17 MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB. Penelitian dilakukan mulai september 2010 sampai dengan Januari 2011.
Materi
Jagung halus digunakan sebagai aditif untuk meningkatkan WSC dan BK daun rami pada pembuatan silase daun rami. Daun rami didatangkan dari Koppontren Darussalam Garut. Pembuatan silase menggunakan kantong plastik berukuran 28 x 50 cm, dan trench berukuran 1 x 1 x 1 m3.
Metode Pembuatan silase daun rami beraditif
Pembuatan silase rami dilakukan pada 2 jenis silo. Silo plastik menggunakan 2 kg rami ditambah kan 20% jagung halus (98%BK). Silo trench menggunakan 70 kg rami ditambah 20% jagung halus (98%BK). Aditif diupayakan tercampur secara homogen dengan rami. Pemasukkan daun rami dan aditif secara berselang-seling.
Silo ditutup dan fermentasi dibiarkan berlangsung selama 32 hari pada suhu ruang secara anaerob.
Parameter yang diukur antara lain: 1) karakter fisik (aroma, warna, texture, dan spoilage), 2) karakter fermentatif yang meliputi pH, kehilangan bahan kering, kadar ammonia sebagai gambaran degradasi atau kerusakan protein diukur dengan teknik micro diffuse Conway dan WSC diukur menggunakan metode Fenol, 3) karakteristik utilitas meliputi fermentabilitas bahan organik dan protein dalam rumen, dan kecernaan bahan kering dan bahan organik.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 2 jenis silo sebagai perlakuan dalam penelitian ini dengan 3 ulangan.
Perlakuan tersebut adalah :
18 T : Menggunakan trench silo
SP : Menggunakan silo portabel
Model matematika dari rancangan tersebut adalah sebagai berikut : Yij = μ + τi + εij
Dimana :
Yij = hasil pengamatan pengaruh jenis silo ke-i ulangan ke-j μ = Rataan umum
τi =Pengaruh jenis silo ke-i
eij = pengaruh acak pada jenis silo ke-i ulangan ke-j Peubah
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah:
a. Karakter sifat fisik silase, dilakukan dengan mendeskripsikan warna, aroma, tekstur dan keberadaan jamur (spoilage).
b. Karakteristik fermentasi silase, yang meliputi pH, kadar bahan kering (BK), VFA, kehilangan BK, kadar protein kasar (PK), kadar NH3 silase, kehilangan PK, Water soluble Carbohydrate (WSC) dengan Metode Fenol, Nilai Fleigh dan perombakan protein dengan metode micro diffuse Conway diukur dari konsentrasi NH3 silase dibandingkan dengan total protein bahan.
c. Karakteristik Utilitas Silase pada ternak ruminansia meliputi Fermentabilitas in vitro, yaitu Produksi VFA total (Steam distillation) dan konsentrasi NH3
(mikrodifusi Conway), dan kecernaan in vitro, yaitu kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO) (Tilley and Terry, 1963).
d. Susut bahan kering dan perubahan komposisi kimiawi.
Prosedur Pengamatan Karakteristik Fisik
Karakteristik fisik dilakukan dengan mendeskripsikan meliputi warna, aroma, tekstur, keberadaan jamur (spoilage), dan tingkat kerusakan biomassa pada saat silase dibuka setelah proses ensilasi. Pemberian nilai dilakukan secara kualitatif sebagai berikut (+) kriteria kurang baik, (+ +) kriteria cukup baik, (+ + +) kriteria baik dan (+ + + +) kriteria lebih baik.
19 Pengamatan Karakteristik Fermentatif
Pengukuran BK Silase. Silase yang telah melalui proses ensilasi selama 5 minggu dikeluarkan dari plastik dan ditimbang sebagai berat akhir, kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60o C selama 3-7 hari kemudian ditimbang sebagai berat kering oven 60o C. Setelah dikeringkan pada suhu 60o C, sampel digiling sampai halus. Sampel tersebut kemudian di timbang kedalam cawan porselen sebanyak 2-3 gram dan dimasukkan kedalam oven 105o C sampai berat konstan.
Setelah kering silase ditimbang sebagai berat akhir dan dihitung menggunakan rumus:
100%
a x x c
b x BK d
%
Keterangan
a : Berat silase daun rami + zat aditif
b : Berat silase rami beraditif setelah oven 60o C c : Berat sampel silase beraditif sebelum oven 105o C d : Berat sampel silase beraditif setelah oven 105o C
Pengukuran pH. Silase yang baru dibuka ditimbang sebanyak 10 gram dan dicampur dengan 100 ml aquadest dengan cara diblender pada kecepatan sedang selama 30 detik. pH cairan silase diukur menggunakan pocket pH meter yang telah dikalibrasi. Pembacaan pH dilakukan setelah screen stabil atau setelah 30 detik.
Pengukuran NH3 silase. Kira-kira 1 ml sampel yang sama dengan sampel pengukuran pH ditempatkan pada salah satu ujung jalur cawan Conway yang telah diolesi vaselin kemudian 1 ml larutan Na2CO3 ditempatkan pada sisi yang bersebelahan dengan sampel. Asam borat berindikator sebanyak 1 ml ditempatkan didalam cawan kecil yang ada di bagian tengah cawan Conway kemudian tutup rapat cawan Conway. Supernatan dan larutan Na2CO3 dicampur hingga rata dengan cara cawan Conway dimiringkan. Diamkan selama 24 jam pada suhu kamar dan setelah 24 jam asam borat berindikator dititrasi menggunakan H2SO4 sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah. Kemudian kadar NH3 dihitung dengan rumus:
20 sampel
BK
× sampel gr
1000
× SO H N
× SO H ml
= (mM) NH
N 3 2 4 2 4
Pengukuran VFA. Supernatan yang telah disiapkan menggunakan prosedur yang sama dengan penggukuran NH3 silase sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung destilasi, lalu segera ditambahkan dengan 1 mL H2SO4 15 % ditambahkan ke tabung destilasi yang sudah ada larutan sampel, kemudian ditutup penutup kacanya. Tabung destilasi dimasukkan ke dalam labu penyulingan yang berisi air mendidih (dipanaskan terus selama destilasi). Uap air panas akan mendesak campuran supernatan dan H2SO4 dan akan terkondensasi dalam labu pendingin. Air yang terbentuk ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi 5 mL NaOH 0,5 N hingga terbentuk sampel menjadi 300 ml, kemudian ditambahkan dengan indikator PP (Phenol Phtaline) sebanyak 2 - 3 tetes dan dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai warna titrat berubah dari merah muda menjadi merah muda seulas. Produksi VFA total dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
sampel BK sampel gr
10005 NHCl b
- a (mM) VFA total
Keterangan:
a = volume titran blanko (ml) b = volume titran contoh (ml)
Pengukuran Kehilangan Bahan Kering. Kehilangan bahan kering dihitung dari selisih berat kering bahan awal dengan berat kering bahan yang telah menjadi silase.
Pengukuran Protein Kasar (PK). Pengukuran Kadar protein silase menggunakan metode Kjehldal (Kjeldahl, 1883) dan untuk perhitungan protein kasar menggunakan rumus :
mL HCl x N HCl x 14 x 24 x 100
%N =
Mg sampel PK (%) = %N x 6,26
21 Pengukuran Kehilangan Protein Kasar. Pengukuran kehilangan PK dihitung dengan membandingkan antara kehilangan PK yang menjadi ammonia dengan kadar PK bahan awal.
Pengukuran WSC (Water Soluble Carbohydrat) (Metode Fenol). Silase sebanyak dua gram yang ditambahkan aquadest yang telah dipanaskan sebanyak 20 ml, kemudian digerus menggunakan mortal selama ± 10 menit. Setelah itu disaring untuk memisahkan cairan dan padatan sampel. Sampel yang berbentuk cairan dipipet sebanyak 2 ml dan dimasukan kedalam tabung reaksi 10 ml, kemudian tambahkan 0,5 ml larutan fenol, dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Larutan asam sulfat ditambahkan dengan cepat sebanyak 2,5 ml dan divortex, dibiarkan larutan sampai dingin dan diukur absorbannya menggunakan spektrofotmeter pada 490 nm.
Perhitungan Nilai Fleigh. Nilai Fleigh merupakan indeks karakteristik fermentasi silase berdasarkan nilai BK dan pH dari silase (Idikut et al., 2009). Nilai Fleigh (NF) 85 – 100 menyatakan bahwa silase berkualitas baik sekali, 60 – 80 baik, 40 – 60 cukup baik, 20 – 40 sedang dan kurang baik jika NF <20 (Idikut et al., 2009). Nilai fleigh dihitung dengan rumus sebagai berikut :
NF = 220 + (2 x BK (%) – 15) – (40 x pH) Pengamatan Utilitas
Pengukuran VFA rumen
Pakan difermentasi menggunakan cairan rumen. Sebanyak 0,5 gram silase daun rami yang sudah dikeringkan, digiling dan disaring menggunakan saringan berukuran 0,5 mm. Sampel itu dimasukkan ke dalam tabung fermentor bervolume 50 ml, kemudian ditambahkan 40 ml larutan buffer McDougall dan 10 ml cairan rumen lalu diaduk dengan gas CO2 selama 30 detik dan ditutup rapat dengan prop karet yang berventilasi, kemudian diinkubasi selama 6 jam di dalam shaker water bath bersuhu 39 ºC. Setelah inkubasi, ditambahkan 2 - 3 tetes HgCl2 jenuh ke dalam tabung fermentor untuk menghentikan aktivitas mikroba, kemudian tabung fermentor disentrifuge dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit. Kemudian tampung supernatannya.
22 Supernatan yang telah disiapkan menggunakan prosedur tersebut sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung destilasi, lalu segera ditambahkan dengan 1 ml H2SO4 15 % ditambahkan ke tabung destilasi yang sudah ada larutan sampel, kemudian ditutup penutup kacanya. Tabung destilasi dimasukkan ke dalam labu penyulingan yang berisi air mendidih (dipanaskan terus selama destilasi). Uap air panas akan mendesak campuran supernatan dan H2SO4 dan akan terkondensasi dalam labu pendingin. Air yang terbentuk ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0,5 N hingga terbentuk sampel menjadi 300 ml, kemudian ditambahkan dengan indikator PP (Phenol pthaline) sebanyak 2 - 3 tetes dan dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai warna titrat berubah dari merah muda menjadi merah muda seulas.Produksi VFA total dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
sampel BK sampel gr
10005 NHCl b
- a (mM) VFA total
Keterangan:
a = volume titran blanko (ml) b = volume titran contoh (ml) Pengukuran NH3 rumen
Cawan Conway diolesi dengan vaselin kemudian 1 ml supernatan seperti pada pengukuran VFA rumen, ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway kemudian 1 ml larutan Na2CO3 ditempatkan pada sisi yang bersebelahan dengan sampel. Asam borat berindikator sebanyak 1 ml ditempatkan didalam cawan kecil yang ada dibagian tengah cawan Conway kemudian tutup rapat cawan Conway.
Supernatan dan larutan Na2CO3 dicampur hingga rata dengan cara cawan Conway dimiringkan. Inkubasi selama 24 jam pada suhu kamar dan setelah 24 jam asam borat berindikator dititrasi menggunakan H2SO4 sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah. Kemudian kadar NH3 dihitung dengan rumus:
sampel BK
× sampel gr
1000
× SO H N
× SO H ml
= (mM) NH
N 3 2 4 2 4
23 Pengukuran KCBK dan KCBO
Pengukuran KCBK dan KCBO mengikuti metode Tilley and Terry (1963) sebagai berikut:
1. Pencernaan Fermentatif
Sebanyak 0,5 gram sampel pakan dimasukkan kedalam tabung fermentor, ditambahkan 10 ml larutan buffer McDougall dan 40 ml cairan rumen lalu diaduk dengan gas CO2 selama 30 detik dan ditutup rapat. Tabung fermentor ditempatkan pada suhu 39o dan fermentasi dibiarkan berlangsung selama 48 jam. Setiap 6 jam, tabung diaduk dengan gas CO2.
2. Pencernaan Hidrolisis
Setelah diinkubasi selama 48 jam, tambahkan 2-3 tetes HgCl2 jenuh ke dalam tabung fermentor untuk menghentikan aktivitas mikroba. Campuran tersebut disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan supernatannya dibuang, kedalam tabung ditambahkan 50 ml larutan pepsin HCl 0,2%. Pencernaan enzimatis berlangsung aerob selama 48 jam. Hasil pencernaan hidrolisis (residu) disaring menggunakan kertas Whatman no 41 yang dibantu dengan pompa vakum.
Kemudian residu tersebut dimasukkan kedalam cawan porselen dan dipanaskan di dalam oven suhu 1050 C selama 24 jam untuk menentukan BK residu. Selanjutnya residu BK dimasukan dalam tanur 600o C selama 6 jam untuk mendapatkan residu bahan organik. Kemudian KCBK dihitung berdasarkan rumus:
( )
Keterangan:
KCBK= Koefisien Cerna Bahan Kering BK = Bahan kering
24 Sedangkan KCBO dihitung dengan rumus:
( )
Keterangan:
KCBO= Koefisien Cerna Bahan Organik BO = Bahan organik