• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PRINSIP DESAIN DAN SOUVENIR PADA PRODUK KERAJINAN LORO BLONYO DI BOBUNG, PUTAT, PATUK, GUNUNG KIDUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PRINSIP DESAIN DAN SOUVENIR PADA PRODUK KERAJINAN LORO BLONYO DI BOBUNG, PUTAT, PATUK, GUNUNG KIDUL"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PRINSIP DESAIN DAN SOUVENIR

PADA PRODUK KERAJINAN LORO BLONYO DI BOBUNG, PUTAT, PATUK, GUNUNG KIDUL

SKRIPSI

Oleh:

Yohanes Don Bosco B.

K3208056

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Januari 2013

(2)

i

ANALISIS PRINSIP DESAIN DAN SOUVENIR

PADA PRODUK KERAJINAN LORO BLONYO DI BOBUNG, PUTAT, PATUK, GUNUNG KIDUL

3

SKRIPSI

Oleh:

Yohanes Don Bosco B.

K3208056

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Januari 2013

(3)

ii

(4)

iii

ANALISIS PRINSIP DESAIN DAN SOUVENIR

PADA PRODUK KERAJINAN LORO BLONYO DI BOBUNG, PUTAT, PATUK, GUNUNG KIDUL

Oleh:

Yohanes Don Bosco. B

K3208056

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Seni Rupa

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Januari 2013

(5)

iv

(6)

v

(7)

vi MOTTO

Bukan karena mudah, kita menjadi yakin bisa. Tapi karena kita yakin bisa, semua menjadi mudah.

(Seorang Sahabat)

Jangan patah semangat dengan apa yang terjadi pada beberapa percobaan awal. (John Kehoe)

(8)

vii

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini penulis dedikasikan untuk:

Bapak, Ibu, Kakak, dan keluarga besar penulis yang selalu ada dan mendukung penulis selama ini.

Keluarga Komunitas Senthong Gedheg dan teman-teman Dipan yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada penulis.

Almamater Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS.

(9)

viii ABSTRAK

Yohanes Don Bosco. ANALISIS PRINSIP DESAIN DAN SOUVENIR PADA PRODUK KERAJINAN LORO BLONYO DI BOBUNG, PUTAT, PATUK, GUNUNG KIDUL. Skripsi, Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) sejarah dan perkembangan kerajinan patung loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul, (2) Unsur-unsur rupa apa sajakah yang terdapat pada kerajinan patung loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul, (3) Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip desain pada produk kerajinan loro blonyo di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul, (4) Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip souvenir pada produk kerajinan loro blonyo di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul.

Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Sumber data yang digunakan memanfaatkan dokumen arsip, sumber informan, tempat dan peristiwa. Pengumpulan data diperoleh melalui : wawancara mendalam, observasi, studi pustaka dan analisis dokumen arsip. Uji keabsahan data dicapai dengan menggunakan triangulasi dan review informan. Analisis Data yang digunakan adalah model interaktif.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) keberadaan loro blonyo diproduksi sebagai souvenir di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul mulai ada tahun 1973 dan terus berkembang hingga saat ini, (2) souvenir loro blonyo yang diproduksi telah memperhatikan unsur-unsur rupa yang menyangkut warna, bentuk, ukuran, dan tekstur, namun untuk kreasi komposisi unsur rupa yang menonjol belum nampak, (3) sebagai produk kerajinan, souvenir loro blonyo juga telah menerapkan prinsip-prinsip desain tentang keharmonisan, kontras, keseimbangan, kesatuan, kesederhanaan, pusat perhatian, dan proporsi, namun dalam penerapannya kurang memperhatikan prinsip desain lainnya(4) sebagai souvenir, produk kerajinan loro blonyo juga telah menerapkan aspek ciri khas daerah, keterampilan tangan, bersifat benda seni, mudah dibawa, dan harga yang relatif terjangkau .

Kata kunci: kerajinan, souvenir, loro blonyo, desain

(10)

ix ABSTRACT

Yohanes Don Bosco. B. ANALYSIS PRINCIPLES IN PRODUCT DESIGN AND CRAFT SOUVENIR LORO BLONYO IN BOBUNG, PUTAT, PATUK, GUNUNG KIDUL.Thesis, Faculty of Teacher Training and Education Sebelas Maret University Surakarta.

The purpose of this study was to determine: (1) the history and development of handicrafts as a souvenir statue of Loro Blonyo Bobung tourism, Putat, Patuk, Gunung Kidul, (2) elements form what are contained in the craft as a souvenir statue of Loro Blonyo tourism in Bobung, Putat, Patuk, Gunungkidul, (3) How does the application of the principles of design to craft products Loro Blonyo in Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul, (4) How does the application of the principles of souvenir at Loro Blonyo handicraft products in Bobung , Putat, Patuk, Gunung Kidul.

Kind of research is qualitative. Source of data used utilizing archival documents, source informant, places and events. Data collection was obtained through: in-depth interviews, observation, literature and archival document analysis. Test the validity of the data is achieved by using triangulation and reviews informant. Analysis of data used is an interactive model.

Based on these results it can be concluded: (1) the existence of Loro Blonyo produced as a souvenir in Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul started there in 1973 and continues to thrive to this day, (2) Loro Blonyo produced souvenirs have noticed elements form a regarding color, shape, size, and texture, but for the creation of the elemental composition of a prominent way not visible, (3) as a product of craft, souvenir Loro Blonyo has also applied the design principles of harmony, contrast, balance, unity, simplicity, center attention, and proportion, but in its application less attention to other design principles (4) as a souvenir, handicraft products Loro Blonyo has also implemented typical aspects of the region, ambidexterity, nature art, portable, and affordable prices.

Keywords: handicrafts, souvenirs, Loro Blonyo, design

(11)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus, atas rahmatNya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ANALISIS PRINSIP DESAIN DAN SOUVENIR PADA PRODUK KERAJINAN LORO BLONYO DI BOBUNG, PUTAT, PATUK, . Penulisan skripsi merupakan salah satu tugas wajib yang harus diselesaikan oleh setiap mahasiswa untuk melengkapi syarat memperoleh derajat sarjana dalam Program Studi Seni Rupa pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa terselesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan baik moril maupun materiil serta doa dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd., selaku Ketua Program Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Dr. Slamet Subiyantoro, M.Si. selaku pembimbing skripsi yang selalu

memberikan masukan, pengarahan, dan dukungan kepada penulis sehingga penulisdapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Nanang Yulianto, S.Pd. M.Des, selaku Pembimbing Akademik dan pembimbing skripsi yang selalu memberikan masukan, pengarahan, dan dukungan kepada penulis sehingga penulisdapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak, Ibu, Mbak Danis, Pakdhe Ari, dan Budhe Anik yang selalu memberi doa,semangat, dan dukungan yang tidak pernah berhenti kepada penulis sehingga skripsi ini bisa selesai.

(12)

xi

7. Teman-teman mahasiswa Pendidikan Seni Rupa UNS dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna baik segi substansi isi maupun teknis penulisan. Untuk itu sumbangsih saran dari berbagai pihak yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan penulisan selanjutnya. Demikian semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, baik untuk penulisan, akademisi, praktisi maupun masyarakat umum.

Surakarta, 28 Desember 2012

Penulis

(13)

xii BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN RELEVAN

A. Kajian Teori ... 1. Tinjauan tentang Kerajinan ... 2. Tinjauan tentang Souvenir ... 3. Tinjauan tentang Pariwisata ... 4. Tinjauan tentang Prinsip Desain ... 5. Tinjauan tentang Patung Loro Blonyo ...

(14)

xiii

B. Penelitian Yang Relevan ... C. Kerangka Berpikir ... BAB III METODE PENELITIAN

(15)

xiv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Sejarah Perkembangan Kerajinan Souvenir Loro

Blonyo di Bobung ...

1. Deskripsi lokasi Bobung, Putat, Patuk Gunung

Kidul ... 2. Sejarah Loro Blonyo diproduksi Sebagai

Souvenir ... 3. Pengaruh Loro Blonyo Sebagai Souvenir

Terhadap Masyarakat Bobung ... B. Kerajinan Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari Unsur

(16)

xv C.Kerajinan Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari

Prinsip Desain ... 1. Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon dengan

Teknik Finishing Cat ... 2. Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon dengan

Teknik Finishing Batik ... 3. Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian dengan

Teknik Finishing Cat ... 4. Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian dengan

Teknik Finishing Batik ... 5. Souvenir Loro Blonyo Model Basahan dengan

Teknik Finishing Cat ... 6. Souvenir Loro Blonyo Model Basahan dengan

Teknik Finishing Batik ... D. Kerajinan Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari

Prinsip Souvenir ... 1. Memiliki Ciri Khas Daerah ... 2. Hasil Keterampilan Tangan ... 3. Bersifat Benda Seni ... 4. Harga yang Relatif Terjangkau ... 5. Mudah Dibawa ... E. Pembahasan ... 1. Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari Unsur Rupa ...

(17)

xvi

2. Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari Prinsip

Desain ... 3. Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari Prinsip

Souvenir ... BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan ... B. Implikasi ... C. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ...

116

120

123 125 126 127

(18)

xvii

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

2.1. Bagan Kerangka Berpikir ... 3.1. Bagan Triangulasi Data ... 3.2. Bagan Model Analisis Interaktif ...

16 21 23

(19)

xviii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat ... 2 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Keprabon

dengan Teknik Finishing Cat ... 3 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Keprabon

dengan Teknik Finishing Batik ... 4 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Keprabon

dengan Teknik Finishing Batik ... 5 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Kasatrian

dengan Teknik Finishing Cat ... 6 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Kasatrian

dengan Teknik Finishing Cat ... 7 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Kasatrian

dengan Teknik Finishing Batik ... 8 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Kasatrian

dengan Teknik Finishing Batik ... 9 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Basahan

dengan Teknik Finishing Cat ... 10 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Basahan

dengan Teknik Finishing Cat ... 11 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Basahan

dengan Teknik Finishing Batik ... 12 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Basahan

Teknik Finishing Batik ... 13 Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon

(20)

xix

14 Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon dengan Teknik Finishing Batik ... 15 Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian

dengan Teknik Finishing Cat ... 16 Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian

dengan Teknik Finishing Batik ... 17 Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Basahan

Teknik Finishing Cat ... 18 Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Basahan

(21)

xx

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Peta Kecamatan Patuk ... 2 Peta Dusun Bobung ... 3 Contoh Desain Loro Blonyo Model Basahan... 4 Bahan yang digunakan ... 5 Proses Memotong Kayu ... 6 Proses Membelah Kayu... 7 Proses Bakali ... 8 Proses Pembentukan Detail ... 9 Proses Penghalusan ... 10 Proses Penyambungan ... 11 Pengeringan dengan Tungku ... 12 Proses Pendhempulan ... 13 Proses Pengamplasan ... 14 Finishing ... 15 Loro Blonyo Pria Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat ... 16 Loro Blonyo Pria Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat ... 17 Loro Blonyo Pria Model Keprabon dengan Teknik Finishing Batik ... 18 Loro Blonyo Pria Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat ... 19Loro Blonyo Wanita Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat ... 20 Loro Blonyo Pria Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik ... 21 Loro Blonyo Wanita Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik ... 22 Loro Blonyo Pria Model Basahan dengan Teknik Finishing Cat ... 23 Loro Blonyo Wanita Model Basahan dengan Teknik Finishing Cat ... 24 Loro Blonyo Pria Model Basahan Teknik Finishing Batik ... 25 Loro Blonyo Wanita Model Basahan Teknik Finishing Batik ... 26 Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon ...

(22)

xxi

27 Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian ... 28 Souvenir Loro Blonyo Model Basahan ... 29 ... 30 Ukuran Souvenir Loro Blonyo Tipe 25 cm ... 31 Ukuran Souvenir Loro Blonyo Tipe 20 cm ...

93 95 109 111 112

(23)

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Instrumen Wawancara ... 2 Lampiran Foto ... 3 Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ... 4 Surat Ijin Menyusun Skripsi ... 5 Surat Permohonan Ijin Research / Try Out ... 6 Keadaan Wilayah Monografi ...

130 135 146 147 148 150

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbicara tentang budaya Indonesia dengan berbagai jenis budaya yang ada dan masih memegang kuat nilai-nilai normatif tentu tidak akan cukup apabila hanya menyimak aspek yang nampak (terindera) saja. Segala produk budaya mulai dari produk bendawi dan non-bendawi merupakan bagian dari kehidupan masyarakat itu sendiri perlu mendapatkan perhatian guna mempertahankan eksistensinya. Seni sebagai salah satu produk budaya, yang dominan dan sering juga ditempatkan sebagai applied art adalah seni kerajinan, terutama kerajinan kayu. Kerajinan kayu sebagai hasil olahan manusia didalam memenuhi kebutuhan akan benda terus berlanjut hingga saat ini. Bahkan, kebutuhan manusia akan benda tidak hanya terpaku pada benda fungsional saja, namun juga telah sampai pada kebutuhan akan benda dekoratif yang memiliki nilai kekenang (kenangan). Budaya bendawi yang turut memberi andil dan menjamin akan kelangsungan hidup manusia bukanlah sekedar upaya manusia dalam sesaat (Soegeng TM, 2007:49). Keadaan ini juga cukup berperan dalam proses perubahan yang dapat memungkinkan terjadinya kebaruan pada posisi kerajinan kayu. Kerajinan kayu yang pada awalnya banyak difungsikan sebagai perabot kini mulai menduduki posisi sebagai benda kekenang.

Perkembangan selanjutnya tampak lebih mencerminkan sebagai aset penghidupan, kemudian hadir sebagai bagian dari industri pariwisata, bahkan menjadi andalan produk ekspor mancanegara (Soegeng TM, 2007:47). Dunia pariwisata merupakan sektor yang sangat potensial untuk digali dan dikembangkan lebih dalam. Dalam dunia pariwisata, keberadaan souvenir sangat dicari oleh wisatawan dan menjadi komponen penting dalam industri pariwisata. Seperti yang dikemukakan George McIntrye (1993) dalam Wardiyanto (2011), komponen dasar pariwisata salah satunya adalah sesuatu yang merupakan hasil budaya berupa produk fisik sebagai atraksi wisata. Dalam bidang ekonomi,

(25)

dengan semakin berkembangnya sektor pariwisata akan meningkatkan pula pendapatan yang masuk.

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi untuk digali dan dikembangkan lebih dalam demi mencapai tujuan negara. Sesuai dengan Pembukaan UUD 45, tujuan bangsa Indonesia adalah membentuk pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia maka dalam rangka mewujudkannya bisa dicapai melalui beberapa sektor. Sektor pariwisata mengambil peran penting dalam mewujudkan cita-cita negara, banyak sekali dampak positif yang bisa diambil dari sektor pariwisata ini mulai dari bidang ekonomi, sosial, dan budaya.

Dalam bidang ekonomi salah satu sektor yang mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan adalah kerajinan, mengingat potensi-potensi penunjang yang cukup besar sebagai potensi nasional Indonesia. Potensi-potensi tersebut antara lain potensi bahan baku atau sumber daya alam yang tersebar di seluruh Indonesia dan potensi tenaga manusia yang bersumber pada kelompok tenaga tradisional, dan kelompok budaya terdidik, serta potensi yang bersifat budaya (Anas, 2000:181). Minat pasar dunia terhadap barang-barang kerajinan Indonesia cukup besar, melalui berbagai pameran di dalam maupun luar negeri, atau melalui kegiatan pariwisata yang telah berlangsung cukup lama, barang-barang kerajinan Indonesia sudah cukup dikenal dan diminati di luar negeri.

Menurut Biranul Anas (2000:182) ada empat kelompok kecenderungan permintaan pasar untuk komoditas produk-produk kerajinan, yaitu kelompok komponen atau perlengkapan bangunan dan interior yang terkonstruksi pada bagunnan, kelompok peralatan dan aksesori interior yang tidak terkonstruksi pada bangunan, kelompok busana dan aksesori busana, dan kelompok cindera mata atau gift items. Fokus perhatian yang menarik untuk diangkat adalah kelompok cindera mata (souvenir) atau gift items karena pada kelompok ini melibatkan aspek pariwisata, pasar, pengrajin, dan konsumen. Namun, sistem atau disiplin pasar dan perdagangan menuntut berbagai persyaratan. Faktor yang menjadi

(26)

penghambat untuk memenuhi minat tersebut antara lain kapasitas produksi tertentu, kualitas produksi yang kurang kuat dan kurang halus serta disain yang belum matang dikembangkan, ketepatan waktu pengiriman yang belum bisa dijamin serta teknik pengepakan yang belum memenuhi syarat keamanan barang, harga produksi dan transportasi yang terlalu tinggi, dan kontinuitas yang belum terjamin(Anas, 2000:182).

Bercermin pada potensi ekonomi yang membawa kemajuan bagi daerah penghasil pada khususnya dan bagi negara pada umumnya, tidak heran apabila saat ini kerajinan banyak dikembangkan dan telah banyak dijadikan sebagai sentra industri kerajinan. Sehingga secara umum produk kerajinan sangat memungkinkan untuk dijadikan unggulan yang mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya. Keadaan ini membuka peluang yang cukup menjanjikan, namun memerlukan kinerja yang optimal serta pengelolaan manajeman yang tertata dan terstruktur. Apabila ditarik kesimpulan, disatu sisi pemerintah menginginkan tercapainya tujuan negara dengan dasar memiliki potensi nasional di bidang kriya, namun disisi lain kalangan pengrajin dan pengusaha kerajinan belum sepenuhnya memanfaatkan dan mendayaguanakan potensi-potensi nasional yang telah ada dan belum bisa memenuhi persyaratan-persyaratan pasar serta disiplin perdagangan di dunia internasional.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, dinyatakan bahwa untuk meningkatkan pengembangan kepariwisataan dalam menunjang pembangunan nasional, diperlukan keterpaduan peranan Pemerintah, badan usaha dan masyarakat dalam penyelenggaraan kepariwisataan, maka dapat disimpulkan bahwa pariwisata Indonesia tidak bisa berdiri sendiri dan perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak. Oleh sebab itu tidak heran apabila perkembangan pariwisata di Indonesia terjadi ketidakseimbangan antar daerah. Salah satu daerah yang memiliki potensi pariwisata cukup baik namun belum tergali secara maksimal adalah desa wisata Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul. Daerah tersebut merupakan sentra industri kerajinan kayu, khususnya kerajinan topeng kayu dan patung loro blonyo.

(27)

Ada berbagai pandangan tentang loro blonyo dalam pemaknaannya, namun apabila ditarik satu gari lurus akan diperoleh satu struktur yang sama yakni berpasangan. Keduanya adalah pasangan yang berlawanan, berbeda satu dengan lainnya namun saling berelasi, melengkapi satu sama lain. Maka makna patung loro blonyo menurut pandangan orang Jawa bila dipahami lebih dalam adalah

konsep tentang loroning atunggal (Subiyantoro, 2009:213). Sepasang patung tersebut pada hakekatnya satu (manunggal, bulat, utuh) simbol keutuhan dan kemanunggalan pria dan wanita, walau keduanya beda setelah dilulur dengan warna sama maka mereka menyatu (Endraswara, 2006:207-208).

Seiring dengan perkembangan jaman, keberadaan dan fungsi loro blonyo juga mengalami mobilisasi dalam pemaknaannya. Loro blonyo yang semula ditempatkan di tempat peristirahatan raja dan permaisuri yang terletak di senthong tengah, kini banyak dijumpai di tempat yang lebih umum, seperti di ruang tamu, kamar hotel, dan ruang tamu. Loro blonyo yang menjadi simbol kemakmuran, keharmonisan, dan kesatuan kini mengalami difusi makna sebagai hiasan atau pajangan dengan tujuan membuat suasana lebih indah dan memiliki nilai estetis nan tradisi. Dalam perkembangannya pula, loro blonyo kini juga banyak dijumpai dalam berbagai ukuran. Para pengrajin di Bobung semua membuat loro blonyo sebagai souvenir dalam berbagai ukuran. Untuk ukuran 25 cm memiliki panjang 18 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 25 cm pada patung pria, sedangkan pada patung wanita memiliki panjang 11 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 22 cm. Untuk ukuran 20 cm memiliki panjang 13,5 cm, lebar 10 cm, dan tinggi 20 cm pada patung pria, sedangkan pada patung wanita memiliki panjang 8,5 cm, lebar 11 cm, dan tinggi 18 cm.

Loro blonyo sebagai salah satu kerajinan kayu dan sebagai produk budaya juga perlu dikaji lebih dalam, tidak hanya semata-mata dinikmati dari segi estetis namun juga dari segi struktur luar (fisik) dan struktur dalam (nilai luhur budaya). Kaitannya dengan seni, seni merupakan kebutuhan manusia, walaupun bukan kebutuhan pokok. Bukan saja dalam bentuk hal-hal yang indah, tetapi lebih-lebih lagi dalam konsep-konsep seni yang sekarang dimana seni telah memasuki semua kegiatan manusia (Soedarso , 2006:4). Apabila mengacu pada

(28)

definisi kebudayaan Malinowski dalam Soedarso Sp (2006:60), yang menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan akan hal-hal yang indah umumnya jatuh pada kesempatan terakhir, maka seniman pembuatnya (dalam hal ini pengrajin) harus memperhatikan dua macam kualifikasi dalam penciptaan, perencanaan, dan eksekusinya, yakni cocok dipakai dan indah bentuknya. Oleh sebab itu, perlu ditegaskan bahwa bentuk perupaan pada loro blonyo dalam mewujudkan bentuk seni rupa perlu memperhatikan hukum atau asas penyusunan untuk menghindari kesan monoton dan tidak terstrukur.

Desain dapatlah dikatakan sebagai bagian kebudayaan manusia, dengan demikian desain bukan hanya sebagai karya saja melainkan meliputi proses dan aktivitas yang ikut merumuskan dan membentuk kebudayaan itu sendiri (Agus Sachari (ed), 1986:186:). Proses desain souvenir tidak bisa lepas dari pertimbangan ekonomi dan itu merupakan tujuan estetik yang diperhitungkan secara ekonomi, karena estetik yang tercipta juga tuntutan pasar, dalam hal ini itulah estetik dalam desain yang kadang-kadang dipergunakan sebagai daya pikat agar konsumen terjerat untuk membeli (Agus Sachari, 1989:82).

Sebagai souvenir, pembuatan loro blonyo juga sangat memperhatikan asas penyusunan yang kemudian dikenal sebagai struktur rupa, yang terdiri atas unsur desain, prinsip desain, dan asas desain. Unsur-unsur tersebut tidak hadir secara terpisah dalam sebuah karya, tetapi diciptakan sebagai satu kesatuan yang utuh untuk mewujudkan citra tertentu yang ingin dikemukakan (R.M. Soedarsono, 1992:167). Selain itu, dalam souvenir juga terdapat kriteria-kriteria yang harus dipenuhi, yaitu berciri khas tradisional, merupakan hasil kerajinan tangan, mudah dibawa, dan tentunya berbentuk benda seni.

Pengkomposisian unsur rupa yang mencakup tentang warna, bentuk, ukuran dan tekstur harus mempertimbangkan beberapa aspek lain yang saling mendukung. Oleh sebab itu, perlu dianalisis mengenai unsur-unsur rupa sajakah yang terdapat dalam kerajinan souvenir loro blonyo di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul. Selain unsur rupa, perlu juga dianalisis mengenai penerapan prinsip desain pada souvenir ini. Karena sebagai salah satu produk kesenian, loro blonyo sebagai souvenir juga memperhatikan prinsip desain dalam penciptaannya.

(29)

Tidak terlepas sebagai souvenir ada kriteria-kriteria yang harus terpenuhi, dan untuk mengetahuinya perlu dianalisis juga mengenai penerapan prinsip souvenir pada kerajinan loro blonyo ini. Sehingga dengan mengetahui unsur-unsur rupa yang ada, penerapan prinsip desain pada penciptaannya, dan penerapan prinsip souvenir diharapkan mampu menghasilkan produk souvenir loro blonyo yang berkualitas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut lebih lanjut dengan menitikberatkan pada rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sejarah dan perkembangan kerajinan patung loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul?

2. Unsur-unsur rupa apa sajakah yang terdapat pada kerajinan patung loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul?

3. Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip desain pada produk kerajinan loro blonyo di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul?

4. Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip souvenir pada produk kerajinan loro blonyo di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul?

C. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Mengetahui sejarah dan perkembangan kerajinan patung loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul.

2. Menganalisis unsur-unsur rupa yang terdapat pada kerajinan patung loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul.

3. Menganalisis penerapan prinsip-prinsip desain pada produk kerajinan loro blonyo di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul.

4. Menganalisis penerapan prinsip-prinsip souvenir pada produk kerajinan loro blonyo di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul.

(30)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1) Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan mampu menambah wawasan tentang kerajinan patung loro blonyo.

b. Hasil penelitian dan penulisan ini dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian dan penulisan lain yang sejenis.

2) Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan yang dapat digunakan dan memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dan terlibat, terutama dalam bidang pariwisata dan kebudayaan.

b. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Pariwisata dalam mengembangkan sektor pariwisata dengan memaksimalkan potensi loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Desa Bobung.

c. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Perindustrian dalam mengembangkan sektor industri dengan memaksimalkan potensi loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Desa Bobung.

d. Memberikan inovasi dan pengembangan khususnya untuk desain loro blonyo sebagai souvenir pariwisata bagi pengrajin di Desa Bobung.

(31)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN RELEVAN

A. KAJIAN TEORI

1. Tinjauan tentang Kerajinan

Definisi kerajinan dalam Wikipedia dituliskan bahwa kerajinan adalah hal yang berkaitan dengan buatan tangan atau kegiatan yang berkaitan dengan barang yang dihasilkan melalui keterampilan tangan (kerajinan tangan). Kerajinan yang dibuat biasanya terbuat dari berbagai bahan. Dari kerajinan ini menghasilkan hiasan atau benda seni maupun barang pakai. Biasanya istilah ini diterapkan untuk cara tradisional dalam membuat barang-barang. Tentang kerajinan disebutkan bahwa kerajinan menghasilkan barang-barang perabotan, barang-barang hiasan, atau barang- barang anggun yang masing-masing bermutu kesenian (Ensiklopedia Indonesia dalam Achmad Junaedi, 2004:27).

The Principal of Art

mengemukakan ciri-ciri kerajinan sebagai berikut:

a. Kerajinan selalu melibatkan adanya perbedaan antara peralatan dan tujuan, istilah peralatan secara bebas melekat pada benda-benda yang digunakan untuk mencapai tujuan, misalnya alat-alat, mesin, dan bahan bakar. Istilah peralatan dalam konteks di atas tidak hanya tertuju pada bendanya, melainkan juga pada perbuatan-perbuatan yang ada hubungannya dengan alat-alat tersebut atau penggunaan alat-alat produksi, mesin-mesin, atau pembakaran bahan bakar, dengan kata lain melalui pengoperasian alat-alat tersebut. b. Kerajinan itu melibatkan suatu perbedaan antara perbedaan perencanaan dan

pelaksanaan manusia. Hasil yang diperoleh sudah dipikirkan sebelum perencanaan dan pelaksanaannya. Perajin tahu apa yang akan dibuat sebelum ia memulai apa yang dibuatnya, misalnya: karakter bahan yang digunakan sebagai bahan baku kerajinan, karakter bahan tersebut harus jelas, desain yang digunakan sebagai pedoman harus tegas dan jelas, baik dari bentuk maupun ukuran.

c. Alat dan tujuan dalam proses perencanaan berhubungan searah (sejalan), sedang dalam proses pelaksanaan berlainan arah. Dalam perencanaan, tujuan

(32)

lebih dulu ada dari pada alat. Tujuan harus dipikir terlebih dulu, setelah itu baru alat. Sedang dalam pelaksanaan, alat ada terlebih dahulu dan tujuan dicapai melalui alat-alat tersebut.

d. Ada perbedaan antara bahan dasar dengan produk jadi, kerajinan selalu dibuat dan bertujuan untuk mengubah bentuk itu menjadi bentuk lain, perubahan itu bermula dari bahan dasar dan berakhir pada produk jadi.

e. Ada perbedaan antara bentuk dan materi, materi adalah apa yang ada dalam bahan dasar dan pada produk jadi sama, dan bentuk adalah apa yang berbeda atau lain, bentuk dari kerajinan yang berubah. Untuk menguraikan bahan dasar itu sebagai sesuatu yang mentah bukanlah bermaksud utnuk mengatakan bahwa bahan itu belum lagi mempunyai bentuk seperti yang akan didapat nanti bila sudah menjadi produk jadi lewat tranformasi bentuk atau perubahan bentuk.

Buchori dalam Achmad Junaedi (2004:34) membagi kerajinan kedalam empat kategori, yakni:

a. Bermakna budaya, yaitu barang yang di buat sebagai simbol budaya.

b. Bermakna apa atau kepercayaan, yaitu barang-barang yang berbentuk totem, arca, topeng, perahu untuk upacara kelahiran, perkawinan dan persembahan, atau medium lain yang mempunyai nilai spiritual atau kualitas metafisis. c. Bermakna adat istiadat setempat, barang-barang terap yang dibuat

mempunyai nilai praktis yang bersifat universal, namun dapat dimodifikasi. d. Bermakna ekonomi yang mengarah pada industri, barang-barang yang dibuat

untuk dijual-belikan.

Dari beberapa pengertian di atas, loro blonyo sebagai souvenir merupakan hasil buatan tangan atau kegiatan yang berkaitan dengan barang yang dihasilkan melalui keterampilan tangan (kerajinan tangan).

2. Tinjauan tentang Souvenir

Seseorang yang melakukan kunjungan ke suatu tempat atau dalam rangkaian perjalanan pariwisata tentu menginginkan suatu kenangan berupa kejadian atau benda tertentu. Terkait dengan motivasi tersebut, keberadaan

(33)

cinderamata banyak menjadi buruan bagi wisatawan yang berkunjung.Souvenir adalah benda yang diperoleh di tempat kunjungan yang disimpan sebagai tanda kenang-kenangan mengenai seseorang, tempat, objek atau peristiwa yang dikunjunginya (Soekarsono, 1981:1). Kata souvenir dalam bahasa Inggris berarti tanda mata; oleh (John M.Echols dan Hasan Shadily, 1992:542). Kamus Bahasa Indonesia menjelask

diberikan sebagai kenang-kenangan (Peter Salim dan Yenny Salim, 1991:1530). Berdasarkan beberapa definisi mengenai souvenir diatas, disimpulkan bahwa souvenir merupakan benda yang dibawa oleh wisatawan dari daerah yang telah dikunjungi sebagai kenang-kenangan dari perjalanannya. Souvenir sebagai benda yang memiliki nilai kenang-kenangan haruslah memiliki kriteria-kriteria tertentu yang mampu memberikan kesan, minat, dan memberikan daya tarik untuk membelinya. Agung Indarto (2001:36) menuliskan tentang hasil penelitian Direktorat Jendral Industri Kecil yang didasarkan pada riset pasar yang dilakukan melalui Proyek Balai Pengembangan Industri Kecil pada tahun 1997 sebagai berikut:

Menurut kategori souvenir benda-benda yang banyak digemari oleh para pembeli (dalam dan luar negeri) adalah benda-benda hiasan yang berbentuk benda seni serta mempunyai motif tradisional. Benda-benda souvenir yang banyak disenangi oleh wisatawan asing adalah benda-benda yang proses pembuatannya melalui keterampilan tangan dan seni kerajinan tradisional dengan peralatan yang sederhana.

Pada intinya, souvenir merupakan benda yang berciri khas tradisional daerah tertentu dan merupakan hasil kerajinan tangan. Proses pembuatannya harus memperhatikan tehnik-tehnik penghalusan dalam penyelesaian akhirnya dan benda tersebut dibuat dengan kualitas bagus dan indah, dengan demikian wisatawan akan tertarik dan tetap membelinya sekaligus sebagai promosi kepariwisataan kita (Oka A. Yoeti, 1986:15).

Terkait dalam dunia pariwisata, barang-barang souvenir buatan Indonesia dapat disajikan kepada para wisatawan dalam kemasan yang menarik dan mengandung nilai-nilai seni budaya tinggi, asli, dan harganya tidak mahal (Nyoman S. Pendit,

(34)

1981:25). Souvenir pada umumnya yang sesuai dengan selera wisatawan adalah barang yang mudah dibawa dan memiliki harga murah.

Berdasar beberapa pengertian diatas, dapat dianalisis bahwa souvenir memiliki beberapa prinsip dalam penciptaannya yang digunakan sebagai acuan dalam menganalisis kerajinan loro blonyo sebagai suatu produk souvenir, yakni:

a. Memiliki ciri khas daerah tertentu, hal ini sangat penting karena souvenir tersebut menjadi kenangan dari tempat yang telah dikunjungi.

b. Merupakan hasil keterampilan tangan, sehingga keberadaan souvenir bisa menarik minta wisatawan untuk membelinya.

c. Memiliki bentuk benda seni, karena souvenir merupakan hasil dari kebudayaan daerah setempat yang tertuang kedalam suatu produk kerajinan, dalam hal ini kerajinan kayu.

d. Harga yang relatif terjangkau, diharapkan dengan harga yang relatif murah dapat dijangkau wisatawan dari semua kalangan yang berkunjung.

e. Mudah dibawa, wisatawan yang berkunjung tentu tidak semua menyediakan tempat yang luas, sehingga souvenir haruslah tidak memakan banyak tempat dan ringan bobotnya.

3. Tinjauan tentang Pariwisata

Di Indonesia, kata pariwisata pertama kali dikemukakan secara resmi oleh Prof.Priyono (Alm) pada Munas Pariwisata di Tretes, Jawa Timur pada tanggal 12 sampai dengan 14 Juni 1958 (Wardiyanto, 2011:3). Kata pariwisata kemudian disyahkan oleh Presiden Soekarno, dan sejak saat itu istilah tourisme sudah diganti dengan pariwisata. Hal ini juga berpengaruh pada digantinya Dewan Tourisme Indonesia menjadi Dewan Pariwisata Indonesia (DEPARI). Pada tahun

1960, Dewan Pariwisata Indonesia ditetapkan sebagai satu-satunya penanggung jawab dan menyelenggarakan segala jenis pariwisata (Wardiyanto, 2011:3).

Semua tentang pariwisata telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan yang menyatakan bahwa:

(35)

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

a. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata;

b. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata;

c. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut;

d. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata;

e. Usaha Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata, menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut; f. Objek dan Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran

wisata;

g. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kepariwisataan Pengertian mengenai pariwisata juga sangat identik dengan istilah travel dalam bahasa Inggris yang diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali dari satu tempat ke tempat lain. Pernyataan ini didukung oleh pengertian pariwisata berikut:

Pariwisata merupakan kegiatan bersenang-senang yang melibatkan banyak orang, ditandai dengan adanya perpindahan (mobilisasi) dari satu tempat yang merupakan tempat tinggalnya ke tempat lain yang bukan tempat tinggalnya, dimana perpindahan ini tidak bertujuan untuk menetap, mencari nafkah (Wardiyanto, 2011:4).

Berdasar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan dan didukung dengan berbagai pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pariwisata merupakan sebuah rangkaian perjalanan individu maupun kelompok dari satu tempat ke tempat lain dan bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata dalam rangkai pencapaian kebahagiaan sosial, budaya, alam, dan ilmu.

Dari beberapa pendapat di atas, kaitan antara loro blonyo sebagai souvenir dan pariwisata adalah souvenir loro blonyo merupakan objek dan daya tarik wisata kategori budaya.

(36)

4. Tinjauan tentang Prinsip Desain

designo (Italy) yang

berarti gambar (Jervis, 1984 dalam Agus Sachari, 2004:3). Kaitannya dengan konteks gambar, Webster Dictionary disebutkan bahwa desain merupakan sketsa gagasan yang memuat konsep bentuk yang akan dikerjakan (Agus Sachari, 2004:8). Bruce Archer (1976) dalam Agus Sachari (2004:6) menyatakan bahwa desain adalah salah satu bentuk kebutuhan badani dan rohani manusia yang dijabarkan melalui berbagai bidang pengalaman, keahlian, dan pengetahuannya yang mencerminkan perhatian pada apresiasi dan adaptasi terhadap sekelilingnya, terutama yang berhubungan dengan bentuk, komposisi, arti, nilai, dan berbagai tujuan benda buatan manusia.

Pendapat Archer tersebut didukung dengan pengertian desain yang tertulis dalam Encyclopedia Britanica (dalam Agus Sachari, 2004:8) yang dimana desain merupakan susunan garis atau bentuk yang menyempurnakan rencana kerja seni dengan memberikan penekanan khusus pada aspek proporsi, struktur, gerak, dan keindahan secara terpadu. Dalam mewujudkan desain tidak bisa terlepas dari empat unsur desain (Sachari, 2004:71), yakni unsur konsep, unsur rupa, unsur pertalian, dan unsur peranan. Lebih detail, Wucius Wong (1986:3) menjelaskan bahwa:

1. Unsur Konsep, meliputi titik, garis, bidang, dan gempal (volume) 2. Unsur Rupa, meliputi raut (bentuk), ukuran, warna, barik (tekstur) 3. Unsur Pertalian, meliputi arah, kedudukan, ruang, gaya berat 4. Unsur Peranan, meliputi imba (gaya), makna, tugas

Proses desain juga menuntut wawasan yang luas dalam berbagai ilmu dan menggunakan nalar dalam proses penciptaan desain dan harus peka terhadap lingkungan dan unsur-unsur rupa serta mampu mengolahnya berdasarkan prinsip desain (R.M. Soedarsono, 1992:186). Adapun prinsip dalam mengkomposisi desain adalah harmoni, kontras, unity, balance, balance, simplicity, aksentuasi, dan proporsi (Dharsono, 2004:113).

Dengan mengetahui prinsip desain diatas dapat digunakan dalam menganalisis loro blonyo sebagai souvenir berdasar prinsip desain.

(37)

a. Harmoni, merupakan perpaduan unsur-unsur yang berbeda dekat (selaras). b. Kontras, merupakan paduan unsur-unsur yang berbeda tajam.

c. Unity (kesatuan), merupakan kohesi, konsistensi, ketunggalan atau keutuhan, dan isi pokok dari komposisi sehingga menampilkan tanggapan secara utuh. d. Balance (keseimbangan), keadaan atau kesamaan antara kekuatan yang saling

berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual.

e. Simplicity (kesederhanaan), merupakan penyederhanaan yang selektif dan kecermatan pengelompokan unsur-unsur artistik.

f. Aksentuasi, merupakan titik berat untuk menarik perhatian (centre of interest).

g. Proporsi, merupakan skala yang mengacu antara bagian dengan keseluruhan.

5. Tinjauan tentang Patung Loro Blonyo

Patung loro blonyo pada dasarnya merupakan cerminan sepasang temanten Jawa yang mengenakan busana tradisi Jawa. Beberapa definisi loro blonyo dalam Slamet Subiyantoro (2011), antara lain:

a. Rajiman menyatakan Roro Blonyo adalah perwujudan sepasang pengantin yang diletakkan di depan ruang penganten, keduanya bersikap; perempuan duduk simpuh, dan laki-laki duduk bersila dengan pakaian penganten basahan (dalam Subiyantoro, 2011:17)

b. Edy Tri Sulistyo menyatakan patung loro blonyo terbuat dari tanah liat, kayu, logam, tembaga, atau kuningan dan dirias sperti pengantin putra dan pengantin putri, ditempatkan di depan pedaringan atau di depan petanen (krobongan), boneka pengantin putra di kanan dan boneka pengantin putri di sebelah kirinya (dalam Subiyantoro, 2011:27).

c. Agus Nur Setyawan mendefinisikan patung loro blonyo adalah sepasang patung pengantin Jawa dalam posisi duduk bersimpuh, yang mengenakan busana gaya basahan (dalam Subiyantoro, 2011:41).

d. Slamet Subiyantoro menuliskan bentuk patung loro blonyo merupakan pasangan patung laki-laki dan perempuan mengenakan busana adat Jawa gaya basahan (Subiyantoro, 2011:144).

Dari beberapa definisi dan penggambaran tentang patung loro blonyo diatas, disimpulkan bahwa patung loro blonyo adalah pasangan patung laki-laki dan perempuan yang terbuat dari kayu, tanah liat atau perunggu atau benda lain, dalam

(38)

posisi duduk bersimpuh, yang mengenakan busana gaya basahan dan ditempatkan di depan pedaringan atau di depan petanen (krobongan).

B. PENELITIAN RELEVAN

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dalam upaya penyusunan skripsi ini adalah:

Indarto, Agung. 2001. Kajian Desain Souvenir Golek Kayu Temanten Jawa di Sanggar Pelita Kasih, Sentolo, Kulon Progo, Yogyakarta. Surakarta: Sekolah Tinggi Seni Indonesia.

Desain souvenir berpedoman pada kriteria-kriteia souvenir yang keberadaannya berhubungan dengan kepariwisataan yang bersifat komersial. Benda-benda tradisional yang sebelumnya berfungsi sebagai benda budaya berubah fungsi sebagai souvenir karena adanya motivasi yang bersifat komersial dan berorientasi pada nilai ekonomis (2001: 27).

C. KERANGKA BERPIKIR

Potensi yang bisa digali dan dikembangkan untuk menjadi sentra industri salah satunya adalah kerajinan. Karena pada kerajinan tidak hanya sebagai benda pakai, namun keberadaannya juga telah dipergunakan sebagai benda kekenang atau souvenir. Bobung, sebagai salah satu sentra industri kerajinan loro blonyo sangat potensial untuk lebih dikembangkan. Produk kerajinan loro blonyo dari Bobung sudah banyak diterima masyarakat umum. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, antara lain faktor alam, sumber daya manusia, dan beberapa pelatihan yang berkaitan dengan kerajinan loro blonyo.

Produk kerajinan loro blonyo yang dihasilkan tidaklah monoton, hal ini tidak terlepas dari penerapan prinsip desain dan prinsip souvenir oleh para pengrajinnya. Produknya tidak hanya memperhatikan segi estetis saja, namun juga memperhatikan pertimbangan sebagai benda souvenir. Keberadaan loro blonyo sebagai souvenir akan memberi pengaruh pada segi sosial, budaya, dan ekonomi.

Kerangka pemikiran ini dibuat dengan maksud supaya lebih mudah penelitian dalam alur pemikiran yang didasarkan pada tema penerapan prinsip desain dan souvenir pada produk kerajinan patung loro blonyo di Bobung, Putat,

(39)

Patuk, Gunung Kidul. Adapun penggambaran dari kerangka berpikir ini sebagai berikut:

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di sentra industri kerajinan kayu di desa Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini karena daerah tersebut merupakan sentra kerajinan kayu, khususnya kerajinan patung loro blonyo yang sesuai dengan kajian yang penulis angkat.

Sedangkan untuk waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Juli 2012. Mulai dari proses pengajuan judul, penyusunan proposal, penelitian, penyusunan hasil laporan penelitian hingga menjadi bentuk skripsi. Namun apabila data-data yang diperlukan dirasa penulis belum mencukupi, tidak menutup kemungkinan pelaksanaan penelitian ini diperpanjang waktu penelitiannya hingga data-data terlengkapi.

B. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, karena dengan pendekatan kualitatif bisa mendapatkan data yang sesuai dengan fakta dan kenyataan terjadi di lapangan (natural setting) tanpa ada rekayasa. Untuk itu peneliti harus turun ke lapangan, mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha mendalami dan memahami dunia sekitarnya (Nasution. 1988:5). Jenis penelitian dalam penulisan ini menggunakan analisis isi, data yang terkumpul dalam penelitian kualitatif dikelompokkan berdasarkan pola, tema atau kategori yang kemudian dianalisis berdasar sudut pandang peneliti (Nasution, 1988:126). Kategori dalam penelitian ini adalah berdasarkan unsur rupa, prinsip desain, dan souvenir.

C. DATA DAN SUMBER DATA

Data yang dikumpulkan bersifat verbal dan non-verbal, dimana data verbal kaya akan informasi, sedang data non-verbal kaya akan konteks (Nasution,1988:69-70). Sumber data dari penelitian ini meliputi:

(41)

1. Nara Sumber (Informan)

Sumber data yang berupa manusia dikenal sebagai responden, dimana memiliki pengertian bahwa posisi responden sekedar memberikan respond atau tanggapan berdasar apa yang dilontarkan peneliti (Sutopo, 2002:57). Dalam hal ini, nara sumber yang dimaksud penulis adalah pengrajin atau masyarakat sekitar, pengurus Koperasi, pihak dari dinas terkait, dan orang yang ahli dalam bidang desain. Pengrajin yang dijadikan key informan adalah Bapak Sujiman (53 tahun) dan Bapak Tukiran (60 tahun) selaku perintis Bobung sebagai sentra kerajinan loro blonyo. Untuk memperkuat data yang diperoleh, penulis menambahkan beberapa informan, yakni Bapak Ismandi (38 tahun) selaku ketua Koperasi KOPRINKA, Bapak Kemiran (51 tahun) selaku Kepala Dusun Bobung, Bapak Suroso (35 tahun) selaku Ketua Badan Pengelola Desa Wisata (BPDW), dan beberapa pengrajin yang ada di Bobung.

2. Peristiwa dan Aktivitas

Dari pengamatan pada peristiwa atau aktivitas peneliti bisa mengetahui proses bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikannya sendiri (Sutopo, 2002:58). Dalam penelitian ini, peristiwa dan aktivitas yang dimaksud adalah peristiwa dan aktivitas pengrajin di lokasi penelitian, kegiatan koperasi dan dinas terkait lainnya.

3. Tempat atau Lokasi Penelitian

Informasi mengenai kondisi dari lokasi peristiwa atau aktivitas, bisa dilakukan dengan menggali sumber lokasi yang berupa tempat atau lingkungan (Sutopo, 2002:59). Tempat atau lokasi dalam penelitian ini adalah di sentra industri kerajinan loro blonyo di desa Bobung.

4. Dokumen dan Arsip

Dokumen dan arsip merupakan sebuah rekaman (tulisan atau gambar) yang terkait dengan suatu peristiwa atau aktivitas. Secara lebih khusus, arsip merupakan rekaman yang memiliki sifat lebih formal dan terencana yang dimiliki oleh organisasi (Sutopo, 2002:61). Dalam penelitian ini, sumber data

(42)

yang termasuk dalam dokumen dan arsip adalah foto sampel produk kerajinan loro blonyo sebagai souvenir, katalog, arsip koperasi dan arsip BPDW.

D. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

Teknik ini merupakan suatu bentuk khusus atau proses bagi pemusatan atau pemilihan yang mengarah pada seleksi. Dalam penelitian ini, teknik yang dipakai penulis dalam pengambilan sampel atau cuplikan adalah teknik purposive sampling. Hal ini atas dasar pertimbangan bahwa dalam purposive sampling

kecenderungan yang terjadi adalah peneliti memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan permasalahan secara mendalam (Sutopo, 2002:63-64). Dengan demikian diharapkan bahwa informan nantinya bisa memberikan informasi yang tepat sesuai dengan permasalahan yang diangkat.

Selain informan, penulis juga menggunakan teknik yang sama dalam menentukan sampel kerajinan loro blonyo yang akan dianalisis. Loro blonyo model basahan, kasatrian, dan keprabon adalah sampel produk yang diambil oleh penulis. Karena ketiga model inilah yang diproduksi oleh para pengrajin di Bobung. Sehingga dalam proses analisis penulis bisa memusatkan perhatian pada produk mana yang dijadikan sampel.

E. PENGUMPULAN DATA

Proses pengumpulan data merupakan proses yang sangat penting, karena terkait langsung dengan data yang nantinya akan diperoleh. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan empat cara, yakni:

1. Observasi

Observasi atau pengamatan yang dipakai adalah observasi berperan pasif, artinya peneliti mengenali perilaku dan kondisi lingkungan penelitian secara formal maupun non formal tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain sebagai pengamat pasif (Sutopo, 2002:57).

2. Wawancara

Teknik wawancara atau tanya jawab ditujukan untuk menggali informasi dari narasumber atau informan. Dalam wawancara terdapat dua jenis wawancara,

(43)

yakni wawancara terstruktur dan wawancara mendalam. Wawancara mendalam digunakan penulis dalam mengumpulkan data, karena dengan teknik ini mengarah pada kedalaman informasi guna mendapatkan data yang rinci, sejujurnya, dan mendalam (Sutopo, 2002:67).

3. Studi Pustaka

Pengumpulan data melalui studi pustaka berarti mengumpulkan data-data yang terkait dengan kajian penelitian yang terdapat pada media cetak maupun media elektronik berupa internet.

4. Analisis Dokumen dan Arsip

Dalam hal ini peneliti tidak hanya mencatat isi penting yang ada dalam dokumen atau arsip, tetapi juga memahami secara mendalam apa yang tertera didalamnya (Yin dalam Sutopo, 2002:78). Dokumen yang terkait dalam hal ini berupa foto sampel produk kerajinan loro blonyo sebagai souvenir, katalog, arsip koperasi dan arsip BPDW.

F. KEABSAHAN DATA

Validitas merupakan proses pembuktian bahwa apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam dunia kenyataan, dan apakah penjelasan yang diberikan tentang dunia memang sesuai dengan sebenarnya ada atau terjadi (Nasution,1988:105). Ditambahkan pula bahwa dalam penelitian kualitaitf terdapat dua macam validitas, yakni validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal menggambarkan konsep peneliti dengan konsep yang ada pada partisipan, sedang validitas eksternal memungkinkan perbandingan dengan hasil-hasil studi lain dan agar dapat diadakan perbandingan oleh peneliti lain.

Dalam menentukan validitas bisa dengan cara triangulasi data dan review informan.

1. Triangulasi

Patton (1984) menyatakan bahwa ada empat macam teknik triangulasi, yaitu triangulasi data (data triangulation), triangulasi peneliti (investigator triangulation), triangulasi metodologis (methodological triangulation), dan

(44)

triangulasi teori (theoretical triangulation). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik tirangulasi yang pertama, yakni triangulasi data. Teknik triangulasi data menurut istilah Patton ini juga sering disebut sebagai triangulasi sumber. Cara ini mengarahkan peneliti agar didalam pengumpulan data menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Data yang sama atau sejenis akan lebih mantab kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Atau bisa juga menggunakan satu jenis sumber data, namun beberapa informan atau sumber data yang digunakan harus berbeda (Sutopo, 2002:88-89).

atau

Bagan 3.1. Bagan Triangulasi Data (Sutopo, 2002:89)

2. Review Informan

Review Informan merupakan usaha dari pengembangan validitas data dalam penelitian kualitatif pada umumnya. Pada waktu peneliti dirasa sudah mendapatkan data yang cukup, lengkap dan berusaha menyusun sajian datanya walaupun masih belum utuh dan menyeluruh maka unit-unit laporan yang telah disusunnya perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya yang dipandang sebagai informan pokok (key informan). Namun

(45)

terkadang suatu pernyataan bisa tidak disetujui oleh informan karena berkaitan dengan jaminan rasa aman. Oleh sebab itu peneliti wajib memberikan jaminan rasa aman bagi informan (Sutopo, 2002:93-94).

G. ANALISIS DATA

Proses analisis merupakan proses mengolah data kualitatif sehingga dapat diambil kesimpulan yang valid. Dalam analisis terdapat tiga komponen penting yang meliputi reduksi data, display data, dan mengambil kesimpulan dan verifikasi. Menurut Nasution (1988:129-130), yang dimaksud dengan:

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis atau diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Laporan-laporan tersebut kemudian direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya.

2. Display Data

Agar dapat melihat gambaran keseluruhannya atau bagian-bagian tertentu dari penelitian itu, harus diusahakan membuat berbagai macam matriks, grafik, networks, dan chat.

3. Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi

Kesimpulan atau hipotesis sering timbul dalam pengumpulan data, namun kesimpulan tersebut masih kabur dan meragukan. Oleh sebab itu kesimpulan senantiasa harus diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi dapat dilakukan dengan mencari data baru, atau juga dengan lebih mendalam dalam penelitian sehingga bisa mencapai persetujuan bersama.

Untuk model analisis yang digunakan adalah model analisis interaktif. Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak diantara tiga komponen analisis selama proses kegiatan pengumpulan data berlangsung (Sutopo, 2002:107). Supaya mempermudah dalam pemahaman tentang model analisis interaktif, berikut ilustrasi model analisis interaktif:

(46)

Bagan 3.2. Bagan Model Analisis Interaktif (Sutopo, 2002:108)

Reduksi data dan sajian data harus disusun pada waktu peneliti sudah mendapatkan unit data dari sejumlah unit yang diperlukan dalam penelitian. Data yang berupa catatan lapangan disusun menjadi rumusan pengertian dari peneliti yang berupa pokok-pokok temuan (reduksi data). Kemudian diikuti sajian data yang berupa cerita yang sistematis dan logis. Pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, peneliti melakukan proses untuk menarik simpulan dan verifikasi. Namun apabila simpulan dirasa masih kurang mantap dikarenakan kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajian data, maka peneliti wajib kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung simpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data (Sutopo, 2002:108).

H. PROSEDUR PENELITIAN

Prosedur penelitian adalah tahap-tahap atau langkah-langkah yang harus ditempuh seorang peneliti agar penelitian yang akan dilakukannya berjalan dengan sistematis, sehingga dapat mencapai tujuan. Sedangkan prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap pra lapangan

Pengumpulan Data

Reduksi Data Sajian Data

Penarikan Simpulan (Verifikasi)

(47)

a. Menyusun proposal penelitian. b. Mengurus perijinan.

c. Mengadakan pra survey.

d. Memilih dan memanfaatkan informasi yang bersifat informal. e. Menyiapakan perlengkapan penelitian.

2. Tahap observasi lapangan

a. Memahami latar belakang penelitian dan persiapan diri.

b. Mendapatkan data selengkap mungkin, dengan terlibat langsung dalam kancah.

3. Tahap analisis data.

a. Memantapkan analisis awal pada data-data yang sudah masuk.

b. Melaksanakan analisis pada kasus tunggal sesuai dengan teknik analisisnya sehingga diperoleh simpulan dan saran-saran.

c. Menyusun simpulan akhir sebagai hasil penelitian dan saran-saran keseluruhan dari proses pengumpulan data dan analisis.

4. Tahap penyusunan laporan.

a. Mengatur data serta memeriksa kembali kelengkapannya. b. Menulis laporan lengkap.

c. Memeriksa kesatuan laporan. d. Memperbanyak laporan.

(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. SEJARAH PERKEMBANGAN KERAJINAN SOUVENIR LORO BLONYO DI BOBUNG

1. Deskripsi Lokasi Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul

Bobung merupakan Dusun yang secara administratif terletak di Desa Putat, Kecamatan Patuk. Wilayah Dusun ini memiliki luas 78.100 Ha, dengan tata guna lahan sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian, perkebunan, ladang, dan pekarangan. Dusun Bobung terletak sekitar 7 Km dari Kecamatan Patuk, atau 12 Km dari kota Wonosari. Topografi lahan di Dusun Bobung ini didominasi oleh perbukitan yang memiliki kemiringan agak curam, dengan jenis tanahnya adalah tanah merah dan berpasir sehingga tanah tersebut memiliki tingkat daya serap tanah yang baik (tidak mudah erosi). Di sebelah Barat Dusun terdapat anak sungai yang berasal dari sungai Blumbungan dengan kondisi debit air yang relatif minim. Lahan disekitar sungai banyak dimanfaatkan untuk areal pertanian sawah maupun palawija.

(49)

Gambar 4.1. Peta Kecamatan Patuk

(Sumber: Penyusunan Site Plan Desa Wisata Bobung, 2008)

Gambar 4.2 Peta Dusun Bobung

(Sumber: Penyusunan Site Plan Desa Wisata Bobung, 2008)

(50)

Secara administratif, Dusun Bobung memiliki batas untuk sebelah Barat berbatasan dengan desa Blumbungan, sebelah Utara berbatasan dengan dusun Batur, kecamatan Patuk, sebelah Timur berbatasan dengan desa Nglegi, kecamatan Nglegi, dan sebelah Selatan berbatasan dengan desa Bunder, kecamatan Bunder. Sedangkan untuk batas alam Dusun Bobung sebelah Barat dibatasi oleh sungai Blumbungan, sebelah Utara dibatasi oleh sungai Nglegi, sebelah Timur juga dibatasi sungai Nglegi, dan sebelah Selatan dibatasi oleh sungai Bunder.

Kondisi sarana dan prasarana yang ada di Dusun Bobung masih relatif minim, seperti yang dijabarkan berikut ini:

a. Jalan

Aksesbilitas yang yang ada memiliki klasifikasi jalan lokal dengan kelas jalan IIIc. Hampir semua jalan yang ada di Dusun Bobung sudah beraspal, namun beberapa kondisinya masih memprihatinkan. Seluruh permukiman Bobung sudah mendapatkan akses ke jalan ini, sehingga aktivitas sosial-ekonomi masyarakat relatif tidak mengalami kendala. Akses jalan menuju dusun Bobung bisa ditempuh melalui ruas jalan Sambipitu-Nglipar yang memiliki panjang 10.79 Km dengan kondisi jalan baik. Akses lain juga bisa ditempuh melalui ruas Wonosari-Nglipar yang memiliki panjang 10.00 Km dengan kondisi jalan sedang.

b. Transportasi

Jalur trayek angkutan umum belum dapat menjangkau permukiman penduduk yang berada di Dusun Bobung, hal ini dikarenakan belum cukup tingginya intensitas penumpang yang melalui Dusun Bobung. Namun pemerintah Kabupaten Gunung Kidul telah menetapkan jalur trayek yang melalui kawasan Sambipitu.

c. Listrik

Dusun Bobung sudah mendapatkan jaringan listrik yang tersebar keseluruh permukiman warga. Selain dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga sehari-hari juga digunakan dalam pengerjakan industri kerajinan kayu.

(51)

d. Telekomunikasi

Saluran telekomunikasi masih menggunakan telepon selular, mengingat jaringan telekomunikasi kabel masih belum menjangkau Dusun Bobung. Sedangkan apabila ada gangguan atau bahaya seketika masyarakat menggunakan kenthongan atau pengeras suara.

e. Air Bersih

Kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat Bobung selama ini dipenuhi dari sumber air tanah yang ada disekitar permukiman. Jaringan instalasi air dari PDAM belum dapat menjangkau kawasan ini dikarenakan area Dusun Bobung yang mempunyai kemiringan lahan yang lumayan curam.

2. Sejarah Loro Blonyo diproduksi Sebagai Souvenir

Desa Bobung memang sudah identik dengan kerajinan kayunya, terutama kerajinan topeng dan patung loro blonyo. Dari hasil penelitian, menurut Pak Tukiran (60 thn) kerajinan kayu di desa Bobung mulai terkenal sejak tahun 1973. Sedangkan untuk loro blonyo mulai diproduksi massal sebagai souvenir sejak tahun 1985. Loro blonyo diproduksi sebagai souvenir adalah semakin tertariknya wisatawan yang

berkunjung ke Keraton Jogja terhadap patung loro blonyo yang dipajang di museum keraton. Berhubung patung tersebut tidak boleh dibeli, maka Romo Asmo memiliki inisiatif untuk menciptakan loro blonyo yang dibuat sebagai souvenir. Pada tahun 1985 Romo Asmo kemudian memilih Pak Tukiran untuk membuat loro blonyo sebagai souvenir dan mengajarkan cara untuk membuatnya. Hingga sekarang desa Bobung terkenal tidak hanya kerajinan topeng saja, namun juga kerajinan loro blonyo.

Berkaitan dengan posisi loro blonyo sebagai souvenir, ada berbagai respon yang menanggapi hal tersebut. Respon positif dan kurang mendukung muncul dikarenakan sudut pandang yang berbeda. Loro blonyo pada dasarnya merupakan cerminan sepasang temanten Jawa yang mengenakan busana tradisi Jawa. Beberapa definisi loro blonyo dalam Slamet Subiyantoro (2011:17, 27, 41, 144), antara lain:

(52)

e. Rajiman menyatakan Roro Blonyo adalah perwujudan sepasang pengantin yang diletakkan di depan ruang penganten, keduanya bersikap; perempuan duduk simpuh, dan laki-laki duduk bersila dengan pakaian penganten basahan (dalam Subiyantoro, 2011:17)

f. Edy Tri Sulistyo menyatakan patung loro blonyo terbuat dari tanah liat, kayu, logam, tembaga, atau kuningan dan dirias sperti pengantin putra dan pengantin putri, ditempatkan di depan pedaringan atau di depan petanen (krobongan), boneka pengantin putra di kanan dan boneka pengantin putri di sebelah kirinya (dalam Subiyantoro, 2011:27).

g. Agus Nur Setyawan mendefinisikan patung loro blonyo adalah sepasang patung pengantin Jawa dalam posisi duduk bersimpuh, yang mengenakan busana gaya basahan (dalam Subiyantoro, 2011:41).

h. Slamet subiyantoro menuliskan bentuk patung loro blonyo merupakan pasangan patung laki-laki dan perempuan mengenakan busana adat Jawa gaya basahan (Subiyantoro, 2011:144).

Dari beberapa definisi dan penggambaran tentang loro blonyo diatas, disimpulkan bahwa loro blonyo adalah pasangan patung laki-laki dan perempuan yang terbuat dari kayu, tanah liat atau perunggu atau benda lain, dalam posisi duduk bersimpuh, yang mengenakan busana gaya basahan dan ditempatkan di depan pedaringan atau di depan petanen (krobongan).

Persepsi loro blonyo sebagai souvenir menurut beberapa tokoh masyarakat mendapat respon yang sedikit beragam. Dari pihak yang tidak sepaham dengan posisinya sebagai souvenir beranggapan bahwa loro blonyo seharusnya sesuai pakem, mulai dari bahan, teknik penecatan, dan motif batik (Pak Kemiran, 51 tahun). Namun dengan adanya dorongan kebutuhan ekonomi dan semakin banyaknya pesanan loro blonyo, maka eksistensi loro blonyo sebagai souvenir tetap terjaga walaupun makna

sebenarnya dari loro blonyo mulai kurang dipahami oleh kaum awam. Menurut Kepala Dusun Bobung ini, loro blonyo memiliki makna yang sangat dalam pada kehidupan berumah tangga. Dua insan menjadi satu dan untuk selamanya, merupakan nilai dapat ditampilkan oleh loro blonyo. Di pihak lain, salah satu perintis kerajinan kayu di desa Bobung, Pak Sujiman berpendapat bahwa dengan adanya loro blonyo sebagai souvenir akan menambah penghasilan, baik untuk pengrajin dan untuk pemerintah desa. Tidak hanya menambah penghasilan pengrajin, dengan adanya

(53)

industri ini mampu menciptakan sentra industri kerajinan kayu dan mendukung terwujudnya desa wisata kerajinan kayu Bobung.

Perkembangan selanjutnya, pada pola kehidupan yang materialistis ini anggapan terhadap keberadaan loro blonyo sering diposisikan sebagai barang hiasan interior. Maka melalui souvenir, loro blonyo diharapkan mampu menjadi pengingat akan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Makna loro blonyo menurut salah satu pengrajin di Dusun Bobung, Pak Slamet Riyadi (43 tahun) adalah simbol sepasang suami-istri yang tidak dapat dipisahkan. Pada posisi loro blonyo sebagai souvenir, memiliki fungsi sebagai pengingat sepasang suami-istri akan pentingnya kesatuan dalam manjalin rumah tangga. Seperti yang dikemukakan Endraswara dalam Subiyantoro (2009:214), sepasang patung tersebut pada hakekatnya satu (manunggal, bulat, utuh) simbol keutuhan dan kemanunggalan pria dan wanita, walau keduanya beda setelah dilulur dengan warna sama maka mereka menyatu. Untuk perlakuan loro blonyo sebagai fungsi pengingat juga tidak ada perbedaan, dipajang di kamar

atau tempat berkumpulnya keluarga. Dan dengan semakin majunya jaman, pemaknaan terhadap loro blonyo juga mengalami perkembangan. Loro blonyo yang secara tradisi ditempatkan di senthong tengah dan disakralkan, berkembang menjadi hiasan ruangan yang menambah nilai estetik.

Menurut pengrajin lainnya, loro blonyo sebagai souvenir sangat mendukung kelangsungan usaha mereka. Order semakin meningkat karena tidak hanya sebatas topeng,tapi juga loro blonyo ahun). Loro blonyo sendiri

Motif dan desain semua tergantung pesanan. Menurut Pak Sujiman, dalam order ada tiga macam desain, yakni desain buyer, desain pengrajin, dan desain paduan. Prospek loro blonyo sebagai souvenir sudah mampu menembus pasar ekspor luar negeri.

Jepang, Kanada, Amerika, Arab, Cina, dan Timur Tengah merupakan beberapa negara tujuan ekspor loro blonyo. Untuk negara-negara Timur karakteristik yang diminati lebih mengarah dari segi bahan, yakni kayu utuh. Sedang untuk

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 4.1. Peta Kecamatan Patuk
Gambar 4.3. Contoh Desain Loro Blonyo Model Basahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ma’arif NU Mayong merupakan lembaga yang menaungi beberapa lembaga salah satunya adalah Madrasah diniyah, dimana LP Ma’arif sebagai pengurus yang mengurus jalannya ujian

Lima ratus tiga puluh senbilan juta enam puluh enam ribu L\piah. Memenuhi

Kalimat tidak efektif yang digunakan meliputi hal-hal sebagai berikut, (1) bentuk kalimat tidak utuh, terdiri kalimat tidak memiliki subjek, predikat, dan objek

Kabupaten Merauke, dengafl tenbusan kepada PPK/Pergguna Anggaran Dinas Kehutanan dar Perkebunan Kabupaten Merauke dan Inspektoraf Kabupaten Merauke. Demikian pengumuman

[r]

Dalam kriteria kesesuaian lahan tanaman kopi arabika, rata-rata nilai kapasitas tukar kation (KTK) pada ketiga bagian lahan tersebut termasuk dalam kelas S2 atau

Sebanyak 59% responden menyatakan setuju pada pertanyaan perusahaan memberikan kompensasi sesuai dengan pekerjaan yang saya lakukan, hal tersebut menunjukan bahwa

Kalau Zartman (1997), menjelaskan bahwa salah satu model manajemen konflik adalah berupa tindakan submerging, yaitu adanya inisiatif pemerintah untuk mengatasi masalah