• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI- SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN SOSIAL ANAK BERBAKAT AKADEMIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI- SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN SOSIAL ANAK BERBAKAT AKADEMIK."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI- SOSIAL

UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN SOSIAL

ANAK BERBAKAT AKADEMIK

(Studi Kasus terhadap Peserta Didik Akselerasi di SMPN 1 Baleendah Kab. Bandung)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh :

INGKI PUSPITA SARI 1009547

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA

(2)
(3)

PERYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “IMPLEMENTASI

PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN

PENYESUAIAN SOSIAL ANAK BERBAKAT AKADEMIK (Studi kasus

terhadap Peserta Didik Akselerasi di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung)” ini

beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak

melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan

etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya

siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian

adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim

dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini

Bandung, 15 Januari 2013 Yang membuat pernyataan

(4)

Meningkatkan Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Akademik (Studi Kasus terhadap peserta didik kelas Akselerasi di SPMN 1 Baleendah Kab. Bandung)

Penelitian secara umum bertujuan untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan dan menganalisis tentang Implementasi Program Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Meningkatkan Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Hasil temuan yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) 10 orang peserta didik kelas VII SMPN I Baleendah Kabupaten Bandung Tahun ajaran 2012/2013, hanya 3 orang yang penyesuaian sosialnya rendah. (2) Upaya guru BK dalam menangani permasalahan tersebut yaitu dengan melakukan studi kasus. Salah satu cara mengatasi masalah peserta didik ini melalui kegiatan layanan bimbingan pribadi sosial dengan materi layanan yang dapat meningkatkan kompetensi peserta didik dalam hal kerjasama, kreativitas, kepemimpinan, keberanian, pengorbanan, ketaatan, toleransi, kesabaran, konsentrasi, pemahaman takdir, memantapkan cita-cita dan tawakal. (3) Program Bimbingan Pribadi Sosial yang telah dilaksanakan, mampu meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial peserta didik. Rekomendasi penelitian adalah: Program bimbingan yang dibuat diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam implementasi program bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik secara khusus, maupun penyesuaian sosial untuk peserta didik regular lainnya secara umumnya.

(5)

DAFTAR ISI

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………...

D. Kerangka Berpikir………....

BAB II : KONSEP PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL DAN

PENYESUAIAN DIRI SOSIAL ANAK BERBAKAT AKADEMIK DI

SMP...

A. Program Bimbingan Pribadi Sosial……….

B. Anak Berbakat Akademik………

A. Pendekatan dan Metode Penelitian……….

B. Situasi Sosial dan Lokasi Penelitian………..

(6)

E. Teknik Pengolahan dan Analisa Data……… 72

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………

A. HASIL PENELITIAN………..

B. PEMBAHASAN………...

75

75

138

BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………

A. KESIMPULAN………...

B. REKOMENDASI………....

150

150

153

DAFTAR PUSTAKA………... 154

(7)

DAFTAR TABEL

2.1 Katagori Kecerdasan... 34

3.1 Ringkasan Pengumpulan Data ... 68

4.1 Keadaan Peserta didik... 78

4.2 Alumni... 78

4.3 Kegiatan Ekstara Kulikuler... 79

4.4 Perolehan Prestasi dalam Bidang Akademisi dan Ekstrakulikuler... 80

4.5 Perolehan Nilai UAN Tahun Terakhir ... 82

4.6 Perolehan Akademis Per Mata Pelajaran ... 83

4.7 Perolehan Keseluruhan (Jumlah 3 Mapel, dan 4 Mapel)... 84

4.8 Tenaga Pendidik ... 85

4.9 Tenaga Administrasi ... 86

4.10 Latar Belakang Pendidikan Formal Guru ... 86

4.11 Latar Belakang Pendidikan Formal Tenaga Administrasi ... 87

4.12 Keadaan Ruangan ... 87

4.13 Sarana ... 88

4.14 Buku ... 89

4.15 KTSP (Standar Isi) ... 90

4.16 Perolehan 4 Tahun yang lalu Ujian Nasional ... 91

4.17 Perolehan 3 Tahun yang lalu Ujian Nasional ... 91

4.18 Perolehan 2 Tahun yang lalu Ujian Nasional ... 92

(8)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Kerangka Penelitian ... 12

2.1 Konsep Runzulli Tentang Keberbakatan ... 35

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pengembangan kemampuan peserta didik secara optimal merupakan

tanggung jawab besar dari kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, penyelenggaraan

pendidikan yang bermutu sangat penting untuk pengembangan peserta didik

sebagai manusia yang maju, mandiri dan bertanggung jawab. Hal ini sejalan

dengan amanat yang dikehendaki Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional bab II pada pasal 3 bahwa pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat dan berilmu,

cakap dan kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.

Sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan formal memiliki

tanggung jawab yang besar dalam upaya pengembangan peserta didik secara

maksimal yang nantinya dapat bermanfaat bukan saja bagi diri sendiri tapi juga

bagi masyarakat luas. Untuk maksud ini lembaga pendidikan formal dituntut

melaksanakan banyak hal mulai dari kegiatan pembelajaran yang bermutu,

penciptaan suasana yang sehat, sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai

(10)

demikian, diharapkan lulusan atau peserta didik dapat menjadi individu yang tidak

hanya memiliki prestasi akademik yang baik tetapi juga berakhlak mulia, sesuai

dengan tujuan pendidikan Nasional (Sukadji, 2000). Hal ini berarti bahwa sekolah

memiliki tanggung jawab dalam membantu para peserta didik baik sebagai pribadi

maupun sebagai calon anggota masyarakat, dengan mendidik dan menyiapkan

peserta didik agar berhasil menyesuaikan diri di masyarakat dan mampu

menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya.

Arus globalisasi sangat menghendaki kemampuan kompetitif dalam

berbagai hal di antara setiap warga Indonesia untuk dapat mengantarkan bangsa

Indonesia di masa depan yang lebih prospektif dan mampu bersaing secara

terbuka, maka sangatlah diperlukan sistem pendidikan yang mampu membangun

keunggulan (excellence). Untuk membangun keunggulan tersebut, bangsa

Indonesia bertumpu pada individu-individu yang memiliki potensi dan prestasi

cemerlang, salah satunya adalah anak berbakat akademik (ABA).

Anak berbakat adalah individu unik dengan karakteristik dan kebutuhan

tersendiri yang relatif berbeda dengan anak normal pada umumnya yakni

memiliki tingkat kecerdasan, komitmen dan kreatifitas yang sangat tinggi. Seperti

yang dikemukakan oleh Renzulli (1981, 2005) bahwa keberbakatan yang banyak

digunakan adalah “ three-Ring Conception” atau Konsepsi Tiga Cincin yakni tiga

ciri pokok yang merupakan kriteria (persyaratan) keberbakatan (giftedness) adalah

keterkaitan antara : (1) Kemampuan umum (kapasitas intelektual) dan / atau

kemampuan khusus di atas rata-rata. (2) Kreativitas di atas rata-rata, dan (3)

(11)

Selain mengembangkan model tiga cincin, Renzulli mengembangkan

Renzulli-Monks yang disebut model multifactor. Dalam model multifaktornya

Monks mengatakan bahwa potensi kecerdasan istimewa (giftedness) yang

dikemukakan oleh Renzulli tidak akan terwujud jika tidak mendapatkan dukungan

yang baik dari sekolah, keluarga, dan lingkungan dimana peserta didik tinggal

(Monks dan Ypenburg, 1995). Dengan model multifaktor maka pendidikan anak

berbakat akademik tidak dapat dilepaskan dari peran orang tua dan lingkungan

dalam menanggapi gejala-gejala kecerdasan istimewa yang dimiliki, toleran

terhadap berbagai karakteristik yang ditampilkannya baik yang positif maupun

berbagai gangguan tumbuhkembangnya yang menjadi penghambat baginya, serta

dalam mengupayakan layanan pendidikan yang terbaik baginya.

Kelas akselerasi untuk anak berbakat akademik pada awalnya dianggap

sebagai solusi terbaik untuk memenuhi kebutuhan belajar bagi peserta didik

dengan IQ tinggi, karena sesuai dengan pendapat Terman (dalam Hawadi, 2004),

yang menyatakan bahwa peserta didik dengan IQ diatas normal akan superior

dalam kesehatan, penyesuaian sosial, dan sikap moral. Kesimpulan ini

menimbulkan mitos bahwa peserta didik dengan IQ tinggi adalah peserta didik

yang berbahagia dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Namun,

sebagian kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kelas akselerasi tidak sebaik

yang diharapkan dan ditengarai membawa dampak negatif terhadap kehidupan

sosial peserta didik. Peserta didik menjadi berkurang kesempatannya untuk

bergaul dan berinteraksi dengan teman karena dituntut untuk selalu berhadapan

(12)

program ekstrakurikuler juga dialokasikan untuk praktikum atau evaluasi materi

pelajaran. Terkesampingkannya aspek sosial emosional dalam kehidupan

sehari-hari tampak pada fenomena dari para orang tua yang cenderung lebih bangga

melihat anaknya menjadi juara kelas daripada menjadi penolong bagi temannya

yang mengalami kesulitan pelajaran. Kenyataan dimasyarakat juga menunjukkan

bahwa aspek kognitif cenderung lebih dihargai daripada aspek sosial emosional.

Hal tersebut tampak pada iklan di media massa, yang menunjukkan bahwa peserta

didik dinilai hebat jika mampu memecahkan persoalan matematis yang rumit dan

seakan-akan melupakan pentingnya kemampuan berinteraksi dengan lingkungan.

Hawadi-Akbar, (2004) menyebutkan bahwa kelemahan utama

penyelenggaraan program akselerasi terletak pada masalah hambatan sosial dan

kesejahteraan emosional peserta didik. Hambatan sosial yang dimaksud adalah

hilangnya aktivitas hubungan sosial yang penting pada usianya, sehingga remaja

(peserta didik) akselerasi akan kehilangan keterampilan dalam penguasaan

kompetensi sosial mereka. Masalah utama yang dihadapi oleh peserta didik

peserta program akselerasi adalah isolasi sosial. Pengelompokkan peserta didik

akselerasi cenderung memisahkan mereka dari pergaulan teman sebayanya akibat

dari tugas-tugas dan beban akademis yang harus mereka kejar. Hal itu

mengakibatkan peserta didik berbakat sulit dalam penyesuaian diri dengan

lingkungannya. Oleh karena itu, Lubis (dalam Hawadi-Akbar, 2004)

menambahkan bahwa pentingnya upaya mengasah aspek emosi dan sosial peserta

didik, supaya dapat mengembangkan konsep diri yang sehat, dapat memahami

(13)

hubungan yang serasi dengan diri sendiri, keluarga, sekolah maupun dalam

pergaulan teman sebaya.

Penyesuaian diri merupakan proses yang meliputi respon mental dan

perilaku yang merupakan usaha individu untuk mengatasi dan menguasai

kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, frustasi, dan

konflik-konflik agar terdapat keselarasan antara tuntutan dari dalam dirinya

dengan tuntutan atau harapan dari lingkungan di tempat tinggal. Usia SMP dapat

dikategorikan dalam masa remaja awal, yaitu 12-15 tahun (Monks, Knoers, &

Haditono, 2004). Memasuki masa remaja, peserta didik mulai melepaskan diri

dari ikatan emosi dengan orang tuanya dan menjalin sebuah hubungan yang akrab

dengan teman-teman sebayanya.

Havighurst (dalam Hurlock, 1997) menjelaskan beberapa tugas

perkembangan remaja yang berhubungan dengan perkembangan sosial emosional,

yaitu menjalin hubungan dengan teman sebaya baik pria maupun wanita,

mencapai suatu peran sosial baik bagi pria maupun wanita sesuai dengan jenis

kelaminnya, melakukan perilaku sosial yang diharapkan, dan mencapai suatu

kemandirian sosial dari orang tua dan dewasa disekitarnya. Salah satu tugas

perkembangan masa remaja yang tersulit ialah berhubungan dengan penyesuaian

sosialnya. Remaja sebagai makhluk sosial dituntut memiliki kemampuan

penyesuaian sosial yang baik. Kegagalan remaja dalam menguasai kemampuan

sosial akan menyebabkan remaja sulit menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. Schneiders (1964: 460) mendefinisikan penyesuaian sosial

(14)

situation, and relation”. Penyesuaian sosial menandakan kemampuan atau

kapasitas yang dimiliki individu untuk bereaksi secara efektif dan wajar pada

realitas sosial, situasi, dan relasi sosial.

Aspek penyesuaian sosial peserta didik berbakat telah diteliti dalam kurun

waktu yang panjang. Diawali studi tentang individu yang cerdas oleh Lombroso

pada tahun 1895 (Bliss, 2006), studi longitudinal oleh Terman pada tahun 1921

(Winner, 1996), dan terus berlanjut hingga era tahun 2010 ini. Berdasarkan

berbagai studi empiris pada kurun waktu tersebut, secara umum terdapat dua

perspektif tentang penyesuaian sosial peserta didik berbakat. Perspektif pertama

menyatakan bahwa peserta didik berbakat tidak memiliki masalah dalam hal

penyesuaian sosial, bahkan cenderung populer antara teman-temannya (Iswinarti,

2002; Lutfig & Nichols, 1990; Terman, 1925, dalam Versteynen, 2002). Justru

karena keberbakatannya, maka peserta didik berbakat memiliki kemampuan

penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada peserta didik lain (Baker, 1995).

Sebaliknya, perspektif kedua menyatakan bahwa peserta didik berbakat cenderung

rentan untuk mengalami masalah penyesuaian sosial dengan teman seusia. Para

guru dan konselor yang menangani peserta didik berbakat menemukan adanya

hambatan pada peserta didik berbakat dalam relasi sosial, terisolir dari teman di

sebaya, sulit menerima kritik, non-konformis, dan menolak otoritas (Kesner,

2005). Kondisi anak berbakat berbeda dari teman sebaya tidak hanya pada aspek

intelektualitas, namun juga berbeda dalam aspek sosial dan emosinya (Gross,

(15)

Berkaitan dengan permasalahan peserta didik berbakat akademik, hasil

temuan dari Aswan Hadis, (2004) menunjukkan bahwa banyak penelitian

mutakhir yang menemukan bahwa peserta didik yang berbakat akademik dalam

satu kelas homogen, sekitar 25-30 % peserta didiknya mengalami

masalah-masalah emosi dan sosial. Masalah yang sering dialami adalah kurangnya

pengetahuan tentang interaksi teman sebaya, isolasi sosial, kepercayaan diri,

penurunan prestasi belajar, dan kebosanan yang dialami oleh peserta didik

berbakat akademik dalam kelas homogen.

Dalam menyelesaikan masalah yang muncul pada peserta didik berbakat

akademik berkaitan dengan penyesuaian sosial, maka guru bimbingan dan

konseling merancang program bimbingan yang tepat sesuai dengan permasalahan

yang ada. Berdasarkan hasil observasi awal terhadap berlangsungnya proses

pembelajaran bimbingan dan konseling pada kelas akselerasi di SMP Negeri 1

Baleendah Kabupaten Bandung melalui wawancara dengan Guru BK dan

penelaahan dokumen, maka diperoleh gambaran bahwa hasil musyawarah Guru

Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 1 Baleendah Kabupaten Bandung

menemukan ada indikasi kurang minat peserta didik berbakat akademik dalam

mengikuti bimbingan klasikal dan tingkat penyesuaian sosial yang rendah. Gejala

kurang minat peserta didik tampak pada sikap meragukan baik kepada diri sendiri

maupun orang lain ditunjukkan oleh peserta didik yang tergolong cerdas (hasil tes

psikologi menggunakan instrument SPM terhadap 377 peserta didik, sebanyak 57

atau 15% peserta didik memiliki IQ diatas 130), padahal mereka termasuk

(16)

kreatifitas yang baik namun cenderung cepat bosan dan jenuh dengan rutinitas

sehingga berakibat menjadi sombong. Mereka juga ingin menang sendiri dan

egois sehingga suka konflik karena sulit beradaptasi dengan teman-temannya.

Begitu juga dalam aktifitas bimbingan dan konseling, mereka acuh tak acuh atau

tidak bersikap menghormati karena mereka suka tantangan, ulet dan terarah. Oleh

karena itu, dibutuhkan solusi agar peserta didik memiliki minat yang tinggi dalam

mengikuti bimbingan. Salah satu alternatif solusinya yaitu penggunaan permainan

kelompok yang mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam pemberian layanan

bimbingan kelompok. Dengan demikian diharapkan mampu meningkatkan minat

peserta didik yang tinggi dalam mengikuti layanan bimbingan.

Sedangkan tingkat penyesuaian sosial yang rendah dari anak berbakat

akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung sekitar 30 %, sehingga

memerlukan penanganan lebih lanjut dari guru bimbingan dan konseling supaya

peserta didik tersebut dapat mengikuti seluruh proses pembelajaran yang telah

ditentukan. Program bimbingan dan konseling yang digunakan untuk menangani

permasalahan penyesuaian sosial peserta didik berbakat akademik yaitu dengan

mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam pemberian layanan bimbingan

kelompok.

Berdasarkan hasil identifikasi di atas, maka diharapkan penulis memperoleh

gambaran mengenai implementasi program bimbingan pribadi-sosial untuk

meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik di SMPN 1 Baleendah

(17)

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka

penelitian ini difokuskan untuk mengkaji ”Bagaimana Implementasi Program

Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan Penyesuaian Sosial Anak

Berbakat Akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung?”

2. Pertanyaan Penelitian

Secara lebih rinci rumusan masalah tersebut di atas, diuraikan dalam

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Seperti apa tingkat penyesuaian sosial anak berbakat akademik di SMPN

1 Baleendah Kabupaten Bandung?

b. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling

dalam rangka menangani permasalahan penyesuaian sosial anak

berbakat di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung?

c. Bagaimana implementasi program bimbingan pribadi-sosial untuk

meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik di SMPN 1

Baleendah Kabupaten Bandung?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengidentifikasi,

(18)

Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan Penyesuaian Sosial

Anak Berbakat Akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten

Bandung.

b. Tujuan Khusus

Tujuan penelitian secara khusus adalah untuk :

1) Untuk mengungkap data mengenai tingkat penyesuaian sosial

anak berbakat akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten

Bandung.

2) Untuk memperoleh gambaran mengenai upaya yang dilakukan

oleh guru bimbingan dan konseling dalam rangka menangani

permasalahan penyesuaian sosial anak berbakat di SMPN 1

Baleendah Kabupaten Bandung.

3) Untuk memperoleh gambaran mengenai implementasi program

bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial

anak berbakat akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten

Bandung.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna baik secara teoretis maupun praktis, sebagai

berikut :

a. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran untuk kemajuan ilmu pengetahuan dalam

(19)

implementasi program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan

penyesuaian sosial anak berbakat akademik.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian secara praktis diharapkan dapat dijadikan pedoman

dalam implementasi program bimbingan pribadi-sosial untuk

meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik. Pedoman

disini dimaksud, untuk guru BK/konselor senantiasa dapat merancang

secara matang program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan

penyesuaian sosial peserta didik. Sedangkan untuk penelitian

selanjutnya dapat melakukan penelitian yang berkaitan dengan anak

berbakat akademik dari aspek lain.

D. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir sebagai asumsi dasar dalam penelitian ini menggunakan

komponen-komponen dalam sistem pendidikan formal, di antaranya komponen

masukan mentah, proses, dan keluaran. Kerangka berpikir dalam penelitian ini

terlukiskan pada bagan kerangka berpikir di bawah ini:

1. Masukan Mentah, yaitu peserta didik lulusan sekolah dasar (SD) yang

berusia 13 tahun yang memiliki IQ di atas rata-rata atau sekitar di atas

130.

2. Masukan lain seperti sarana dan prasarana pendukung pembelajaran,

(20)

3. Pengelola, yaitu SMP Negeri I Baleendah Kabupaten Bandung sebagai

penyelenggara program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan

penyesuaian sosial anak berbakat akademik

4. Implementasi Program Bimbingan Pribadi-Sosial meliputi perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi.

5. Keluaran terdiri dari kemampuan penyesuaian diri sosial anak berbakat

(21)

E. Fokus Telaah

Fokus telaah sebagai batasan teori-teori yang akan dikaji secara mendalam.

Diantaranya program bimbingan pribadi-sosial, penyesuaian sosial, dan anak

berbakat akademik. Fokus telaan dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

1. Program Bimbingan Pribadi-Sosial

Bimbingan pribadi-sosial adalah layanan bimbingan untuk membantu

peserta didik agar menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan

bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri, sehat jasmani dan

rohani serta mampu mengenal dengan baik dan berinteraksi dengan lingkungan

sosialnya secara bertanggung jawab.

Dalam penelitian ini program bimbingan pribadi sosial dirancang untuk

memudahkan pemberian layanan bimbingan di SMPN 1 Baleendah Kabupaten

Bandung. Program bimbingan pribadi sosial yang dirancang guru BK/konselor

dan peneliti adalah rencana kegiatan yang disusun secara operasional berkaitan

dengan upaya untuk melaksanakan bantuan kepada peserta didik dalam

mengembangkan potensi diri, kepribadian diri sendiri dan kemampuan

berhubungan sosial sehingga mampu membina hubungan sosial di lingkungan

seperti apapun atau pergaulan sosialnya.

2. Penyesuaian diri Sosial

Schneiders (1964: 51) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai berikut:

(22)

Penyesuaian sosial merupakan proses yang meliputi respon mental dan

perilaku yang merupakan usaha individu untuk mengatasi dan menguasai

kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, frustasi, dan

konflik-konflik agar terdapat keselarasan antara tuntutan dari dalam dirinya

dengan tuntutan atau harapan dari lingkungan di tempat peserta didik tinggal.

Schneiders (1964: 460) mendefinisikan penyesuaian sosial sebagai ”the

capacity to react efectively and wholesomely to social realities, situation, and

relation”. Penyesuaian sosial menandakan kemampuan atau kapasitas yang

dimiliki peserta didik untuk bereaksi secara efektif dan wajar pada realitas sosial,

situasi, dan relasi sosial.

Penyesuaian sosial dalam penelitian adalah kemampuan anak berbakat

akademik dalam berinteraksi dengan orang lain dan situasi-situasi tertentu yang

ada di lingkungan sekolah secara efektif dan sehat sehingga mereka memperoleh

kepuasan dalam upaya memenuhi kebutuhan diri sendiri dan orang lain atau

lingkungan, dengan indikator (1) melakukan hubungan interpersonal dengan

teman, guru dan guru pembimbing. (2) menjalin persahabatan dengan teman

sekelas dan di luar kelas. (3) penerimaan diri terhadap tata tertib atau peraturan

sekolah. (4) partisipasi dalam kelompok belajar. (5) partisipasi dalam kegiatan

ekstrakurikuler.

3. Berbakat Akademik (ABA)

Secara konseptual pengertian anak berbakat juga berkembang dari tahun ke

tahun. Pertama, anak berbakat adalah anak yang ditunjukkan dengan kemampuan

(23)

ini diperkuat dengan teori faktor, bahwa kemampuan individu dapat dikatagorikan

menjadi dua, yaitu kemampuan khusus (s faktor) dan kemampuan umum (g

faktor). Berdasarkan konsep ini Komisi Pendidikan AS, Sidney P. Marland (1972)

menetapkan definisi anak berbakat sebagai :

"Gifted and talented children are those identified by professionally qualified persons who by virtue of outstanding abilities are capable of high performance. These are children who require differentiated educational programs and/or services beyond those normally provided by the regular school program in order to realize their contribution to self and society"

Artinya kurang lebih: “Anak berbakat adalah anak yang diidentifikasi oleh

orang-orang yang berkualifikasi profesional sebagai anak yang memiliki

kemampuan luar biasa. Mereka menghendaki program pendidikan yang sesuai

atau layanan melebihi sebagaimana diberikan secara normal oleh program sekolah

regular, sehingga dapat merealisasikan kontribusi secara bermakna bagi diri dan

masyarakatnya.

Selanjutnya ditegaskan oleh Kitano dan Kirby (1985) bahwa ABA adalah

individu yang memiliki kemampuan potensial dan aktual di bidang akademik

tertentu seperti: sains, matematika, ilmu pengetahuan sosial, dan humaniora.

Keunggulan bidang akademik yang ditunjukkan dapat juga hanya satu bidang atau

dua bidang, bahkan dapat juga semua bidang.

Berdasarkan uraian di atas, maka Anak Berbakat Akademik dalam

penelitian ini adalah peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar

biasa dengan kriteria IQ di atas rata-rata, yaitu minimal 130 dan hasil ITP

(24)

keadaan yang baik. Serata daya kreatifitas yang tinggi dan pengikatan terhadap

tugas yang tinggi.

F. Metode Penelitian

1. Situasi Sosial dan Lokasi Penelitian

Situasi sosial yang dijadikan penelitian dalam studi ini adalah SMPN 1

Baleendah Kabupaten Bandung. Adapun yang menjadi pertimbangan adalah

sebagai berikut:

a. SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung satu-satunya sekolah yang

melaksanakan program akselerasi di Kabupaten Bandung.

b. Ditinjau dari kegiatan pembelajaran telah menerapkan berbagai model

pembelajaran yang ditunjang oleh sarana dan parasarana yang

memadai.

Berdasarkan pertimbangan itulah, maka penelitian ini menetapkan SMPN 1

Baleendah Kabupaten Bandung sebagai lokasi penelitian.

2. Metode Pengumpulan dan Analisis Data

Penentuan metode sangat penting untuk membantu mengarahkan peneliti

dalam mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data. Metode merupakan

prosedur atau urutan pikiran yang sistematis, yang dituangkan dalam sebuah

rencana untuk mengerjakan suatu hal guna tercapainya tujuan yang telah

ditetapkan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Selanjutnya metode yang dipergunakan dalam penelitian ini

(25)

Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik observasi, wawancara,

studi dokumentasi dan studi kepustakaan. Sedangkan tahap analisis data meliputi

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini bermaksud memperoleh gambaran tentang Implementasi

Program Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan Penyesuaian Sosial

Anak Berbakat Akademik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Pendekatan kualitatif ini

pada dasarnya adalah pendekatan yang digunakan untuk mengamati orang dalam

lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, memahami bahasa dan tafsiran

mereka tentang dunia sekitarnya.

Menurut Moleong (2001:5) “pendekatan kualitatif dianggap sesuai dengan

permasalahan yang akan diteliti dengan pertimbangan, yaitu 1) lebih mudah

apabila berhadapan dengan kenyataan, 2) menyajikan secara langsung hubungan

antara peneliti dan responden, 3) lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri

dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang

dihadapi”.

Pendekatan kualitatif memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan

pendekatan-pendekatan lainnya. Menurut Sudjana dan Ibrahim (2001:197),

ciri-ciri pokok dari pendekatan kualitatif, yaitu:

1. Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber

(27)

2. Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif analitik.

Data yang diperoleh dari penelitian kualitatif seperti hasil pengamatan,

hasil wawancara, hasil pemotretan, cuplikan tertulis dari dokumen,

catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan

dalam bentuk dan bilangan statistik.

3. Tekanan penelitian kualitatif ada pada proses bukan pada hasil.

4. Penelitian kualitatif sifatnya induktif.

Penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori, tetapi dimulai dari

lapangan, yakni fakta empiris atau induktif.

5. Penelitian kualitatif mengutamakan makna.

Penelitian kualitatif mengutamakan kepada bagaimana orang

mengartikan hidupnya, dalam pengertian participant perspective. Makna

yang diungkap berkisar pada asumsi-asumsi apa yang dimiliki orang

mengenai hidupnya.

Berdasarkan pendapat para ahli yang dikemukakan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa penelitaian kualitatif lebih memperhatikan

fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan yang kemudian ditafsirkan dan diberi makna

sesuai apa adanya dan berdasarkan ciri-ciri yang diuraikan di atas. Penggunaan

pendekatan kualitatif ini diharapkan dapat menghasilkan suatu gambaran

mengenai permasalahan yang sedang diteliti sedalam-dalamnya secara utuh.

Adapun alasan lain penggunaan pendekatan ini adalah: 1) peneliti mampu

mengumpulkan data atau informasi implementasi program bimbingan

(28)

1 Baleendah Kabupaten Bandung, 2) penulis dapat mempelajari subjek penelitian

secara lebih mendalam sehingga memungkinkan untuk mendapat informasi secara

menyeluruh dan lengkap dari masing-masing subjek yang diteliti. Untuk dapat

menggunakan pendekatan kualitatif secara tepat, diperlukan sebuah metode.

Menurut Surakhmad (1982:131), “metode adalah suatu cara utama yang

dipergunakan untuk mencapai tujuan”. Metode yang dipergunakan dalam

penelitian ini adalah metode studi kasus. Metode studi kasus merupakan metode

yang cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “how” atau

why”, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol

peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada

fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.

Sevila, et al. (1993:73) mengemukakan bahwa : “bila kita melakukan

penelitian terinci tentang seseorang atau sesuatu unit selama kurun waktu tertentu,

kita melakukan apa yang disebut studi kasus. Metode studi kasus ini digunakan

untuk mengungkapkan kenyataan yang ada atau terjadi di lapangan untuk

dipahami secara mendalam, sehingga pada akhirnya diperoleh temuan data yang

diperlukan sesuai dengan tujuan penelitian.

Menurut Yin (1997:1), “Metode penelitian studi kasus dapat dibedakan

menjadi tiga tipe yaitu studi kasus eksplanatoris, eksploratoris dan deskriptif”.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan yaitu metode studi kasus deskriptif.

Alasan penulis menggunakan metode studi kasus deskriptif karena penulis

melihat adanya kesesuaian antara sifat penelitian dengan permasalahan yang

(29)

berupaya untuk memperoleh dan mengumpulkan serta mendeskripsikan data

sebagaimana yang terjadi di lapangan secara alami.

B. Situasi Sosial dan Lokasi Penelitian

1. Situasi Sosial

Dalam penelitian kualitatif tidak digunakan istilah populasi, tetapi oleh

Spradley (Sugiono, 2005:49) dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang

terdiri dari atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas

(activity). Situasi sosial tersebut, dapat dinyatakan sebagai obyek penelitian yang

ingin diketahui ”apa yang terjadi” didalamnya. Pada situasi sosial atau objek

penelitian ini, peneliti mengamati secara mendalam aktivitas, orang-orang pada

tempat tertentu.

Sugiyono (2005:50) lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam penelitian

kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari

kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan

diberlakukan pada ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi

sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari.

Sebagai konsekuensi dari pendekatan kualitatif yang dipergunakan dalam

penelitian ini, maka pengambilan sampel yang digunakan bersifat nonprobability

sampling yaitu pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan

sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.

Tekniknya adalah purposive sampling dengan karakteristik sebagai berikut: (1)

(30)

terlebih dahulu; (2) tujuan memperoleh variasi sebanyak-banyaknya hanya dapat

dicapai apabila pemilihan satuan sampel dilakukan, jika satuan sebelumnya sudah

dijaring dan analisis; (3) pada mulanya setiap sampel dapat sama kedudukannya,

namun sesudah makin banyak informasi yang masuk dan makin mengembangkan

pertanyaan penelitian, maka pada akhirnya sampel akan dipilih berdasarkan fokus

penelitian; (4) pada sampel bertujuan, jumlah sampel ditentukan oleh

pertimbangan informasi yang diperlukan, jika sesudah terjadi pengulangan

informasi, maka penarikan sampel sudah selesai. Lebih lanjut, dalam penelitian

kualitatif jumlah sampel tidak ditentukan jumlah besarannya berdasarkan

perhitungan statistik. Sampel yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi

yang maksimum, dan bukan untuk digeneralisasikan (Sugiyono, 2005:54).

Selain itu, Lincoln dan Guba (1985: 202) menyatakan bahwa “penggunaan

purposive sampling adalah untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan

tujuan peneliti”. Sehubungan dengan hal itu, maka objek penelitian yang

dijadikan sumber utama dalam penelitian ini adalah peserta didik berbakat

akademik kelas VII SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan objek penelitian mengenai implementasi program

bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat

akademikdi SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung. Alasan pemilihan lokasi ini

(31)

sekolah yang mengembangkan pendidikan akselerasi secara komprehensif, baik

keilmuan umum maupun agama.

C. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat dua hal utama yang melatarbelakangi kualitas hasil penelitian yaitu

kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Instrumen penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini, sesuai dengan pendekatan kualitatif adalah

peneliti sendiri. Oleh karena itu, peneliti sebagai instrumen juga harus divalidasi,

seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun

ke lapangan. Seperti dikemukakan Sugiyono (2007:306) bahwa “peneliti kualitatif

sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih

informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas

data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya”.

Selain itu, peneliti berperan sebagai observer as participant. Oleh karena

itu, peneliti dapat menentukan kelancaran, keberhasilan, hambatan atau kegagalan

dalam upaya pengumpulan data. Sejalan dengan pendapat Moleong (2001:94)

bahwa “peneliti sebagai instrumen harus berupaya menerapkan rambu-rambu,

yaitu peneliti harus memahami latar belakang penelitian, mempersiapkan diri,

meyakini hubungan di lapangan dan melibatkan diri sambil mengumpulkan data”.

Peneliti berupaya semaksimal mungkin memahami, mendalami dan menerapkan

rambu-rambu yang telah dikemukakan tersebut di atas agar tujuan penelitian dapat

(32)

Dalam suatu penelitian, data merupakan suatu bahan yang sangat diperlukan

untuk selanjutnya dianalisis guna mendapatkan suatu kesimpulan. Untuk itu

diperlukan suatu teknik pengumpulan data yang relevan, teknik pengumpulan data

dalam penelitian ini antara lain adalah teknik observasi, wawancara, dan studi

dokumentasi

1. Observasi

Menurut Nasution (Sugiyono, 2007:310) menyatakan bahwa “observasi

adalah dasar semua ilmu pengetahuan”. Selain itu, Marsall (Sugiyono, 2007:310)

menyatakan bahwa ”through observation, the researcher learn about behavior

and the meaning attached to those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar

tentang perilaku dan makna dari perilaku.

Observasi atau pengamatan sebagai alat pengumpul data banyak digunakan

untuk mengukur tingkah laku responden ataupun proses terjadinya suatu kegiatan

yang dapat diamati baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi

buatan. Menurut Patton dalam Nasution (1988:20), manfaat observasi adalah

sebagai berikut:

a. Dengan observasi di lapangan peneliti akan lebih mampu memahami

konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat diperoleh

pandangan yang holistik dan menyeluruh.

b. Dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman langsung, sehingga

memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak

dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya. Pendekatan

(33)

c. Dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak

diamati orang lain, khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu,

karena telah dianggap “biasa” dan karena itu tidak akan terungkapkan

dalam wawancara.

d. Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak

akan terungkapkan oleh responden dalam wawancara karena bersifat

sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga.

e. Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang di luar

persepsi responden, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih

komprehensif.

f. Melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya mengumpulkan

daya yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi dan

merasakan suasana situasi sosial yang diteliti.

Observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu observasi pasif dan partisipatif.

Observasi pasif artinya peneliti hanya mengamati situasi yang terjadi dan

gejala-gejala tanpa ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan responden. Observasi ini

dilakukan pada saat pelaksanaan layanan bimbingan pribadi sosial. Observasi

partisipatif yang dilakukan peneliti yaitu pada saat responden sedang melakukan

kegiatan layanan bimbingan pribadi sosial berkaitan dengan penyesuaian sosial

(34)

2. Wawancara

Esterberg (Sugiyono, 2007: 317) mendifinisikan interview sebagai berikut:

“a meeting of two persons to exchange information and idea through question

and responses, resulting in communication and joint construction of meaning

about a particular topic”. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk

bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan

makna dalam suatu topik tertentu.

Wawancara adalah alat pengumpulan informasi dengan cara mengajukan

sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama

wawancara adalah kontak langsung dan tatap muka antara pencari informasi

(interviewer) dan sumber informasi (informan). Dalam melakukan wawancara,

peneliti berinteraksi dengan subjek penelitian agar peneliti dapat menganalisis dan

menafsirkan jawaban yang diwawancarai. Peneliti mencoba menyampaikan

pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan :

a. Penyesuaian sosial pada anak berbakat akademik, guru BK/konselor dan

Wali Kelas.

b. Perencanaan program bimbingan pribadi sosial pada guru BK/konselor.

c. Pelaksanaan dan evaluasi program bimbingan pribadi sosial pada anak

berbakat akademik, guru BK/konselor dan Kepala Sekolah.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi ini diperlukan sebagai data sekunder untuk pengayaan

data penelitian yang memiliki hubungan dengan tujuan penelitian. Data-data yang

(35)

Bimbingan Pribadi-Sosial di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung khusunya

untuk anak berbakat akademik. Di samping data tersebut di atas, diperlukan juga

data tentang keadaan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran bagi anak

berbakat akademik dan data lain yang relevan untuk memperkaya informasi dalam

penelitian ini.

Hal itu sejalan dengan pendapat Nasution (2003:86) bahwa:

Dalam penelitian kualitatif dokumen termasuk sumber non human resources yang dapat dimanfaatkan karena memberikan keuntungan, yaitu bahannya telah ada dan tersedia, siap pakai dan penggunaannya tidak memakan banyak bicara. Bahan dokumen berguna karena dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian dan bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data dan merupakan bahan utama dalam penelitian historis.

Aspek yang diteliti Indikator Sumber Data

(36)
(37)

Implementasi

Prosedur penelitian kualitatif menurut Nasution (1991:3) meliputi “tiga

tahapan yaitu (1) tahap orientasi untuk mendapatkan infomasi tentang apa yang

penting untuk ditemukan, (2) tahap eksplorasi untuk menentukan sesuatu secara

terfokus, dan( 3) tahap member check untuk mengecek temuan menurut prosedur

dan memperoleh laporan akhir”. Langkah-langkah pengumpulan data penelitian

(38)

1. Tahap Orientasi

Orientasi dalam penelitian kualitatif dilakukan untuk memperoleh

gambaran yang jelas dan lengkap mengenai masalah yang hendak diteliti.

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah:

a. Melakukan studi pendahuluan dan penjajagan SMPN 1 Baleendah

Kabupaten Bandung, untuk mengidentifikasi permasalahan atau fokus

penelitian.

b. Mempersiapkan berbagai referensi seperti: buku, dan referensi

lainnya yang berkaitan dengan fokus permasalahan penelitian yaitu

implementasi program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan

penyesuaian sosial anak berbakat akademik.

c. Menyusun pra- desain penelitian.

d. Menyusun kisi-kisi penelitian dan pedoman wawancara.

e. Mengurus Perizinan.

2. Tahap Eksplorasi

a. Menerima penjelasan dari pihak guru Bimbingan dan Konseling

mengenai tingkat penyesuaian sosial anak berbakat akademik,

program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian

anak berbakat akademik mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai

evaluasi.

b. Melakukan wawancara secara lisan kepada objek penelitian dalam hal

ini tiga orang anak berbakat akademik yang memiliki tingkat

(39)

c. Menggali dokumentasi mengenai pelaksanaan program bimbingan

pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat

akademik.

d. Memilih, menyusun dan mengklasifikasikan data sesuai jenis

aspek-aspek penelitian.

3. Tahap Member Check

Tahap ini merupakan tahap seleksi dan penafsiran data. Setiap data yang

telah diperoleh selalu dicek ulang dan diteliti kembali kepada sumber

aslinya, yaitu sumber data atau objek penelitian. Selanjutnya data yang

sudah dicek lalu diolah dan ditafsirkan selama penelitian berlangsung

sampai penelitian dianggap selesai.

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Peneliti melakukan analisis data untuk member makna terhadap data yang

sudah terkumpul sesuai dengan fokus penelitian. Oleh karena itu, menganalisis

data merupakan suatu langkah yang sangat penting di dalam penelitian. Analisis

data menurut Patton (Moleong, 2001:103) adalah “proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar”.

Hal ini berarti bahwa analisis data dimaksudkan untuk mengorganisasikan data.

Data yang terkumpul yang terdiri dari catatan lapangan dan komentar peneliti,

gambar, foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel dan sebagainya diatur,

(40)

pengorganisasian dan pengolahan data untuk menemukan tema dan hipotesis kerja

yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif.

Model analisis yang digunakan mengacu pada model yang dibuat oleh Miles

dan Huberman (1992:20), yaitu “model analisis interaktif”. Langkah-langkahnya

seperti dikemukakan Nasution (1993:129) yaitu meliputi : ”1) koleksi data (data

collection), 2) penyederhanaan data (data reductional), 3) penyajian data (data

display) dan 4) pengambilan kesimpulan serta verifikasi (decision making and

also verification)”.

Berdasarkan pendapat di atas, maka peneliti menganalisis data hasil

lapangan melalui tahap-tahap berikut:

1. Koleksi data

Pada tahap ini data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi yang

dilakukan peneliti terhadap subjek penelitian dan sumber informasi,

merupakan langkah awal dalam pengolahan data. Dalam mengkoleksi data,

peneliti melakukan observasi, wawancara yang mendalam dengan subjek

penelitian dan sumber informasi serta mencari dokumentasi hasil

pembelajaran. Hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dengan segera

dituangkan penulis dalam bentuk tulisan dan dianalisis.

2. Reduksi data

Pada tahap ini dilakukan penelaahan kembali seluruh catatan hasil

observasi, wawancara dan dokumentasi. Dengan demikian pada tahap ini

akan diperoleh hal-hal pokok yang berkaitan dengan fokus penelitian

(41)

meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademikdi SMPN 1

Baleendah Kabupaten Bandung.

3. Display data

Tahap ini merupakan kegiatan penyusunan hal-hal pokok yang sudah

dirangkum secara sistematis sehingga diperoleh tema dan pola secara jelas

tentang permasalahan penelitian agar mudah diambil kesimpulannya.

4. Kesimpulan dan verifikasi

Pada tahap ini merupakan upaya untuk mencari makna dari data yang

dikumpulkan dan memantapkan kesimpulan dengan cara member check atau

triangulasi yang dilakukan selama dan sesudah data dikumpulkan. Dengan

demikian proses verifikasi merupakan upaya mencari makna dari data yang

telah dikumpulkan dengan mencari pola, tema, hubungan persamaan,

(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Dengan memperhatikan hasil analisis data penelitian, diperoleh gambaran

mengenai implementasi program bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan

penyesuaian sosial anak berbakat akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten

Bandung. Selanjutnya terdapat beberapa kesimpulan secara lebih rinci sesuai

dengan pertanyaan penelitian yang telah di uraikan pada BAB I, yaitu sebagai

berikut:

1. Tingkat Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Akademik di SMPN 1

Baleendah Kabupaten Bandung

Dari 10 orang peserta didik berbakat akademik kelas VII SMPN I

Baleendah Kabupaten Bandung Tahun ajaran 2012/2013, hanya tiga orang

peserta didik yang penyesuaian sosialnya rendah yaitu peserta didik PR , 13

Tahun, Laki-laki, Kelas VII cibi asal Bandung; peserta didik MD, 13

Tahun, Laki-laki, Kelas VII.1 asal Bandung, peserta didik DA 13 Tahun,

perempuan, Kelas VII cibi asal Bandung. Hal itu ditunjukan dengan indikasi

(1) hubungan interpersonal dengan teman dan guru-guru lainnya masih

kurang, (2) kurang percaya diri, menarik diri dari lingkungan, (3) belum

mengikuti sepenuhnya tata tertib yang ada di sekolah, (4) partisipasi dalam

kelompok belajar masih kurang, dan (5) masih kadang-kadang mengikuti

kegiatan ekstrakurikuler. Dengan demikian ketiga peserta didik ini perlu

(43)

tinggi namun penyesuaian sosialnya rendah akan mempengaruhi terhadap

keberhasilan peserta didik itu sendiri.

2. Upaya yang dilakukan oleh Guru Bimbingan dan Konseling dalam

rangka menangani permasalahan Penyesuaian Sosial Anak Berbakat

di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung

Mengacu pada permasalahan penyesuaian sosial ketiga peserta didik upaya

guru BK dalam menangani permasalahan tersebut yaitu dengan melakukan studi

kasus. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan studi kasus tersebut yaitu sebagai

berikut: setelah dilakukan identifikasi kasus, masalah dan diagnosis, maka

masalah anak berbakat akademik berkaitan dengan masalah pribadi dan sosial

yang berkaitan dengan penyesuaian sosial anak berbakat akademik. Namun,

masalah tersebut masih bisa diatasi. Cara mengatasi masalah peserta didik dengan

diberikan treatment / bantuan melalui kegiatan bimbingan. Layanan bimbingan

yang berkaitan dengan masalah pribadi dan sosial yaitu bimbingan pribadi sosial.

Materi layanan dalam program bimbingan pribadi sosial yang diberikan

diharapkan dapat meningkatkan kompetensi anak berbakat akademik dalam hal

kerjasama, kreatifitas, kepemimpinan, keberanian, pengorbanan, ketaatan,

toleransi, kesabaran, konsentrasi, pemahaman takdir, memantapkan cita-cita dan

tawaqal. Satuan layanan yang dilaksanakan yaitu layanan dasar dengan kegiatan

dinamika kelompok. Setelah diberikan bantuan layanan bimbingan pribadi sosial

(44)

3. Implementasi Program Bimbingan Pribadi-Sosial untuk

Meningkatkan Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Akademik di

SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung

Program Bimbingan Pribadi Sosial yang telah dilaksanakan, mampu

meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial peserta didik. Program bimbingan

pribadi sosial yang dilaksanakan di dalamnya memuat mengenai rasional, visi

dan misi, tujuan, materi dan bentuk kegiatan, personel, sarana dan waktu serta

evaluasi. Peningkatan penyesuaian sosial peserta didik tidak terlepas dari kualitas

program yang dikembangkan. Oleh karena itu, program bimbingan pribadi sosial

harus mengacu pada kebutuhan anak berbakat akademik dengan perencanaan

yang matang. Kegiatan bimbingan pribadi sosial yang dilaksanakan mengacu pada

permasalahan penyesuaian sosial peserta didik dengan indikasi (1) meningkatkan

hubungan interpersonal antara peserta didik PR MD dan DA dengan teman dan

guru-guru lainnya yang masih kurang, (2) meningkatkan jalinan persahabatan

antara peserta didik PR MD dan DA dengan teman sekelas dan di luar kelas, (3)

mendorong peserta didik PR MD dan DA dalam mengikuti sepenuhnya tata tertib

yang ada di sekolah, (4) meningkatkan partisipasi peserta didik PR MD dan DA

dalam kelompok belajar masih kurang, dan (5) meningkatkan partisipasi peserta

didik PR MD dan DA yang masih kadang-kadang mengikuti kegiatan

(45)

B. Rekomendasi

Mengacu pada kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka rekomendasi

penelitian diberikan kepada pihak-pihak, sebagai berikut :

1. Guru BK / Konselor

Implementasi program bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan

penyesuaian sosial di sekolah khususnya untuk anak berbakat akademik

senantiasa direncanakan seoptimal-optimalnya mungkin diantaranya program

yang dibuat harus disusun, diatur, dikembangkan sesuai dengan kebutuhan

peserta didik di jenjang atau tingkat pendidikan tertentu, menggunakan

pendekatan yang rasional dan ilmiah dengan mengikutsertakan tenaga-tenaga ahli,

mencakup kegiatan bimbingan individual dan kelompok dalam proporsi yang

wajar, dan pemberian informasi yang sesuai pada subjek serta menyediakan

sumber-sumber informasi yang dibutuhkan. Dengan demikian, program

bimbingan yang dibuat diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam implementasi

program bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak

berbakat akademik secara khusus, maupun penyesuaian sosial untuk peserta didi

regular lainnya secara umumnya.

2. Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik melakukan penelitian berkaitan

dengan anak berbakat akademik tidak hanya berkaitan dengan penyesuaian diri

sosial tapi dapat memilih topik lainnya seperti kreativitas, intelegensi, Pengikatan

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Diny Setriani, Perbandingan Penyesuaian Diri antara Siswa Berbakat Akademik

di Kelas Akselerasi dengan Kelas Reguler dan Implikasinya terhadap

Program Bimbingan dan Konseling : Studi Komparatif terhadap Siswa

Berbakat Akademik Kelas X dan XI SMAN 1 Sumedang Tahun Ajaran

2011/2012. Skripsi Sarjana pada FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan

Fauziah, H. (2004). Pengembangan Program Bimbingan Penyesuaian Sosial.

Skripsi Jurusan PPB FIP UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Miles, M dan Huberman, A. Michael .(1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta:

UI.

Moleong, L.J. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.

Munandar, Utami.(2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:

Rineka Cipta

Nadia Safitri, 2010. Hubungan Kematangan Emosi dengan Penyesuaian Sosial

Siswa Berbakat Akselarasi SMA Negeri 3 Tangerang Selatan. Skripsi. Fak.

Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Nasution, S. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito

Nurihsan, J (2003). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung :Mutiara.

Prayitno, dan Erman Amti.(2004). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.

Jakarta: Rineka Cipta

Rizky Ildiyanita, Latipun, dan Ni’matuzahroh. 2012. Penyesuaian Sosial Siswa Akselerasi di Pondok Pesantren dan Sekolah Umum. Fakultas Psikologi,

Universitas Muhammadiyah Malang. Journal Online Psikologi Volume 01

(47)

Rusmana,N.(2009). Permainan (Game & Play). Bandung: Rizqi Press.

Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York:

Rinehart & Winston.

Semiawan, C.R. (2009). Kreativitas Keberbakatan: Mengapa, Apa, dan

Bagaimana. Jakarta. PT Index

Sevila Consuelo G. et al. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press.

Siti Maimunah, 2009. Gambaran Penyesuaian Sosial dan Emosi Siswa Program

Akselerasi .UMM

Sudjana dan Ibrahim. (2001).Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung

:Sinar Baru Algensindo.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R &D. Bandung: Alfabeta.

Suherman , Uman. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bekasi:

Madani Production.

Sukadji, S. (2000).Psikologi pendidikan dan psikologi sekolah. Depok: Lembaga.

Supriatna, Mamat. (2009). Layanan Bimbingan karir di Sekolah Menengah.

Bandung: Depdiknas UPI.

Susilo, Muhammad Joko, (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syamsuddin, A. (2000). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

(48)

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Winkel & Hastuti, Sri. (2006). Bimbingan Dan Konseling DiInstitusi Pendidikan.

Yogjakarta: Media Abadi.

Yin, Robert. K. (1997). StudiKasus: Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Yusuf, S. (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

_________. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung:

Rizqi Press.

Yusuf, Syamsu & Nurihsan, Achmad Juntika. (2010). Landasan Bimbingan dan

Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

__________ (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja

Rosda Karya.

Yettie Wandansari , 2004. Peran Dukungan Orangtua dan Guru terhadap

Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Intelektual. Jurnal Provitae No. 1;

Gambar

Gambar 1.1  Kerangka Penelitian
Tabel 3.1 Ringkasan Pengumpulan Data

Referensi

Dokumen terkait

terhadap jurusan IPA dan IPS, yang mana IPA memiliki julukan positif.. yaitu siswanya dijuluki dengan “pintar” dan IPS memiliki julukan negatif yaitu siswanya

USAHA KERAJINAN AKSESORIS PENGANTIN TERNYATA TETAP EKSIS HINGGA SAAT INI //. BU TINA / SALAH SATU PEMILIK USAHA ASESORIS PENGANTIN MENGUNGKAPKAN

C., “Pengaruh Substitusi Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterphyllus Lamk.) dengan Penambahan Ekstrak Wortel (Daucus carota L.) terhadap Kualitas Mie Kering Selama Umur

Temuan penelitian ini memiliki implikasi bahwa model bahan ajar yang dikembangkan dapat digunakan dalam pembe- lajaran bahasa Inggris di sekolah dasar untuk

Bioplastik dengan pengisi kitosan 3 gram volume etilen glikol

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit umum kota Padang Sidimpuan. Teknik

Pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan pada aspek keuangan mulai dirasakan tidak memadai dalam menilai kinerja suatu perusahaan.. Kinerja perusahaan meliputi aspek yang

Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan Iso 14001.. Gramedia