• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK PADA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN TESIS. Oleh : PUTRANESIA THAHA NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK PADA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN TESIS. Oleh : PUTRANESIA THAHA NIM."

Copied!
236
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK

PADA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN

TESIS

Oleh :

PUTRANESIA THAHA

NIM. 1420922001

PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2016

(2)

PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK

PADA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN

TESIS

Diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Strata-2 pada Program Studi Magister Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Andalas

PUTRANESIA THAHA

NIM. 1420922001

Pembimbing :

TAUFIKA OPHIYANDRI, Ph.D

YERVI HESNA, MT

PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2016

(3)
(4)
(5)

PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ANDALAS

PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK

PADA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN

PUTRANESIA THAHA

NIM. 1420922001

Pembimbing :

TAUFIKA OPHIYANDRI, Ph.D

NIP. 197501041998021001

Ko-Pembimbing :

YERVI HESNA, MT

NIP. 197803242006042001

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji dan syukur penulis haturkan kepada

Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa karena atas Rahmat dan Karunia yang telah

diberikan penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan Model

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok pada Industri Konstruksi Perumahan”. Tesis ini

dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Strata-2 pada program

studi Magister Teknik Sipil, Universitas Andalas.

Penulis mengucapkan terimakasih sebagai ungkapan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Taufika Ophiyandri, PhD., selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan dan

bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

2. Ibu Yervi Hesna, MT., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu,

tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis

untuk menyelesaikan tesis ini.

3. Bapak Prof.Dr.Eng.Ir.Zaidir,MS,. Bapak Dr. Bambang Istijono, Bapak Benny

Hidayat,Phd., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan,kritikan dan

arahan untuk perbaikan tesis ini.

4. Staf pengajar Program Magister Teknik sipil, khususnya bapak Bayu Martanto

Adji,PhD., bapak Sabril Haris,PhD,.dan bapak Ahkmad Suraji, PhD., yang telah

memberikan dukungan ,masukan dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan

tesis ini.

5. Staf dan karyawan Tata Usaha Program Magister Teknik Sipil

6. Staf dan karyawan perpustakaan jurusan teknik sipil ,Fakultas Teknik Universitas

Andalas

7. Keluarga-ku tercinta, spesial buat istriku tersayang yang telah memberikan

dukungan penuh kepada penulis dalam mendampingi untuk penyelesaian tesis ini

8. Anak-anakKu tersayang , Nathania nasyiwa zanetha, Khalil athabrani zanetha,

dan Raihania ahzaqila zanetha, yang telah memberikan keceriaan untuk penulis

menyelesaikan tesis ini.

(7)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini memiliki ketidaksempurnaan ,untuk itu

kritikan dan saran dalam rangka perbaikan dan kesempurnaan tesis ini penulis

harapkan dari berbagai pihak terkait.

Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan untuk

penelitian-penelitian selanjutnya.

Padang, Oktober 2016

(8)

ABSTRAK

Pengelolaan rantai pasok pada industri konstruksi perumahan di percaya akan

meningkatkan nilai kinerja dari proses bisnis industri konstruksi perumahan itu

sendiri. Upaya pengukuran kinerja untuk menilai kemampuan pengembang

perumahan sebagai bagian dari kesatuan rantai pasok industri perumahan

diharapkan mampu memberikan ruang lebih untuk mampu menciptakan peluang

dan daya saing terhadap pelaku para pelaku bisnis dalam industri konstruksi

perumahan. Konsumen sebagai pemilik akhir dari sebuah produk industri

perumahan seringkali mendapatkan permasalahan dari para pengembang.

Permasalahan yang timbul seperti: (a) kontruksi bangunan yang tidak memenuhi

kaidah-kaidah konstruksi yang benar (tidak memenuhi SNI), (b) infrastruktur yang

tidak memadai, (c) tenggang waktu penyelesaian bangunan yang tidak sesuai

jadwal yang disepakati, (d) pemahaman konsumen yang kurang akan produk

perumahan yang berkwalitas membuat rentan untuk di manipulasi pengembang.

Dalam penelitian ini akan dilakukan sebuah pengukuran kinerja dengan

menggunakan metoda SCOR

®

versi 11 pada industri konstruksi perumahan.

Responsiveness

dan

efficiency

merupakan

karakteristik

yang

dapat

menggambarkan kinerja rantai pasok yang bersifat dinamis sehingga mampu

menyesuaikan setiap perubahan yang terjadi pada pasokan dan permintaan.

Harmonisasi antara kinerja dan manajemen rantai pasok diawali dengan

menghitung atribut dan metrik kinerja,menentukan bobot metrik kinerja dengan

pendekatan AHP,menentukan performansi atribut supply chain performance

sehingga didapatkan nilai supply chain performance : perumahan mewah (59,1%),

perumahan menengah (34,2%),dan perumahan sederhana ( 51,1%).

(9)

ABSTRACT

Supply chain management in the residential construction industry in the trust will

increase the value of the performance of the residential construction industry business

process itself. Efforts to assess the performance measurement capabilities developers

of housing as part of the unitary housing industry supply chain are expected to provide

more space to be able to create opportunities and competitiveness against perpetrators

of businesses in the residential construction industry. End consumers as the owner of a

residential industrial products often get problems from the developers. The problems

that arise, such as: (a) the construction of buildings that do not meet the rules of

construction that is true (does not meet SNI), (b) inadequate infrastructure, (c) a grace

period of completion of the building that does not conform to an agreed schedule, (d)

less consumer understanding will housing product quality makes it vulnerable to

manipulation developers. In this research will be a measurement of performance using

a method SCOR® version 11 on the residential construction industry. Responsiveness

and efficiency is a characteristic that describes the performance of the supply chain is

dynamic so as to adjust any changes in supply and demand. Harmonization between

performance and supply chain management begins with calculating the attributes and

performance metrics, performance metrics determine the weight with AHP approach,

determine the performance attributes of supply chain performance to obtain the value

of supply chain performance: luxury housing (59.1%), intermediate housing (34, 2%),

and low-income housing (51.1%).

(10)

DAFTAR ISI

Halaman JUDUL

Lembar Pengesahan oleh Pembimbing/Ko-pembimbing

Lembar Pengesahan oleh Dosen penguji

Lembar Pernyataan Keaslian Tesis

Abstrak

Daftar Isi

Kata Pengantar

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Penelitian Sebelumnya ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.6. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………. 7

2.1. Pengembangan Industri Konstruksi Perumahan ... 7

2.1.1. Peraturan untuk Pengembangan Industri Konstruksi

Perumahan ... 12

2.1.2. Pelaksanaan Konstruksi Perumahan ... 14

2.2. Rantai Pasok Pengembangan Industri Konstruksi Perumahan .... 15

2.2.1. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Proyek Konstruksi

Perumahan ... 18

2.3. Pola Umum Rantai Pasok Proyek Industri Konstruksi

Perumahan ... 21

2.4 Pola Rantai Pasok Pengembangan Industri Konstruksi

Perumahan ... 22

2.5. Pengukuran Kinerja Sistem Rantai Pasok ... 24

2.6. Supply Chain Operation Reference Model ... 25

2.6.1. SCOR sebagai suatu Kerangka Proses ... 26

(11)

2.6.3. Struktur Model SCOR ... 29

2.7. Pengukuran Kinerja Model SCOR ………...……. 32

2.7.1. Atribut Kinerja ... 32

2.7.2. SCOR sebagai suatu Kerangka Proses ... 35

2.7.3. Perfect Order Fulfillment (POF) ... 36

2.7.4. Order Fulfillment Cycle Time (OFCT) ... 37

2.7.5. Upside Supply Chain Flexibility ... 38

2.7.6. Upside Supply Chain Adaptability ... 39

2.7.7. Upside Supply Chain Flexibility ... 41

2.7.8. Supply Chain Value at Risk ... 42

2.7.9. Total Cost to Serve ... 43

2.7.10. Cash-to-Cycle Time ... 44

2.7.11. Return on Supply Chain Fixed Assets ... 45

2.7.12. Return on Working Capital ... 46

2.7.13. Hirarki Metrik AMR ... 47

2.7.14. SCOR® Card ... 49

2.8. PRAKTIK... 50

2.8.1. Jenis-Jenis Praktik ... 50

2.8.2. Klasifikasi Praktik ... 52

2.8.3. Praktik-praktik dalam SCOR 11 dibanding dengan versi

SCOR sebelumnya ... 56

2.9. Mengenal SCOR® 11 ... 56

2.9.1. Kerangka Proses ... 57

2.9.2. Metrik Biaya ... 57

2.9.3. Proses Enable ... 57

2.9.4. Praktik-Praktik ... 58

2.10. Indikator Kinerja SCOR® ... 59

2.11. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ... 73

BAB III. METODE PENELITIAN ... 76

3.1. Pengantar ... 76

3.2. Kerangka berpikir ... 77

(12)

3.4 Strategi Penelitian ... 78

3.5 Waktu Penelitian ... 78

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 78

3.7 Pengumpulan Data ... 80

3.8 Analisa Data ... 84

3.9 Model Penelitian ... 84

3.10 Pengembangan model Pengukuran Kinerja Sistem

Rantai Pasok Berbasis SCOR versi 11 ... 84

3.11 Menghitung Bobot AHP ... 92

BAB IV. STUDI KASUS ... 94

4.1. Studi kasus pengembangan perumahan ... 94

4.1.1. Perumahan Kelas Mewah ... 94

4.1.2. Perumahan Kelas Menengah ... 105

4.1.3. Perumahan Tipe Sederhana ... 115

BAB V. ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 129

5.1. Analisa Indentifikasi Kinerja Rantai Pasok ... 129

5.2. Analisa Model ... 133

5.3. Analisa Data ... 135

5.4. Analisa Kinerja ... 151

5.4.1. Analisis Kinerja ditinjau dari Sisi Kepentingan

Pelanggan ... 151

5.4.2. Analisis Kinerja ditinjau dari Sisi Kepentingan

Perusahaan ... 156

5.4.3. Analisis Kinerja Total ... 159

5.4.4. Rekomendasi ... 160

5.5. Framework Pengembangan Model Pengukuran Kinerja

Industri Konstruksi Perumahan ... 160

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 164

6.1. Kesimpulan ... 164

6.2. Saran ... 165

DAFTAR PUSTAKA ... 166

LAMPIRAN

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rantai pasok merupakan suatu konsep yang awal perkembangannya berasal

dari industri manufaktur. Industri konstruksi mengadopsi konsep ini untuk

mencapai efisiensi mutu, waktu dan biaya yang pada akhirnya dapat

meningkatkan produktivitas dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi (Juarti,

2008). Dalam penelitian yang dilakukan Vrijhoef (1999) dijelaskan bahwa pada

dasarnya di dalam suatu rantai pasok terdapat keterlibatan berbagai pihak mulai

dari hubungan hulu (upstream) hingga ke hilir (downstream), dalam proses dan

kegiatan yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang bernilai hingga

sampai kepada pelanggan terakhir. Sehingga keterlibatan dari berbagai pihak

tersebut akan membentuk suatu pola hubungan yang menempatkan suatu pihak

sebagai salah satu mata rantai dalam suatu rangkaian rantai proses produksi yang

menghasilkan produk konstruksi. Karena adanya keterlibatan berbagai pihak

dengan keahlian dan kepentingan yang berbeda-beda tersebut menunjukkan

terpecah-pecahnya suatu pekerjaan konstruksi ke dalam beberapa paket pekerjaan

yang dilaksanakan oleh berbagai pihak yang berbeda sehingga dalam suatu pola

rantai pasok tersebut terjadi beberapa permasalahan, seperti meningkatnya biaya

pelaksanaan, terjadinya keterlambatan, terjadinya konflik dan perselisihan,

sehingga mengakibatkan industri konstruksi dikenal sebagai industri yang tidak

efisien (Tucker et al., 2001).

Pengelolaan rantai pasok di industri konstruksi dipercaya sebagai salah

satu usaha yang strategis untuk meningkatkan daya saing suatu perusahaan

konstruksi di tengah semakin ketatnya persaingan lokal, regional maupun global,

sebagaimana layaknya industri lainnya. Salah satu unsur penting dari pengelolaan

rantai pasok ini adalah struktur dari jaringan yang efektif, karena sebuah rantai

pasok yang efisien dianggap dapat memberikan daya saing yang tinggi kepada

perusahaan yang menjadi bagiannya. Berdasarkan hasil suatu studi diperoleh

kesimpulan bahwa desain rantai pasok yang buruk memiliki potensi untuk

(14)

meningkatkan biaya proyek hingga 10% (Bertelsen, 1993). Menurut Stock dan

Lambert (2001), pengelolaan rantai pasok yang sukses membutuhkan sistem yang

terintegrasi. Masing-masing unit dalam rantai pasok menjadi satu kesatuan, tidak

berdiri sendiri-sendiri sebagaimana halnya dengan rantai pasok tradisional.

Kegiatan operasi pada rantai pasok membutuhkan aliran informasi yang

berkesinambungan untuk menghasilkan produk yang baik pada saat yang tepat

sesuai dengan kebutuhan konsumen. Oleh karena itu usaha untuk mengidentifikasi

semua aktivitas yang mempunyai nilai tambah merupakan faktor penting yang

harus dilakukan untuk menyusun perbaikan sistem rantai pasok industri

konstruksi, dalam hal ini pada industri konstruksi perumahan sehingga tingkat

kinerja rantai pasok menjadi optimal. Kondisi diatas menegaskan bahwa

diperlukannya suatu pengembangan model yang dapat menggambarkan organisasi

di industri konstruksi perumahan guna memahami struktur dan perilaku rantai

pasok dalam industri konstruksi perumahan, sehingga suatu rantai pasok

konstruksi memiliki potensi untuk menjadi salah satu ruang yang memungkinkan

untuk dilakukannya peningkatan dalam industri konstruksi perumahan.

Terdapat beberapa penelitian terkait rantai pasok yang telah dilakukan

pada industri konstruksi diantaranya : Yullianti (2008), mengkaji tentang

pengembangan indikator-indikator penilaian yang akan digunakan sebagai alat

bantu untuk mengevaluasi kinerja terkait dengan efektifitas dan efisiensi rantai

pasok pada proyek konstruksi di indonesia dalam rangka pencapaian konstruksi

ramping dan Oktaviani (2008), melakukan pengukuran kinerja dari pola rantai

pasok proyek konstruksi bagunan gedung yang telah teridentifikasi dengan

menggunakan indikator-indikator yang telah dikembangkan sebelumnya, terutama

pada kajian hubungan antar pihak yang terlibat dalam proses produksi proyek

kontruksi bangunan gedung. Sedangkan Juarti (2008), melakukan kajian tentang

pola-pola rantai pasok pengembangan perumahan yang memiliki karakteristik

yang sama dengan proyek konstruksi pada umumnya sehingga sama halnya

seperti dalam industri konstruksi, maka di dalamnya terjadi keterlibatan berbagai

pihak dengan keahlian dan kepentingan yang berbeda-beda dalam hal pengadaan

barang dan jasa. Sementara itu Maghrizal, et al. (2014), menempatkan ada 2 pola

rantai pasok yang berlaku pada industri konstruksi perumahan yaitu pola umum

(15)

dan pola khusus yang diterapkan oleh pengembang dalam pengembangan

perumahan.

Kinerja sistem rantai pasok industri konstruksi perumahan merupakan

totalitas atau kesatuan kinerja yang terdiri dari pemasok bahan bangunan

(supplier), developer/kontraktor, konsumen dan jasa penunjang. Responsiveness

dan efficiency merupakan karakteristik yang dapat menggambarkan kinerja rantai

pasok yang bersifat dinamis sehingga mampu menyesuaikan setiap perubahan

yang terjadi pada pasokan dan permintaan. Harmonisasi antara kinerja dan

manajemen rantai pasok menjadi penting agar akitivitas rantai pasok dapat bekerja

secara baik dan benar.

Pada pengembangan perumahan, pengembang sebagai pemilik proyek

bukan merupakan konsumen akhir, pihak akhir dari rantai pasok pengembangan

perumahan adalah pemilik rumah. Rangkaian kegiatan dalam rantai pasok industri

konstruksi perumahan sejalan dengan suatu rangkaian kegiatan ekonomi, dimana

terdapat hubungan antara produsen dan konsumen yang diikuti dengan adanya

aliran barang dan jasa. Rantai pasok industri konstruksi perumahan terbentuk

adanya keterlibatan berbagai pihak mulai dari pemilik rumah, pengembang,

konsultan desain, kontraktor perumahan, serta pemasok dan sub kontraktor.

Dalam manajemen rantai pasok, manajemen kinerja dan perbaikan secara

berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan

suatu sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok. Sistem

pengukuran kinerja di butuhkan untuk melakukan monitoring dan pengendalian,

mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasokan,

mengetahui dimana posisi relatif pesaing maupun terhadap tujuan yang hendak

dicapai dan menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan pesaing.

Pada uraian diatas, terlihat bahwa telah terdapat beberapa penelitian yang

telah mengkaji rantai pasok pada industri konstruksi gedung dan kontruksi

perumahan. Namun demikian belum ada yang secara khusus melakukan penelitian

pengembangan model pengukuran kinerja rantai pasok pada industri konstruksi

perumahan secara komprehensif. Berdasarkan penjelasan diatas maka diangkat

sebuah penelitian berjudul”Pengembangan Model Pengukuran Kinerja Rantai

(16)

1.2. Perumusan Masalah

Pasca gempa 2009 yang melanda kota Padang, pertumbuhan

perkembangan perumahan meningkat cukup signifikan. Berbagai bentuk dan

produk perumahan ditawarkan oleh para pengembang kepada para konsumen.

Menurut Juarti (2008), Pada pengembangan perumahan, pengembang (sebagai

pemilik proyek) bukan merupakan konsumen akhir (end-customer), pihak

paling akhir dari rantai pasok pengembangan perumahan adalah pemilik

rumah, karena produk akhir pengembangan perumahan akan diserahkan

kepada pemilik rumah. Sedangkan pada proyek konstruksi gedung pemilik

proyek merupakan konsumen akhir (end- customer). Konsumen sebagai

pemilik akhir dari sebuah produk industri perumahan seringkali mendapatkan

permasalahan dari para pengembang. Permasalahan yang timbul seperti :

kontruksi bangunan yang tidak memenuhi kaidah-kaidah konstruksi yang benar

(tidak memenuhi SNI), infrastruktur yang tidak memadai, tenggang waktu

penyelesaian bangunan yang tidak sesuai jadwal yang disepakati, pemahaman

konsumen yang kurang akan produk perumahan yang berkwalitas membuat

rentan untuk di manipulasi pengembang.

Berkaitan dengan permasalahan diatas terdapat beberapa pertanyaan

penelitian yang ingin dijawab, yaitu:

1. Apa faktor yang mempengaruhi rantai pasok pada pembangunan

perumahan?

2. Bagaimana menentukan pengukuran kinerja rantai pasok pembangunan

perumahan?

3. Bagaimana mengembangkan model acuan pengukuran kinerja, yang

berguna untuk mengontrol sampai sejauh mana pemanfaatan sumber daya

yang ada?

1.3. Penelitian Sebelumnya

Penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan rantai pasok pada industri

konstruksi gedung dan industri konstruksi perumahan telah banyak dilakukan

(17)

diantaranya: Pengukuran kinerja rantai pasok industri konstruksi bangunan

gedung(Yulianti,2008),Rantai

pasok

proyek

konstruksi

bangunan

gedung

(Oktaviani,2008), Pola rantai pasok industri konstruksi bangunan perumahan

(Juarti,2008).

Pada penelitian-penelitian diatas belum ada membahas tentang pengukuran

kinerja rantai pasok industri konstruksi perumahan, untuk itu pada penelitian ini

penulis melakukan penelitian dengan mengembangkan suatu model pengukuran

kinerja rantai pasok untuk menilai kinerja pada industri konstruksi perumahan. Model

yang dikembangkan yaitu dengan menggunakan model SCOR

®

versi 11.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja rantai

pasok industri konstruksi perumahan.

2. Untuk menentukan pengukuran kinerja rantai pasok industri konstruksi

perumahan.

3. Mengembangkan model acuan pengukuran kinerja rantai pasok industri

konstruksi perumahan.

1.5. Ruang lingkup penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Padang karena pertumbuhan perumahan

pasca gempa September 2009 berkembang pesat di Kota Padang, dibandingkan

dengan sebelum terjadinya gempa. Lingkup studi secara keseluruhan yang akan

dilakukan mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Pengkajian model acuan pengukuran kinerja untuk rantai kegiatan dari

industri konstruksi perumahan.

2. Pengkajian model sistem rantai pasok industri konstruksi perumahan.

1.6. Sistematika penulisan

(18)

Bab I Pendahuluan

Latar belakang penelitian, perumusan masalah dan posisi penelitian,

tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan ,

menjadi pembahasan pada bab ini.

Bab II Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dilakukan terhadap literatur dan penelitian

terdahulu

yang

berkaitan

dengan

industry

konstruksi

dan

pengembangan perumahan, model kinerja dan pola-pola rantai pasok

pada pengembangan perumahan, sehingga nanti dapat dijelaskan posisi

penelitian yang menjadi acuan penelitian ini.

Bab III Metodologi Penelitian

Penetapan model penelitian untuk menentukan pengembangan model

pengukuran kinerja rantai pasok pada industri konstruksi perumahan

yang terjadi pada pengembangan perumahan, rancangan pertanyaan

kuisioner, pengumpulan data, analisis data, dan pembahasan untuk

mencapai tujuan penelitian adalah bagian dari bab ini.

Bab IV Pengumpulan dan Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai

pasokan barang dan jasa yang terjadi pada setiap perumahan yang

ditinjau. Analisis data menghasilkan pola rantai pasok dan

pengembangan model pengukuran kinerja rantai pasok industri

perumahan pada tiap pengembangan perumahan yang ditinjau

menjadi isi dari bab ini.

Bab V Pembahasan Hasil Penelitian

Pengembangan model kinerja pengukuran rantai pasok pada industri

konstruksi perumahan adalah hasil yang diharapkan pada bab ini..

Bab VI Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan atas pembahasan yang berisikan akan jawaban dari tujuan penelitian

serta berisikan saran dan pendapat untuk penyempurnaan dan pengembanga

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGEMBANGAN (INDUSTRI KONSTRUKSI) PERUMAHAN

Didalam UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman mendefinisikan rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai

tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Sedangkan

perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat

tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

lingkungan. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan

yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana

mestinya sedangkan sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang

berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi,

sosial dan budaya. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar

kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan

yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan

tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Perumahan

dapat berupa unit-unit rumah tinggal yang dikembangkan diatas lahan secara

horizontal (landed house) atau hunian bertingkat yang dikembangkan diatas lahan

secara vertikal (Hendrickson, 1989).

Pada umumnya perumahan yang ditawarkan oleh pengembang terdiri

dari tiga kelas yang dibedakan berdasarkan kelengkapan fasilitas sarana dan

prasarana perumahan (Sastra, et.al 2006), yaitu sebagai berikut:

1. Perumahan sederhana, yaitu jenis perumahan yang memiliki sarana dan

prasarana yang masih sangat minim. Hal ini dikarenakan pengembang tidak

dapat menaikkan harga jual perumahan seperti pada perumahan menengah dan

mewah, dimana harga sarana dan prasarana perumahan dibebankan kepada

konsumen. Perumahan kelas sederhana pada umumnya hanya dilengkapi

dengan prasarana yang berupa jaringan jalan, saluran drainase, utilitas air

bersih, serta utilitas listrik.

(20)

2. Perumahan menengah, yaitu jenis perumahan yang memiliki sarana dan

prasarana yang sudah lengkap. Selain tersedianya prasarana yang lebih baik,

perumahan kelas menengah juga dilengkapi dengan sarana yang lebih

lengkap, seperti sarana kesehatan, pendidikan, sosial kemasyarakatan, serta

sarana umum lainnya.

3. Perumahan mewah, yaitu jenis perumahan yang memiliki sarana dan prasarana

yang sudah lengkap. Selain dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang

sudah sangat lengkap dan lebih baik, perumahan ini juga dilengkapi dengan

ketersediaan ruang terbuka yang mendukung kegiatan informal bagi para

penghuninya.

Menurut

Suparno

(2006),

dalam

perumahan,

jenis

rumah

diklasifikasikan berdasarkan tipe rumah. Jenis rumah tersebut terdiri atas:

(Tabel II.1)

1.

Rumah Sederhana

Rumah sederhana merupakan rumah bertipe kecil, yang mempunyai

keterbatasan dalam perencanaan ruangnya. Rumah tipe ini sangat cocok untuk

keluarga kecil dan masyarakat yang berdaya beli rendah. Rumah sederhana

merupakan bagian dari program subsidi rumah dari pemerintah untuk

menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi

masyarakat

berpenghasilan atau berdaya beli rendah. Pada umumnya, rumah sederhana

mempunyai luas rumah 22 m² s/d 36 m², dengan luas tanah 60 m² s/d 75 m².

2.

Rumah Menengah

Rumah menengah merupakan rumah bertipe sedang. Pada tipe ini,

cukup banyak kebutuhan ruang yang dapat direncanakan dan perencanaan

ruangnya lebih leluasa dibandingkan pada rumah sederhana. Pada

umumnya, rumah menengah ini mempunyai luas rumah 45 m² s/d 120 m²,

dengan luas tanah 80 m² s/d 200 m².

3.

Rumah Mewah

Rumah mewah merupakan rumah bertipe besar, biasanya dimiliki oleh

masyarakat berpenghasilan dan berdaya beli tinggi. Perencanaan ruang

pada rumah tipe ini lebih kompleks karena kebutuhan ruang yang dapat

direncanakan dalam rumah ini banyak dan disesuaikan dengan

(21)

kebutuhan pemiliknya. Rumah tipe besar ini umumnya tidak hanya sekedar

digunakan untuk tempat tinggal tetapi juga sebagai simbol status, simbol

kepribadian dan karakter pemilik rumah, ataupun simbol prestise

(kebanggaan). Pada umumnya, rumah mewah ini biasanya mempunyai luas

rumah lebih dari 120 m² dengan luasan tanah lebih dari 200 m².

Tabel 2.1. Jenis rumah berdasaarkan luas rumah dan keterjangkauan harga

Tipe Rumah

Luas Bangunan

Luas Tanah

Harga Jual

Rumah Sederhana

36 M2

90 M2

90 juta s/d 150 juta

Rumah Menengah

45M2<M<80 M2

90M2<M<150M2

150 juta s/d 450 juta

Rumah Mewah

>80 M2

>200 M2

> 450 juta

Sumber : Suparno Sastra M.(2006),dalam Wulan Puspita(2008).

Berdasarkan

Kepmen

08/KPTS/BKP4N/1996

tentang

Pedoman

Penyelenggaraan Perumahan

dan Permukiman

di Daerah,

rumah

diklasifikasikan menjadi 4 jenis yang terdiri dari :

1. Rumah Sangat Sederhana

Rumah Sangat Sederhana (RSS) adalah rumah tidak bersusun dengan luas

lantai bangunan maksimum 36 m2 dan sekurang-kurangnya memiliki kamar

mandi dengan WC, dan ruang serba guna dengan biaya pembangunan per

m2 sekitar setengah dari biaya pembangunan per m2 tertinggi untuk rumah

sederhana.

2. Rumah Sederhana

Rumah sederhana (RS) adalah rumah tidak bersusun dengan luas lantai

bangunan tidak lebih dari 70 m2, yang dibangun di atas tanah dengan luas

kaveling 54 m2 sampai dengan 200 m2. Rumah tipe ini sangat cocok

untuk keluarga kecil dan masyarakat yang berdaya beli rendah. Rumah

sederhana merupakan bagian dari program subsidi rumah dari pemerintah

untuk menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat

berdaya beli rendah.

3. Rumah Menengah

Rumah menengah adalah rumah tidak bersusun yang dibangun di atas tanah

dengan luas kaveling 54 m2 sampai dengan 600 m2 dan biaya

pembangunan per m2 antara harga satuan per m2 tertinggi untuk

pembangunan perumahan dinas tipe C sampai dengan harga satuan per m2

(22)

tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas tipe A yang berlaku dan

rumah tidak bersusun yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling

antara 200 m2 sampai dengan 600 m2 dan biaya pembangunan per m2 nya

lebih kecil atau sama dengan harga satuan per m2 tertinggi untuk

pembangunan perumahan dinas tipe C yang berlaku, dengan luas lantai

bangunan rumah disesuaikan dengan koefisien dasar bangunan dan koefisian

lantai bangunan yang diizinkan dalam rencana tata ruang wilayah yang

berlaku. leluasa dibandingkan pada rumah sederhana.

4. Rumah Mewah

Rumah mewah merupakan rumah bertipe besar, biasanya dimiliki oleh

masyarakat berpenghasilan dan berdaya beli tinggi. Perencanaan ruang pada

rumah tipe ini lebih kompleks karena kebutuhan ruang yang dapat

direncanakan dalam rumah ini banyak dan disesuaikan dengan kebutuhan

pemiliknya. Rumah tipe besar ini umumnya tidak hanya sekedar

digunakan untuk memenuhi kebutuhan sebagai tempat tinggal, keamanan,

keselamatan, dan pembentukan keluarga (Survival, safety, security, and

affiliation needs), tetapi juga mencakup sebagai pemenuhan kebutuhan

deklarasi status sosial, kebutuhan kognitif, dan estetika (Esteem, Cognitive,

and Aesthetic Needs). Rumah mewah adalah rumah tidak bersusun yang

dibangun diatas tanah dengan luas kaveling 54 m2 sampai dengan 2000

m2 dan biaya pembangunan per m2 diatas biaya satuan per m2 tertinggi

untuk pembangunan perumahan dinas tipe A yang berlaku.

(23)

Gambar 2.1. Berbagai macam jenis rumah dan perumahan (diolah dari berbagai sumber)

Menurut Byrne (1996), pengembangan perumahan adalah kegiatan yang

dilakukan oleh pengembang secara mandiri maupun bersama dengan pihak lain

untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosialnya dengan cara mengembangkan

lahan dan bangunan rumah untuk ditempati sendiri atau ditempai oleh pihak lain.

Proses pengembangan perumahan secara umum dibagi menjadi tiga proses

utama, yaitu proses akuisisi, proses produksi dan proses disposal. Proses

akuisisi meliputi tahap akuisisi lahan dan tahap perizinan. Proses produksi

meliputi tahap perancangan teknis/desain dan tahap

pembangunan

perumahan. Sedangkan proses disposal meliputi tahap penyewaan atau

penjualan rumah.

Menurut Santoso (2000), proses pengembangan perumahan dibagi

menjadi tiga proses utama, yaitu proses persiapan (akuisisi), proses

produksi, dan proses penjualan (disposal). Proses akuisisi meliputi tahap

akuisisi lahan, tahap pengurusan perizinan untuk pengembangan lahan, serta

tahap studi kelayakan pengembangan perumahan bagi pengembang. Proses

produksi terdiri dari tahap perancangan teknis/desain perumahan serta tahap

pembangunan

perumahan.

Pembangunan

perumahan

terdiri

dari

pembangunan prasarana perumahan, pembangunan unit-unit rumah, dan

pembangunan sarana perumahan. Sedangkan proses disposal meliputi tahap

(24)

TAHAP

AKUISI

SI

TAHAP

PRODUK

SI

TAHAP

DISPOSAL

1. 2. 3. Akuisisi lahan Perizinan Studi Kelayakan 1. 2. 3. 4. Desain Pelaksanaan konstruksi prasarana Pelaksanaan konstruksi sarana Pelaksanaan Konstruksi unit-unit rumah Penjualan unit-unit rumah

Berdasarkan penjelasan diatas, secara umum proses pengembangan

perumahan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Proses Pengembangan Perumahan.( Santoso,2000)

dalam (Juarti, 2008)

2.1.1. Peraturan untuk Pengembangan (Industri Konstruksi) Perumahan

Peraturan-peraturan yang harus dipenuhi oleh pengembang dalam

mengembangkan perumahan, yaitu :

1.

Perbandingan wilayah terbangun dengan wilayah terbuka 60%:40%.

Dalam membangun perumahan, pengembang harus membagi daerah

peruntukan dan wilayah terbuka, di mana luas hunian total adalah sebesar 60%

dan luas wilayah terbuka yang ditujukan untuk jalan dan ruang terbuka adalah

sebesar 40%.

2.

Rencana sarana dan prasarana perumahan.

Pengembang harus menyediakan sarana dan prasarana pendukung yang

sesuai dengan klasifikasi perumahan yang dibangun, misalnya dengan

menyediakan saluran air bersih dan air kotor, memasang jaringan telepon dan

listrik, serta menyediakan akses lalu lintas yang lancar dari dan menuju ke

perumahan.

3.

Legalitas perusahaan.

Agar dapat menjalankan bisnis di bidang pengembangan perumahan,

pihak pengembang secara yuridis harus berbadan hukum untuk menjamin

kelancaran operasional perusahaan serta menjamin kewajiban dan tanggung

jawab pengembang terhadap pihak konsumen.

(25)

4.

Perizinan proyek.

Pengembang harus memperoleh izin atas proyek (izin lokasi) yang akan

dibangun, yang meliputi Izin Penggunaan dan Peruntukan Tanah (IPPT), Izin

Penetapan Lokasi (IPL), Pengajuan dan Pengesahan Site Plan, Izin Mendirikan

Bangunan (IMB), serta Pengesahan Sertifikat Tanah.

Pengembangan

suatu

perumahan,

pengembang

harus

mempertimbangkan aspek perencanaan perumahan ( Sastra, et .al , 2006 ) yaitu ;

1.

Aspek lingkungan

Beberapa aspek lingkungan yang harus diperhatikan dalam

perencanaan perumahan adalah keadaan tanah dan peraturan-peraturan

formal mengenai kebijakan tata ruang di wilayah yang akan didirikan

perumahan.

2.

Keadaan iklim setempat

Keadaan iklim berkaitan dengan temperatur udara, kelembaban

udara, peredaran udara, dan radiasi panas. Perencanaan perumahan harus

disesuaikan dengan keadaan iklim setempat agar dapat dicapai efisiensi

penggunaan rumah.

3.

Orientasi tanah setempat

Perencanaan bangunan perumahan harus disesuaikan dengan

orientasi persil tanahnya, yang meliputi:

i. Orientasi persil tanah yang akan berpengaruh terhadap

perencanaan bangunan beserta ruang-ruangnya.

ii. Orientasi bangunan terhadap sinar matahari yang bertujuan untuk

mengkondisikan ruangan di dalam bangunan agar memenuhi

syarat kesehatan.

iii. Orientasi bangunan terhadap aliran udara yang bertujuan untuk

mengkondisikan kelembaban udara.

iv. Pengaturan jarak bangunan yang satu dengan bangunan lainnya

dengan tujuan untuk mengatasi bahaya kebakaran, ketersediaan

ventilasi, menjamin masuknya cahaya matahari, serta untuk

menyediakan area yang cukup untuk sirkulasi manusia.

(26)

v. Pengaturan bukaan bangunan agar rumah dapat memperoleh

cukup sinar matahari dan sirkulasi udara segar.

vi. Pengaturan atap bangunan untuk melindungi bangunan dari

pengaruh cuaca.

4.

Aspek sosial ekonomi

Dalam perencanaan perumahan, terutama dalam menentukan

kuantitas dan mutu bangunan, pengembang harus memperhatikan aspek

sosial ekonomi calon pembelinya. Kondisi sosial suatu wilayah

merupakan salah satu aspek yang berpengaruh besar terhadap keputusan

pemilihan lokasi rumah.

5.

Aspek kesehatan

Perencanaan rumah harus memperhatikan aspek kesehatan karena

aspek kesehatan akan mempengaruhi keberlanjutan proses penghunian

pada suatu rumah. Aspek kesehatan tersebut meliputi kecukupan air

bersih, kecukupan cahaya, dan kecukupan udara.

6.

Aspek teknis

Suatu bangunan perumahan harus memenuhi persyaratan kekuatan

bangunan. Namun pada umumnya struktur dan konstruksi rumah tinggal

hanya menggunakan struktur dan konstruksi sederhana sehingga dalam

perencanaan sering tidak memerlukan perhitungan konstruksi detail

karena umumnya mampu dikerjakan oleh pekerja bangunan.

2.1.2. Pelaksanaan Konstruksi Perumahan

Pelaksanaan konstruksi perumahan pada perumahan kelas menengah dan

mewah pada umumnya bersifat custom-built project, dimana pelaksanaan

konstruksi perumahan dilakukan sesuai dengan permintaan dari konsumen, yaitu

pemilik rumah (Betty,2007). Pada tahap pelaksanaan konstruksi perumahan,

pengembang mengadakan hubungan kerjasama dengan penyedia barang dan jasa

profesional yang bergerak di bidang industri konstruksi dalam usahanya

mewujudkan perumahan untuk dijual kepada konsumennya, dalam hal ini adalah

pemilik rumah. Penyedia barang dan jasa tersebut terdiri dari konsultan

desain perumahan serta kontraktor perumahan. Seperti pelaksanaan konstruksi

bangunan lainnya, pelaksanaan konstruksi perumahan juga menuntut pengerjaan

(27)

dengan keahlian yang khusus sehingga menuntut adanya keahlian tertentu atau

spesialisasi.

Dengan karakteristik tersebut, kegiatan konstruksi perumahan menjadi

terfragmentasi. Hal ini menyebabkan terjadinya pembagian pekerjaan konstruksi

perumahan menjadi paket-paket pekerjaan yang melibatkan banyak pelaku

dengan spesialisasi masing-masing serta tingkat spesialisasi yang tinggi. Dengan

demikian terdapat banyak kontraktor yang melaksanakan setiap paket

pekerjaan konstruksi perumahan. Keseluruhan kontraktor tersebut disebut

sebagai kontraktor perumahan, yang terdiri dari kontraktor yang

melaksanakan konstruksi prasarana perumahan, sarana perumahan, serta

unit-unit rumah.

2.2. Rantai Pasok pengembangan (Industri Konstruksi) Perumahan

Pelaku-pelaku yang terlibat pada pelaksanaan konstruksi saling

berhubungan dan membentuk suatu pola hubungan yang menempatkan satu

pihak sebagai salah satu mata rantai dalam suatu rangkaian rantai proses produksi

yang menghasilkan produk konstruksi, yang disebut rantai pasok konstruksi

(Capo, dkk,2004). Selanjutnya menurut Suraji (2012), rantai pasok konstruksi

merupakan rangkaian permintaan dan pemasokan, produksi dan distribusi

barang dan jasa dari berbagai pihak yang berhubungan, seperti designer,

contractors, subcontractors dan suppliers dalam menghasilkan suatu bangunan

berbasis proyek untuk owner atau client.

Keterlibatan berbagai pelaku dalam rantai pasok konstruksi berkaitan

dengan aliran informasi serta aliran barang dan jasa dari pemasok paling

awal hingga pemilik produk konstruksi yang menjadi konsumen paling

akhir.Sifat proyek konstruksi, khususnya konstruksi perumahan, yang

membutuhkan keahlian- keahlian khusus dan memiliki tingkat kompleksitas

yang tinggi menyebabkan adanya keterlibatan berbagai pihak yang membentuk

suatu rantai pasokan barang dan jasa yang pada umumnya sering disebut dengan

rantai pasok.

Rantai pasok proyek konstruksi pengembangan perumahan memiliki

berbagai karakteristik yang relatif sama dengan rantai pasok pada industri

konstruksi pada umumnya. Karakteristik rantai pasok ini meliputi (Susilawati,

(28)

2005):

Karakteristik produknya unik ;

• produk proyek konstruksi pada umumnya dibuat berdasarkan

permintaan tertentu (custom made product). Dengan demikian tidak ada

satu pun produk proyek konstruksi yang sama - walaupun hal ini

tergantung pada tingkatan mana kita melihatnya.

Dilakukan oleh organisasi yang bersifat sementara (temporary

organization). Suatu rangkaian rantai pasok yang terbentuk yang

menghasilkan produk proyek konstruksi, akan berakhir ketika selesai masa

produksi.

Produknya terikat pada tempat tertentu, sehingga proses produksinya

berlangsung di site konstruksi (in site production). Hal ini juga

memberikan kontribusi terhadap keunikan produk proyek konstruksi,

karena pada proyek yang sama, baik kondisi fisik (kondisi tanah, pengaruh

cuaca, dll) maupun non fisik (regulasi yang berlaku, kondisi lalulintas, dll)

yang mempengaruhinya tidak akan pernah sama.

In site production dan off site production. Terjadinya produksi didalam

site konstruksi (in site production), telah membagi dua batasan proses

yang terjadi dalam produksi proyek konstruksi .

Diproduksi dalam lingkungan alam yang tidak terkendali, sehingga

terdapat ketidakpastian yang tinggi dalam proyek konstruksi.

Karakteristik lainnya adalah bahwa dalam rantai pasok proyek konstruksi

yang umumnya membutuhkan keahlian-keahlian khusus yang memiliki

kecenderungan

proyek

konstruksi terbagi-bagi

menjadi

paket-paket,

mempengaruhi bentuk rantai pasok yang relatif panjang dan kompleks.

Sehingga proses koordinasi dan arus informasi sangat menentukan mutu produk

proyek konstruksi. Pada rantai pasok manufaktur, meskipun kadangkala juga

rantai pasoknya relatif panjang dan memiliki kompleksitas yang sama, namun

dengan karakteristik produk keluaran yang relatif tetap dan organisasi rantai

pasok yang juga relatif tetap, manajemen koordinasi dan informasi akan dapat

lebih mudah dikembangkan ke tingkat yang diinginkan oleh masing-masing

pihak.

(29)

Rantai pasok sendiri didefinisikan sebagai keterlibatan jaringan organisasi

mulai dari hulu (upstream) hingga ke hilir (downstream), dalam proses dan

kegiatan yang berbeda untuk menghasilkan layanan dan jasa yang bernilai

hingga sampai kepada pelanggan terakhir (Vrijhoef et. al., 1999). Gambaran

konseptual rantai pasok pengadaan barang dan jasa untuk pelaksanaan suatu

kegiatan konstruksi dapat digambarkan seperti Gambar II.3.

Gambar 2.3. Gambaran Konseptual Rantai Pasok Konstruksi

(Sumber: O’Brien dkk, 2002 dalam Betty, 2007)

Gambar tersebut menunjukkan kompleksitas dari rantai pasok yang terjadi pada

pelaksanaan konstruksi, dimana rantai pasok konstruksi terbentuk dari banyak

pelaku atau organisasi yang saling memiliki ketergantungan dalam pengadaan

barang dan jasa untuk pelaksanaan konstruksi. Pada pelaksanaan pekerjaan

konstruksi, aliran barang dan jasa terpusat kepada kontraktor, karena kontraktor

bertindak sebagai pelaku utama pelaksana pekerjaan konstruksi sesuai dengan

spesifikasi yang telah ditetapkan oleh pemilik.Para pelaku yang terlibat dalam

pengadaan barang dan jasa bagi kontraktor untuk pelaksanaan konstruksi dapat

dilihat pada gambar di bawah ini:

(30)

(Toruan, 2005) dalam (Yandi,2008)

Susilawati (2005), mengambarkan hubungan dan konsep pelaku-pelaku

yang terlibat dalam rantai pasok konstruksi tersebut sejalan dengan hubungan

dan konsep pelaku-pelaku yang terlibat dalam rantai pasok konstruksi.

Didalam proyek konstruksi pengembang perumahan pemberi tugas proyek

adalah pengembang perumahan, sebagai pelaku hilir, kontraktor berperan

sebagai pelaku utama, dan subkontraktor, penyedia tenaga kerja, pemasok

material, serta penyedia peralatan konstruksi adalah pelaku hulu dalam rantai

pasok proyek konstruksi perumahan.

Gambar 2.5. Pola Umum Supply Chain Konstruksi oleh Susilawati

(2005), dalam Yandi( 2008).

2.2.1. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Proyek Konstruksi Perumahan

Dengan sifat pelaksanaan konstruksi perumahan yang membutuhkan

keahlian khusus, maka dalam proyek konstruksi pengembangan perumahan

umumnya pengembang membagi-bagi bagian-bagian kegiatan yang ada

dengan melibatkan berbagai penyedia jasa konstruksi yang memiliki keahlian

(31)

yang sesuai. Beberapa pihak yang terlibat dalam suatu proyek konstruksi

perumahan antara lain:

1.

Pemilik Proyek

Pengembang perumahan sebagai organisasi perusahaan yang berperan

menjadi inisiator proyek konstruksi perumahan berperan sebagai pemilik proyek.

Dalam pelaksanaan proyek konstruksi perumahan, pengembang dapat menunjuk

organisasi perusahaan lainnya yang berperan menjadi pengelola proyek

konstruksi perumahan, misalnya dengan melibatkan konsultan manajemen

konstruksi.

2.

Kontraktor

Dalam proyek pelaksanaan konstruksi, pada umumnya pengembang

perumahan bekerjasama dengan kontraktor. Tugas yang dibebankan oleh

pengembang kepada kontraktor yaitu tugas untuk melaksanakan konstruksi

rumah dengan sarana dan prasarananya dengan berpegang kepada kontrak,

gambar desain, spesifikasi teknis, dan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang telah

disepakati.Berdasarkan lingkup tugasnya, kontraktor yang terlibat dalam

pengembangan perumahan

dapat

sebagai

kontraktor

umum

(general

contractor), subkontraktor, maupun kontraktor spesialis. Kontraktor umum

adalah kontraktor yang berperan sebagai kontraktor utama yang memiliki

hubungan kontraktual secara langsung dengan pengembang dan bertugas untuk

mengkoordinasikan keseluruhan pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi.

Subkontraktor adalah kontraktor yang mengerjakan satu atau beberapa bagian

pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi dan tidak memiliki hubungan

kontraktual langsung kepada pengembang perumahan, hubungan kontraktual

subkontraktor adalah dengan kontraktor umum. Sedangkan kontraktor spesialis

adalah kontraktor yang memiliki keahlian khusus. Kontraktor spesialis dapat

memiliki hubungan kontraktual langsung kepada pengembang, maupun

hubungan kontraktual kepada kontraktor umum. Dengan penerapan manajemen

rantai pasok, hubungan kontraktual antara kontraktor spesialis secara langsung

dengan pengembang, akan berpotensi meningkatkan profitabilitas dan

memudahkan pengendalian mutu yang dilakukan oleh pengembang.

(32)

3.

Konsultan perencana

Konsultan perencana merupakan penyedia jasa konstruksi yang bertugas

untuk menerjemahkan kriteria-kriteria desain yang ditetapkan oleh pengembang

menjadi suatu desain perumahan yang akan dilaksanakan oleh kontraktor.

Konsultan perencana berperan penting dalam menginterpretasikan kriteria

menjadi suatu desain yang cukup jelas, sehingga kontraktor sebagai pelaksana

konstruksi yang akan menginterpretasikan desain dari konsultan perencana

memiliki arah tujuan yang sama seperti yang telah ditetapkan oleh pengembang

sebelumnya.

4.

Supplier dan Manufaktur Konstruksi

Terdapat dua jenis pihak yang terlibat dalam aliran material-material

yang dibutuhkan dalam proyek konstruksi bangunan (Susilawati, 2005):

a.

Manufaktur konstruksi, yang memproduksi material-material konstruksi

dengan mengolah material-material alam hingga menghasilkan komponen

bangunan tertentu.

b.

Supplier, yang mendistribusikan material yang diperoleh kepada

penggunanya. Dari jenis material yang didistribusikan maka supplier ini

dapat dibedakan menjadi supplier material alam dan supplier komponen

bangunan.

5.

Pengawas

Pengawas merupakan pihak yang mewakili owner dalam proyek

pelaksanaan konstruksi perumahan. Tugas utama dari pengawas adalah untuk

memastikan bahwa proses dan hasil kerja kontraktor sesuai dengan kontrak,

gambar, spesifikasi, dan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang telah disepakati.

6.

Lembaga Keuangan

Lembaga keuangan merupakan lembaga yang berperan penting dalam

membantu penyediaan sumber dana yang dibutuhkan oleh pihak-pihak yang

telah disebutkan sebelumnya untuk kelancaran pelaksanaan proyek. Sumber dana

yang dapat dikucurkan oleh lembaga keuangan dapat berupa kredit investasi

maupun kredit modal kerja.

(33)

Pemilik rumah sebagai pengguna terakhir dari sebuah produk industri

konstruksi perumahan memiliki peran penentu dari mutu dan keberlansungan

industri konstruksi perumahan.

2.3. Pola Umum Rantai Pasok Proyek ( Industri Konstruksi ) Perumahan

Juarti (2008), mengemukakan bahwa rantai pasok proyek

konstruksi perumahan terbentuk dengan dipengaruhi 3(tiga) faktor, yaitu

kelas perumahan, luas lahan pengembangan perumahan, dan situasi

serta keadaan lingkungan perumahan. Dalam rantai pasok proyek

konstruksi perumahan dapat diidentifikasi gambaran hubungan pasokan

barang dan atau jasa serta hubungan kontrak yang biasa terjadi dalam

proyek konstruksi perumahan. Dari penelitian sebelumnya diketahui

bahwa pada proyek konstruksi perumahan terdapat pola umum dan pola

khusus rantai pasok. (Gambar II.4)

(34)

Gambar 2.6. Pola Umum Rantai Pasok Proyek (Industri Konstruksi) Perumahan

(Juarti,2008).

Berdasarkan pada pola umum tersebut Juarti ( 2008), dapat mengidentifikasi

beberapa hal seperti sebagai berikut:

Pada tahap desain/perancangan perumahan, pengembang sendiri yang

melakukan pekerjaan desain/perancangan perumahan

Pada tahap pelaksanaan kontruksi perumahan, pengembang melakukan

beberapa paket pekerjaan pelaksanaan konstruksi perumahan (seperti

pekerjaan pematangan tanah dan pekerjaan pagar tembok/benteng).

Sedangkan paket pekerjaan pelaksanaan konstruksi perumahan lainnya

diserahkan kontraktor sebagai penyedia jasa.

Pada tahap pengawasan perumahan pelaksanaan konstruksi perumahan,

pengembang sendiri yang melakukan pekerjaan pengawasan pelaksanaan

konstruksi perumahan.

2.4. Pola Rantai Pasok Pengembangan ( I n d u s t r i Konst ru k s i ) Perumahan

Rangkaian kegiatan (memasok dan dipasok) dalam dalam rantai

pasok pengembangan perumahan sejalan dengan suatu rangkaian kegiatan

ekonomi, dimana terdapat hubungan antara produsen dengan konsumen.

Terjadi hubungan memasok dan dipasok antara pihak produsen dan

konsumen diikuti dengan adanya aliran barang dan/jasa yang terjadi dari

produsen kepada konsumen dan aliran uang yang terjadi dari kosumen

kepada produsen.

Rangkaian kegiatan ekonomi yang terjadi pada rantai pasok

pengembangan perumahan dapat digambarkan sebagai berikut :

(35)

Gambar 2.7. Rangkaian Kegiatan Ekonomi Pada Rantai Pasok Pengembangan

Perumahan , Sumber: Soekirno (1996) dalam Juarti (2008)

Keterlibatan pihak-pihak dalam pengembangan perumahan dari pihak

yang paling hulu hingga kepada pemilik rumah sebagai konsumen paling

akhir membentuk rantai pasok pengembangan perumahan. Berdasarkan

aliran barang dan/ jasa serta aliran informasi dari setiap pihak yang

terlibat

pada

kegiatan

pengembangan perumahan, rantai pasok

pengembangan perumahan dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.6

Gambar .2.8. Konfiguransi Umum Rantai Pasok Pengembangan

Perumahan Sumber: Vrijhoef dan Koskela (1999) dalam

Juarti (2008)

Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa rantai pasok

pengembangan perumahan terbentuk karena adanya keterlibatan berbagai

pihak, mulai dari pemilik rumah, pengembang, konsultan desain,

kontraktor perumahan, serta pemasok dan subkontraktor. Pemilik rumah

memiliki peran dalam pembentukan rantai pasok pengembangan

perumahan, karena inisiatif adanya kegiatan pengembangan perumahan

(36)

merupakan konsumen paling akhir dari rantai pasok pengembangan

perumahan, karena setelah kegiatan pengembangan perumahan selesai

dilaksanakan, rumah akan diserahkan kepada pemilik untuk digunakan.

Pengembang merupakan pelaku dalam rantai pasok pengembangan

perumahan yang diserahi wewenang oleh pemilik rumah untuk

mengembangkan rumah beserta sarana dan prasarananya sesuai dengan

kriteria kebutuhan pemilik rumah. Karena pada umumnya lingkup bisnis

pengembang hanya pada bidang penjualan unit-unit rumah/kavling, maka

pekerjaan desain/perancangan dan pelaksanaan konstruksi perumahan

diserahkan kepada konsultan dan kontraktor perumahan.Desain perumahan

ditetapkan oleh konsultan desain. Konsultan desain dapat berasal dari

divisi dalam organisasi pengembang itu sendiri atau berasal dari luar

organisasi pengembang. Sedangkan untuk pekerjaan pelaksanaan

konstruksi perumahan, pengembang menyerahkan pelaksanaannya kepada

kontraktor. Pengembang memberikan wewenang yang besar kepada

kontraktor dalam hal pengadaan barang dan jasa yang diperlukannya

untuk pelaksanaan konstruksi perumahan.

Berdasarkan konfigurasi umum di atas, terdapat empat pihak yang

paling berpengaruh dalam rantai pasok pengembangan perumahan yaitu :

1) Pemilik

rumah

sebagai

(end-customer)

pada

rantai

pasok

pengembangan perumahan, yaitu masyarakat sebagai pengguna,

pemakai (user).

2) Pemilik proyek yaitu pengembang sebagai pemilik pengembangan

perumahan di mana bertanggung jawab terhadap suatu produk yang

dihasilkan dan konsultan. Kelompok pemilik ini meliputi juga arsitek

dan konsultan.

3) Kontraktor adalah perusahaan yang bekerja untuk menghasilkan dan

menyerahkan produk sesuai dengan gambar perencanaan dan

spesifikasi yang telah ditetapkan pengembang.

(37)

2.5. Pengukuran Kinerja Sistem Rantai Pasok

Menurut Sushil dan Shankar (2004), untuk unggul dan menang dalam

lingkungan persaingan sekarang ini, rantai pasok memerlukan perbaikan terus

menerus. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan ukuran kinerja yang mendukung

pengukuran dan perbaikan rantai pasok global, dari pada ukuran perusahaan

dalam arti sempit atau fungsi tertentu, yang menghambat perbaikan rantai

menyeluruh.

Beberapa faktor yang berkontribusi pada kebutuhan manajemen akan ukuran

jenis baru untuk mengelola rantai pasok, termasuk:

a. Kurangnya ukuran yang mencakup kinerja melintasi keseluruhan rantai

pasok

b. Kebutuhan untuk melampaui metric internal dan mengambil suatu perspektif

rantai pasok

c. Kebutuhan untuk menentukan inter-relasi antara perusahaan dan kinerja

rantai pasok

d. Kompleksitas manajemen rantai pasok

e. Kebutuhan untuk menyesuaikan kegiatan-kegiatan dan berbagi informasi

bersama pengukuran kinerja untuk mengimplementasikan strategi yang

mencapai tujuan rantai pasok.

f. Keinginan untuk meluaskan “garis pandang” dalam rantai pasok

g. Kebutuhan untuk mengalokasikan manfaat dan beban akibat dari pergeseran

fungsi dalam rantai pasok.

h. Kebutuhan untuk mendiferensiasikan rantai pasok untuk mendapatkan

keunggulan kompetitif.

i. Tujuan untuk mendorong perilaku kooperatif melintasi fungsi perusahaan

dan melintasi perusahaan dalam rantai pasok.

Suatu sistem pengukuran yang efektif adalah mempunyai karakteristik berikut ini:

a.

Inklusifitas

: pengukuran dari semua aspek yang bersangkurtan

b. Universalitas : memungkinkan perbandingan dalam berbagai kondisi

operasi

(38)

2.6. Supply Chain Operations Reference Model

Supply Chain Council (2008) menyatakan bahwa pada tahun 1996 sebanyak

69 perusahaan praktisi membentuk organisasi mandiri, nirlaba, yang berlingkup

global dengan anggota terbuka (dengan persyaratan) untuk semua perusahaan dan

organisasi yang tertarik untuk mengaplikasikan dan memajukan ilmu yang terkini

dalam sistem dan praktek manajemen rantai pasok. Organisasi ini bernama Supply

Chain Council (SCC) yang mengeluarkan model Supply Chain Operations

Reference (SCOR). SCOR-model memberikan kerangka kerja yang unik yang

menghubungkan proses bisnis, ukuran, praktek terbaik dan fungsi-fungsi

teknologi ke dalam struktur terpadu untuk mendukung komunikasi di antara

mitra-mitra rantai pasok dan untuk meningkatkan efektivitas manajemen rantai pasok

dan kegiatan perbaikan rantai pasok terkait.

Model SCOR

®

diciptakan oleh Supply Chain Council (2008) dalam rangka

menyediakan suatu metode penilaian-mandiri dan perbandingan aktivitas –

aktivitas dan kinerja rantai suplai sebagai suatu standar manajemen rantai suplai

lintas-industri. Model ini menyajikan kerangka proses bisnis, indikator kinerja,

praktik-praktik terbaik (best practices) serta terknologi yang unik untuk

mendukung komunikasi dan kolaborasi antar mitra rantai suplai, sehingga dapat

meningkatkan efektivitas manajemen rantai suplai dan efektivitas penyempurnaan

rantai suplai.

Model Supplai Chain Operations Reference (SCOR

®

) adalah bahasa rantai

suplai, yang dapat digunakan dalam berbagai konteks untuk merancang,

mendeskripsikan, mengonfigurasi dan mengonfigurasi-ulang berbagai jenis

aktivitas komersial/bisnis. Penerapan Model Supplai Chain Operations Reference

(SCOR

®

) dalam batas-batas tertentu cukup fleksibel dan dapat disesuaikan untuk

meningkatkan produktivitas demi memenuhi kebutuhan konsumen.

2.6.1. SCOR

®

sebagai suatu kerangka proses

Model referensi proses ini mengintegrasikan konsep –konsep terkemuka,

yaitu perancangan proses bisnis, tolok ukur, serta analisis praktik terbaik menjadi

sebuah kerangka lintas-fungsional.

(39)

Perancangan proses bisnis menangkap kondisi proses saat ini (“AS-Is”) dan

mendapatkan kondisi yang dituju (“To-Be”). Kinerja proses-proses tersebut akan

diukur menggunakan serangkaian metric yang tersturktur. Tolok ukur digunakan

untuk mengukur kinerja opersional dari perusahaan-perusahaan sejenis dan

menetapkan target-target internal berdasarkan hasil yang terbaik di kelasnya

dengan menggunakan metric standar lintas-industri. Analisis praktik terbaik

dilakukan untuk menggambarkan praktik-praktik manajemen, aturan-aturan

bisnis, dan aplikasi/solusi TI (Teknologi Informasi) yang menghasilkan kinerja

terbaik di kelasnya.

Gambar 2.9 SCOR

®

sebagai satuan model referensi proses ,Paul (2014)

Menilai kebutuhan akan keterampilan dan kinerja serta mrnyelaraskan karyawan dan kebutuhan karyawan untuk mencapai target internal Mengidentifikasi praktik-praktik dan solusi-solusi perangkat lunak (software) yang akan menghasilkan kinerja yang lebih baik secara nyata Mengukur kinerja relative dari berbagai rantai suplai yang serupa/mirip, dan menetapkan target internal Menangkap aktivitas bisnis saat ini (“as-is”) dan merancang kondisis yang dituju (“to-be”)

Kerangka Acuan Proses

Proses Kinerja

(metrik)

Praktik Orang

(40)

Gambar 2.10. SCOR

®

mengandung tiga tingkat hierarki, Paul (2014)

SCOR

®

memiliki pendekatan terstuktur dalam memetakan proses

sebagaimana terlihat pada gambar II.8. Pemetaan dimulai pada level 1 untuk

menunjukkan tipe proses, Level 2 utnuk menunjukkan kategori proses, level 3

untuk menunjukkan Elemen proses, dan Level 4 sebagai level implementasi.

2.6.2. Lingkup Model SCOR

Model SCOR berperan sebagai basis dalam memahami cara rantai pasok

mengiperasikan, mengidentifikasi semua pihak yang terkait, serta menganalisis

kinerja rantai suplai. Model SCOR

®

mengumpulkan informasi yang dibutuhkan

untuk mendukung pengambilan keputusan.

Model ini juga berperan sebagai basis bagi proyek perbaikan manajemen

rantai suplai, dengan cara :

Mengidentifikasi proses-proses dalam bahasa yang dapat dikomunikasikan

ke seluruh element organisasi dan fungsional,

Menggunakan terminologi dan notasi standar, dan

Menghubungkan berbagai aktivitas dengan ukuran/metrik yang tepat

SCOR

®

mencakup setidaknya empat bidang :

1) interaksi antara seluruh penyuplai dan konsumen, mulai dari penerimaan

pesanan hingga pembayaran tagihan,

2) seluruh transaksi material fisik, dari pihak penyuplai hingga konsumen pihak

pelanggan, termasuk peralatan, bahan-bahan pendukung, suku cadang,

produk curah (bulk), perangkat lunak, dan lain-lain.

3) seluruh transaksi pasar, dari pemahaman akan permintaan agregat hingga

pemenuhan setiap pesanan.

4) proses pengembalian.

Meski demikian, terdapat beberapa keterbatasan SCOR

®

. Model ini tidak

mencakup prose administrasi penjualan, proses pengembangan teknologi, prose

(41)

desain dan pengembangan produk dan proses, serta beberapa proses pendukung

teknis pasca – pengiriman. SCOR

®

mengasumsikan – namun tidak menyebutkna

secara eksplisit-kualitas dan administrasi teknologi informasi (TI) (non-SCM).

SCOR

®

terstruktur ke dalam enam proses manajemen berbeda: Plan, Sorce,

Make, Deliver dan Enable dari penyuplainya, penyuplai hingga konsumen pihak

pelanggan. Pendekatan dalam membangun SCOR

®

terdiri atas proses, Praktik,

Kinerja, dan Keterampilan Orang/SDM.

Batasan lingkup dari model SCOR adalah mulai pemasok-dari-pemasok

sampai dengan pelanggan-dari-pelanggan, sebagaimana digambarkan pada

gambar dibawah ini.

Gambar 2.11. Batasan Lingkup Model SCOR

®

,Paul (2014).

SCOR mencakup :

 Semua interaksi pelanggan, mulai dari pencatatan pesanan sampai dengan

tagihan terbayar.

 Semua transaksi produk (material fisik dan jasa), mulai

pemasok-dari-pemasok sampai dengan pelanggan-dari-pelanggan, termasuk peralatan,

bahan habis pakai, suku cadang, produk curah, perangkat lunak, dan

lain-lain.

 Semua interaksi pasar, mulai megetahui kebutuhan total sampai dengan

pemenuhan dari setiap pesanan.

Gambar

Gambar 2.2. Proses Pengembangan Perumahan.( Santoso,2000)         dalam (Juarti, 2008)
Gambar 2.3. Gambaran Konseptual Rantai Pasok Konstruksi  (Sumber: O’Brien dkk, 2002 dalam Betty, 2007)
Gambar .2.8.  Konfiguransi Umum Rantai Pasok Pengembangan  Perumahan Sumber: Vrijhoef dan Koskela (1999) dalam  Juarti (2008)
Gambar 2.9 SCOR ®   sebagai satuan model referensi proses ,Paul (2014)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan rantai pasok pada industry konstruksi, baik untuk pembangunan infrastruktur yang memiliki fungsi social maupun untuk pembangunan kawasan komersial,

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian bagaimana jaringan sistem rantai pasok material dan peralatan pada proyek konstruksi dan pihak-pihak

Namun pada penelitian Tugas Akhir ini, dilakukan penelitian mengenai kualitas supply chain collaboration atau kolaborasi rantai pasok dengan pendekatan Balanced

Pengukuran kinerja rantai pasokan dilakukan menggunakan atribut Keandalan metode Rantai pasok Operations Reference (SCOR) yang diorganisasikan dalam 5 (lima) proses Rantai pasok

Rantai pasok industri baja sangat diperlukan dalam pembangunan PLTN karena merupakan jaringan dengan industri konstruksi sipil, industri semen dan industri

Berdasarkan pengukuran rantai pasok yang telah dilakukan menggunakan model SCOR 12.0, maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai kinerja rantai pasok pada IKM

Rantai pasok industri baja sangat diperlukan dalam pembangunan PLTN karena merupakan jaringan dengan industri konstruksi sipil, industri semen dan industri

Di sisi lain, penelitian yang membahas mengenai isu keberlanjutan dalam sistem pengukuran kinerja rantai pasok SSCPM dapat ditemukan pada penelitiannya Liebetruth Liebetruth, 2017,