• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSI DI SEKOLAH DASAR NEGERI KLEGO 1 KABUPATEN BOYOLALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSI DI SEKOLAH DASAR NEGERI KLEGO 1 KABUPATEN BOYOLALI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSI

DI SEKOLAH DASAR NEGERI KLEGO 1

KABUPATEN BOYOLALI

TESIS

Oleh

ISTININGSIH

N I M : Q.100030097

Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan Konsentrasi : Manajemen Sistem Pendidikan

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2005

(2)

ii

MOTO

Ing Ngarsa Sung Tuladha Ing Madya Mangun Karsa Tutwuri Handayani

(3)

iii

ABSTRAK

ISTININGSIH: Manajemen Pendidikan Inklusi Sekolah Dasar Negeri Klego 1

Kabupaten Boyolali.. Tesis. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2005.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang manajemen rekrutmen/identifikasi anak, manajemen kurikulum pada pendidikan inklusi, manajemen sumber dana, manajemen pengadaan dan pembinaan tenaga kependidikan, manajemen pengelolaan sarana prasarana, manajemen kegiatan belajar mengajar /perangkat KBM, manajemen pemberdayaan masyarakat pada pendidikan inklusi.

Permasalahan pokok yang dianalisis dalam penelitian ini adalah manajemen pendididkan inklusi. Penelitian ini dfokuskan pada persiapan dan pelaksanaan pendidikan inklusi. Sumber informasi diperoleh dari kepala sekolah, para guru, siswa, serta masyarakat orang tua siswa dan pihak terkait lainnya. Data diperoleh dengan teknik hubungan lapangan, observasi partisipatif, interpretative dengan metode kualitatif.

Hasil analisis deskriptif, interpretative menyimpulkan bahwa dilihat dari manajemen pendidikan inklusi di Sekolah Dasar Negeri Klego 1 Boyolali cukup bagus. Tujuan yang ingin dicapai cukup idial, hal itu tercermin dalam manajemen rekrutmen/identifikasi anak yang dilakukan oleh para guru dan para pembimbing khusus bagi anak yang membutuhkan pelayanan khusus telah memperolih hasil yang cukup bagus, manajemen kurikulum yang memadukan kurikulum reguler yang disesuaiakan dengan mempertimbangkan kondisi anak yang memerlukan pelayanan khusus, manajemen sumber dana yang mecakup APBN, subsidi propinsi, subsidi kabupaten dan subsidi khusus pendidikan inklusi, manajemen pengadaan dan pembinaan tenaga kependidikan yang terdiri dari guru kelas biasa/reguler dan guru pembimbing khusus bagi anak yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus yang tetap mengutamakan pembinaan profesi dan pembinaan karir, manajemen pengelolaan sarana prasarana yang mencakup sarana umum dan sarana khusus bagi anak yang memerlukan pelayanan khusus, manajemen kegiatan belajar mengajar /perangkat KBM yang mencakup pembelajaran umum seperti halnya sekolah reguler yang dipadukan pembelajaran khusus bagi anak yang memerlukan pelayan pendidikan khusus, serta manajemen pemberdayaan masyarakat yang dilakukn secara optimal sehingga diperoleh sinergi kerjasama yang baik antara pihak sekolah dengan masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian ini di sarankan kepada Sekolah Dasar Negeri Klego 1 Boyolali lebih meningkatkan manajemen pelaksanaan pendidikan inklusi agar diperolih hasil yang optimal. dan penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi atau sebagai acuan awal bagi peneliti selanjutnya.

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan khadirat Allah SWT Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan petunjuk dan rahmatNya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini.

Dalam kesempatan ini saya juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membrikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tesis sebagai syarat untuk kelulusan studi. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Dr. Yetty Sarjono, M.Si dan Drs. Sutama, M.Pd sebagai pembimbing saya dalam menyusun dan menyelesaikan tesis saya ini.

2. Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Direktur Program Pasca Sarjana beserta staf atas segala perhatian dan kebijakan dalam membantu untuk menyelesaiakan studi.

3. Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Boyolali beserta staf yang lainnya yang telah membantu saya dalam memberikan ijin untuk mengadakan penelitian di SD Negeri Klego 1.

4. Kepala Sekolah Dasar Negeri klego 1 beserta staf guru dan karyawan yang telah memberikan informasi dan fasilitasnya sehingga terlaksananya penelitian.

5. Teman-teman mahasiswa program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta atas kerja samanya selama proses studi berlangsung.

6. Suami tercinta yang telah banyak memberikan dorongan moral, material sehingga dapat terselesaikannya studi ini.

Akhinya, saya menyadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan sebagai akibat keterbatasan waktu, wawasan dan kemampuan saya.

Oleh karena itu, saran dan kritik dari para pembaca sangat saya harapkan demi perbaikan tesis ini.

Surakarta, Nopember 2005 Penulis

(5)

v

DAFTAR ISI HALAMAN JUDU ……….. i

NOTA PEMBIMBING ……… ii

LEMBAR PERSETUJUAN ………. iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ………... iv

MOTTO ……… vi

ABSTRAK ……… vii

KATA PENGANTAR ……….. viii

DAFTAR ISI ………. ix

DAFTAR TABEL ………. xi

DAFTAR GAMBAR ……… xii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Rumusan Masalah ……….. 17

C. Tujuan Penelitian ……… 18

D. Kegunaan Penelitian ………... 18

BAB II KAJIAN TEORI A. Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus ……… 26

B. Kurikulum Pendidikan inklusi ………. 40

C. Sumber Dana ………... 65

D. Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Kependidikan ……….. 67

E. Pengadaan dan Pengelolaan Sarana Prasarana ……… 69

F. Kegiatan Belajar Mengajar ………. 96

G. Pemberdayaan Masyarakat ………. 132

H. Kerangka Pikir ………. 162

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ………. 163

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ……… 164

C. Sumber Data ……… 164

D. Teknik Pengumpulan Data ……….. 165

E. Teknik Pengambilan Sampel ………... 165

F. Validitas Data ……….. 166

G. Teknik Analisa Data ……… 167

H. Prosedur Kegiatan Penelitian ………... 169 BAB IV DISKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

(6)

vi

A. Profil Tempat Pendidikan Inklusi ……….. 173

B. Diskripsi Hasil Penelitian ……….. 178

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ……… 214 B. Implikasi ………. 224 C. Saran-saran ………. 227 DAFTAR PUSTAKA ……… 230 LAMPIRAN-LAMPIRAN ……… 233 DAFTAR TABEL

(7)

vii

Tabel 1 Paradikma Pendidikan ……… 128 Tabel 2 Waktu dan Tempat Aktifitas Penelitian 163

(8)

viii

Gambar 1 Manajemen Pendidikan Inklusi ………. 43

Gambar 2 Model Kerangka Pikir ……… 162

Gambar 3 Model Analisis Interaktif …….……….. 169

Gambar 4 Prosedur Kegiatan Penelitian ………. 172

Ganbar 5 Struktur Pola Pembinaan Alternatif 1 ……… 200

Gambar 6 Struktur Pola Pembinaan Alternatif 2……… 201

Gambar 7 Struktur Organisasi Sekolah ………... 202

(9)

ix

Lampiran 1 Kisi-kisi persiapan penyusunan unstrumen ……….. 233

Lampiran 2 Instrumen Penelitian ……….. 235

Lampiran 3 Rangkuman data hasil wawancara ………. 261

Lampiran 4 Alat Identufikasi ………. 278

Lampiran 5 Format data anak berkelaina ……….. 285

Lampiran 6 Ruang lingkup analisis kemampuan membaca ……. 286

Lampiran 7 Ruang lingkup analisis kemampuan menulis ……… 287

Lampiran 8 Ruang lingkup analisis kemampuan berhitung ……. 288

Lampiran 9 Sembilan adaptasi dalam pembelajaran inklusi ……. 289

Lampiran 10 Format petemuan kasus ………. 292

Lampiran 11 Format kemajuan belajar siswa ……….. 293

Lampiran 12 Laporan prestasi mata pelajaran ………. 295

Lampiran 13 Kegiatan pembelajaran pembiasaan ……… 297

Lampiran 14 Format Laporan Penilaian ……… 299

(10)

1

BAB I PENDAHULUN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 diamanatkan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Dengan demikian berarti anak-anak yang dengan kebutuhan khusus seperti, tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras dan anak-anak berkesulitan belajar juga memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan.

Pengakuan atas hak pendidikan bagi setiap warga negara, juga diperkuat dalam berbagai deklarasi internasional. Pada tahun 1948, Deklarasi Hak Asasi Manusia mengeluarkan pernyataan bahwa pendidikan adalah hak asasi manusia yang paling dasar (basic human right). Deklarasi tersebut diperkuat lagi dalam

Convention on The Rights of The Child yang diselenggarakan oleh PBB (1989)

dan telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Selanjutnya dalam The World

Convention on Education for All di Jamtien, Thailand (1990), yang kemudian

dikenal dengan The Jamtio Declaration, antara lain juga ditegaskan perlunya memperluas akses pendidikan kepada semua anak, remaja, dan dewasa, juga memberikan kesempatan yang sama kepada anak-anak perempuan. Deklarasi jamtien ini diperkuat lagi dalam The Salamanca Statement and Framework for

(11)

2

agar pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bersifat inklusif, sehingga system pendidikan yang memisahkan individu dan komunitasnya merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

Kecenderungan dunia dalam memberikan perhatian terhadap hak-hak anak khususnya di bidang pendidikan terus bergulir. Dalam The World Education Forum (2000) di Dakar, ditegaskan kembali perlunya memberikan perhatian terhadap anak berkebutuhan khusus melalui pendidikan inklusi, yaitu pendidikan yang melayani semua anak temasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus. Dalam kenyataannya sebagian dari anak berkebutuhan pendidikan khusus dan anak berkesulitan belajar belum sepenuhnya mendapat perhatian secara maksimal. Orang tua dan masyarakat belum dapat berbuat banyak, karena semua proses pendidikan ditumpukan kepada guru dan jajaran pendidikan saja.

Seyogyanya, agar semua anak berkebutuhan pendidikan khusus dapat ditampung di SLB. Salah satu penyebab masih terbatasnya jumlah SLB adalah biaya operasional yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah biasa/reguler. Selain itu SLB yang ada biasanya berlokasi di ibu kota propinsi, kabupaten/kota, padahal anak berkebutuhan pendidikan khusus tersebar di daerah yang sulit dijangkau.

Kesulitan belajar (Learning Disability), terdiri dari kesulitan belajar umum seperti lamban belajar (Slow Learner), dan kesulitan belajar khusus yaitu kesulitan belajar pada bidang pelajaran tertentu saja misalnya kesulitan membaca (Disleksia), kesulitan berhitung (Diskalkulia) dan kesulitan menulis (Disgrafia). Anak-anak ini, seperti anak-anak yang memerlukan layanan khusus, merupakan

(12)

3

bagian dari mereka yang berkebutuhan pendidikan khusus yang joke mendapat layanan pendidikan yang tepat akan dapat dikembangkan potensinya secara optimal.

Sebagian dari anak yang memerlukan layanan khusus itu mungkin sekali selama ini belajar di sekolah biasa/reguler. Namun karena tidak ada pelayanan pendidikan khusus di sekolah reguler, maka anak-anak ini mempunyai potensi besar untuk mengulang kelas dan akhirnya putus sekolah.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, perlu dikembangkan manajemen pendidikan terpadu (inklusi) yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pendidikan bagi anak yang memerlukan layanan khusus. Selama ini pendidikan terpadu baru diselenggarakan untuk anak berkebutuhan pendidikan khusus, namun belum dilakukan sebagaimana yang diharapkan. Agar pengembangan pendidikan terpadu dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif dan tetap mengutamakan peningkatan mutu pendidikan, maka diperlukan suatu manajemen sekolah terpadu (inklusi0 yang baik.

Upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah perlu didukung kemampuan manajerial Kepala Sekolah. Kepala Sekolah hendaknya berupaya untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal.

Manajemen sekolah akan efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang professional untuk mengoperasikan sekolah, kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa, kemampuan dan

(13)

4

task commitment (tanggung jawab terhadap tugas) tenaga kependidikan yang

handal, sarana prasarana yang memadai untuk mendudkung kegiatan belajar mengajar, dana yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Apabila salah satu hal di atas tidak sesuai dengan yang diharaokan dan/atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah kurang optimal. Manajemen sekolah, memberikan kewenangan penuh kepada kepala sekolah untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi komponen-komponen pendidikan suatu sekolah yang meliputi input siswa, tenaga kependidikan, sarana prasarana,dana,manajemen, lingkungan, dan kegiatan belajar-mengajar (Depdiknas 2003: 1-2).

Dalam Undan-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang - Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang mengalami kelainan dalam penglihatan, pendengaran, proses mental, memfungsikan sebagian anggota badan, tingkah laku anak yang mengalami tingkat kesulitan belajar berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pendidikan. berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan.

(14)

5

Digulirkannya reformsi dan kebersaman era globalissi kehidupan penuh persaingan, maka diperlukan suatu upaya untuk meningktkan mutu pendidikan khususnya dibidang program pendidikan dasar di Indonesia, sehingga dapat memunculkan adanya fenomena baru di bidang pendidikan dasar , yaitu munculnya pelaksanaan pendidikan tingkat dasr dengan nama Sekolah Dasar Inklusi.

Landasan filosofis utama manajemen pendidikan inklusi di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika Depdiknas, 2003: 9, dalam Mulyono Abdulrahman, 2003). Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebinekaan manusia, baik kebinekaan vertical maupun horizontal, yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di bumi. Kebinekaan vertical ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan ffinansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian diri, dan sebagainya. Sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, budaya, bahasa, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi politik, dan sebagainya. Karena berbagai keberagaman namun dengan kesamaan misi yang diemban di bumi ini, misi, menjadi kewajiban untuk membangun kebersamaan dan interaksi dilandasi dengan saling membutuhkan.

Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan) dan berkebakatan hanyalah satu bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa, budaya, atau agama. Di dalam individu berkelainan pastilah dapat ditemukan keunggulan-keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam individu

(15)

6

berbakat pastilah terdapat juga kecacatan tertentu, karena tidak ada mahluk di bumi ini yang diciptakan sempurna. Kecacatan dan keunggulan tidak memisahkan peserta didik satu dengan lainnya, seperti halnya perbedaan suku, bahasa, budaya, atau agama. Hal ini harus diwujudkan dalam system pendidikan. System pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap silih asah, silih asih, dan silih asuh dengan semangat toleransi seperti halnya yang dijumpai atau dicita-citakan dalam kehidupan sehari-hari.

Landasan yuridis internasional manajemen pendidikan inklusi adalah; Deklarasi Salamca (UNESCO, 1994) oleh para mentri pendidikan sedunia. Deklarasi ini sebenarnya penegasan kembali atas Deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan berbagai deklarasi lanjutan yang berujung pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari system pendidikan yang ada. Deklarasi Salamca menekankan bahwa selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupunperbedaan yang mungkin ada pada mereka. Sebagai bagian dari umat manusia yang mempunyai tata pergaulan internasional Indonesia tidak dapat begitu saja mengabaikan deklarasi UNESCO tersebut di atas.

Di Indonesia, manajemen pendidikan inklusi dijamin oleh: (1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31, (2) Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991, tentang Sistem Pendidikan Nasional, (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 32, tentang Sistem

(16)

7

Pendidikan Nasional, yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik berkelainan atau memiliki kecerdasan luar biasa siselenggarakan secara inklusif atau berupa sekolah khusus,dan (4) Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 002/u/1986 pasal 1 ayat 1 bahwa, pendidikan terpadu adalah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak cacat yang diselenggarakan bersama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan, (5) Surat Edaran Dirjen Nomor 380/C.C6/MN/2003 perihal Pendidikan Inklusi. Kebetulan SD Negeri klego 1 Boyolali dijadikan Sekolah Dasar Inklusi yang telah ditunjuk dari Diknas Kabupaten Boyolali dengan Kep. Mendikbud No. 002/U/1986 Pendidikan Sekolah Terpadu SE Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380 C. CS/MN/2003 uantuk melaksanakan program pendidikan inklusi.

Landasan pedagogis manajemen pendidikan inklusi adalah pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab. Jadi melalui pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustakhil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya

(17)

8

di sekolah-sekolah khusus. Betapapun kecilnya mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebaya (Depdiknas, 2003: 12).

Landasan empiris penelitian tentang manajemen inklusi telah banyak dilakukan di negara-negara barat sejak 1980-an, namun penelitian yang berskala besar di pelopori oleh the National Academy of Sciences (Amerika serikat). Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar pendidian khusus secara segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identiikasi yang tepat ( Depdiknas, 2003: 12, dalam Heller, Holtzman & Messick, 1982). Beberapa pakar bahkan mengemukakan bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan anak berkelainan secara tepat, karena karakteristik mereka yang sangat heterogen (Baker, Wang, dan Walberg, 1994/1995).

Beberapa peneliti kemudian melakukan metaanalisis yang dijelaskan dalam (Depdiknas, 2003: 12 ) dilakukan oleh Calberg dan Kavale (1980) terhadap 50 buah penelitian, Wang dan Baker (1985/1086) terhadap 11 buah penelitian, dan Baker (1994) terhadap 13 buah penelitian menunjukkan bahwa pendidikan inklusi berdampak positif, baik terhadap perkembangan akademik maupun social anak berkelainan dan teman sebayanya.

Selama ini, pendidikan bagi anak berkelainan disediakan dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Berkelainan (SLB), Sekolah Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Inklusi (terpadu). SLB, sebagai lembaga pendidikan tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama, sehingga

(18)

9

ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda. Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis anak berkelainan, sehingga didalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan/atau tuna ganda.

Seperti halnya di Indonesia, di negara asalnyapun penyelenggaraan pendidikan inklusi masih kontroversi (Depdiknas, 2003: 13, dalam Sunardi, 1997).

Para pendukung konsep pendidikan inklusi mengajukan argumen antara lain; (1) belum banyak bukti empiris yang mendukung asumsi bahwa layanan pendidikan khusus yang diberikan di luar kelas reguler menunjukkan hasil yang lebih positif bagi anak, (2) biaya sekolah khusus relatif mahal dari pada sekolah umum, (3) sekolah khusus mengharuskan penggunaan label berkelainan yang dapat berakibat negatif pada anak, (4) banyak anak berkelainan yang tidak mampu memperoleh pendidikan karena tidak tersedia sekolah khusus yang dekat, (5) anak berkelainan harus dibiasakan tinggal dalam masyarakat bersama masyarakat lainnya.

Sedangkan para pakar yang mempertahankan berbagai alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkelaianan berargumen; (1) peratuaran perundangan yang berlaku mensyaratkan bahwa bagi anak berkelainan disediakan layanan pendidikan yang bersifat kontinum, (2) hasil penelitian tetap mendukung gagasan perlunya berbagai alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkelaianan, (3) tidak semua orang tua menghendaki anaknya yang berkelainan berada di kelas reguler bersama teman-teman seusianya yang normal, (4) pada

(19)

10

umumnya sekolah reguler belum siap menyelenggarakan pendidikan inklusi karena keterbatasan sumber daya pendidikannya.

Sedangkan para pakar yang beraliran moderat (Depdiknas, 2003: 14, dalam Vaughn, Bos, dan Schumm , 2000), mengemukakan bahwa dalam praktik, istilah inklusi sebaiknya dipakai bergantian dengan istilah mainstreaming, yang secara teori diartikan sebagai penyediaan layanan pendidikan yang layak bagi anak berkelainan sesuai dengan kebutuhan individualnya. Penempatan anak berkelaianan harus dipilih yang paling bebas diantara delapan alternatif di atas, berdasarkan potensi dan jenis/tingkat kelainannya. Penempatan ini juga bersifat sementara, bukan permanen, dalam arti bahwa siswa berkelainan dimungkinkan secara luwes pindah dari satu alternatif ke alternatif lainnya, dengan asumsi bahwa intensi kebutuhan khususnya berubah-ubah. Filosofinya adalah inklusi, tetapi dalam praktiknya menyediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Model ini juga sering disebut inklusi moderat.

Namun yang menjadi pokok persoslan adalah ingin mensukseskan program wajib belajar pendidikan dasar dengan meningkatkan layanan pendidikan pada anak berkelainan baik secara kwantitas maupun kualitas.

Pendidikan pada dasarnya merupakan pengembangan sumberdaya manusia, meskipun bukan merupakan satu-satunya cara. Pendidikan dalam pengertian sekolah merupakan satu alternatif dalam pengembangan kemampuan dan potensi mnusia. Melalui pendidikan kita akan menghasilkan manusia Indonesia yang berkualitas, manusia yang akan memahami hak dan kewajiban, manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi

(20)

11

pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, cerdas, kreatif, trampil, berdisiplin dan bertanggungjawab, serta sehat jasmani dan rohani, mempunyai semangat kebangsaan dan kesetiakawanan social dan berorientasi pada masa depan.

Program wajib belajar yang telah lama di canangkan pemerintah, perlu disambut dengan meningkatkan layanan pendidikan pada anak-anak berkelainan baik secara kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan estimasi jumlah anak berkelainan sekitar 3% dari populasi anak usia sekolah. Hasil sensus pada tahun 2001 menggambarkan baru sekitar 3,70% (33.850 anak) dari mereka yang terlayani di lembaga persekolahan baik di sekolah reguler maupun sekolah luar biasa (sekolah Khusus). Perlu diketahui bahwa angka tersebut belum termasuk mereka yang tergolong autis, berbakat, dan kesulitan belajar, (Depdiknas, 2003: 1).

Kenyataan ini menandakan bahwa masih banyak anak-anak berkelainan yang berada di persada bumi pertiwi ini yang belum memperoleh haknya mendapatkan pendidikan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh antara lain kondisi social ekonomi orang tua yang kurang menunjang, jarak antara rumah dan sekolah luar biasa cukup jauh, dan sekolah reguler tidak mau menerima anak-anak berkelainan belajar bersama-sama dengan anak-anak normal.

Selama ini , pendidikan bagi anak yang berkelainan diselenggarakan di Sekolah Luar biasa (SLB). Sementara itu, lokasi SLB pada umumnya berada di ibukota kabupaten. Akibatnya sebagian anak-anak berkelainan, karena factor ekonomi terpaksa tidak disekolahkan oleh orang tuanya karena lokasi SLB jauh dari rumahmya, sedangkan SD terdekat tidak bersedia menerima karena merasa

(21)

12

tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain selama ini diterima di SD terdekat, namun karena ketiadaan pelayanan khusus bagi mereka, akibatnya mereka berpotensi tinggal di kelas yang pada akhirnya putus sekolah. Akibat lebih jauh, program wajib belajar akan sulit tercapai.

Dalam rangka menanggulangi hal-hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu terobosan berupa pemberian kesempatan dan peluang kepada anak-anak berkelainan untuk mperolih pendidikan di sekolah umum bersama-sama dengan anak normal di sekolah dasar terdekat sesuai dengan kebutuhannya. Pola pendidikan seperti ini disebut pendidikan inklusi.

Sedangkan di lingkungan SDN Klego1 Boyolali juga terdapat berbagai macam kemampuan belajar siswa. Ada siswa yang cepat belajarnya, ada yang sedang belajarnya dan adapula siswa yang lamban belajarnya. Dalam hal ini, siswa yang lamban belajarnya, bisa juga disebabkan oleh salah stu kondisi siswa yang berkelainan yang dalam hal tertentu berbeda dengan anak lain pada umumnya. Salah satu upaya membantu mengatasi masalah tersebut, perlu diadakan pendidikan terpadu yang berorientasi pada masalah kesulitan belajar siswa diklasifikasi menurut tingkat kesulitannya.

Tujuan diadakan Pendidikan Inklusi di SDN Klego 1 Boyolali adalah untuk mengatasi kesulitan belajar siswa yang berkelainan, dapat belajar bersama anak lain atau normal sepanjang hari dikelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama demikian pula anak yang berbakat.

Secara khusus bagi peneliti bahwa dengan keberadaan sekolah dasar inklusi tersebut menjadi hal yang menarik untuk dicermati serta diungkap

(22)

13

kepermukaan untuk dijelaskan sebagaiman pembahasan pada latarbelakang di atas. Karena sebagian dari sekolah dasar inklusi tersebut rata-rata masih termasuk baru berdiri dan belum pernah meluluskan siswa. Sehingga hal ini mendorong penulis untuk mengangkat masalah ini sesuai dengan focus kajian yang penulis tetapkan.

Berdasarkan pada penjelasan di atas penulis memilih dan menetapkan Manajemen Pendidikan Inklusi yang berada di SD Negeri Klegon 1 Boyolali sebagai sampel penelitian, sebagai obyek kajian dengan focus atau perspektif pemikiran konsepsinya. Oleh karena itu pendidikan inklusi yang berada di SD Negeri Klego 1 Boyolali adalah merupakan wujud pengembangan sekolah inklusi.

(23)

14

A. Rumusan Masalah

Berlatar belakang pada masalah dasar dan makro seperti tersebut diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana manajemen rekrutmen /identifikasi anak pada Pendidikan Inklusi? 2. Bagaimana manajemen kurikulum pada Pendidikan Inklusi ?

3. Bagaimana manajemen sumber dana pada Pendidikan Inklusi ?

4. Bagaimana manajemen pengadaan dan pembinaan tenaga kependidikan pada Pendidikan Inklusi ?

5. Bagaimana manajemen pengadaan dan pengelolaan sarana-prasarana pada Pendidikan Inklusi ?

6. Bagaiman manajemen kegiatan belajar mengajar/perangkat KBM pada Pendidikan Inklusi ?

7. Bagaimana manajemen pemberdayaan masyarakat pada Pendidikan Inklusi ?

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahuai: 1. Manajemen rekrutmen/identifikasi anak pada pendidikan inklusi 2. Manajemen kurikulum pada Pendidikan Inklusi

3. Manajemen sumber dana pada Pendidikan Inklusi

4. Manajemen pengadaan dan pembinaan tenaga kependidikan pada Pendidikan Inklusi

(24)

15

6. Manajemen kegiatan belajar mengajar /perangkat KBM pada Pendidikan Inklusi

7. Manajemen pemberdayaan Masyarakat pada pendidikan inklusi

B. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian dapat dibedakan menjadi kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara praktis bagi penyusun dan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Boyolali.

1. Kegunaan secara teoritis

Sebagai referensi ilmiah untuk memperoleh manfaat dan pengembangan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan dan menerapkan untuk kasus nyata yang terjadi di lapangan. Manajemen pada umumnya, khususnya mengenai manajemen pendidikan inklusi.

2. Kegunaan secara praktis

Bagi penyusun, untuk memperoleh inspirasi, persepsi dan kreatifitas dalam menggali dan mengekspresikan pengetahuan melalui penulisan ilmiah, memberi dorongan dan motivasi untuk belajar lebih banyak serta mendapatkan pengalaman yang intensif berkaitan dengan sumber daya manusia. Disamping itu untuk memberikan masukan kepada:

1). Depdiknas dalam rangka pembinaan Kepala Sekolah berkaitan dengan penerapan manajemen pendidikan inklusi.

(25)

16

2). Memberikan masukan pada Sekolah Dasar yang berada di lingkungan Sekolah Dasar Negeri Klego 1 yang memiliki siswa berkelainan bisa diikutkan pada pendidikan inklusi yang berada di Sekolah Dasar Negeri Klego 1 Boyolali.

3). Peneliti lain, sebagai acuan untuk mengadakan penelitian yang berkaitan dengan penerapan manajemen pendidikan inklusi

Referensi

Dokumen terkait

Upaya atau strategi seperti apa yang dapat dilakukan untuk menarik dan memelihara minat peserta pelatihan agar tetap mampu memusatkan perhatian terhadap

Maka, penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis kertas saring manakah yang baik digunakan sebagai bahan pembuatan kertas indikator pH dari ekstrak daun bayam

Warna merah juga sering dihubungkan dengan energi, sehingga kita dapat memakai warna ini untuk mempromosikan minuman berenergi, permainan, mobil, hal-hal yang berhubungan

Penetapan spek oleh tim teknis tang terkait dengan pihak ketiga (administrasi dan teknis) Penyusunan dokumen kontrak Tersusunya dokumen kontrak dengan pihak ketiga

Hasil pengujian didasarkan pada hasil uji dengan menggunakan Crosstabs (tabel silang) serta melihat hasil uji Pearson Chi- Square yang dibandingkan dengan nilai

Mengingat kemampuan kerampilan para pengkrajin mebel kayu yang sudah cukup banyak menguasai teknologi melamine, maka permasalahan lebih difokuskan pada

menunjukkan, bahwa rataan denyut nadi domba yang diberi ransum K1 memiliki hasil pengukuran yang lebih tinggi dari K2, serta pemberian pakan dua kali memiliki pengukuran denyut

Penelitian ini berhasil membuktikan adanya pengaruh antara kepercayaan diri dan motivasi berprestasi secara bersama- sama terhadap prestasi belajar, yang berarti