• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bachtar Bakrie, Neng Risris Sudolar, Heni Wijayanti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bachtar Bakrie, Neng Risris Sudolar, Heni Wijayanti"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KUALITAS DAN PRODUKTIVITAS

KAMBING KACANG DAN PERANAKAN ETTAWA (PE) LOKAL

MENJADI KAMBING PEDAGING UNGGUL MELALUI

PERSILANGAN DENGAN KAMBING BOER

Bachtar Bakrie, Neng Risris Sudolar, Heni Wijayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta

Jl. Raya Ragunan No. 30 Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 Telp. (021) 78839949, Faks. (021) 7815020

E-mail: bptp-jakarta@cbn.net.id

RINGKASAN

Jumlah ternak kambing yang dipotong untuk memenuhi kebutuhan daging di wilayah DKI Jakarta mencapai lebih dari 100 ribu ekor per tahun. Namun jumlah kambing yang dipelihara di wilayah ini hanya sekitar 7.784 ekor yang tersebar di empat wilayah, yaitu 33,0% di Jakarta Barat, 27,3% di Jakarta Timur, 21,2% di Jakarta Selatan dan 18,5% di Jakarta Utara. Dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas kambing lokal yang dipelihara di wilayah DKI Jakarta agar menjadi kambing pedaging yang lebih baik, maka diperlukan tekonologi persilangan dengan jenis kambing tipe pedaging yang unggul. Penelitian yang dilaksanakan ini dimaksudkan untuk mempelajari penampilan reproduksi pada saat kebuntingan dan kelahiran dari kambing hasil persilangan menggunakan teknik inseminasi buatan (IB) antara kambing Boer jantan dengan kambing lokal betina yang dipelihara oleh peternak di wilayah DKI Jakarta. Dalam kegiatan ini telah berhasil dilakukan inseminasi pada 106 ekor kambing yang dimiliki oleh 45 orang peternak, yaitu terdiri 19 ekor kambing Kacang, 30 ekor kambing PE, 9 ekor kambing Saanen dan 48 ekor kambing jenis Campuran. Sebanyak 9 ekor kambing telah melahirkan

secara sempurna pada bulan Desember 2009, yaitu terdiri dari 1 ekor kambing Kacang dan 8 ekor kambing jenis Campuran, sebanyak 18 ekor tidak melahirkan, 8 ekor melahirkan sebelum waktunya dan 2 ekor mati/dijual oleh pemiliknya. Tingkat kebuntingan dari kegiatan IB yang dilaksanakan yang dihitung berdasarkan kelahiran anak pada bulan Desember 2009, adalah sebesar 33,3%. Rataan lama kebuntingan sebesar 147,8, sebanyak 55,6% kambing melahirkan anak tunggal dan 44,4% melahirkan anak kembar.

Kata Kunci: Kambing, Boer, persilangan, inseminasi

SUMMARY

The number of goats are slaughtered to meet the needs of the meat in Jakarta reached more than 100 thousand head per year. However, the number of goats raised in this area only about 7784 heads, which are spread in four areas, i.e. 33.0% in West Jakarta, 27.3% in East Jakarta, 21.2% in South Jakarta and 18.5% in North Jakarta. In an effort to increase the productivity of local goats in Jakarta and in order to obtain a prime goat meat quality, a crossing technology

(2)

is required. This research was carried out to study the reproductive performance of crossed goat during pregnancy and after (IB) between male Boer goats with female local goats which were kept by farmers in Jakarta. In this activity has been successfully 106 goats belonging to 45 farmers, which comprises of 19 Kacang ewes, 30 of PE goats, 9 of Saanen goats and 48 of Mixed type ewes. A total of 9 ewes had given birth in December 2009, which consists of 1 Kacang and 8 Mixed type species goats, 18 goats did not given birth, 8 goats gave birth before the normal time and 2 goats were sold by the owner. The birth level of AI activities carried out which are calculated based on the goats gave birth in December 2009, is of 33.3%. The average of pregnancy length was 147.8, whereas 55.6% of the goats gave birth to single kid and 44.4% gave birth to twins. Key words: Goats, Boer, crossed,

insemination

PENDAHULUAN

Jumlah ternak kambing yang dipotong untuk memenuhi kebutuhan daging di wilayah DKI Jakarta mencapai lebih dari 100 ribu ekor per tahun. Namun berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa jumlah kambing yang dipelihara di wilayah ini hanya sekitar 7.784 ekor yang tersebar di empat wilayah, yaitu 33,0% di Jakarta Barat, 27,3% di Jakarta Timur, 21,2% di Jakarta Selatan dan 18,5% di Jakarta Utara (Dinas Pekanla, 2008). Oleh sebab itu untuk memenuhi kekurangan, maka kambing harus didatangkan dari wilayah di

sekitar Jakarta, yaitu dari Banten, Tangerang, Bogor, Bekasi dan Karawang serta dari Lampung, Jawa Tengah, dan bahkan juga dari Jawa Timur. Adanya kekurangan jumlah kambing yang tersedia tersebut merupakan peluang bagi pengembangan atau peningkatan produktivitas ternak kambing di DKI Jakarta, sehingga dapat mengurangi jumlah ternak yang harus didatangkan dari luar daerah.

Ternak Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk dipelihara karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak per kelahiran sering lebih dari satu ekor, jarak antar kelahiran yang pendek dan pertumbuhan anak yang cepat, serta produksi ternak kambing yang menguntungkan seperti daging, susu, kulit dan bahkan kotorannya (Cahyono, 1998; Sarwono, 2002). Selain itu, kambing memiliki daya adaptasi yang tinggi dengan kondisi agroekosistem di berbagai wilayah.

Jenis kambing yang paling banyak dipelihara di wilayah DKI Jakarta adalah kambing Kacang, Peranakan Ettawa (PE), Saanen dan berbagai jenis Campuran lainnya. Namun kualitas dan produktivitas kambing tersebut masih tergolong sangat rendah dan bahkan mempunyai kecenderungan untuk selalu menurun, terutama disebabkan karena sistem pemeliharaan yang kurang baik dan sistem perkawinan yang tidak terkontrol. Pemeliharaan kambing pada umumnya merupakan usaha sambilan, dan hampir semua ternak yang dipelihara ditempatkan

(3)

di dalam kandang, dengan bentuk dan ukuran kandang yang sangat beragam. Sistem pemberian pakan juga sangat beragam, sebagian kambing masih ada yang digembalakan pada siang hari, terutama pada daerah yang masih terdapat lahan atau ruang untuk tempat penggembalaan. Sebagian lagi ada yang dikandangkan secara terus menerus dan diberi pakan berupa rumput dan daun-daunan yang dikumpulkan/diarit dari wilayah di sekitar lokasi kandang atau bahkan ada yang didatangkan dari wilayah lain.

Secara genetis hampir semua jenis rumpun kambing yang ada di Indonesia tidak secara khusus mengarah ke suatu tampilan produksi tertentu, seperti produksi daging atau susu (Sakul et al., 1994). Kenyataan tersebut dapat menyebabkan kendala dalam pengembangan kambing yang ada untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi. Dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas kambing lokal yang dipelihara di wilayah DKI Jakarta agar menjadi kambing pedaging yang lebih baik, maka diperlukan tekonologi persilangan dengan jenis kambing tipe pedaging yang unggul. Cara persilangan yang lazim digunakan serta telah terbukti dan memberikan hasil yang baik adalah melalui perkawinan silang antara kambing pejantan unggul dengan kambing betina lokal. Cara persilangan seperti ini merupakan teknologi penggunaan sumber daya genetik yang sistematik dengan merencanakan sistem perkawinan untuk menghasilkan anak

1992; Bradford, 1993; Inounu et al., 2002; Subandriyo, 2004). Dalam beberapa dekade belakangan ini persilangan kambing betina lokal dengan kambing jantan jenis Boer telah banyak diupayakan di berbagai wilayah. Kambing ini berasal dari Afrika Selatan dan dibawa ke Indonesia semenjak hampir 70 tahun yang lalu, dan merupakan satu-satunya kambing pedaging sesungguhnya yang ada di dunia, karena mempunyai jumlah daging atau karkas yang cukup tinggi, yaitu mencapai sekitar 50% (Erasmus, 2000; Shipley dan Shipley, 2005). Selain itu, kambing Boer juga mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat, dengan rataan pertambahan bobot badan mencapai 20-40 g/ekor/hari, sehingga dapat mencapai bobot badan sekitar 35-45 kg pada umur 5-6 bulan. Kambing ini dapat melahirkan anak 2-4 ekor pada setiap kali melahirkan dan dapat melahirkan 3 kali dalam jangka waktu 2 tahun.

Sehubungan dengan itu, kegiatan penelitian yang dilaksanakan ini dimaksudkan untuk mempelajari penampilan reproduksi pada saat kebuntingan dan kelahiran dari kambing hasil persilangan antara kambing Boer jantan dengan kambing Kacang dan PE lokal betina yang dipelihara oleh peternak di wilayah DKI Jakarta. Persilangan akan dilakukan melalui teknik Inseminasi Buatan (IB) menggunakan semen beku kambing Boer yang diproduksi oleh Balai Inseminasi Buatan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Propinsi Lampung.

(4)

BAHAN DAN METODE Bahan dan Peralatan

Bahan yang dipergunakan dalam kegiatan IB ini antara lain semen beku kambing Boer yang diproduksi oleh Balai Inseminasi Buatan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Propinsi Lampung; hormon estrogen merek Ovalumon produksi PT. Wonderindo Pharmatama, Jakarta; dan Ultrasound Transmission Gel merek Aquasonic-100,

New Jersey, USA. Sedangkan peralatan yang digunakan terdiri dari kontainer ukuran besar dengan kapasitas 20 liter; kontainer kecil yang berkapasitas 1,5 liter; Nitrogen (N2) cair; Speculum; Insemination Gun; Plastic

sheet; Pemotong straw; Ultra Sonography

(USG) merek FF Sonic, Model UF 3500, produksi Fukuda Denshi, Tokyo, Jepang.

Metode

Syarat-syarat ternak kambing betina yang akan di-IB adalah: a) telah mencapai umur dewasa kelamin, b) tidak dalam keadaan bunting, c) telah melahirkan paling kurang 30 hari yang lalu, dan d) kambing dalam keadaan sehat. Selain itu juga diutamakan peternak yang mempunyai kandang sehingga kambing jantan dapat dipisahkan dari kambing betina, terutama selama seminggu setelah pelaksanaan inseminasi.

Pelaksanaan gertak birahi dilakukan dengan menyuntikan 2 ml hormon estrogen secara intra muscular pada paha belakang kambing. Selanjutnya kegiatan IB dilakukan

pada 2 – 3 hari setelah penyuntikan hormon estrogen tersebut, akan tetapi apabila pada saat dilaksanakannya kegiatan gertak birahi terdapat kambing yang sedang birahi secara alami, maka terhadap kambing tersebut langsung dilakukan IB.

Pemeriksaaan kebuntingan pa-da kambing hasil IB yang dilakukan menggunakan alat USG, dilaksanakan 2 bulan setelah kambing di IB. Data yang dikumpulkan selama periode pengamatan adalah: a) angka kebuntingan, b) lama kebuntingan, c) jenis kelamin anak, dan d) jumlah anak sekelahiran.

HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi dan Jumlah Kambing

Pelaksanaan kegiatan IB ini pada awalnya hanya dibatasi untuk jenis kambing Kacang dan PE saja, namun pada saat sosialisasi kepada peternak, sangat sulit untuk membatasinya, sehubungan dengan ketersediaan dan kesediaan peternak untuk meminjamkan ternaknya dalam kegiatan inseminasi ini. Oleh sebab itu dalam laporan ini terdapat 4 jenis kambing yang diinseminasi, meliputi kambing Kacang, PE, Saanen dan jenis Campuran yang oleh pemeliharanya biasa disebut sebagai kambing Jawa Randu.

Kegiatan inseminasi telah berhasil dilakukan di 4 wilayah, hanya di wilayah Jakarta Pusat saja yang tidak dapat diperoleh satupun kambing untuk di IB. Padahal di wilayah ini juga terdapat cukup banyak

(5)

kambing, yaitu berada di wilayah kecamatan Gambir dan Kemayoran. Namun pada saat sosialisasi tidak ada kambing yang siap untuk diinseminasi dan ada sebagian peternak yang tidak bersedia untuk mengikutkan kambingnya dalam kegiatan ini.

Dalam kegiatan ini telah berhasil dilakukan inseminasi pada 106 ekor kambing yang dimiliki oleh 45 orang peternak, masing-masing terdiri dari 9 orang peternak di Jakarta Timur, 15 orang di Jakarta Selatan, 19 orang di Jakarta Utara dan 2 orang di Jakarta Barat (Tabel 1). Jumlah kambing yang berhasil diinseminasi di setiap wilayah tersebut adalah sebanyak 32 ekor di Jakarta Timur, 23 ekor di Jakarta Selatan, 41 ekor di Jakarta Utara dan 10 ekor di Jakarta Barat.

Sedangkan jumlah kambing Kacang yang berhasil diinseminasi adalah sebanyak 19 ekor, kambing PE 30 ekor, kambing Saanen 9 ekor dan kambing jenis Campuran sebanyak 48 ekor.

Pemeriksaan Kebuntingan

Pemeriksaan kebuntingan

menggunakan alat USG hanya dilakukan pada kambing yang telah diinseminasi paling kurang 2 bulan sebelumnya dan pelaksanaannya dilakukan sebanyak 2 kali pada hari yang berbeda untuk ternak kambing yang berbeda. Sehubungan dengan itu telah berhasil dilakukan USG terhadap 57 ekor kambing, yaitu terdiri dari 8 ekor kambing Kacang, 19 ekor kambing PE, 4 ekor Tabel 1. Jumlah peternak serta jenis dan jumlah kambing yang diinseminasi di empat

wilayah Provinsi DKI Jakarta. No. WilayahLokasi /

Jumlah Peternak (Orang) Jenis Kambing Jumlah (Ekor) Kacang PE Saanen Jawa Randu/

Campuran 1. Jakarta Timur 9 8 17 7 - 32 2. Jakarta Selatan 16 2 11 2 8 23 3. Jakarta Utara 19 1 - - 40 41 4. Jakarta Barat 2 8 2 - - 10 J u m l a h 46 19 30 9 48 106

Gambar 1. Pejantan kambing Boer. Gambar 2. Anak hasil persilangan kambing PE dengan kambing Boer.

(6)

Tabel 3. Kondisi dan jumlah induk kambing yang telah diinseminasi dan melahirkan selama bulan Desember 2009.

No. Uraian Jenis Kambing Jumlah

Kacang PE Saanen Campuran

1. Tidak Bunting / Majir 3 4 - 11 18

2. Kawin Sebelum IB 2 - - 6 8

3. Mati / Dijual - 2 - - 2

4. Melahirkan Anak 1 - - 8 9

J u m l a h 6 6 - 25 37

Tabel 2. Hasil USG terhadap empat jenis kambing yang telah diinseminasi menggunakan semen beku kambing Boer di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

No. Jenis Kambing Hasil USG Jumlah

Positif Negatif Mungkin

1. Kacang 4 2 2 8

2. Peranakan Ettawa (PE) 4 3 12 19

3. Saanen 2 2 - 4

4. Jawa Randu / Campuran 22 2 2 26

J u m l a h 32 9 16 57

kambing Saanen dan 26 ekor kambing jenis Campuran (Tabel 2). Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan tersebut adalah sebanyak 32 ekor (56,1%) positif bunting, 9 ekor tidak bunting dan 16 ekor masih ragu-ragu, karena tidak begitu jelas kebuntingannya.

Kelahiran Anak Kambing

Dalam tulisan ini disampaikan hasil pengamatan tentang kelahiran anak kambing sampai dengan akhir bulan Desember 2009. Dari sebanyak 37 ekor kambing yang diharapkan melahirkan pada bulan Desember 2009, diketahui bahwa 18 ekor diantaranya tidak bunting atau dalam kondisi majir (Tabel 3). Hal ini ditetapkan karena semua kambing tersebut masih belum melahirkan sampai dengan jangka waktu 150 hari setelah dilakukan inseminasi terhadap kambing tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa variasi lama kebuntingan pada kambing

biasanya hanya sekitar 144-156 hari, atau dengan rataan lama kebuntingan sekitara 150 hari atau 5 bulan (Sutama, 1996; Artiningsih

et al., 1996; Adiati et al., 1999).

Ternak kambing yang tidak bunting tersebut dapat disebabkan karena keadaannya yang majir atau karena gagalnya pelaksanaan IB. Kesulitan melakukan deposisi semen secara intra-uterine merupakan salah satu kendala dalam pelaksanaan IB pada kambing. Serviks kambing yang berkelok-kelok (berbentuk spiral) menyulitkan alat inseminasi (insemination gun) untuk dapat masuk sampai ke uterus. Selain itu juga dapat disebabkan karena tidak terjadinya ovulasi pada saat kambing tersebut sedang birahi. Kemungkinan lain adalah karena waktu pelaksanaan IB tidak tepat waktu. Pelaksanaan IB yang terbaik adalah dalam jangka waktu 35-40 jam setelah birahi dan inseminasi dilakukan 2 kali dalam selang

(7)

waktu 12 jam. Dalam kegiatan ini semula direncanakan untuk melakukan IB sebanyak dua kali, namun secara teknis hal ini sangat sulit dilakukan, terutama disebabkan karena sulit mengatur waktu dan lokasi pemilik ternak yang terlalu jauh.

Terdapat juga 8 ekor kambing yang melahirkan sebelum waktu yang diharapkan, dimana kelahiran terjadi kurang dari 150 hari setelah pelaksanaan IB. Sehingga ditetapkan bahwa kambing tersebut pasti telah kawin secara alami dengan kambing jantan yang ada, baik milik peternak maupun yang ada pada saat kambing digembalakan.

Salah satu dari kambing jenis PE yang telah diinseminasi ada yang mati, disebabkan karena sakit dan seekor lagi dijual oleh pemiliknya. Hanya sebanyak 9 ekor kambing yang telah di IB pada bulan Juli 2009 yang melahirkan pada bulan Desember 2009, yaitu terdiri dari 1 ekor kambing Kacang dan 8 ekor kambing jenis Campuran.

Berdasarkan perhitungan, maka diperoleh bahwa tingkat kebuntingan dari kegiatan IB yang dilaksanakan dan dihitung

berdasarkan kelahiran anak pada bulan Desember 2009, adalah sebesar 33,3%. Angka kebuntingan ini adalah sedikit lebih tinggi daripada tingkat kebuntingan yang biasanya diperoleh dari kegiatan IB pada kambing, yaitu hanya sekitar 30% (Budiarsana dan Sutama, 2001; Sutama et al., 2002; Ngangi, 2002).

Selanjutnya diperoleh bahwa variasi lama kebuntingan dari kambing yang di IB adalah sekitar 138 – 155 hari, dengan nilai rataan sebesar 147,8 (Tabel 4). Dari 9 ekor kambing yang melahirkan tersebut diketahui bahwa 5 ekor (55,6%) melahirkan anak tunggal dan 4 ekor lagi (44,4%) melahirkan anak kembar. Pada 5 ekor kambing yang melahirkan anak tunggal, terlihat bahwa 2 ekor melahirkan anak jantan dan 3 ekor melahirkan anak betina. Sedangkan pada 4 ekor kambing yang melahirkan anak kembar, diketahui bahwa 2 ekor diantaranya melahirkan anak dengan keduanya berkelamin jantan dan 2 ekor lagi melahirkan anak dengan dua jenis kelamin yang berbeda. Tabel 4. Umur kebuntingan, jenis kelamin anak dan jumlah anak yang dilahirkan oleh kambing

yang melahirkan selama bulan Desember 2009.

No. Nama Pemilik Jenis Kambing Umur Kebuntingan (Hari)

Jenis Kelamin Anak

Jumlah Jantan Betina 1. Udin Kacang 153 1 - 1 2. Senan – 1 Campuran 148 1 1 2 3. Senan – 2 Campuran 155 - 1 1 4. Paryadi Campuran 152 2 - 2 5. Suparno – 1 Campuran 142 - 1 1 6. Suparno – 2 Campuran 138 1 - 1 7. Suparno – 3 Campuran 141 1 1 2 8. Embun Campuran 153 2 - 2 9. Jairin Campuran 153 - 1 1 Jumlah - 8 5 13 Rata - Rata 147,75 - -

(8)

-Performans dari anak hasil persilangan yang dilahirkan, baik dari bentuk tubuh, warna kulit, bentuk telinga dan wajah sangat bervariasi. Kebanyakan warna kulit anak lebih mirip dengan induknya, namun ada dua ekor anak kambing yang mempunyai warna kulit yang mirip dengan Kambing Boer, yaitu bagian tubuh berwarna putih dan bagian leher sampai kepala berwarna coklat. Berdasarkan pengamatan dari peternak, kebanyakan dari mereka menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang cukup nyata dalam hal penampilan anak hasil persilangan. Perbedaan yang utama adalah dalam bentuk badan, bentuk telinga dan hidung yang berbeda dengan induknya dan lebih mirip dengan kambing Boer.

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Dalam kegiatan ini telah berhasil

dilakukan inseminasi pada 106 ekor kambing yang dimiliki oleh 45 orang peternak, yaitu terdiri 19 ekor kambing Kacang, 30 ekor kambing PE, 9 ekor kambing Saanen dan 48 ekor kambing jenis Campuran. Sebanyak 42,5% dari kambing yang diinseminasi diharapkan melahirkan pada bulan Desember 2009, 34,9% pada bulan Januari 2010, 17,0% pada bulan Februari 2010 dan sisanya 5,6% pada bulan Maret 2010.

2. Sebanyak 9 ekor kambing telah melahirkan secara sempurna pada bulan Desember 2009, yaitu terdiri dari 1 ekor kambing Kacang dan 8 ekor kambing

jenis Campuran, sebanyak 18 ekor tidak melahirkan, 8 ekor melahirkan sebelum waktunya dan 2 ekor mati/dijual oleh pemiliknya.

3. Tingkat kebuntingan dari kegiatan IB yang dilaksanakan yang dihitung berdasarkan kelahiran anak pada bulan Desember 2009, adalah sebesar 33,3%. Rataan lama kebuntingan sebesar 147,8, sebanyak 55,6% kambing melahirkan anak tunggal dan 44,4% melahirkan anak kembar.

4. Sebaiknya dilakukan pemantauan secara terus menerus terhadap anak kambing hasil persilangan yang telah diperoleh, sehingga dapat diketahui tingkat pertumbuhan dan performans anak kambing tersebut pada saat disapih, dewasa tubuh, dewasa kelamin dan saat dikawinkan lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Adiati, U., Yulistiani, R.S.G. Sianturi, Hastono, I.G.M. Budiarsana, I-K. Sutama dan I-W. Mathius. 1999. Pengaruh perbaikan pakan terhadap respon reproduksi induk kambing Peranakan Ettawa. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal. 491-495.

Artiningsih, N.M., B. Purwantara, R.K. Achjadi dan I-K. Sutama. 1996. Pengaruh penyuntikan Pregnat Mare

Serum Gonadotrophin terhadap kelahiran kembar pada kambing Peranakan Ettawa. Jurnal Ilmu

(9)

Ternak dan Veteriner. Vol. 2 (1): 11-16.

Bradford, G.E. 1993. Small ruminant breeding strategies for Indonesia. Proc. of Workshop: Advances in Small Ruminant Research in Indonesia. Research Institute for Animal Production, Bogor, Indonesia. pp. 83-94.

Budiarsana, I.G.M. dan I-K. Sutama. 2001. Fertilitas kambing Peranakan Ettawa pada perkawinan alami dan inseminasi buatan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal. 85-92.

Cahyono, B. 1998. Beternak Domba dan Kambing. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 100 pp.

Dinas Pekanla. 2008. Statistik Peternakan. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan. Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta.

Erasmus, J.A. 2000. Adaptation to various environments and resistance to disease of Improved Boer goat.

Small Rum. Res. 36: 179-187.

Inounu, I., N. Hidayati, A. Priyanti dan B. Tiesnamurti. 2002. Peningkatan Produktivitas domba melalui pembentukan rumpun komposit. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 2001. Buku I: Ternak Ruminansia. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Bogor. Mukherjee, T.K. 1992. Improvement of

Goats in the Tropics through Genetic and Biotechnological Methods.

In: R.R. Lokeshwar (Ed.)

Pre-Conference Proc. Plenary Papers and Invited Lectures. V. International

Conference on Goats, New Delhi,

International Goat Association. pp. 26-36.

Ngangi, L.R. 2002. Efektivitas lama pemberian implant progesterone intravaginal dan waktu inseminasi terhadap penampilan reproduksi kambing Peranakan Ettawa. Thesis Pasca Sarjana IPB. Bogor. 75 hlm. Sarwono, B. 2002. Beternak Kambing

Unggul. PT Penebar Swadaya, Jakarta. 120 pp.

Shipley, T. dan L. Shipley. 2005. Mengapa Harus Memelihara Kambing Boer, Daging untuk Masa Depan. Program Brawiboer. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Malang. http://www.Indonesia boergoat.com/ ind/whyraiseboergoat.html

Subandriyo, 2004. Strategi Pemanfaatan Plasma Nutfah Kambing Lokal dan Peningkatan Mutu Genetik Kambing di Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor, 6 Agustus 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor Hal. 39-50.

Sutama, I-K. 1996. Potensi produktivitas ternak kambing di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal. 35-50. Sutama, I-K., B. Setiadi, P. Situmorang,

U. Adiati, I.G.M. Budiarsana, T. Kostaman, Maulana, Mulyawan dan R. Sukmana. 2002. Uji kualitas semen beku kambing Peranakan Ettawa dan Kambing Boer. Prosdings Hasil Penelitian Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan/ARMP-II. Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal. 88-111.

Gambar

Gambar 1. Pejantan kambing Boer. Gambar 2. Anak hasil persilangan kambing   PE dengan kambing Boer.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan perusahaan dan pemerintah melakukan hal itu supaya programnya menjadi baik, tapi LSM jadi kehilangan orang-orang yang bagus karena ber- gabung dengan perusahaan,

ambar 6. Alat yang dijatuhkan&ditebarkan *falling gear+ merupakan alat penangkapan ikan yang  pengoperasiannya dilakukan dengan cara ditebarkan & dijatuhkan untuk

Variabel Penerapan Tren Budaya Korea (Korean Wave) berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Usaha karena memiliki nilai probabilitas kesalahan dibawah 0,05,

Dari ke-3 alternatip model Goal Programming yang diusulkan pada kondisi optimal dimana nilai pembiasan positip ( ) dan pembiasan negatip ( ) = 0, terlihat bahwa nilai

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pokok dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh gaya kepemimpinan kepala madrasah dan

Pada aspek functionality dilakukan pengujian fungsi pada masing-masing aplikasi, pada aspek efficiency dilakukan untuk memperoleh page speed grade pada

Sindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek. Toleransi otot untuk terjadinya iskemia adalah  jam. Kerusakan irre!ersibel terjadi bila lebih dari 3 jam.

Penetapan keputusan yang dibuat oleh pimpinan organisasi merupakan keputusan yang harus dilaksanakan oleh para bawahannya untuk menjalankan prosedur kegiatan yang sudah