BAB III
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
3.1. Kajian Teori
Ilmu pemasaran telah menjadi salah satu ilmu yang berperan penting dalam kegiatan bisnis dan ekonomi, kajian lebih dalam mengenai ilmu pemasaran banyak digunakan sebagai acuan bagi pengambil keputusan untuk me netapkan strategi bisnis khususnya dari sisi pemasaran. Menurut Kotler dan Armstrong (2015:29) “marketing
is engaging customers and managing profitable customer relationship” pemasaran
adalah tentang menarik pelanggan dan mengelola hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan.
Sementara menurut American Marketing Association (AMA), “pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya” (Kotler dan Keller : 2009)
Jadi pemasaran adalah bagian dari fungsi organisasi yang berfokus pada pemindahan nilai kepada pelanggan yang bertujuan untuk mengelola hubungan yang baik dan menguntungkan dengan pelanggan.
Untuk dapat memaksimalkan transfer nilai kepada pelanggan, tentu pemasar perlu mengetahui dan memahami pelanggan dengan baik, karenanya penting bagi pemasar untuk paham tentang perilaku konsumen.
Menurut Solomon (2013:31) perilaku konsumen melingkupi banyak bidang; “It s the study of the processes involved when individuals or groups select, purchase,
use, or dispose products, services, ideas, or experiences to satisfy needs and desires”
perilaku konsumen merupakan ilmu yang melingkupi rangkaian proses yang terkait ketika individu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau menentukan produk, jasa, ide atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.
Sementara Schiffman dan Kanuk (2010:23) mendefinisikan “consumer
behavior as the behavior that consumers display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of products and services that they expect will satisfy their needs” perilaku konsumen sebagai perilaku yang ditunjukkan konsumen ketika
mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menentukan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.
Blackwell et.al (2012:4) menyatakan perilaku konsumen sebagai “activities
people undertake when obtaining, consuming and disposing of products and services”
kegiatan yang dilakukan orang ketika memperoleh, mengkonsumsi dan menentukan produk dan jasa.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah serangkaian aktifitas yang dilakukan individu dalam mencari, membeli, memperoleh, menggunakan, mengevaluasi dan menetapkan produk dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Seperti disebutkan dalam pengertian perilaku
konsumen di atas, salah satu aktifitas yang terdapat di dalamnya adalah membeli. Tidak dapat dipungkiri, dengan perkembangan zaman dan kepiawaian pemasar dalam menciptakan needs and wants, motivasi pembelian konsumen telah banyak bergeser dari area needs (kebutuhan) ke area wants (keinginan). Pembelian dalam konteks perilaku konsumen memotret sisi gelap, itu adalah pembelian kompulsif (Schiffman dan Kanuk:2010 hal 151) Pembel. Penelitian Park dan Burns (2005) membuktikan ketersediaan kartu kredit mendorong adanya pembelian kompulsif. Riset membuktikan bahwa 75% pembeli kompulsif adalah kaum hawa (Schiffman dan L.Wisenblit: 2015 hal 105).
3.1.1 Orientasi Fashion
Fashion diartikan sebagai: “(1) a style of clothing, hair, behavior, etc that is currently popular; (2) the production and marketing of new styles of clothing and cosmetics; (3) way of doing something” (1) sebuah gaya
pakaian, rambut, perilaku dan sebagainya yang sedang populer; (2) suatu produksi dan pemasaran mengenai gaya berpakaian dan kosmetika (3) cara melakukan sesuatu.
Orientation diartikan sebagai: “(1) the action of orienting someone or something; (2) the relative position or direction of something; (3) a person basic attitude, beliefs, or feelings about something” (1) sebuah aksi
kecenderungan terhadap sesuatu; (3) sebuah perilaku dasar, kepercayaan, atau perasaan individu mengenai sesuatu.
Jadi orientasi fashion merupakan kecenderungan seseorang dalam bergaya, berpakaian dan berpenampilan. Gutman dan Mills (1982) dalam penelitian Park dan Burns (2005) mengidentifikasi dimensi dari orientasi fashion menjadi (1) Fashion Leadership (2) Fashion Interest (3)Importance
of being well dressed dan (4) Anti-fashion attitude. Sampai saat ini, dimensi
dan skala Gutman dan Mills digunakan sebagai acuan peneliti untuk mengukur orientasi fashion, seperti penelitian penelitian Johnson dan Attman (2009) serta Penelitian Michon et al (2015)
3.1.2 Materialisme
Oxford Dictionaries mendefinisikan materialisme sebagai berikut;
“Materialism is a tendency to consider material possessions and physical
comfort as more important than spiritual values” yang berarti:
“Materialisme adalah kecenderungan untuk menganggap kepemilikan materi dan kenyamanan fisik lebih penting dibandingkan dengan nilai - nilai spiritual”
Solomon (2013:171) menyatakan materialisme mengacu kepada keterikatan orang-orang pada kepemilikan benda benda duniawi, sementara Schiffman dan Kanuk (2010:149) menyatakan bahwa materialisme sebagai bagian dari kepribadian-seperti sifat, dibedakan menjadi orang-orang yang
menganggap kepemilikan sebagai hal yang penting dalam menyatakan identitas dan kehidupan mereka dan orang-orang yang menganggap hal tersebut tidak terlalu penting.
Richins (2013) mengungkapkan bahwa orang yang materialistis menganggap kepemilikan akan benda benda sebagai sebuah kesenangan tersediri. Schiffman dan L.Wisenbelt (2015:306) menyebutkan materialisme sering diekspresikan dengan kecenderungan untuk menganggap “jumlah yang lebih banyak akan sesuatu” atau “sesuatu yang lebih” itu lebih baik. Dari pengertian di atas maka materialisme adalah sebuah sifat yang
menganggap kepemilikan akan banyaknya benda duniawi sebagai sesuatu yang penting dan menyenangkan.
Dimensi materialisme yang banyak dijadikan acuan bagi peneliti adalah dimensi materialisme Richins dan Dawsons (1992) dalam penelitian Segev et al (2015) yang membagi dimensi materialisme menjadi (1)
Success, (2) Centrality, dan (3) Happiness.
Segev et al (2015) mengartikan dimensi materialisme success sebagai simbol pencapaian atas kepemilikan; mengasosiasikan kepemilikan sebagai suatu pencapaian keberhasilan, centrality diartikan sebagai keberhasilan dalam „memiliki‟ benda-benda; sesuatu yang erat kaitannya dengan kepemilikan dan happiness mengasosiasikan kepemilikan dengan kepuasan dan emosional. Dimensi materialisme Richins dan Dawsons ini
telah dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya dalam mengukur variabel materialisme (Roberts et al: 2006; Johnson dan Attmann : 2009; Joung: 2013; Segev et al: 2015), karenanya pengukuran variabel materialisme pada penelitian ini akan menggunakan skala yang dikembangkan Richins dan Dawson (1992) dalam penelitian Segev et al (2015) dimana variabel materialisme akan diukur dengan menggunakan skala likert atas poin poin pernyataan seperti “Hidup saya akan terasa lebih baik jika saya dapat memiliki benda-benda yang tidak saya miliki”.
3.1.3 Penggunaan Kartu Kredit
Menurut AMA, Credit Card atau kartu kredit didefinisikan sebagai “Plastic card issued by bank or mercantile firm to approved customers,
allowing them to payback the amount borrowed over time. Card users receive a statement of money owed and either pay the full amount or make a minimum payment and pay interest on the outstanding balance” kartu
plastik yang diterbitkan oleh bank atau lembaga perdagangan kepada nasabah yang telah disetujui, yang memungkinkan mereka untuk mengembalikan dana yang dipinjam dari waktu ke waktu. Pengguna kartu kredit menerima pernyataan tagihan atas dana yang terhutang dan dapat memilih apakah mereka akan melunasi seluruh atau sebagian tagihan bahkan melakukan pembayaran minimum atas tagihan dan bunga yang
telah jatuh tempo. Penggunaan kartu kredit berarti kegiatan memanfaatkan kartu plastik yang diterbitkan dan telah disetujui oleh bank atau lembaga perdagangan oleh individu/nasabah yang memilikinya, yang memungkinkan mereka untuk mengembalikan dana yang dipinjam dari waktu ke waktu.
Schiffman dan L. Wisenblit (2015:287) menyebutkan dalam konteks penggunaan kartu kredit, masyarakat menengah kebawah cenderung menggunakan kartu kredit untuk menyicil barang yang mereka beli, mereka cenderung untuk bersikap “beli sekarang dan bayar kemudian” untuk benda benda yang mereka tidak mampu beli.
Di Indonesia sendiri, penggunaan kartu kredit menunjukkan pertumbuhan yang siginfikan dari tahun ke tahun sejak tahun 2009, seiring dengan globalisasi konsumsi dan menjamurnya mall di Jakarta serta kemudahan pembelanjaan dengan kartu kredit mendorong orang-orang untuk menggunakan kartu kredit melebihi kemampuan untuk membayar. Skala Likert untuk mengukur dimensi penggunaan kartu kredit
akan menggunakan metode yang didasari dari penelitian Robert dan Jones (2001) dalam penelitian Park dan Burns (2005) yang telah dijadikan dasar untuk mengukur penggunaan kartu kredit di penelitian Phau dan Woo (2008), , Watson (2009) serta Palan et al (2011). Skala Robert dan Jones ini terdiri atas 12 item pernyataan yang akan mengukur variabel penggunaan
kartu kredit seperti “Kartu kredit saya selalu berada pada limit penggunaan maksimum”.
3.1.4 Pembelian Kompulsif
Sciffman dan Kanuk (2010:151) menyatakan bahwa perilaku pembelian kompulsif merupakan perilaku konsumen yang abnormal, sebuah contoh sisi gelap dari kegiatan konsumsi itu sendiri. Faber dan O‟Guinn (1992) dalam penelitian Park dan Burns (2005) mendefinisikan pembelian kompulsif sebagai sebuah kebiasaan buruk, berbentuk pembelian berulang yang menjadi respon utama atas peristiwa negatif atau perasaaan yang dialami.
Lee, Ciorciari, Kriyos (2014) menggambarkan pembelian kompulsif sebagai “irresistible, intrusive, and senseless pre-occupations to
buy items, coinciding with uncontrolled buying episodes that are longer than originally anticipated, cause distress, and significant social or occupational problems” kesenangan tidak tertahankan, mengganggu, dan
tidak masuk akal untuk membeli benda-benda, yang berkepanjangan dan tidak terkendali, menyebabkan penderitaan dan masalah pekerjaan dan sosial yang signifikan.
Siapa saja pembeli kompulsif? Menurut Yurchisin dan Johnson (2004:291) pembeli kompulsif adalah; “an individual who experiences and
routinely acts on powerful, uncontrollable urges to purchase” individu yang
secara rutin mengalami dorongan yang sangat kuat dan tidak terkendali untuk melakukan pembelian, hal ini juga di benarkan oleh Blackwell et al (2012: 209) yang mendefinisikan pembelian kompulsif sebagai dorongan kuat untuk membeli sesuatu.
Sementara Lee et al (2014) menyatakan bahwa individu dengan pembelian kompulsif sering membeli benda yang mereka tidak mampu beli atau tidak mereka butuhkan. Pembeli kompulsif umumnya adalah pembeli yang materialistis (Johnson dan Attman : 2009 & Joung:2013), memiliki orientasi fashion yang tinggi dan pengguna kartu kredit (Park dan Burns:2005), dan 75% diantaranya adalah wanita (Schiffman dan L.Wisenbelt:2015).
Jadi pembelian kompulsif adalah sebuah perilaku menyimpang; berupa dorongan terus menerus untuk melakukan pembelian atas benda-benda yang tidak diperlukan, bahkan tidak mampu untuk dibeli, dan biasanya dilakukan untuk menghilangkan perasaan yang negatif.
Keberadaan pembeli kompulsif merupakan sebuah potret atas sisi gelap perilaku konsumen yang telah menarik perhatian peneliti di dunia untuk mengkaji lebih dalam mengenai profil mereka; seperti di Amerika, Korea, Australia, India, Malaysia, Inggris (Johnson dan Atmann: 2009; Kwak et al: 2003; Park dan Burns: 2005; Phau dan Woo: 2008; Jaless et al:
2014; Ditmarr, H: 2005).
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pembeli kompulsif cenderung materialistis dan di era globalisasi konsumsi seperti saat ini; keterbukaan informasi dan terknologi telah sangat memungkinkan dan memfasilitasi setiap orang untuk terus update mengenai fashion; yakni apa apa saja yang sedang menjadi tren, dan tidaklah mengherankan apabila semua itu mendorong orang menjadi materialistis dan kompulsif. Berdasarkan penelitian, 75% pembeli kompulsif adalah wanita (Schiffman dan L.Wisenbelt:2015).
Meskipun penelitian mengenai pembeli kompulsif telah dilakukan di beberapa negara di dunia, penelitian yang mengkaji pembeli kompulsif secara lebih spesifik di Jakarta belum dilakukan, dari studi pendahuluan yang dilakukan, telah ditemukan fakta-fakta yang mengarah kepada potensi keberadaan pembeli kompulsif di Jakarta, hal ini dapat dilihat dari jumlah pemakaian kartu kredit di Indonesia yang terus meningkat sejak tahun 2009, ditambah lagi dengan fakta bahwa Jakarta merupakan kota dengan jumlah mall terbanyak di dunia dan hasil studi pendahuluan yang mengungap bahwa pengguna kartu kredit kuatir akan tagihan kartu kredit mereka; artinya mereka paham adanya kandungan resiko dalam pemakaian kartu kredit, namun mereka tetap menggunakannya.
dan materialisme di Jakarta, namun untuk membuktikannya perlu dilakukan studi lebih dalam lagi mengenai profil pembeli kompulsif khususnya di Jakarta. Variabel pembelian kompulsif pada penelitian ini akan diukur dengan mengacu pada skala pengukuran yang dikembangkan Faber dan O‟Guinn (1992) dalam penelitian Park dan Burns (2005) yang telah digunakan sebagai acuan bagi penelitian-penelitian sesudahnya seperti penelitian Phau dan Woo (2008), Watson (2009), Palan et al (2001), dan Jelees et al (2014) dimana pembelian kompulsif akan di ukur dengan skala
likert yang mengukur 7 item pernyataan seperti “Saya acapkali membeli
benda-benda yang tidak mampu saya beli”. Studi literatur yang telah dilakukan untuk menambah sudut pandang pada penelitian ini telah dirangkum pada sub-bab 3.2, yang telah diklasifikasikan berdasar peneliti sebelumnya, desain penelitian serta temuan pada penelitian-penelitian sebelumnya, terkait dengan variabel orientasi fashion, materialisme, penggunaan kartu kredit serta pembelian kompulsif.
3.2. Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti, Tahun dan Judul Penelitian
Desain Penelitian
Temuan penelitian 1. Gutmann dan Mills
1982
“Fashion Life Style, Self-Concept, Shopping Orientation and Store Patronage: An Integrative Analysis”
Conclusive-Descriptive Research
Konsumen dengan orientasi belanja yang berbeda menunjukkan perbedaan karakteristik konsumen, kecenderungan pemilihan produk yang berbeda dan perbedaan motivasi belanja. 2. d‟Astous, A
1990
“An Inquiry into The Compulsive Side of Normal Consumers”.
Conclusive descriptive research
Terdapat pengaruh pengunaan kartu kredit terhadap pembelian. kompulsif
3. Faber, R.J dan O‟Guinn, T 1992
“A Clinical Screener for Compulsive Buying”
Exploratory
Design Menggali konstruk perilaku pembelian kompulsif.
4. Goldsmith, R. E., Moore, M. A., dan Beaudoin, P.
1999
“Fashion innovativeness and self-concept: A replication.”
Conclusive Descriptive Research
Mengkaji lebih dalam perilaku konsumen dalam mengikuti fashion.
5. Lee, S., Park, H dan Chung, H 2001
“Impact of TV-Home
Shoppers’ Fashion Life Style on Purchasing Goods”
Conclusive Causal Research
Terdapat pengaruh gaya hidup terhadap keputusan pembelian.
6. Robert dan Jones 2001
“Money Attitudes, Credit Card Use, and Compulsive Buying among American College Students”
Conclusive Causal Research
Sikap terhadap uang dan pengunaan kartu kredit berpengaruh terhadap pembelian kompulsif.
No Nama Peneliti, Tahun dan Judul Penelitian
Desain Penelitian
Temuan penelitian 7. Kwak, Hyokjin., Zinkhan,
George.M., Crask, Melvin.R 2003
“Diagnostic Screener for
Compulsive Buying :
Applications to The USA and South Korea” Conclusive, Descriptive Multiple Cross Sectional Research
Terdapat perbedaan hasil penelitian di Korea dan Amerika mengenai perilaku pembelian kompulsif.
Peneltian ini menyipulkan bahwa instrument penelitian perlu di evaluasi kembali tergantung wilayah.
8. Park dan Burns 2005
“Fashion Orientation, Credit Card Use, and Compulsive Buying”
Conclusive-Causal Research
Orentasi fashion dan pengunaan kartu kredit berpengaruh positif terhadap pembelian kompulsif
9. Dittmar, H. 2005
“Compulsive buying - a
growing concern? an
examination of gender, age,
and endorsement of materialistic values as predictors” Conclusive Descriptive Longitudinal Research
Menyatakan bahwa konsumen dengan usia yang lebih muda memiliki kecenderungan yang lebih kuat untuk menjadi pembeli kompulsif.
Penelitian ini juga
menemukan bahwa
materialisme merupakan faktor kuat yang mendorong perilaku pembelian kompulsif 10. Roberts, J. A., Manolis, C.,
dan John, F 2006
“Adolescent Autonomy and The Impact of Family Structure on Materialism and Compulsive Buying”
Conclusive Causal Research
Pembelian kompulsif dan materialisme dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, status sosial ekonomi, dan sumber daya dan permasalahan keluarga
11. Phau dan Woo 2008
“Understanding Compulsive Buying Tendencies Among Young Australians, The Roles of Money Attitude and Credit Card Usage”.
Conclusive-Causal Research
Pembeli kompulsif cenderung menganggap uang sebagai sumber kekuasaan dan prestise serta merupakan pengguna kartu kredit yang aktif
No Nama Peneliti, Tahun dan Judul Penelitian Desain Penelitian Temuan penelitian 12. Watson, Stevie. 2009
“Credit Card Misuse, Money Attitudes, and Compulsive
Buying Behaviors: A
Comparison of Internal and External Locus of Control (LOC) Consumers”.
Conclusive-Descriptive Longitudinal Research
Adanya perbedaan antara internal dan eksternal Locus
of Control terhadap
penggunaan kartu kredit, sikap terhadap uang, dan pembelian kompulsif.
13. Johnson, Tricia dan Atmann, Julianne.
2009
“Compulsive buying in a product specific context: clothing”.
Conclusive-Causal Research
Materialisme dan oritasi fashion berpengaruh terhadap pembelian kompulsif
14. Palan et al 2011
“Compulsive Buying Behavior in College Students: The Mediating Role of Credit Card Misuse.”
Conclusive-Causal Research
1.Terdapat pengaruh penggunaan kartu kredit terhadap perilaku pembelian kompulsif.
2. Pengaruh Power-prestige terhadap pembelian kompulsif di mediasi oleh penggunaan kartu kredit, 3. Terdapat pengaruh kepribadian terhadap sikap atas uang uang.
15. Gam, Hea Jin 2011.
“Are Fashion-conscious consumers more likely to adopt eco-friendly clothing?”
Conclusive Descriptive Research
Mencari tahu apakah konsumen fashion memiliki kesadaran fashion yang ramah lingkungan.
16. Kukar-Kiney, M.Ridgway, B.Monroe.
2012.
“The Role of Price in the Behavior and Purchase Decisions of Compulsive Buyers”
Conclusive descriptive research
Terdapat perbedaan dari sisi sikap terhadap harga dan keputusan pembelian diantara pembeli kompulsif dan pembeli non kompulsif.
No Nama Peneliti, Tahun dan Judul Penelitian Desain Penelitian Temuan penelitian 17. Joung, Hyun-Mee. 2013.
“Materialism and clothing post-purchase behaviors”
Conclusive-Causal Research
Terdapat hubungan pengaruh materialisme terhadap pembelian kompulsif.
18.
. Hancock, A.M., Jorgensen, B.L., Swanson, M.S. 2013.
“College Students and Credit Card Use: The Role of
Parents, Work Experience, Financial Knowledge, and Credit Card Attitudes”.
ConclusiveD iscriptive Research
Adanya pengaruh peran orang tua terhadap prilaku pengunaan kartu kredit
19. Gupta, Shurti. 2013.
“A Literature Review of Compulsive Buying- A Marketing Perspective”.
Exploratory
design Menggali lebih dalam perspektif pemasaran : “Mengapa konsumen menjadi kompulsif”
20. Richins, Marsha L. 2013
“When Wanting Is Better Than Having: Materialism,
Transformation Expectations, and Product-Evoked Emotions in the Purchase Process,”
Conclusive causal research
Keinginan memiliki benda benda telah mengalahakan kepemilikan akan
benda-benda itu sendiri.
21. Lawrence, Lee Matthew., Ciorciari, Joseph., Kyrios, Michael.
2014.
“Relationships that
Compulsive Buying has with Addiction,
Obsessive-Compulsiveness, Hoarding, and Depression”.
Conclusive Descriptive Research Penilitian ini mengindikasikan bahwa perilaku pembelian kompulsif berhubungan dengan ketergantungan, depresi dan kelainan prilaku “OCD”
No Nama Peneliti, Tahun dan Judul Penelitian Desain Penelitian Temuan penelitian 22. Jalees et al. 2014.
“A Structural Approach on Compulsive Buying Behavior”. Conclusive Causal Research Materialisme berpengaruh positif terhadap pembelian kompulsif
23. Segev, Sigal., Shoham, Aviv., Gavish, Yossi.
2015.
“A Closer Look into The Materialism construct: The Antecedents and
Consequences of Materialism and its Three Facets”
Conclusive Descriptive Research
Mengkofirmasi konstruk atas materialisme yang di usung oleh Richins; bahwa materialisme terdiri atas dimensi Happiness, Centrality dan Success
24. ARSLAN, Baran. 2015.
“The effect of credit card usage on compulsive buying”
Conclusive Causal Research
Terdapat pengaruh positif pengunaan kartu kredit terhadap pembelian kompulsif.
25. Michon et.al. 2015
“Fashion Orientation, Shopping Mall Environment, and Patronage Intentions; A Study of Female Fashion Shoppers”
Conclusive Causal Research
Orientasi fashion seseorang tidak ada hubunganya dengan lingkungan Mall, lingkungan Mall hanya mempengaruhi persepsi akan kualitas produk ( pakaian )
26. Kothari dan Chopra 2015
Marketing Perspective On
Compulsive Buying :
“Theoretical frame work”
Exploratory
design Memberikan mengenai paradigma pembelian kompulsif dari sisi pemasar dan tanggung jawab etis serta sosial yang harus dipertanggung jawabkan Sumber : Studi Literatur (2016)
Dari pre study yang dilakukan, ditemukan bahwa penelitian-penelitian mengenai pembelian kompulsif sebelumnya menemukan berbagai variabel yang
banyak diadopsi oleh peneliti, namun variabel terbatas pada variabel marketing yang berkaitan dengan media massa seperti konten iklan dan penonton televisi, variabel lingkungan sosial yang terkait dengan keluarga dan pengaruh teman sebaya, variabel karateristik personal yang berkaitan dengan sifat atau ciri khas dan demografi juga variabel yang berkaitan dengan ilmu psikologi dan psikiatri (Valence et al., 1988; d‟Atous et al., 1990; DeSarbo dan Edwards, 1996; Rindfleisch et al., 1997; Roberts, 1998; Mowen dan Spears, 1999; Kwak et al., 2002; Watson, Stevie, 2009; Lawrence
et al: 2013).
Park dan Burns (2005) menilai masih ada ruang untuk meneliti pembelian kompulsif dari sisi orientasi fashion dan penggunaan kartu kredit atas pembelian kompulsif di Korea, mereka merupakan peneliti pertama yang mengkaji lebih jauh hubungan variabel orientasi fashion dan pembelian kompulsif, mengacu pada studi yang dilakukan oleh Krugger (2005) pembeli kompulsif sangat peduli tentang bagaimana mereka terlihat dan sangat terikat untuk tak henti-hentinya mengejar kepemilikan akan barang-barang, terutama pakaian. Johnson dan Attman (2009) meneliti tentang pembelian kompulsif dalam konteks yang lebih spesifik yaitu pembelian pakaian, variabel yang terkait adalah kepribadian, materialisme, dan ketertarikan akan fashion yang mengkonfimasi adanya pengaruh materialisme terhadap pembelian kompulsif, ini juga sejalan dengan penelitian Jalees et al (2014) yang menyimpulkan pengaruh sangat singnifikan materialisme terhadap pembelian kompulsif.
Joung (2013) mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan pembelian kompulsif namun penelitiannya menitikberatkan pada perilaku pasca pembelian kompulsif, dan salah satu temuan risetnya menyatakan bahwa konsumen yang materialistis menunjukkan level pembelian kompulsif atas pakaian yang lebih tinggi dibandingakan dengan konsumen non-materialistis. Ini sepaham dengan penelitian yang juga dilakukan oleh Segev et.al (2015) yang menemukan adanya pengaruh postitif materialisme terhadap pembelian kompulsif. Selain itu, Arslan (2015) menemukan adanya pengaruh penggunaan kartu kredit terhadap pembelian kompulsif Penelitian ini sendiri merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Park dan Burns (2005) di Korea, dimana pembelian kompulsif akan diukur dengan variabel orientasi fashion, penggunaan kartu kredit dan ditambahkan dengan variabel materialisme yang menjadi variabel penelitian Johnson dan Attman (2009), Joung (2013), Jelees et.al (2014) dan Segev et.al (2015) yang menyimpulkan bahwa ada pengaruh positif dari materialisme terhadap pembelian kompulsif. Jika penelitian sebelumnya dilakukan di Korea, maka penelitian ini akan dilakukan Jakarta, kota yang telah banyak dimasuki pemasar transnasional, data dari prestudy sendiri memaparkan bahwa ada kecenderungan perilaku pembelian kompulsif pada masyarakat jakarta, karenanya studi lebih mendalam dengan skala lebih besar dinilai perlu dilakukan.
3.3 Kerangka Pemikiran
Penelitian penelitian sebelumnya telah membuktikan pengaruh varibel orientasi fashion dan materialisme terhadap penggunaan kartu kredit serta implikasinya terhadap pembelian kompulsif, hubungan antar variabel tersebut ditemukan dalam beberapa jurnal dan tabel berikut ini dapat menunjukkan lebih jelas ringkasan hubungan antar variabel yang telah dibuktikan dalam penelitian terdahulu
Tabel 3.1 Hubungan Variabel
Hubungan Variabel Peneliti yang mengkaji dan membuktikannya Variabel Orientasi Fashion dengan Variabel Penggunaan
Kartu Kredit Park dan Burns (2005)
Variabel Orientasi Fashion dengan Variabel Pembelian
Kompulsif Park dan Burns (2005)
Variabel Penggunaan Kartu Kredit dengan Variabel
Pembelian Kompulsif Phau dan Woo (2008) Watson (2009) Arslan (2015)
Variabel Materialisme dengan Variabel dengan Variabel
Pembelian Kompulsif Johnson dan Atman (2009) Jalees et al (2014)
Segev et al (2015) Variabel Materialisme dengan Variabel Orientasi Fashion Johnson dan Attman
(2008) Joung (2013) Sumber: Proquest (2016)
Penelitian ini akan mengkaji bagaimana pengaruh materialisme terhadap penggunaan kartu kredit, karena penelitian sebelumnya telah membuktikan adanya pengaruh materialisme terhadap pembelian kompulsif, maka pengaruh tidak langsung materlialisme terhadap pembelian kompulsif dengan melalui variabel perantara penggunaan kartu kredit juga akan dikaji dalam penelitian ini.
Didasari dengan penelitian sebelumnya, maka kerangka penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 sebagai berikut :
H2
H1 H3
H5 H4
Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Data Hasil Studi Literatur (2016)
3.4. Hipotesis
Dari kerangka pemikiran di atas maka dapat disimpulkan dugaan sementara atau hipotesis sebagai berikut:
H1 : Orientasi fashion berpengaruh secara signifikan terhadap penggunaan kartu kredit.
H2 : Orientasi fashion berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian kompulsif. H3 : Penggunaan kartu kredit berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian kompulsif. Orientasi Fashion Fashion leadership Fashion Interest Importance of
Being Well Dressed
Anti Fashion Attitude Materialisme Success Centrality Happiness Pembelian Kompulsif Penggunaan Kartu Kredit
H4 : Materialisme berpengaruh secara signifikan terhadap penggunaan kartu kredit. H5 : Materialisme berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian kompulsif.