• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 312008017 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 312008017 BAB III"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

51 BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISA

A. Hasil Penelitian

Dalam mengetengahkan hasil penelitian pada bab ini, penulis sengaja

memilihkan contoh kasus berdasarkan tingkatan dan luasan pemerintahan. Contoh

kasus ini diharapkan memperlihatkan bahwa korupsi dana pendidikan terdapat

pada berbagai lini ketatanegaraan. Karena itu contoh kasusnya meliputi

Kabupaten Gowa, Provinsi Banten, dan korupsi yang dilakukan mantan pejabat di

Departemen Pendidikan Nasional dan dugaan korupsi beberapa rektor universitas

negeri. Hukuman ringan yang tidak mendidik juga penting disimak.

Di samping cara penyampaian kasus tersebut, cara lain yang akan

dijumpai ialah liputan pemberitaan tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan

oleh seorang anggota legislatif nasional, Angelina Sondakh, yang juga terbukti

melakukan korupsi dana pendidikan. Di samping itu informasi publik tentang 619

milyar rupiah dana pendidikan yang dikorupsi selama satu dasawarsa; informasi

publik bahwa sektor pendidikan menjadi sasaran empuk bagi para koruptor; dan

suatu kajian ilmiah populer dari Febri Hendri AA, tentang Ironi (Korupsi)

Pendidikan.

Sumber datanya bukan putusan pengadilan tetapi media massa. Hal ini

kiranya cukup beralasan, sekaligus mendukung prinsip hukum HAM tentang hak

(2)

52

Cara penyajian data tersebut diharapkan akan memudahkan dalam

memperlihatkan beberapa ciri dari tindakan-tindakan korupsi, yang bertentangan

dengan kaidah-kaidah HAM.

1. Contoh Kasus Kabupaten Gowa

Beritakota Online menginformasikan pada 21 September 2013 bahwa kasus

korupsi dana pendidikan gratis di Gowa – Sulawesi Selatan mencapai 20 milyar

rupiah. Liputan lengkapnya adalah sebagai berikut:82

Hasil pemeriksaan yang dilakukan penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan terhadap ratusan kepala sekolah se Kabupaten Gowa atas laporan penyalahgunaan dana pendidikan gratis belum juga dirampungkan.

Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Chaerul Amir menjelaskan tim penyidik masih terus bekerja merampungkan hasil pemeriksan atas para kepala sekolah maupun hasil pemeriksaan langsung di sekolah-sekolah Sunguminasa Kabupaten Gowa.

―Tim tetap melakukan pekerjaannya dan memang belum merampungkan hasil pemeriksaannya untuk kasus pendidikan gratis Gowa‖ Kata Chaerul Amir Jum‘at (20/9/2013)

Penyelidikan kasus dugaan korupsi dana pendidikan gratis di kabupaten Gowa dengan total nilai Rp 20 Milyar mulai tahun 2010 hingga tahun 2012 dilakukan berdasarkan laporan masyarakat. Laporan tersebut menyebutkan dana pendidikan gratis yang diterima siswa tidak sesuai bahkan ada yang tidak mendapatkan sama sekali.

Dugaan lain yang diterima penyidik berupa pemotongan honor guru dan manipulasi belanja siswa. Aktifis anti korupsi Djusman AR meminta penyidik benar-benar serius mengusut dugaan korupsi yang marak terjadi bukan sekedar euforia. Apalagi penyimpangan yang bersingungan dengan dunia pendidikan bukan hanya merugikan negara tetapi merusak masa depan Bangsa.

82

(3)

53

1. Contoh Kasus Provinsi Banten

Pada Rabu 28 Agustus 2013, okezone.com menurunkan berita bahwa menurut

ICW, Provinsi Banten menjadi yang terkorup dalam bidang pendidikan.Media ini

memberitakan bahwa:83

Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebut Provinsi Banten sebagai juara korupsi dana pendidikan. Kerugian negara di Provinsi Banten mencapai Rp 209 miliar dengan 10 kasus.

Sedangkan Provinsi Jawa Barat tercatat sebagai provinsi yang paling banyak melakukan praktik korupsi dengan 33 kasus. "Namun Jawa Barat kerugian negaranya tidak terlalu banyak, dari 33 kasus tercatat kerugian negara sebesar Rp 22,7 miliar," ujar Peneliti Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Febri Hendri, dalam diskusi bertema Satu Dasawarsa Dana Pendidikan Digrogoti Koruptor di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (28/8/2013).

Sedang untuk para aktor yang menggerogoti dana pendidikan, lanjut Febri, 479 tersangka terkait dengan 296 kasus korupsi. "71 orang di antaranya adalah kepala dinas pendidikan, 179 orang adalah anak buah kepala dinas pendidikan, serta 114 adalah rekanan mereka," ungkapnya.

Dikatakan Febri, Dinas Pendidikan adalah lembaga yang paling banyak melakukan korupsi dana pendidikan. Sebanyak 151 praktek korupsi dilakukan para pejabat dinas tersebut dengan kerugian negara mencapai Rp 356,5 miliar.

"Perguruan tinggi juga mencatat prestasi korupsi dengan kerugian negara yang besar dengan menyelewengkan uang negara sebesar Rp 217,1 miliar yang tercatat dalam 30 praktek korupsi. Sekolah juga tidak luput dari praktek korupsi yakni 82 praktek korupsi dengan kerugian negara Rp 10,9 miliar," paparnya.

2. Contoh Kasus Nasional

Mohammad Sofyan, mantan Inspektur Jenderal

Kemendiknas, didakwa melakukan korupsi Rp 36 miliar saat masih menjabat. Dari total uang itu, Sofyan menikmati Rp 1,103 miliar. Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum, dijelaskan bahwa Sofyan selaku kuasa pengguna anggaran, menandatangani SK Irjen pada 16 Januari 2009 untuk menetapkan kegiatan program joint audit pengawasan dan pemeriksaan (wasrik) pada

83

(4)

54

masing inspektorat yang meliputi, Wasrik Peningkatan Mutu Sarana Prasarana 9 tahun oleh Inspektorat I, Wasrik Peningkatan Mutu Relevansi dan Daya Saing oleh Inspektorat II, Wasrik Pendidikan Tinggi oleh Inspektorat III dan Warsik Sertifikat Guru

oleh Inspektorat IV.84

Dari kegiatan-kegiatan tersebut, Sofyan memerintahkan pencairan anggaran dan menerima biaya perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan. Dia juga memerintahkan pemotongan sebesar 5 persen atas biaya perjalanan dinas yang diterima para peserta pada program kegiatan joint audit Inspektorat I, II, III, IV dan investigasi Itjen Depdiknas tahun anggaran 2009. Secara lebih rinci, dari perbuatannya itu, Sofyan memperkaya diri sendiri yakni Rp 1,103 miliar, Abdul Apip (Rp 258 juta), Suharyanto (Rp 244 juta), Jauhari Sembiring (Rp 300 juta), Marhusa Panjaitan (Rp 334 juta). Amin Priatna (Rp 268 juta), Slamet Poernomo (Rp 153 juta), Sam Yhon (Rp 104 juta), Tini Suhartini (Rp 6 juta), Endang Supriyati (Rp 29 juta), Umar Sahid (Rp 67 juta), Setyo Bimandoko (Rp 71 juta) termasuk pihak lain sesuai surat tugas

yakni Rp 33,561 miliar.85

"Yang dapat merugikan keuangan negara Rp 36,484 miliar," kata Jaksa Penuntut Umum I Kadek Wiradana ketika membaca surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 20 Juni 2013. Jaksa mendakwa Sofyan dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan dakwaan subsider, Sofyan melanggar Pasal 3 UU jo Pasal 18 UU

Pemberantasan Tipikor.86

3. Kasus Dugaan Korupsi Beberapa Rektor

Harian Republika memberitakan bahwa sejumlah nama rektor universitas negeri di Indonesia disebut menerima aliran dana kasus korupsi pembahasan anggaran proyek universitas di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang saat itu masih bernama Kementerian Pendidikan Nasional

(Kemendiknas).87

84

detik.com, Ferdinan, ―Mantan Irjen Kemendiknas Didakwa Korupsi Rp 36 Miliar,‖ 20 Juni 2013,

http://news.detik.com/read/2013/06/20/162125/2279236/10/mantan-irjen-kemendiknas-didakwa-korupsi-rp-36-miliar, dikunjungi pada Rabu 25 Desember 2013, pukul 22.51 WIB. 85 Ibid. 86Ibid . 87

republika.co.id, Muhammad Hafil (Reporter), Karta Raharja Ucu (Redaktur), Beberapa Rektor UN Diduga Terlibat Korupsi Kemendiknas , November ,

(5)

55

Informasi itu diperoleh dari sidang lanjutan suap pembahasan anggaran proyek universitas di Kemendikbud dengan terdakwa Angelina Sondakh. Dalam kepengurusan proyek tersebut beberapa rektor universitas negeri mendapat jatah proyek yang sedang dikerjakan PT Permai Group, perusahaan milik Muhammad

Nazaruddin.88

Diberitakan bahwa salah satu saksi, Staf Marketing PT Permai Group Clara Mauren menyebutkan ada empat universitas mendapatkan uang support dari salah satu perusahaan Nazaruddin. "Untuk Rektor Universitas Negeri Malang (proyek tahun 2009) pernah diajukan kas sebesar Rp 400-Rp 420 juta," kata Clara Mauren saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 1November 2012. Clara juga menyebutkan Pembantu Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Supendi juga ikut memperoleh uang sebesar Rp 400 juta. Nilai proyek pengadaan alat laboratorium di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, kata Clara, mencapai Rp 49 miliar dengan keuntungan 40 persen dari nilai proyek. Sedangkan 'bagian' untuk Universitas Brawijaya diterima Rektor bernama Yogi dan Pembantu Rektor 2 Universitas

Soedirman. "Saya lupa berapa kas untuk mereka," kata Clara.89

4. Tak Mendidik: Hukuman Yang Ringan

Badan Pemeriksa Keuangan pernah melansir bahwa ditemukan sedikitnya

191.575 kasus penyimpangan keuangan negara dengan nilai kerugian negara

sebesar Rp 103,19 triliun. Karena itu, secara teoretis, korupsi berpotensi

mengurangi kesejahteraan rakyat karena besarnya inefisiensi akibat salah alokasi

sumber daya.90

Sangat memprihatinkan bahwa sebagian besar vonis kasus korupsi selama

ini pun belum memenuhi rasa keadilan masyarakat karena terlalu ringan. Dalam

catatan ICW (Indonesian Corruption Watch) pada awal tahun 2013, di Pengadilan

88

Ibid.

89Ibid

.

90

kompas.com, Khaerudin (penulis) & Caroline Damanik (editor), ―Hukuman Koruptor Terlalu Ringan‖, 9 September 2013,

http://nasional.kompas.com/read/2013/09/09/1113063/Hukuman.Koruptor.Terlalu.Ringan

(6)

56

Tindak Pidana Korupsi Jakarta saja, dari 240 terdakwa yang diadili sejak 2005

hingga 2009, vonis yang dijatuhkan ringan, yaitu rata-rata hanya 3 tahun 6 bulan.

Bahkan, diskusi grup terfokus yang dilakukan beberapa kali oleh KPK, kata

Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di Jakarta, pada Sabtu 7 September 2013,

menyimpulkan bahwa ada kecenderungan semakin besar uang yang dikorupsi,

hukuman terhadap koruptornya semakin ringan. Hal ini berbanding terbalik

dengan prinsip tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman minimum sampai

maksimum. ‖Tanpa mengurangi rasa hormat kami terhadap kemandirian hakim,

seyogyanya hakim membuka diri terhadap pandangan berbagai kalangan

masyarakat, khususnya yang memiliki argumen yang dapat

dipertanggungjawabkan,‖ kata Adnan tentang hasil diskusi tersebut.91

Dalam hubungan dengan hal itu, menurut wakil ketua KPK lainnya,

Bambang Widjojanto, dampak korupsi yang mengakibatkan kerugian besar tidak

hanya secara ekonomi, tetapi juga sosial belum dipahami, terutama oleh hakim,

meskipun mereka adalah hakim pengadilan tindak pidana korupsi. Lebih lanjut

Bambang mengatakan ‖Akibat dari kejahatan (korupsi) tidak dilihat secara dalam,

dan dampak tindak pidana korupsi tidak dipahami secara utuh. Padahal, kejahatan

korupsi bila dilihat dampaknya akan sangat besar nilai kerugiannya.‖92

Hal senada

dikatakan Koordinator Badan Pekerja ICW Danang Widoyoko. Ia menilai

rendahnya putusan hakim terhadap terdakwa perkara korupsi menunjukkan

kesadaran hakim, bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan dapat

menghancurkan kehidupan berbangsa, masih rendah pula. Hal itu dapat terjadi

91

Ibid.

92

(7)

57

karena para hakim juga ‖dibesarkan‖ atau ‖dibentuk‖ di lingkungan peradilan

yang banyak terjadi praktik korupsi sehingga cenderung permisif terhadap praktik

korupsi. Ia mengatakan, ‖kesadaran hakim bahwa korupsi itu kejahatan

extraordinary belum ada sehingga hukuman ringan-ringan saja sehingga

diskriminatif dengan kejahatan biasa, seperti pelaku pencurian atau perampokan,

yang mendapat hukuman tinggi.‖

5. Seputar Kasus Angelina Sondakh

Sebagaimana telah diketahui, Mahkamah Agung Republik Indonesia

memperberat hukuman mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi

Partai Demokrat, Angelina Sondakh alias Angie, terkait kasus korupsi

Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Mantan Puteri Indonesia itu divonis 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp 500

juta dari vonis sebelumnya 4 tahun 6 bulan.93

Selain itu, seperti dikutip Harian Kompas, Kamis (21/11/2013), majelis

kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti

senilai Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS (sekitar Rp 27,4 miliar).

Sebelumnya, baik Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maupun Pengadilan Tinggi

DKI Jakarta, tidak menjatuhkan pidana uang pengganti.94

Putusan tersebut diberikan oleh majelis kasasi yang dipimpin Ketua Kamar Pidana

MA Artidjo Alkostar dengan hakim anggota MS Lumme dan Mohammad Askin,

Rabu (20/11/2013). Angie dijerat Pasal 12 a Undang-Undang Pemberantasan

93

kompas.com, Sandro Gatra (editor), ―Dari 4,5 Tahun, MA Perberat Vonis Angie Jadi 12 Tahun‖, 21 November 2013,

http://nasional.kompas.com/read/2013/11/21/0742539/Dari.4.5.Tahun.MA.Perberat.Vonis.Angie.J adi.12.Tahun, dikunjungi pada Rabu 22 Januari 2014, pukul 10.22 WIB.

94

(8)

58

Tipikor. MA membatalkan putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi

DKI Jakarta yang menyatakan Angie melanggar Pasal 11 UU itu.95

Menurut majelis kasasi, Angie dinilai aktif meminta dan menerima uang terkait

proyek-proyek di Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda

dan Olahraga. ‖Terdakwa aktif meminta imbalan uang atau fee kepada Mindo

Rosalina Manulang sebesar 7 persen dari nilai proyek. Disepakati 5 persen. Dan

(fee) ini sudah harus diberikan kepada terdakwa 50 persen pada saat pembahasan

anggaran dan 50 persen (sisanya) ketika DIPA turun. Itu aktifnya dia (terdakwa)

untuk membedakan antara Pasal 11 dan Pasal 12 a," ungkap Artidjo kepada

Kompas.96

Menurut Artidjo, majelis kasasi juga mempertimbangkan peran Angie

aktif memprakarsai pertemuan dan memperkenalkan Mindo dengan Haris

Iskandar, sekretaris pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian

Pendidikan Nasional untuk mempermudah penggiringan anggaran Kemendiknas.

‖Terdakwa juga beberapa kali melakukan komunikasi dengan Mindo tentang

tindak lanjut dan perkembangan upaya penggiringan anggaran dan penyerahan

imbalan uang atau fee. Terdakwa lalu mendapat imbalan dari uang fee Rp 12,58

miliar dan 2,35 juta dollar AS,‖ ujarnya.97

Penting diketahui bahwa salah satu yang membedakan putusan MA

dengan putusan sebelumnya adalah terkait uang pengganti. Artidjo menilai,

pengadilan tingkat pertama dan banding terkesan seolah enggan menjatuhkan

95

Ibid.

96

Ibid.

97

(9)

59

pidana tambahan uang pengganti dengan alasan uang yang diterima Angie berasal

dari swasta dan bukan dari keuangan negara. ‖Itu salah. Karena Pasal 17 UU

Pemberantasan Tipikor jelas-jelas menyebutkan terdakwa dapat dijatuhi pidana

tambahan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 18 UU yang sama. Jadi bisa

dijatuhi hukuman uang pengganti,‖ ujar Artidjo.98

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengapresiasi vonis kasasi yang

dijatuhkan MA. Menurutnya, vonis kasasi MA terhadap Angie mencerminkan

ketajaman rasa kepekaan dan keadilan sosial. Terlebih lagi, kata Busyro, vonis

tersebut diputuskan di tengah-tengah pusaran pemikiran hukum para penegak

hukum yang masih bermazhab ultrakonservatif positivistik dan tandus dari roh

keadilan, seperti tercermin dalam rendahnya beberapa vonis terdakwa.99 ‖Korupsi

bukan saja kejahatan berwatak extraordinary, melainkan juga kejahatan yang

membunuh rakyat pelan-pelan. Maka, vonis kasasi MA atas terdakwa Angie ini

mencerminkan rasa kepekaan dan keadilan sosial,‖ kata Busyro.100

KPK berharap vonis kasasi MA terhadap kasus-kasus korupsi yang

mencerminkan kepekaan terhadap keadilan sosial tersebut dapat menjelma

menjadi yurisprudensi, sebagaimana Wakil Ketua KPK yang lain, Bambang

Widjojanto, mengatakannya bahwa KPK sangat mengapresiasi putusan vonis

terhadap Angie. KPK pun, lanjut Bambang, akan mempelajari dengan serius vonis

tersebut karena ada gap yang sangat lebar dengan putusan hukum di pengadilan

98

Ibid.

99

Ibid.

100

kompas.com, Khaerudin (penulis) & Caroline Damanik (editor), ―Vonis Angie, Cermin Tajamnya Kepekaan‖, 21 November 2013,

(10)

60

tingkat sebelumnya. ‖Putusan ini menegaskan bahwa harapan itu masih ada. Semoga putusan ini akan dijadikan pembelajaran bagi hakim lain,‖ kata

Bambang.101

Pada tempat terpisah, peneliti Indonesian Legal Roundtable, Erwin

Natosmal Oemar, menyatakan, putusan majelis kasasi itu adalah putusan yang

progresif dan mampu memenjarakan koruptor.102 Putusan tersebut harus menjadi

tolok ukur dan standar bagi hakim-hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap

terdakwa korupsi. ‖Kalau bicara efek jera dalam pemberantasan korupsi, cara

pandang hakim seharusnya seperti cara pandang hakim MA dalam putusan Angie

ini. Efektifkan pidana tambahan. Sita uang hasil korupsi. Kalau tidak dilakukan,

orang tidak takut korupsi karena hanya akan dikenai hukuman badan (penjara)

saja, sementara uang hasil korupsinya aman. Setelah bebas, ia masih bisa

menikmati hasil korupsi. Ini yang ada di benak koruptor saat ini,‖ ungkap

Erwin.103

Pendapat yang kurang lebih sama juga datang dari Ketua Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad. Ia mengapresiasi putusan kasasi

yang dijatuhkan Mahkamah Agung terhadap terpidana kasus korupsi Kementerian

Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga, Angelina

Sondakh. Dalam putusan tersebut Angie divonis 12 tahun penjara dan diwajibkan

101

Ibid.

102

Berdasarkan catatan Kompas, Hakim Agung Artidjo selama ini dikenal dengan putusan-putusan yang memberatkan para terdakwa dibandingkan dengan putusan di pengadilan tingkat pertama ataupun banding. Ia, misalnya, memperberat hukuman Anggodo Widjojo dari 5 tahun menjadi 10 tahun.Ia juga memperberat hukuman Gayus Halomoan P Tambunan dari 10 tahun menjadi 12 tahun, membatalkan vonis bebas Bupati Subang (nonaktif) Eep Hidayat dan Bupati Sragen Untung Sarono Wiyono, serta memperberat hukuman bagi Muhammad Nazaruddin dari 4 tahun 10 bulan menjadi 7 tahun penjara. Ibid.

103

(11)

61

membayar uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS (sekitar

Rp 27,4 miliar). "Kita apresiasi putusan Mahkamah Agung," ujar Abraham

singkat saat ditemui seusai menghadiri pelantikan Wakil Jaksa Agung Andhi

Nirwanto di Kejaksaan Agung, Kamis (21/11/2013).104 Abraham juga

berpandangan bahwa putusan MA telah memberikan rasa keadilan bagi

masyarakat. Ia berharap, putusan tersebut dapat memberikan efek jera kepada

Angie dan menjadi peringatan bagi sejumlah pihak yang berencana untuk

melakukan tindak pidana korupsi. "Jadi begini, kita ingin setiap terdakwa korupsi

itu putusannya memberi efek jera agar orang berpikir," katanya.105

Ada beberapa hal mendasar yang perlu dicermati dalam putusan terhadap

Angelina Sondakh. Pesan pertama putusan kasasi ini, proses hukum harus mampu

membuktikan dapat menjangkau dan mengungkap secara tuntas semua jejaring

yang terkait dengan tindak pidana yang dilakukan Angie. Alasannya amat

sederhana, kejahatan ini terjadi tidak mungkin dilepaskan dari posisi Angie

sebagai politisi di komisi yang langsung membawahkan kedua kementerian

negara di atas. Karena itu, tindakan penyelewengan yang dilakukan pasti tidak

sendiri.106 Dalam batas penalaran yang wajar, tindakan Angie hampir dapat

dipastikan melibatkan pihak lain di komisi yang bermitra dengan kedua

kementerian tersebut. Karena itu, agar logika penegakan hukum berjalan linear,

104

kompas.com, Dani Prabowo (penulis) & Caroline Damanik (editor), ―KPK Apresiasi Vonis Vonis MA Atas Angie‖, 21 November 2013,

http://nasional.kompas.com/read/2013/11/21/1137169/KPK.Apresiasi.Vonis.MA.atas.Angie , dikunjungi pada Rabu 22 Januari 2014, pukul 11.04 WIB.

105

Ibid.

106

kompas.com, Saldi Isra (Penulis Opini), Caroline Damanik (editor), ―Pesan dari Putusan Angie,‖ 29 November 2013,

(12)

62

penyidikan harus mampu menjerat pihak lain yang menjadi bagian dari jejaring

Angie. Bagaimanapun, manuver Angie ‖menggoreng‖ anggaran di DPR sulit

berjalan mulus tanpa dukungan politisi lain.107 Bukan hanya kemampuan

menjangkau politisi lain, proses hukum harus pula mampu mengendus

kemungkinan keterlibatan sejumlah pihak di Kementerian Pendidikan Nasional

serta di Kementerian Pemuda dan Olahraga.108 Sebagai kejahatan yang merupakan

hasil kerja kolektif, pengaturan proyek tidak mungkin terjadi tanpa melibatkan

mitra kerja di pemerintah.109 Alasannya sederhana, pembahasan anggaran di DPR,

persetujuan harus diberikan pemerintah dan DPR. Pertanyaan mendasarnya:

bisakah politisi bermain sendiri tanpa ‖membangun‖ mitra dengan pemerintah?110

Untuk mendukung logika di atas, ketika tahap-tahap awal penegakan

hukum skandal ini, terkuak fakta keterlibatan sejumlah perguruan tinggi

menerima kucuran dana dari manuver Angie.111 Bahkan telah pula diketahui,

beberapa pimpinan dari perguruan tinggi menjadi tersangka.112 Namun, proses

hukum sebagian perguruan tinggi yang pernah dinyatakan menerima faedah dari

manuver Angie mengalami kelumpuhan total.113 Selain itu, penegakan hukum pun

enggan menelusuri kemungkinan adanya peran sejumlah pihak di Kementerian

107Ibid

.

108

Ibid.

109Ibid

.

110

Ibid.

111

Ibid.

112

Ibid.

113

(13)

63

Pendidikan Nasional.114 Hal yang sama harus pula dilakukan di Kementerian

Pemuda dan Olahraga.115 Bukan hanya itu, penelusuran kepada pihak lain yang

tidak kalah pentingnya dilakukan adalah kemungkinan keterkaitan dan peran

Partai Demokrat.116 Sebagai salah seorang figur dengan posisi sentral dalam partai

politik peraih suara terbesar dalam Pemilu 2009, putusan kasasi Angie seharusnya

dimaknai pula sebagai amanat kepada KPK untuk menelusuri lebih jauh dan lebih

serius kemungkinan keterlibatan Partai Demokrat dan sejumlah elitenya di tengah

pusaran korupsi yang melibatkan Angie.117

Masih menurut Saldi Isra, skandal korupsi yang dilakukan Angie

membuktikan satu hal: mereka yang diberikan mandat untuk mengelola negara,

tanpa merasa takut, menggadaikan kewenangan yang diberikan kepadanya.

Terkait dengan fakta itu, pesan berikutnya dari putusan Angie: mereka yang

menggadaikan atau memperdagangkan kewenangan harus dijatuhi hukuman berat.

Dengan hukuman berat, mereka yang memperoleh mandat yang sama harus

berhitung kembali untuk menyalahgunakan kewenangan yang ada.118

Dalam skandal Angie, mantan elite Partai Demokrat ini ‖menggoreng‖

sedemikian rupa otoritas yang dimiliki anggota DPR dalam penyusunan keuangan

negara via APBN. Jamak diketahui, penyusunan APBN membuka celah

terjadinya penyimpangan. Misalnya, Pasal 157 Ayat (1) Huruf c UU No 27/2009

tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD; serta Pasal 15 Ayat (5) UU No 17/2003

114

Ibid.

115

Ibid.

116

Ibid.

117

Ibid. 118

(14)

64

tentang Keuangan Negara menyediakan ruang bagi anggota DPR membahas

RAPBN secara terperinci alias sampai Satuan 3. Bahkan, kesempatan untuk

memblokir (perbintangan) anggaran dalam Pasal 71 Huruf (g) dan Pasal 156

Huruf a, b UU No 27/2009 potensial ‖digoreng‖ untuk memperoleh keuntungan

pribadi.119

Saldi mengatakan, pesan memberikan vonis berat tidak hanya karena

alasan mengingkari amanah rakyat, tetapi juga karena tindakan tersebut

merupakan pengingkaran serius terhadap amanah UUD 1945. Sebagai lembaga

yang diberikan fungsi pengawasan, pembahasan, dan persetujuan dalam

penyusunan RAPBN, anggota DPR harus dimaknai secara tepat. Salah satu

pemahaman tersebut, peran dan keterlibatan DPR dalam pembahasan dan

persetujuan RAPBN mesti dimaknai sebagai pintu masuk untuk melaksanakan

fungsi pengawasan keuangan negara.120

Sesuai dengan pemahaman ini, ketika kesempatan ikut membahas dan

menyetujui RAPBN dimanfaatkan sedemikian untuk kepentingan pribadi dan/atau

kelompok, para penyusun APBN dapat dikatakan mengingkari secara nyata

amanat konstitusi. Dalam hal ini, tegas Saldi, Pasal 23 UUD 1945 secara eksplisit

mengamanatkan bahwa pengelolaan keuangan negara dilakukan secara

bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.121

Merujuk pertimbangan majelis hakim kasasi, bentuk pengingkaran nyata amanat

konstitusi dapat dilacak dari tindakan aktif Angie meminta fee kepada Mindo

119

Ibid.

120

Ibid.

121

(15)

65

Rosalina Manulang sebesar 7 persen dari nilai proyek. Kemudian disepakati, fee

ini menjadi 5 persen yang harus sudah diberikan 50 persen saat pembahasan

anggaran dan 50 persen (sisanya) saat DIPA turun (Kompas, 21/11/2013). Secara

sederhana, tulis Saldi Isra, jelas Angie melakukan upaya sistemastis dan terencana

menggeser tujuan agung UUD 1945 menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat menjadi keuntungan pribadi/golongan.122

6. Korupsi Dana Pendidikan: 619 Miliar Rupiah

Pada Rabu 28 Agustus 2013, Metrotvnews.com memberitakan bahwa

selama satu dasawarsa terjadi korupsi dana pendidikan sejumlah 619 milyar

rupiah.123 Penulis sengaja mengutip secara lengkap pemberitaan tersebut:

Ada 296 kasus korupsi pendidikan dengan 479 orang tersangka yang terjadi dalam satu dasawarsa terakhir di Indonesia. Indikasi kerugian keuangan negara mencapai Rp 619 miliar.

Demikian hasil kajian Indonesian Corruption Watch (ICW) atas kasus korupsi pendidikan dari 2003 hingga 2013.

"Paling banyak terungkap di tahun 2008. Di antaranya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan DAK (Dana Alokasi Khusus)," kata Peneliti Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Siti Juliantari dalam pemaparannya di kantor ICW, Jakarta, Rabu (28/8).

ICW juga menyimpulkan, dari 479 tersangka yang menggerogoti dana pendidikan itu justru dilakukan oleh pejabat dan pegawai Dinas Pendidikan.

"Tersangka paling banyak di Dinas Pendidikan. 71 orang di antaranya adalah Kepala Dinas Pendidikan, 179 orang pegawai Dinas Pendidikan, dan 114 rekanan mereka," kata Tari.

Menurut hasil penelitian ICW, dari tahun ke tahun pola korupsi pendidikan masih menggunakan modus yang sama yakni penggelapan dan mark up.

122

Ibid.

123

metrotvnes.com, Timi Trieska Dara (Pembuat Laporan), Dani Fauzan (Editor), ―Satu Dasawarsa, Korupsi Pendidikan 619 Milyar,‖28 Agustus 2013,

(16)

66

"Korupsi di sektor pendidikan sudah terjadi sejak perencanaan. Dan ini sangat menciderai hak warga negara untuk mendapat pendidikan berkualitas," ujarnya.

Meski jumlah kasus korupsi pendidikan tidak meningkat namun kerugian negara semakin meningkat signifikan setiap tahunnya.

7. Dana Pendidikan Jadi Sasaran Empuk Koruptor

Pada 29 Agustus 2013, tribunnews.com memberitakan bahwa dana

pendidikan menjadi sasaran empuk koruptor. Liputan lengkapnya sebagai

berikut:124

Dana pendidikan masih menjadi sasaran empuk koruptor. Demikian satu di antara kesimpulan hasil kajian ICW atas kasus korupsi pendidikan dalam satu dasawarsa terakhir.

Dana dari APBN dan APBD seperti BOS, beasiswa, pembangunan dan rehabilitasi sekolah, gaji dan honor guru, pengadaan buku, pengadaan sarana prasarana (sarpras) serta operasional perguruan tinggi, operasional di Kemendikbud dan Dinas Pendidikan serta dana lainnya, dikorupsi politisi, rektor dan pejabat kampus, kepala sekolah, pejabat dan rekanan pemerintah yang terkait pendidikan.

"ICW memakai metodologi kuantitatif dalam menghimpun data kasus korupsi yang ditangani penegak hukum selama 10 tahun terakhir. ICW memeroleh data lewat pemantauan kasus korupsi di media massa dan jaringan masyarakat sipil di seluruh Indonesia," ujar Staf Divisi Monitoring Pelayanan Publik, Siti Juliantari dalam

keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Kamis

(29/8/2013).

Menurut Siti, hasil pemantauan mengungkap selama satu dasawarsa terakhir terdapat 296 kasus korupsi pendidikan. Indikasi kerugian negara sebesar 619 miliar rupiah, dan tersangka sebanyak 479 orang.

Terkait hal tersebut ICW mengimbau Bareskrim Mabes Polri dan Jampidsus Kejagung lebih serius memantau penindakan kasus korupsi pendidikan di daerah, terutama soal tindak lanjut penanganan kasusnya.

Pengelolaan anggaran pendidikan harus dibarengi peningkatan pengawasan dan partisipasi publik. Sekolah, Dinas Pendidikan, Kemendikbud, dan lembaga lain yang mengelola dana pendidikan wajib membuka perencanaan dan anggaran ke masyarakat.

124

tribunnews.com, Bahri Kurniawan (Penulis), Hasiolan Eko P Gultom (Editor), ―Dana Pendidikan Sasaran Empuk Koruptor,‖ 29 Agustus 2013,

http://www.tribunnews.com/nasional/2013/08/29/dana-pendidikan-sasaran-empuk-koruptor ,

(17)

67

"BPK harus lebih aktif melakukan audit terhadap dana-dana pendidikan yang rutin dialokasikan, seperti DAK dan BOS. Lewat audit, kita dapat meningkatkan pengawasan terhadap dana-dana pendidikan," katanya.

8. Ironi Pendidikan

Ironi Korupsi Pendidikan, juga diuraikan secara rinci oleh Febri Hendri

AA, Peneliti Senior Institute for Strategic Initiatives dalam suatu opini sebagai

berikut:125

BADAN Pemeriksa Keuangan RI menemukan masalah dalam pengelolaan dana ujian nasional. Ditemukan potensi kerugian negara mencapai belasan miliar rupiah dalam penyelenggaraan

UN tahun 2012 dan 2013 (Kompas, 20/9/2013).

Berdasarkan pemantauan Indonesian Corruption Watch (ICW) selama periode 2003-2013 ditemukan 296 kasus korupsi pendidikan yang disidik penegak hukum dan menyeret 479 orang sebagai tersangka.

Kerugian negara atas seluruh kasus ini Rp 619,0 miliar (Laporan Kajian Satu Dasawarsa Korupsi Pendidikan, ICW 2013). Selama satu dasawarsa ini terdapat tren peningkatan dalam korupsi pendidikan dan aspek kerugian negara. Pada 2003 terdapat delapan kasus dengan kerugian negara Rp 19,0 miliar. Angka kerugian negara meningkat 422 persen pada 2013 menjadi delapan kasus dengan kerugian negara Rp 99,2 miliar.

Puncak kasus korupsi terjadi pada 2007, di mana penegak hukum menindak 84 kasus dengan kerugian negara Rp 151,0 miliar. Hampir semua dana pendidikan tak luput dari praktik korupsi.

Mulai dari dana pendidikan yang diperuntukkan bagi

pembangunan gedung dan infrastruktur, dana operasional, dana gaji dan honor guru, dana pengadaan buku dan alat bantu mengajar, dana beasiswa, hingga dana yang dipungut dari masyarakat.

Pejabat pendidikan dari tingkat pusat sampai daerah, dari rektor sampai kepala sekolah, dari rekanan Kemendikbud sampai rekanan dinas pendidikan terlibat dalam berbagai kasus korupsi.

125

kompas.com, Febri Hendri AA (Penulis Opini), ―Ironi (Korupsi) Pendidikan,‖ 12 November 2013,

(18)

68

Selama satu dasawarsa terakhir, penegak hukum telah menetapkan 479 tersangka terkait korupsi pendidikan, dengan 71 di antaranya kepala dinas pendidikan, 179 orang anak buah kepala dinas pendidikan, serta 114 adalah rekanan pemerintah pusat dan daerah.

Beberapa pejabat pemerintah pusat dan anggota DPR juga terlibat dalam beberapa kasus korupsi. Masih banyak praktik korupsi yang lolos dari jeratan hukum karena lemahnya sistem pencegahan, tidak teraudit atau lemahnya penegakan hukum di Indonesia.

B. Analisa

Untuk menjawab rumusan masalah dalam sub bab analisa ini, maka akan

dideskripsikan tiga alasan untuk menjelaskan isu hukum bahwa korupsi melanggar

HAM, khususnya dalam bidang pendidikan.

Dimulai dengan mengelaborasi ketentuan-ketentuan hukum yang ada di

Bab II dalam rangka memperjelas kaidah-kaidah hukum yang ada di dalamnya,

diteruskan dengan analisa terbatas atas pemberitaan kasus serta pendapat professor

dan praktisi hukum, berdasarkan kaidah-kaidah itu, yang diharapkan menjelaskan

korupsi sebagai pelanggaran HAM.

Walaupun demikian berbagai pedekatan teoritik dalam memahami korupsi

seperti apa itu korupsi, bentuk-bentuk korupsi, motivasi melakukan korupsi

maupun strategi pencegahan atau pemberantasannya, tidak akan dibahas di sini

secara sangat terinci, karena sudah cukup gamblang disampaikan pada Bab II

sebagai bagian desiminasi pengetahuan dan informasi. Penulis berpandangan

korupsi adalah tindakan terlarang karena melanggar hukum. Terhadap rumusan

masalah ―Mengapa korupsi dana pendidikan melanggar HAM?,‖ dapat dianalisis

dengan setidaknya tiga alasan.

Secara konseptual penulis memahami dana pendidikan sebagai dana yang

(19)

69

bisa saja menyangkut misalnya dana BOS, dana DAK, dana pengembangan

sumber daya manusia baik siswa maupun guru, dana pembangunan gedung

sekolah dan pengadaan berbagai sarana dan prasarana pendidikan, sebagaimana

ada dalam berbagai pemberitaan. Dalam beberapa penyebutan akan digunakan

istilah korupsi di bidang pendidikan. Secara khusus Skripsi ini tidak membahas

tentang misalnya kebijakan tertentu yang koruptif atau berpeluang menyebabkan

korupsi.

Alasan Pertama, korupsi dana pendidikan melanggar ketentuan

hukum HAM. Berdasarkan perumusan ketentuan hukum (legal drafting) dan

uraian tertulis (textual analysis), ada berbagai kaidah hukum dalam

ketentuan-ketentuan hukum, khususnya hak atas pendidikan, baik nasional maupun

internasional, yang secara langsung maupun tidak langsung menentang korupsi.

Pertama, kaidah-kaidah hukum dalam DUHAM 1948. Sebagaimana proklamasi

Majelis Umum PBB yang terkutip dalam Bab II, maka dapat diperlihatkan

beberapa kaidah hukum yang tercantum dalam proklamasi itu:

1. Kaidah sebagai suatu standar umum, yaitu untuk keberhasilan bagi semua

bangsa dan semua negara;

2. Kaidah penghargaan terhadap HAM dan kebebasan-kebebasan; dan.

3. kaidah progresifitas tindakan.

Berdasarkan Pasal 1 DUHAM, dapat diperinci bahwa setiap orang sebagai

manusia:

1. dilahirkan sebagai manusia bebas; karena itu korupsi sebagai bentuk

penindasan harus ditolak, pembebasan harus diperjuangkan dan;

2. mempunyai martabat yang sama; karena itu sesama manusia harus saling

(20)

70

3. mempunyai hak-hak yang sama; karena itu kebutuhan akan pendidikan

harus tersedia, terbuka dan berjalan secara berkeadilan untuk setiap orang.

4. dikarunia akal dan hati nurani; karena itu setiap orang harus

mengembangkan kepedulian. Korupsi bersifat menindas dan tidak

menghormati kemanusiaan pihak lain, apalagi hal itu misalnya tentang

dana pendidikan untuk orang miskin. Korupsi menjauhkan dari hidup yang

damai;

5. hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan; karena itu korupsi

yang senyatanya hanya mementingkan diri atau kelompok, jelas

berlawanan dengan kaidah persaudaraan.

Dengan demikian seorang atau sekelompok orang (koruptor) dan praktek korupsi

yang dilakukan telah tidak menghargai kebebasan, persamaan, persaudaraan dan

perdamaian sebagai gugusan kaidah hukum yang diharapkan dalam kehidupan

kemanusiaan yang beradab. Di samping itu, tindakan untuk mementingkan diri

dan/atau kelompok sendiri mencerminkan kecacatan akal budi dan hati nurani

yang baik.

Selanjutnya kaidah hukum yang terdapat dalam Pasal 2 DUHAM yaitu:

1. Kaidah pengadaan hak dan kebebasan; DUHAM mengadakan untuk setiap

orang hak dan kebebasan tanpa kecuali; DUHAM menegaskan bahwa

setiap manusia pada dasarnya adalah bebas dan memilih untuk bebas;

2. Kaidah melawan pembedaan realitas badaniah/fisik; DUHAM melawan

pembedaan berdasarkan ras, warna kulit dan jenis kelamin, Ketiganya (ras,

warna kulit dan jenis kelamin) boleh jadi karena dianggap sebagai

(21)

71

permainan para koruptor, apalagi dalam kondisi ketegangan atau

perebutan kepentingan politik yang keras; dan

3. Kaidah melawan pembedaan atas kondisi dan/atau pilihan bebas; DUHAM

melawan pembedaan berdasarkan bahasa, agama, politik atau pandangan

lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran

ataupun kedudukan lain, kedudukan politik, hukum atau kedudukan

internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik

dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian,

jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.

Khusus tentang bidang pendidikan, Pasal 26 ayat (1) DUHAM mengandung

kaidah yang sangat substansial. Karena itu di samping memetakan kaidahnya,

penulis akan mengelaborasi kaidah-kaidah dimaksud:

1. Hak memperoleh pendidikan untuk setiap orang; Hal ini tepat atau

bersesuaian dengan amanat Pembukaan UUD 1945 kepada pemerintah

Indonesia, siapa pun itu dan kapan pun waktunya untuk mencerdaskan

kehidupan bangsa. Karena itu pejabat pemerintah dan para rektor yang

terbukti bersalah melakukan korupsi padahal mereka sebagai

penanggungjawab pembangunan, kemasyarakatan, pemerintahan dan

pendidikan, mestinya dikenai hukuman yang mendidik seperti halnya

Angelina Sondakh, dan tidaklah boleh kepada mereka dijatuhi sanksi yang

ringan;

2. Pendidikan harus diadakan dengan cuma-cuma; Jangan sampai terulang

lagi seperti korupsi atas dana pendidikan gratis yang terjadi di Kabupaten

(22)

72

3. Kewajiban mengadakan pendidikan rendah; Program untuk ini tidak boleh

diabaikan atau dikorup dana peruntukannya;

4. Pendidikan teknik dan kejuruan yang terbuka untuk umum; Tidak boleh

ada diskriminasi dan perbuatan koruptif di dalamnya; dan

5. Adanya cara yang sama dan pantas untuk mengakses pendidikan tinggi.

Kaidah ini mempersyaratkan perlakuan yang sama. Misalnya bahwa yang

miskin atau lemah harus tetap dijamin aksesnya ke kawasan strategis yang

bernama dunia pendidikan.

Sedangkan Pasal 26 ayat (2) DUHAM menentukan bahwa:

1. Kaidah pembangunan; pendidikan harus bertujuan memperkembangkan

pribadi secara luas; Korupsi jelas mempersempit, menunda, menghambat,

atau bahkan meniadakan kesempatan berkembang. Semua potensi

perkembangan bangsa, negara dan masyarakat Indonesia harus

dioptimalkan untuk saling mendukung dengan kemajuan bangsa, negara

dan masyarakat internasional lainnya dalam rangka peradaban bersama.

Korupsi yang dilakukan para kepala sekolah di Kabupaten Gowa, pejabat

pemerintah Provinsi Banten dan Pejabat teras di Kementrian Pendidikan

Nasional, tentu bukanlah contoh yang baik tentang komitmen menjaga

reputasi Indonesia, apalagi untuk dipercaya dalam keterlibatan

internasional.

2. Kaidah penghargaan atas HAM dan kebebasan; pendidikan juga bertujuan

mempertebal penghargaan terhadap hak asasi manusia dan

(23)

73

organisasi pemerintahan khususnya di bidang pendidikan yang peka, sadar

dan hidup dengan nilai-nilai dan pengenalan terhadap HAM.

3. Kaidah solidaritas; pendidikan harus menggiatkan saling pengertian,

toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun

agama;dan

4. Kaidah perdamaian; pendidikan harus memajukan kegiatan Perserikatan

Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian.

Kedua, kaidah-kaidah hukum dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil

dan Politik (Kovenan Sipol), yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan UU

No. 12 Tahun 2005. Kaidahnya terlihat misalnya dari Pasal 18 ayat (1) tentang

hak atas kebebasan berpikir. Selanjutnya kaidah hukum lainnya ditentukan dalam

Pasal 18 ayat (4) Kovenan Sipol bahwa Negara Pihak dalam Kovenan ini berjanji

untuk menghormati kebebasan orang tua dan apabila diakui, wali hukum yang

sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak

mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.

Ketiga, kaidah-kaidah hukum dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak

Ekonomi, Sosial dan Budaya (Kovenan Ekosob), yang juga telah diratifikasi

Indonesia dengan UU No. 11 Tahun 2005. Kaidah hukum dalam Pasal 1 Kovenan

Ekosob ialah:

1. Negara-negara Pihak mengakui hak setiap orang atas pendidikan;

2. Negara-negara Pihak menyetujui bahwa pendidikan harus diarahkan pada

perkembangan kepribadian manusia seutuhnya;

3. Pengembangan kepribadian akan memperkuat penghormatan HAM;

(24)

74

5. Pendidikan memajukan perdamaian sebagai tujuan PBB.

Pasal 2 Kovenan Ekosob sesungguhnya mengandung rincian kaidah hukum yang

mengharuskan bahwa:

1. Pendidikan dasar haruslah wajib dan cuma-cuma;

2. Pendidikan harus tersedia dan terbuka bagi semua orang;

3. Pendidikan tinggi juga harus tersedia, bahkan secara bertahap dengan

cuma-cuma;

4. Pendidikan mendasar harus menjangkau semua orang;

5. Penyediaan sistem beasiswa; dan

6. Peningkatan kesejahteraan pendidik;

Pasal 3 Kovenan Ekosob mengandung kaidah hukum berupa:

1. Adanya kebebasan bagi orang tua atau wali untuk memilih sekolah; dan

2. Adanya kebebasan bagi orang tua atau wali dalam menentukan pendidikan

agama dan moral bagi anak-anaknya.

Pasal 4 Kovenan Ekosob memungkinkan adanya kebebasan untuk individu dan

badan-badan untuk mendirikan lembaga pendidikan.

Pasal lain dalam Kovenan Ekosob yang mengandung kaidah hukum tentang

pendidikan ialah Pasal 14:

1. Keharusan negara pihak untuk mengadakan wajib belajar;

2. Program wajib belajar harus dikerjakan secara progresif; dan

3. Secara bertahap wajib belajar harus diusahakan menjadi cuma-cuma.

Keempat, Konvensi Menentang Diskriminasi dalam Pendidikan. Pasal 1 Konvensi

(25)

75

1. Perlunya kehati-hatian dan pencermatan karena diskriminasi mencakup

pembedaan, pengesampingan, pembatasan atau pengutamaan apa pun;

2. Perlunya kehati-hatian dan pencermatan karena dasarnya berhubungan

dengan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau

pendapat lain, asal usul kebangsaan atau sosial, kondisi ekonomi atau

kelahiran;

3. Perlu kehati-hatian dan pencermatan karena diskriminasi mempunyai

tujuan meniadakan atau mengurangi persamaan perlakuan dalam

pendidikan, terutama:

a. Dari mencabut akses orang atau kelompok apa pun ke pendidikan jenis

apa pun atau pada tingkat apa pun;

b. Dari membatasi orang atau kelompok apa pun ke pendidikan pada suatu

standar yang lebih rendah mutunya;

c. Tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 2 Konvensi ini, dari membentuk

atau memelihara sistem-sistem atau lembaga-lembaga pendidikan yang

terpisah bagi orang atau kelompok orang; atau

d. Dari membebankan pada orang atau kelompok orang apa pun

kondisi-kondisi yang tidak sesuai dengan kemuliaan manusia.

Selanjutnya, Pasal 2 Konvensi ini juga menentukan bahwa:

1. Pendidikan mengacu pada semua jenis dan tingkat pendidikan;

2. Perlu diperhatikan akses ke pendidikan, standar dan kualitas pendidikan,

dan kondisi-kondisi menurut yang telah diberikan.

Keempat, Konvensi Hak Anak, yang dalam Pasal 1 ayat (3), mengatur kaidah

(26)

76

eksekutif, dan yudikatif untuk mengutamakan pertimbangan tentang

kepentingan-kepentingan terbaik untuk anak-anak.

Kelima, berdasarkan Hak-hak konstitusional warga negara Republik Indonesia,

dalam UUD 1945, maka setidaknya ada dua rumpun hak yang di dalamnya

mengatur tentang hak atas pendidikan. Kedua rumpun hak itu ialah rumpun III

tentang Hak untuk Mengembangkan Diri (Pasal 28C ayat 1) dan rumpun IV yaitu

Hak atas Kemerdekaan Pikiran & Kebebasan Memilih (Pasal 31 dan Pasal 28C

ayat 1).

Keenam, berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, setidaknya terdapat dua kewajiban Pemerintah dan

Pemerintah Daerah. Kewajiban yang pertama itu ialah kewajiban untuk

memberikan layanan dan kemudahan (Pasal 11 ayat 1), dan kewajiban yang kedua

yaitu kewajiban untuk menjamin tersedianya dana (Pasal 11 ayat 2). Selain itu

juga ada bentuk tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah, yakni

menyelenggarakan pendidikan secara demokratis dan berkeadilan (Pasal 4).

Ketujuh, berdasarkan uraian Suparman Marzuki, maka penulis bersetuju bahwa

pemaknaan atas kerangka hukum ekosob yang tercantum dalam Kovenan, dalam

prinsip-prinsip Limburg dan pedoman Maastricht sudah sangat jelas bahwa

kewajiban untuk menegaskan jaminan hukum dan jaminan komplain atas

pemenuhan dan perlindungan hak ekosob oleh negara pihak bersifat segera, baik

yang sifatnya penghormatan (kewajiban negara untuk tidak mengambil

tindakan-tindakan yang mengakibatkan tercegahnya akses terhadap hak bersangkutan.

Termasuk di dalamnya, mencegah melakukan sesuatu yang dapat menghambat

(27)

77

perlindungan (kewajiban negara menjamin pihak ketiga (individu atau

perusahaan) tidak melanggar hak individu lain atas akses terhadap hak

bersangkutan serta mencegah deprivasi lebih lanjut dan jaminan bahwa mereka

yang terlanggar haknya mendapat akses terhadap legal remedies; serta pemenuhan

(mengharuskan negara untuk melakukan tindak pro aktif memperkuat akses

masyarakat atas sumber-sumber daya).

Dalam hubungan dengan uraian di atas, maka berdasarkan penjelasan de Mesa

dalam Bab II, perlu diadakan perlawanan terhadap korupsi dana pendidikan,

karena kemiskinan bisa saja diakibatkan oleh korupsi dana pendidikan, dan juga

korupsi dana pendidikan bersifat diskriminatif, terutama bagi kaum miskin.

Alasan Kedua, berdasarkan pendapat professor dan praktisi hukum

serta proses hukum (legal process) dan putusan hukum (legal decision) dalam

penyelesaian kasus-kasus korupsi, ada bukti-bukti bahwa korupsi dana pendidikan melanggar HAM.

Ada banyak contoh kasus, misalnya gelar perkara terhadap para pendidik

di Kabupaten Gowa; data investigasi terhadap Banten sebagai Provinsi Terkorup

di bidang pendidikan (bahkan kemudian penahanan Ratu Atut pada masa

jabatannya selaku Gubernur); gelar perkara terhadap Mantan Irjen Kemendiknas;

Sangkaan terhadap beberapa rektor perguruan tinggi negeri; laporan hasil

investigasi ICW bahwa selama satu dasawarsa telah terjadi korupsi khususnya di

bidang pendidikan sejumlah 619 milyar rupiah; dan telaah keprihatinan atas nasib

pendidikan Indonesia yang diterjang praktek korupsi. Semuanya memperlihatkan

(28)

78

dengan jalan mengambil yang bukan haknya untuk memperkaya diri sendiri atau

kelompok sendiri.

Semua contoh kasus itu, betapa pun tidak akan dibahas secara detail, tetapi

menunjukkan bukti mendasar bahwa korupsi memang melanggar HAM.

Setidaknya dapat dilihat bahwa:

1. Para koruptor yang adalah pejabat atau yang berwenang secara

kenegaraan dan ke pemerintahan, telah bersikap dan bertindak

inkonstitusional, yaitu mengambil yang bukan haknya untuk

memperkaya diri dan kelompoknya sendiri, padahal tugas pemerintah

adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mendatangkan

kesejahteraan umum.

2. Para koruptor telah melanggar hukum yang universal yang diputuskan

dalam DUHAM dan berbagai konvensi seperti Konvensi Sipol,

Konvensi Ekosob, Konvensi Hak Anak yang semuanya telah sah

berlaku di Indonesia. Secara universal setiap orang akan memilih untuk

bebas dan bukan sebaliknya ditindas koruptor; memilih untuk terdidik

dan bukan sebaliknya membiarkan hak serta peluang

memperkembangkan dirinya dirampok koruptor.

Berbagai kaidah hukum telah disebutkan dalam analisa ini dan adalah

logis bahwa berdasarkan buah pemikiran para ahli hukum (legal experts), baik

karena capaian akademik maupun karena kedalaman dan keluasan pengalaman,

(29)

79

pendapat para ahli di Bab II, maka serangkaian pokok bahasan penting yang

menegaskan korupsi sebagai pelanggaran HAM dapat ditampilkan di bawah ini.

Berdasakan pendapat Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK, korupsi

sebagai pelanggaran HAM, bahkan pelanggaran HAM berat karena:

1. Koruptor mencuri dana pembangunan;

2. Berdasarkan studi UNDP, korupsi menurunkan kualitas pembangunan

manusia; indeks pembangunan manusia menjadi terhambat;

3. Akibat yang ditimbulkan korupsi, lebih besar daripada pencurian biasa.

Perampok mencuri dari ATM, tetapi koruptor membangkrutkan lembaga

perbankan.

Dana pembangunan itu mestinya bermanfaat untuk mendatangkan

pendidikan gratis, misalnya bahwa korupsi seharusnya tidak terjadi di Kabupaten

Gowa karena dana itu akan sangat bermanfaat mendukung pendidikan anak-anak

dari keluarga yang kurang mampu. Hal itu jelas bertentangan dengan Pasal 2 dan

Pasal 14 Konvensi Ekosob yang mengamanatkan pendidikan gratis atau

cuma-cuma dan yang wajib dilakukan oleh negara dan pemerintah. Kehidupan

anak-anak di sana tidak dibangun karena penyalahgunaan kekuasaan secara melawan

hukum atau terjadi korupsi atas hak mereka. Kehilangan 20 milyar rupiah tentu

saja bukan jumlah yang sedikit. Belum lagi kalau benar bahwa bukan hanya dana

pendidikan gratis yang dikorupsi di sana tetapi juga dana yang dimanipulasi dari

kebutuhan belanja siswa dan yang dipotong dari honor para guru. Para siswa tidak

akan mendapatkan sentuhan pengembangan diri yang maksimal, dan para guru

(30)

80

Pada akhirnya memang benar bahwa indeks pembangunan manusia

Indonesia tidak akan bergerak naik. Akibatnya juga terjadi penumpukan potensi

masalah pada para peserta didik karena mereka akan menjadi generasi yang tidak

cukup berkualitas. Jelas bahwa mereka tidak akan mampu bersaing. Kehidupan

mereka di kemudian hari berpotensi menimbulkan banyak masalah, karena bukan

saja haknya telah tidak dipenuhi, tetapi juga mereka menjadi keseringan

menyaksikan perilaku yang buruk dari pemerintah atau pelayan publik, bahkan

ternyata juga para kepala sekolah. Bilamana praktek korupsi semacam ini

dibiarkan terus terjadi maka akan menimbulkan ketidakpercayaan kepada

pemerintah atau lembaga pendidikan.

Menurut Joni Simanjuntak yang pernah menjadi Anggota Komisioner

Komnas HAM, koruptor mengambil dari anggaran pendapatan dan belanja negara

yang seharusnya untuk memenuhi hak rakyat atas kesehatan, pendidikan dan

perumahan.

Suatu keadaan yang sangat disayangkan dan tidak terpuji bahwa Provinsi

Banten yang masih muda usia justru menjadi provinsi dimana terjadi korupsi dana

pendidikan sejumlah 209 milyar rupiah. Memprihatinkan karena umumnya

pemekaran daerah justru terjadi dengan alasan dan tujuan untuk lebih melayani

publik secara berkualitas. Dapat dikatakan telah terjadi pembohongan publik,

manipulasi isu kesejahteraan. Hal ini juga dapat berarti ketidakmampuan tata

pemerintahan dalam mengartikulasikan secara positif dan optimal dana dan sektor

kependidikan yang bernilai strategis dalam konteks mendukung pembebasan umat

manusia dari kebodohan, kemiskinana dan keterbelakangan, setidaknya di Banten.

(31)

81

―meniadakan atau mengurangi persamaan perlakuan dalam pendidikan‖

sebagaimana disorot dalam Pasal 1 Konvensi Menentang Diskriminasi dalam

Pendidikan.

Menarik ketika Jimly Asshiddiqie, Guru Besar Hukum Tata Negara, juga

berpendapat bahwa korupsi merupakan pelanggaran HAM berat, karena:

1. Kejahatan korupsi telah berurat akar dalam keseluruhan sendi kehidupan

masyarakat Indonesia;

2. Kejahatan korupsi sudah melebihi dampak dan bahaya pelanggaran hak

asasi manusia sehingga kejahatan korupsi dapat disetarakan dengan jenis

pelanggaran hak asasi manusia yang berat (gross violation of human

rights).

Pendapat akademis Asshiddiqie tersebut merupakan sesuatu yang sangat

penting. Korupsi yang secara umum dapat diartikan menyalahgunakan

kewenangan dan jabatan publik untuk kepentingan diri dan kelompok sendiri,

ternyata telah menimbukan dampak kerusakan melampau pelanggaran HAM

berat.

Kasus hukum yang melibatkan mantan Inspektur Jenderal Kementrian

Pendidikan Nasional dan dugaan keterlibatan beberapa rektor perguruan tinggu

negeri dalam korupsi dana pendidikan mestinya menjadi keprihatinan nasional.

Kawasan pendidikan yang secara ideal (das solen) harusnya menjadi acuan

pemulihan martabat kemanusiaan, justru dalam kenyataannnya (das sein) telah

menjadi kawasan kejadian masalah, ranah reruntuhan peradaban.

Karena itu dan dalam rangka akselerasi dan akurasi manejemen serta

(32)

82

korupsi, sebagaimana telah diterbitkan pemerintah lewat Keppres No. 55 Tahun

2012, harus segera ditindaklanjuti dengan penataan konkrit pada berbagai

tingkatan dan luasan ketatanegaraan. Keenam strategi itu ialah strategi

pencegahan, strategi penindakan; strategi harmonisasi peraturan

perundang-undangan; strategi penyelamatan aset hasil korupsi; strategi kerjasama

internasional; dan strategi mekanisme pelaporan.

Kalau tidak demikian maka apa yang dikatakan Asshiddiqie sebagai telah

berurat akar itu akan semakin mencengkeram Indonesia. Pada gilirannya

Indonesia juga secara internasional mungkin akan mengalami krisis kepercayaan

karena tidak cukup menjamin keterlibatan dalam rangka kerja menunaikan

pemaknaan atas pembebasan, persamaan, persaudaraan dan perdamaian berbasis

penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak atas pendidikan dan HAM

secara umum.

Indriyanto Seno Adji, salah satu tim pakar yang menggodok perubahan

UU No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, tidak setuju jika dikatakan

pemberlakuan asas pembuktian terbalik dianggap melanggar HAM. Indriyanto

ketika ditemui hukumonline justru mengatakan bahwa korupsilah yang merupakan

pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Pernyataan Seno Adji ini dapat dipahami dalam konteks keprihatinan atas

maraknya korupsi. Maksudnya adalah bahwa lebih mendesak untuk menangani

persoalan-persoalan korupsi karena di dalamnya telah terjadi pelanggaran HAM

berat. Karena itu berbagai strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

korupsi seperti disebutkan di atas perlu segera digiatkan secara nyata. Tidak boleh

(33)

83

hidup, harus dilawan. Pendidikan anti-korupsi juga mendesak. Pendidikan

berbasis HAM menjadi kebutuhan aktual Indonesia.

Jaleswari Pramodhawardani, Peneliti LIPI dan The Indonesian Institute

bahkan menyebut korupsi sama dengan pelanggaran HAM karena:

1. Korupsi adalah penyalahgunaan jabatan publik untuk kepentingan pribadi;

2. Korupsi merupakan salah satu kejahatan sosial terbesar;

3. Mengacu kepada mantan Sekjen PBB, Kofi Annan, korupsi telah

merugikan kaum miskin dengan mengalihkan dana yang ditujukan untuk

pembangunan, melemahkan kemampuan pemerintah untuk menyediakan

layanan dasar, dan menghalangi bantuan atau investasi asing;

4. Hubungan antara korupsi dan HAM sering dianggap sebagai satu mata

uang dengan dua sisi. Artinya, korupsi yang melumpuhkan suatu negara

merupakan pertemuan antara kewajiban negara untuk menghormati,

memenuhi, dan melindungi HAM warga negaranya di satu sisi dan

sekaligus pengabaian untuk pemenuhan kewajiban tersebut di lain sisi.

5. Korupsi tampak sebagai penyangkalan hak-hak perseorangan dan cara

yang digunakan untuk penyelidikan serta tuntutan korupsi yang dilakukan

oleh penegak hukum yang diskriminatif. Kasus nenek Minah yang

mengambil tiga biji buah kakao senilai Rp 2.100 milik perkebunan PT

RSA, untuk ditanam, menuai ongkos mahal karena ia divonis 1,5 bulan

penjara, percobaan selama tiga bulan. Bandingkan dengan vonis

pengadilan koruptor yang merugikan negara miliaran atau triliunan rupiah.

6. Dalam melakukan reformasi antikorupsi, terutama yang menargetkan

(34)

84

antara pemenuhan kebutuhan dasar dan hak seperti kesehatan, pendidikan

dan kesejahteraan dengan hak sosial dan ekonomi masyarakat miskin yang

termarjinalkan.

7. Anggaran pendidikan yang merupakan porsi terbesar APBN belum

menyentuh kebutuhan dasar masyarakat miskin untuk mengakses

pendidikan dengan mudah dan murah.

8. Fakta ini penting untuk menunjukkan bahwa hubungan antara korupsi

yang meluas dan HAM akan melumpuhkan negara sebagai akibat tidak

bertemunya dan terpenuhinya kewajiban negara terhadap HAM mereka.

Karena itu, HAM dapat digunakan sebagai dukungan untuk melawan

korupsi.

9. Sebuah negara yang korup, bagaimanapun, akan gagal membawa warga

negaranya ke arah dan tujuan yang dicita-citakan ketika korupsi

memimpin ke arah pelanggaran HAM. Setidaknya ada tiga hal yang

tercederai di sana. Pertama, korupsi mengabadikan diskriminasi. Kedua,

korupsi mencegah perwujudan pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan

budaya rakyat, terutama rakyat miskin. Ketiga, korupsi memimpin ke arah

pelanggaran hak sipil politik warga; dan

10.Korupsi ada dan nyata dalam kinerja buruk partai politik, lembaga

peradilan dan kepolisian sebagaimana yang ditunjukkan hasil survei

pendapat umum yang dilakukan oleh Transparency International, Global

Corruption, 2004. Dari survei tersebut, 36 dari 62 negara-negara itu

memperlihatkan partai politik merupakan institusi yang paling dipengaruhi

(35)

85

Responden di Argentina, Indonesia, Korea Selatan, Taiwan, dan Ukraina

menilai parlemen atau pembuat undang-undang sama korupnya dengan

partai politik.

Uraian panjang lebar Pramodhawardani tersebut menjadi beralasan ketika

ICW memperlihatkan data bahwa selama satu dasawarsa yaitu sejak 2003 sampai

dengan 2013, di seluruh Indonesia terjadi 296 kasus korupsi dana pendidikan

dengan 479 orang tersangka di Indonesia. Indikasi kerugian keuangan negara

mencapai Rp 619 miliar. Sangat memalukan karena ICW juga menyimpulkan

bahwa dari 479 tersangka yang menggerogoti dana pendidikan itu justru

dilakukan oleh pejabat dan pegawai Dinas Pendidikan. Sebagaimana diungkapkan

seorang wakil ICW, "Tersangka paling banyak di Dinas Pendidikan. 71 orang di

antaranya adalah Kepala Dinas Pendidikan, 179 orang pegawai Dinas Pendidikan,

dan 114 rekanan mereka." kata Tari. Menurut hasil penelitian ICW, dari tahun ke

tahun pola korupsi pendidikan masih menggunakan modus yang sama yakni

penggelapan dan mark up.

Berita di atas sangat mengganggu karena reformasi politik Indonesia,

seperti umumnya negara-negara demokratis lainnya, selalu mengusung dan

mengumandangkan isu-isu HAM dan penguatan kehidupan masyarakat sipil yang

menghayati demokrasi substantif. Bahkan DUHAM 1948 misalnya

mengamanatkan tindakan-tindakan progresif yang bersifat nasional maupun

internasional, menjamin pengakuan dan penghormatannya yang universal dan

efektif, baik oleh bangsa-bangsa dari negara-negara anggota sendiri maupun oleh

(36)

86

mereka. Faktanya justru menunjukkan dana kependidikan justru dikorupsi sendiri

oleh pelayan publik di bidang pendidikan.

Padahal tindakan progresif ini harus termasuk progresifitas melawan

korupsi. Hal itu hendak membuktikan bahwa korupsi juga ada di mana-mana,

tetapi universalitas HAM membuktikan bahwa di wilayah mana saja di seluruh

penjuru bumi ini setiap orang tidak mau dan tidak akan pernah mau dicurangi atau

dirampok hak-haknya. Universalitas atau keumuman HAM diakui dan dijunjung

tinggi seluruh masyarakat dunia, misalnya bahwa setiap orang akan memilih

untuk hidup terdidik dan bukan ditindas kebodohan.

Mimin Dwi Hartono, anggota staf Komisi Nasional Hak Asasi Manusia,

2009, korupsi melanggar HAM dengan penjelasan bahwa:

1. Dalam tingkatan tertinggi, merampas kesejahteraan publik, memiskinkan

masyarakat, dan mengarah ke pelanggaran hak sosial dan ekonomi yang

berat.

2. Korupsi adalah salah satu masalah terbesar yang dihadapi negara

berkembang di seluruh dunia.

3. Dari perspektif hak asasi manusia, korupsi adalah salah satu hambatan

terbesar dalam memenuhi kewajiban negara untuk melindungi dan

mempromosikan hak asasi manusia.

4. Sistem politik yang korup mengabaikan hak fundamental untuk

berpartisipasi dalam berdemokrasi.

5. Sistem pengadilan yang korup tidak hanya melanggar hak dasar, yaitu

kesetaraan di hadapan hukum, tapi juga mengabaikan hak prosedural yang

(37)

87

6. Korupsi dalam administrasi publik membahayakan hak untuk hidup ketika

dana kesehatan publik diselewengkan untuk kepentingan pribadi.

Sebanyak 3 miliar orang masih hidup dengan penghasilan di bawah dua

dolar sehari, total pendapatan domestik bruto 48 negara termiskin lebih

kecil daripada jumlah kekayaan tiga orang terkaya di dunia, 1 miliar anak

hidup dalam kemiskinan, 640 juta hidup tanpa permukiman yang layak,

400 juta tidak punya akses atas air, dan 270 juta tidak punya akses atas

fasilitas kesehatan. Kemiskinan bukan suatu kondisi yang statis, melainkan

produk dari proses pemiskinan. Dengan demikian, kemiskinan tidak

timbul dengan sendirinya (by nature), tapi diciptakan (created). Proses

pemiskinan dan kemiskinan tersebut di antaranya disebabkan oleh korupsi.

Banyak yang mengatakan kemiskinan sebagai anak kandung dari korupsi.

Fakta menunjukkan bahwa negara yang miskin adalah negara yang tinggi

tingkat korupsinya, dan sebaliknya.

7. Negara yang miskin tercatat sebagai negara yang melakukan banyak

pelanggaran hak asasi manusia. Maka pemiskinan adalah bentuk

pelanggaran HAM karena membuat orang tidak bisa menikmati

hak-haknya, seperti hak atas pekerjaan, hak atas kesehatan, hak atas

pendidikan, dan hak atas perumahan. Di antara korupsi, pemiskinan, dan

HAM terdapat interkorelasi sebab-akibat.

8. Korupsi adalah bentuk dari pemiskinan yang menyebabkan kemiskinan

sebagai bentuk pelanggaran HAM. Menurut data Komisi Pemberantasan

(38)

88

9. Maka sudah seharusnya pemberantasan korupsi berjalan sinergis dengan

penegakan HAM. Sebab, pemberantasan korupsi bertujuan

menyelamatkan kekayaan negara dan/atau mengontrol kekuasaan sehingga

dapat dipergunakan secara tepat guna untuk menyejahterakan masyarakat

dan mewujudkan pembangunan yang berkeadilan. Para pelaku korupsi

atau koruptor telah mengambil hak masyarakat untuk berkembang secara

ekonomi, sosial, dan budaya.

10.Ada kesamaan prinsip antara pemberantasan korupsi dan penegakan

HAM, yaitu transparansi, akuntabilitas, partisipasi publik, penegakan

hukum, kebebasan berekspresi, hak atas informasi, pemisahan kekuasaan,

kesetaraan, nondiskriminasi, dan keadilan.

Berdasarkan uraian Hartono di atas, maka negara, pemerintah, dan

berbagai kekuatan politik sebenarnya juga diingatkan untuk tidak menganggap

remeh pernyataan Sen tentang pembangunan sebagai suatu proses untuk

memperluas kebebasan nyata yang dinikmati rakyat. Senada dengan itu, Freire

mengartikulasikannya secara tepat dalam konteks atau bidang pendidikan, ketika

dia mengatakan dan membangun filsafat pendidikannya bahwa pendidikan adalah

suatu proses pembebasan. Dengan demikian maka berbagai ketentuan hukum

HAM yang mengalir dari DUHAM 1948 khususnya yang menyangkut urusan

pendidikan, pertama-tama harus dimaknai sebagai ketentuan pembebasan.

Negara-negara harus bertanggungjawab atas kerja pembebasan itu dalam rangka

penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM.

Hal tersebut juga sangat tepat dan beralasan karena sejalan dengan

(39)

89

setiap orang dan setiap badan di dalam masyarakat, dengan senantiasa mengingat

DUHAM dimaksud, akan berusaha dengan cara mengajarkan dan memberikan

pendidikan guna menggiatkan penghargaan terhadap hak-hak dan

kebebasan-kebebasan tersebut. DUHAM dan teoritisasi HAM harus disosialisasikan dalam

berbagai jenjang pendidikan. Kebijakan dan hukum anti-korupsi harus menjadi

bagian dari kerja kurikuler berbagai lembaga pendidikan dari yang terendah

sampai dengan yang paling tinggi. Pendidikan berbasis HAM menjadi sesuatu

yang harus berjalan.

Hubungan antara korupsi dan HAM, juga disorot secara tajam oleh George

Aditjondro, Penulis Buku ―Korupsi Kepresidenan: Oligarki Tiga Kaki.‖

Disebutnya, korupsi telah secara nyata mencederai rasa keadilan dan kemanusiaan

karena telah mengambil secara sistematis aset negara yang seharusnya

dipergunakan untuk menyejahterakan rakyat. Menurut George Aditjondro,

terdapat tiga lapis korupsi. Lapis pertama adalah korupsi yang langsung berkaitan

antara warga dan aparat negara, yaitu suap dan pemerasan. Disebut suap jika

prakarsa untuk memberikan barang, jasa, dan uang berasal dari warga, atau

pemerasan jika prakarsa untuk mendapatkan barang, jasa, dan uang berasal dari

aparat negara. Lapis kedua adalah korupsi lingkaran dalam (inner circle) di pusat

pemerintahan, yaitu nepotisme, kroniisme, dan kelas baru. Nepotisme adalah

korupsi antara pelayan publik dan mereka yang menerima kemudahan dalam

bisnisnya karena adanya hubungan darah/persaudaraan. Kroniisme sama

pengertiannya dengan nepotisme tapi tidak ada hubungan darah di antara kedua

belah pihak yang sama-sama menerima keuntungan. Kemudian kelas baru:

(40)

90

khusus untuk usaha mereka ada dalam lingkaran kekuasaan pemerintahan. Lapis

ketiga adalah korupsi yang berbentuk jejaring, yang melibatkan birokrat,

politikus, aparat hukum, aparat keamanan negara, perusahaan negara, perusahaan

swasta, serta lembaga pendidikan dan penelitian yang memberikan kesan ilmiah

dan obyektif serta menjadi alat legitimasi kebijakan yang diambil oleh jejaring

tersebut. Korupsi jenis inilah yang sangat berbahaya dan sulit dibuktikan karena

adanya konspirasi yang canggih antarelemen untuk melakukan proses pemiskinan

secara berjemaah. Korupsi yang disebut sebagai kejahatan kerah putih (white

collar crime) ini berkontribusi sangat besar bagi tumbuh kembangnya kemiskinan

struktural. Kemiskinan struktural tercipta bukan karena masyarakat yang tidak

berdaya, melainkan karena kebijakan yang memang diciptakan untuk

memiskinkan masyarakat atau pemiskinan (impoverishment).

Uraian akademis Aditjondro ini, senyatanya terjadi dalam kasus korupsi

yang dilakukan oleh Angelina Sondakh. Ciri korupsi sebagaimana d

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

dengan masa pendidikan selama 6 tahun, Sekolah Guru B dengan masa. pendidikan selama 4 tahun, dan Sekolah Guru C dengan

(ICW) dalam berita yang berjudul ICW: Pemberantasan Korupsi di Indonesia dalam tiga Tahun..

Berdasarkan pengertian tersebut yang menjadi satuan pengamatan adalah UPTD Pendidikan Kecamatan Tuntang dan satuan analisis adalah pegawai UPTD Pendidikan Kecamatan

Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar,

Dalam bagian yang terakhir ini penulis menggambarkan tentang kasih setia Tuhan yang teramat besar kepada manusia karena dalam setiap langkah yang manusia

Akhir dari suasana membuka lahan dengan dinamika crescendo Setelah kegiatan membuka lahan selesai, yang terakhir adalah menebang sebuah pohon besar pada birama 54-62

Alat ini dibagi dalam beberapa bagian, yaitu modul Kolektor Panas Alas Setrika,.. TEG dengan Pendingin, modul Buck-Boost Converter , dan yang terakhir adalah