• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. Destination Image Cognitive Image Affective. Image. Gambar 2.1. Skema Destination Image (based on Beerli and Martin, 2004)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. Destination Image Cognitive Image Affective. Image. Gambar 2.1. Skema Destination Image (based on Beerli and Martin, 2004)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1. Destination Image

2.1.1. Destination Image Formation

Lawson and Baud Bovy (1977) mendeskripsikan destination image sebagai cara mengutarakan pengetahuan, prasangka, imajinasi, dan pengalaman emosional dari seorang individu atau grup tentang lokasi tertentu.

Gambar 2.1. Skema Destination Image (based on Beerli and Martin, 2004)

Beerli and Martin (2004) telah melakukan studi lebih lanjut pada destination image untuk mendefinisikan faktor-faktor yang menjadi pembentuk destination perceived image. Mereka mengkategorikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan image menjadi dua kategori, personal factors dan information sources, yang akan mengarah ke cognitive, affective, dan overall image dari sebuah destinasi wisata.

Information Sources  Secondary - Organic - Induced - Autonomous  Primary - Previous experience Personal Factors  Motivations  Socio-demographic Charateristics Destination Image  Cognitive Image  Affective Image Overall Image

(2)

Information Sources

Menurut Baloglu & McCleary (1999), information sources merupakan komponen yang kuat dan dapat mempengaruhi pembentukan dari cognitive image. Gunn (1997) mengkategorikan dua cara information sources dapar terbentuk, yaitu:

 Organic image

Image ini terbentuk dari kumpulan informasi dari hal-hal yang tidak ditujukan untuk mempromosikan sektor pariwisata dan terkumpul seiring berjalannya waktu, seperti dari liputan berita di televisi, di radio, buku-buku geografi, dokumentari, buku-buku sejarah, koran, majalah, perkataan orang lain, baik secara lisan maupun tertulis di internet.

 Induced image

Induced image merupakan image yang terbentuk dari informasi yang didapatkan dari promosi-promosi yang secara sengaja oleh berbagai organisasi. Seperti brosur-brosur yang ada di Information Center, iklan di televisi, iklan di internet, dan lain sebagainya. Meskipun induced image dapat memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan destination image, tetapi biaya yang diperlukan biasanya cukup tinggi.

Menurut website resmi KTO, visitkorea.co.kr, salah satu misi KTO adalah menarik turis sebanyak-banyaknya melalui Korea tourism branding, yang dibagi menjadi lima komponen, yaitu Korean food, Korean wave (Hallyu), Korean spirit, Korean place, dan Korean style.

Autonomous, menurut Gartner (1993), adalah artikel berita, dokumen, video, film dan laporan yang diproduksi secara independen dan berada diluar kendali dari para marketers. Sumber-sumber tersebut dinilai dapat mempengaruhi cognitive dan affective evaluation pada sebuah destinasi wisata. Ketiga faktor diatas kemudian digolongkan sebagai secondary image. Sedangakan primary image adalah pengalaman secara langsung mengunjungi suatu destinasi wisata yang akan mempengaruhi destination image yang telah dimiliki sebelumnya (Gunn, 1988).

(3)

Personal Factors

Baloglu and McCleary (1999) menyatakan bahwa cognitive dan affective image juga dipengaruhi oleh karateristik turis (personal factors), seperti motivasi dan socio-demographics. Motivasi untuk berwisata, menurut Horner&Swarbrooke (1999), terdiri dari enam faktor utama, yaitu physical, emotional, personal, personal development, status, dan cultural. Dimana physical motive adalah motif untuk bersantai, emotion motive adalah motif untuk bernostalgia atau keinginan untuk menikmati nuansa suatu tempat, personal motive adalah kebutuhan untuk urusan kerja dan/atau mengunjungi teman atau kerabat, personal development motive adalah motif untuk menambah wawasan, status motive adalah keinginan untuk mencapai sesuatau seperti prestis atau status yang lebih tinggi, dan cultural motive adalah keinginan untuk menjelajahi budaya yang baru. Keenam faktor tersebut digolongkan menjadi 3 golongan secara umum, yaitu leisure, business, atau keduanya (Prebensen, 2007). Socio-demographics kemudian akan dijabarkan menjadi jenis kelamin, usia, status kawin, edukasi, pendapatan, dan jumlah kunjungan.

Cognitive, Affective, and Overall Image

Menghubungkan konsep image dengan destinasi wisata, maka komponen cognitive berhubungan dengan pengetahuan dan kepercayaan seseorang tentang atribut-atribut sebuah destinasi wisata, dimana pada penelitian-penelitian sebelumnya cognitive image diukur dengan beberapa dimensi dan atribut, seperti akomodasi, transportasi, pemandangan, keramahan masyarakat lokal, dan lain sebagainya (Fakeye & Crompton, 1991; Baloglu & McCleary, 1999a; Baloglu & McCleary, 1999b; Baloglu & Mangaloglu, 2001; Beerli & Martin, 2004a; Chi & Qu, 2008). Komponen affective berhubungan dengan bagaimana perasaan seseorang tentang sebuah destinasi wisata atau dapat diartikan sebagai respon emosional seorang individu pada sebuah tempat (Baloglu & Brinberg, 1997; Baloglu & McClearly, 1999; Kim & Yoon, 2003; Beerli & Martin, 2004a, 2004b; Konecnik & Gartner, 2007; Lin et al., 2007). Pada umumnya, hanya komponen cognitive saja yang diperhitungkan, tetapi penelitian belakangan ini menilai kedua dimensi cognitive dan affective memiliki penjelasan yang lebih akurat terhadap

(4)

destination image daripada hanya dilihat dari satu dimensi saja (Kim and Yoon, 2003; San Martin and del Bosque, 2008; Zeng et al., 2015).

Overall image terbentuk sebagai hasil interaksi dari komponen-komponen destination image. Menurut studi sebelumnya, karateristik-karateristik sebuah destinasi wisata akan membentuk sebuah gambaran umum destinasi wisata tersebut. Karateristik-karateristik tersebut adalah cognitive dan affective (Fakeye & Crompton, 1991; Echtner & Ritchie, 1993; Kim & Richardson, 2003; Beerli & Martin, 2004a).

2.1.2. Media, Pariwisata, dan Destination Image Formation

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pandangan turis sebelum mengunjungi suatu destinasi wisata, salah satunya adalah informasi tentang destinasi wisata. Selaras dengan penjabaran sebelumnya pada information sources, informasi dapat berasal dari banyak sumber seperti majalah, selebriti, televisi, dan internet, yang pada akhirnya akan memberikan pengaruh pada pandangan calon turis terhadap suatu destinasi wisata (Gartner, 1989; Vasudavan and Standing, 1999; Wang and Fesenmaier, 2005; Govers, Go and Kumar, 2007). Tasci and Gartner (2007) beragumen bahwa media cenderung memiliki pengaruh terhadap pembentukan image karena media memiliki kredibilitas yang cukup tinggi dan memiliki kemampuan untuk menggapai masyarakat secara lebih luas. Dengan melihat budaya secara visual melalui gambar-gambar lokasi yang digunakan sebagai tempat pembuatan acara televisi, turis menjadi tertarik dan berkeinginan untuk mengunjunginya (Urry, 1990; Crouch et al., 2005; Crouch and Lubbren, 2006). Kim and Richardson (2003) juga menyatakan bahwa sebuah film dapat digunakan sebagai alat yang efektif untuk mengubah destination image, karena dapat mempengaruhi ketertarikan penonton untuk mengunjungi tempat tersebut.

Menurut Goeldner dan Ritchie (2009), saluran-saluran dimana suatu negara menampilkan dirinya kepada wisatawan dapat dianggap sebagai faktor-faktor dari budaya, seperti makanan dan minuman, produk-produk manufaktur maupun buatan tangan, pertunjukan musikal, film, drama, program-program televisi, radio, arsitektur, dan semua karakter lain dari cara hidup suatu bangsa. Selain itu Goeldner dan Ritchie juga mengemukakan bahwa media massa akan

(5)

selalu menjadi bagian yang penting dalam mengembangkan pariwisata sebuah negara. McLuhan (1964) beragumen bahwa sinema memiliki kemampuan untuk menyimpan dan menyebarkan informasi dalam jumlah besar. Informasi yang tersimpan dalam cerita tersebut akan masuk ke alam bawah sadar manusia, membentuk gambaran dan persepsi terhadap banyak hal. Avellar and Iagem (1982) menyatakan bahwa informasi tersebut akan tersimpan dalam pikiran manusia tanpa alasan yang pasti dan menimbulkan perasaan-perasaan dalam hati manusia tanpa disadari. Sehingga dapat mempengaruhi kehidupan dan pilihan-pilihan yang mereka buat tanpa menyadarinya. Dapat disimpulkan, realita dalam sebuah film dapat memberikan dampak yang kuat dan lama pada seseorang, sehingga Ruschmann (2001) beragumen bahwa motion pictures sangatlah penting untuk memaparkan produk-produk pariwisata, karena gambar-gambar tersebut dapat merujuk pada rasa ingin tahu lebih lanjut setelah melihatnya. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana destination image akan Korea Selatan yang terbentuk dari media Korea Selatan pada masyarakat Indonesia.

2.1.3. Hallyu-induced Tourist

Hallyu, atau Korean wave, adalah istilah yang diberikan untuk

tersebarnya budaya pop Korea secara global di berbagai negara, termasuk di

Indonesia. Umumnya Hallyu memicu banyak orang-orang di negara tersebut

untuk mempelajari Bahasa dan kebudayaan Korea (Wikipedia). Choi (2006)

memaparkan bahwa pada 2002, bandara Narita, Jepang lumpuh selama beberapa jam dikarenakan kedatangan tokoh utama laki-laki pada drama “Winter Sonata.

Menurut Goeldner dan Ritchie (2009), media massa digunakan untuk menarik wisatawan luar negeri untuk datang berwisata ataupun untuk menginformasikan dan menghibur mereka setelah kunjungan mereka sebelumnya, melalui produk-produk kualitas tinggi yang diciptakan oleh para jurnalis, produser film, drama, artis, dan seterusnya, dimana film bukan hanyalah sebuah produk, tetapi hasil dari proses kreativitas yang melibatkan penontonnya dalam sebuah perjalanan secara emosional dan secara intelektual.

Film-induced tourist sendiri diartikan sebagai turis yang mengunjungi destinasi-destinasi wisata yang muncul di televisi, video, layar sinema dan layar

(6)

kaca (Hudson dan Ritchie, 2006). Sehingga hallyu-induced tourist dapat ditafsirkan sebagai turis yang mengunjungi destinasi-destinasi wisata yang muncul di drama Korea Selatan, music video, film layar lebar Korea Selatan, dan lain sebagainya. Hal ini akan digunakan pada penyaringan profil responden, yaitu responden adalah orang yang menikmati media entertainment Korea Selatan.

2.2. Tourist Satisfaction

Dalam penelitian di bidang pariwisata, satisfaction tidak hanya tentang kepuasan dari sebuah pengalaman perjalanan, tetapi juga evaluasi tentang perjalanan yang setidaknya sama, atau melebihi, dari sebagaimana seharusnya (Hunt, 1983). Satisfaction terbentuk pada saat konsumen mengevaluasi dan membandingkan ekspektasi awal dengan apa yang telah diterimanya (Oliver, 19). Menurut Zeithaml et al. (2009), customer satisfaction merupakan evaluasi dari konsumen terhadap produk atau jasa yang telah mereka terima, baik produk atau jasa tersebut sudah memenuhi ekspektasi dan kebutuhannya atau tidak. Apabila pengalaman yang dirasakan lebih baik dari ekspektasi, maka konsumen tersebut dapat dibilang puas (Yuksel and Yuksel, 2001).

Setelah mengeluarkan sejumlah uang untuk melakukan perjalanan wisata, seorang konsumen akan membandingkannya dengan kualitas yang didapatkan (Zeithaml, 1988). Menurut Truog & Foster (2006), satisfaction terbentuk dari banyak aspek pada individual itu sendiri tentang berlibur, termasuk pelayanan dan fasilitas yang digunakan. Selaras dengan pernyataan tersebut, Yu & Goulden (2006) menyatakan bahwa faktor utama yang berhubungan dengan kepuasan turis adalah attractions, transportations, foods, hospitality of local people, service quality, dan price, dimana hal tersebut berhubungan dengan destination image. Mayoritas turis memiliki pengalaman dengan destinasi lainnya, sehingga standar kepuasan mereka akan dipengaruhi oleh perbandingan dengan fasilitas, atraksi dan pelayanan dari destiansi lainnya (Laws, 1995). Pada penelitian ini, peneliti akan meneliti faktor tourist satisfaction secara umum saja.

(7)

2.3. Word of Mouth

Word of mouth merupakan pernyataan personal maupun non personal yang disampaikan oleh pelanggan pada orang lain, sahabat dan kolega yang bukan penyedia layanan (Fanndy Tjiptono, 2008: 90). Word of mouth dapat diukur dengan menggunakan kepuasan yang dirasakan oleh seseorang terhadap suatu pengalamannya yang dapat mengacu orang tersebut untuk merekomendasikan produk atau jasa tersebut kepada orang lain, keluarga, dan koleganya (Dabholkar, 1995; Bettencount, 1997; Dolen dkk, 2007). Menurut Sernovits (2006, hal 6), word of mouth terdiri dari dua jenis, yaitu;

1. Organic word of mouth

Jenis ini merupakan jenis yang keluar secara alami pada pembicaraan tentang kualitas positif produk / jasa yang ditawarkan. Organic word of mouth dapat berupa komunikasi dari mulut ke mulut, emails, blogs, social media.

2. Amplified word of mouth

Jenis ini merupakan jenis pembicaraan yang dimulai oleh kampanye yang disengaja untuk membuat orang-orang berbicara.

Menurut Silverman (2001, hal 26), word of mouth memiliki pengaruh yang cukup kuat karena beberapa hal, yaitu kepercayaan dan penyampaian pengalaman. Kepercayaan karena pengambil keputusan dapat membuat keputusan lebih mudah apabila mendapatkan informasi yang memiliki kredibilitas cukup tinggi, dalam hal ini adalah informasi yang diberikan berasal dari teman atau kerabatnya sendiri. Sedangkan untuk penyampaian pengalaman, ketika seorang konsumen ingin membeli suatu produk atau jasa, konsumen tersebut akan memiliki rasa ingin tahu tentang produk atau jasa tersebut, bahkan akan berusaha untuk mendapatkan tester dari produk tersebut, padahal tidak ada tester pada pembelian jasa. Sehingga konsumen membutuhkan pengalaman dari orang lain, dimana hal tersebut dinilai sebagai tester.

2.4. Hasil Pembelajaran Jurnal

Penelitian ini merujuk pada empat jurnal, jurnal yang pertama ditulis oleh Shafiee M. M. et al. (2016) yang berjudul ”The Effect of Destination Image on Tourist Satisfaction, Intention to Revisit and WOM: An Empirical Research in

(8)

Foursquare Social Media”. Penelitian ini bertujuan untuk memiliki pengetahuan lebih lanjut tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan pariwisata melalui bidang elektronik. Penelitian ini menggunakan empat belas indikator untuk komponen cognitive image yang diadaptasi dari Stylos & Andronikidis (2013), menggunakan lima indikator komponen affective image yang diambil dari Baloglu & Mangaloglu (2001), empat indikator dari Gursoy & Gavcar (2003) untuk satisfaction, dan dua indikator untuk word of mouth yang dikembangkan dari Bhattacherjee (2001); Chi & Qu (2008). Setelah menyebarkan kuesioner ke pengguna foursquare, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua dimensi destination image (cognitive, affective, dan conative) memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap overall image. Overall image juga memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap satisfaction, revisit intention, dan word of mouth di media sosial foursquare.

Jurnal kedua adalah jurnal yang ditulis oleh Kim S. E. et al. (2016) dengan judul “Effects of tourism information quality in social media on destination image formation: The case of Sina Weibo”. Penelitian ini mempelajari tentang peranan media sosial Sina Weibo dalam pembentukan destination image, yang dibagi menjadi tiga, yaitu cognitive image, affective image, dan conative image. Penelitian ini menggunakan teori dari Chew & Jahari (2014) dan Wang & Hsu (2010) sebagai landasan indikator komponen cognitive image dan affective image, kemudian mengembangkan dari Baloglu & McClearly (1999) untuk indikator dari conative image. Setelah menyebarkan kuesioner, salah satu hasil yang didapatkan adalah cognitive image memiliki pengaruh yang signifikan terhadap affective image & conative image.

Jurnal ketiga ditulis oleh Basaran U. (2016) dengan judul “Examining the Relationships of Cognitive, Affective, and Conative Destination Image: A Research on Safranbolu, Turkey”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkonfirmasi hubungan antara cognitive image, affective image, dan conative image. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengetahui dimesi apa sajayang membentuk cognitive image. Penelitian ini menggunakan gabungan dari beberapa teori untuk masing-masing komponennya. Cognitive image menggunakan gabungan teori dari Baloglu & McClearly, 1999; Beerli & Martin, 2004; Chi & Qu, 2008; Pena et al.,

(9)

2012; Agapito et al., 2013; Song et al., 2013; Assaker, 2014. Affective image menggunakan gabungan teori dari Russell, 1980; Russell & Pratt, 1980; Russel et al., 1981; Baloglu & McCleary, 1999; Lin et al., 2007; San Martin & Rodriguez del Bosque, 2008; Wang & Hsu, 2010; Lehto et al., 2014. Conative image menggunakan gabungan teori dari Konecnik & Gartner, 2007; Wang & Hsu, 2010; Agapito et al., 2013; Song et al., 2013; Tavitiyaman & Qu, 2013. Dari data yang telah dikumpulkan, hasil menunjukkan bahwa cognitive image merupakan komponen yang multidimensional, dan cognitive image-affective image dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi keinginan untuk berkunjung kembali, merekomendasikan atau membagikan positive word of mouth tentang sebuah destinasi wisata.

Jurnal yang keempat merupakan jurnal yang ditulis oleh Ozdemir & Simsek (2014) berjudul “The Antecedents of Complex Destination Image”. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti lebih lanjut tentang hubungan berkesinambungan antara destination image, perceived quality, perceived value, dan overall satisfaction. Setelah membagikan kuesioner, salah satu hasil dari data yang didapat adalah perceived value memiliki pengaruh signifikan secara langsung terhadap satisfaction.

Berikut adalah komponen-komponen yang digunakan sebagai indikator pada keempat jurnal diatas;

Tabel 2.1. Hasil Pembelajaran Jurnal

Jurnal ke-1 Jurnal ke-2 Jurnal ke-3 Jurnal ke-4

Cognitive Image

Good reputation Gyeonggi Province will offer…. Natural Attractions Natural environment Friendly and receptive residents Beautiful and natural scenery of mountains, forests, and valleys

Political stability Interesting cultural events

Beautiful lakes and rivers

(10)

Tabel 2.1. Hasil Pembelajaran Jurnal (sambungan) Good quality of infrastructure Interesting cultural heritage Spectacular caves and underground formations

Quality of life Good

restaurants & gastronomy

Great variety of fauna and flora

Cleanliness Good value for money Cultural Attractions Availability of hotels and lodgings Good shopping opportunities Distinctive historical and cultural heritage

Safe place to travel Good accommodatio n Distinct characteristics of architecture and buildings Family oriented destination Interesting historical sites and museums

Shopping opportunities Unusual customs and traditions Interesting culture

Appealing local food cuisine and variety of foods

Interesting historical places

Variety of products that promote local culture

Good climate Social Setting and

Environment

Beautiful landscape

(11)

Tabel 2.1. Hasil Pembelajaran Jurnal (sambungan) Cleanliness of environment Hospitable and friendly residents Pleasant weather

Tranquil and restful

atmosphere Infrastructure and Facilities Quality of infrastructure

(roads, water, gas, electricity, etc.)

Quality and variety

of accommodations

Variety of shopping

facilities

Quality and variety

of restaurants

Good nightlife and

entertainment

Opportunities for

sports and outdoor activities (climbing, trekking, water sports, picnicking, camping, hunting, fishing, etc.)

(12)

Tabel 2.1. Hasil Pembelajaran Jurnal (sambungan)

Accessibility

Well organized

traffic flow and parking information Adequate and convenient parking lot

Easy access to the

city Adequate and convenient local transportation

Price and Value

Good value for

money

Reasonable price for

food and

accommodation

Reasonable price for

entertainment, attractions and activities

Reasonable price for

other shopping (local products and flavors, etc.)

Affective Image

Enjoyable place Travelling to Gyeonggi Province will be…. Unpleasant - Pleasant

(13)

Tabel 2.1. Hasil Pembelajaran Jurnal (sambungan)

Exciting place Pleasant Gloomy - Exciting

Relaxing place Stimulating Sleepy - Arousing Pleasant place Interesting Distressing -

Relaxing Friendly place Conative Image Have a dream to visit during my lifetime I have an intention to visit Gyeonggi Province

Would you return to Safranbolu in the next 12 months? Expresses as a suitable vacation choice I have a willingness to speak positively about Gyeonggi Province Would you recommend Safranbolu to your family and friends?

Helps put in use knowledge (i.e. history, geography, philosophy) I have an intention to recommend Gyeonggi Province

Would you say positive things about Safranbolu to other people? Positive attributes that vacation is the best gift I can offer myself

Satis-faction

Feel happy about the trip

The journey

is exactly what I needed

(14)

Tabel 2.1. Hasil Pembelajaran Jurnal (sambungan) Feel satisfied

about the trip

This visit did not work out as well as I thought it would Better understanding of history and culture after the trip I am satisfied with my decision to visit this destination Feel that expectation before the trip has been meet

I have truly enjoyed this visit I am not happy that I came to this destination This visit was a good experience Word of Mouth Say positive things about destination Recommend destination to friends/family

(15)

Berdasarkan jurnal-jurnal diatas, penulis memutuskan untuk menggunakan sub-variabel cognitive image dan affective image dari destination image. Penulis tidak menggunakan conative image karena untuk bagian “memiliki keinginan untuk mengunjungi destinasi wisata” sudah terpenuhi dengan sudah berkunjungnya wisatawan ke Korea Selatan, dan bagian lainnya sudah tercakup dalam penjabaran variabel word of mouth.

2.5. Hubungan Antar Konsep

2.5.1. Hubungan Destination Image dengan Tourist Satisfaction

Ada banyak faktor yang mempengaruhi tourist satisfaction, salah satunya adalah destination image (Choi et al, 2007; Devesa et al, 2010). Menurut studi - studi sebelumnya, image of destination memiliki peranan yang esensial dalam menentukan tourists’ satisfaction (Tasci and Gartner, 2007; Chi and Qu, 2008; Prayag, 2009). Kepuasan pengunjung dapat meningkat seiring dengan meningkatnya persepsi pengunjung akan suatu destinasi wisata. Penemuan-penemuan sebelumnya telah mengindikasikan bahwa destination image adalah suatu hal yang mendahului faktor kepuasan. Semakin baik destination image akan suatu lokasi, maka akan mengarah pada kemungkinan tourist satisfaction yang lebih tinggi. (Chen and Phou, 2013; Chi and Qu, 2008; Prayag, 2009; Prayag and Ryan, 2012; Tasci and Gartner, 2007).

Image yang positif dari social media tentang bagaimana para turis merasa pengalamannya melebihi ekspektasinya akan menciptakan suatu gambaran secara mental yang positif, yang kemudian mempengaruhi perilaku yang positif terhadap destinasi wisata, akan mengarah pada kemungkinan satisfaction yang lebih tinggi (Lee et al., 2005; Wang & Hsu, 2010). Salah satu studi yang mengkaji destination image, mengemukakan bahwa destination image merupakan suatu hal yang kompleks, tetapi sangatlah penting untuk membatu turis membuat keputusan, perilaku pada masa yang akan datang, dan menjadi dasar pada mengevaluasi satisfaction (Castro et al., 2007)

(16)

2.5.2. Hubungan Tourist Satisfaction dengan Positive Word of Mouth

Penelitian selama beberapa dekade (Chea and Luo, 2008; Gounaris, Dimitriadis and Stathakopoulos, 2010; Szymanski and Henard, 2001) memberikan arahan tentang hasil-hasil yang dapat disebabkan oleh satisfaction, yaitu word of mouth referral, consumers’ complaining behavior, brand loyalty, continuance, recommendation, dan revisit intention.

Menurut Gronroos (2000, hal 269), word of mouth memiliki peran penting dalam communication circle. Communication circle memiliki empat bagian, yaitu expectations, interactions, experiences, dan word of mouth.

Gambar 2.2. The Communication Circle

Awalnya, calon konsumen (atau wisatawan) memiliki beberapa ekspektasi dan kemudian memutuskan untuk melakukan transaksi. Setelah itu konsumen atau wisatawan tersebut akan melakukan interaksi dengan penyedia jasa selama acara berlangsung. Interaksi-interaksi tersebut membentuk sebuah pengalaman, baik itu pengalaman yang bagus dan memuaskan atau tidak. Pengalaman tersebut yang akhirnya akan menjadi word of mouth (positif ataupun negatif). Konsumen atau wisatawan yang memiliki pengalaman yang memuaskan akan memberikan positive word of mouth, dan konsumen atau wisatawan yang memiliki pengalaman yang kurang memuaskan akan memberikan negative word of mouth.

Word of mouth references

Experiences Expectations

(17)

2.6. Model Penelitian

2.7. Hipotesa

Berdasarkan latar belakang permasalahan serta landasan teori yang ada maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut :

H1 : Destination image berpengaruh secara signifikan terhadap tourist satisfaction. H2 : Tourist satisfaction berpengaruh secara signifikan terhadap keinginan untuk membagikan pengalamannya ke orang lain.

H3 : Destination image berpengaruh secara signifikan terhadap keinginan untuk memberikan citra yang positif tentang Korea Selatan ke orang lain.

H1 H2 H3 Cognitive Image Tourist Satisfaction Positive Word-of-Mouth Affective Image Destination Image

Gambar

Gambar 2.1. Skema Destination Image (based on Beerli and Martin, 2004)
Tabel 2.1. Hasil Pembelajaran Jurnal
Tabel 2.1. Hasil Pembelajaran Jurnal (sambungan) Good  quality  of  infrastructure  Interesting cultural  heritage  Spectacular  caves and underground formations
Tabel 2.1. Hasil Pembelajaran Jurnal (sambungan)    Cleanliness  of  environment        Hospitable  and  friendly residents        Pleasant weather
+5

Referensi

Dokumen terkait

Menetapkan beban kerja bersama dengan anggota tim peneliti lainnya 12 pertemuan dengan membahas aplikasi dan laporan serta modul pelatihan 12 pertemuan dengan

murah dibanding adaptive array, lebih mudah diterapkan pada sistem-sistem yang lama. Tetapi switched beam juga memiliki kekurangan diantaranya : hanya cocok digunakan

Suatu margin pemasaran dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu dari sudut pandang harga dan biaya pemasaran, pada analisis pemasaran yang sering menggunakan konsep

Adapun Skripsi ini merupakan tugas akhir dari masa studi S1 di jurusan Teknik Industri yang sifatnya sebagai salah satu syarat kelulusan bagi mahasiswa S1 Teknik Industri

Unsur-unsur tersebut tidak hadir secara terpisah dalam sebuah karya, tetapi diciptakan sebagai satu kesatuan yang utuh untuk mewujudkan citra tertentu yang ingin

Sungguh, Alloh maha pemurah atas segala karunia-Nya. Tak terkecuali nikmat Alloh dari udara yang digunakan manusia sebagai bahan bernafas setiap saatnya.Untuk semua itu Alloh

Karena itu seseorang dalam pemantapan kariernya harus mempunyai konsep diri atau kemampuan dalam menilai, memahami dirinya sendiri yang secara nyata mampu membantu

Sehingga pada saat robot mobil run, user dapat mengetahui kecepatan angular robot, error jarak, sinyal kendali untuk roda kanan dan roda kiri. Keypad digunakan