitas.Atributisimengatakanbahwabentu

kperilakuataubentuk-akhirkeberadaannyaadalahpenting.Atributintensitasmenjelaskanseberapapenti

nghalitu.Ketikakitamemperingatkannilai-nilaiindividuberdasarkanintensitasnya, kitaperolehsistemnilai orang

tersebut.Secaraumumdapatdikatakannilaiiturelatifstabildankokoh.Nilaisebagai

modal

tingkahlakuataucarabertindaksecaraeksplisitmaupunimplisitmelibatkanfungsi

aktualisasidiri.

(19)

Daniel Kasidi, 2014

kecenderunganterhadapkesatuanpersepsidankeyakinan yang

lebihbaikuntukmelengkapikejelasandankonsepsi.

Kepuasan atau satisfaction umumnya dipakai dalam bidang ekonomi terkhusus dalam kegiatan jual beli dan jasa. Kata kepuasan atau satisfaction

berasal dari bahasa Latin “satis” yangberarti cukup baik, memadai dan facio

yang berarti melakukan atau membuat.Menurut pakar pemasaran Kotler dan

Keller (2009), menandakan bahwakepuasan adalah perasaan senang atau

kecewa seseorang yang timbul karenamembandingkan kinerja yang

dipresepsikan produk (atau hasil) terhadapekspektasi mereka. Apabila kinerja

berada di atas presepsi konsumen, makakonsumen akan sangat puas dan

demikian pula sebaliknya apabila kinerja yangada berada di bawah presepsi

konsumen, maka konsumen akan kecewa. Haltersebut ditambahkan kembali

oleh Kotler dan Keller (2009) yaitu konsumen yangsangat puas biasanya akan

tetap setia untuk waktu yang lebih lama, membeli lagiketika perusahaan

memperkenalkan produk baru dan memperbaharui produk yanglama,

membicarakan hal-hal baik tentang perusahaan dan produknya kepadaorang

lain dan tidak terlalu sensitif terhadap harga. Namun sebaliknya

apabilakonsumen kecewa dapat membawa dampak negatif bagi perusahaan

yaitumenurunkan jumlah konsumen karena konsumen tidak tertarik lagi

untukmenggunakan jasa maupun produk suatu perusahaan sehingga akan

berdampakpada penurunan laba.

Zeithmal dan Bitner (2003) mengemukakan bahwa kepuasan adalah

konsepyang jauh lebih luas dari hanya sekedar penilaian kualitas pelayanan,

namun jugadipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Kualitas pelayanan atau jasa, yaitu konsumen akan merasa puas

apabilamereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan

yangdiharapkan.

2. Kualitas produk, yaitu konsumen akan merasa puas apabila

hasilmereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan

(20)

Daniel Kasidi, 2014

3. Harga, yaitu produk yang mempunyai kualitas yang sama

tetapimenetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai

yang lebihtinggi kepada konsumen.

4. Faktor situasi, yaitu keadaan atau kondisi yang dialami oleh

konsumen.

5. Faktor pribadi dari konsumen, yaitu karakteristik konsumen

yangmencakup kebutuhan pribadi.

Berdasarkan penjelasan setiap komponen-komponen tersebut, dapat

diketahui bahwa terdapat hubungan dan pengaruh dalam setiap

komponennya. Persepsi pada umumnya dipengaruhi oleh nilai dan tentuya

persepsi akan sangat berpengaruh dalam penentuan kecenderungan, kepuasan

dan sikap seseorang. Komponen sikap dipengaruhi oleh persepsi dan nilai

serta sangat mempengaruhi preferensi dan kepuasan seseorang. Komponen

kepuasan dipengaruhi oleh nilai, persepsi, sikap dan preferensi, namun pada

akhirnya kepuasan seseorang akan sebuah objek akan mempengaruhi

pandangan individu lainnya atau dapat dikatakan mendorong seseorang untuk

memilih objek tersebut.

Sedangkan untuk komponen preferensi atau kecenderungan dipengaruhi

oleh nilai, sikap serta persepsi. Artinya kecenderungan akan ada setelah

individu memiliki persepsi sendiri, nilai dan juga sikap terhadap objek yang

akan dipilihnya. Preferensi sendiri akan mempengaruhi bagaimana kepuasan

dari objek yang telah dipilih nantinya. Selain itu preferensi juga dipengaruhi

faktor lainnya yaitu motivasi atau dorongan dari lingkungan sekitar. Motivasi

berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Bernard Berendoom dan Gary A Stainer dalam Sedarmayanti (dalam Maryati

2009:25), mendifinisikan motivasi adalah kondisi mental yang mendorong

aktivitas dan memberi energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan

memberi kepuasan atau mengurangi ketidak seimbangan. Sedangkan motivasi

diri menurut Hidayat (dalam Maryati, 2009:25) adalah suatu usaha yang

dapat menyebabkan seseorang tergerak melakukan sesuatu karena ingin

(21)

Daniel Kasidi, 2014

tersebut. Motivasi merupakan penggerak yang mengarahkan pada tujuan, dan

itu jarang muncul dengan sia-sia. Kata butuh, ingin, hasrat dan penggerak

semua sama dengan motive yang asalnya dari kata motivasi. Menurut

Nawawi (2001), bahwa kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong

atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang

berlangsung secara sadar. Dari setiap penjelasan diatas dapat dikatakan

bahwa motivasi memiliki pengaruh terhadap komponen-komponen penentu

keputusan individu. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa suatu individu tentu

memerlukan pendapat atau dorongan individu lainnya untuk memutuskan

suatu pilihan.

Maryati (2009:27) mengungkapkan bahwa preferensi bersekolah adalah

keinginan atau kecenderungan seseorang untuk bersekolah atau tidak

bersekolah yag dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yaitu kondisi sekolah,

lokasi sekolah dan sosial ekonomi orang tua. Dan dijelaskan lagi oleh Maryati

bahwa preferensi masyarakat terhadap sekolah terbentuk melalui 2 tahap

yaitu kesukaan dan pemilihan sekolah.

1. Kesukaan yang dimaksud adalah pengelompokan sekolah-sekolah

yang menjadi favorit atau kesukaan dari peserta didik ataupun orang

tua.

2. Pemilihan sekolah lebih mengarah pada penetapan atau keputusan dari

pengelompokan sekolah favorit yang sudah ditentukan sebelumnya.

Dan hal tersebut tentunya akan dikaitkan dengan faktor-faktor yang

berpengaruh.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat kita lihat bahwa kedua tahap

preferensi tersebut sesuai dengan 3 komponen penentu keputusan seseorang

dalam memilih sesuatu yaitu nilai, sikap dan juga persepsi.

Menurut Ralph Linton (dalam Soekanto, 2007:22), masyarakat merupakan

setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama

(22)

Daniel Kasidi, 2014

sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan

jelas.Ditambahkan kembali oleh Soekanto (2007:21), agak sukar untuk

menentukan memberikan suatu batasan tentang masyarakat karena istilah

masyarakat terlalu banyak mencakup peelbagai faktor sehingga kalaupun

diberikan suatu definisi yang berusaha mencakup keseluruhannya, masih ada

juga yang tidak memenuhi unsur-unsurnya.

Berdasarkan pernyataan dari beberapa para ahli diatas, Preferensi

masyarakat dapat diartikan pilihan dan kesukaan dari kumpulan manusia pada

suatu daerah terhadap hal-hal tertentu, baik berkaitan dalam hal ekonomi,

politik, sosial, dan juga pendidikan.

Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 1 tentang Sistem Pendidikan

Nasional , dijelaskan bahwa Masyarakat adalah Kelompok Warga Negara

Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang

pendidikan.Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa

masyarakat merupakan element yang sangat penting dalam dunia pendidikan

di Indonesia, terkhusus menyangkut sekolah.

Ihsan (2011 :

110-111)menyebutkanbahwapengaruhdanperanmasyarakatterhadappendidikanada

lahsebagaiberikut :

a. Sebagaiarahdalammenentukantujuan.

b. Sebagaimasukandalammenentukan proses belajarmengajar.

c. Sebagaisumberbelajar

d. Sebagaipemberidanadanfasilitaslainnya

e. Sebagailaboratoriumgunapengembangandanpenelitiansekolah.

SedangkanHasbullah

(2012:124)menyebutkanbahwaperanmasyarakatterhadapsekolahadalahsebaga

iberikut:

a. Masyarakatberperansertadalammendirikandanmembiayaisekolah.

b. Masyarakatberperandalammengawasipendidikan agar

(23)

Daniel Kasidi, 2014

c. Masyarakatlah yang ikutmenyediakantempatpendidikansepertigedung-

gedungsekolah, perpustakaan, AULA dll.

d. Masyarakatlah yang menyediakanberbagaisumberuntuksekolah.

Sekolahbisamelibatkanmasyarakat yang

memilikikeahliankhusussepertipetani, pedagang, polisi, dokterdll.

e. Masyarakatsebagaisumberpelajaranataulaboratoriumtempatbelajar.

selainbuku-bukupelajaran, masyarakatjugamemberikanbahanpelajaran

yang banyaksekalisepertiindustri, perumahan, transport, perkebunan,

pertambangandll.

Peran lain dari Masyarakat adalah sebagai peserta didik sendiri. Dalam

UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional ,

dijelaskan bahwa peserta didik adalah anggota masyrakat yang berusaha

mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada

jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

B. Sekolah

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), Sekolah merupakan

bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta menerima dan

memberi pelajaran. Selama di sekolah, peserta didik mendapatkan

pengajaran, bimbingan dan pendidikan yang dilakukan oleh para tenaga

pendidik.

Sekolah merupakan salah satu bentuk pendidikan formal yang ada di

Indonesia. Terdapat 2 jenjang yang dapat ditempuh dalam dunia sekolah,

yaitu:

1. Pendidikan Dasar

Dalam UU no.20 tahun 2003 pasal 17 dijelaskan bahwa pendidikan

dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan

menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah

ibtidayah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, serta sekolah menengah

pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang

(24)

Daniel Kasidi, 2014

2. Sekolah Menengah

Dalam UU no.20 tahun 2003 pasal 18 dijelaskan pula bahwa

pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan

menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah

(MA), sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan

(MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

Dan untuk pengkategorian pendidikan dasar dan menengah menurut UU

no.20 tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 antara

lain:

1. Sekolah Formal Standar (sekolah potensial/rintisan)

Yaitu kategori sekolah yang masih relatif lebuh banyak kelemahan

atau kekurangan untuk memnugi kriteria sekolah yang sesuai dengan

standar nasional pendidikan sebagaimana yang telah diamanatkan pada

undang-undang dan peraturan pemerintah. Lebih jelas lagi dijelaskan

pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 pasal 11 ayat 2 dan 3

bahwa kategori sekolah potensial adalah sekolah yang belum memenuhi

(masih jauh) dari standar nasional pendidikan.

2. Sekolah Formal Mandiri (sekolah standar nasional)

Yaitu kategori sekolah yang sudah atau hampir memenuhi standar

nasional pendidikan.

3. Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)

Yaitu kategori sekolah yang sudah memenuhi seluruh standar

nasional pendidikan yang diperkaya dengan keunggulan mutu tertentu

atau setara dengan negara maju.

Untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, tentu pengelolaan sekolah

juga haruslah baik, dan dalam pengelolaan suatu sekolah, harus terdapat

sebuah standarisasi yang benar. Standarisasi yang telah ditetapkan bagi

pendidikan di Indonesia merupakan syarat minimal yang harus dipenuhi

(25)

Daniel Kasidi, 2014

tersebut sudah teruang dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005

tentang standar nasional pendidikan. Pada peraaturan tersebut dijelaskan

bahwa standar nasional meliputi standar isi, standar proses, standar

kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana

dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian

pendidikan.

1. Standar Isi

Pada peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasal 5 dijelaskan

bahwa Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi

untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang atau jenis

pendidikan tertentu.

Standar isi juga memuat tentang kerangka dasar dan struktur

kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan dan

kalender pendidikan atau akademik.

a. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum

Dijelaskan pada Peraturan pemerintah nomor 19 tahun

2005 pasal 6 , kurikulum untuk jenis pendidikan umum,

kejuruan dan khusu pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah terdiri atas:

1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;

2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan

kepribadian;

3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan

teknologi;

4. Kelompok mata pelajaran estetika;

5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan

kesehatan.

Dan pada pasal 8 kemudian dijelaskan lagi bahwa

kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan

dalam kompetensi pada setiap tingkat dan/atau semester sesuai

(26)

Daniel Kasidi, 2014

dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar

(tertuang dalam setiap silabus dan RPP pendidik).

b. Beban Belajar

Beban belajar untuk SMA sebagaimana dijelaskan pada

peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasal 10

menggunakan jam pembelajaran setiap minggu dengan sistem

tatap muka, penugasan terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri

khas masing-masing.

c. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasal 16

menjelaskan bahwa penyusunan kurikulum pada tingkat satuan

pendidikan jenjang pendidikan menengah (SMA) berpedoman

pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP).

Dan kemudian, dijelaskan lebih lanjut pada pasal 17, bahwa

kurikulum tingkat satuan pendidikan menengah (SMA)

dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi

daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat

setempat, dan peserta didik.

Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum

tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan

kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan,

dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang

bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SMA.

Dan ditengah kemajuan pendidikan hingga saat ini,

kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah adalah

Kurikulum 2013. Dijelaskan pada situs Kementrian Pendidikan

dan Budaya (2012) bahwa implementasi Kurikulum 2013

masih dilaksanakan secara bertahap.

Terdapat setidaknya 3 persiapan yang harus dijalankan

(27)

Daniel Kasidi, 2014

1. Berkait dengan buku induk untuk pegangan guru dan

murid. Hal ini dikarenakan bila kurikulum mengalami

perbaikan, maka kedua buku tersebut haruslah

diperbaharui sesuai kurikulum yang ada.

2. Pelatihan guru. Dikarenakan implementasi kurikulum

masih dilakukan secara bertahap, maka pelatihan

kepada guru-guru pun akan dilakukan secara

bertahap.

3. Dan yang terakhir adalah tata kelola. Kementrian

sudah memikirkan tentang tata kelola di tingkat

satuan pendidikan. Maka dengan begitu pula, tata

kelola untuk kurikulum pun akan berubah, contohnya,

untuk administrasi buku raport siswa. Karena terdapat

4 standar dalam kurikulum 2013 mengalami

perubahan, maka buku raport punharus berubah pula.

d. Kalender Pendidikan atau Akademik

Pada peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasal 18 ,

dijelaskan bahwa kalender pendidikan atau akademik

mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar,

waktu pembelajaran efektif, dan hari libur (berbentuk jeda

tengah semester selama-lamanua satu minggu dan jeda antar

semester).

2. Standar Proses

Sebagaimana dijelaskan pada Peraturan Pemerintah nomor 19

tahun 2005 pasal 19 dijelaskan bahwa proses pembelajaran pada satuan

pendidikan yang diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk

berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakrsa,

kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan

(28)

Daniel Kasidi, 2014

Dan pada pasal 19 dijelaskan bahwa setiap sekolah atau satuan

pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan

proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan

proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang

efektif dan efisien.

3. Standar Kompetensi Lulusan

Pada peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasal 25,

dijelaskan bahwa standar kompetensi lulusan digunakana sebagai

pedoman penlaian dalam penentuan kelulusan peserta didikdari satuan

pendidikan atau sekolah. Sebagaimana dijelaskan pula bahwa standar

kompetensi lulusan meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran

atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata

kuliah. Dan kompetensi lulusan haruslah mencakup sikap, pengetahuan

dan keterampilan.

Pada pasal 26 ayat 2 dijelaskan bahwa standar kompetensi lulusan

untuk sekolah menengah atas adalah bertujuan untuk meningkatkan

kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih

lanjut.

4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pada peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasal 28

dijelaskan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan

kompetens sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta

memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Untuk kualifikasi pendidik SMA/MA , atau bentuk lain yang

sederajat memiliki :

a. Kualikasi akademik pendidikan minimum diploma empat

(D-IV) atau sarjana (S1)

b. Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan

yang sesuai dengan mata pelajar yang diajarkan

(29)

Daniel Kasidi, 2014

Dijelaskan pula bahwa Tenaga kependidikan pada tingkat

Sekolah menengah atas sekurang-kurang terdiri atas Kepala Sekolah,

tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan

tenaga kebersihan sekolah.

5. Sarana dan Prasarana

Pada peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasal 42

dijelaskan bahwa setiap satuan pendidikan atau sekolah diharuskan

memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media

pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta

perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses

pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Dan untuk prasarana, dijelaskan bahwa sekolah wajib memiliki

prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan

pendidikan (kepala sekolah) , ruang pendidik (guru) , ruang tata usaha,

ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang

unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat

berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan

ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses

pembelajaran yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran

yang teratur dan berkelanjutan.

Dan dijelaskan pula lebih lanjut dalam Permendiknas No.24 tahun

2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar /

Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama / Madrasah

Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas / Madrasah

Aliyah (SMA/MA) dijelaskan bahwa sebuah Sekolah Menengah Atas

(SMA) harus memiliki :

1. Ruang Kelas

2. Ruang Perpustakaan

(30)

Daniel Kasidi, 2014

8. Ruang pimpinan 9. Ruang guru 10.Ruang tata usaha 11.Tempat beribadah 12.Ruang konseling 13.Ruang UKS

14.Ruang organisasi kesiswaan 15.Jemban

16.Gudang

17.Ruang sirkulasi

18.Tempat bermain/olahraga

6. Standar Pengelolaan

Pada peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasal 49,

dijelaskan pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang sekolah dasar

dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang

ditujukan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan

akuntabilitas.

Dan pada setiap sekolah dipimpin oleh seorang kepala sebagai

penanggung jawab dalam pengelolaan. Dan pada satuan pendidikan

SMA/MA sederajat melaksanakan tugasnya dibantu minimal oleh 3

wakil kepala satuan pendidikan yang masing-masing secara

berturut-turut membidangi akademik, sarana dan prasarana serta kesiswaan.

7. Standar Pembiayaan

Pada peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasal 62

dijelaskan pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya

operasi, dan biaya personal. Biaya investasi yang dimaksud meliputi

biaya penyediaan sarana dan prasaran, pengembangan sumberdaya

manusia dan modal kerja tetap.

Biaya operasi mencakup tentang gaji pendidik dan tenaga

kependidikan serta tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau

peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tidak

(31)

Daniel Kasidi, 2014

Biaya personal yang dimaksud meliputi biata biaya pendidikan

yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses

pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

8. Standar Penilaian Pendidikan

Pada peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasal 63 dijelaskan

pula bahwa penilaian pendidikan ada satuan pendidikan menengah

terdiri atas :

a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik

b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan

c. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.

C. Lokasi Sekolah

Sumaatmadja (dalam Riswandi, 2009:10) menjelaskan bahwa lokasi suatu

benda dalam ruang dapat menjelaskan dan memberikan kejelasan pada benda

atau gejala geografi yang bersangkutan secara lebih jauh lagi.

Menurut Djojodipuro (dalam Maryati,2009:41) , teori lokasi adalah ilmu

yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta

hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam

usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial.

1. Aksesibilitas

Keterjangkauanadalahjarak yang

mampudicapaidenganmaksimumdarisatuwilayahkewilayah lain.

Keterjangkauantidakhanyatergantungpadajaraktetapijugatergantungpa

dasaranadanprasaranapenunjang.

Menurut Black dalam Tamin(dalam Maryati, 2009:37),

Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan

tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi

yang menghubungkannya. Dapat diartikan juga suatu ukuran

(32)

Daniel Kasidi, 2014

berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi tersebut

dicapai melalui sistem jaringan transportasi .

Menuruut Tarigan (dalam Syahrizal, 2010:8), Aksesibilitas

adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi apakah suatu

lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak. Tingkat aksesibilitas

merupakan tingkat kemudahan di dalam mencapai dan menuju arah

suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya. Tingkat

aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana perhubungan,

ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya dan

tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut.

2. Waktu dan Jarak Tempuh Perjalanan

Menurut Tamin (dalam Maryati, 2009:40), Waktu dan jarak yang

dibutuhkan dalam menempuh perjalanan sangat bervariasi, dan hal

tersebut dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas. Berikut ini merupakan

kegiatan perjalanan yang dilakukan di Amerika dilihat dari tingkat

aksesibilitas menurut waktu yang wajar atau standar waktu yang

dianggap sebagai perjalanan yang masih nyaman, dan jika melebihi

waktu tersebut dinyatakan perjalanan tidak nyaman. Dapat dilihat

dalam tabel berikut : <200 200-1000 >1000

(33)

Daniel Kasidi, 2014

Sumber : Tamin (dalam Maryati, 2009:40)

Bila melihat data pada tabel diatas dan dikaitkan dengan kondisi

dari kota Bandung saat ini, pada umumnya seorang peserta didik yang

memakai kendaraan dapat menempuh sekolahnya dalam waktu 45

menit. Dan bila waktu yang ditempuh lebih dari 45 menit, maka dapat

dikatakan perjalanan tidak nyaman.

Dalam analisis kota atau rencana kota menurut Jayadinata ( dalam

Syahrizal, 2010:8), dikenal standar lokasi (standard for location requirement) atau standar jarak. Standar jarak atau lokasi tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2

Standar Jarak dalam Kota

Sumber :Jayadinata (dalam Syahrizal, 2010:8)

Berdasarkan data pada tabel diatas ini, dapat dilihat bahwa peserta

didik sekolah menengah atas yang berjalan kaki dari tempat

No Prasarana Jarak dari Tempat Tinggal

(Berjalan Kaki)

1 Pusat Tempat Kerja 20 menit s.d 30 menit

2 Pusat Kota (Pasar dan sebagainya) 30 menit s.d 45 menit

3 Pasar Lokal ¾ km atau 10 menit

4 Sekolah Dasar (SD) ¾ km atau 10 menit

5 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1 ½ km atau 20 menit

6 Sekolah Menengah Atas (SMA) 20 atau 30 menit

7 Tempat Bermain Anak atau Taman ¾ km atau 20 menit

8 Tempat Olahraga (Rekreasi) 1 ½ km atau 20 menit

(34)

Daniel Kasidi, 2014

kediamannya menuju sekolah harus menempuh waktu selama 20-30

menit. Peserta didik akan mengalami beberapa resiko bila jarak dari

tempat kediamannya menuju sekolah lebih dari standar waktu

tersebut, seperti harus bangun lebih awal dari yang lainnya untuk

berangkat sekolah, menguras stamina lebih banyak dikarenakan jarak

yang jauh, dan lain-lain. Dan dari beberapa resiko tersebut,

memungkinkan berdampak pada proses belajar peserta didik nantinya.

D. Sosial Ekonomi Orang Tua

Menurut Maryati (2009:27), kondisi sosial ekonomi masyarakat (siswa)

meliputi tingkat pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, struktur keluarga,

dan ketersediaan fasilitas pendidikan di rumah, termasuk buku-buku dan

komputer. Kondisi sosial ekonomi sekolah diukur oleh kualitas infrastruktur

sekolah, seperti ketersediaan alat-alat penunjang proses pembelajaran, kondisi

gedung sekolah, kualifikasi guru, ketersediaan komputer, dan perangkat lunak

penunjang proses pembelajaran, rasio guru dan murid, waktu yang digunakan

untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca, disiplin, dan rasa

aman di sekolah, serta dukungan orangtua terhadap sekolah.

Menurut Willms (2006) dari UNESCO Institute for Statistics, faktor sosial ekonomi amat dominan dalam menentukan keberhasilan siswa, meski bukan

satusatunya. Secara umum, kemampuan membaca siswa di negara-negara

yang tergabung dalam The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), yang berpendapatan tinggi lebih baik ketimbang di negara-negara non- OECD, yang mayoritas berpendapatan rendah, kecuali

Singapura dan Hongkong. Ditunjukkan pula, kesenjangan prestasi siswa di

negara-negara non-OECD lebih lebar ketimbang di negara-negara OECD.

Bahkan, prestasi siswa dari keluarga berpenghasilan tinggi di negara-negara

berpenghasilan rendah masih tertinggal dibanding siswa dari keluarga

berpenghasilan tinggi yang tinggal di negara-negara makmur.

Kondisi sosial ekonomi sekolah juga berpengaruh terhadap kemampuan

(35)

Daniel Kasidi, 2014

umum, siswa akan memiliki peluang lebih besar untuk berprestasi bila

sekolah mereka memiliki kondisi sosial ekonomi lebih baik. Sebaliknya,

mereka cenderung berprestasi lebih rendah dari yang semestinya, bila sekolah

memiliki kondisi sosial ekonomi lebih lemah.

Dalam hal ini, kelompok yang paling dirugikan adalah siswa dari keluarga

berpenghasilan rendah yang belajar di sekolah-sekolah yang memprihatinkan.

Orangtua mereka tidak memiliki kemampuan ekonomi memadai untuk

mengompensasi rendahnya mutu pendidikan yang diterima anak-anak mereka

di sekolah.

1. Tingkat Pendidikan Orang Tua

Susilowati (dalam Maryati, 2009:28) menyatakan semakin tinggi

tingkat pendidikan orang tua maka semakin tinggi pula tingkat pendidikan

anak. Pendidikan masyarakat yang rendah menunjukkan kualitas sumber

daya manusia yang rendah, dimana akan sangat merugikan secara individu

maupun negara, karena hal tersebut dapat merupakan suatu pemborosan

dana dan daya yang berakibat pada tingkat produktivitas yang dihasilkan.

Kemudian Susilowati menambahkan perlu disadari bahwa pendidikan

erat kaitannya dengan tingkat penghasilan keluarga, uang pendidikan,

fasilitas pendidikan dan faktor lain yang berhubungan dengan pendidikan

itu sendiri. Sumber daya manusia yang berkualitas menunjukkan adanya

komitmen yang kuat dari Pemerintah dalam program pembangunan

ekonominya.

2. Pendapatan Orang tua.

Maryati (2009 : 30) menyatakan bahwa Faktor pendapatan masyarakat

seringkali berpengaruh dalam penentuan suatu kebutuhan untuk hidup,

termasuk dalam bidang pendidikan. Tingkat pendidikan masyarakat sangat

tergantung dengan kondisi ekonomi atau tingkat pendapatan masyarakat

itu sendiri. Semakin tinggi tingkat pendapatan suatu masyarakat maka

biasanya semakin tinggi pula tingkat pendidikannya. Seringkali yang

menjadi permasalahan adalah ketika tingkat pendapatan masyarakat

(36)

Daniel Kasidi, 2014

masalah pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi masyarakat perlu

dilakukan identifikasi mengenai pembagian kategori jenjang pendapatan.

E. Hipotesis

Widi (dalam Sari, 2012:39) menjelaskan, hipotesis merupakan penjelasan

atau pernyataan yang disarankan tentang suatu fenomena, atau suatu usulan

penjelasan yang berasal tentang kemungkinan adanya hubungan antar

fenomena.

Menurut Arikunto (2010 : 112-113), hipotesis terbagi atas 2 jenis yaitu

hipotesis kerja dan hipotesis nol. Hipotesis kerja (Ha) menyatakan adanya

hubungan antara variabel X dan Y, atau adanya perbedaan antara dua

kelompok. Hipotesis nol (Ho) menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua

variabel, atau tidak adanya pengaruh variabel x terhadap variabel y.

Berdasarkan pernyataan diatas, maka hipotesis yang dapat diajukan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ha (Hipotesis Kerja) :

1. Ada hubungan yang signifikan antara kondisi sekolah dengan

preferensi masyarakat terhadap sekolah menengah atas negeri (SMAN)

di kota Bandung.

2. Ada hubungan yang signifikan antara lokasi dengan preferensi

masyarakat terhadap sekolah menengah atas negeri (SMAN) di kota

Bandung.

3. Ada hubungan yang signifikan antara sosial ekonomi orang tua dengan

preferensi masyarakat terhadap sekolah menengah atas negeri (SMAN)

di kota Bandung.

Ho (Hipotesis nol) :

1. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kondisi sekolah dengan

preferensi masyarakat terhadap sekolah menengah atas negeri (SMAN)

(37)

Daniel Kasidi, 2014

2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara lokasi dengan preferensi

masyarakat terhadap sekolah menengah atas negeri (SMAN) di kota

Bandung.

3. Tidak ada hubungan yang signifikanantara sosial ekonomi orang tua

dengan preferensi masyarakat terhadap sekolah menengah atas negeri

(38)

29

Daniel Kasidi, 2014

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Peneleitian

MenurutArikunto (2010:203), metodepenelitianadalahcara yang

digunakanolehpenelitidalammenggunakan data

penelitiannya.Penelitianinimenggunakanpendekatanpenelitiandeskriptifaso

siatif.PenelitiandeskriptifmenurutSugiyono (2013:5) adalahpenelitian yang

dilakukanuntukmengetahuinilaivariabelmandiri, baiksatuvariabelataulebih

(independen) tanpamembuatperbandingan,

ataumenghubungkandenganvariabel yang lain.

SedangkanpenelitianasosiatifmenurutSugiyono (2013:5) adalahpenelitian

yang

bertujuanuntukmengetahuihubunganantaraduavariabelataulebih.Penelitian

asosiatifmerupakanpenelitianuntukmengetahuihubunganantaraduavariabel

(ataulebih) tersebut. Di

manahubunganantaravariabeldalampenelitianakandianalisisdenganmenggu

nakanukuran-ukuranstatistika yang relevanatas data

tersebutuntukmengujihipotesis.Tujuanpenulismenggunakanmetodedeskript

ifdenganpendekatanpenilitianasosiatifiniadalahuntukmengungkapakanfakt

or apasajakah yang mempengaruhi preferensi masyarakat terhadap sekolah

menengah atas negerti (SMAN) di kota Bandung.

B. Populasi dan Sampel

Menurut Arikunto (2010:173), Populasi adalah keseluruhan subjek

penelitian. Populasi untuk penelitian ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu

populasi wilayah dan populasi manusia. Populasi wilayah pada penelitian

ini yaitu seluruh sekolah menengah atas negeri (SMAN) yang ada di kota

(39)

Daniel Kasidi, 2014

populasi manusianya adalah seluruh peserta didik kelas XI (sebelas) yang

ada di 27 sekolah tersebut yaitu sebanyak 9.578 peserta didik. Peneliti

hanya menetapkan seluruh kelas XI saja dikarenakan kelas XI adalahtahap

awal dimana peserta didik merasakan jenjang sekolah menengah atas. Dan

peserta didik kelas XI merupakan sasaran yang paling tepat dibandingkan

kelas X dan XII dikarenakan pada tahap ini peserta didik sudah merasakan

setiap fasilitas yang ada pada sekolah yang ditempatinya.

(40)

Daniel Kasidi, 2014

Tabel 3.1

Populasi Penelitian

Sumber : Hasil Penelitian 2014

Sampel penelitian menurut Arikunto (2010:174) adalah sebagian atau

wakil populasi yang diteliti. Teknik pengambilan sampel yang dipakai

pada penelitian ini yaitu Sampel proporsi atau proportional sampling.

Sampel proporsi atau proportional sampling adalah teknik yang dipakai untuk menyempurnakan penggunaan teknik sampel berstrata dan sampel

wilayah, dimana untuk memperoleh sampel yang representif pengambilan

subjek dari setiap wilayah ditentukan seimbang atau sebanding dengan

banyaknya subjek dalam masing-masing strata atau wilayah. Sampeluntuk

penelitian ini terbagi 2 jenis yaitu sampel sekolah dan sampel peserta

didik.

1. Sampel Sekolah

Sampel sekolah pada penelitian ini adalah sekolah menengah atas

negeri (SMAN) yang ada di kota Bandung berdasarkan klasifikasi 4

rayon, yaitu rayon Bandung utara, timur, selatan dan barat.Dan

berdasarkan Penghitungan peneliti, pada setiap rayon nantinya akan

diambil beberapa sekolah sebagai sampel dengan presentase sebesar 40

dari jumlah sekolah yang ada setiap rayon.

Bandung Utara :40

100× 5 = 2

Bandung Barat:40

100 × 6 = 2,4(dibulatkan menjadi 2)

Bandung Timur :40

100× 11 = 4,4 (dibulatkan menjadi 4)

Bandung Selatan:40

100 × 5 = 2

Berdasarkan penghitungan diatas, maka total seluruh sampel

sekolah pada penelitian ini sebanyak 10 sekolah menengah atas negeri

SMA NEGERI 17 351

SMA NEGERI 18 395

(41)

Daniel Kasidi, 2014

(SMAN). Dan untuk penetapan sekolah menengah atas negeri yang

akan diteliti, dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 3.2 Sampel Sekolah

Sumber : Hasil Penelitian 2014

2. Sampel Peserta Didik

Untuk penghitungan sampel peserta didik pada penelitian ini,

dipakai rumus yang dikemukakan oleh Dixon dan B.Leach ,

n= Z x V C ²

Keterangan :

n = Jumlah sampel

z = Confidence level, nilai confidence level 95% yaitu 1,96

v = Variabel yang dapat diperoleh dengan rumus : Wilayah (Rayon)

Sampel

Nama Sekolah

Jumlah Peserta didik

kelas XI

Bandung Utara SMA NEGERI 5 341

SMA NEGERI 14 358

Bandung Barat SMA NEGERI 2 347

SMA NEGERI 15 304

Bandung Timur

SMA NEGERI 8 404

SMA NEGERI 16 437 SMA NEGERI 20 351 SMA NEGERI 22 374

Bandung Selatan SMA NEGERI 11 432 SMA NEGERI 17 351

(42)

Daniel Kasidi, 2014

v = (100− )

C = Confidence limit/batas kepercayaan (%). Dalam penelitian ini

akan mengambil 10%

Untuk menghitung dengan rumus Dixon dan B. Leach tersebut,

pertama akan di hitung presantase karakteristik sampel yang

dianggap benar ( ) terlebih dahulu.

= Peserta didik kelas XI pada Sampel Sekolah

Peserta didik kelas XI pada Populasi Penelitian x 100 %

= 3699

9578 x 100 %

= 38,62 %

Setelahdidapatnila ( ) dilanjutkan dengan menentukan variabel :

v = (100− )

v = 38,62 (100− 38,62)

v = 38,62 (61,38)

v = 2370,4950

v = 48,60= 49%

SetelahnilaidariVariabelsudahdidapatkan,

makadapatdihitungjumlahsampelnyadenganrumus :

n = Z x V

C ²

n = 1,96 x 49

10 ²

n = 96,04

10 ²

n = 9,604 ²

(43)

Daniel Kasidi, 2014

Denganhasilsampeldemikian, makasampelpeserta

didikakanmenjadi92. Adapununtukmenghitungjumlahsampel yang

sebenarnya, makadibuatkoreksidenganmenggunakanrumus:

n′= n 1 + n

N

Keterangan:

n′ = Jumlah sampel yang telah dikoreksi

n = Jumlahsampel yang telahdihitungmenggunakan

rumuspertama

N = Jumlahpeserta didik pada sampel sekolah

n′= n 1 + n

N

n′= 92

1 + 92

3699

n′= 92

1 + 0,0248

n′= 92 1,0248 n′= 89,7 n′ = 90

Dengandemikian, total sampel peserta didik yang

akandiambilpadapenelitianiniadalah90 orang. Namun dikarenakan

sampel peserta didik berasal dari 10 sekolah menengah atas negeri

(SMAN) yang berbeda, maka penyebaran sampel adalah sebagai

berikut :

n =

Peserta Didik kelas XI pada sekolah

(44)

Daniel Kasidi, 2014

a. Penentuan sampel pada SMA Negeri 5 Bandung

n

5

=

Peserta Didik kelas XI pada SMAN 5

b. Penentuan sampel pada SMA Negeri 14 Bandung

n

14

=

Peserta Didik kelas XI pada SMAN 14

c. Penentuan sampel pada SMA Negeri 2 Bandung

n

2

=

Peserta Didik kelas XI pada SMAN 2

d. Penentuan sampel pada SMA Negeri 15 Bandung

n

15

=

Peserta Didik kelas XI pada SMAN 15

e. Penentuan sampel pada SMA Negeri 8 Bandung

n

8

=

Peserta Didik kelas XI pada SMAN 8

f. Penentuan sampel pada SMA Negeri 16 Bandung

n

16

=

Peserta Didik kelas XI pada SMAN 16

(45)

Daniel Kasidi, 2014

n

16

=

437 3699 x90

n16 = 11

g. Penentuan sampel pada SMA Negeri 20 Bandung

n

20

=

Peserta Didik kelas XI pada SMAN 20

h. Penentuan sampel pada SMA Negeri 22 Bandung

n

22

=

Peserta Didik kelas XI pada SMAN 22

i. Penentuan sampel pada SMA Negeri 11 Bandung

n

11

=

Peserta Didik kelas XI pada SMAN 11

j. Penentuan sampel pada SMA Negeri 17 Bandung

n

17

=

Peserta Didik kelas XI pada SMAN 17

Untuk lebih jelasnya penghitungan sampel peserta didik pada

setiap sampel sekolah dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.3 Sampel Peserta Didik

(46)

Daniel Kasidi, 2014

Sumber : Hasil Penelitian 2014

Namun tidak hanya peserta didik, tetapi peneliti juga akan

mengambil orang tua peserta didik tersebut sebagai sampel. Seperti

diketahui bahwa peran orang tua tentu sangat berpengaruh besar

terhadap peserta didik dalam menentukan pemilihan sekolahnya,

sehingga peneliti menetapkan orang tua dari sampel peserta didik

tersebut menjadi sampel tambahan.

C. Variabel Penelitian

SelanjutnyamenurutMenurutArikunto (2010:189), Variabeladalah

“Objek penelitian yang bervariasi, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”. Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas

(independent), dan variabel terikat (dependent).

Sari (2012:42) menyatakan bahwa variabel (X) yang merupakan

variabel yang mempengaruhi atau sebab perubahannya atau timbulnya

variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini mencakup 3 faktor,

yaitu faktor lokasi ( mencakup aksesibilitas dan lokasi strategis), faktor

kondisi sekolah (mencakup sarana prasarana sekolah, prestasi sekolah, dan

SDM yang ada pada sekolah tersebut).Variabel (Y) merupakan variabel

yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat adanya variabel bebas.

Variabel terikat pada penelitian ini adalah Preferensi masyarakat terhadap

sekolah.

Bandung Selatan SMA NEGERI 11 11

SMA NEGERI 17 8

Gambar

Tabel 1.1 Jumlah Murid Sekolah Menengah Atas Di Kota Bandung 3 Tahun Terakhir
Tabel 2.1 Pergerakan Waktu Terhadap Perjalanan
Tabel 2.2 Standar Jarak dalam Kota
Tabel 3.2 Sampel Sekolah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Meningkatkan sarana dan prasarana promosi serta kegiatan promosi pemasaran pariwisata ekonomi kreatif dalam dan luar negeri dalam rangka meningkatkan. arus kunjungan wisatawan

sebagaimana mestinya untuk menyusun suatu skripsi dengan judul “TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN SANTUNAN YANG DITERIMA OLEH PENYANDANG DISABILITAS YANG MENGALAMI

Penerapan pendekatan STS pada pembelajaran fisika untuk meningkatkan kreativitas siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

Pada indeks saham sektoral, suku bunga Bank Indonesia berpengaruh terhadap volatilitas return sektor infrastruktur, sektor perdagangan dan jasa, sektor pertambangan,

Penerapan pendekatan STS pada pembelajaran fisika untuk meningkatkan kreativitas siswa1. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

UJIAN SEKOLAH SD/MI TAHUN PELAJARAN 2016/2017 KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penataan arsip dinamis aktif pada bagian tata usaha Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara adalah berdasarkan jenis arsipnya

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai indeks glikemik bubur jagung kacang hijau dengan komposisi perbandingan lain dan penelitian tentang indeks glikemik