PENERAPAN PEMBELAJARAN KIMIA BERORIENTASI STRUKTUR UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LEVEL REPRESENTASI
MAKROSKOPIK, SUBMIKROSKOPIK, DAN SIMBOLIK SISWA PADA TOPIK
KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kimia
Ekka Putri Oktavani
0803012
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PENERAPAN PEMBELAJARAN KIMIA BERORIENTASI STRUKTUR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LEVEL REPRESENTASI
MAKROSKOPIK, SUBMIKROSKOPIK, DAN SIMBOLIK SISWA PADA TOPIK KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN
Oleh
Ekka Putri Oktavani
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Ekka Putri Oktavani 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
April 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
EKKA PUTRI OKTAVANI
PENERAPAN PEMBELAJARAN KIMIA BERORIENTASI STRUKTUR
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LEVEL REPRESENTASI
MAKROSKOPIK, SUBMIKROSKOPIK, DAN SIMBOLIK SISWA PADA
TOPIK KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
PEMBIMBING :
Pembimbing I
Dr.H. Wahyu Sopandi, M.A.
NIP. 19660525 199001 1 001
Pembimbing II
Prof.Dr.R.H. Asep Kadarohman, M.Si.
NIP. 19630509 198703 1 002
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Kimia
Dr.H. Ahmad Mudzakir, M.Si.
I ABSTRAK
Penelitian penerapan pembelajaran kimia berorientasi struktur bertujuan mengembangkan pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar level representasi makroskopik, submikroskopik, dan simbolik siswa pada topik kelarutan dan hasil kali kelarutan. Penelitian menggunakan metode kuasi eksperimen dengan Pretest-Postest Control Group Design yang melibatkan masing-masing 35 siswa untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen dari salah satu SMA di Cimahi. Instrumen yang digunakan terdiri atas soal tes, lembar observasi, angket, dan wawancara. Hasil observasi menunjukan keterlaksanaan pembelajaran telah dapat dilaksanakan 91% kegiatan awal, 89% kegiatan inti, dan 85% kegiatan akhir. Rerata N-Gain pencapaian hasil belajar siswa untuk kelas eksperimen 60% dan 30% untuk kelas kontrol. Rerata N-Gain hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut-turut untuk level makroskopik 70% dan 40% level submikroskopik 50% dan 20%, level simbolik 50% dan 30%. Pembelajaran kimia berorientasi struktur lebih baik daripada pembelajaran konvensional dilihat dari hasil uji t kelas kontrol dan eksperimen yang memiliki taraf signifikansi 0,000 (α = 0,05). Namun demikian, model pembelajaran kimia berorientasi struktur belum dapat mengoptimalkan peningkatan hasil belajar siswa tiap level pada tiap konsepnya dan menghilangkan pengelompokan hasil belajar siswa yaitu kelompok atas, sedang, dan bawah dalam satu kelas. Proses pembelajaran dapat memotivasi 71,29% siswa serta guru untuk melakukan persiapan pembelajaran lebih baik.
Ekka Putri Oktavani, 2013
ABSTRACT
The study application of structure-oriented chemical learning aims to develop a can improve learning outcomes level representation macroscopic, submicroscopic, and symbolic students on the topic of solubility and solubility product. Research using quasi-experimental methods with pretest-posttest control group design involving 35 students each for the control class and the experimental class of one senior high school in Cimahi. The instrument used consists of questions test, observation sheets, questionnaires, and interviews. Observation results show feasibility study has been carried out to 91% initial activities, 89% core activities, and 85% end activities. The mean N-Gain student achievement 60% for the experimental class and 30% for grade control. The mean N-Gain learning outcomes experimental class and the control class in a row to the macroscopic level of 70% and 40%, submicroscopic level of 50% and 20%, symbolic level of 50% and 30%. Structures oriented chemical learning better than conventional learning seen from the results of the t test and experiment control class which has a significance level of 0,000 (α = 0,05). However, the structures oriented chemical learning model has not optimize improved student learning outcomes of each level in each grouping concept and eliminate student learning outcomes that top group, middle, and bottom in a class. The learning process can motivate 71.29% of students and teachers to prepare lessons better.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Maslah ... 3
C. Tujuan Peelitian ... 4
D. Manfaat Penulisan ... 4
E. Definisi Operasional ... 5
BAB II. HASIL BELAJAR LEVEL REPRESENTASI MAKROSKOPIK, SUBMIKROSKOPIK, DAN SIMBOLIK MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KIMIA BERORIENTASI STRUKTUR PADA TOPIK KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN ... 7
A. Hasil Belajar ... 7
C. Level Representasi Makroskopik, Submakroskopik, dan Simbolik ... 7
D. Model Pembelajaran Kimia Berorientasi Struktur ... 9
E. Hasil-hasil Penelitian sebelumnya ... 13
F. Analisis Materi dan Pembelajarannya ... 13
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 23
A.Desain Penelitian ... 23
B.Subyek Penelitian ... 24
C.Prosedur Penelitian ... 24
E. Validasi Instrumen ... 28
F. Teknik Analisis Data ... 28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
A Keterlaksanaan Kegiatan Pembelajaran Kimia Berorientasi Struktur ... 34
B Hasil Belajar Level Representasi Makroskopik, Submikroskopik, dan Simbolik ... 37
C Tanggapan Siswa Mengenai Model Pembelajaran ... 43
D Tanggapan Guru Mengenai Model Pembelajaran ... 45
BAB V. PENUTUP ... 48
A.Kesimpilan ... 48
B.Saran ... 49
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Standar Isi Mata Pelajaran Kimia SMA/MA (Permekdiknas RI Nomor 22, 2006), disebutkan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran kimia di SMA/MA adalah agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitan dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Sesuai dengan tujuan tersebut, sangatlah penting siswa dapat memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia. Pada kenyataannya, banyak orang memandang kimia sebagai sesuatu yang sangat sulit, abstrak, matematik, dan hanya untuk siswa yang sangat cerdas (Gabel, 1998 dalam Jansoon, 2009). Adanya pengetahuan siswa tentang ilmu kimia tanpa pemahaman yang jelas akan menyebabkan kebingungan yang dikarenakan tidak adanya hubungan yang simultan antara level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik yang ada dalam ilmu kimia (Treagust, et al, 2003).
Ilmu kimia dapat dikategorikan ke dalam tiga level representasi yaitu (1) fenomena yang bisa diindera (level makroskopik), misalnya sifat-sifat materi dan fenomena lain yang dapat diamati ketika materi berubah, (2) penjelasan terhadap fenomena secara mikroskopik (submikroskopik) yang menyangkut susunan dan struktur dari partikel penyusun materi (molekul, atom, ion) beserta perubahannya, dan (3) simbol-simbol (level simbolik) yang mewakili fenomena seperti lambang, nomor, rumus, persamaan, grafik, dan struktur. Hubungan diantara ketiga level digambarkan oleh Johnstone (dalam Treagust et al., 2003) dalam bentuk segitiga, dan dikenal sebagai segitiga Johnstone.
Makroskopik
Submikroskopik Simbolik
2
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar kimia adalah belajar ketiga level tersebut. Menurut Sopandi (2009) untuk membantu siswa memiliki pemahaman ilmu kimia secara utuh maka guru harus membantu siswa mempelajari ketiga level tersebut dan membantu siswa belajar menghubungkan diantara ketiganya secara tepat. Bila ada salah satu level yang tidak dipelajari di kelas berarti siswa belum belajar ilmu kimia secara utuh. Karena semua level memegang peranan penting dalam ilmu kimia, maka keberhasilan siswa dalam mempelajari ketiga level tersebut harus menjadi bagian yang dievaluasi setelah proses pembelajaran selesai.
Representasi submikroskopik merupakan faktor kunci pada kemampuan tersebut. Ketidakmampuan merepresentasikan aspek submikroskopik dapat menghambat kemampuan memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan fenomena makroskopik dan representasi simbolik (Russell & Kozma, 2005, Chittleborough & Treagust, 2007; Chandrasegaran, et.al, 2007 dalam Farida, 2010). Dalam kenyatannya penjelasan level submikroskopik untuk fenomena yang diamati seringkali terabaikan karena berbagai alasan. Padahal, berbagai fenomena (seperti sifat-sifat materi dan fenomena lainnya yang menyertai perubahan materi) timbul karena adanya interaksi berbagai partikel pada level mikroskopik. Oleh karena itu, pemahaman siswa mengenai representasi level submikroskopik memegang peranan yang sangat penting. Berbagai temuan penelitian menunjukkan bahwa rendahnya pemahaman siswa akan struktur zat menjadi penyebab kesulitan-kesulitan siswa dalam mempelajari kimia.
3
Adapun menurut Barke (dalam Bradley dan Sternberg, 2005) kimia dan simbol kimia berkaitan erat, sehingga pembelajaran kimia sebagian besar bergantung kepada kemampuan guru untuk menggunakan bahasa simbolik. Menurut Ashadi (2009) dalam satu kelas pada tempat yang diteliti hanya ada sekitar 20% siswa yang memiliki dasar logika dan matematika yang memadai, sehingga setiap kali mengajar kimia harus didahului mengajar matematika, akibatnya target pembelajaran kimia tidak terpenuhi. Oleh karena itu pemahaman level simbolik juga sangat diperlukan dalam pembelajaran kimia.
Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan cara berfikir absrtak ketika mempelajari level submikroskopik dan simbolik yaitu model pembelajaran kimia berorientasi struktur. Pembelajaran ini ditekankan tentang pentingnya pengenalan model struktur dalam rangka membantu siswa memahami ilmu kimia secara utuh (tahapan makroskopik, submikroskopik, dan simbolik).
Materi tentang kelarutan dan hasil kali kelarutan merupakan bahasan yang memiliki representasi kimia pada tingkat makroskopik, submikroskopik, dan simbolik. Kelarutan dapat didefinisikan sebagai jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut atau larutan tertentu pada suhu tertentu. Pada kelarutan terjadi pula kesetimbangan antara zat padat (makroskopik) dengan ion-ionnya (submikroskopik) dalam larutan yang disimbolkan dengan persamaan reaksi kesetimbangan dinamis (simbolik).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan suatu masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hasil belajar level representasi makroskopik, submikroskopik, dan simbolik dengan menggunakan pembelajaran kimia berorientasi struktur pada topik kelarutan dan hasil kali kelarutan?” Dari masalah umum tersebut dapat dijabarkan menjadi masalah khusus yaitu:
4
2. Bagaimana hasil belajar level representasi makroskopik, submikroskopik, dan simbolik siswa dengan menggunakan pembelajaran kimia berorientasi struktur pada topik kelarutan dan hasil kali kelarutan?
3. Bagaimana tanggapan siswa mengenai pembelajaran kimia berorientasi struktur?
4. Bagaimana tanggapan guru mengenai pembelajaran kimia beorientasi struktur?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini secara umum adalah mengembangkan pembelajaran kimia berorientasi struktur untuk meningkatkan hasil belajar level representasi makroskopik, submikroskopik, dan simbolik pada topik kelarutan dan hasil kali kelarutan. Adapun tujuan khusus penelitian ini, yaitu:
1. Mengembangkan kemampuan level representasi makroskopik, submikroskopik, dan simbolik pada siswa.
2. Mengetahui pengaruh penggunaan pembelajaran kimia berorientasi struktur untuk meningkatkan hasil belajar level representasi makroskopik, submikroskopik, dan simbolik pada topik kelarutan dan hasil kali kelarutan.
D. Manfaat Penelitian
Penilitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
1. Meningkatkan kemampuan level representasi makroskopik submikroskopik, dan simbolik siswa pada topik kelarutan dan hasil kali kelarutan.
2. Memberikan model pembelajaran alternatif kepada guru dalam menjelaskan topik kelarutan dan hasil kali kelarutan kepada siswa.
5
E. Definisi Operasional
Ada beberapa istilah yang perlu didefinisikan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku (mencakup bidang kognitif,
afektif, dan psikomotor) setelah menempuh proses pembelajaran (Sudjana, 2009).
2. Pembelajaran kimia beorientasi struktur yaitu pembelajaran yang menekankan tentang pentingnya pengenalan model struktur dalam rangka membantu siswa memahami ilmu kimia secara utuh (Tahapan makroskopik, submikroskopik, dan simbolik) (Sopandi, 2009).
3. Representasi kimia adalah macam-macam rumus, struktur, dan simbol dalam ilmu kimia yang diciptakan dan terus diperbaharui untuk merefleksikan suatu rekonstruksi teori dan eksperimen kimia (Wu .J. S.Keajick, E. Soloway, 2000).
4. Representasi kimia level makroskopik, yaitu riil dan dapat dilihat, seperti fenomena kimia yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam laboratorium yang dapat diamati langsung (Johnstone, 1982 dalam Chittleborough, 2004).
5. Representasi kimia level submikroskopik, yaitu berdasarkan observasi riil tetap masih memerlukan teori untuk menjelaskan apa yang terjadi pada level molekuler dan menggunakan representasi model teoritis, seperti partikel miksroskopik yang tidak dapat dilihat secara langsung (Johnstone, 1982 dalam Chittleborough, 2004).
6. Representasi kimia level simbolik, yaitu representasi dari suatu kenyataan, seperti representasi simbolik dari atom, molekul, dan senyawa, baik dalam bentuk gambar, aljabar, maupun bentuk-bentuk hasil pengolahan komputer (Johnstone, 1982 dalam Chittleborough, 2004).
6
8. Model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pengajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas (Dahlan, 1984).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode quasi eksperimen (eksperimen semu). Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang memiliki kesamaan/kesetaraan. Kedua kelompok tersebut diberi perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen diberikan perlakuan berupa kegiatan pembelajaran berorientasi struktur sedangkan untuk kelas kontrol diberikan perlakuan berupa kegiatan pembelajaran konvensional.
Desain penelitian yang digunakan yaitu pretest-posttest-control group design dengan pola sebagai berikut.
Tabel 3.1. Desain Penelitian
Keterangan :
O1 = tes awal (pretest) untuk mengetahui kondisi awal siswa sebelum melakukan
kegiatan pembelajaran.
O2 = tes akhir (posttest) untuk mengetahui kondisi akhir siswa setelah melakukan
kegiatan pembelajaran.
X1 = perlakuan yang diberikan kepada kelas eksperimen berupa kegiatan
pembelajaran kimia berorientasi struktur pada topik kelarutan dan hasil kali kelarutan.
X2 = perlakuan yang diberikan kepada kelas kontrol berupa kegiatan pembelajaran
konvensional pada topik kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Pada pretest dan posttest digunakan instrumen yang sama yaitu berupa soal pilihan ganda pada topik kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Kelas Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen O1 X1 O2
24
B. Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMA Negeri di Kota Cimahi pada semester 1 tahun ajaran 2012/2013. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IPA yang berjumlah 35 orang untuk kelas eksperimen dan 35 orang untuk kelas kontrol.
Adapun pengambilan lokasi dan subyek dalam penelitian di sekolah ini dikarenakan kurangnya waktu kegiatan pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan pada kelas XI sehingga materi tersebut hanya dibahas sekilas saja. Pada awal kegiatan pembelajaran kelas XII, materi tersebut baru dibahas secara detail dan waktu itu tepat dengan jadwal pengambilan sampel penelitian.
Kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki karakteristik yang sama karena para siswa di kedua kelas tersebut disebarkan berdasarkan kemampuannya secara merata. Di sekolah tersebut terdapat empat kelas, untuk menentukan sampel maka diambil dua kelas yang jadwal pelajaran kimia sesuai dengan jadwal pengambilan sampel penelitian.
C. Prosedur Penelitian
25
Gambar 3.1. Alur Penelitian
Tidak Valid
Hasil Pengolahan Data Pengumpulan Data
Studi kepustakaan tentang pembelajaran kimia berorientasi struktur
Permasalahan level representasi makroskopik, submikroskopik, dan simbolik Merancang kegiatan pembelajaran Penyusunan Instrumen Validasi Valid Kegiatan Penelitian Perbaikan Kegiatan Pembelajaran Kimia Beorientasi Struktur Pretest Kelas Eksperimen Kegiatan Pembelajaran Konvensional Pretest Kelas Kontrol Posttest Posttest Wawancara Guru dan Pengisian Angket Siswa
Analisis Standar Isi dan Analisis Materi Kelarutan dan Hasil
26
Tahapan-tahapan prosedur yang ditempuh dalam melakukan penelitian, meliputi: 1. Tahapan Persiapan
Pada tahapan persiapan, kegiatan yang dilakukan adalah menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan mempersiapkan instrumen penelitian. RPP yang digunakan terlampir pada Lampiran D.1 untuk pembelajaran pertama kelas kontrol, Lampiran D.2 untuk pembelajaran kedua kelas kontrol, Lampiran D.3 untuk pembelajaran ketiga kelas kontrol, Lampiran D.4 untuk pembelajaran pertama kelas eksperimen, Lampiran D.5 untuk pembelajaran kedua kelas eksperimen, dan Lampiran D.6 untuk pembelajaran ketiga kelas eksperimen. Dalam penyusunan RPP dan instrumen, dilakukan review terhadap standar isi mata pelajaran kimia dan buku-buku kimia penunjang untuk menganalisis konsep-konsep penting, terutama yang berkaitan dengan permasalahan representasi level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik pada topik kelarutan dan hasil kali kelarutan. Analisis konsep beserta peta konsep terlampir pada Lampiran A.2-A.3. Membuat LKS untuk percobaan di kelas eksperimen yang terlampir pada Lampiran D.7 untuk pembelajaran pertama, Lampiran D.8 untuk pembelajaran kedua, dan Lampiran D.9 untuk pembelajaran ketiga. Membuat angket untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai pembelajaran kimia berorientasi struktur ini. Membuat lembar observasi kegiatan pembelajaran dan membuat soal tes. 2. Tahapan Pelaksanaan
Pada tahapan ini, dilakukan penerapan model pembelajaran kimia berorientasi struktur pada kelas eksperimen yang dimulai dengan pemberian tes awal (pretest). Pada kelas kontrol, pembelajaran dilakukan metode konvensional yang dimulai dengan pemberian tes awal (pretest). Kegiatan pembelajaran pada masing-masing kelas terdiri dari 1 x pertemuan untuk tes awal, 3 x pertemuan untuk kegiatan pembelajaran, dan 1 x pertemuan untuk tes akhir (posttest). Pada pertemuan terakhir, beberapa siswa yang telah dipilih di kelas eksperimen mengisi angket. 3. Tahapan Analisis Data dan Penyusunan Laporan
27
D. Instrumen
1. Lembar Observasi
Observasi dapat mengukur atau hasil dan proses belajar misalnya tingkah laku siswa pada waktu belajar, tingkah laku guru pada waktu mengajar, kegiatan diskusi siswa, partisipasi siswa dalam simulasi, dan penggunaan alat peraga pada waktu mengajar (Sudjana, 2009). Kegiatan observasi pada penelitian ini dilakukan oleh lima orang observer. Lembar observasi (Cheklist) digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan observasi. Secara umum, pada penelitian ini dilakukan observasi untuk mengetahui keterlaksanaan proses pembelajaran kimia berorientasi struktur dan mengamati tahapan-tahapannya. Lembar observasi yang digunakan terlampir pada Lampiran C.1.
2. Tes Tertulis
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok (Arikunto,2006).
Tujuan dari tes tertulis ini adalah untuk mengukur hasil belajar representasi level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik siswa pada topik kelarutan dan hasil kali kelarutan setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kimia berorientasi struktur. Tes tertulis berisi butiran soal-soal untuk mengukur hasil belajar representasi level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik siswa pada topik kelarutan dan hasil kali kelarutan. Tes tertulis ini terdiri dari 15 soal pilihan ganda. Soal tes dibuat dengan melalui berbagai tahap. Tahapan yang pertama yaitu validasi kesesuaian indikator dengan SK dan KD, validasi kesesuaian pertanyaan dengan indikator, kesesuaian jawaban dengan pertanyaan. Setelah itu dilakukan uji coba soal. Berdasarkan hasil yang didapatkan dari uji coba soal tersebut, dianalisis tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitasnya menggunakan software ANATES Pilihan Ganda Ver 4.0.9. Adapun soal tes yang digunakan terlampir pada Lampiran C.2.
3. Angket
28
hal-hal lain yang ia ketahui (Arikunto,2006). Pengisian angket ini dilakukan oleh siswa dan setiap siswa diminta untuk memilih salah satu jawaban dari pernyataan yang terdapat pada angket. Angket yang digunakan dalam penelitian ini terlampir pada Lampiran C.3.
4. Pedoman Wawancara
Wawancara sebagai alat penilaian digunakan untuk mengetahui pendapat, aspirasi, harapan, prestasi, keinginan, keyakinan, dan lain-lain sebagai hasil belajar siswa (Sudjana, 2009). Wawancara dilakukan kepada guru sebagai pemberi materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Pedoman wawancara dibuat sebagai acuan kegiatan wawancara. Pedoman wawancara yang digunakan terlampir pada Lampiran C.4. Adapun manfaat wawancara yaitu untuk memperoleh tanggapan guru mengenai penerapan pembelajaran kimia berorientasi struktur pada topik kelarutan dan hasil kali kelarutan.
5. Validasi Instrumen
Soal tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes pilihan ganda. Soal- soal dibuat oleh peneliti dan dilakukan validasi meliputi:
1. Validasi kesesuaian indikator dengan SK dan KD, 2. Validasi kesesuaian pertanyaan dengan indikator, 3. Validasi kesesuaian jawaban dengan pertanyaan.
Kemudian dilakukan uji coba dan analisis terhadap instrumen dengan menggunakan software ANATES Pilihan Ganda Ver 4.0.9 untuk mengetahui tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas. Validasi soal tes yang digunakan terlampir pada Lampiran B.1-B.4.
6. Teknik Analisis Data
1. Hasil Observasi
Analisis yang dilakukan untuk data hasil observasi adalah: a. Penentuan skor.
29
Tabel 3.2. Bobot Jawaban Lembar Observasi Kriteria Bobot
Ya 1
Tidak 0
b. Penentuan skor maksimal
Skor maksimal = bobot maksimal x jumlah poin x jumlah responden c. Penentuan rumusan presentase skor
Presentase skor = x 100%
d. Penentuan rata-rata skor aspek penilaian
Rata-rata presentase = x 100%
e. Interpretasi presentase data yang diperoleh
0% 50% 100%
0 0,5 1
Tabel 3.3. Kategori Penilaian Keterlaksanaan Pembelajaran Kimia Beorientasi struktur
f. Membuat kesimpulan. 2. Tes Tertulis
Setelah melakukan tes tertulis kepada siswa, selanjutnya jawaban siswa diuji dengan tahapan sebagai berikut.
a. Menghitung Skor pretest b. Menghitung Skor posttest c. Menghitung Gain
d. Menghitung N-Gain
Menganalisis peningkatan konsep siswa (sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran) dengan cara meghitung normalitas gain (%) (Prasetyo, 2006) dengan rumus:
Normalitas Gain = x 100% Presentase (%) Kategori Penilaian
0 ≤ x < 50 Cukup
50 ≤ x < 100 Baik
Skor posttest – Skor pretest jumlah skor yang diperoleh
skor maksimal
30
Tabel 3.4. Kriteria Tingkat N-gain Rentang Tafsiran
g > 0,7 tinggi 0,3 ≤ g < 0,7 sedang
g < 0,3 rendah
e. Melakukan Uji Normalitas
Pada hasil penelitian ini, dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (uji K-S). Uji normalitas dilakukan untuk melihat seberapa besar kecenderungan populasi dari suatu data sampel mendekati normal. Konsep dasar uji normalitas menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data dengan distribusi yang dipilih. dalam pengujian terhadap pendekatan distrubusi normal (uji normalitas) dari suatu data yang mewakili populasi tertentu, dapat dilakukan dengan persamaan:
Z =
S Fr = 0,5 – P (z)
Fs =
∑ Frekuensi D = Fr – Fs
Dimana:
Z = nilai statistik penguji Xi = data ke i
z = Transformasi dari angka ke notasi pada distribusi normal Fr = Probabilitas komulatif normal standar
Fs = Probabilitas komulatif normal empiris
Dalam uji pendekatan terhadap distribusi normal, menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov, berlaku hipotesis:
H0 : Data berasal dari populasi distribusi normal.
Hi : Data berasal dari populasi tidak distribusi normal.
Xi + X
31
Hipotesis tersebut selanjutnya akan diuji menggunakan statistik penguji sebagai berikut.
1) Jika Dhitung > Dtabel, maka H0 diterima dan Hi ditolak.
2) Jika Dhitung < Dtabel, maka H0 ditolak dan Hi diterima.
Apabila uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan pada SPSS, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1) Pilih menu Analyze Non Parametric Test Legacy Dialogs 1-Sampel K-S.
2) Pada dialog box, masukan variabel yang dianalisis dan pilih distribusi normal. 3) Setelah pengaturan selesai, kemudian pilihlah Ok.
Pada hasil SPSS, terlihat nilai signifikansi yang selanjutnya disebut dengan Dhitung. Kemudian bandingkan dengan harga Dtabel. Pengujian ini dilakukan pada
taraf kepercayaan 95% (Nugroho, 2011). f. Melakukan Uji Homogenitas
Menurut Nugroho (2011) pengujian homogenitas dapat menggunakan Anova satu jalur. Asumsi yang dingunakan yaitu variansi populasi harus homogen. Homogen atau tidaknya suatu data, dapat dilihat dari signifikansi hasil homogenitas variansi. Adapun kriteria pengujiannya adalah:
1) Jika tingkat signifikansi > 0,05, maka data dapat dinyatakan homogen. 2) Jika tingkat signifikansi < 0,05, maka data dapat dinyatakan tidak homogen.
Langkah-langkah analisis Anova satu jalur menggunakan SPSS dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1) Pilihlah menu Analyze Compare Means One Way Anova. 2) Lakukan pengaturan pada dialog box.
3) Tingkat signifikansi standar SPSS adalah 5%.
4) Lakukan pengaturan pada Option, tampilkan Homogenity of variance test. Kemudian pilih Ok.
g. Uji hipotesis penelitian
32
1) Jika kedua data terdistribusi normal dan variansinya homogen maka dilanjutkan dengan uji t (test t).
2) Jika kedua data terdistribusi normal dan variansinya tidak homogen maka dilanjutkan dengan uji t’ (test t’).
3) Jika salah satu atau kedua data terdistribusi tidak normal maka langkah selanjutnya digunakan test Mann-Whitney. Tes ini dipilih karena kajian menggunakan dua sampel independen dan bila data tidak terdistribusi normal (Sugiyono 2006).
3. Angket
Analisis angket dilakukan dengan cara: b. Menghitung skor
Skor = Bobot x Jumlah responden
Tabel 3.5. Bobot Jawaban Angket
Kriteria Bobot
SS 4
S 3
TS 2
STS 1
c. Penentuan skor maksimal
Skor maksimal = bobot maksimal x jumlah poin x jumlah responden d. Penentuan rumusan presentase skor
Presentase skor = x 100%
e. Interpretasi data yang diperoleh
25% 37,5% 62,5% 87,5% 100%
1 1,5 2,5 3,5 4
Tabel 3.6. Kategori Penilaian Angket Presentase (%) Kategori Penilaian
25 ≤ x < 37,5 Kurang 37,5 ≤ x < 62,5 Cukup 62,5 ≤ x < 87,5 Baik
x ≥ 87,5 Sangat Baik f. Membuat kesimpulan.
33
4. Hasil wawancara
Analisis yang dilakukan untuk data hasil wawancara adalah: a. Mengubah hasil wawancara dari bentuk lisan ke bentuk tulisan. b. Menganalisis jawaban hasil wawancara.
48 BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
1. Hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran kimia berorientasi struktur secara keseluruhan telah dapat dilaksanakan sebesar 91% kegiatan awal, 89% kegiatan inti, serta 85% kegiatan akhir. Ada beberapa kekurangan pada kegiatan pembelajaran kimia berorientasi struktur ini. Sebanyak 73% siswa dapat menguasai materi prasyarat, 67% siswa disiplin dalam kegiatan praktikum, 73% siswa aktif dalam kegiatan diskusi, guru kurang memberikan latihan soal ketika kegiatan pembelajaran, dan guru kurang memberikan tugas rumah untuk siswa.
2. Ditemukan rerata N-Gain pencapaian hasil belajar siswa 60% untuk kelas eksperimen dan 30% untuk kelas kontrol. Rerata N-Gain hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut-turut untuk level makroskopik 70% dan 40% level submikroskopik 50% dan 20%, level simbolik 50% dan 30%. Pembelajaran kimia berorientasi struktur lebih baik daripada pembelajaran konvensional dilihat dari hasil uji t kelas kontrol dan eksperimen yang memiliki taraf signifikansi 0,000 (α = 0,05). Namun demikian, model pembelajaran kimia berorientasi struktur belum dapat mengoptimalkan peningkatan hasil belajar siswa tiap level pada tiap konsepnya dan menghilangkan pengelompokan hasil belajar siswa yaitu kelompok atas, sedang, dan bawah dalam satu kelas.
49
4. Model pembelajaran kimia berorientasi struktur mendapatkan respon positif dari guru. Menurut hasil wawancara didapatkan bahwa model pembelajaran kimia berorientasi struktur dapat memberikan kemudahan bagi guru karena lebih mempersiapkan diri sebelum mengajar.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut.
1. Pembiasaan hendaknya dilakukan terlebih dahulu sebelum menerapkan pembelajaran kimia berorientasi struktur ini. Karena pada dasarnya ketika suatu pembelajaran berjalan hanya dengan model konvensional saja, maka untuk menerapkan model baru cukup sulit. Siswa yang tidak terbiasa aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan guru tidak terbiasa menjelaskan materi secara terstruktur.
2. Pembelajaran level representasi makroskopik, submikroskopik, dan simbolik harus dilaksanakan secara utuh dan berkesinambungan, jangan dilakukan secara terpisah-pisah. Karena hal ini dapat menyebabkan miskonsepsi pada siswa dan hasil belajarnya tidak akan maksimal.
3. Agar pembelajaran kimia berorientasi struktur berjalan sesuai dengan tahapannya, hendaknya kegiatan pembelajaran menggunakan waktu sesuai yang dibutuhkan.
50
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Ashadi. (2009). Kesulitan Belajar Kimia bagi Siswa SMA. [Online]. Tersedia: Error! Hyperlink reference not valid. Februari 2012).
Bradley, J. D dan Steenberg, E. (2005). Syimbolic Language In Chemistry A New
Look At An Old Problem. [Online]. Tersedia:
http://old.iupac.org/publications/cei/vol8/0801x steenberg.pdf. (22 Februari 2012).
BSNP. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
BSNP. (2007). Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Chang, R. (2005). Kimia Dasar Konsep-konsep inti edisi ketiga jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Chittleborough, G.D. (2004). The Role of Teaching Models and Chemical Representations in Developing Students' Mental Models of Chemical Phenomena. Unpublished doctoral dissertation.
Dahlan. (2004). Model-Model Mengajar. Bandung : CV. Diponegoro.
Farida, I. (2010). The Importance of Development of Representational Competence in Chemical Problem Solving Using Interactive Multimedia. Program Studi Pendidikan Kimia UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Isjoni. (2010). Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
Jansoon, N. et. al. (2009). Understanding Mental Models Of Dilution In Thai Students. International Journal of Environmental and Science Education.Vol.4, No.2. ISSN 1306-3065 © 2009 IJESE.
Mulyani, S. dan Hendrawan. (2003). Kimia Fisika II. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
51
Prasetyo, B dan Lina M,F. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sabaniati, Anisa. (2009). Analisis Hasil Belajar Level Makroskopik, Submikroskopik, dan Simbolik Siswa SMA pada Materi Pokok Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sholehudin, D. (2009). Penggunaan Media Animasi Komputer untuk Meningkatkan Pemahaman Level Mikroskopik dan Penguasaan Konsep Siswa pada Pokok Bahasan Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Tesis Magister pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Smith, Mark A. (2009). Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Yogyakarta: Mirza Media Pustaka.
Sopandi, W. (2005). Peranan Kemampuan Rauang (Spatial Ability) Dalam Pembelajaran Kimia yang Berorientasi Pada Struktur. Makalah Seminar Nasional HISPIPAI tanggal 22-23 Juli 2005 di SPS UPI.
Sopandi, W. (2009). Pembelajaran Kimia yang Berorientasi pada Struktur. Makalah diseminarkan pada Seminar Nasional Pembelajaran Kimia SMP tanggal 15 Agustus 2009 di Auditorium FPMIPA UPI Bandung.
Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sugiharti, D. (2011). Analisis Hasil Belajar Level Makroskopik, Mikroskopik, dan Simbolik Siswa pada Materi Pokok Sifat Koligatif Larutan. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suyanti, R. (2010). Strategi Pembelajaran Kimia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Treagust, D. et. al. (2003). “The Role Of Submicroscopic and Symbolic Representations In Chemical Explanations”. International Journal Of Science Education. 25. (11). 1353-1368.
52
Larutan Penyangga. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Widoyoko, E. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka.
Wu, H., Joseph. S. Krajick, E. Soloway. (2000). Promoting Conceptual Understanding Of Chemical Representations: Students’ Use Of A Visualization Tool In The Classroom. Journal Research in Science Teaching. 38(7).821-824.