• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 O'?? STUD1 PENGATURAN HASIL -

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 O'?? STUD1 PENGATURAN HASIL -"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

WDT'

1

O'??

STUD1 PENGATURAN HASIL

PADA KELAS PERUSAHAAN JATI

(

Tectonn grandis L.f

)

-

DI KPH CIANJUR P E R M PERHUTANI UNIT 111

/

JAWA BARAT DAN BANTEN

ANDIKA YANUAR PATIWIRI

E01499109

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2004

(2)

RINGKASAN

Andika Yanuar Patiwiri

.

'E01499109

.

Studi Pengaturan Hasil pada Kelas Perusallaan Jati ( T e c l o ~ ~ a grandis L . f ) d i K P H Cianjur Perum Perhutani Unit I11 J a w a Barat dan Banten. Di bawah bimbingan Dra. Nining Puspaningsih, MS. dan Ir. Emi Karminarsill, MS.

.- Untuk menjaga kelestarian dan kesinambungan produksi hasil hutan diperlukan perencanaan pengaturan hasil hutan. Perencanaan yang baik dalam rangka mewujudkan kclestarian hasil hutan diusahakan dengan penyesuaian kegiatan produksi dengan kapasitas ~naksimum dari tegakan hutan. Pada prinsipnya, tujuan akhir dari pengaturan hasil yaitu untuk mewujudkan kondisi hutan yang selalu memiliki kondisi yang baik dan utuh melalui perlakuan pengelolaan yang mengarah kepada keseimbangan antara pertumbuhan dengan jumlah tebangan yang diperbolehkan setiap periode tebangan. Oleh karena itu diperlukan suatu metode perencanaan pengaturan hasil hutan yang tepat sesuai dengan karakteristik hutannya agar dapat mengarahkan hutan pada keadaan yang normal.

Metode pegaturan hasil dapat di klasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu : lnetode berdasarkan luas, metode berdasarkan volume dan riap, metode berdasarkan volume dan luas, dan metode berdasarkan j ~ m l a h ' ~ o h o n . Diharapkan dengan metode pengaturan hasil yang digunakan dalam penelitian ini dapat ditentukan metode yang terbaik.

Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan dimulai pada awal bulan September 2003 sarnpai dengan akhir Oktober 2003 di KPH Cianjur Perlim Perhutani Unit 111 Jawa Barat dan Bauten pada Kelas Perusahaan Jati ( Teclona grandis L.f ). Metode yang digunakan adalah metode berdasarkan luas, metode berdasarkan volume dan riap, dan metode berdasarkali volume dan luas

Salah satu tujuan dari pengaturan hasil adalah mengardhkan hutan menuju formasi hutan normal. Hutan normal dapat dicirikan dengan memiliki susunan kelas umur yang memiliki luasan yang relatif sama pada setiap kelas umurnya. Di KPH Cianjur, pada kedua Bagian Hutan yaitu Bagian Hutan Ciranjang dan Sindang Barang memiliki luasan yang berbeda pada setiap kelas umurnya. Pada Bagian Hutan Ciranjang terdapat perbedaan yang sangat mencolok pada susunan kelas umurnya, lebih dari 67 persen luasan total terdiri dari kelas umur I, dan jumlah ini semakin menurun seiring dengan bertambahnya kelas umur. Pada Bagian Hutan Sindang Barang terdapat 5 kelas hutan yang terdiri dari 4 kelas ulnur dan satu kelas hutan masak tebang, susunan luasan pada setiap kelas ulnur tersebar lebih merata dibandiugkan Bagian Hutan Ciranjang, luasan yang paling besar terdapat pada kelas umur I dengan luas 2.403,34 ha (40 % dari luas total ), sedangkan pada kelas umur I1 mengalami penurunan luasan menjadi sebesar 1.548,25 ha (25,83 %) dan pada kelas umur 111 mengalami penurunan luasan yang sangat tajam menjadi sebesar 238,59 ha (3,98 %) dan kembali meningkat tajam pada kelas umur IV menjadi 1.662,64 ha (27,74 %)

,

untuk kelas hutan masak tebang luasannya hanya sebesar 140,81 ha (2,35 %), yang merupakan luasan terkecil dari seluruh kelas hutan lainnya. Terjadinya ketimpangan luasan pada masing-masing kelas umur di setiap bagian hutan dapat disebabkan karena adanya gangguan hutan, seperti penebangan liar, ha1 ini dapat dilihat dari kecilnya luasan pada kelas umur 111

(3)

dan IV (Bagian Hutan Ciranjang) yang pada umumnya kegiatan pencurian kayu rawan terjadi pada kedua kelas umur ini.

Pada metode berdasarkan luas area , formula kompromi semua kelas umur memiliki waktu yang paling cepat untuk menuju formasi hutan normal dibandingkan dengan formula kompromi dua hingga tiga kelas umur terakhir. Formula kompromi tiga kelas umur terakhir memerlukan waktu yang lebih cepat untuk menuju formasi hutan yang normal dibandingkan formula kompromi dua kelas umur terakhir. Semakin banyak kelas umur yang dikompromikan dalam perhitungan etat maka akan semakin cepat pula membentuk hutan normal. Bila formula kompromi ini diterapkan maka akan lebih baik dipilih formula kompromi pada semua kelas'umur, karena walaupun sangat berisiko menebang tegakan muda akan tetapi dapat mencapai hutan dalam luasan yang relatif normal dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan formula yang lainnya.' Pada fonnula Cotta etat yang dihasilkan pada Bagian Hutan Ciranjang setelah dilakukan pengujian jangka waktu penebangan adalah sebesar 7.349,58 m3/tahun sedangkan untuk Bagian Hutan Sindang Barang, etat yang dihasilkan setelah pengujian adalah sebesar 18.171,63 m3/tahun.

Setelah dilakukan pengujian jangka waktu penebangan, untuk metode berdasarkan volume dan riap, pada formula Austria di Bagian Hutan Ciranjang diperoleh etat sebesar 7.679,85 1n3/tahun dan pada Bagian Hutan Sindang Barang diperoleh etat sebesar 18.387,81 m3/tahun. Pada formula Hundeshagen untuk Bagian Hutan Ciranjang diperoleh etat sebesar 7.460,35 m3/tahun dan untuk Bagian Hutan Sindang Barang didapatkan hasil etat sebesar 18.624 m3/tahun. Pada hasil perhitungan dengan menggunakan formula Von Mantel etat yang diperoleh adalah sebesar 7 896,lG m3/tahun. Dengan menggunakan formllla ini pada Bagian Hutan Sindang Barang menghasilkan etat sebesar 17.483,31 m3/tahun. Dalam perhitungan dengan menggunakan formula Von Mantel Flury maka pada Bagian Hutan Ciranjang diperoleh etat sebesar 7.460,75 m3/tahun. Pada Bagian Hutan Sindang Barang diperoleh etat sebesar 18.170,33 m3/tahun. .Pada hasil perhitungan dengan menggunakan formula Chapman untuk Bagian Hutan Ciranjang diperoleh etat sebesar 7.679,35 m3/tahun, dan untuk Bagian Hutan Sindang Barang diperoleh etat sebesar 18.387,64 m3/tahun.

Pada metode berdasarkan volume dan luas, setelah dilakukan pengujian jangka waktu penebangan pada formula Bum didapat nilai etat sebesar 7.893,08 m3/tahun untuk Bagian Hutan Ciranjang sedangkan pada Bagian Hutan Sindang Barang diperoleh etat sebesar 17.800,96 m3/tahun. Untuk Formula modifikasi Burn didapatkan etat sebesar 7,893.08 m3/tahun untuk Bagian Hutan Ciranjang sedangkan untuk Bagian Hutan Sindang Barang diperoleh etat sebesar 18,112.90 m3/tahun.

Untuk menentukan Formula terpilih dalam rangka mewujudkan kelestarian hasil digunakan beberapa kriteria sebagai berikut :

1. Besarnya etat yang optimal.

2. Resiko yang paling kecil akan penebangan pada tegakan muda. 3. Selisih kumulatifjangka waktu penebangan terkecil.

(4)

4. Selisih volume total (volume pada umur tebangnya) dengan tegakan persediaan

nyata. .

5. Jumlah pengujian.

Untuk penentuan formula terpilih pada Bagian Hutan Ciranjang akan menitik beratkan pada kriteria selisih kumulatif jangka waktu penebangan terhadap daur yang nilainya paling lnendekati dengan daurnya. Dari kriteria ini akan dipilih tiga buah formula dan selanjutnya apabila didapatkan nilai yang relatif salna (tidak berbeda jauh satu dengan yang lainnya) maka akan dipilih formula yang memberikan etat terbesar sehingga akan lebih menguntungkan secara ekonomis bagi perusahaan. Untuk kriteria lainnya dijadikan kriteria penunjang dikarenakan nilai yang tidak jauh berbeda antar lnetode dan memiliki pengaruh yang relatif lebih kecil bagi kelestarian hasil dan keuntungan perusahaan.

Tiga buah formula yang terseleksi adalah formula Chapman, Austria, dan Von Mantel Flury dengan nilai selisih secara berturut-turut ; -0,56 tahun, -0,56 tahun, dan 0,59 tahun. Formula Chapman dan Austria memiliki nilai sama

,

akan tetapi formula Austria memiliki etat yang lebih besar. Formula Austria memiliki selisih jwp yang lebih kecil dan nilai etat yang lebih besar dari formula Voli Mantel flury dimalia dari segi ekonomis maka formula Austria lebih menguntungkan. Dari uraian diatas lnaka formula Austria ditetapkan sebagai formula terpilih untuk Bagian Hutan Ciranjang KPH Cianjur.

Pada Bagian Hutan Sindang Barang ditetapkan 3 buah formula untuk diseleksi lebih lanjut, dimana ketiga formula itu adalah formula Bum, formula Von Mantel flury, dan formula modifikasi Burn dengan nilai secara berurutan sebesar ; -0,34 tahun, -0,48 tahun, dan 0,84 tahun. Fortnula Burn dan formula Von Mantel Flury memberikan nilai selisih yang relatif tidak berbeda jauh akan tetapi pada formula Von Mantel Flury lebih memberikan keuntungan yang lebih besar, dan pada etat yang dimilikinya menghasilkan riap yang lebih tinggi dibandingkan dengan formula Burn, sehingga formula Von Mantel flury dipilih untuk dibandingkan lebih lanjut dengan formula modifikasi Bum

.

Formula Von Mantel Flury memiliki nilai selisih kumulatif jangka waktu penebangan yang lebih kecil dan etat yang lebih besar dibandingkan formula modifikasi Burn yang secara ekonomis lebih menguntungkan, dua ha1 ini memiliki syarat yang cukup untuk menetapkan formula Von Mantel flury sebagai formula terpilih pada Bagian Hutan Sindang Baraug.

(5)

STUD1 PENGATURAN HASIL

PADA KELAS PERUSAHAAN JATI (Tectona grandis L.f)

DI KPH CIANJUR P E R M PERHUTANI UNIT I11

JAWA BARAT DAN BANTEN

Skripsi

sebagai salah'satu syarat

untnk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan ~nstitut

Pertanian Bogor

Oleh

:

ANDIKA YANUAR PATIWIRI

E01499109

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2004

(6)

Jodul Penelitiali : Studi Pengaturan Hasil Pada Kelas Perusahaan Jati ( Tectona grandis L.f)

di KPM Cianjur Perum Perhutatii Unit 111 Jawa Barat dan Banten. Nama Mahasiswa : Andika Yanuar Patiwiri

NRP : E01499109

Departemen : Manajernen Hutan

Fakultas : Kehutanan

Menyetujui ,

Dra. Nininr Pusvaninesili. MS. NIP. 131 918662 tanggal :

1 1 F t B

2004

Dosen penibimbing 2,

Ir. Emi Kalminarsili,

MS.

NIP. 130 871 925

tanggal :

I I

FED

2004

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 2 Januari 1981. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Ir. H. Syamsul Rizal Patiwiri dan lbunda Hj. Asih Setyawati.

Pendidikan formal untuk pertama kali adalah pada Taman Kanak-kanak Perrnata Bunda Tangerang pada tahun 1985. Pada tahun 1987 penulis melanjutkan pendidikan Sekolali Dasar ~ e r m a i a Bunda hingga tahun 1992

,

pada tahun 1992 ini penulis pindah sekolah dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 06 Pagi Jakarta Selatan hingga tahun 1993. Lalu penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 68 Jakarta Selatan pada tahun 1993 dan selesai pada tahun 1996. Pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan selanjutnya di Sekolah Menengah Umum Negeri 34 Pondok Labu Jakarta Selatan dan selesai pada tahun 1999.

Pada tahun 1999 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Kemudian pada tahun 2002 penulis .memilih program studi Manajemen Hutan dibawah Laboratorium Inventarisasi Hutan.

Selama masa kuliah penulis pernah aktif dalam organisasi AFSA (Asean Forestry Stlrdents

Association ) dan IFSA ( International Forestry Sfudenls Associalion ). Pada tahun 2001 liingga 2003 penulis aktif berpartisipasi dalam kepanitiaan The 30"' Internatior7al Forestry Stlrdents Sytnpositcm yang merupakan simposium mahasiswa kehutanan dari seluruh dunia yang untuk pertamakalinya diselenggarakan di Indonesia.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, maka penulis melakukan penelitian dengan judul

"

Studi Pengaturan Hasil Pada Kelas Perusahaan Jati (Tecto~ra gra~trliF

L.0

di K P H Cianjur Perum Perhutani Unit 111 Jawa Barat dan Banten" di bawah bimbingan Dra. Nining Puspaningsih, MS. Dan Ir. Emi Karminarsih, MS.

(8)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Esa, Pengasih dan Penyayang. Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Karya ilmiah berjudul " Studi Pengaturan Hasil Pada Kelas Perusahaan J a t i (Tecfortc~

grclttdis

L.0

di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit 111 J a w a Barat dan Banten" yang telah selesai disusun oleh penulis tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar- besarnya kepada :

1. Ayahanda Ir. H. Syamsul Rizal Patiwiri dan Ibunda Hj. Asih Setyawati, beserta kedua adikku tercinta Wiwin dan Dodi atas dukungan, doa dan kasih sa;angnya yang tulus dan ikhlas.

2. Ibunda Wiwiek Wariswiyanti tercinta yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis.

3. Ibu Dra. Nining Puspaningsih, MS. dan Ibu Ir. Emi Karminarsih, M S sebagai dosen pembimbing, atas bimbingan, arahan, dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan karya ihniah ini.

4. Bapak Ujang Suwarna, S.Hut M.Sc dan Ibu Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS selaku dosen

penguji dari Departemen Teknologi Hasil Hutan dan Konservasi Sumber Daya Hutan, atas saran dan kritik dalam karya ilmiah ini.

5 . Bapak Ir Diar, MM selaku Kepala Seksi Perencanaan Hutan

,

Bapak H. Diki, %Hut. dan seluruf

staf Seksi Perencanaan Hutan Cianjur.

6. Bapak Ir. Iman Tawakal, MBA sebagai Administratur KPH Cianjur dan seluruh staf KPH Cianjur.

7. Bapak Ir. Punvowidodo sebagai dosen pembimbing akademis yang telah banyak memberikan

arahan dan bantuan selama masa kuliah.

.

8. Reni Rosmini Handayani tercinta yang telah memberikan segenap perhatian, dukungan, cinta da11

kasih sayangnya yang tak terlupakan.

9. Teman-teman FAHUTAN angkatan 36 semoga semakin ASIK dan sukses selalu.

10. Seluruh penghuni VILLA MERAH yang banyak memberikan kenangan dan semoga persahabatan

kita akan selalu membawa kenangan yang tak terlupakan.

Besar harapan penulis semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kehutanan khususnya inventarisasi dan perencanaan hutan.

(9)

DAFTAR IS1 Halaman KATA PENGANTA DAFTAR IS1

...

.

.

.

...

DAFTAR TABEL iv DAFTAR LAMPIRAN

.

.

.

.

...

v BAB I. PENDAHULUAN

...

1 A. Latar Belakang

...

I B. Tujuan

...

.

.

.

.

...

1 C. Manfaat

...

.

.

.

...

2

BAB 11. TINJAUAN PUSTAKA

...

.

.

.

...

3

A. Tecfona Grandis L.f 3 B. Hutan Normal

.

...

3

C. Kelestarian Hasi 4 D. Pengaturan Hasil

...

5

E. Metode Pengaturan Hasil 5 F. Etat

...

8

G. Daur

...

9

H. Riap

...

:

...

10

BAB 111. METODE PENELITIAN

...

1 I

. .

A. Lokasi Penellt~an

. . .

1 1 B. Ruang Lingkup dan Batasan st'udi 1 1 . . C. Objek Penelltlan

...

.

.

.

.

...

I I D. Bahan dan Alat

...

.

.

...

...

. . .

1 1 E. Jenis dan Sumber Data

...

11

F. Metode Pengolahan Dat G. Pengujian Jangka Waktu Penebanga H. Kriteria Penentuan Formula Terbai BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI

...

20

A. Letak dan lua B. Keadaan Hutan dan Jenis Tanaman C. Kelas Hutan Jati

.

D. Topograf

...

22

E. GangguanKeamanan

...

22

F. Keadaan Tanah

...

...

22

(10)

BAB V

.

WASIL DAN PEMBAHASAN A

.

Hasil dan Analisis Formul

1

.

Metode Berdasarkan Luas

a

.

Formula Kompromi pada Seniua Kelas Umur

...

24

b

.

Formula Kompromi Dua Kelas Umur Terakhir

...

25

c

.

Formula Kompromi Tiga Kelas Umur Terakhir

...

25

...

d

.

Formula Cotta

...

.

.

26

...

...

2 . Metode Berdasarkan Volume dan Riap

.

.

.

27

a

.

Formula Austria

...

.

.

.

...

28

b

.

Formula Hundeshagen

...

.

.

...

28

c . Formula Von'Mantel

...

.

.

...

29

d

.

Formula Von Mantel Flury

...

29

.

...

e Formula Chapman :

...

30

3

.

Metode Berdasarkan Volume dan Luas

...

30

B . Penentuan Formula Terbaik 31 a . Formula Terbaik pada Bagian Hutan Ciranjang

...

33

b

.

Formula Terbaik pada Bagian Hutan Sindang Barang

...

34

BAB VI

.

KESIMPULAN DAN SARAN

...

36

...

A . Kesimpulan

: ...

36

B

.

Saran

...

36

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1

.

Susunan Kelas Hutan Tanaman Jati Berdasarkan Model RPKH-PDE 3 Periode

2003 -2013

...

21

2 . Lama Waktu Menuju Formasi Hutan Normal pada Formula Kompromi

...

25

3 . Hasil Pengujian JWP terhadap Volume untuk Formula Cotta

...

26

4 . Panen Tahunan dari Berbagai Formula yang Digunakan

...

27

5

.

Hasil Pengujian JWP pada Metode Berdasarkan ~ o i u m e dan Riap

...

28

6

.

Etat Sebelun~ dan Sesudah Pegujian pada Metode Berdasarkan Volurne dan Luas

...

30

7

.

Perbandingan Etat. Umur Tebang Habis. Selisih JWP. Selisih Volume UTR Total Terhadap Tegakan Persediaan Nyata dan Jumlah Pengujian

...

.

.

.

...

32

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Penyusunan Luas Normal pada Formula Kompromi Semua Kelas Umur

Untuk Bagian Hutan Ciranjang

...

38

2. Penyusunan Luas Normal pada Formula Kompromi 2 Kelns Umur Terakhir

Untuk Bagian Hutan Ciranjang. 38

3. Penyusunan Luas Normal pada Formula Kompromi 3 Kelas Umur Terakhir

Untuk Bagian Hutan Ciranjang

... .

.

...

40 4. Penyusunan Luas Normal pada Formula Kompromi Semua Kelas Umur

Untuk Bagian Hutan Sindang Barang

...

:

...

41 5. Penyusunan Luas Normal pada Formula Kompromi 2 Kelas Umur Terakhir

Untuk Bagian Hutan Sindang Barang

...

41

6. Penyusunan Luas ~ o r m a l pada Form

Untuk Bagian Hutan Sindang Barang 43

7. Hasil Inventarisasi dan Pengolahan Data untuk Bagian Hutan Ciranjang

...

45

...

8. Hasil Inventarisasi dan Pengolahan Datauntuk Bagian Hutan Sindang Barang 46

9. Perhitungan dengan Menggunakan Metode Volume dan Riap

...

-47 10. Potensi dan Volume pada UTR untuk Formula Bum

untuk Bagian Hutan Ciranjang

....

51

11. Potensi dan Volume pada UTR untuk Formula Moditikasi Burn

...

untuk Bagian Hutan Ciranjang 5 I

12. Potensi dan Volume pada UTR untuk Formula Burn

...

...

Untuk Bagian Hutan Sindang Barang

.

.

52

13. Potensi dan Volume pada UTR untuk Formula Modifikasi Burn

Untuk Bagian Hutan Sindang Barang 53

14. Pengujian Etat dengan Jangka Waktu Penebangan pada Formula Cotta

Untuk Bagian Hutan Ciranjang 54

15. Pengujian Etat dengan Jangka Waktu Penebangan pada Formula Austria

. .

...

Untuk Bagian Hutan Clran~ang 56

16. Pengujian Etat dengan Jangka Waktu Penebangan pada Formula Hundeshagen

Untuk Bagian Hutan Ciranjan 58

17. Pengujian Etat dengan Jangka Waktu Penebangan pada Formula Von Mantel

. .

...

...

Untuk Bagian Hutan Clranjang

.

.

60

18. Pengujian Etat dengan Jangka Waktu Penebangan pada Formula Von Mantel Fluly

(13)

19. Pengujian Etat dengan Jangka Waktu Penebangan pada Formula Burn

Untuk Bagian Hutan Ciranjan 3

20. Pengujian Etat dengan Jangka Waktu Penebangan pada Formula Modifikasi Burn

Untuk Bagian Hutan Ciranjan 3

21. Pengujian Etat dengan Jangka Waktu Penebangan pada Formula Chapman

Untuk Bagian Hutan Ciran jan 4

22. Pengujian Etat dengan Jangka

Untuk Bagian Hutan Sindang Barang

.

G

23. Pengujian Etat dengan Jangka Waktu Penebangan pada Formula Austria

Untuk Bagian Hutan Sindang Barang 8

24. Pengujian Etat dengan Jangka Waktu Penebangan pada Formula Hundeshagen

Untuk Bagian Hutan Sindang Baran 0

25. Pengujian Etat dengan Jangka Waktu Penebangan pada Formula Von Mantel

Untuk Bagian Hutan Sindang Barang

...

1

1

26. Pengujian Etat dengan Jangka Waktu Penebangan pada Formula Von Mantel Flury Untuk Bagian Hutan Sindang Barang

...

72 27. 21 Pengujian Etat dengan Jangka Waktu Penebangan pada Formula Bum

Untuk Bagian Hutan Sindang Barang

...

74 28. Pengujian Etat dengan Jangka Waktu Penebangan pada Formula Modifikasi Burn

Untuk Bagian Hutan Sindang Bar 4

29. Pengujian Etat dengan Jangka Wa

(14)

I. PENDAHULUAN

A. L a t a r Belakang

Hutan merupakan kekayaan alam karunia Tuhan Yang Maha Esa yang sangat besar nilai dan rnanfaatnya. Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang lnemiliki peranan penting dalaln siklus kehidupan, dimana hutan memiliki fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial. Hutan dapat memberikan manfaat berupa hasil hutan kayu dan non kayu. Hasil hutan berupa kayu dan non kayu akan selalu dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Luas hutan di Indonesia mengalami pengurangan setiap tahunnya. Pemanfaatan hutan beserta kegiatan pengelolaan hutan hams berimbang dengan upaya menjaga kelestarian hutan, agar pengelolaan hutan tidak menyebabkan kerusakan hutan dan lingkungan.

Kelestarian hasil hutan mempakan ha1 yang sangat penting dalam kegiatan pengelolaan hutan. Pengelolalan hutan yang tepat mutlak diperlukan agar upaya pengelolaan dapat memberikan hasil yang optimal, berkesinambungan dan kelestarian hutan tetap terjaga. Oleh karena itu pengelolaan hutan harus disertai dengan perencanaan hutan yang tepat dan akurat.

Untuk menjaga kelestarian dan kesinambungan produksi hasil hutan diperlukan perencanaan pengaturan hasil hutan. Perencanaan yang baik dalam rangka mewujudkan kelestarian hasil hutan diusahakan dengan penyesuaian kegiatan produksi dengan kapasitas maksimum dari tegakan hutan. Pada prinsipnya, tujuan akhir dari pengaturan hasil yaitu untuk mewujudkan kondisi hutan yang selalu memiliki kondisi yang baik dan utuh melalui perlakuan pengelolaan yang mengarah kepada keseimbangan antara pertumhuhan dengan jumlah tebangan yang diperbolehkan setiap periode tebangan. Oleh karena itu diperlukan suatu metode perencanaan pengaturan hasil hutan yang tepat sesuai dengan karakteristik hutannya agar kelestarian hasil tercapai dan dapat mengarahkan hutau pada keadaan yang normal.

Metode pegaturan hasil dapat di klasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu : tnetode berdasarkan luas, metode berdasarkan volume dan riap, metode berdasarkan volume dan luas, dan metode berdasarkan jumlah pohon. Diharapkan dengan metode pegaturan hasil yang digunakan dalam penelitian ini dapat ditentukan metode yang terbaik

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menilai kenormalan hutan pada KPH Cianjur dan ~nenentukan formula pengaturan hasil terbaik untuk diterapkan di KPH Cianjur melalui pengujian terhadap beberapa formula pengaturan hasil yang dapat diterapkan pada hutan tanaman.

(15)

C. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pertimbangan dalam penentuan formula pengaturan hasil terbaik untuk diterapkan pada Kelas Perusahaan Jati ( Tecfona grandis L.f) di KPH Cianjur.

(16)

11. TINJAUAN PUSTA,KA A. Tectolta grarrrfis L.f

Jati (Tectona grandis L.f) termasuk Famili Verbeneceae dengan ciri tinggi pohon antara 25 sampai dengan 30 m, apabila ditanam pada daerah yang subur dan memiliki keadaan lingkungan yang baik, tinggginya dapat mencapai 50 m dengan diameter lebih kurang 150 cm. Batang umumnya bulat dan lurus, batang yang besar berakar dengan warna kulit agak kelabu muda, agak tipis beralur memanjang agak kedalam (Dirjen kehutanan, 1976).

Pertumhuhan hutan jati dapat dijumpai di negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara, yaitu ; India, Burma, Thailand, Laos dan Indonesia (Ramdial, 1976 dalam Simon, 1993). Pada abad 19 tanaman jati juga sudah mulai ditanam di Amerika Tropika seperti Trinidad dan Nicaragua. Belakangan ini jati juga mulai ditanam di Nigeria dan beberapa negara Afrika Tropika lainnya. Di Indonesia keberadaan jati terbatas pada daerah yang beriklim muson di Jawa dan pulau-pulau kecil disekitarnya, serta pulau Muna di Sulawesi Tenggara yang tumbuh secara alami (Simon, 1993).

Iklim tempat jati yang akan ditanam harus mempunyai musim kering yang nyata, karena periode tersebut diperlukan pembungaan dan pembuahan. Jati sendiri cukup toleran terhadap jumlah curah hujan dalam setahun, tetapi kondisi suhu dan cahaya yang baik mutlak diperlukan. Tanah yang haik untuk pertumbuhan jati adalah tanah yang memiliki drainase yang baik, di mana tidak memiliki lapisan impermeable dan mempunyai stmktur yang remah (crwnb) atau kubus membulat. Jati sangat peka terhadap persaingan, oleh karena itu jati sebaiknya ditanam murni dengan tanalnan penyelang yang tidak mengganggu, yang berfungsi sebagai penyubur tanah (Soerianegara, 1960 dalam Perkasa,

1997).

Karena sifat-sifatnya yang baik, kayu jati merupakan jenis kayu yang paling banyak disukai dan dipakai untuk berbagai keperluan, terutama di pulau Jawa. Kayu jati praktis sangat cocok dimanfaatkan untuk segala jenis konstruksi bangunan (Martawijaya et al., 1981). Kayu jati termasuk kayu yang ~nemiliki kelas keawetan I dan kelas keawetan 11, agak keras, baik sekali untuk keperluan bahan bangunan, alat alat rumah tangga dan sebagain~a (Dirjen kehutanan, 1976 ).

B. Hutan Normal

Meyer et.al (1961), mendefinisikan hutan normal sebagai hutan yang memiliki distribusi normal dari kelas umur, volume normal, dan pertumbuhan normal. Hutan normal merupakan bentuk kesempumaan dari hutan, dimana kelestarian hasil dapat diperoleh, dalam kuantitas tahunan yang sama dan tebangan tahunan ini akan tergantikan dengan pertumbuhan riap tahunan (Chapman, 1950).

Untuk mencapai hutan normal, diperlukan adanya pemilihan yang tepat tentang sistem pengaturan hasil dan teknik silvikultur yang akan dipakai. Perlakuan silvikultur untuk memelihara tegakan harus direncanakan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang memadai, sehingga setiap

(17)

tempat tumbuh atau kelompok hutan akan dalam keadaan penuh oleh jenis yang cocok dengan kondisi tempat tumbuh tersebut (Simon, 1993). ..

Menurut Suhendang (1993), Hutan normal secara operasional dapat diartikan sebagai suatu hamparan lahan hutan yang dibentuk oleh tegakan-tegakan normal yang memenuhi persyaratan dalam ha1 jumlah, luas dan tingkat pertulnbuhannya guna mencapai hasil rnaksimal tertentu yang ingin dicapai dengan jumlah yang setidak-tidaknya sama setiap tahunnya. Dengan demikian maka wujud hutan normal adalah kumpulan dari tegakan-tegakan normal yang banyak dan luasnya untuk setiap tingkat pertumbuhan pohon-pohonnya bersifat proporsional. (akan bergantung pada kualitas lahan, untuk jenis pobon dan perlakuan silvikultur tertentu) terhadap produktivitas lahannya sehingga akan diperoleh hasil yang maksimal. Tingkat kelestarian hasil yang ~nemberikan keuntungan tertinggi yang dapat diperolehakan diberikan oleb hutan yang mencapai keadaan normal.

C. Kelestarian hasil

Kelestarian hasil hutan adalah penyediaan yang teratur dan kontinyu dari hasil hutan yang diperuntukkan sesuai dengan kapasitas kemampuan maksimum dari hutan tersebut (Osmaston, 1968). Society of American Foresters (1958) dalam Meyer et.al. (1961), menyatakan bahwa kelestarian hasil adalah manajemen lahan hutan untuk produksi yang bekelanjutan, dengan tujuan untuk dapat mengahasilkan dengan jangka waktu yang cepat, dan memiliki keseimbangan antara pertumbuhan dan pemanenan, baik tahunan atau periode lainnya yang lebih panjang.

Menurut Suhendang (1993), ada dua kelompok ukuran yang dapat dipakai untuk menyatakan ukuran hasil, yaitu ukuran fisik (luas areal, volume kayu, massa, jumlah batang) dan ukuran ekonomis dalam bentuk nilai mata uang. Pengukuran hasil dengan ukuran fisik terutama volume, telah banyak digunakan mengingat kepraktisan dan kemudahannya dalam penerapan metode pengaturan hasilnya. Pemakaian nilai mata uang dalam penerapan metode pengaturan hasil akan sangat sulit diterapkan karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi nilai mata uang.

Segala bentuk manajemen kelestarian hasil membutuhkan pemeliharaan dari tegakan persediaan yang seimbang (Meyer, 1961). Lebih lanjut Meyer (1961), menyatakan bahwa manajemen kelestarian hasil membutuhkan hasil tahunan atau periodik yang berkelanjutan. Tegakan persediaan yang ada dengan jumlah yang seimbang, diperuntukkan untuk kegiatan produksi selanjutnya.

Suhendang (1993) menyatakan bahwa perlu dipahami konsep kelestarian hasil tidaklah bersifat mutlak, terdapat unsur kenisbian didalamnya. Salah satu sumber kenisbian ini adalah ukuran yang dipakai untuk menyatakan hasilnya, apakah luas, volume kayu, nilai uang, atau jumlah batang pohon. Tidak ada jaminan pemakaian salah satu.ukuran hasil akan memberikan tingkat kelestarian yang sama apabila diukur oleh ukuran yang lain. Sumber kenisbian yang lainnya adalah lnetode pengaturan hasil yang dipakai. Perbedaan metode pengaturan hasil akan memberikan tingkat kelestarian hasil yang berbeda-beda. Oleh karenanya, pemilihan ukuran dan metode pengaturan hasil

(18)

yang akan dipakai merupakan ha1 yang sangat mendasar dala~n upaya pengusahaan hutan produksi dengan prinsip kelestarian hasil agar diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

D. Pengaturan Hasil

Perusahaan hutan mempunyai bebera'pa sifat yang khas, yang membedakannya dengan jenis pemsahaan atau bentuk pemanfaatan lahan lainnya. Salah satu sifat khas perusahaan hutan adalah waktu yang sangat panjang untuk mencapai panen. Di lain pihak, pengelolaan hutan selalu didasarkan pada asas kelestarian sumberdaya. Dalam asas tersebut, pemungutan hasil hutan harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga tidak mengurangi potensi hasil di lapangan. Kedua ha1 tersebut mendorong pengaturan hasil hutan dapat dilakukan secara teris menerus tetapi tidak menyebabkan kerusakan sumber daya hutan, bahkan sedapat mungkin membantu meningkatkan knalitas hutan. Penerapan teori pengaturan haisl yang berlandaskan asas kelestarian sudah diterapkan sejak kegiatan pengelolaan hutan (Departemen Kehutanan, 1992).

Pengaturan hasil hutan diperlukan untuk menghitung volu~ne kayu yang diperolch dari hasil tebangan setiap tahun, agar kelestarian hutan dan pengelolaannya dapat terjamin (Simon, 1993).

Chapman (1950), menyatakan pendekatan objek dari hutan normal adalah kelestarian atau pengaturan hasil, susunan tegakan normal atau alokasi areal dan riap maksimal atau faktor kuantitas. Untuk membentuk hutan normal, diperlukan faktor manajemen yaitu penentuan etat. Etat adalah besar atau tujuan maksimum penebangan akhir yang dijinkan dari suatu kelas perusahaan.

Menurut Meyer et al. (1961), pengaturan tebangan hutan merupakan tujuan penting rencana manajemen hutan. Tiga permasalahan pengaturan tebangan adalah:

1. Penentuan jatah tebang. 2. Distribusi jatah tebang.

3 . Penentuan waktu tebang pada masing-masing blok atau kompartemen.

E. Metode Pengaturan Hasil

Menurut Davis (1966) dalam Simon (.1993), banyak sekali metode pengaturan hasil yang bersifat spesifik, namun semuanya dapat digolongkan menjadi dua kelompok saja, yaitu: metode berdasarkan luas dan metode berdasarkan volume. Sedangkan menurut Osmaston (1968) dalam Simon (1993) metode pengaturan hasil pada umunya diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu: metode berdasarkan luas, metode berdasarkan volume, metode berdasarkan volume dan riap, dan metode berdasarkan jumlah pohon.

Pengaturan hasil berdasarkan luas dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: lnenurut sistem silvikultur, menurut rotasi dan persebaran kelas umur, dan menurut perlakuan pembinaannya. Sedangkan metode berdasarkan volume, besarnya tebangan tahnnan didekati dengan menghitung volume aktual dan persebaran riap tegakan (Simon, 1993).

(19)

Metode penentuan etat dimaksudkan untuk mengarahakn hutan tanaman atau hutan seumur menuju atau mendekati hutan normal. Chapman (1950), Davis (1954), Meyer et al. (l961), dan Osmaston (1968) menyebutkan ada beberapa metode pengaturan hasil yang dapat dipergunakan pada tegakan seumur yang tergantung pada bentuk tegakan, sistem silvikulturnya, pengetahuan volume, riap dan daur tegakan. Metode pengaturan hasil tersebut adalah:

1. Metode Berdasarkan Luas Area.

a. Pengendalian berdasarkan prinsip silvikultur.

Menurut lnetode ini, hutan dibagi menjadi beberapa bagian yang sama dan masing- masing bagian tersebut ditebang setiap tahunnya.

b. Pengendalian daur dan penyebaran kelas umur.

Hasil akhir dari tegakan dapat' dipergunakan dengan menggunakan hubungan sederhana antara area dengan daur. Pada hutan normal hasil akhir tahunan akan sama dengan jumlah yang tumbuh di area yang sama dan total area hutan dibagi kedalam beberapa rotasi.

c. Pengendalian berdasarkan kelas pengembangan dan pembinaan. Pengendalian ini berdasarkan penentuan lokasi didalam petak untuk memudahkan berbagai perlakuan silvikultumya.

2. Metode Berdasarkan Volume dan Riap

Beberapa metode pengaturan hasil yang digunakan adalah :

a. Formula Austria

AG-

NG

AY

= l a +

R

Dimana :

AY = Hasil tahunan (m3/tahun) Ia = Riap voluime nyata (m3/tahun)

AG = Tegakan persediaan nyata (m3) NG = Tegakan persediaan normal (m3) R = Daur (tahun)

b. Formula Hundeshagen

dimana :

(20)

AG = Tegakan persediaan nyata (m3)

NG = Tegakan persediaan normal (m3) NY = Hasil normal (m3/tahun)

c. Fonnula Von Montel

dimana :

AY = Hasil tahunan (m31tahun) AG = Tegakan persediaan nyata (m3) R = Daur (tahun)

d. Formula Von Montel Flury ( Von Mantel dimodifikasi)

Dimana :

AY = Hasil tahunan (m3/tahun) AG = Tegakan persediaan nyata (m3) R = Daur (tahun) c = Konstanta Flury ( 0,4 - 0,6 ) e. Formula Chapman

AG-DG

AY = l a +

R

dimana : ,

AY = Hasil tahunan (m3/tahun)

AG = Tegakan persediaan nyata (m3) R = Daur (tahun)

DG = Tegakan persediaan yang diharapk& (m3) = 90% NG la = Riap voluime nyata (m3/tahun)

3. Metode Berdasarkan Luas d a n Volume

Metode ini diterapkan di Perum Perhutani untuk menentukan etat kelas perusahaan Jati berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Kehutanan No. 1431 KPTSI DJ/ I/ 1974, tanggal 10 Oktober 1974 tentang Peraturan Inveentarisasi Hutan Jati dan Peraturan Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestariam Hutan (Dirjen Kehutanan, 1974).

(21)

Metode ini berdasarkan kombinasi etat volume dan luas. Untuk menentukan etat yang dipakai selama jangka waktu perusahaan didasarkan pada hasil pengujian jangka waktu penebangan. Untuk jangka perusahaan berikutnya, perlu penyesuaian penentuan etat kembali dan demikian seterusnya. Dengan kata lain pengujian ini merupakan suatu kontrol untuk mengetahui apakah penebangan dari semua kelas umur dapat tetap dilaksanakan pada jangka waktu selania daur.

F. Etat

Pengaturan produksi berintikan penentuan etat. Etat didefinisikan sebagai besarnya porsi luas atau massa kayu atau jumlah batang yang boleh dipungut setiap tahun selama jangka pengusahaan yang menjamin kelestarian produksi dan sumber daya ( Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia, 1999). Menurut Davis (1954)'dalam Sukondi (1997)

,

etat adalah besarnya penebangan akhir yang setiap tahunnya hams dilakukan untuk mencapai dan ~nemepertahankan suatu kelas perusahaan dengan prinsip kelestarian hasil.

Beberapa ha1 yang harus diperhatikan dalam penentuan etat menurut Omaston (1968), yaitu:

1. Besarnya jumlah tebangan yang diinginkan.

2. Alokasi jumlah tebangan tersebut sehingga terbagi dalam hasil akhir dan hasil antara. 3. Penyusunan suatu rencana tebangan menurut alokasi tempat dan waktu pada tegakan

yang akan diiebang dan dijarangi.

Menurut Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia (1999), .prinsip- prinsip yang harus diperhatikan dalam lnenentukan etat tebangan antara lain:

1. Etat tebangan tidak boleh melebihi pertumbuhan tegakan (riap). 2. Pemanfaatan semua jenis kayu komersial secara optimal. 3. Menjamin kelestarian produksi dan kelestarian hutan.

4. Memperhatikan kebijaksanaan pemerintah di bidang pengusahaan hutan.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia (1999) menyatakan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi etat tebangan antara lain:

1. Sistem silvikultur yang dipergunakan. 2. Rotasi tebangan yang dipergunakan.

3. Diameter minimum yang diijinkan untuk ditebang.

4. Luas areal berhutan yang dapat dilakukan kegiatan penebangan. 5. Massa tegakan.

6. Jenis pohon. 7. Kriteria pohon inti. 8. Kriteria pohon induk.

(22)

G . Daur

Daur adalah interval waktu dari mulai penanaman hingga tegakan dianggap masak tebang dan mendapat giliran untuk dilaksanankan penebangan dalam suatu kelas perusahaan (Osmaston, 1968). Konsep daur hanya dipakai untuk pengelolaan hutan seumur. Istila11 daur berkaitan erat dengan adanya konsep hutan normal. Istilah daur atau rotasi mempunyai makna suatu jangka waktu antara waktu penanaman hutan sampai hutan tersebut dianggap masak untuk dipanen (Departemen Kehutanan, 1992). Lebih lanjut Departemen Kehutanan (1992), menyatakan bahwa sesuai dengan definisinya, masalah penentuan panjang daur sangat berkaitan erat dengan cara menentukan waktu yang diperlukan oleh suatu jenis tegakan untuk mencapai kondisi masak tebang, atau siap untuk dipanen. Lamanya waktu tersebut bergantung pada sifat pertumbuhan jenis yang diusahakan, tujuan pengelolaan, dan pertimbangan ekonomi.

Menurut Ostnaston (1968), daur adalah faktor pengatur dalaln pengusahaan hutan seumur. Lama daur tidak selalu sama dengan satu tahun besarnya tegakan harus ditebang. Karena keadaan silvikultur atau pertimbangan lainnya, dapat menyebabkan tegaltan harus ditebang lebih cepat atau lebih lambat dari waktu yang ditentukan. Lamanya daur tergantung dari interaksi dari beberapa faktor yaitu:

1. Tingkat kecepatan pertumbuhan tegakan, tergantung pada jenis pohon, tanah dan faktor tempat tumbuh yang lain seperti iklim, topografi, suplai air, dan intensitas penebangan. 2. Karakteristik harus memperhatikan umur'maksimal secara alami, umur menghasilkan benih,

umur kecepatan tumbuh terbaik, dan umur kulaitas terbaik.

3. Pertimbangan ekonomi, memperhitungkan ukuran yang dapat dipasarkan dan harga terbaik yang dapat diperoleh.

4. Respon tanah seperti kemunduran atau perubahan karakter sesudah pembongkaran yang berulang-ulang.

Chapman (1950), menyatakan daur adalah periode dari satu tahun yang ditetapkan untuk memproduksi pertumbuhan dan pemanenan dari tegakan hutan seumur yang terbaik untuk menyelesaikan objektivitas tertentu dari manajemen, produksi maksimal dari volume dan nilai atau keuntungan maksimal, dengan mempertahankan hutan tetap permanen.

Hiley (1956) dalam Rosa (20031, Menera~iigkan bahwa ada beberapa milcam daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan sifat tegakan sesuai dengan tujuan pengelolaan dari hutan yang bersangkutan, yaitu:

1. Daur teknis, yaitu daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan akhir tegakan, dimana tegakan telah mencapai ukuran yang telah ditetapkan untuk keperluan produk yang akan dihasilkan. 2. Daur finansial, yaitu daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan dimana dapat diperoleh

(23)

3. Daur pendapatan tertinggi (daur produksi maksimal), yaitu daur yang ditetapkan berdasarkan

keadaan dimana tegakan dapat menghasilkan pendapatan tertinggi persatuan luas pertahun atau volume tertinggi persatuan luas pertahun tanpa memperhatikan jumlah modal untuk mendapatkannya.

4. Daur silvikultur, yaitu daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan saat tegakan dapat tumbuh

memperhatikan kualitanya atau mengadakan permudaan dan reproduksi.

5 . Daur biologis, yaitu jangka waktu yang berhimpitan dengan periode hidup suatu jenis untuk kondis tempat tumbuh tertentu.

H. Riap

Chapman (1950), menyatakan bahwa riap adalah rasio bersih tahunan dari suatu tegakan yang merupakan penjumlahan aljabar dari penambahau volume setiap tahun tersebut. Riap adalah pertambahan ukuran pohon atau tegakan dalam jangka waktu tertentu yang dapat diketahui dengan mengukur perubahan dimensi dari pohon seperti diameter, tinggi dan volume (Sudiono dan Suharlan, 1977 dalam Rosa, 2003). Riap suatu tegakan merupakan karakter yang paling vital. Hubuugannya tidak hanya dengan kesehatan pohon, jenis dan bonita saja, tetapi juga dengan volume dan umur tegakan (Osmaston, 1968).

Pertumbuhan dan riap mempunyai hubungan yang erat dengan faktor umur dan memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan kebijakan operasional di bidang kehutanan terutama dalam pemeliharaan' dan pemungutan hasil pada hutai tanaman (Sudiono dan Suharlan, 1977 dalam Rosa, 2003).

(24)

111. METODE PENELlTlAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cianjur Perum Perhutani Unit 111 Jawa Barat dan

b ant en

selama dua bulan (September 2003 sampai dengan Oktober 2003) pada Bagian Hutan Sindang Barang dan Ciranjang.

B. Ruang Lingkup d a n Batasan Studi

Penelitian ini dilakukan sehagai studi pengaturan hasil di Kesatuan Periiangkuan Hutan Cianjur Perum Perhutani Unit I11 Jawa Barat dan Banten dengan menggunakan metode berdasarkan luas, metode berdasarkan volume dan riap, serta metode berdasarkan volume dan luas.

C. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah pengaturan hasil terhadap produktivitas hutan tanaman jati (Tectona grandis L.f.).

D. Bahan d a n Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKM) Kelas Perusahaan Jati (Tectona grandis L.f) KPH Cianjur dan Tabel Tegakan Wolf Von Wolfing. Sedangkan alat yang dipergunakan adalah alat tulis, kalkulator, seperangkat kolnputer dengan sofhvare pendukung seperti Microsoft Oflce.

E. Jenis d a n Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data model RPKH dan data pendukung lainnya berupa data kondisi umum lokasi penelitian.

F. Metode Pengolahan Data

Metode pengaturan hasil yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah; metode berdasarkan luas, metode berdasarkan volurne dan riap, dan metode berdasarkan volume dar~ luas.

1. Metode Berdasarlian Luas

a. Formula Kompromi pada Semua Kelas Umur.

Formula ini membagi luas areal produktif dengan daur sehingga dillasilkan nilai yang mempakan etat luas. Nilai ini dijadikan dasar perhitungan etat luas pertahun sampai sebaran kelas umur menjadi normal.

(25)

b. Formula Kompromi Dua-Tiga Kelas Umur Terakhir.

Formula ini digunakan jika terdapat ketimpangan-ketimpangan seperti terdapatnya kelebihan pohon-pohon tua di satu pihak dan kekurangan pohon-pohon masak tebang di pihak lain. Kompromi dilakukan sampai ketimpangan dapat diperbaiki sehingga membentuk hutan yang normal. Cara atau formula Kompromi dilakukan dengan mempersatukan areal dari 2 atau 3 kelas umur tertua sebagai dasar perhitungan panen tahunannya. Dalam ha1 ini tegakan miskin riap tua dimasukkan kedalam kelas umur tegakan masak tebang.

c. Formula Cotta '

Panen tahunan dengan menggunakan formula ini diperoleh dengan menjumlahkan volume total dengan setengah dari riap total kemudian membaginya dengan daur.

Dimana =

AY = Hasil tahunan (m3itahun) AG = Total volume aktual (m3)

I = Riap (m3/tahun)

R = Daur (tahun)

2. Metode Berdasarkan Volume dan Riap

Beberapa formula pengaturan hasil yang digunakan adalah :

a. Formula Austria

Dimana :

AY = Hasil tahunan (m31tahun) Ia = Riap volume nyata (m3itahun) AG = Tegakan persediaan nyata (m3) NG = Tegakan persediaan normal (m3) R = Daur (tahun)

Untuk menghitung panen akhir digunakan riap MAI, sedangkan untuk menghitung panen total digunakan riap CAI.

(26)

Formula diatas digunakan untuk lnenghitung panell akhirnya, untuk menghitung panen totalnya maka digunakan formula:

AY

=

%eksploitasi

x

AG

dimana :

AY = Hasil tahunan (m3/tahun) AG = Tegakan persediaan nyata (m3) NG = Tegakan persediaan normal (m3) NY = Hasil normal (m3/tahun)

Vr = Potensi pada Kelas Umur terakhir (m3/ha) L = Luas total (ha)

R = Daur (tahun)

%eksploitasi = Perbandingan antara riap normal dengan tegakan persediaan normal (%)

In = Riap normal (m3/tahun)

c. Formula Von Mantel

dimana :

AY = Hasil tahunan (m3/tahun) AG = Tegakan persediaan nyata (m3) R = Daur (tahun)

(27)

Dimana :

AY = Hasil tahunan (m3/tahun). AG = Tegakan persediaan nyata (m3) R = Daur (tahun)

c = Konstanta Flury ( 0,4 - 0,6 )

V,, V,, V,,V4 =Volume normal pada kelas umur 1 , 2 , 3 , 4 (m3) r = Jumlah kelas umur

Asumsi yang digunakan dalatn perhitungan formula Von Mantel adalah riap volume ta'hunan konstan untuk tiap gradasi kenaikan umur, bertentangan dengan riap nyata di lapangan yang tidak konstan untuk setiap gradasinya, sehingga perhitungan fortnula Von Montel perlu dimodifikasi dengan nilai konstanta flury.

e. Formula Chapman

dimana :

AY = Hasil tahunan (m3/tahun) AG = Tegakan persediaan nyata (m3) R = Daur (tahun)

DG = Tegakan persediaan yang diharapkan (m3) = 90% NG Ia = Riap volume nyata (m3/tahun)

Untuk menghitung panen akhir digunakan riap MAI, sedangkan untuk menghitung panen total digunakan riap CAI.

3 Metode Berdasarkan Volume dan Luas

a. Formula Burn

Formula ini berdasarkan gabungan etat volume dan luas. Menurut Surat Keputusan Direktur Jendral Kehutanan No.l43/KPTS/DJ/I/1974 Untuk menentukan etat yatig dipakai selama jangka waktu perusahaan didasarkan pada hasil pengujian jangka waktu penebangan. Untuk jangka perusahaan berikutnya, perlu penyesuaian penentuan etat kembali dan demikian seterusnya. Dengan kata lain pengujian ini merupakan suatu kontrol untuk mengetahui apakah penebangan dari semua kelas umur dapat tetap dilaksanakan pada jangka waktu selama daur dan penebangan periodik diharapkan selalu seimbang dengan kemampuan tegaka'n persediaan nyata. Data yang diperlukan adalah:

1. Luas areal tegakan masing-masing kelas umur 2. Bonita rata-rata

(28)

Di mana:

B =Bonita rata-rata untuk kelas umur Bi =Bonita pada kelas umur i

Li = Luas areal tegakan dalam kelas umur i (ha) i = l , 2 , 3

,...,

n

3. Kerapatan Bidang Dasar

Di mana:

KBDi = Kerapatan bidang dasar untuk kelas umur i

Li = Luas areal tegakan dalam kelas umur i (ha)

I = l , 2 , 3 ,

...,

n

4. Umur Tebang Rata-Rata (UTR)

$(L,

xu;)

Di mana:

U = Umur rata-rata kelas perusabaan (tahun)

Li = Luas areal tegakan kelas umur ke-i (ha)

Ui = Umur tengah tegakan pada kelas umur ke-i (ha) i = l , 2 , 3

,...,

n

Hasil akhir dari perhitungan diatas dimasukkan kedalam bentuk tabel dan berdasarkan tabel tersebut, dapat dilakukan perhitungan lanjutan sebagai berikut:

(29)

a. Etat Luas

Di mana:

EL = Etat luas ( haltahun)

Li = Luas areal tegakan pada kelas umur i (ha)

R = Daur (tahun) i = l , 2 , 3

,...,

n

b. Etat Massa atau Volume

Di mana:

Em = Etat massa (m3/ tahun)

Vi = Massa kayu tegakan KU pada UTR (m3) V, = Massa kayu miskin riap (m3)

R = Daur (tahun)

b. Formula Modifikasi Burn

Formula ini merupakan formula modifikasi dari formula Burn din~ana perbedaan antar kedua formula terletak pada penggunaan umur untuk penentuan umur tebang rata- rata. Pada formula Burn digunakan umur tengah kelas umur pada penentuan umur tehang rata-ratanya, sedangkan pada formula modifikasi Bum menggunakan ulnur rata-rata kelas umur pada penentuan umur tebang rata-ratanya. .

Data yang diperlukan adalah:

I. Luas areal tegakan masing-masing kelas umur 2. Bonita rata-rata

Di mana:

B = Bonita rata-rata untuk kelas umul Bi =Bonita pada kelas umur i

(30)

Li = Luas areal tegakan dalam kelas umur i (ha)

i = l , 2 , 3

,...,

n

3. Kerapatan Bidang Dasar

Di mana:

KBDi = Kerapatan bidang dasar untuk kelas u ~ n u r i

Li = Luas areal tegakan dalam kelas umur i (ha)

I = 1,2,3,

...,

n

4. Umur Tebang Rata-Rata (UTR)

Di mana:

U = Umur rata-rata kelas perusahaan (tahun) Li = Luas areal tegakan kelas umur ke-i (ha) Ui = Umur rata-rata tegakan kelas umur ke-i (ha) i = l , 2 , 3

,...,

n

Hasil akhir dari perhitungan diatas dimasukkan kedalam bentuk tabel dan berdasarkan tabel tersebut, dapat dilakukan perhitungan lanjutan sebagai berikut:

a. Etat Luas

Di maua:

(31)

Li = Luas areal tegakan pada kelas umur i (ha) R = Daur (tahun)

i = l , 2 , 3

,...,

n

b. Etat Massa atau Volume

Di mana:

Em = Etat massa (m31 tahun)

Vi = Massa kayu tegakan KU pada UTR (m3)

V, = ~ a s s a kayu miskin riap

(2)

R = Daur (tahun)

G . Pengujian Jangka Waktu Penebangan

Dengan berbagai metode pada formula tertentu, melalui perhitungan akan didapat nilai panen akhir dan panen total. Panen akhir adalah panen berupa hasil akhir yaitu hasil tebang habis, sedangkan panen total adalah panen secara keseluihan mencakup hasil penjarangan. Selanjutnya hasil perhitungan panen akhir tersebut perlu untuk diuji cutting time test ( pengujian jangka waktu penebangan ) adalah pengujian terhadap kelestarian produksi selama daur berdasarkan luas tegakan produksi yang ada serta berdasarkan potensi produksi dari masing masing petak I anak petak. Bilamana dalam pengujian ini jumlah kumulatif tahun-tahun penebangan selama daur dianggap ada perbedaan nyata dengan daur yang telah ditetapkan, maka etat (panen akhir) yang telah didapat pada perhitungan pertama dikoreksi menjadi et.at bam untuk diuji lagi pada pengujian kedua. Bilamana etat yang telah dikoreksi pada pengujian berikutnya masih memberikan perbedaan lebih dari 2 tahun, etat akan dikoreksi kembali bertumt-turut sampai perbedaan akhirnya maksimum 2 tahun (Dirjen Kehutanan, 1974).

H. Kriteria Penentuan Formula Terbaik

Karena pendekatan yang digunakan sebagai dasar lahirnya berbagai metode penentuan etat berbeda, maka hasil yang didapatkan pada setiap metode juga akan berbeda bergantung kepada kondisi hutan. Hal tersebut perlu dianalisa dalam rangka mewujudkan asas kelestarian hasil, yaitu dengan cara pemilihan metode pengaturan hasil terbaik sebagai suatu upaya mengarahkan komposisi tegakan hutan menuju normal. Dalam penelitian ini, panen tahunan / etat yang dianalisis dibatasi hanya pada panen akhir dan etat luas yang sesuai dengan kondisi hutan yang bersangkutan.

Analisis data dilakukan dengan pengujian jangka waktu penebangan terhadap volume (etat massa yang digunakan berasal dari hasil perhitungan berbagai formula). Hasil pengujian tersebut

(32)

dibandingkan satu dengan yang lainnya, dan dipilih formula terbaik yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan.

Kriteria pemilihan formula terbaik adalah sebagai berikut :

1. Besarnya etat yang optimal

Salah satu tujuan dari manajemen adalah untuk memperoleh keuntungan maksimal (Osmaston, 1968).

2. Resiko yang paling kecil akan penebangan pada tegakan muda.

Limit ukuran minimal dari diameter pohon juga dapat digunakan untuk mengindiasikan tingkat kehatangan &an nilai pasar dari pohon itu sendiri (Osmaston,l968).

3. Selisih kumulatifjangka waktu 'penebangan dengan daur yang terkecil.

Semakin kecil nilai selisih kumulatifjangka waktu penebangan dengan daur maka etat yang digunakan akan lebih menjamin kelestarian hasil (Dirjen Kehutan, 1974).

4. Selisih volume total (volume pada umur tebangnya) dengan tegakan persediaan nyata.

Seorang manajer dibidang Kehutanan akan selalu berkeinginan untuk mendapatkan volume tegakan terbesar dengan riap tinggi, yang berasal dari tegakan persediaan nyata yang terkecil (Osmaston, 1968).

5. Jumlah pengujian.

Pengujian jangka waktu penebangan digunakan untuk menguji apakah kumulatif jangka waktu penebangan dari masing masing kelas hutan telah sesuai atau hampir sama dengan daur yang telah ditetapkan. Dengan demikian banyaknya pengujian dapat digunakan sebagai tolak ukur apakah suatu metode atau formula pengaturan hasil lebih teliti dibandingkan dengan lainnya. Kemudahan dalam pengolahan data berkaitan dengan efisiensi waktu, semakin banyak jumlah pengujian maka semakin banyak waktu diperlukan dalam proses pengolahan data, sehingga kurang efisien (Baroto, 2001).

Asumsi-asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Kegiatan inventarisasi hutan yang dilaksanakan oleh SPH Cianjur sesuai dengan aturan yang benar, sehingga data inventarisai yang digunakan dalam penelitian ini adalah sah.

2. Faktor-faktor pembentuk hutan normal lainnya selain metode pengaturan hasil diasumsikan tetap 1 caleris paribus.

3. Faktor koreksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 di~nana faktor koreksi ini adalah faktor koreksi yang dipakai oleh SPH Cianjur dan KPH Cianjur yang digunakan pula pada penyusunan RPKH.

(33)

IV. KONDISI UMUM LOKASl

A. Letak dan Luas

Luas wilayah KPH Cianjur hasil penataan semula : 69.307,16 Ha berkurang menjadi 68.862,89 ha, karena seluas 1.717,85 Ha masuk perluasan Taman Nasional Gede Pangrango sesuai SK Menhut No. 174 th 2003. Secara administratif ketataprajaan KPH Cianjur berada di Kabupaten DT II Cianjur, kecuali sebagian Kelompok fiutan Gunung Kencana seluas 1.386 Ha terletak di wilayah Kabupaten DT I1 Sukabumi. Secara geografis wilayah KPH Cianjur terletak pada 106O 4' s.d. 107" 25' BT dan 6O20' s.d. 7" 32' LS dengan batas administratif sebagai berikut :

Bagian Utara berbatasan dengan KPH Purwakarta dan KPH Bogor.

Bagian Timur berbatasan dengan KPH Bandung Utara, ,KPH Garut dan KPH Bandung Selatan.

Bagian Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Bagian Barat berbatasan dengan KPH Sukahumi dan'~P1-I Bogor.

B. Keadaan Hutan dan Jenis Tanaman

Daerah KPH Cianjur mempunyai tegakan yang dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Hutan alam rimba yang terdiri dari jenis-jenis kihiur, kitambaga, rasamala, puspa, huru, jamuju, pasang, dan lain-lain.

2 . Hutan tanaman yang terdiri dari jenis-jenis rasamala, puspa, jati, pinus, damar, albizia, acacia dan lain-lain.

3. Hutan rawang, baik hutan alam maupun hutan tanaman.

Menurut keadaan topografi, hutan-hutan di KPH Cianjur dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu hutan pegunungan dan hutan dataran rendah. Menurut fungsinya areal hutan dapat dibedakan menjadi kawasan lindung, kawasan produksi, dan lapangan dengan tujuan istimewa.

Menurut fnngsinya keadaan hutan KPH Cianjur terdiri dari : ,

1. Hutan Produksi 63.440,91 Ha

2. Hutan Lindung 5.215,05 Ha

3. Hutan Wisata 36,80 Ha

4. LDTI 169,74 Ha

Jumlah 68.862,89 H a

Melihat komposisi keadaan hutan di KPH Cianjur, Kelas Perusahaan Jati merupakan andalan pendapatan bagi kelangsungan perusahaan. Sedangkan Kelas Perusahaan Pinus merupakan penunjang. Selain dari jati dan pinus, hutan rasamala, mahoni dan rimba campuran lainnya merupakan jenis

(34)

penunjang. Usaha wisata diharapkan pada masa yang akan datang dapat diandalkan sebagai usaha altematif selain kayu.

C. Kelas Hutan J a t i

Susunan kelas hutan jati pada KPH Cianjur pada Bagian Hutan Ciranjang dan Sindang Barang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabei 1. Susunan Kelas Hutan Tanaman Jati Berdasarkan Revisi Model RPKH-PDE 3 Periode

1 J a n u a r i 2004

-

31. Desember 2007

. .

. . ' . . Y " ' ! . . . . . '. .

.

. . . .5ngian ~ u l a n ( ~ a ) . '

I

Jumlah ' : .~':.,: , : , - Kelas liutan

~ ,. . . iranjane '

I

Sindanebari~nk

I

(Ha) . .

I. Baik untukTebang Habis

A. Produktif 1 . K U I 2. KU I1 3. KU 111 4. KU IV 5. MT 6. MR Jumlal~ B. Tidak Produktif Jurnlah I

-

VIII~ 6,947.411 13,449.981 20,397.391

Sunzber : Model RPM-PDE 3

' 2,164.91 941.81 68.10 43.60 0.00 Jumlah

111. Tidak Baik untuk Jati

I. TK 2. TKL 3. HAKL 0.00 3,218.42 2,403.34 1,548.25 238.59 1,662.64 140.81 0,OO 0.00 0.00 0.00 - 4,568.25 2,490.06 306.69 1,706.24 140.81 0.00 5,993.63 0.00 9,212.05 0,OO 86.87 4.00 53.94 0,OO 86.87 4.00 53.94

(35)

D. Topografi

Topografi pada kawasan hutan wilayali KPH Cianjur 111ulai dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian berkisar dari 5 meter sampai dengan 2829 meter dari permukaan laut.

Berdasarkan keadaan topografi tersebut, kawasan hutan KPH Cianjur bagian Barat yang mempunyai ketinggian rata-rata 1000 mdpl, besar pengaruhnya terhadap Hidrologi wilayali sekitarnya atau kelompok hutan yang mempunyai kelerengan di atas 50%. Sedangkan lapangan yang mempunyai konfigurasi lapangan landai sampai dengan bergelo~nbang masuk dalam Kelas Perusahaan Jati yaitu dengan ketinggian antara 5 m sampai 576 m.

E. Gangguan Keamanan

Pada Kelas Pemsahaan Jati gangguan keamanan berupa pencurian relatif besar bila dibandingkan dengan gangguan keamanan pada Kelas Perusahaan lainnya. Penanganan pada gangguan keamanan ini secara bertahap diupayakan untuk diselesaikan melalui jalur musyawaral~ dan jalur

hukum bila diperlukan. .

F. Keadaan T a n a h

Berdasarkan peta Tinjau Tanah Perum Perhutani Unit 111 Jawa Barat , jenis tanah yang terdapat pada Bagian Hutan Ciranjang adalah aluvial coklat keabuan, andosol, grumusol, latosol, dan podsolik merah kuning. Untuk Bagian Hutan Sindang Barang jenis-jenis tanahnya adalah aluvial, grumusol, latosol, dan podsolik merah kuning.

G . Iklim

Iklim di daerah KPH Cianjur menurut peta iklim Schmidt dan Ferguson ter~nasuk pada tipe iklim B, yang dicirikan berupa daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropika.

(36)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Analisis Formula

Kesatuan Pemangkuan Hutan Cianjur melniliki 2 Bagian I-Iutan, Bagian Hutan Ciranjang dan Bagian Hutan Sindang Barang. Bagian Hutan adalah merupakan suatu unit kesatuan pengaturan kelestarian hasil hutan. Bagian Hutan Ciranjang maupuo Sindang Barang lnemiliki kondisi hutan yang tidak normal, secara umum dapat dilihat pada distribusi luas pada masing-masing kelas umur pada kedua Bagian Hutan tersebut.

\

Hutan normal didefinisikan sebagai hutan yang meniiliki sebaran kelas umur nonnal, volume normal dan riap yang normal. Dengan semakin meningkatnya umur tanaman semakin besar pula volume per hektarnya dengan penambahan volume per hektar atau riap yang sama untuk setiap kenaikan kelas umurnya (Meyer et al, 1961).

Salah satu tujuan dari pengaturan hasil adalah mengarahkan hutan menuju formasi hutan normal. Hutan normal dapat dicirikan dengan memiliki susunan kelas umur yang memiliki luasan yang relatif sama pada setiap kelas umurnya. Di KPH Cianjur, pada kedua Bagian Hutan yaitu Bagian I-Iutan Ciranjang dan Sindang Barang memiliki luasan yang berbeda pada setiap kelas umurnya. Pada Bagian Hutan Ciranjang terdapat perbedaan yang sangat mencolok pada susunan kelas umurnya, dimana lebih dari 67 persen luasan total terdiri dari kelas umur I, dan jumlah ini semakin menurun seiring dengan bertambahnya kelas umur (lampiran 7). Pada Bagian Hutan Sindang Barang terdapat 5 kelas hutan yang terdiri dari 4 kelas umur dan satu kelas hutan masak tebang, susunan luasan pada setiap kelas umur tersebar lebih merata ketimbang Bagian Hutan Ciranjang, luasan yang paling besar terdapat pada kelas umur I dengan luas 2.403,34 ha (40 % dari luas total ), sedangkan pada kelas umur I1 mengalami penurunan luasan menjadi sebesar 1.548,25 ha (25,83 %) dan pada kelas umur I11 mengalami penurunan luasan yang sangat tajam menjadi sebesar 238,59 ha (3,98 %) dan kembali lneningkat tajaln pada kelas umur IV menjadi 1.662,64 ha (27,74 %)

,

untuk kelas hutan masak tebang luasamya hanya sebesar 140,81 ha (2,35 %), yang merupakan luasan terkecil dari seluruh kelas hutan laimya (lampiran 8). Terjadinya ketimpangan luasan pada masing-masing kelas umur di setiap Bagian Hutan dapat disebabkan karena adanya gangguan hutan, seperti penebangan liar, ha1 ini dapat dilihat dari kecilnya luasan pada kelas umur I11 dan IV (Bagian Hutan Ciranjang) yang pada umumnya kegiatan pencurian kayu rawan terjadi pada kedua kelas umur ini.

Susunan bonita

pads

tiap kelas umur di Bagian Hutan Ciranjang relatif sama (lampiran 7), dengan bonita rata-rata 3, tetapi tidak demikian pada Bagian Hutan Sindang Barang dimana pada kelas umur IV memiliki bonita rata-rata 3,5 dan pada kelas umur lainnya memiliki bonita rata-rata 3 (lampiran 8). Untuk kerapatan bidang dasar (KBD) memiliki nilai yang cukup variatif pada kedua Bagian Hutan dimana pada Bagian Hutan Ciranjang berada pada kisaran O,85

-

1,19 (lampiran7)

,

(37)

Secara keseluruhan dari data yang ada dapat dihitung umur rata-ratanya yaitu 9 pada Bagian Hutan Ciranjang dan 19 pada Bagian Hutan Sindang Barang. Umur tebang rata-rata (UTR) diperoleh dengan menjumlahkan umur rata-rata dengan umur setengah daur (20 tahun) sehingga dapat diketahui UTR untuk Bagian Hutan Ciranjang adalah 29 dan sedangkan untuk Bagian Hutan Sindang Barang 39 tahun. KPH Cianjur menggunakan faktor koreksi I sesuai dengan faktor koreksi pada RPKH KPH Cianjur.

Volume (tegakan persediaan nyatdaktual) pada masingmasing kelas umur cukup fluktuatif. Pada Bagian Hutan Ciranjang, volume terbesar berada pada kelas umur I1 dan menurun tajam pada kelas umur I11 dan IV, ha1 ini sangat dipengaruhi oleh besarnya luasan pada kedua kelas umur tersebut. Pada Bagian Hutan Sindang Barang Volume terbesar terdapat pada kelas umur IV, dan yalig terendah pada kelas hutan masak tebang. Fluktuasi volume pada Bagian Hutan Sindang Barang terlihat cukup jelas dimana terjadi peningkatan pada Kelas umur 11, menurun tajam di kelas umur 111 dan kembali meningkat tajam pada kelas umur IV, dan kembali lagi menurun tajam pada kelas hutan masak tebang. Nilai volume berkorelasi sangat erat dengan luas, bonita, umur dan kerapatan bidang dasar (KBD). Untuk mengetahui komposisi luas, bonita, umur rata-rata, KBD dan potensi pada masing-masing kelas umur di setiap bagian hutan dapat dilihat pada (lampiran 7 dan lampiran 8)

Pengaturan hasil yang lestari sebagai bagian dari perencallaan hutan dapat rnembantu mengarahkan hutan untuk menuju formasi hutan normal atau setidaknya mendekati hutan nonnal, oleh karena itu perlu untuk mengetahui metode pengaturan hasil yang terbaik untuk diterapkan di KPH Cianjur.

Pengaturan hasil dimaksudkan untuk mewujudkan kelestarian hasil, dimana diharapkan hutan dapat selalu memberikan hasil berkelanjutan sesuai dengan kapasitas hutan. Pengaturan hasil hutan dapat menggunakan berbagai macam metode, akan tetapi diharapkan bahwa metode yang digunakan akan memberikan kelestarian hasil yang optimal. Adapun hasil perhitungan pada berbagai metode pengaturan hasil yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Metode Berdasarkan Luas

a. Formula Kompromi pada Semua Kelas Umur

Panen tahunan atau besarnya etat dapat dihitung de&n menjumlahkan luasan pada setiap kelas umur lalu membaginya dengan daur. Pada Bagian Hutan Ciranjang diperoleh etat luas sebesar 80,46 hdtahun, besar etat ini akan terus sama setiap tahun, dan lama waktu untuk mencapai liutan dengan luasan yang normal adalah 30 tahun, dimana luasan' pada masing-masing kelas umur adalah sama yaitu sebesar 804,bl hdtahun ( lampiran 1)

.

Pada Bagian Hutan Sindang Barang etat luas yang diperoleh sebesar 149,84 haltahun. Kelas umur yang dibentuk pada kondisi hutan normal tidak boleh terdapat kelas hutan masak tebang, dengan kata lain kelas hutan ini harus dihilangkan, sehingga pada

(38)

kondisi liutan yang normal, luasan pada masing-masing kelas umur adalah sebesar I .498,41 ha, dengan lama waktu menuju hutan normal 30 tahun ( lampiran 4 ).

b. Formula Kompromi Dua Kelas Umur Terakhir

Perhitungan etat luas pada formula ini dengan cara menjumlahkan luas pada dua kelas umur terakhir kemudian dibagi dengan jumlah selang waktu dua kelas umur tersebut (20 tahun), dimana untuk Bagian Hutan Ciranjang Diperoleh etat sebesar 5,59 hdtahun selama 10 tahun pertama dan akan terus berubah menyesuaikan dengan etat kompromi dua kelas umurnya ( lampiran2). Lama waktu untuk membentuk hutan relatif normal dari luasannya adalah selama 350 tahun. Pada Bagian Hutan sindang Barang diperoleh etat luas untuk 10 tahun pertama adalah sebesar 102,l hdtahun dan untuk membentuk hutan relatif normal memerlukan waktu selama 350 tahun ( lampiran 5).

c. Formula Kompromi Tiga Kelas Umur Terakhir

Perhitungan etat luas pada formula ini dengan cara menjumlahkan luas pada tiga kelas ulnur terakhir kemudian dibagi dengan jumlah selang waktu tiga kelas umur tersebut (30 tahun), dilnana untuk Bagian Hutan Ciranjang diperoleh etat sebesar 35,12 haltahun selama 10 tahun pertanla yang akan terus berubah menyesuaikan dengan etat kompromi dua kelas umurnya ( lampiran 3). Lama waktu untuk membentuk hutan relatif normal dari luasannya adalah selama 140 tahun. Pada Bagian Hutan Sindang Barang diperoleh etat untuk 10 tahun pertama adalah sebesar 119,68 ha/tahun dan untuk membentuk hutan relatif normal dari luasannya akan memerlukan waktu selama 150 tahun

( lampiran 6).

Waktu yang diperlukan oleh masing-masing formula kompromi untuk mencapai hutan dengan luasan yang normal dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Lama W a k t u Menuju Formasi Hutan Normal pada Formula Kompromi

Pada formula kompromi semua kelas umur di setiap Bagian Hutan, memiliki waktu yang paling cepat untuk menuju formasi hutan normal dibandingkan dengan formula kompromi dua hingga tiga kelas umur terakhir. Formula kompromi tiga kelas umur terakhir memerlukan waktu yang lebih cqpat untuk menuju formasi hutan yang normal ketimbang formula kompromi dua kelas umur terakhir. Semakin banyak kelas umur yang dikompromikan dalam perhitungan etat maka akan semakin cepat pula membentuk hutan dengan luasan normal. Hal ini bereaksi negatif pada kegiatan penebangan di

(39)

Gambar

Tabel 2. Lama W a k t u  Menuju Formasi Hutan Normal pada Formula Kompromi
Tabel 4.  Panen Tahnnan d a i i  Berbagai Formula yang Digunakan
Tabel 6 Etat Sebelum dan Sesudah Pengujian  pada Metode Berdasarkan Volume dan Luas
Table  7.  Perbandingan  Etat,  Umur  Tebang  Habis,  Selisilt  Jangka  Waktu  Penebangan,  Selisih  Volume pada U m u r  Tebang Rata-Rata  Total terltadap Tegakan Persediaan  Nyata,  dan  Jumlab Pengujian  Ciranjang  Sindang  Barang  Austria  Hundeshagen

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengujian hipotesis maka sikap mahasiswa terhadap gaya kepemimpinan Direktur Akademi Manajemen Bumi sebalo Bengkayang berdasarkan Tabel 1 perhitungan analisis

Pihak manajemen dapat memberikan inovasi (berdasarkan respon teknis 6 yaitu, melakukan sewa jasa software developer) dengan membuat layanan pembelian online m elalui website dan

Rata-rata hasil perhitungan tingkat kepuasanuntuk Kinerja Layanan Konfirmasi Surat Setoran adalah sebesar 4.40, sehingga capaian IKU Kemenkeu-Four Seksi Bank “Indeks Kepuasan

Bila terjadi error pada transmisi, suatu negative acknowledgment (nak) dipakai untuk mengindikasikan bahwa suatu sistim tidak siap menerima, atau data yang diterima error.. Hal ini

Suatu yang sangat menarik, sekalipun sangat kompleks, tipe proses industri mikroorganisme, salah satu produknya yang diharapkan tidak dihasilkan selama fase pertumbuhan primer,

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, Subdinas Kerjasama, Pembiayaan dan Utilitas mempunyai fungsi:.. Pengkajian bahan kebijakan

Keikutsertaan anak dalam mencari nafkah tidak terlepas dari berbagai faktor. Terdapat faktor pendorong yang mendorong rumahtangga untuk turut serta mempekerjakan

Bahwa benar pada bulan Oktober 2009 Penggugat dan Tergugat menunaikan ibadah haji dengan berharap benar-benar dapat memperbaiki hubungan suami istri yang berahlak,