xii
DAFTAR TABEL 4.1 : Jenis Kelamin Subjek Penelitian... 177
4.2 : Umur Subjek Penelitian (ibu asuh)... 178
4.3 : Pendidikan Subjek Penelitian (ibu asuh)... 179
4.4 : Jenis Kelamin Subjek Penelitian (anak asuh)... 179
4.5 : Pendidikan Subjek Penelitian (anak asuh)... 180
4.6 : Umur Subjek Penelitian (anak asuh)... 180
4.7 : Jenis Kreativitas yang diikuti Anak Asuh... 181
4.8 : Lama berada di SOS Desa Taruna (anak asuh)... 181
4.9 : Latar Belakang dimasukan ke Panti Asuhan... 182
xiii
DAFTAR GAMBAR 1.1 : Undang-undang Yayasan Pasal 1... 15
1.2 : Yayasan Sosial dalam Undang-undang... 18
1.3 : Pengelolan Panti Asuhan yang diharapkan... 22
1.4 : Model Pengasuhan Berbasis Keluarga di SOS Desa Taruna... 24
2.1 : Aspek Sistem dari Pola Asuh... 111
2.2 : Kerangka Konsep Dasar Pengelolaan (Manajemen... 115
2.3 : Fungsi Kreativitas... 125
3.1 : Alur Metode Penelitian... 163
3.2 : Langkah Analisis Data Kualitatif... 165
4.1 : Model Konseptual Pengasuhan Berbasis Keluarga Dalam Meningkatkan Kreativitas Anak Terlantar... 201
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Riwayat Hidup... 282
2. Instumen Penelitian... 285
3. Pedoman wawancara untuk Pengelola... 289
4. Pedoman wawancara untuk Ibu Asuh... 291
5. Angket untuk Ibu Asuh... 293
6. Angket untuk Anak Asuh... 296
7. Surat Ijin Penelitian dan Rekomendasi dari Instansi Terkait... 297
8. SK Pembimbing... 298
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap anak sejak dilahirkan membutuhkan perhatian, perlindungan,
pemeliharaan, perawatan, dan bimbingan sepenuhnya. Anak ingin menerima kasih
sayang, rasa aman tenteram dari orang tua. Anak ingin diberi kesempatan untuk
mengembangkan diri sesuai kemampuan hidupnya, anak ingin belajar bertanggung
jawab dan ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, sehingga anak merasa
menjadi anggota keluarga di mana mereka berada.
Adanya anak terlantar pada masyarakat kita, merupakan masalah yang
harus dihadapi oleh lapisan masyarakat. Dalam menghadapi masalah tersebut,
Negara kita tidak membiarkan kehidupan anak terlantar hal ini seperti yang telah
ditegaskan dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 34 yang berbunyi : “Fakir miskin
dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara”.
Dengan adanya pernyataan dan ketegasan mengenai anak-anak terlantar
dalam UUD 1945, ini membuktikan bahwa Negara kita sebagai Negara yang
berpandangan hidup Pancasila, maka sistem sosialnyapun akan mencerminkan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut, yang didasari oleh kerjasama
yang tinggi dan semangat kekeluargaan dengan penuh rasa tanggung jawab
terutama dalam meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia.
Sebagai bangsa Indonesia sudah sepantasnya kita mempunyai kepedulian
kepada mereka yang nasibnya kurang beruntung seperti mereka yang terlantar
yang penuh dengan pengharapan, kita harus berbuat secara nyata untuk
bersama-sama memecahkan ini, karena apabila tidak ditanggulangi secara berbersama-sama, mereka
akan dapat menjadi salah satu sumber yang dapat mengganggu ketentraman
masyarakat dikemudian hari.
Penanggulangan masalah anak-terlantar tidak semata-mata merupakan
tugas Negara tapi juga perlu peran aktif dari seluruh masyarakat atau
lembaga-lembaga kemasyarakatan, salah satu lembaga-lembaga kemasyarakatan yang peduli terhadap
masalah anak terlantar ini adalah Yayasan SOS Desa Taruna yang beralokasi di
Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat.
SOS Desa Taruna Indonesia adalah sebuah Organisasi Sosial, dengan
bentuk yayasan, bersifat swasta, non politik, dan tidak bertujuan mencari
keuntungan. Organisasi ini bergabung ke dalam suatu ikatan kerja sama dengan
SOS Kinderdorf International yang tersebar diberbagai negara, dan berpusat di kota
Innsbruck, Austria. Pendirinya adalah Dr Hermann Gmeiner. Pada waktu ini
terdapat lebih kurang 220 buah SOS Kinderdorf yang tersebar di 90 negara. Untuk
Indonesia SOS Kinderdorf ini diberi nama Sos Desa Taruna, dinamakan ”Desa”
karena merupakan satu kelompok Panti Asuhan dengan segala sarananya. Sehingga
seakan akan membentuk satu desa.
Tujuan dari SOS Desa Taruna adalah, khususnya,untuk memberikan
pertolongan kepada anak-anak yang karena satu dan lain sebab telah terlantar atau
diterlantarkan oleh orang tuanya, pertolongan yang iberikan berupa rumah tinggal,
kehangatan kasih sayang ibu, perawatan dan pendidikan, sehingga dikemudian hari
Indonesia terletak di jalan Teropong Bintang, Lembang, Kabupaten Bandung
Barat. Dibangun di atas tanah bekas Erfpacht seluas 5 Ha. Merupakan sebuah
yayasan sosial pengasuhan anak jangka panjang yang berbasis keluarga dan
berkarya membantu, mengasuh juga memberi masa depan yang cerah pada
anak-anak yatim piatu dan kurang beruntung.
Yayasan SOS Desa Taruna Lembang ini, menampung sejumlah anak
terlantar dari berbagai pelosok di Indonesia dan anak-anak terlantar tersebut
dibimbing dan diasuh oleh beberapa Ibu Asuh dan mereka ditempatkan dalam
rumah - rumah bersama anak - anak lainnya.
Pada dasarnya anak terlantar yang diterima di SOS desa Taruna ini adalah
setiap anak semenjak baru lahir dengan tanpa memandang warna kulit, agama, dan
keturunan dapat diterima oleh Yayasan ini, namun demikian ada persyaratan lain
harus sehat jasmani dan rohani.
Dalam dunia kehidupan ini, anak masih sangat membutuhkan perhatian,
pelayanan bahkan pengakuan baik dari lbu dan bapaknya maupun dari orang lain.
Ini berarti secara psikologis pada diri anak-anak terlantar terdapat kemiskinan jiwa.
Seperti halnya apa yang dituliskan dalam buku anak yang berdiri tersendiri
(sebatangkara ) dan pemeliharaan (SOS Desa Taruna, 52) "Macam-macam
anak-anak terlantar atau diterlantarkan adalah :
1) anak-anak yang telah kehilangan kedua orang tuanya.
2) anak-anak yang telah kehilangan salah satu orang tuanya. Tetapi yang tak mampu dan tak mau mengurusnya lagi.
3) anak dari orang tua yang cerai, pisah, hingga anak-anak terkatung-katung tanpa ada yang menghiraukan.
4) anak dari orang tua yang suka bertengkar, hingga anak dirugikan karenanya dalam perkembangan jasmani dan kepribadiannya.
6) anak yang dilahirkan bukan dari hasil pernikahan yang syah dan terlantar. 7) anak dari orang tua yang melakukan tindakannya kriminil atau tindakan
lain yang dapat membahayakan pertumbuhan jiwa anak".
Dalam hubungannya dengan masalah tersebut, maka tentunya bagi
anak-anak terlantar dibutuhkan tempat penampungan khusus bagi mereka supaya
menjadi tentram, tenang gembira dan terlindung, diantaranya rumah. Karena rumah
merupakan tempat bagi mereka untuk mendapatkan kepastian tinggal (tidak
terlunta-lunta), sehingga memungkinkan mereka menemukan dan mengembangkan
identitas mereka.
Anak yang kurang mendapat perhatian orang tua serta kurang pemenuhan
kebutuhan hidupnya akan menghadapkan anak pada berbagai kesulitan yang salah
satu kesulitannya adalah mengembangkan potensi dirinya melalui pendidikan,
Seorang anak terlantar membutuhkan seorang Ibu, ialah seorang wanita
yang bersikap dan bertindak sebagai seorang Ibunya, meskipun ia hanya seorang
Ibu asuh, namun ia menganggap anak itu sebagai anaknya, berlaku sebagai orang
yang dipercayakan untuk mengasuh dan membimbingnya serta segala tingkah
lakunya menjadi teladan. Juga dalam kehidupan sehari-hari, sesaat menjalankan
tugasnya sebagai lbu rumah tangga sekaligus juga menunjukan tingkah laku yang
terpuji yang dapat diresapi dan dihayati hingga menjadi pedoman bagi anak-anak
dikemudian hari. Hal ini seperti dinyatakan oleh Whiterington dalam bukunya
"Psikologi Pendidikan" hal 23 Sebagai berikut. "Peranan lbu rumah tangga akan
sangat berpengaruh terhadap jiwa anak, karena mereka akan lebih dekat dengan
anak-anaknya. dan sikap anak hanya akan dipengaruhi oleh sikap kelembutan yang
Disela-sela kehidupan masyarakat tertentu ditemukan pelaksana kegiatan
sosial dan jasa-jasa sosial wanita yang berjiwa keibuan dengan bermacam-macam
jabatan keibuan sebagai juru rawat atau suster-suster yang memiliki jiwa keibuan
yang murni, dan yang mau menerima anak- anak yang penuh derita meskipun
dalam situasi yang sangat berat, namun akhirnya mereka dapat mengasuhnya ke
dalam suatu kelompok anak- anak bersamanya, sehingga menyerupai keluarga.
Sehubungan dengan hal tersebut Gerungan dalam bukunya Psikologi Sosial
(1978;82) menyatakan bahwa:
"Keluarga merupakan kelompok sosial pertama-tama dalam kehidupan manusia belajar menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya, pengalaman-pengalamannya dalam interaksi sosial di keluarganya, tentu menentukan pula cara tingkah laku terhadap orang lain dalam pergaulan sosial di keluarganya di dalam masyarakat pada umumnya"
Dari pengertian di atas, jelaslah bahwa pendidikan keluarga sangat penting.
Di negara dan pada bangsa manapun selalu terdapat wanita yang berdiri sendiri,
yang tak kawin dan tetap hidup menjanda. Di antaranya terdapat wanita-wanita
yang waktunya tak terisi dengan kesibukan-kesibukan. Didorong jiwa
kewanitaannya, kebanyakan diantara mereka merindukan adanya anak-anak yang
bersedia mereka dekati, dan menyerahkan dirinya dibawah naungan wanita
tersebut. Disamping itu pula terdapat banyak anak-anak yang tak ber-orang tua dan
tak terurus, merindukan penguluran tangan seorang wanita yang berjiwa keibuan
untuk memperoleh rasa tentram dan aman.
Mempertemukan wanita-wanita tersebut dengan anak-anak adalah tugas
yang disadari oleh SOS Desa Taruna.
diutamakan harus mencintai anak-anak. Karena anak-anak yang telah kehilangan orang tua karena kebanyakan telah menderita kejiwaannya, karena kasih sayang yang diharapkan tak kunjung datang ( lbu Asuh SOS Desa Taruna, 65)"
Maka sebagai tugas wanita, lbu Asuh SOS Desa Taruna yang nampak
mempunyai keadaan sarana yang sangat memadai untuk mengurus dan
membimbing anak-anak terlantar, karena mereka-lah yang secara istimewa tidak
hanya mengikuti jejak fungsi lbu kandung tetapi lebih dari itu yaitu mereka
memiliki bentuk lahiriah dan jiwa seorang Ibu kandung. Dari uraian tersebut di
atas, bahwa lbu Asuh sebagai pengganti ibu kandungnya memainkan peranan
penting dalam usaha membina dan mengembangkan anak dalam berbagai segi
kehidupan, sebab lbu Asuh akan dapat memberikan dan memenuhi apa yang
dibutuhkan anak, walaupun tidak semuanya terpenuhi.
Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu
kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau interaksi dan
saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya, walaupun diantara mereka tidak
terdapat hubungan darah. Pola asuh orang tua dalam membantu anak untuk
meningkatkan kreativitas adalah upaya orang tua yang diaktualisasikan terhadap
panataan lingkungan fisik, sosial internal dan eksternal dan dialog dengan
anak-anak.
Salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi diantaranya dalam masalah
pembinaan mental dan moral sejak dini yang kuat, agar anak memiliki rasa percaya
diri, tanggung jawab, disiplin, cerdas dan terampil. Uluran tangan yang paling
utama seharusnya datang dari orang tuanya, terutama ibu, dalam upaya
Bila kehidupan keluarga disesuaikan kepada tuntutan masa depan, yang
mengandung kondisi persyaratan untuk membawa perubahan pada masyarakat kita,
dalam upaya memperbaiki kondisi kehidupan sebagaimana menjadi tuntutan
zaman.
Pendidikan Luar Sekolah ( PLS ) sebagai salah satu sub sistem pendidikan
nasional telah diyakini memiliki kontribusi yang strategis dan tidak dapat diabaikan
dalam kerangka pembangunan nasonal. Berbagai program dan kegiatan telah
banyak dilakukan untuk membelajarkan warga masyarakat meningkatkan
keterampilan, pengetahuan dan sikap yang diperlukan selaras dengan tuntutan
berbagai kehidupan masyarakat yang lebih baik (Sudjana, 1993, Trisnamansyah,
1992; dan Muchlas,2000). Kontribusi PLS mengatasi berbagai macam
permasalahan dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
dapat ditempuh dengan berbagai program dan kegiatan salah satunya adalah
bergerak dibidang sosial seperti pembangunan masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat melaui pola pengasuhan yang diselenggarakan oleh berbagai
lembaga-lembaga atau panti-panti asuhan.
Dalam kaitan ini, Santoso (1992) mengemukakan enam asas PLS yang
perlu diindahkan agar peranan atau tugas-tugas PLS memperoleh penerimaan yang
oftimal dalam kegiatan pembangunan yaitu: (1) asas inovasi, (2) asas penentuan
dan perumusan tujuan pendidikan, (3) asas perencanaan dan pengembangan
pendidikan formal, (4) asas kebutuhan, (5) asas pendidikan seumur hidup dan (6)
asas relevansi dengan pembangunan. Sedangkan Sudjana (1993) menambahkan
Apabila ditinjau dari sasaran populasinya PLS memiliki peluang yang
sangat besar untuk membelajarkan warga masyarakat dengan berbagai program dan
kegiatannya, baik dari segi usianya, lingungan sosial budayanya, jenis kelamin,
mata pencaharian, taraf pendidikan maupun pada kelompok-kelompok khusus.
Persebaran jenis program dan kegiatan PLS dalam pembangunan nasional dan
khususnya menangani anak-anak terlantar sangat menjangkau berbagai kegiatan
pelayanan masyarakat. Trisnamansyah (1992) menyatakan sasaran populasi PLS
dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu usia, lingkungan sosial budaya, jenis
kelamin, mata pencaharian, taraf pendidikannya dan segi kelompok khusus, seperti
anak-anak terlantar dan yang mengalami penyimpangan sosial.
Uraian di atas menunjukkan bahwa kontribusi PLS dalam tatanan
pengembangan sumber daya manusia tidak dapat diabaikan, selain menyatu dalam
seluruh dimensi kehidupan, juga karena program-programnya yang luwes, mudah
beradaptasi dengan perubahan dan menjangkau seluruh lapisan warga masyarakat.
PLS juga dipandang sebagai sub sistem pendidikan yang mampu memupuk
profesionalisme dan jati diri sumber daya manusia dalam menghadapi era
globalisasi melaui program-program pendidikan sepanjang hayat (life long
education), sebagai pendorong utama memperoleh kemajuan secara terus menerus
dalam berbagai kegiatan. Dalam mewujudkan diri untuk mencapai sasaran tersebut
seorang anak akan sekaligus belajar bertanggungjawab dan belajar menuntaskan
apa yang ingin dicapainya, hal tersebut akan berdampak terhadap kehidupan
Orang tua sebagai pendidik anak bertugas terus – menerus mengamati dan
berupaya meneladani perilaku yang baik dalam menjalankan tugasnya.
Upaya-upaya tersebut akan mengarahkan anak menyadari tujuan hidupnya, menyadari apa
yang diharapkan oleh lingkungannya, dengan menumbuhkan cara memainkan
peran dalam meletakkan aspirasi dalam mewujudkan cita-citanya. Anak yang
kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua, akan mencari
kesibukan di luar, dan melakukan sesuatu sekehendak hati tanpa memikirkan
dampak dan akibatnya, memiliki rasa kurang percaya diri, emosional tidak
terkendali serta memiliki ego yang cukup tinggi, tidak jarang anak yang
melakukan tindakkan kriminal yang melanggar aturan hukum, apa yang
dilakukannya berdasarkan kata hatinya karena tidak ada yang peduli terhadapnya.
Pembinaan dan kasih sayang yang tulus dari orang tua akan mengantarkan anak ke
dalam kehidupan yang lebih terarah.
”Suksesnya seorang anak dalam pendidikan tergantung pada bantuan orang
tua di rumah. Hanya 4-5 jam anak belajar di sekolah setiap hari. Dua puluh jam
mereka berada diluar sekolah. Orang tua bertanggung jawab membantu
anak-anaknya untuk belajar di rumah (R.I. Sarumpaet, 1997)".
Menyimak berbagai permasalahan di atas yang dihadapi dalam implementasi pola
pengasuhan berbasis keluarga dalam mengembangkan kreativitas bagi anak
terlantar perlu dikembangkan suatu model pola pengasuhan yang lebih inovatif
guna meningkatkan semangat hidup, memiliki keahlian dan keterampilan anak
terlantar, serta membantu mereka membentuk masa depannya sendiri, dan memberi
B. Identifikasi Masalah
Kepedulian terhadap anak-anak terlantar dapat dilakukan oleh berbagai
lembaga, baik lembaga pemerintah (Depsos) maupun lembaga-lembaga non
pemerintah seperti panti asuhan yang dikelola oleh berbagai yayasan. Kehilangan
atau keterpisahan dari keluarga memberikan dampak yang mendasar pada anak,
dan membuatnya rentan apabila ia dibiarkan tanpa adanya pengasuhan dari
lingkungan keluarga yang melindungi dan mendukungnya. Kesehatan anak,
perkembangan, dan kesejahteraan anak secara keseluruhan mengalami risiko,
terutma pabila kehilangan ini berlangsung di dalam masa kritis pertumbuhan anak,
termasuk masa awal kanak-kanak.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas, dari
berbagai pengamatan empiric terhadap realitas kehidupan anak terlantar pada
umumnya terdapat kemiskinan jiwa dan mental yang sangat rendah, yaitu antara
lain :
1. Anak terlantar hanya berorientasi pada perolehan pengetahuan tingkat
rendah dan kurang memiliki minat pengembangan diri.
2. Pengetahuan kurang berkembang, hal ini dikarenakan latar belakang
mereka yang bervariatif.
3. Anak terlantar tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis,
analitis dan kreatif karena lingkungan pergaulan sebelumnya yang kurang
baik.
4. Kejenuhan terhadap suatu kegiatan atau aktifitas akan menghambat
Permasalahan lain dalam konteks pengembangan pendidikan luar sekolah dan
pembangunan mayarakat antara lain adalah sebagai berikut :
1. Merosotnya jiwa nasionalisme dan kepatriotan serta rapuhnya kesadaran
idelogi, khususnya di kalangan generasi muda (Jalal,2002).
2. Adanya dampak negatif akibat dari kemajuan pembangunan dan arus
globalisasi yang diperoleh melalui tenologi informasi dan mass media,
dengan munculnya gaya kehidupan global dengan MTV style, Mc Donal
style dan Hard Rock Cafe style. Kondisi ini mendorong munculnya paham
kebendaan dan hedonisme (Jalal,2002).
3. Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-obatan Terlarang (Narkoba)
meningkat tajam, yang diperkirakan telah mencapai 1,3 juta jiwa
(Jalal,2002).
4. Penyebaran HIV meningkat, jumlah penderita HIV telah mencapai 1.904
orang, dan penderita AIDS 671 orang, dan jumlah tersebut 73% menyerang
usia 20-39 tahun. Apabila masalah ini tidak ditangani secara
sungguh-sungguh pada tahun 2010 Indonesia akan menghadapi bencana nasional
seperti yang dihadapi Afrika yang mayoritas adalah genersi muda
(Direktorat Kepemudaan, 2003).
Mencermati berbagai permasalahan di atas SOS Desa Taruna mencoba
menyelenggarakan dan mempasilitasi berbagai jenis kegiatan untuk anak-anak
asuh melaui berbagai keterampilan, seperti dikemukakan Lucas (2002), antara
- Pendidikan Komputer dan bahasa Inggris.
- Keputrian : menjahit, kristik, menyulam, anyaman, merajut dan lain-lain.
- Peternakan : kelinci, domba, sapi perah, ayam, burung dan lain sebagainya.
- Pertanian : menanam sayuran, buah-buahan, dan berbagai jenis bunga.
- Pertukangan : membutsir kayu dan semen putih
- Bengkel : las listrik, las karbit dan mebel.
- Kerajinan tangan : ukir-ukiran, anyaman, kerajinan triplek, keramik dsb
- Kegiatan Olah raga: sepak bola, volly, pencak silat, catur, dan atletik.
- Kreativitas Seni : seni musik, seni lukis, seni tari, seni drama, vokal dsb
C. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah
dikemukakan terdahulu, maka dapat dirumuskan permasalahan pokok penelitian ini
adalah “Anak panti asuhan belum memiliki kemampuan dan kecakapan untuk
mengembangkan minat, bakat dan keterampilannya “ Hal ini dapat dijabarkan
dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kelemahan pola pengasuhan berbasis keluarga yang dilakukan
ibu asuh terhadap anak asuh yang telah dilaksanakan saat ini?
2. Bagaimana bentuk model teoritik pola pengasuhan berbasis keluarga yang
dapat meningkatkan kreativitas seni anak asuh yang telah dikembangkan
saat ini ?
3. Bagaimana efektifitas model teoritik pola pengasuhan berbasis keluarga
D. Definisi Operasional
Sebagai acuan mengenai beberapa konsep istilah yang diangkat dalam
penelitian perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut :
1. Pengembangan adalah usaha yang disengaja agar sesuatu menjadi lebih
maju dari sebelumnya baik kuantitas maupun kualitasnya.
2. Model dalam penelitian ini merupakan pencerminan, penggambaran sistem
yang nyata atau direncanakan, dan berfungsi sebagai pedoman dalam
melaksanakan pengasuhan bagi anak terlantar (Elias MA.1979).
Pengembangan model adalah upaya mengembangkan suatu acuan atau pola
yang terencana untuk menghasilkan yang lebih baik dari sebelumnya baik
kuantitas maupun kualitas.
3. Ibu Asuh merupakan seorang ibu yang memmiliki suatu sifat dimana
mahluk wanita ini bersedia untuk memelihara orang lain dan terutama
kepada anak – anak, yang membutuhkan sesuatu tidak hanya dengan barang
– barang yang nampak seperti pakaian dan makanan, tetapi lebih dari itu,
yang kehangatan dan rasa aman karena merasa dilindungi dan disayangi.
(Whiterington, (1973,44)).
4. Keluarga merupakan lingkungan pertama dimana anak mendapatkan
pengalaman dalam proses pendidikannya, pada lingkungan inilah sedini
mungkin ditanamkan norma-norma sistim nilai hidup yang baik serta
teladan. Berbasis keluarga adalah suatu kegiatan yang didasarkan atas
5. Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang
baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda
dengan apa yang telah ada sebelumnya.
6. Anak merupakan potensi untuk meneruskan cita – cita bangsa dan agar
anak – anak mampu memikul tanggung jawab untuk tumbuh dan
berkembang secara wajar.
Berbicara tentang Panti Asuhan, tidak terlepas dari yayasan sebagai
pengelola panti-panti asuhan itu. Dalam sejarahnya yayasan-yayasan di Indonesia
pernah mendapatkan nama yang tidak sedap, bahkan sejak runtuhnya orde baru
1998 hingga tahun 2002, pengelola berbagai yayasan di tanah air seang mendapat
sorotan masyarakat secara luas. Dalam sorotan itu ada sinyalemen bahwa bentuk
yayasan non profit menjadi kedok atau cara untuk memperkaya diri. Sering kali
orang tidak mampu menjelaskan apa bedanya kekayaan yayasan dengan kekayaan
pribadi dari pemilik yayasan itu sendiri, dari mana kekayaan yayasan yang begitu
banyak itu bisa didapat?. Bahkan lebih jauh, ada yayasan dengan nama tertentu
akan tetapi sama sekali tidak ada kegiatan. Persoalan yayasan memang berbeda
dengan persoalan panti asuhan, persoalan yayasan seakan menjadi persolan pada
tataran konsep dan argument, sedangkan persoalan panti-panti asuhan sering kali
persoalan praktis, persoalan yang menyangkut hidup sehari-hari dan bagaimana
memenuhi kebutuhan dengan dana yang sering kali terbatas, Swasono.SJ (2004).
Tidak se-sedarhana itu untuk mengelola panti asuhan, apalagi dalam
peraturan perundang-undangan yang baru (UU.RI No 16 tahun 2001), seperti
Gambar 1.1. Undang-undang Yayasan Pasal 1
Komitment terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang tertuang di dalam
kegiatan panti asuhan, semua kegiatan itu sering kali merupakan inisiatif pribadi
yang kemudian mengajak teman atau saudara yang lain dan jadilah panti asuhan
atau yayasan sosial. Akan tetapi sebagai tempat, Panti Asuhan tidak bisa berdiri
sendiri kecuali di bawah payung sebuah yayasan sosial tertentu dan badan hukum
dengan nomor notarisnya. Berbicara mengenai pengelolaan panti asuhan tidak bisa
Undang2 Yayasan
Spiritualitas Budaya
Yayasan Sosial
Entitas Masyarakat /
Pribadi Pelaku
Pelayanan sosial
Panti Asuhan
lepas dari pertama, aspek Yayasan sebagai badan hukum (UU. Yayasan Ps 1). Itu
berarti yayasan sebagai lembaga hukum tunduk kepada undang-undang yang
mengaturnya. Kedua entitas masyarakat yang memang memiliki komitment
terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Maka ada dua pendekatan yang perlu dijelaskan,
panti asuhan sebagai entitas badan hukum (UU Yayasan) dipayungi yayasan
dengan konsekuensinya pada masalah manajement dan bagaimana menjaga
survivalnya kegiatan pelayanan serta entitas masyarakat pelaku pelayanan sosial
yang memiliki komitment. Dan yang ketiga adalah sinergi antar keduanya.
Oleh karena itu panti asuhan bukan hanya sekedar panti penampungan.
Panti asuhan adalah tempat dimana anak mendapatkan pendidikan atau panti
pembelajaran. Ada hal yang tidak didapat dari pendidikan formal, tetapi mereka
dapatkan di panti asuhan. Lebih dari itu panti asuhan adalah tempat di mana pribadi
manusia dimanusiawikan, panti asuhan merupakan tempat memanusiawikan
manusia yang sering kali disingkirkan oleh keluarga dan masyarakat. Panti asuhan
menuntut profesionalitas dan akuntabilitas dalam penyelenggaraannya.
Dengan undang-undang yayasan yang baru harus melihat tuntutan yaitu
memiliki sistem pendidikan dan pembinaan bukan hanya intelektual, tetapi rohani
dan budi pekerti. Belajar santun dalam hidup dan berbudaya menjadi point dari
panti asuhan yang baik, selain itu panti asuhan yang baik akan membekali para
anak asuhnya dengan bebgai pengetahuan dan keterampilan yang dapat
membangkitkan semangat hidupnya sesuai dengan minat, bakat dan
kemampuannya sebagai bekal untuk hidup di masyarakat kelak. Dalam hal ini bisa
Gambar 1.2 . Yayasan Sosial dalam Undang-undang Yayasan tahun 2003
Yang dimaksud anak menurut UU RI no. 4 Tahun 1979 tentang
kesejahteraan anak, adalah seorang yang belum mencapai umur 21 tahun atau
belum pernah kawin (Pasal 1 ayat 1).
Yang dimaksud anak terlantar adalah setiap orang berada dibawah usia 21 tahun,
yang karena sesuatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin kebutuhan jasmani
rohani dan kebutuhan sosial yang diperlukan secara wajar sehingga anak – anak
tersebut menjadi terlantar.
Undang-undang Yayasan 2003
D. Pengawas D. Pengurus Yayasan D.Pembina
Direktur eksekutif / Pelaksana Harian
E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
Secara umum penelitian ini adalah menemukan model teoritik pola
pengasuhan berbasis keluarga dalam meningkatkan kreativitas seni anak terlantar.
Lebih rinci tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk
mengumpulkan, menemukan, mengungkap, menggambarkan, mengembangkan
yang berkaitan dengan hal-hal berikut ini :
1. Mendeskripsikan kelemahan model pola pengasuhan berbasis keluarga
bagi anak asuh yang telah dilaksanakan saat ini.
2. Menghasilkan suatu model pola pengasuhan berbasis keluarga yang dapat
meningkatkan kreativitas seni anak terlantar.
3. Mendeskripsikan tingkat efektifitas model pengasuhan berbasis keluarga
yang telah dikembangkan dan disempurnakan berdasarkan hasil uji coba
lapangan secara terbatas.
F. Kerangka Pemikiran
Model pengasuhan oleh ibu asuh merupakan wahana pembinaan untuk anak
yang kurang beruntung dan tidak mendapatkan kasih sayang yang utuh dari kedua
orang tuanya. Faktor penyebabnya antara lain :
1. Anak yang dengan sengaja ditinggalkan oleh orang tuanya di rumah sakit,
karena tidak mampu membayar biaya persalinan.
2. Anak yang dibuang oleh kedua orang tuanya karena tidak mampu untuk
3. Anak yang sudah biasa hidup di jalanan karena orang tuanya tidak memiliki
tempat tinggal.
4. Anak dari orang tuanya yang sering bertengkar, seingga anak tidak betah
tinggal di rumah.
5. Anak dari orang tua yang sering keluar masuk penjara akibat tindakan
kriminal dan melanggar hukum.
Tujuan pola pengasuhan oleh ibu asuh adalah untuk memberikan bimbingan ,
perlindungan, pemeliharaan, perawatan, kasih sayang, rasa aman, dan tenteram
bagi anak terlantar dan memberi kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai
dengan kemampuannya.
Pembinaan bagi anak terlantar bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi
lembaga – lembaga sosial dan masyarakat pun harus ikut andil dan peduli terhadap
keberadaan anak – anak yang kurang beruntung.
Karakteristik anak – anak terlantar antara lain ditandai oleh :
a. Kemampuan nalar sangat rendah, minat terhadap belajar sangat kurang.
b. Pengalaman dan kebiasaan yang sudah melekat dengan cara – cara lama
diemosionalnya cukup tinggi.
Dalam perkembangannya anak perlu dipenuhi berbagai kebutuhan, yaitu
kebutuhan primer, pangan, sandang dan perumahan serta kasih dan sayang,
perhatian, penghargaan terhadap dirinya dan peluang untuk mengaktualisasikan
dirinya.
Kebutuhan tersebut secara universal berturut – turut pada umumnya dilukiskan
1). Kebutuhan jasmaniah – biologis; organisme perlu terpenuhi, jika tidak akan
menimbulkan kecewa atau prustasi.
2). Rasa aman terjamin (security and safety); manusia hidup perlu berusaha. Usaha
merupakan penjelajahan (ekplorasi) dunia skitarnya, lingkungan harus menjaga
bahwa anak harus mampu memenuhi syarat dalam mempertahankan status dan
kedudukannya.
3). Rasa kasih sayang dan dihargai (love and esteem) setiap anak memerlukan
kasih sayang dan ingin dihargai. Upaya memperoleh status dan kedudukan dalam
bidang tertentu tidak dapat tercapai bila dari lingkungan asal tidak ada dorongan
dan bimbingan yang didasarkan pada kasih sayang dan penghargaan. Kasih sayang
ini harus merupakan komunikasi seseorang yang ditandai oleh suasana, sehingga
terjadi pertemuan batin orang tua dengan anak. Demikian juga kasih sayang akan
menunjukkan penghargaan-penghargaan terhadap prestasi yang dicapai seseorang
dalam setiap bidang.
Penjelmaan diri (self actualization); perilaku manusia merupakan perpaduan
antara bakat yang dibawa sejak lahir berupa kemungkinan yang laten, (disposisi)
dengan pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan ini akan diterima ibarat sehelai
kertas pengisap noda tinta; tetapi seseorang akan memilih pengaruh yang sesuai
dengan kebutuhannya, menolak yang tidak dikehendaki dan hasilnya akan
berkembang memenuhi kemampuan yang disebut perwujudan diri. Kelakuan
adalah hasil ciptaan sendiri, suatu integrasi faktor bawaan dengan realita dan
kondisi dari situasi pada masa itu. Setiap anak lahir dengan bakat, potensi,
yang sangat beragam dalam berbagai bidang dengan berbagai taraf dan jenis
intelegensi, yang dibesarkan pula dalam berbagai kondisi ekonomi, sosial,
psikologis, budaya, serta biologis yang berbeda, harus diupayakan dipenuhi
kebutuhannya oleh keluarga agar bimbingannya sesuai taraf perkembangan
anak (developmenttally appropriate practice).
Menjumpai panti asuhan yang dikelola secara tradisional dan bahkan
konvensial. Akan tetapi untuk jaman sekarang dimana era globalisasi begitu kuat
dan arus informasi begitu cepat menuju profesionalisme yang benar dan berdaya
guna. Selanjutnya bagaimana menuju pengelolaan panti asuhan yang baik dan
benar?. Panti asuhan bukan sekedar tempat penampungan, panti asuhan adalah
tepat pemberdayan artinya tempat di mana pribadi manusia dimanusiawikan.
Tempat di mana pribadi manusia mendapatkan pengembangan dalam berbagai
aspek yang dibutuhkan, baik kognitif, intelektual dan motorik.
Di panti asuhan harus terjadi hubungan personal timbal balik antara siswa
sebagai anak asuh dan para pengasuhnya. Pengasuh adalah pribadi yang
menularkan nilai-nilai positif kepada anak asuh. Di bawah ini panti asuhan yang di
Gambar 1.3 Pengelolaan Panti Asuhan yang diharapkan
Ada 4 point pokok yang bisa dikaji terus menerus menjadi titik pijak bagi
pengembangan panti asuhan itu sendiri. Keempat hal itu adalah masalah Planning,
Organizing, Leading dan Controling. Keempat itu tidak bisa dibolak-balik satu
mendahului yang lain, semua ada dalam urutan yang jelas.
1. Planning/perencanaan:
a. aktualisasi dari visi dan misi lembaga maupun spiritualitas= Manusia adalah
ciptaan yang luhur (merumuskan kembali apa tujuan panti asuhan).
Mengakomodasi seluruh potensi dari karyawan seoptimal mungkin untuk
b. bidang pendidikan: realisasi dari sisi pembelajaran dalam diri anak asuh yang
kurang.
c. bidang pemberdayaan tenaga kerja?perumahan karyawan.
d. bidang penelitian dan pengembangan panti
e. bidang keuangan, manajement finance dan mencari dana (membuat proposal).
2. Organizing(mendukung pekerjaan)
a. struktur dan hubungan kerja (Pemimpin bukan bos yang tahu segala- galanya,
melaikan pribadi yang mengatur).
b. The right man on the right place (ini tidak mudah, apalagi kalau menerima
karyawan asal-asalan).
c. perlu reorganisasi structural secara berkala untuk mengakomodasi
perubahan-perubahan perencanaan.
Panti asuhan bukanlah tempat penampungan yang statis melainkan yang hidup dan
penuh dinamika.
3. Leading
Kunci pokok dalam hal ini adalah bagaimana kepemimpinan dengan menggunakan
pengruh, memotivasi karyawan untuk mencapai tujuan organisasi.
Mengkomunikasikan tujuan, visi, misi kepada seluruh karyawan ( karyawan diajak
merumuskan sendiri visi-misi mereka dalam keterlibatan dengan karya tertentu.
4. Controling
a). memonitoring karyawan (ibu asuh, para pelatih dan pembina)
b). menentukan sejauh mana organisasi ini dapat mencapai target yang telah
c) bahan evaluasi/refleksi/koreksi bagi dan bersama seluruh karyawan, staf dan
pimpinan sejauh perlu.
Proses pengasuhan yang dilaksanakan di SOS Desa Taruna mempunyai
keunggulan dan kelebihan tertentu, dimana panti asuhan merekrut para pelatih yang
profesional untuk membantu anak asuh dalam mengembangkan kreativitasnya
melalui keterampilan seni yang disesuaikan dengan visi dan misi Panti Asuhan
Kinderdorf, dengan ditujang oleh berbagai fasilitas yang sangat lengkap. Namun
para pelatih harus berhati-hati menghadapi anak asuh dan perlu memahami
karakter setiap anak, karena mereka datang dari berbagai latar belakang yang
bervariasi, hal ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Dalam Gambar 1.4, dijelaskan anak terlantar memiliki latar belakang yang
berbeda antara lain: 1) ditelantarkan oleh orang tuanya, 2) yatim piatu, 3) korban
perceraian orang tuanya, 4) hasil dari perkawinan tidak syah, 5) korban bencana
alam, 6) karena tindak kriminal orang tuanya, 7) akibat Broken home, 8) Single
parent, dalam hal ini dipengaruhi oleh berbagai lingkungan dimana mereka berada
misalnya lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah, dan lingkungan keluarga
asal. Sedangkan kondisi awal anak terlantar mereka memiliki sifat-sifat sebagai
berikut:1) tingkat emosional yang tinggi, 2) memiliki tingkat pengetahuan dan daya
nalar sangat rendah, 3) mudah tersinggung, 4) memiliki rasa tidak percaya diri, 5)
gampang putus asa.. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu kurang
perhatian dari orang tua (ibu asuh), keberadaan ekonomi yang tidak mendukung,
sarana prasarana yang ada belum dimamfaatkan secara oftimal. Permasalahan yang
terjadi pengasuhan yang dilaksanakan saat ini belum tersentuh pengembangan
keterampilan dari anak terlantar, karena pengasuhan difokuskan terhadap kasih
sayang yang utuh dan sepenuhnya untuk pengganti orang tua mereka yang sangat
didambakan oleh para anak terlantar.
Kelemahan model pengasuhan berbasis keluarga yang dilaksanakan saat
ini masih tertuju pada aspek dimana harapan anak terpenuhi segala kebutuhan baik
jasmani maupun rohaninya, sedangkan aspek pengetahuan dan keterampilan belum
seutuhnya dapat tersentuh oleh para ibu asuh dikarenakan keterbatasan tenaga yang
tersedia dan kurangnya tenaga ahli yang terampil dalam melatih anak asuh untuk
G. Manfaat Penelitian
Secara praktis temuan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi para
pengelola panti-panti asuhan di bawah naungan yayasan Kinderdorf, khususnya
pada lokasi penelitian SOS Desa Taruna Lembang, yaitu diharapkan dapat :
1. Menyajikan pilihan alternatif model pola pengasuhan berbasis keluarga
sebagai salah satu pendekatan pemberdayaan dalam PLS.
2. Mendayagunakan pengasuhan dengan pendekatan keluarga di setiap panti
asuhan yang ada di bawah naungan yayasan Kinderdorf.
3. Menanamkan rasa percaya diri pada anak, melalui berbagai aktifitas sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki anak terlantar.
4. Meningkatkan keterampilan anak melalui bimbingan dan kasih sayang yang
diaksanakan oleh ibu asuh.
5. Meningkatkan kreativitas anak melaui latihan dan keterampilan di bidang
seni sesuai dengan sarana dan prasarana yang ada di SOS Desa Taruna.
6. Menyempurnakan model pengasuhan berbasis keluarga yang telah
dilaksanakan saat ini sesuai dengan perkembangan teori-teori dalam PLS.
Secara teoritis penelitian ini diharapkan menemukan proposisi-proposisi
empirik yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi teori,
sehingga dapat menambah perbendaharaan keilmuan, khususnya dalam kaitan
pengasuhan berbasis keluarga dalam upaya meningkatkan keterampilan anak
terlantar. Karena melihat kondisi saat ini masyarakat sangat memerlukan
pendidikan keterampilan baik yang dibutuhkan dunia kerja ataupun untuk bekal
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Berdasarkan fokus masalah, tujuan subjek penelitian dan karakteristik data
maka pendekatan yang tepat untuk memperoleh data kemampuan ibu asuh dalam
membantu anak terlantar melaui pengasuhan, penelitian ini adalah studi kasus
(Case Study) yang didesain menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode
“Penelitian Pengembangan” (Research and Development). Model penelitian dan
pengembangan ialah : “a process used develop and validateeducational products”.
(Borg & Gall, 1989 : 782) dengan tiga tahapan utama. Secara makro paradigma
penelitian ini bersifat induktif. Perencanaan penelitian kualitatif menurut Guba
(1984) adalah skema atau program penelitian yang berisi out line tentang apa yang
harus dilakukan oleh si peneliti, mulai dari pertanyaan dalam mengeksplorasi data
sampai menganalisis data finalnya.
Untuk menarik kesimpulan dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis
SWOT secara cermat dan akurat dengan mengkaji kekuatan, kelemahan, peluang,
dan tantangan atau hambatan. Untuk mendapatkan model pengembangan
pengasuhan peneliti melaui penelitian dan pengembangan adalah sebagai berikut:
1. Penelitian tahap I akan merupakan penelitian eksploratif dan studi
kepustakaan terhadap konsep pengasuhan untuk mengetahui beban garapan panti
asuhan SOS Desa Taruna, mengetahui potensi dan kesiapan pelaksanaan
pengasuhan, mengetahui kelemahan-kelemahan pelaksanaan pengasuhan yang
tambahan yang dibutuhkan SOS Desa Taruna agar menjadi panti asuhan yang
dapat meningkatkan kreativitas anak terlantar sehingga memiliki rasa percaya diri
dan mandiri.
2. Penelitian tahap II dilakukan untuk pengembangan model konseptual panti
asuhan SOS Desa Taruna berdasarkan temuan penelitian tahap I dan teori serta
konsep yang digunakan tentang kelemahan, potensi, dan masukan tambahan yang
dibutuhkan, serta melakukan ujicoba terbatas untuk menemukan perbaikan
komponensial yang tepat.
3. Penelitian tahap III melakukan pengembangan menyeluruh pada pola
pengasuhan berbasis keluarga di SOS Desa Taruna berdasarkan temuan penelitian
tahap II tentang perbaikan komponensial, dan melakukan ujicoba menyeluruh
terhadap model yang telah diperbaiki untuk menemukan model yang lebih
sempurna di SOS Desa Taruna seperti yang dibutuhkan.
Data dikumpulkan dengan berbagai teknik sesuai dengan jenis dan sifat
data yang dibutuhkan.
1).Pada tahapan penelitian studi eksploratif digunakan teknik wawancara
mendalam observasi, dan studi dokumenter. Ketiga metode penggalian data
itu dengan pendekatan penelitian kualitatif dengan peneliti sebagai instrumen
utama.
2). Pada tahap penelitian pengembangan, teknik penggalian data yang digunakan
yaitu : catatan atau rekaman kejadian, dokumentasi, wawancara, dan
diskusi
pendekatan kualitatif, dengan teknik observasi langsung dan wawancara
mendalam, data dan informasi yang terkumpul dianalisis dengan analisis kualitatif.
B. Prosedur Penelitian
Secara parsial, studi ini akan menempuh tahapan, meliputi: (1) studi
pendahuluan, diantaranya: a) penelitian lapangan yang berusaha mencari model
pola pengasuhan berbasis keluarga yang sudah ada berdasarkan data faktual, b)
penelitian kepustakaan, mencoba menggali konsep dan teori tentang pengasuhan
berbasis keluarga, pengembangan pramodel konseptual pengasuhan dalam
meningkatkan kreativitas anak terlantar. (2) Pengembangan model konseptual,
didasarkan pada kondisi kebutuhan subyek sehingga proses pengasuhannya
melibatkan subyek. (3) Validasi model konseptual melaui diskusi dengan para ahli
(akademisi), praktisi, dan uijicoba terbatas. (4) Revisi model konseptual. (5)
Ujicoba model (implementasi). (6) Evaluasi dan analisis. (7) Model final yang
direkomendasikan.
1. Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan berupa studi ekploratif dilaksanakan melaui penelitian
kepustakaan maupun penelitian lapangan. a) Penelitian kepustakaan dilakukan
dengan mengkaji teori, konsep dan hasil-hasil penelitian yang relevan untuk
mendukung studi pendahuluan di lapangan. b) Studi lapangan dilaksanakan dengan
yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk memberikan model atau jenis
pengasuhan.
2. Pengembangan Model Konseptual
Membuat model konseptual pengasuhan berdasarkan hasil studi
pendahuluan di lapangan dan studi kepustakaan. Teknik ini didasarkan pada
kondisi kebutuhan subyek sehingga proses pengasuhannya melibatkan mereka, dan
berupaya lebih cenderung mengutamakan informasi dan data subyek. Dalam hal ini
kebutuhan subyek ditempatkan sebagai prioritas utama dalam proses perumusan
mengingat model konseptual ini sedapat mungkin tetap berpegang pada kondisi
subyek. Untuk ini , partisipasi mereka mutlak diperlukan, bahkan kahadiran
peneliti hanya bertindak sebagai fasilitator saja.
3. Validasi Model Konseptual
Validasi terhadap model konseptual yang telah dibuat dilakukan kepada
akademisi dan praktisi pendidikan serta pengelola panti asuhan . (a) Validasi ahli
dilakukan melaui diskusi intensif terhadap model konseptual yang telah dibuat
dengan pihak ahli yang ada di pendidikan tinggi. (b) Kepada praktisi pendidikan
peneliti berupaya melakukan diskusi dengan: 1) para praktisi pendidikan luar
sekolah yang ada di birokrasi pemerintah. 2) para praktisi lembaga penyelenggara
panti asuhan yang pernah melakukan pembinaan dan bimbingan dalam
pengembangan kreativitas anak asuh melalui pengasuhan berbasis keluarga bagi
a. Instrumen Validasi
Instrumen yang digunakan dalam validasi model konseptual adalah peneliti
sendiri, rancangan model konseptual dan rancangan model jenis kegiatan yang
telah dibuat oleh peneliti yang disampaikan kepada responden untuk dibaca dan
selanjutnya didiskusikan.
b. Tujuan Validasi
Tujuan yang hendak dicapai dalam rangka validasi adalah memperoleh
model handal dan kredibel. Untuk memperoleh odel yang palid, maka dilakukan
dengan lima cara yaitu: (1) diskusi dengan ahli, (2) observasi terhadap sistem, (3)
menelaah teori yang relevan, (4) menelaah hasil-hasil simulasi model yang relevan,
(5) validasi pola pengasuhan adalah untuk memperoleh pengasuhan yang
berpengaruh dan sesuai dengan kebutuhan anak terlantar (anak asuh). Kelima cara
tersebut dilakukan dalam rangka validasi model pengembangan pola pengasuhan
berbasis keluarga dalam meningkatkan kreativitas anak terlantar.
c. Aspek yang Divalidasi
Aspek-aspek yang divalidasi adalah struktur model konseptual dan
relevansi dengan obyek dan subyek penelitian ini, dengan fokus utama adalah: (1)
idea-idea normatif yang melandasi kelembagaan panti asuhan yang tela tertuang
dalam visi dan misi beserta deskripsinya, (2) tujuan panti asuhan, (3) prosedur
pengasuhan, (4) program pengasuhan, (5) sarana penunjang dalam meningkatkan
untuk mengecek relevansinya dengan subyek dan obyek penelitian ini. Aspek
output terutama dilihat dari perilaku anak asuh yang diharapkan memiliki percaya
diri, tanggungjawab, disiplin, cerdas dan trampil.
d. Responden
Validasi terhadap model konseptual, dilakukan dengan melibatkan
responden, masing-masing: Pakar dari Perguruan Tinggi 2 orang, praktisi
pemerintah 3 orang (Departemen Sosial, Disnaker, Dinas Pendidikan) 2 orang
pengelola panti asuhan, serta para ibu asuh yang ada di SOS Desa Taruna.
e. Teknik validasi
Validasi dilakukan dalam empat teknik: (1) terhadap ahli dan praktisi
dilakukan melalui diskusi intensif terhadap model konseptual yang telah dibuat, (2)
observasi terhadap bagaimana pola pengasuhan yang sudah dilakukan saat ini, (3)
menelaah teori yang relevan, (4) menelaah hasil-hasil simulasi model yang relevan,
khususnya model pola pengasuhan berbasis keluarga, dan (5) menggunakan
pengalaman atau intuisi peneliti sendiri.
f. Teknik Analisis Data
Hasil validasi tersebut, selanjutnya dianalisis secara deskriptif untuk
memperoleh kesimpulan dalam memperbaiki model konseptual yang telah dibuat.
Hasil verifikasi model konseptual ini selanjutnya diujicobakan kepada subyek yang
sesungguhnya yaitu anak asuh yang ada di SOS Desa Taruna.
dilaksanakan oleh SOS Desa Taruna saat ini
C. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah SOS Desa Taruna Lembang yang ada di bawah
naungan Yayasan Kinderdorf terletak di Jalan Teropong Bintang Kecamatan
Lembang Kabupaten Bandung Barat, dengan luas areal 5 Ha yang terdiri dari lebih
kurang 25 bangunan, 13 diantaranya rumah yang dihuni oleh anak asuh sebanyak
175 orang. Subjek penelitian ini adalah: 1) para ibu asuh yang ada di SOS Desa
Taruna Lembang, 2) seluruh anak asuh (anak terlantar) yang ada di SOS Desa
Taruna yang usianya antara 7 sampai dengan 15 tahun, 3) para pengurus Yayasan
(pengelola panti asuhan). Penentuan subyek dilakukan secara purposif dengan
kriteria ibu asuh yang telah mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan
oleh yayasan.
D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melaui observasi,
wawancara dan analisis dokumen terhadap laporan program pelaksanaan
pengasuhan yang dilaksanakan pada saat ini. Observasi dilakukan sepanjang
penelitian dilaksanakan pada tahap studi pendahuluan, maupun pada saat
implementasi model di lapangan. Wawancara dilakukan secara terbuka terhadap
subjek penelitian yang ditentukan secara purposif, pengumpulan data dilakukan
melalui: (1) pemberian angket kepada anak asuh. (2) kegiatan observasi atau
pengamatan baik yang menggunakan pedoman pengamatan maupun tidak, (3)
kegiatan wawancara dilakukan secara terbuka dan tertutup, serta wawancara
mendalam, dan (4) studi dokumentasi. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan
peneliti sendiri. Manusia dijadikan instrumen utama, karena manusia lebih
memiliki kecermatan dengan ciri-ciri : (1) peka dan dapat bereaksi terhadap segala
stimulus dari lingkungan, (2) dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek
keadaan yang terjadi, (3) dapat segera menganalisis data yang diperoleh, dan (4)
dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan.
Model analisis data kualitatif dari Miles dan Huberman (1992: 16) yang
mengemukakan langkah analisis data kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang
dilakukan secara simultan, yakni; reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan/verifikasi diterapkan bagi penelitian ini. Proses reduksi data merupakan
langkah analisis melalui proses pemilihan, mefokuskan perhatian pada
penyerderhanaan, pengabstrakan dan transpormasi data mentah yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Pada penelitian ini reduksi data dilakukan sejak
peneliti memasuki wilayah penelitian sampai dengan akhir penelitian seperti pada
Gambar berikut:
Gambar 3.1 : Langkah Analisis Data Kualitatif : Model Interaktif
E. Teknik Analisis dan Penafsiran Data
Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan upaya mencari
dan menata secara sistemik catatan hasil observasi, wawancara, dan bahan-bahan
lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan
mengkajinya sebagai temuan bagi orang lain (Bodgan & Biklen, 1982, Mujahir,
1992: 183). Proses analisis data dan penafsiran data merupakan kegiatan yang
terjalin secara terpadu, sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong (1998)
bahwa analisis data telah dimulai sejak di lapangan. Pada saat itu sudah ada
penghalusan kategori dengan kawasannya, dan sudah ada upaya dalam rangka
penyususnan hipotesis, yaitu teorinya sendiri. Analisis data itu terintegrasi secara
terpadu dengan penafsiran data.
Miles dan Hubermen )1992: 137-138) mengemukakan salah satu kata kunci
dalam analisis data kualitatif adalah penyajian, yaitu suatu format ruang yang
menyajikan informasi secara sistematik pada penggunaannya. Format tersebut
dapat berwujud teks naratif, tabel ringkasan (matrik, bagan, daftar cek) atau
gambar. Sedangkan Bodgan dan Biklen (1992) mengemukakan beberapa saran
dalam menganalisis data penelitian kualitatif, antara lain ; (1) force your self to
make decisions that narrow the study, (2) force yourself to make concerning the
type of study you want to complish; (3) develop analityc question; (4) plan data
collection session in light of whatyoy find in previous observation; (5) write memo
to yourself about what you are learning.
Sejalan dengan itu, Nasution (1988) menyatakan bahwa analisis data
kategori) agar dapat ditafsirkan . Oleh karena itu data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini bervariasi tergantung pada focus permasalahan, kemungkinan peneliti
mencari sendiri jenis analisis data yang cocok dengan sifat penelitian yang
dilakukan, termasuk kategori sebagai penelitian kualitatif , maka data dan
informasi yang telah dikumpulkan, dolah dan disajikan secara induktif dengan
penafsiran secara deskriptif dan dianalisis lebih lanjut.
Setelah data seluruhnya dikumpulkan dan dipandang wajar, selanjutnya
dilakukan persipan analisis mengacu pada model analisis data yang dikemukakan
oleh Milles dan Huberman (1994) menyajikan sebuah model interaktif siklus
analisis data kualitatif yang terdiri atas empat langkah, yaitu data verifying,
dengan siklus data collection, data reduction, data display, dan conclution
berbentuk gambar maupun verifikasi. Siklus analisis data seperti dikemukakan di
atas menjelaskan bahwa setelah data terkumpul, selanjutnya data disajikan dan
direduksi, kemudian disimpulkan selanjutnya diverifikasi. Langkah-langkah dalam
analisis data dilakukan dengan: (1) setelah data terkumpul dilakukan reduksi data
dengan jalan merangkum laporan lapangan, (2) menyusun secara sistematis
berdasarkan kategori dan klasifikasi tertentu, (3) membuat display data dalam
bentuk bagan, (4) mengadakan cross site analysis dengan cara membandingkan dan
menganalisis data secara mendalam, dan (5) menyajikan temuan, menarik
kesimpulan dan rekomendasi bagi pengembangan.
Upaya-ypaya ini cukup efektif bagi peneliti untuk mempertajam perumusan
masalah, menyususn kerangka teoritik, membina komunikasi dengan informan,
Dengan demikian tingkat akurasi dan kredibilitas penelitian ini sudah memenuhi
prosedur dan persyaratan ilmiah sebagai suatu penelitian.
Untuk kesinambungan model pengembangan pengasuhan berbasis keluarga
dalam meningkatkan kreativitas seni anak terlantar dibutuhkan komitmen berbagai
pihak baik pemerintah, lembaga yang berwewenang dalam hal ini Dinas Sosial,
Dinas Pendidikan, dan lembaga penyelenggara panti asuhan, serta masyarakat
dengan berbagai partisifasinya yang ada di Lembang khususnya maupun
Kabupaten/Kota dan Provinsi pada umumnya. Para pengelola, pengasuh, dan
pelatih komitmen terhadap peningkatan kreativitas yang diikuti oleh para anak asuh
melalui kegiatan keterampilan dalam bidang seni, hal ini perlu dituangkan dalam
suatu kesepakatan bersama sesuai dengan Visi dan Misi yang telah dibuat panti
asuhan Kinderdorf.
SOS Desa Taruna (SOS – Kiderdorf) adalah sebuah yayasan sosial
pengasuhan anak jangka panjang yang berbasis keluarga. SOS Desa Taruna
berkarya membantu, mengasuh anak dan memberi masa depan yang cerah pada
anak-anak yatim piatu dan kurang beruntung. Anak-anak yang dibantu berasal dari
berbagai latar belakang, dengan tidak membedakan suku, agama dan ras, dengan
memberi kembali kasih sayang melalui keluarga, rumah tinggal dan dasar
kehidupan yang memadai agar kelak memiliki kehidupan yang mandiri. Visinya
adalah : Cita-cita Kami untuk Semua Anak di Dunia, yaitu ”Setiap Anak
Dibesarkan dalam Keluarga dengan Kasih Sayang, Rasa Dihormati, dan Rasa
Aman” Melalui program pendidikan dan pengasuhan SOS Desa Taruna memiliki
serta mengantarkan anak-anak menuju kemandirian melalui cara pengasuhan
berdasarkan kepada: a) kasih sayang, rasa aman dan berkesinambungan dalam
keluarga-keluarga SOS Desa Taruna. b) pendidikan yang bermutu di sekolah,
perguruan tinggi, ataupun lembaga keterampilan. c) fasilitas keterampilan yang
beragam untuk kegiatan pengembangan bakat dan minat. Anak-anak SOS Desa
Taruna tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang dinilai oleh para ahli
sebagai terbaik dari keluarga alami, mereka tinggal bersama Ibu Asuh dan ”adik,
kakak” dalam satu rumah.
Sedangkan Misinya adalah : ”Kami Mendirikan Keluarga-keluarga untuk
Anak-anak yang Kurang Beruntung, Membantu Masa Depannya Sendiri, dan
Memberi Kesempatan kepada Mereka untuk Berkembang dalam Masyarakat”
Empat prinsip dasar yang dilaksanakan saat ini yaitu :
1) Ibu Asuh, setiap anakmemiliki seorang ibu asuh yang tetap. Seorang ibu asuh
mengemban peran keibuannya dengan menyayangi, memperhatikan anak dan
mendapat kebahagiaan layaknya sebagai seorang ibu kandung. Dalam keluarga, ibu
asuh adalah kepala keluarga yang menjalankan kegiatan rumah tangga bersama
anak asuhnya. Anak yang dipercayakan padanya dilimpahi kasih sayang, rasa
hormat dan rasa aman, yaitu hal mendasar yang dibutuhkan setiap anak untuk
berkembang secara sehat.
2) Adik Kakak, keluarag SOS Desa Taruna terdiri dari seorang Ibu dan 8 – 10
orang anak laki-laki dan perempuan dengan usia yang bervariasi dan tinggal
serumah. Saudara sekandung tinggal bersama dan tidak dipisahkan. Anak-anak dan
3) Rumah, setiap keluarga SOS memiliki sebuah rumah sendiri, lengkap dengan
ruang keluarga, kamar tidur dan dapur. Rumah ini merupakan tempat tinggal
permanen bagi tiap anak, dalam rumah setiap anak mendapat rasa aman dan rasa
memiliki, serta tumbuh dan belajar bersama. Mereka berbagi tanggung jawab dan
pengalaman emosionalnya sehari-hari.
4) Desa, SOS Desa Taruna terdiri dari 13 Rumah Keluarga. Keluarga SOS hidup
bersama dalam sebuah ”desa” dan anak-anak dapat menikmati masa kanak-kanak
mereka. SOS juga bertujuan sebagai jembatan bagi anak-anak untuk hidup di
tengah masyarakat, sedangkan keluarga tidak terlepas dari bagian integral dari
kehidupan di sekitar Desa Taruna.
Untuk meningkatkan kreativitas anak-anak dalam mengembangkan minat
dan bakatnya melaui berbagai keterampilan khususnya di bidang seni, diperlukan
kesabaran dan ketekunan dari para pelatih dan pembina, selain itu diperlukan
kerjasama yang baik antara pelatih dengan ibu asuh, juga dengan para pengelola
untuk ikut bertanggung jawab atas perubahan perilaku anak agar mereka memiliki
rasa tanggung jawab, percaya diri, dan memiliki kemandirian sebagai bekal kelak
jika sudah terjun di masyarakat. Oleh sebab itu diusulkan dan disepakati latihan
keterampilan dalam bidang seni sebagai salah satu wadah pembinaan kesenian
yang dipandang dapat memberi ruang gerak lebih luas bagi anak untuk
meningkatkan bakat dan minat sesuai dengan kemampuannya.
Untuk menghasilkan model yang sempurna dari implementasi ini di kaji
dan dianalisis kembali apa yang kurang untuk diperbaiki dan bila perlu dirubah,
tahapan berikutnya model ini sudah siap dilaksanakan secara lebih intensif. Dalam
melaksanakan implementasi ujicoba model, sebagai langkah untuk melihat
perkembangan manajemen pengasuhan dan latihan keterampilan yang sudah
disempurnakan, maka harus dilakukan melalui berbagai cara, bekerjasama dengan
semua pihak masyarakat yang peduli terhadap keberadaan anak terlantar, juga
melalui jalur vertikal, pemerintah kabupaten/kota dan Provinsi yang terkait dalam
pengelolaan anak terlantar diharapkan dapat mendukung dan memberi masukan
kesepakatan tentang pengembangan pola pengasuhan yang dilaksanakan dalam
membantu anak untuk meningkatkan kreativitasnya dapat berjalan dengan lancar
sesuai dengan harapan panti asuhan.
Kegiatan kreativitas seni ini juga dilakukan melaui pemamfaatan berbagai
situasi untuk menampilkan kemampuan anak asuh dalam mempertunjukkan
kebolehannya, seperti di undang oleh Cafe dan Hotel yang ada di kawasan
Bandung Utara, upacara peresmian gedung atau pameran, serta dalam upacara hari
besar Nasional, melalui berbagai pertunjukkan dan seringnya tampil di muka
umum tersebut, diharapkan anak asuh memiliki rasa percaya diri dan dihargai.
Untuk hal ini peneliti mengemukakan pola pengasuhan berbasis keluarga dalam
meningkatkan kreativitas anak dilaksanakan melalui bimbingan dan latihan
keterampilan dengan berlandaskan etika, estetika dan logika (ilmu, seni dan agama)
untuk menjadi pola dasar dalam melaksanakan pengasuhan. Efektifitas dan
keberhasilan dalam pengasuhan berbasis keluarga di SOS Desa Taruna perlu
didukung oleh semua pihak agar model yang dikembangkan bisa berjalan sesuai
F. Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Pertanyaan Penelitian Aspek Yang Diteliti Indikator
6. Hasil pengasuhan
7. Pengembangan
6.1 Kemudahan meningkatkan
kreativitas.
6.2 Kreativitas yang sesuai dengan potensi anak. 6.3 Perubahan, keterampilan dan sikap.
7.1 Peningkatan kreativitas yang diharapkan.
7.2 Peningkatan rasa percaya diri.
7.3 Kemampuan
BAB V
KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Secara umum, penelitian ini telah mencapai tujuannya yakni menemukan
dan mengembangkan sebuah model pengasuhan berbasis keluarga dalam
meningkatkan kreativitas anak terlantar. Model ini dikembangkan berdasarkan
pertimbangan bahwa pada dasarnya anak asuh memiliki potensi maju dan
berkembang sepanjang ada lembaga pengasuhan yang memberikan pelatihan dan
bimbingan secara berkesinambungan, sehingga setiap saat anak asuh dapat dengan
mudah mengadopsi inovasi. Secara khusus penelitian ini mengajukan
kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :
Pertama, pada awalnya pengasuhan yang dilakukan oleh ibu asuh di panti
asuhan SOS Desa Taruna Lembang bertujuan untuk memberikan perlindungan,
kasing sayang, rasa aman dan tentram seperti layaknya orang tua sendiri kepada
anak asuhnya, agar mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang
berguna, sehat jasmani maupun rohaninya, merekapun berhak mendapatkan
pendidikan dan pengajaran di pendidikan formal. Namun kemampuan untuk
berkembang sangat sulit, karena anak asuh berlatar belakang dari anak-anak yang
diterlantarkan oleh kedua orang tuanya dengan kata lain anak yang kurang
beruntung, sehingga dalam menyerap dan menyimak materi pelajaran di sekolah
sangat lambat. Daya pikir kurang berkembang dan memiliki ketergantungan
memiliki beberapa daya dukung dalam rangka pengembangan model yaitu
pengasuhan yang dilakukan merupakan pengasuhan berbasis keluarga, dengan
harapan anak terlantar yang menjadi anak asuh di panti asuhan memiliki keinginan
yang kuat untuk maju dan berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya serta
kemampuannya, disamping itu anak asuh diharapkan memiliki rasa tanggung
jawab, percaya diri dan mandiri. Dengan dilengkapi oleh berbagai fasilitas yang
memadai, SOS Desa Taruna memiliki daya dukung yang kuat yaitu memiliki ibu
asuh yang betul-betul menyayangi dan mencurahkan kasih sayang kepada anak
asuhnya dengan penuh kehangatan. Para ibu asuh berlatar belakang pendidikannya
minimal SMA, dan sebagian besar mereka tidak memiliki keluarga sehingga kasih
sayang tercurah kepada anak-anak asuhnya. SOS Desa Taruna memiliki yayasan
yang kuat dan tersebar di kota besar di wilayah Indonesia yaitu Bandung,
Semarang, Aceh, Meulaboh, Flores, Bali, Medan dan Cibubur, serta dikelola oleh
orang-orang yang profesional. Selain itu juga ditunjang oleh sarana dan prasarana
yang lengkap, serta para pelatih keterampilan yang memiliki keahlian sesuai
dengan bidangnya.
Kedua, model konseptual diawali dengan pertimbangan kondisi objektif para
anak terlantar yaitu anak yang diasuh di panti asuhan yang kurang memiliki
kecakapan hidup (Life Skill), proses pengasuhan di padukan dengan bimbingan
dari para pelatih keterampilan, serta pembina kepramukaan, melalui berbagai
strategi terutama dengan mempertunjukkan kebolehan para anak asuh didalam
setiap kesempatan, model konseptual yang telah dirumuskan divalidasi secara
dilakukan melalui diskusi intensif terhadap model konseptual yang telah dibuat
dengan pihak ahli yang ada di pendidikan tinggi. Kepada praktisi baik pendidikan
maupun Dinas Sosial, peneliti berupaya melakukan diskusi dengan para birokrasi
pemerintah maupun swasta yang bertanggung jawab dalam masalah pendidikan
dan pengasuhan. Instumen validasi adalah rancangan model konseptual yang telah
dibuat oleh peneliti kemudian disampaikan kepada responden untuk dibaca dan
selanjutnya dibahas bersama. Bagian –bagian yang divalidasi adalah struktur model
konseptual dan relevansinya dengan objek dan subjek penelitian. Hasil validasi
dianalisis secara deskriptif untuk membuat keputusan dlam memperbaiki model
konseptual yang telah dibuat untuk siap diuji-cobakan, cara mengimplementasikan
model diawali dengan proses identifikasi kebutuhan anak asuh, selanjutnya
disiapkan model pengasuhan dan latihan keterampilan dalam tiga tahap. Dua tahap
pertama dilakukan dalam bentuk pengasuhan dan latihan keterampilan, sedangkan
satu tahap berikutnya dilakukan bimbingan dengan melibatkan para pelatih
keterampilan yang didatangkan dari luar.
Ketiga, penilaian dilakukan secara deskriptif melaui pengamatan dan
wawancara. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat peningkatan dan
pengembangan keterampilan anak terlantar melalui berbagai latihan keterampilan
dan dipadukan dengan bimbingan dari para pelatih. Pengasuhan yang dilaksanakan
oleh ibu asuh merupakan model dari pengasuhan berbasis keluarga yang sudah ada
dan sudah dilaksanakan di panti asuhan SOS Desa Taruna, selanjutnya model yang
sudah dilaksanakan dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan anak