• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Awal terjadinya konflik antar Etnis Sumba dan Etnis Maluku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Awal terjadinya konflik antar Etnis Sumba dan Etnis Maluku"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

41 BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Awal terjadinya konflik antar Etnis Sumba dan Etnis Maluku

Etnis Sumba dan Etnis Maluku adalah dua etnis yang sering sekali berkonflik. Konflik antara kedua etnis ini sudah terjadi sejak lama, tidak tahu tahun pastinya konflik antara kedua etnis ini terjadi, tetapi menurut informasi yang didapat dari informan, sejak dulu konflik antar etnis sudah sering terjadi di UKSW, dan etnis Sumba dan Etnis Maluku juga merupakan etnis yang sering berkonflik.

“Awal terjadinya konflik antara kami dan Etnis Maluku dikarenakan kurangnya komunikasi yang baik saja sehingga ada salah pahaman antara kami orang Sumba dan mereka”1

“Selama ini konflik yang terjadi antara kami Etnis Maluku dan Etnis Sumba dari satu orang dulu, kemudian nanti dari satu orang itu yang akan membuat menjadi bertambah besar sampai ke kelompok etinis”2

Perbedaan karakter antara kedua Etnis juga menjadi penyebab terjadinya konflik, hal ini didukung kuat oleh pernyataan dari kedua Etnis .

“Kami itu wataknya keras, ego kami orang Sumba juga tinggi dan juga temperamental, karakter kita seperti itu yang membuat kita juga menjadi gampang sekali terpancing emosi, sehingga menimbulkan kesalahpahaman dengan sesama kami maupun etnis Maluku”3 “Hampir semua dari kami orang Maluku itu emosinya tinggi, jadi gampang untuk ‘naik darah’ dan potensi terjadi konflik juga besar, apalagi kalau Etnis Sumba salah paham dengan cara berkomunikasi kami yang seperti ini’4

Kebiasaan kedua etnis ini dalam mengkonsumsi minuman keras juga sebagai pemicu dari terjadinya konflik.

“Orang Sumba sudah punya kebiasaan minum minuman keras sudah dari sebelum merantau ke Salatiga, jadi jangan salah kalau lihat orang Sumba ada konflik karena mabuk pasti sudah bakuhantam”5

“Ada juga anak Maluku yang dulunya tidak pernah minum minuman keras tapi karena pergaulan sehari-hari di lingkungan tempat tinggal (kos/kontrakan) lama-kelamaan menjadi terpengaruh yang pertama coba-coba menjadi ketagihan minum miras, kalau sudah mabuk berat pasti bikin onar”6

1

Transkrip wawancara dengan D, tanggal 20 Maret 2015 2

Transkrip Wawancara dengan G, tanggal 14 April 2015 3

Transkrip wawancara dengan C, tanggal 20 Maret 2015 4

Transkrip wawancara dengan F, tanggal 14 April 2015 5

Transkrip Wawancara dengan D, tanggal 20 Maret 2015 6

(2)

42

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, orang Sumba dan Orang Maluku sama-sama memiliki watak yang keras dan cepat ‘naik darah’ atau emosi yag sangat tinggi. Ketika terjadi kesalah pahaman diantara mereka, dengan otomatis bakuhantam bisa terjadi, apalagi kebiasaan mereka dalam minum minuman keras juga sebagai penyebab konflik bisa terjadi. Bagi Etnis Sumba jika terjadi konflik diantara mereka dengan Maluku, mereka tidak akan segan untuk beradu kontak fisik dengan lawan.

“Kami sebagai Etnis Sumba kami punya prinsip “pukulan diganti pukulan, luka diganti

dengan luka”, kalau ada teman kami yang diserang dan dipukul kami harus membalas karena

sudah diperlakkan tidak baik”7

Berbeda dengan orang Maluku yang memiliki kebiasaan mengatakan atau menilai sesuatu secara spontan juga mengundang terjadi konflik dengan Etnis Sumba.

“Apa yang kami lihat, apa yang kami rasakan, itu yang kami katakan secara langsung, jadi kadang membuat orang Sumba merasa tidak nyaman dan marah dari penilaian yang kami berikan8

Ada kesamaan dari orang Maluku dan Sumba yang tidak tidak jauh berbeda yang memiliki rasa kepedulian atau solidaritas yang sangat tinggi.

“ Di Maluku ada istilah “ Maluku satu darah, Ale rasa beta rasa” kita sama-sama orang Maluku, apa yang lain rasakan, kita juga rasakan, ada yang susah kita harus bantu, ada yang dipukul kita juga harus tolong9”

Komunikasi antarbudaya sendiri terjadi pada pelaku komunikasi yang memiliki latarbelakang budaya yang berbeda yang sama-sama berusaha untuk menyampaikan suatu makna pesan agar dapat dimengerti dan dipahami bersama. Ketika komunikasi antarbudaya terjadi antara Etnis Sumba dan Etnis Maluku, penyampaian yang dilakukan oleh keduanya sesuai dengan budaya mereka. Orang Sumba dengan budaya mereka yang memiliki gaya bahasa,intonasi berbicara harus bisa membangun komunikasi dengan orang Maluku yang memilik gaya bahasa, intonasi berbicara yang berbeda pula dengan orang Sumba, sehingga bagaimana caranya agar keduanya, dapat mengerti dan memahami proses komunikasi yang berlangsung.

Kasus konflik yang digunakan dalam pembahasan ini adalah konflik antar Etnis Sumba dan Etnis Maluku, dimana Etnis Maluku sebgai korban penggroyokan yang dilakukan

oleh Etnis Sumba.10

7

Transkrip Wawancara dengan B, tanggal 20 Maret 2015 8

Transkrip Wawancara dengan F, tanggal 14 April 2015 9

(3)

43

Titik awal terjadinya konflik antara kedua etnis ini adalah interaksi simbolik yang gagal dan menghambat komunikasi antarbudaya yang berlangsung antara Etnis Sumba dan Etnis Maluku.

“Anak Maluku yang duluan menantang kami anak Sumba, itu terlihat dari tatapan matanya”11

“Mereka datang bergerombol ada 4 orang Sumba, datang langsung pukul saja tanpa basa-basi”12

“Saya tanya dulu ke korban “kau pernah pukul anak Sumba sampai hancur?” langsung saya cekik”13

Komunikasi sendiri merupakan suatu proses di mana seorang menyampaikan pesannya, baik dengan lambang, bahasa maupun dengan isyarat, gambar, gaya, sehingga dapat dimengerti oleh pelaku komunikasi. Terhambatnya proses komunikasi disebabkan oleh

tiga hal pokok unsur utama komunikasi yaitu komunikator, isi pesan, dan juga komunikan14.

Komunikator sebagai (encoder) artinya dia harus benar-benar mengerti,paham, akan pesan yang ingin dia sampaikan kepada komunikan, sehingga komunikan pun merasa yakin dan paham akan pesan yang disampaikan oleh komunikator. Etnis Sumba dan Etnis Maluku pada saat berperan sebagai komunikator, mereka harus benar berusaha menafsirkan pesan

sebelum disampaikan, artinya pesan yang ingin disampaikan bener-benar

dipahami,dimengerti oleh mereka terlebih dahulu. Kemudian isi pesan juga merupakan salah satu unsur yang menghambat terjadinya komunikasi. Komunikasi yang berlangsung antara Etnis Sumba dan Etnis Maluku terhambat ketika isi pesan yang disampaikan berisi kata-kata baik itu verbal maupun nonverbal, yang susah untuk dicerna atau diartikan oleh komunikan. Ketika komunikator awalnya sudah tidak mengerti dengan apa yang ingin dia sampaikan kepada komunikan, isi pesan yang disampaikan pun juga akan susah disampaikan kepada komunikan. Sehingga komunikan pun akan mengalami gangguan dalam mengartikan pesan yang disampaikan oleh komunikan. Etnis Sumba dan Etnis Maluku berperan sebagai komunikan (decoder) tidak berusaha untuk mengartikan, memahami pesan yang disampaikan oleh komunikator maka menghambat mereka dalam proses komunikasi efektif

10

Berkas Perkara, Nomor: BP//III/2013/RESKRIM 11

Berita Acara, Laporan Polisi No.Pol:LP/B/116/II/2013/JTG/Res SLTG, 28 Febuari 2013 12

Berita Acara, Laporan Polisi No.Pol:LP/B/116/II/2013/JTG/Res SLTG, 28 Febuari 2013 13

Berita Acara, Laporan Polisi No.Pol:LP/B/116/II/2013/JTG/Res SLTG, 28 Febuari 2013 14

(4)

44

Kondisi lain yang menghambat dan mempengaruhi proses komunikasi yang terjadi

antara Etnis Sumba dan Etnis Sumba pun bisa dikategorikan sebagai berikut15 :

1) Gangguan (noise): Bisa disebabkan oleh penggunaan bahasa baik itu perbedaan arti kata,penggunaan istilah tertentu, dan juga komunikasi nonverbal. Kedua Etnis menggunakan bahasa, dialek mereka masing-masing dalam berkomunikasi sehingga susah untuk mengartikan pesan. Selain itu juga disebabkan oleh kegaduhan, Etnis Sumba dan Etnis Maluku yang suka bergerombol secara otomatis akan membuat kebisingan dan dapat memicu terhambatnya komunikasi yang berlangsung.

2) Kepentingan : Etnis Sumba dan Etnis Maluku memiliki kepentingan yang berbeda, pada saat memiliki kepentingan yang sama mereka akan selektif dalam menanggapi suatu pesan yag disampaikan. Dan terjadi sebaliknya kedua etnis ini akan sama-sama tidak memperdulikan satu dengan yang lain.

3) Sikap dalam berkomunikasi : Etnis Sumba dan Etnis Maluku tidak memiliki sikap yang baik ketika proses komunikasi berlangsung. Sama-sama emosional dalam bertindak, tidak menjadi pendengar yang baik, dan juga main hakim sendiri. 4) Perbedaan latarbelakang : Etnis Sumba dan Etnis Maluku memiliki karakter

individu yang berbeda, sehingga dalam melakukan proses komunikasi dibutuhkan pengertian antara kedua etnis tersebut.

5) Prasangka : Salah satu hambatan berat dalam kegiatan komunikasi. Etnis Sumba berprasangka negatif terhadap Etnis Maluku, dengan mengatakan bahwa cara pandang mata Etnis Maluku pada saat menatap Etnis Sumba sebagai bentuk menantang Etnis Sumba untuk berkelahi

Jika dikaitkan dengan Teori Interaksionisme menurut George Herbet Mead, berpandangan bahwa manusia adalah individu yang berpikir, berperasaan, memberikan pengertian pada setiap keadaan, yang melahirkan reaksi dan interpretasi kepada setiap rangsangan yang dihadapi. Kejadian tersebut dilakukan melalui interpretasi simbol-simbol atau komunikasi bermakna yang dilakukan melalui gerak, bahasa, rasa simpati, empati, dan

15

Onong Uchjana dalam Mulyana (2010) . Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial,. PT Remaja Rosdakarya: Bandung, Hal 25

(5)

45

melahirkan tingkah laku lainnya yang menunjukan reaksi atau respon terhadap

rangsangan-rangsangan yang datang kepada dirinya16.

Ketika komunikasi antarbudaya yang baik berlangsung antara Etnis Sumba dan Etnis Maluku, mereka akan sama-sama untuk memberikan pengertian yang baik, mempunyai perasaan yang sama, saling memberikan pemenuhan harapan antara satu dengan yang lain sehingga menciptakan tingkah laku atau rangsangan yang baik juga bagi mereka, yang bisa membangun rasa simpati, empati, sehingga interkasi simbolik yang terjalin juga berjalan dengan baik. Tetapi ketika interaksi simbolik yang berlangsung terhambat atau tidak berjalan semana mestinya, maka kedua etnis ini sama-sama tidak memberikan pengertian,perasaan yang sama. Dalam diri mereka sudah tidak ada lagi rasa simpati, empati, bahkan gerak tubuh,dan bahasa yang digunakan itu bisa membuat mereka semakin membenci satu dengan yang lain. Ketika Etnis Sumba dinilai oleh Etnis Maluku sebagai orang yang primitif, kasar, tidak bisa menghargai orang, dalam diri Etnis Sumba mereka harus menggunakan pandangan Etnis Maluku sebagai pengontrol dalam diri mereka agar dalam mereka bertindak mereka lebih bisa memikirkan bagaimana cara bertindak yang baik dalam melakukan proses komunikasi atau interaksi . Begitpula dengan Etnis Maluku, dari pandangan atau penilaian Etnis Sumba, Etnis Maluku itu orangnya sombong, banyak gaya, sok, dll. Dalam diri Etnis Maluku juga harus bisa menggunakan pandangan Etnis Sumba sebagai pengontrol dalam diri mereka, supaya dalam bertindak mereka juga bisa berpikir sebelum bertindak.

Dalam melakukan suatu interaksi, maka gerak, bahasa, dan rasa simpati sangat menentukan, apalagi berinteraksi dalam masyarakat yang berbeda etnis/suku dan kebudayaan. Modal utama dalam melakukan interaksi dalam masyarakat multietnik adalah saling memahami kebiasaan ataupun kebudayaan dari orang lain, sehingga kesalah-pahaman yang nantinya akan menimbulkan konflik dapat diatasi.

5.2. Jalannya Konflik antar Etnis Sumba dan Etnis Maluku

Konflik yang berlangsung antara Etnis Sumba dan Etnis Maluku ini, terjadi tepatnya di daerah sekitaran belakang kampus UKSW, di mana itu merupakan tempat pemukiman mahasiswa atau kos-kosan dan juga kontrakan.

16

Herbert Blumer dan George Herbert Mead dalam Agus Salim (2008). Pengantar Sosiologi Mikro,Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Hlm, 11

(6)

46

Pada bulan 27 febuari 2013 sekitar pukul 23:00 WIB, konflik terjadi atara Etnis Sumba dan Etnis Maluku. Konflik ini terjadi di Wawung Burjo yang terletak di Kp. Sumopuro Kec. Sidorejo Kota Salatiga. Salah satu anggota Etnis Maluku menjadi korban penganiayaan oleh empat orang anggota Etnis Sumba, pelaku dan korban merupakan mahasiswa UKSW. Saat itu korban baru saja selesai makan dan masih duduk di Burjo, kemudian ia didatangi oleh empat orang Sumba, kemudian tanpa basa-basi salah satu anggota etnis Sumba ini lagsung memukul kepala orang Maluku ini sebanyak 1 (satu) kali.

Ketika korban berdiri dari dari tempat duduk, kemudian keempat pelaku dari etnis Sumba ini langsung menyerang korban dengan tangan kosong. Kemudian korban melakukan perlawanan untuk membela diri dengan cara menangkis dan mendorong para pelaku untuk keluar dari dalam warung tersebut. Pada saat korban berada di depan warung , tiba-tiba para pelaku mengambil batu dari tempat kejadian, yang langsung dipukulkan pada bagian punggung, rusuk, dan tangan kiri korban. Berlangsungnya kejadian ini berdasarkan pernyataan atau cerita dari korban yang merupakan salah satu anggota Etnis Maluku yang bernama Frangky A Masipupu. Korban juga mengatakan bahwa sebelum terjadinya penggoroyokan oleh empat orang anggota Etnis Sumba, korban tidak memiliki masalah

dengan para pelaku.17

Menurut cerita salah satu pelaku yang berasal dari Etnis Sumba yang bernama Ari Lawa, yang diceritakan oleh korban tidak sesuai dengan apa yang terjadi. Pelaku bercerita bahwa maksud dan tujuan mereka datang ke Burjo untuk makan. Setelah sampai mereka memesan makanan kepada pemilik warung Burjo, kemudian pelaku bertanya kepada korban yang saat itu sedang duduk disamping pelaku . “ kau pernah pukul anak sumba sampai

hancur ?”. Sebelum korban belum sempat menjawab, pelaku langsung mencekik lehernya

dan ditarik keluar warung. Namun belum sampai diluar warung, pelaku terjatuh karena dipukuli oleh korban sampai terjatuh, dan korban pun lari keluar dari warung. Setelah sampai di jalan atau samping warung Burjo pelaku dan korban saling kejar mengejar dan saling bakuhantam. Selain itu menurut pelaku setelah iya mencekik korban, ia tidak memukul bagian kepala korban, karena posisi badan pelaku tidak seimbang, sehingga pelaku terjatuh

kebelakang namun pelaku masih sempat memegang tangan korban.18

17

Berita Acara Saksi Korban, Laporan Polisi No.Pol: LP/B/116/2013/JTG/Res Sltg, tanggal 28 Febuari 2013. 18

Berita Acara Pemeriksaan Tersangka, Laporan Polisi. No. Pol: LP/B/116/2013/JTG/Res Sltg, tanggal 28 febuari 2013.

(7)

47

Fridolin U Manna Masarani salah satu pelaku penggroyokan yang berasal dari Etnis Sumba bercerita bahwa, maksud dan tujuan penggroyokan adalah untuk membalas dendam kepada korban, karena sebelumnya korban pernah melakukan pemukulan kepada salah satu anggota Etnis Sumba yang merupakan pelaku juga yang bernama Ari Lawa. Sehingga pelaku Ari Lawa menyimpan dendam kepada korban Frangky Masipupu. Ketika sampai di warung Burjo korban sangat terkejut melihat kedatangan para pelaku, kemudian pelaku Ari Lawa

langsung menghantam korban.19

Kronologis konflik yang berlangsung antara Etnis Sumba dan Etnis Maluku, berdasarkan cerita pelaku lainnya yang bernama Dickcene Adi Mesa, ia mengatakan bahwa pada saat mereka sampai di warung Burjo, pelaku Ari Lawa dan korban Frangky duduk bersebelahan. Mereka sedang mengobrol, namun tiba-tiba korban menantang pelaku Ari, karena ditantang pelaku Ari mangajak korban untuk keluar dengan cara merangkul korban dan dipaksa keluar. Pada saat mereka berdiri korban terlebih dahulu memukul pelaku Ari

sehingga terjatuh.20

Komunikasi antarbudaya itu bisa menyenangkan, membawa suasana

damai,mengurangi kekeliruan informasi, dan meredakan ketegangan. Komunikasi yang efektif hanya akan terjadi manakalah dua pihak memberikan makna yang yang sama atas pesan yang mereka tukarkan. Sebaliknya, komunikasi yang kacau membawa perbedaan pendapat, perbedaan pandangan, yang mengakibatkan pertikaian dan perkelahian ketika dua pihak memberikan makna yang berbeda atas pesan yang disampaikan.

Dari penjelasan ini bisa digambarkan bahwa ada perbedaan budaya antara pelaku komunikasi atas konsep ‘tujuan’ petemuan,’cara membuka’ pertemuan, ‘penggunaan bahasa’

dalam pertemuan, dan bagaimanakah seharusnya ‘menutup pertemuan’ 21. Semakin berbeda

budaya pelaku komunikasi, maka semakin besar peluang bias atas makna budaya antrabudaya, sebaliknya semakin kecil bahkan kalau tidak ada perbedaan antarbudaya maka semakin kecil atau bahkan tidak ada bias makna di antara mereka.

Berdasarkan kerangka pikir yang telah dibuat sesuai dengan teori yang digunakan, yaitu Teori Interaksionisme Simbolik oleh George Herbet Mead. Inti dari teori ini

19

Berita Acara Pemeriksaan Tersangka, Laporan Polisi. No.Pol: LP/B/116/II/2013/JTG/Res Sltg, tanggal 28 Febuari 2013

20

Berita Acara Pemeriksaan Tersangka, Laporan Polisi. No.Pol: LP/B/116/II/2013/JTG/Res Sltg, tanggal 28 Febuari 2013

21

(8)

48

menjelaskan bahwa, setiap manusia/orang berkemampuan mengartikan sebuah makna atau pesan, dalam suatu tindakan interaksi. Selain itu pula mereka memiliki pikiran, perasaan, dan pengertian dalam setiap keadaan, serta menciptakan suatu reaaksi dan interprestasi kepada setiap rangsangan yang dihadapi. Dalam komunikasi yang berlangsung antara Etnis Sumba dan Etnis Maluku, mereka sama-sama mengartikan simbol-simbol yang dibangun oleh kedua etnis tersebut dalam melakukan interaksi. Etnis Sumba mengartikan simbol-simbol yang diberikan oleh Etnis Maluku, dan kemudian Etnis Maluku juga mengartikan simbol-simbol yang diberikan oleh Etnis Sumba. Namun kenyataannya mereka sama-sama tidak mengartikan simbol-simbol itu dengan baik, sehingga muncul kesalahpahaman yang berujung pada konflik.

Inti konsep dari pemikiran Teori ini yaitu yang pertama, pikiran (mind) sebagai kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama. Artinya dalam melakukan interaksi atau komunikasi, Etnis Sumba dan Etnis Maluku harus sama-sama mengembangkan pemikiran mereka dalam berkomunikasi. Mereka tidak bisa melakukan komunikasi atau interaksi apabila mereka belum memahami bahasa dengan baik. Dengan bahasa kedua etnis dapat mengembangkan pikiran mereka , agar bisa memutuskan bagaimana mereka bertindak dalam menanggapai, merespon komunikasi yang selanjutnya.

Etnis Sumba memiliki pemikiran atau penilain tersendiri mengenai Etnis Maluku, begitu pula dengan Etnis Maluku yang memiliki pemikiran atau penilaian tersendiri mengenai Etnis Sumba. Sehingga dalam melakukan komunikasi atau interaksi mereka sudah mengerti bagaimana harus memposisikan diri, agar dalam berkomunikasi dengan orang yang berbeda latarbelakan tidak menimbulkan kesalahpahaman yang berujung pada konflik. Dikaitkan dengan kasus konflik antara etnis ini, dikaji menggunakan Teori Interaksi Simbolik, konsep pikiran (mind) tidak berjalan dengan baik. Dalam konsep ini Etnis Sumba maupun Etnis Maluku terlebih dahulu sudah memiliki pikiran bagaimana mereka akan melakukan hubungan komunikasi, apakah apa yang mereka pikirkan natinya bisa diterima atau dimaknai sama seperti yang mereka inginkan. Sesuai dengan data kasus yang ada Etnis Sumba memaknai gaya melihat Etnis Maluku seperti orang menantang, jika benar tatapan dari Etnis Maluku itu menantang maka interaksi simbolik dalam komunikasi yang terjadi antara kedua Etnis dinyatakan gagal dan tidak berjalan dengan baik.

Mead dalam konsep teori yang kedua yaitu diri (self) sebagai kemampuan untuk merefleksikan diri kita sendiri dari perspektif orang lain. Bagi Mead, diri berkembang dari

(9)

49

sebuah jenis pengambilan peran yang khusus atau kemampuan kita untuk melihat diri kita sendiri dalam pantulan dan pandangan orang lain. Ketika Etnis Sumba melakukan komunikasi atau interaksi dengan Etnis Maluku begitu pula sebaliknya, mereka akan sama merefleksikan diri mereka. Etnis Sumba akan berusaha agar bisa melihat diri mereka berdasarkan penilaian-penilain orang terhadap mereka. Dalam konsep ini ditekankan pada bagaimana melihat diri dari pandangan orang lain. Tetapi berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada salah satu anggota Etnis Sumba/ orang Sumba, menggangap mereka tidak peduli dengan orang menilai mereka seperti apa , entah itu baik ataupun buruk yang ada dalam diri mereka. Sehingga tidak perlu untuk menilai diri mereka sendiri berdasarkan orang yang menilai, melainkan mereka akan menilai atau merefleksikan berdasarkan kesadaran diri. Berbeda dengan Etnis Maluku orang menilai mereka sebagai salah satu cara untuk merefleksikan diri mereka untuk menjadi lebih baik. Ketika orang menilai mereka,maka secara tidak langsung mereka akan memikirkannya. Walaupun tidak langsung direfleksikan tetapi melalui proses panjang. Di lain sisi juga, tidak semua orang Maluku bisa merefleksikan diri mereka berdasarkan orang yang menilai. Ada yang bisa menerima dengan baik pandangan orang adapula yang tidak bisa. Sehingga hal seperti itu akan menghambat mereka ketika dalam melakukan suatu interaksi atau komunikasi.

Konsep yang ketiga dari teori ini adalah masyarakat (society), sebagai jejaring hubungan sosial yang diciptakan manusia. Dari ketiga konsep ini, adanya saling keterhubungan antara satu dengan yang lain. Cara manusia mengartikan dunia dan dirinya sendiri berkaitan erat dengan masyarakatnya. Mead melihat pikiran (mind) dan diri (self) menjadi bagian dari perilaku manusia yaitu bagian interaksinya dengan orang lain. Mead menambahkan bahwa sebelum seseorang bertindak, ia membayangkan dirinya dalam posisi orang lain dengan harapan-harapan orang lain dan mencoba memahami apa yang diharapkan

orang itu22. Ada dua bagian penting masyarakat yang mempengaruhi pikiran dan diri, yaitu

diantaranya adalah orang lain secara khusus dan orang lain secara umum. Secara khusus meliputi keluarga dan teman yang memang mempunyai hubungan dengan kita, sedangkan secara umum adalah orang-orang yang berada di sekitar kita,yang tidak memiliki hubungan batin tetapi memberikan, menyediakan informasi mengenai peranan, aturan, dan sikap yang dimiliki. Sehingga seseorang bertindak itu berdasarkan lingkungan yang ada disekitarnya. Etnis Sumba dan Etnis Maluku selalu bertindak dengan cara beradu kekuatan fisik karena

22

(10)

50

lingkungan mereka adalah orang-orang yang juga menggunakan kekuatan fisik sebagai cara untuk menyelesaikan masalah.

Dalam teori ini juga, manusia atau individu memiliki kemampuan kebebasan dalam mengartikan suatu makna dan juga memiliki pikiran, perasaan dalam suatu keadaan tertentu. Komunikasi berlangsung antara Etnis Sumba dan Etnis Maluku, kedua etnis memiliki kebebasan dalam memaknai makna. Tetapi sebelum mereka memaknai makna suatu pesan simbol, hal pertama yang harus dilakukan adalah harus memikirkan terlebih dahulu, makna yang tepat dan sesuai. Makna yang diartikan juga apakah bisa diterima atau tidak oleh yang lain. Dalam kasus ini Etnis Sumba menggangap Etnis Maluku memberikan simbol menatap dan diartikan oleh Etnis Sumba sebagai cara yang dilakukan untuk mengajak berantem atau mengadu kekuatan, karena tatapan yang diberikan oleh Etnis Maluku adalah tatapan orang yang penuh emosi. Berbeda dengan Etnis Sumba, Etnis Maluku menggangap kedatangan Etnis Sumba di Warung Burjo dengan bergerombol sebagai salah satu cara untuk mengroyok Etnis Maluku.

5.3. Akhir dari Konflik Antar Etnis Sumba dan Etnis Maluku

Konflik yang terjadi tidak selamanya akan berlangsung terus menerus, tetapi konflik pun dapat berakhir. Suatu konflik dapat berakhir apabila adanya keinginan yang baik oleh kedua belah pihak yang bersengketa atau berkonflik. Ketika kedua belah pihak sudah mau membuka diri mereka dan mau menerima segala masukan, pendapat, yang bersifat baik maka konflik pun akan diselesaikan dengan baik pula, tanpa harus merugikan salah satu pihak.

Konflik yang terjadi antara Etnis Sumba dan Etnis Maluku dulunya memang tidak diselesaikan dengan baik. Hal ini bisa dilihat dari konflik yang terjadi karena balas dendam akan permasalahan yang lalu yang dilakukan oleh Etnis Sumba terhadap Etnis Maluku. Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan konflik. Akhir dari kasus konflik antar Etnis Sumba dan Etnis Maluku terjadi ketika kedua Etnis mulai menimbulkan kegaduhan, ketidak nyamanan yang menggangu orang lain. Dalam kasus ini kedua etnis bukan saja menggangu pelanggan Warung Burjo saja melainkan menggangu dan mencemaskan warga sekitar yang bertempat

tinggal dekat tempat kejadian23.

23

(11)

51

Konflik antar Etnis Sumba dan Etnis Maluku yang terjadi ini, dapat berakhir pada waktu itu ketika korban Frangky Masipupu berteriak “tolong” meminta bantuan kepada warga sekitar. Sehingga selang beberapa menit kemudian Bpk. Tono Sartono yang kebetulan tinggal di Warung Burjo dan Bpk. Edi selaku Ketua RT setempat beserta warga sekitar datang untuk membantu melerai pertikaian, pertengkaran yang terjadi antara Etnis Sumba dan Etnis Maluku. Ketika kedua Etnis ini dilerai oleh warga sekitar yang berada ditempat kejadian, para pelaku pun masih masih ngotot untuk melakukan penganiayaan terhadap korban Frangky Masipupu. Setelah dilerai oleh warga sekitar, pelaku masuk ke dalam

Warung kemudian oleh salah satu pelaku mereka diajak pulang24. Keesokan harinya korban

Frangky Masipupu melaporkan peristiwa penganiayaan yang dilakukan oleh Etnis Maluku ke Polres Salatiga untuk pengusutan lebih lanjut.

Konflik yang terjadi antara Etnis Sumba dan Etnis Maluku ini pun berakhir di pihak yang berwajib. Korban dari Etnis Maluku melaporkan pelaku penganiayaan yang dilakukan oleh Etnis Sumba dengan pengaduan terjadinya peristiwa penganiayaan yang dilakukan secara bersama-sama di muka umum, yang terjadi pada hari Rabu 27 Febuari 2013 sekira pukul 23:00 WIB, di Warung Burjo yang terletak di Kp. Sumopuro Kel. Salatiga Kec. Sidorejo Kota Salatiga. Yang diduga keras dilakukan oleh tersangka ; Ari Lawa, Cornelis Patola, Fridoli Umbu Manna Masarani, Tony Mone Rambadeta, dan Dickcene Adi Maesa

Molake 25. Dan juga korban melakukan Visum untuk memperjelas akibat apa saja yang

dialami oleh korban.

Dalam penyelesaian konflik antar Etnis Sumba dan Etnis Maluku ini, pihak Reskrim melakukan penyelidikan kepada korban, pelaku dan juga saksi-saksi, guna mendapat titik terang permasalahan yang terjadi antara kedua etnis yang bertikai. Pelaku, korban dan juga saksi dimintai keterangannya berkisar tentang motif dari penyerangan yang dilakukan,akibat atau kerugian apa yang dialami setelah terjadinya penyerangan,dll. Selain itu juga pihak Reskrim juga mendatangkan pihak-pihak yang dianggap senior atau yang di”tuakan” dalam kedua etnis ini, agar dapat membantu menyelesaikan dan mengakhiri konflik yang terjadi.

Proses komunikasi yang berlangsung dalam penyelesaian konflik antar Etnis Sumba dan Etnis Maluku dilakukan secara primer, artinya komunikasi yang dilakukan secara tatap muka, langsung antar seseorang kepada orang lain guna menyampaikan pikiran maupun perasaan. Alo Liliweri menjelaskan proses komunikasi primer dilakukan tanpa menggunakan

24

Berita Acara Pemeriksaan Saksi, Budi Ariyanto, Laporan Polisi No.Pol: LP/ B/ 116/ II/ 201/ JTG/ Res Sltg, tanggal 28 Febuari 2013

25

(12)

52

alat, yaitu secara langsung dengan menggunakan bahasa, gerakan yang diberikan arti khusus,

aba-aba dan sebagainya26. Selain itu juga proses komunikasi yang berlangsung untuk

mencapai perdamain antara kedua Etnis ini juga menggunakan proses komunikasi secara sekunder, artinya proses penyampaian pesan yang berlangsung menggunakan alat atau sarana sebagai perantara.

Etnis Sumba dan Etnis Maluku yang berkonflik dipertemukan guna menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi secara langsung di Reskim Polres Salatiga. Kedua Etnis yang berkonflik ini baik pelaku maupun korban, berusaha untuk mematuhi segala aturan-aturan yang ada , mereka secara langsung melakukan proses komunikasi dengan pihak yang berwajib dengan memberikan pernyataan-pernyataan mereka, menggenai konflik yang terjadi

sesuai dengan yang mereka alami 27.

Dalam proses komunikasi yang berlangsung, Etnis Sumba meminta kepada kepada Etnis Maluku, agar permasalahan ini diselesaiakan secara musyawarah dan kekeluargaan yang dihadiri oleh orang-orang yang “dituakan” dan juga pengurus organisasi dari masing-masing Etnis. Komunikasi yang berlangsungpun antara kedua Etnis ini membuat korban Frangky Masipupu memberikan respon (feedback) yang baik dari proses komunikasi yang berlangsung. Korban mengambil tindakan, dengan membuat surat permohonan kepada Kapolres Salatiga, untuk mencabut laporannya dalam kasus penganiayaan secara

bersama-sama yang dilakukan oleh Etnis Sumba28.

Permohonan yang diajukan oleh Etnis Maluku juga mendapatkan feedback baik dari Kapolres Salatiga. Dari proses yang berlangsung, kedua etnis membuat surat pernyataan perdamaian dengan banyak pertimbangan-pertimbangan, diantaranya pertimbangan dari Etnis Maluku selaku korban, akan mencabut laporan karena permasalahan yang terjadi sudah diselesaikan dengan cara musyawarah dan kekeluargaan, para pelaku dari Etnis Sumba telah menyadari kesalahannya dan telah memohon maaf kepada korban Etnis Maluku, pelaku pun berjanji untuk tidak akan mengulangi perbuataannya lagi, dan juga mereka harus mengganti rugi biaya pengobatan korban sebesar Rp 5.000.000.- yang diansur sebanyak 3 kali dalam jangka waktu 3 bulan, dan yang terakhir Etnis Sumba tidak lagi melakukan penuntutan secara

pidana maupun perdata29.

Dalam proses perdamaian antara Etnis Sumba dan Etnis Maluku, pihak Etnis Maluku memberikan respon akan permohonan penangguhan penahanan. Etnis Sumba berjanji, jika

26

Liliweri dalam Sutaryo (1994:11) 27

Berkas Perkara ,Nomor: BP// III/ 2013 RESKRIM 28

Berkas Perkara ,Nomor: BP// III/ 2013 RESKRIM 29

(13)

53

mereka tidak ditahan mereka sanggup melaksanakan apel pagi tiap senin dan kamis, sanggup menghadap kepada penyidik sewaktu-waktu untuk kepentingan proses penyidikan, sanggup untuk tidak mengulangi perbuatan mereka, dan sanggup untuk tidak melarikan diri dan menghilangkan atau merusak barang bukti. Dan pada akhirnya proses perdamaian yang berlangsung antara Etnis Sumba dan Etnis Maluku menggunakan cara kekeluargaan dan

musyawarah dengan catatan kedua Etnis tidak boleh menggulangi hal yang sama30.

30

(14)

54 Konflik

yang terjadi Etnis Sumba VS

Etnis Maluku

Penyebab Kondisi yang menghambat

komunikasi

Proses komunikasi untuk mencapai hasil

perdamaian

Pengoroyokan

oleh Etnis Sumba kepada Etnis Maluku

di Warung Burjo Sumopuro Salatiga, 27 februari 2013 Dendam masalah lalu 1) Gangguan (noise):

Disebabkan oleh penggunaan bahasa baik itu perbedaan arti kata, penggunaan istilah tertentu, dan juga komunikasi nonverbal.

Kedua Etnis menggunakan

bahasa, dialek mereka masing-masing dalam berkomunikasi

sehingga susah untuk

mengartikan pesan. Selain itu juga disebabkan oleh kegaduhan, Etnis Sumba dan Etnis Maluku yang suka bergerombol, secara

otomatis akan membuat

kebisingan dan dapat memicu terhambatnya komunikasi yang berlangsung.

2) Kepentingan :

Etnis Sumba dan Etnis Maluku

memiliki kepentingan yang

berbeda, pada saat memiliki kepentingan yang sama mereka akan selektif dalam menanggapi suatu pesan yang disampaikan. Dan jika terjadi sebaliknya kedua etnis ini akan sama-sama

tidak memperdulikan satu

dengan yang lain.

3) Sikap dalam berkomunikasi : Etnis Sumba dan Etnis

1) Secara Primer

komunikas yang

dilakukan secara

tatap muka, atau

secara langsung baik

itu antara Etnis

Sumba dan Etnis

Maluku yang

berkonflik, maupun dengan pihak yang

berwajib. Dalam

kasus ini kedua etnis menggunakan cara kekeluargaan dan musyawarah untuk berdamai. 2) Secara Sekunder penyampaian pesan yang berlangsung menggunakan alat

atau sarana sebagai

perantara. Etnis Maluku menggunakan perantara surat permohonan penangguhan penahan kepada Kepala Polres

(15)

55

5.3.1. Summary

Maluku tidak memiliki sikap yang baik ketika proses

komunikasi berlangsung.

Sama-sama emosional dalam

bertindak, tidak menjadi

pendengar yang baik, dan juga main hakim sendiri. 4) Perbedaan latar belakang :

Etnis Sumba dan Etnis Maluku memiliki karakter

individu yang berbeda,

sehingga dalam melakukan

proses komunikas

dibutuhkan pengertian antara kedua etnis tersebut, agar bisa memahami satu dengan yang lain.

5) Prasangka :

salah satu hambatan berat dalam kegiatan komunikasi. Etnis Sumba berprasangka

negatif terhadap Etnis

Maluku, dengan mengatakan bahwa cara pandang mata Etnis Maluku pada saat

menatap Etnis Sumba

sebagai bentuk menantang

Etnis Sumba untuk

berkelahi.

menahan pelaku dari Etnis Sumba dengan syarat dan ketentuan . Begitu pula dengan

Etnis Sumba,

mereka

menggunakan surat

permohonan agar

tidak ditahan dengan berbagai syarat dan

ketentuan yang

berlaku.

Selain itu juga kedua etnis membuat surat

peryantaan yang

menyatakan bahwa mereka tidak akan mengulangi

perbuatan yang

sama dikemudian

hari, yag disaksikan oleh perwakilan dari masing-masing Etnis.

Referensi

Dokumen terkait

Didalam bastek dan rencana kerja juga menerangkan mengenai metode kontruksi yang akan dilaksanakan, anggaran pelaksanaan kontruksi dan jadwal pelaksanaan pekerjaan

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu Motivasi (X1), Budaya Organisasi (X2), sebagai variabel independen sedangkan Kinerja Penjualan Tenaga Pemasar (Y)

penelitian analisis linier berganda dalam penelitian ini dapat dijelaskan pada tabel 4.. Hasil Uji Analisis Linier Berganda Model Unstandardized Coefficients Standardized

Klien A melakukan pelepasan anak panah ( projectile ) dengan melepaskan tombol virtual yang dimana pada klien B gagal melakukan instansiasi secara remote dikarenakan pada

Jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham yang bukan merupakan Pemegang Saham Pengendali (minority shareholders) setelah Penawaran Umum atau perusahaan yang sudah

27 terbang, beberapa orang Indonesia tidak hanya ahli dalam bidang IPTEK, tetapi mereka juga memiliki pengabdian yang besar untuk menggunakan keahliannya

Maturity Model mengacu pada berapa banyak panduan metodologi memberi anda dalam menilai efektifitas dan kematangan organisasi yang berbeda dalam perusahaan anda dalam