• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbandingan Load Balancing Berbasis Algoritma Never Queue dan Destination Hashing pada IPv6

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Perbandingan Load Balancing Berbasis Algoritma Never Queue dan Destination Hashing pada IPv6"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Brawijaya

10468

Analisis Perbandingan Load Balancing Berbasis Algoritma Never Queue

dan Destination Hashing pada IPv6

Mohamad Deltaviyahya1, Primantara Hari Trisnawan2

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1deltaviyahya@gmail.com, 2prima@ub.ac.id

Abstrak

Penggunaan IPv4 dalam pengalamatan menjadi permasalahan terhadap pertumbuhan internet yang terus berkembang, sehingga IPv4 perlu menyediakan alamat yang lebih banyak lagi. IPv6 dirancang untuk mengatasi kelemahan IPv4. Penelitian ini untuk mengetahui kinerja load balancing berbasis algoritma Never Queue dan Destination Hashing pada IPv6. Kinerja website yang baik mempunyai manajemen server yang disebut load balancing. Load balancing merupakan sebuah sistem untuk menangani beban besar yang tidak bisa dilakukan oleh server tunggal. Algoritma pada load balancing umumnya menggunakan Round Roubin dan Least Connection. Penelitian ini menggunakan algoritma Never Queue (NQ) dan Destination Hashing (DH). Algoritma NQ memiliki kelebihan mempunyai algoritma pendukung. Jika antrian request tidak terselesaikan, maka menggunakan algoritma Shortest Expected Delay untuk menghitung delay koneksi yang paling sedikit. Algoritma DH memiliki kelebihan, terdapat tabel hash yang berisi alamat tujuan server beserta layanannya. Parameter yang digunakan adalah Time per Request, dengan tujuan akan mengetahui layanan website dari waktu yang dibutuhkan untuk melakukan request hingga response. Hasilnya, dilihat dari hasil Time per Request yang diberikan pada setiap jumlah client yang berbeda dapat disimpulkan bahwa algoritma Never Queue dengan 2 dan 3 server memberikan hasil Time per Request yang lebih baik di semua jumlah client.

Kata kunci: IPv6, load balancing, Linux Virtual Server, Never Queue, Destination Hashing, Time per request

Abstract

The use of IPv4 in addressing is a consideration of the continued growth of the internet, so IPv4 needs to provide even more addresses. IPv6 is designed to overcome the weaknesses of IPv4. This research is to find out the performance of load balancing based on Never Queue and Destination Hashing algorithm on IPv6. The performance of a website that has a management server is called load balancing. Load balancing is a system for loading large loads that cannot be carried out by a single server. Algorithms in load balancing generally use Round Roubin and Least Connection. This study uses the Never Queue (NQ) and Destination Hashing (DH) algorithm. NQ algorithm has the advantage of having a supporting algorithm. If the queue request is not resolved, then use the algorithm. Recent Delays to calculate the fewest connection delays. DH algorithm has advantages, contains a hash table that contains the destination address of the server along with its services. The parameter used is Time per Request, with the aim of obtaining website services from the time needed to make the request to the response. Seen from the results Time per Request given to each different number of clients can be deduced from the algorithm Never Queued with 2 and 3 servers giving a better Time per Request result in all of clients. Keywords: IPv6, load balancing, Linux Virtual Server, Never Queue, Destination Hashing, Time per Request

1. PENDAHULUAN

Dalam kurun waktu terakhir ini, pembagian alamat Internet Protocol (IP) dalam IPv4 memiliki keterbatasan jumlah host untuk dapat terhubung kedalam sebuah jaringan. Dari permasalahan tersebut, maka diciptakanlah

pembagian alamat IP dengan menggunakan IPv6. Dengan internet protokol generasi berikutnya yaitu IPv6, sekarang saatnya untuk berpikir tentang bagaimana aplikasi dapat bermigrasi ke IPv6 (Sven Friedrich, 2006).

Penggunaan IPv4 dalam pengalamatan menjadi permasalahan terhadap pertumbuhan internet yang terus berkembang, sehingga perlu

(2)

menyediakan alamat yang lebih banyak lagi. IPv6 dirancang untuk mengatasi kelemahan IPv4. Kinerja website yang baik mempunyai manajemen server yang disebut load balancing. Load balancing merupakan sebuah sistem untuk menangani beban besar yang tidak bisa dilakukan oleh server tunggal.

Penggunaan pengalamatan IP salah satunya dalam sebuah sistem Load Balancing. Load Balancing merupakan sebuah sistem yang diharapkan dapat menangani beban lonjakan yang besar dalam hal permintaan dengan kemungkinan gagal yang sangat kecil. Salah satu jenis load balancing yaitu menggunakan Linux Virtual Server (LVS). Pada Linux Virtual Server (LVS) dapat diterapkan beberapa konsep untuk sebuah sistem load balancing. Penelitian yang dilakukan oleh Raga Yustisa tahun 2015 menganalisis algoritma Never Queue dengan diimplementasikan pada web Load Balancing via LVS-Direct Routing (LVS-DR) (Yustisa, 2015). Penelitian tersebut membutuhkan pengalamatan IP public pada real server sehingga mempengaruhi fleksibilitas pengalamatan pada IPv4. Salah satu metode untuk mengatasi ketersediaan pengalamatan pada IPv4 dengan cara menggunakan Network Address Translation (NAT).

Algoritma penjadwalan yang secara umum digunakan dalam load balancing adalah Round Robin dan Least Connection. Penelitian yang dilakukan oleh Yogi Kurniawan tahun 2013 menganalisis algoritma Round Robin, Weight Round Robin, Least Connection, dan Weight Least Connection dengan diimplementasikan pada web Load Balancing via LVS-NAT (Kurniawan, 2013). Penelitian tersebut diimplementasikan dengan pembagian beban yang hanya mengacu pada tetapan beban server dan tidak mengacu pada waktu respon. Sehingga ketika server sedang melayani request yang tinggi yang mengakibatkan load sumber daya server tersebut menjadi tinggi, balancer akan tetap mengarahkan pada server tersebut. Hal ini akan beresiko server down ketika melayani client dengan traffic yang tinggi (Yustisa, 2015). Jenis algoritma penjawalan lain yang ada dalam sistem load balancing yaitu Never Queue (NQ) dan Destination Hashing (DH). Algoritma NQ mempunyai alur kerja di mana jika ada server yang bersetatus menganggur, maka request akan diarahkan ke server tersebut. Kelebihan algoritma NQ adalah algorima ini memanfaatkan algoritma lainnya yaitu Short Expected Delay (SED) dengan mekanisme akan mecarikan

server yang memiliki estimasi delay terpendek. Algoritma DH memiliki tabel hash yang berisi alamat tujuan dari masing-masing server beserta layanannya. Algoritma DH berjalan ketika server akan diset untuk menyimpan cache data request sebelumnya, sehingga jika ada request lagi dengan destination yang sama, maka akan diarahkan ke server tersebut (Sahadewa, 2016). Algoritma Never Queue (NQ) dan Destination Hashing (DH) diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang dijelaskan.

Tujuan penelitian ini dengan menggunakan algoritma Never Queue dan Destination Hashing diimplementasikan pada sistem load balancing dengan pengalamatan IPv6 kinerja yang dihasilkan lebih baik, sama, atau cenderung menurun dari pada generasi sebelumnya (IPv4

)

. Penelitian ini akan membandingkan implementasi Load Balancing algoritma Never Queue dan Destination Hashing dengan konfigurasi pada IPv6. Parameter dalam penelitian ini adalah Time per Request. Time per Request merupakan waktu yang dibutuhkan server melayani request dari client. Client akan mengetahui kinerjas sebuah layanan website dari waktu yang dibutuhkan untuk membuka sebuah website.

2. LANDASAN PUSTAKA

2.1. Linux Virtual Server

Linux virtual server (LVS) adalah alternatif utama opensource yang menyediakan solusi untuk menciptakan sistem load balancing. LVS merupakan server sangat terukur dan sangat tersedia yang dibangun diatas sistem cluster dari real server, dengan load banacer yang berjalan pada sistem operasi Linux (Wensong, FAQ, 2005). Maksud dari real server adalah mesin komputer yang benar-benar melayani request yang ada. Real server dapat dihubungkan menggunakan LAN maupun WAN yang berkecepatan tinggi. Dan mesin yang menjadi ujung tombak cluster server adalah direktor, yaitu berupa single server yang menghubungkan real server dengan client dari luar sistem cluster. 2.2. Ipvsadm

IP Virtual Server Administration (ipvsadm) digunakan dalam melakukan pembagian kerja pada director. Director dapat menambahkan layanan-layanan apa saja yang dapat diberikan, memilih algoritma penjadwalan yang

(3)

digunakan, dan meneruskan request kepada real server yang sedang aktif (Wensong, 2006). 2.3. IPv6

Generasi terbaru dari internet protokol setelah IPv4 yaitu IPv6. Konsep awal dari pembaruan ini sama, tetapi ditambahkan beberapa itur baru untuk menunjang servis yang baik. Fitur baru tersebut antara lain (Goralski, 2017) :

1. Peningkatan ukuran alamat IP dari 4 byte (32 bit) menjadi 16 byte (128 bit).

2. Peningkatan ukuran header IP dari 20 byte (160 bit) ke 40 byte (320 bit).

3. Penyediaan dukungan aliran antara router dan host untuk multimedia interaktif. Pada IPv6 ini, konfigurasi yang dilakukan secara otomatis tidak lagi harus tergantung pada Dynamic Host Configuration Protocol (DHCP) server. Dalam hal ini IPv6 mempunyai keunggulan yaitu stateless autoconfiguration yang tidak lagi membutuhkan DHCP server.

Tidak ada alamat broadcast sama sekali di IPv6, bahkan broadcast langsung. Dalam IPv6, alamat multicast melayani tujuan yang sama seperti broadcast di IPv4. Perbedaan antara IPv6 anycast dan multicast adalah bahwa paket yang dikirim ke alamat IPv6 anycast dikirim ke salah satu dari beberapa antarmuka, sementara paket yang dikirim ke alamat IPv6 multicast dikirim ke semua banyak antarmuka dalam satu grup.

2.4. ApacheBench(AB)

ApacheBench (AB) merupakan sebuah perangkat lunak dari Apache yang ditujukan untuk mengukur kinerja dari sebuah web server. Perangkat ini awalnya didesain untuk benchmarking Apache HTTP Server, dengan pengembangan sampai versi sekarang, tools ini bisa digunakan untuk benchmarking selain Apache HTTP Server.

Parameter pengujian adalah Time per Request. Parameter tersebut didapatkan dengan ApacheBench. Didalam ApacheBench sendiri meliputi : Server Software, Server Hostname, Server Port, Document Path, Document Length, Concurrency Level, Time Taken for Tests, Complete Requests, Failed Requests. Total Transferred, HTML, Transferred, Request per Second, Time per Request, dan Transfer rate

Dari beberapa section ini parameter penguijian, parameter didapatkan dari Time per Request.

2.5. Algoritma Penjadwalan

Destination Hashing (DH), merupakan algoritma penjadwalan yang statis dengan meneruskan request dari client ke satu real server tertentu sesuai dengan layanan apa yang diminta oleh client tersebut. Terdapat tabel hash yang berisi alamat tujuan dari masing-masing server beserta layananya. Algoritma DH berjalan ketika server akan diset untuk menyimpan cache data menyebabkan setiap request dari pengguna yang masuk melewati server tersebut (Sahadewa, 2016).

Gambar 1. Alur kerja algoritma Destination Hashing (DH)

Never Queue (NQ), merupakan algoritma penjadwalan yang akan meneruskan koneksi yang datang dari client ke server yang sedang berstatus idle (menganggur). Namun jika tidak ada server yang sedang idle, maka algoritma Never Queue akan menghitung harapan delay koneksi terpendek dengan menggunakan algoritma Shortest Expected Delay (SED). (Yustia, 2015).

(4)

Gambar 2. Alur kerja algoritam Never Queue (NQ)

3. METODOLOGI

Penelitian ini melakukan analisis kebutuhan dan perangkat yang digunakan, dimana melakukan observasi tentang apa saja

kebutuhan-kebutuhan yang akan

diimplemenasikan. desain komunikasi sistem dengan client dan real server atau topologi. Pada topologi terdapat dua topologi yang berbeda, yaitu pada topologi pertama akan terdapat dua real server dan tiga real server. Pengujian dilakukan dengan skenario-skenario yang akan dilakukan. Pengambilan data hasil uji didapatkan dari client degan tools ApacheBench dengan parameter Time per Request.

Gambar 3. Desain sistem

Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk memeriksa kinerja antar komponen sistem yang diimplementasikan menurut desain sistem pada Gambar 3. Disisi client menggunakan ApacheBench dengan mengirimkan request dan menganalasis berdasarkan parameter yaitu Time per Request.

Tabel 1. Pengalamatan IP address

Alamat Keterangan 2001:2::1/64 Virtual IP 2001:1::1/64 IP director 2001:1::2/64 Server 1 2001:1::3/64 Server 2 2001:1::4/64 Server 3 2001:2::6/64 Host

Gambar 4. Contoh pengalamatan pada director

Pada Gambar 4 menunjukkan contoh config pengalamatan IP yang dilakukan pada director. Pengalamatan IP pada director dilakukan pada interface enp0s8 dan VIP dimana enp0s8 memiliki alamat IPv6 2001:1::1/64 dan VIP memiliki alamat IPv6 2001:2::1/64.

Gambar 5. Alur pengujian

Alur pengujian yang dilakukan dengan konfigurasi ipvsadm pada director atau balancer dengan algoritma pertama Never Queue. Selanjutnya request dari client akan diteruskan ke real server. Pengujian dilanjutkan dengan mengganti algoritma Destination Hashing pada director.

(5)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian menggunakan

ApacheBench yang dimana akan mengirimakan request sebanyak skenario yang diujikan.

Gambar 6. Load Balancing 2 server dengan algoritma Never Queue dan Destination Hashing

Pada load balancing 2 server ditunjukkan pada Gambar 6 pergerakan grafik dimulai dari pada 100 jumlah client dengan waktu nilai Time per Request sebesar 1,29 ms pada algoritma Never Queue dan 1,51 ms pada algoritma Destination Hashing, pada 100 jumlah client ini Time per Request yang diberikan lebih cepat algoritma Never Queue. Waktu nilai Time per Request pada 1000 jumlah client mengalami peningkatan sebesar 1,80 ms pada algoritma Never Queue dan 4,36 ms pada algoritma Destination Hashing. Dilihat dari hasil Time per Request yang diberikan pada setiap jumlah client yang berbeda dapat disimpulkan bahwa penggunaan algoritma Never Queue memberikan hasil Time per Request yang lebih baik.

Pada algoritma Never Queue pengiriman request ke server yang dilakukan oleh balancer atau director dengan membagi ke 2 server seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6 dimana jumlah request ke masing-masing server 1 dan 2 hampir sama. Dengan kata lain, pembagian request yang dilakukan oleh director rata ke semua server. Pada algoritma Destination Hashing pembagian request dilakukan berdasarkan tujuan dan layanan yang diminta. Pada penelitian ini semua request meminta layanan http atau port 80, begitupun dengan server yang dikonfigurasikan, hanya melayani http atau port 80. Sehingga ketika request pertama meminta layanan http , maka request tersebut akan diarahkan ke salah satu server saja serperti yang ditunjukkan pada Gambar 7

request diarahkan ke server 1.

Gambar 7. Pembagian request 2 server dengan algoritma Never Queue dan Destination Hashing

Gambar 8. Laod Balancing 3 server dengan algoritma Never Queue dan Destination Hashing

Pada load balancing 3 server ditunjukkan pada Gambar 8 pergerakan grafik dimulai dari pada 100 jumlah client dengan waktu nilai Time per Request sebesar 1,46 ms pada algoritma Never Queue dan 1,49 ms pada algoritma Destination Hashing, pada 100 jumlah client ini Time per Request yang diberikan lebih cepat algoritma Never Queue. Waktu nilai Time per Request pada 1000 jumlah client mengalami peningkatan sebesar 1,27 ms pada algoritma Never Queue dan 4,88 ms pada algoritma Destination Hashing. Dilihat dari hasil Time per Request yang diberikan pada setiap jumlah client yang berbeda dapat disimpulkan bahwa penggunaan algoritma Never Queue memberikan hasil Time per Request yang lebih baik.

Pada algoritma Never Queue pengiriman request ke server yang dilakukan oleh balancer atau director dengan membagi ke 3 server seperti yang ditunjukan pada Gambar 8 dimana jumlah request ke masing-masing server 1, 2, dan 3 hampir sama. Dengan kata lain, pembagian request yang dilakukan oleh director rata ke semua server. Pada algoritma Destination

(6)

Hashing pembagian request dilakukan berdasarkan tujuan dan layanan yang diminta. Pada penelitian ini semua request meminta layanan http atau port 80, begitupun dengan server yang dikonfigurasikan, hanya melayani http atau port 80. Sehingga ketika request pertama meminta layanan http, maka request tersebut akan diarahkan ke salah satu server saja pada Gambar 9 request diarahkan ke server 1.

Gambar 9. Pembagian request 2 server dengan algoritma Never Queue dan Destination Hashing

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan maka dapat disimpilkan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :

• Algoritma Never Queue dan Destination Hashing dengan konfigurasi pada IPv6 dapat diimplementasikan sesuai dengan perancangan yang dilakukan.

• Mengukur kinerja Load Balancing pada konfigurasi IPv6 dengan alogoritma Never Queue dan Destination Hashing dimulai dengan melakukan perancangan dengan membuat skenario-skenario dari mengujikan 100,200,300,400,500, dan 1000 client yang digunakan untuk melakukan pengujian. Skenario-skenario tersebut telah diujikan dan mendapatkan data hasil uji.

• Hasil pengujian dari kinerja Load Balancing dengan algoritma Never Queue dan Destination Hashing pada konfigurasi IPv6 dilihat dari hasil Time per Request yang diberikan pada setiap jumlah client yang berbeda dapat disimpulkan bahwa algoritma Never Queue dengan 2 dan 3 server memberikan hasil Time per Request yang lebih baik di semua jumlah client.

6. DAFTAR PUSTAKA

Aan Restu, F. F. (2017). Studi Performa Migrasi IPv4 ke IPv6 Pada Metode Tunneling. 2. Almeida, R. &. (2017). A Characterization of Load Balancing on the IPv6 Internet. PAM, (pp. 242-254).

Apache Software Foundation. (2019). ab - Apache HTTP server benchmarking tool. Retrieved desember 15, 2019, from https://httpd.apache.org/docs/2.4/progra ms/ab.html

Arita. (2018). Meningkatkan Performa Website – Mengaktifkan Keep-Alive. Retrieved Desember 15, 2019, from https://www.hostinger.co.id/tutorial/me

ningkatkan-performa-website-mengaktifkan-keep-alive/

Goralski, W. (2017). Chapter 5: IPv4 and IPv6 Addressing. In W. Goralski (Ed.), The Illustrated Network (Second Edition) (pp. 139-173).

Hinden, R., & Deering, S. (1998). RFC 2373: ip version 6 addresing architecture. IETF, July.

Issac, A. A. (2014). Analysis of IPv6 Transition. International Journal of Computer Networks & Communications (IJCNC), 6.

Jasim, Z. (2018). IPv6 Essentials.

Kurniawan, Y. (2013). Analisis Kinerja Algoritma Load Balancer dan Implementasi pada Layanan Web. Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer.

Nakayama, T. &. (2003). https://www.researchgate.net. Retrieved from https://www.researchgate.net/publicatio n/221427917_A_WWW_server_bench mark_system_in_IPv6_environment Postel, J. (1981). Address mappings.

Postel, J. (1981). RFC 791: Internet protocol. Rekhter, Y. a. (1996). RFC 1918: Address

allocation for private internets.

S. Deering, R. H. (1998). RFC 2460: Internet protocol, version 6 (IPv6) spesification. Internet Enginering Task Force, 9. Saboori, E. a. (2010). A New Scheduling

(7)

Balancing. 2010 2nd International Conference on Industrial and Information Systems, IIS 2010, (pp. 417 - 420).

Sahadewa, Y. D. (2016). Analisis Unjuk Kerja Algoritma Penjadwalan Load Ballancer Pada Linux Virtual Server. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Sembiring, H. R. (2009). Internet Protocol version 4 (IPv4) Fundamentals. Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Katolik.

Setyawan, R. A. (2014). Analisis Implementasi Load Balancing dengan Metode Source Hash Scheduling pada Protocol SSL. EECCIS.

Supriadi, E. (2019). Installasi Linux ubuntu server 16.04. Retrieved Desember 15,

2019, from

https://www.academia.edu/33290900/In stallasi_Linux_ubuntu_server_16.04 Sven Friedrich, S. K. (2006). Loaded: Server

Load Balancing for IPv6. Potsdam, Germany.

Wensong. (2005). FAQ. Retrieved Desember 15,

2019, from

http://kb.linuxvirtualserver.org/wiki/FA Q

Wensong. (2006). Ipvsadm. Retrieved Desember

15, 2019, from

http://kb.linuxvirtualserver.org/wiki/Ipv sadm

Yustisa, R. (2015). Analisa Performansi Web Load Balancing via LVS-DR dengan Algoritma Penjadwalan Never Queue (NQ). Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 6, 28.

Gambar

Gambar 1. Alur kerja algoritma Destination Hashing  (DH)
Gambar 3. Desain sistem
Gambar 6. Load Balancing 2 server dengan  algoritma Never Queue dan Destination Hashing
Gambar 9. Pembagian request 2 server dengan  algoritma Never Queue dan Destination Hashing

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan pendidikan multikultural di Inggris berorientasi pada untuk mengembangkan pola pikir anak, untuk mengembangkan nilai-nilai moral berbasis toleransi, untuk memahami

Kota Saumlaki merupakan satu pusat pertumbuhan Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan memiliki aktivitas perekonomian yang intensif di sekitar wilayah pesisir, namun

[r]

Tindak pidana mutilasi yang menjadi bahan kajian dalam skripsi ini adalah mengenai putusan pengadilan negeri depok nomor register perkara 224/Pid.B/2009/PN.Depok dengan terdakwa

Berdasarkan catatan-catatan hasil pelaksanaan program dan kegiatan di atas, serta kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pengembangan Industri dan perdagangan

Berdasarkan Tabel Hasil Analisis Regresi Linier didapatkan nilai koefisien determinasi ( R-square ) sebesar 0,167 yang berarti model dapat menjelaskan variasi tingkat

Dari grafk 3 diatas dapat kita lihat papan komposit setelah dilakukan perendaman bahwa semakin besar fraksi volume serat yang digunakan maka berat jenis papan

 Dari tiga variasi konsentrasi yang dipakai dalam penelitian ini, semakin banyak konsentrasi NaCl yang digunakan maka semakin optimal kemampuan elektrokimianya,