• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta a. Gambaran Umum Kondisi Daerah

Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan

-- 2 atau 0,17 % dari luas

Indonesia (1.890.754 km2). Daerah Istimewa Yogyakarta bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan di bagian Timur Laut, Tenggara, Barat dan Barat Laut dibatasi Provinsi Jawa Tengah. Batas-batas wilayah DIY meliputi :

1) Sebelah Timur Laut berbatasan dengan Kabupaten Klaten 2) Sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri 3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo 4) Sebelah Barat Laut berbatasan dengan Kabupaten Magelang

Secara administratif terdiri dari 1 Kota dan 4 Kabupaten, 78 Kecamatan dan 438 Kelurahan/Desa, yaitu:

1) Kota Yogyakarta (luas 32,50 km2, 14 Kecamatan, 45 Kelurahan); 2) Kabupaten Bantul (luas 506,85 km2, 17 Kecamatan dan 75 desa); 3) Kabupaten Kulon Progo (luas 586,27 km2, 12 Kecamatan dan 88 Desa); 4) Kabupaten Gunungkidul (luas 1.485,36 km2, 18 Kecamatan, 144 Desa); 5) Kabupaten Sleman (luas 574,82 km2, 17 Kecamatan dan 86 Desa).

(2)

Gambar 4.1. Peta Yogyakarta

Sumber: profil_kota/prov.diy

(3)

Sumber: profil_kota/prov.diy

b. Kependudukan

Hasil Sensus Penduduk 2010 mencatat jumlah peduduk DIY mencapai 3.457.497 jiwa. Jumlah penduduk DIY tahun 2012 estimasi dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 sesuai dengan Badan Pusat Satistik Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 3.514.762 jiwa, sedangkan dari Profil Kesehatan Kabupaten/Kota se DIY yang dimana data kependudukan diperoleh dari BPS tiap Kab/Kota, jumlah penduduk DIY sebesar 3.630.720. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.735.514 jiwa sedangkan perempuan 1.777.557 jiwa.

(4)

Gambar 4.2. Trend Jumlah Penduduk DIY

Sumber: BPS Yogyakarta 2013

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah penduduk yang signifikan di setiap tahunnya.

c. Sosial Ekonomi

Penyandang masalah kesejahteraan sosial cenderung meningkat yang ditunjukkan oleh besarnya jumlah pengangguran dan kelompok marginal seperti anak terlantar/ jalanan, tuna susila, pengemis, gelandangan, korban bencana alam, korban tindak kekerasan dan lain sebagainya. Khusus untuk korban bencana mengalami penurunan signifikan sehubungan dengan telah selesainya permasalahan paska gempa bumi. Fasilitas sosial yang dimiliki di DIY diantaranya adalah Panti Asuhan sebanyak 76 unit, Panti Wreda 6 unit dan Kelompok Bermain 12 unit serta Penitipan Anak 7 unit.Penyandang maalah sosial di DIY tercatat 131.437 penduduk yang dikategorikan memiliki masalah sosial.

dan kelaparan. Hal ini menyiratkan bahwa kemiskinan merupakan masalah yang mendesak untuk segera ditanggulangi. Penduduk miskin secara makro dihitung dengan pendekatan kebutuhan minimum seseorang untuk dapat hidup layak (basic needs approach). Kebutuhan minimum tersebut mencakup kebutuhan

3,359,404 3,393,003 3,426,637 3,457,491 3,487,325 3,514,762 3,250,000 3,300,000 3,350,000 3,400,000 3,450,000 3,500,000 3,550,000 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Jumlah Jiwa

(5)

makanan dan kebutuhan non makanan. Dari pengukuran kebutuhan minimum komoditas makanan dan non makanan tersebut diperoleh batas yang disebut tersebut merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan. Orang orang yang mempunyai pendapatan dibawah garis kemiskinan dikatagorikan sebagai penduduk miskin. Sebaliknya, dikategorikan sebagai penduduk tidak miskin.

Indikator kemiskinan di DIY secara berturut turut sejak tahun 2006 sampai 2011 mengalami penurunan, tahun 2006 prosentase penduduk miskin di DIY sebesar 19,15%, tahun 2008 sebesar 18,02%, tahun 2009 sebesar 16,86%, tahun 2010 sebesar 16,83% sedangkan pada tahun 2011 data terakhir menunjukkan angka 16%.

d. Situasi Epidemi HIV/AIDS di Daerah Istimewa Yogyakarta

DIY saat ini telah menempati urutan ke 17 Provinsi dengan penderita penyakit HIV/AIDS terbesar. Penularan telah berubah dengan dominasi dari jarum suntik pengguna narkoba. Penderita HIV/AIDS terbanyak adalah kelompok usia 20-26 tahun. Laporan program P2M tahun 2012 menunjukkan bahwa penemuan kasus HIV/AIDS dicapai 1.940 kasus. Dari kasus yang ditemukan sejumlah 831 kasus diantaranya telah memasuki fase AIDS sedangkan sisanya masih dalam fase HIV positif (1.110 kasus). Proporsi kasus berdasarkan jenis kelamin adalah : untuk kasus HIV (562 kasus laki-laki dan 399 kasus perempuan) dan untuk kasus AIDS (579 laki-laki dan 246 perempuan).Sementara itu pada tahun 2011 terdapat 41 kematian akibat AIDS yang meliputi 19 penderita laki-laki dan 22 penderita perempuan. Kasus AIDS hingga Desember tahun 2012 adalah : 1.685 hidup, 205 meninggal dan tanpa diketahui sebesar 51 kasus.

(6)

Gambar 4.3. Proporsi ODHA DIY Berdasar Faktor Risiko, Profil Dinkes DIY 2013

Proporsi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di DIY berdasarkan pada faktor risiko yang menyebabkan HIV/AIDS didominasi oleh perilaku

yang lainnya adalah Homoseksual, Biseksual, Perinatal dan Transfusi.

Gambar 4.4. Jumlah HIV dan AIDS berdasarkan kelompok umur

Sumber: Profil Dinkes DIY 2013

Jumlah penderita HIV dan AIDS berdasarkan kelompok umur didominasi oleh umur 20-29 tahun, disusul kelompok umur 30-39 tahun, kemudian umur 40-49 tahun. sehingga dapat dilihat bahwa kelompok umur 20-49 tahun adalah usia yang paling rentan terkena ataupun tertular HIV dan AIDS.

51 25 13 6 1 3 1 Heteroseks Unknown IDU'S Homoseks Biseksual Perinatal Transfusi

Sumber: Profil Dinkes DIY 2013 Sumber: Profil Dinkes DIY 2013

9 13 11 8 247 299 120 60 7 14 34 15 14 429 320 163 42 6 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 < 1 th 1 - 4 5 - 9 15 - 19 20 - 29 30 - 39 40 - 49 50 - 59 > 60 th AIDS HIV

(7)

e. Sarana Pelayanan Kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan di DIY relatif cukup banyak baik dari segi jumlah maupun jenisnya. Sarana pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah (Puskesmas) telah menjangkau keseluruhan Kecamatan yang ada di Kabupaten/ Kota bahkan jika digabungkan dengan Puskesmas pembantu sebagai jaringan pelayannya, telah mampu menjangkau seluruh desa yang ada. Jumlah Puskesmas terbanyak adalah di Kabupaten Gunungkidul dengan 30 Puskesmas disusul oleh Kabupaten Bantul dan Sleman masing-masing 27 dan 25 Puskesmas. Sementara untuk Kota Yogyakarta memiliki 18 Puskesmas. Dari sejumlah total 121 Puskesmas tersebut, sebanyak 42 diantaranya telah dikembangkan menjadi Puskesmas rawat inap. Seluruh Puskesmas telah dilengkapi dengan jaringan Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan memiliki jaringan kemitraan dengan Desa Siaga di seluruh wilayah, (Dinkes DIY, 2013).

Sarana pelayanan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disediakan di beberapa tempat pelayanan kesehatan di DIY antara lain Puskesmas Gedongtengen, Puskesmas Umbulharjo I, RS. Jogja, Klinik Edelwise RS. Sardjito, Puskesmas Kretek dan LSM PKBI-DIY, (Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DIY, 2014).

Program Pembiayaan Kesehatan telah dilaksanakan sesuai dengan pedoman di tingkat Pusat, diantaranya untuk Program Jaminan Kesehatan untuk masyarakat miskin. Selain program Jamkesmas, pembiayaan kesehatan masyarakat miskin juga dilaksanakan melalui program Askes, Jamsostek, Jamkesos dan Jamkesda. Program Jamkesmas di DIY per Desember 2012 telah diikuti oleh 942.129 jiwa, dengan perincian Kota Yogyakarta 68.456 jiwa, Bantul 222.987 jiwa, Kulon Progo 141.893 jiwa, Gunungkidul 340.635 jiwa dan Sleman 168.158 jiwa.

Akses masyarakat Yogyakarta terhadap sarana pelayanan kesehatan telah cukup baik. Salah satunya diperlihatkan dari aksesibilitas jarak jangkauan. Hasil survey Dinas Kesehatan, menunjukkan bahwa lebih dari 80% penduduk DIY hanya berjarak 1-5 km terhadap Puskesmas dan lebih dari 70% penduduk

(8)

hanya berjarak 1-5 km terhadap rumah sakit dan dokter praktek swasta. Tidak ditemukan penduduk yang memiliki jarak tempuh lebih dari 10 km terhadap sarana pelayanan Puskesmas, dokter praktek swasta dan bidan, yang menunjukkan mudahnya akses jarak jangkauan penduduk terhadap sarana pelayanan. Aksesibilitas jarak jangkauan terhadap sarana pelayanan kesehatan cukup merata antar Kabupaten Kota. Penduduk DIY di setiap Kabupaten / Kota pada umumnya berada pada kisaran 1-5 km terhadap Puskesmas.

2. LSM KEBAYA

Kebaya adalah Keluarga Besar Waria Yogyakarta berdiri pada tanggal 18 Desember 2006, yang beralamat di Jalan Gowongan Lor III/148 Yogyakarta, sebuah LSM dengan slogan : "Membantu dan Membangun Waria untuk Waria oleh Waria". Bergerak dalam bidang pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS. Diprakarsai oleh sekelompok waria yang konsen terhadap laju epidemi HIV dan AIDS di Indonesia, khususnya di Kota Yogyakarta. Ketua LSM Kebaya adalah K1, waria berusia 53 tahun yang lebih akrab dipanggil mami atau si mbok. LSM Kebaya memiliki visi menurunkan angka infeksi HIV dan penanganan kasus AIDS di kalangan Waria di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan Misi LSM Kebaya yaitu meningkatkan taraf hidup Waria dengan masyarakat lainnya warganegara Indonesia. Harapan kedepannya untuk menjadikan LSM Kebaya sebagai pusat kegiatan waria yang mampu menyelenggarakan program-program yang sesuai dengan kebutuhan, termasuk layanan kesehatan ODHA, serta selalu mengembangkan kerjasama team dan menjunjung tinggi profesionalisme.

Sasaranya yaitu individu dan kelompok yang ada di komunitas waria di Yogyakarta, dengan penekanan sasaran pada kelompok yang berisiko tinggi terhadap HIV dan AIDS, dengan tujuan :

1. Memberikan informasi, edukasi, dan advokasi kepada kelompok waria mengenai HIV dan AIDS.

2. Memberikan konseling dan dukungan psikososial pada kelompok waria yang berisiko tertular HIV dan pada ODHA Waria.

(9)

3. Melakukan pendampingan terhadap kelompok waria. Kegiatan- kegiatan LSM Kebaya :

1. Peningkatan keterlibatan dan menumbuhkan semangat kerelawanan diantara Mitra Strategis: pelatihan Peer Educator ( P.E ) dan pertemuan rutin P.E.

2. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran mitra strategis terhadap IMS, HIV dan AIDS : penjangkauan individu dan kelompok terhadap semua MS dan edutainment

3. Pemberdayaan : Pelatihan ketrampilan pada waria usia lanjut

4. Pertemuan "Violet Community" kelompok dukungan sebaya bagi komunitas ODHA dan OHIDHA di kalangan waria di Yogyakarta.

Keanggotaan LSM Kebaya bersifat terbuka bagi siapa saja dari kelompok waria yang peduli terhadap HIV/AIDS.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai dengan April 2015. Penelitian dilakukan pada tujuh orang informan waria dan tiga orang key informan yaitu Ketua LSM KEBAYA dan tenaga kesehatan Puskesmas Gedongtengen. Adapun hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

3. Karakteristik Informan

a. Informan dalam penelitian ini adalah waria yang ada di LSM Kebaya sejumlah 7 orang.

1) W1 adalah waria berusia 47 tahun yang memiliki talenta sebagai entertain. Di berbagai acara hiburan baik di mall ataupun di kegiatan-kegiata sosial W1 sering mengisi acara sebagai MC, penari ataupun penyanyi. Selain didunia hiburan, W1 juga aktif dalam kegiatan-kegiatan LSM Kebaya dan LSM Victory Plus.

2) W2 adalah waria berusia 49 tahun. Kegiatan W2 sehari-sehari sebagai pengurus ternak dirumahnya. W2 memiliki beberapa binatang ternak seperti ayam dan bebek. Kegiatan W2 dimalam hari sebagai penjaja seks di sekitar Stasiun Tugu.

(10)

3) W3 adalah waria berusia 42 tahun berasal dari Klaten, Jawa Tengah. Kegiatan sehari-hari yang dilakukan W3 adalah sebagai relawan dan aktivis LSM Kebaya dan LSM Victory Plus. Namun kadang-kadang juga W3 masih keluar malam sebagai penjaja seks. W3 mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi yaitu lulusan D III Perawat. W3 pernah bekerja di sebuah Rumah Sakit Pemerintah di Jawa Tengah. Namun akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari pekerjaan mengingat risiko yang ada pada dirinya. Saat ini W3 sebagai pendukung sebaya di LSM dan sebagai pendamping ODHA dan OHIDHA. 4) W4 adalah waria berusia 38 tahun berasal dari Kota Medan, datang ke Kota

Yogyakarta dikarenakan kabur dari rumahnya. Di usia 18 tahun W4 bekerja di Malaysia bersama kakaknya, W4 bekerja disebuah pabrik kemudian sampai menemukan komunitas waria di negeri tersebut. Setahun setelah W4 bekerja di pabrik, ia memutuskan untuk berhenti dan bergabung dalam komunitas waria sebagai penjaja seks di negeri tersebut. Lambat laun kakak W4 mengetahui bahwa W4 bekerja sebagai penjaja seks dan W4 diusir oleh kakaknya. Pada akhirya W4 kembali ke Indonesia dan sampailah di Kota Yogyakarta, dan kemudian ia bergabung dengan LSM Kebaya. Saat ini kegiatan sehari-hari W4 adalah sebagai penjual roti bakar di depan rumah kontrakannya. Namun kadang-kadang W4 juga keluar malam untuk mencari pelanggan.

5) W5 adalah waria berusia 37 tahun berasal dari Kota Surabaya yang berperan aktif di LSM Kebaya dan Victory Plus. Berbeda dengan waria lainnya, W5 memiliki pasangan tetap yang sering dia sebut sebagai pacar. Hubungan W5 dengan pacarnya cukup lama yaitu selama 14 tahun, bahkan keluarga pacar W5 sudah mengetahui dan menerima W5 dengan baik. Selain sebagai aktifis LSM, W5 juga sebagai pendukung sebaya di LSM Victory Plus. Selain itu, W5 juga sebagai perias atau make up Lady Club (LC) di sebuah tempat karaoke.

6) W6 adalah waria berusia 33 tahun berasal dari Kota Semarang. Hampir sama dengan W5, W6 juga memiliki pasangan tetap. Kegiatan W5 sehari-hari

(11)

sebagai aktifis LSM Kebaya. Berbeda dengan waria lainnya, dalam kesehariannya W6 berpenampilan seperti laki-laki, memakai pakaian laki-laki dan bersuara besar dan menumbuhkan jambang selayaknya laki-laki normal, sehingga tidak terkesan bahwa W6 adalah seorang waria.

7) Informan terakhir adalah W7 waria berusia 27 tahun, kelahiran Yogyakarta. Dalam komunitasnya, W7 sering disebut-sebut sebagai waria generasi ketiga di Badran setelah generasi keduanya yaitu mami. Kesibukan W7 setiap harinya yaitu sebagai make up LC di sebuah karaoke. Dirumah kontrakannya bersama W4, W7 membuka salon kecil-kecilan. Sesekali saat W7 merasa kesepian dan membutuhkan teman, disaat inilah W7 berbaur bersama temannya komunitas waria di BI sebagai penjaja seks.

Matriks 4.1. Karakteristik informan

No. Inisial Umur (tahun) Tingkat pendidikan Pekerjaan

1. W1 47 SMA Relawan LSM

2. W2 49 SD Penjaja seks

3. W3 42 D III Relawan LSM

4. W4 38 SMP Pedagang & Penjaja seks

5. W5 37 SMA Make up LC karaoke &

Relawan LSM

6. W6 33 SMK Relawan LSM

7. W7 27 SMA Make up LC karaoke &

Penjaja seks Sumber: Data Primer, diolah bulan Mei tahun 2015

Informan seluruhnya tinggal di rumah dan kamar sewa, tingkat pendidikan informan bervariatif, sebagian besar berpendidikan SMA dan sebagian kecil berpendidikan D III, SMP dan SD.

(12)

b. Untuk peserta FGD berjumlah 8 orang. Peneliti melakukan homogenitas terhadap umur dan tingkat pendidikan peserta FGD dengan kriteria sebagai berikut : 1) Umur antara 35-45 tahun

2) SMP/sederajat

Matriks 4.2. Karakteristik informan pendukung No. Inisial Umur (tahun) Tingkat pendidikan

1. FGD1 39 SMP 2. FGD2 43 SD 3. FGD3 40 SMP 4. FGD4 38 SMP 5. FGD5 39 SMP 6. FGD6 40 SMP 7. FGD7 41 SD 8. FGD8 38 SMP

Sumber: Data Primer, diolah bulan Mei tahun 2015 c. Informan kunci (key informan) dalam penelitian ini adalah :

1) Aktivis LSM Kebaya yaitu K1, yang lebih akrab dipanggil mami atau si mbok, yang bijaksana dapat memberi kenyamanan bagi para waria di Yogyakarta bahkan bagi waria pendatang diluar Yogyakarta. Mami sudah tidak dianggap waria oleh warga sekitar, karena pembawaannya yang mudah bergaul dengan masyarakat dan aktif menjadi ibu PKK. Sejak tahun 1993 mami sudah aktif sebagai aktivis HIV dan menjadi relawan di PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) DIY sampai tahun 2005. Lalu mami fokus di HIV waria karena prevalensi HIV di kalangan waria cukup tinggi. Mami akhirnya mundur dari PKBI. Pada tahun 2006, Mami mendapatkan bantuan dari UNAIDS (United Nations Programme on HIV/AIDS) untuk membuat sebuah lembaga sosial dan mendapatkan bantuan dana.

(13)

2) Koordinator mobile clinic (VCT dan IMS) Kota Yogyakarta yang bernama K2. Peneliti tidak menemui kendala saat berkoordinasi dengan key informan, baik pada saat mengatur jadwal untuk wawancara maupun saat proses wawancara mendalam. Key informan bekerja di Puskesmas Gedongtengen yang merupakan tempat pelayanan kesehatan paling sering dikunjungi oleh waria, baik untuk pemeriksaan umum ataupun VCT dan IMS. Saat wawancara mendalam key informan banyak memberikan informasi mengenai program-program yang telah diselenggarakan oleh tim mobile clinic, seperti VCT, test IMS, penyuluhan kesehatan, serta konsultasi kesehatan reproduksi. Namun untuk mengetahui hambatan dan proses pemeriksaan IMS pada waria, peneliti diarahkan key informan untuk menemui K3 yang dalam penelitian bertindak sebagai key informan ketiga. 3) Dokter fungsional Puskesmas Gedongtengen yang bernama K3. Key

informan merupakan dokter favorit para waria. Informasi yang peneliti dapatkan dari beberapa waria, K3 adalah dokter yang ramah dan menyenangkan. Hampir semua waria meminta K3 saat mereka periksa IMS ataupun VCT. Bahkan ada pendapat waria yang menyatakan kalau periksa IMS dengan K3 tidak terasa sakit. hal ini yang menjadi motivasi banyak waria untuk memeriksakan dirinya ke Puskesmas Gedongtengen. Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa orang yang paling tepat dalam mencari informasi tentang perilaku dan hambatan waria dalam penggunaan pelayanan IMS adalah K3.

Matriks 4.3. Karakteristik informan kunci (key informan) No. Inisial Umur (tahun) Tingkat pendidikan Jabatan

1. K1 53 SD Aktivis LSM Kebaya

2. K2 37 S1 Kedokteran Koordinator Mobile Clinic

3. K3 38 S1 Kedokteran Dokter Fungsional

(14)

4. Hasil Penelitian a. Isyarat Bertindak

Penelitian tentang isyarat bertindak waria terdiri dari tiga sub fenomena yaitu: pengetahuan waria tentang IMS, pengalaman orang lain yang terkena IMS, dan peran petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan IMS.

Adapun hasil penelitian dari masing-masing sub fenomena akan peneliti uraikan sebagai berikut:

1) Pengetahuan Waria tentang Infeksi Menular Seksual (IMS)

Pengetahuan waria tentang pengertian IMS pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa informan dapat memberikan jawaban mengenai pengertian IMS. Jawaban informan yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi empat kategori meliputi pengertian, cara pencegahan, penularan dan tempat pemeriksaan IMS.

Sebagian informan mengetahui apa yang dimaksud dengan Infeksi Menular Seksual. Namun mereka tidak dapat menjelaskan dengan baik definisi dari IMS. Penyakit yang menular melalui hubungan seksual adalah jawaban yang paling sering disampaikan oleh informan. Informan beranggapan bahwa menggunakan kondom merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah penularan IMS.

Di Kota Yogyakarta banyak terdapat tempat pelayanan IMS, salah satu yang paling sering dikunjungi oleh informan pada penelitian ini adalah Puskesmas Gedongtengen.

(15)

Secara lebih rinci, data mengenai pengetahuan waria tentang IMS dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Pengetahuan Waria tentang Infeksi Menular Seksual (IMS) a) Pengertian Infeksi Menular Seksual (IMS) :

Sebagian informan, W5 dan W6 mengatakan bahwa IMS adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Tetapi mereka tidak dapat menjelaskan dengan tepat bahwa IMS itu adalah penyakit yang bagaimana. informan dapat menyebutkan beberapa jenis IMS seperti sifilis, kondiloma, herpes, HIV dan gonore. Jenis-jenis yang disebutkan berdasarkan pengalaman informan bersama teman ataupun pasangan seksualnya.

penyakit menular seksual.. yang menular karena hubungan seksual.. Ya ada sifilis, kondiloma, trus ada gonore..

(W5, hasil wawancara, 2015) Pengetahuan waria

tentang IMS

1. Pengertian

- Penyakit diseputar dan didalam alat kelamin - Penyakit yang menular melalui hubungan

seksual

2. Cara pencegahan - Menggunakan kondom - Menggunakan antiseptik - Perilaku seks aman 3. Penularan

- Kontak seksual langsung tanpa pengaman (kondom)

- Berganti-ganti pasangan seksual - Oral dan anal seks

4. Tempat pemeriksaan - LSM Kebaya - PKBI

- Puskesmas Gedongtengen - RSUP dr. Sardjito

(16)

IMS adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Kaya sifilis, jengger ayam, kondiloma, gonore, herpes kelamin, termasuk HIV dan hepatitis

(W6, hasil wawancara, maret 2015) W7 dan W3 dapat menyebutkan bahwa IMS adalah penyakit yang menular melalui hubungan seksual dimana pada saat hubungan tersebut tidak menggunakan pengaman. Pengaman yang dimaksud adalah kondom. Informan juga dapat menyebutkan beberapa jenis IMS yang mereka ketahui.

infeksi menular seksual, yang ditularkan dari seseorang ke orang lain melalui hubungan seksual tanpa pengaman, dan melakukan hubungan seksual berisiko tanpa mengunakan kondom, salah satunya ada sifilis, gonorhea, jengger ayam, dan tutu bayur

(W7, hasil wawancara, 2015) IMS adalah Infeksi Menular Seksual yang bisa melalui hubungan yang tidak memakai suatu pengaman atau salah satunya ialah kurangnya kebersihan

(W3, hasil wawancara, maret 2015) Berbeda dengan jawaban W1 dan W2 yang menyatakan bahwa IMS adalah penyakit yang ada dalam alat kelamin ataupun diseputarannya.

IMS itu infeksi menular seksual, jenis-jenis ya seperti GO, sipilis, kutu bayur gitu ya.. ada semacam sejenis binatang kutu yang berada diseputaran alat kelamin dan itu sangat gatal, ada juga namanya jengger ayam

(W1, hasil wawancara, Maret 2015) alat kelamin

(W2, hasil wawancara, Maret 2015)

Sedangkan W4 hanya menyebutkan bahwa IMS adalah sebuah penyakit yang menular. Ia tidak mendeskripsikan dari mana dan bagaimana penyakit itu bisa terjadi.

IMS itu yaa.. sebuah penyakit yang menular

(17)

b) Cara Pencegahan IMS :

Sebagian besar informan menyatakan kondom merupakan cara pencegahan IMS yang terbaik, hal ini didapatkan dari anjuran teman-temannya, petugas kesehatan dan LSM untuk selalu menggunakan kondom setiap melakukan hubungan seksual bersama pasangannya. Selain itu minimnya pengetahuan tentang pencegahan IMS (selain menggunakan kondom) dan mudahnya akses untuk mendapatkan kondom merupakan faktor pendukung penggunaan kondom bagi informan.

Selain menggunakan kondom, cara lain pencegahan penularan IMS adalah dengan absen dari seks (tidak berhubungan seks sama sekali), dan berlaku setia pada satu pasangan. Penularan yang lain yaitu dengan mencegah masuknya transfusi darah tambahan yang belum diperiksa kebersihannya, mencegah alat-alat tembus kulit yang tidak steril seperti jarum suntik atau alat tato.

menggunakan alat pengaman kondom atau melakukan perilaku-perilaku seksual aman

(W1, hasil wawancara, Maret 2015) Pakai kondom

(W2, hasil wawancara, Maret 2015) cegah itu pakai kondomlah sebenarnya

(W4, hasil wawancara, maret 2015) kalau mau melakukan hubungan seks kita pake kondom

(W5, hasil wawancara, Maret 2015) Yaa dulu dulu pake tisu basah kalo sekarang kya nya ga cukup pasti pake kondom

(18)

W3 menambahkan bahwa menjaga kebersihan diri dengan menggunakan antiseptik juga dapat mencegah IMS.

kita harus memakai pengaman salah satunya, yang kedua selalu menjaga kebersihan dibagian vital dalam seperti antiseptik

(W3, hasil wawancara, Maret, 2015) Berbeda dengan pendapat W7, bahwa dengan melakukan hubungan seksual yang aman salah satunya adalah tidak berganti-ganti pasangan merupakan upaya untuk mengurangi risiko terjadinya IMS.

tidak berganti-ganti pasangan, melakukan hubungan seksual aman untuk mengurangi risiko

(W7, hasil wawancara, Maret 2015) c) Penularan IMS :

Hampir semua informan dapat menjawab dengan tepat cara penularan IMS. Jawaban dari masing-masing informan variatif, W2 dan W4 menjawab bahwa IMS dapat menular melalui kontak seksual dan tidak memakai kondom.

(W2, hasil wawancara, Maret 2015) Itu.. melewati seks bebas

(W4, hasil wawancara, Maret 2015) Sedangkan W7 menambahkan bahwa IMS juga dapat menular apabila seseorang sering berganti-ganti pasangan.

dengan berhubungan intim tanpa pengaman, gonta-ganti pasangan itu berisiko

(W7, hasil wawancara, Maret 2015) Sebagian lagi mengatakan melalui oral dan anal seks. Ada juga sebagian kecil mengatakan bahwa pada penyakit tertentu misalnya herpes, dapat menular melalui bersentuhan.

-macem, kalau oral bisa, lewat dubur juga bisa, (W3, hasil wawancara, Maret 2015)

(19)

bisa melalui anal ataupun oral kayaknya tidak, kalau herpes bersentuhan aja itu mungkin bisa...

(W5, hasil wawancara, Maret 2015) Penularannya melalui air mani, beberapa IMS ada yang pegangan gitu menular mungkin kaya herpes

(W6, hasil wawancara, Maret 2015) Pernyataan lain diungkapkan oleh W1, bahwa tanpa melakukan hubungan seksualpun seseorang bisa tertular IMS. Dengan memakai handuk orang lain yang terkena IMS, maka dirinya juga mempunyai peluang untuk tertular IMS.

menurut saya seringnya melalui kontak seksual secara langsung ya...walaupun ada kemungkinan tanpa melakukan seksual pun seseorang bisa terkena, satu contoh bisa tiba-tiba diseputaran kelaminku gatel.. mungkin aku memakai handuk yang sama yang dimana kemungkinan handuk itu bekas dipakai oleh orang terkena kutu kelamin.. Kalo sipilis, GO itu penularannya dimana seseorang tidak menggunakan pengaman, penularannya mungkin akan lebih cepat ya..

(W1, hasil wawancara, Maret 2015) d) Tempat Pemeriksaan IMS :

Semua informan menyatakan bahwa tempat-tempat pemeriksaan IMS yaitu di Puskesmas Gedongtengen, karena Puskesmas Gedongtengen merupakan sarana kesehatan yang ramah waria baik dari petugas administrasinya maupun tenaga kesehatan yang melakukan pemeriksaan. Selain di Puskesmas Gedongtengen, informan mengatakan bahwa RSUP dr. Sardjito juga sebagai tempat pemeriksaan IMS, Rumah sakit adalah alternatif rujukan jika peyakit sudah sampai tingkat keparahan. Biasanya informan mendapat surat pengantar dari LSM dan Puskesmas untuk melakukan rujukan tersebut. Alternatif lain yang disebutkan oleh informan yaitu di LSM Kebaya dan di PKBI.

elayanan klinik bisa diakses di Puskesmas Gedongtengen, di PKBI, bahkan di rumah sakit pun bisa juga ya..

(20)

Puskesmas Gedongtengen, di sarjito

(W2, hasil wawancara, Maret 2015) Tempat-tempat pemeriksaan IMS itu Gedongtengen, Puskesmas dekat sini, kalau di Kota yaa di usahakan rumah sakit besar Sarjito (W4, hasil wawancara, Maret 2015) di LSM kebaya setiap sebulan sekali dilakukan pemeriksaan IMS, yang kedua di Puskesmas Gedongtengen yang ketiganya di RS Sardjito kalau memang dibutuhkan penanganan yang lebih serius.

(W3, hasil wawancara, Maret 2015) kalau saya dan temen-temen sudah akrab dengan Puskesmas Gedongtengen dan mungkin kalau dari Puskesmas itu kan gak bisa menangani itu kan rujuk ke Sarjito.. di PKBI

(W5, hasil wawancara, Maret 2015) Semua rumah sakit ada, tapi kalo RS Sardjito itu ngantrinya lamaee mba. Selain itu ya Gedongtengen aja mbak. Menurut saya Gedongtengen yang ramah waria ya, termasuk petugasnya gitu baik sama waria jadi ya

(W6, hasil wawancara, Maret 2015) di Puskesmas Gedongtengen, itu kalau ada apa-apa minta rujukan dulu ke Kebaya, baru dari kebaya bisa langsung lari ke Sardjito, jadi kalau udah punya

surat-(W7, hasil wawancara, Maret 2015) 2) Pengalaman Orang Lain yang Terkena IMS

Pengalaman orang lain yang terkena IMS dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa informan dapat memberikan jawaban yang beraneka ragam sesuai dengan pengetahuannya masing-masing tentang pengalaman orang lain yang terkena IMS. Jawaban-jawaban informan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kategori data yaitu teman yang terkena IMS dan pasangan seksual yang terkena IMS.

(21)

Secara rinci data mengenai pengalaman orang lain yang terkena IMS dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Pengalaman Orang Lain yang Terkena IMS

Pengalaman informan dari teman yang terkena IMS diperoleh jawaban berupa jenis-jenis IMS yang diderita temannya seperti gonorhoe, kondiloma, bahkan HIV. Kemudian informan mencarikan solusi dengaa menyarankan temannya untuk berobat ke tempat pelayanan IMS.

ya, saya pernah mengantar temen yang terkena IMS, dia terkena GO, kencing nanah gitu dan saya antar ke griya lentera

(W1, hasil wawancara, Maret 2015) Ya itu yang perempuan temen saya, keputihan terus tapi ya mungkin dia tidak merasakan berbahaya atau tidak kan gitu, kalau laki-laki sih seperti saya kan ya cenderung ke kita ya bagian belakang ya kebanyakan condiloma sama apa ya jamur paling paling

(W3, hasil wawancara, Maret 2015) pernah nganter temen, bukan waria aja, ada cowok, ada cewek juga yang tiba-tiba kok sms mbak minta tolong dong.. minta tolong kenapa ngono? Besok saya dianter periksa.. periksa kenapa? saya kena IMS... Lah kok tau kena IMS, kok tau? Gimana ciri-cirinya.. itu mbak kemaluan saya bau.. gitu... Kalau kayak kondiloma.. kondiloma juga ada yang kena kondiloma trus kalau sifilis sih jarang sih mereka, kalau kondiloma sama herpes itu banyak mereka

(W5, hasil wawancara, Maret 2015) Pengalaman informan yang didapat dari pasangan seksual yang terkena IMS yaitu saat mengetahui kondisi pasangan seksualnya terkena IMS, beberapa informan menyatakan tetap berhubungan seksual meskipun pasangannya terkena IMS. Informan menggunakan alat pengaman kondom Pengalaman orang lain yang terkena IMS Teman Pasangan seksual

Mengetahui jenis IMS Menyarankan untuk berobat Mengetahui kondisi pasangan Memakai alat pengaman (kondom) Menolak berhubungan seksual

(22)

agar tidak tertular IMS dari pasangannya dan tetap mau melakukan kontak seksual.

Iyaaa...kita itu tau kan keliatan, kaya kuraaapppp gitu. Kalau gitu malah tak kasih tau, eh eh kamu pakai kondom ya... pokoknya aku gak mau. Kamu kayaknya kok kamu kena penyakit kulit. Disiniiii tu iteeeemmm banget...

(W2, hasil wawancara, Maret 2015) Pernah menggetahui bahwa.. tamu saya itu kena IMS.. cowo kan.. dan mereka itu Tanya, kenapa aku punya katanya kemaluan itu berdarah terus.. soalnya dia cowo itu, kenapa rupanya, ini aku sering masuk ke Sarkem itu.. memang prilaku meraka sendiri kan.. dan mereka itu juga masih anak kuliah

(W4, hasil wawancara, Maret 2015) Ya pernah juga sih,,, Yaaa teman kencan gitu

(W6, hasil wawancara, Maret 2015) W7 menyatakan tidak mau berhubungan seksual setelah mengetahui pasangannya terkena IMS, kemudian menyarankan kepada pasangannya untuk memeriksakan dirinya ke tempat pelayanan IMS.

ya kalau tamu yaa memang pernah ada, saya pernah lihat Banyak benjolan-benjolan daging tumbuh. Kebetulan begitu dibuka kok dia punya kok gituuu,takut dan merinding, yo nggak mau aku. Trus tak suruh periksa ke Puskesmas. terus kalau temen saya itu ada yang positive HIV yaa Orang ituu jugaa udah terbuka sama sayaa ora masalah...

(W7, hasil wawancara, Maret 2015) 3) Peran Petugas Kesehatan dalam Upaya Penanggulangan IMS dan HIV/AIDS

Semua informan mengatakan bahwa petugas kesehatan sering datang ke LSM Kebaya setiap satu sampai tiga bulan sekali. Adapun kegiatan yang dilakukan saat mengunjungi LSM yaitu VCT mobile, skrining IMS, penyuluhan dan konsultasi kesehatan.

kebetulan KEBAYA kan menjalin kerjasama dengan Puskesmas Gedongtengen yaa.. ada yang namanya VCT mobile, jadi dalam kegiatan tersebut temen-temen tidak hanya sekedar untuk VCT tapi bisa juga untuk konsultasi mengenai IMS

(W1, hasil wawancara, Maret 2015) g kok, klo dipanggil mbok (mami

(23)

Sering setiap bulan sekali sering melakukan ceck

(W3, hasil wawancara, Maret 2015) Sering dulunya itu mereka itu tiga bulan sekali ada pemeriksaan.. IMS aja, ada yang VCTnya kira-kira 3 bulan sekali ada

(W4, hasil wawancara, Maret 2015) Iya.. kita kerja sama dengan LSM lain untuk mengadakan VCT mobile. Disitu juga kan periksa IMS, kadang juga ya cuma VCT aja gitu

(W5, hasil wawancara, Maret 2015)

(W6, hasil wawancara, Maret 2015) Pernah, kami sering di panggil kalau ada petugas kesehatan datang ditempat LSM itu tadi salah satunya ada yang via telfon, , ada cek IMS, ada chek IVA test itu juga tes ini tes itu,, Ada sekitar 3 kali lebih setahun, pas kemarin itu teraakhir ya sekitar 4 bualanan ini..biasanya 3 bulan sekali

(W7, hasil wawancara, Maret 2015) Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan kunci (Ketua LSM dan Koordinator Mobile Clinic), menjelaskan bahwa tim dari mobile clinic datang ke LSM untuk pengambilan darah untuk pemeriksaan VCT, skrining IMS serta memberikan pengetahuan tentang HIV-AIDS dan IMS dan menganjurkan untuk penggunaan kondom.

sebetulnya kalau dari pelayanan kesehatan baik HIV atau IMS itu ketika ada mobile, pada datang ke Kebaya itu memang ditawarkan juga pada waria IMSnya, tapi respon dari temen-temen sangat sedikit, nah biasanya justru kita tidak tahu, nanti tahu-tahu temen-temen periksa IMS sendiri di Puskesmas, karena dokternya sudah familier dengan temen-temen. Walaupun jumlahnya tidak banyak, tapi ada yang kesana.

(K1, hasil wawancara, Maret 2015) kita memang ada program ke LSM, biasanya kita ada penyuluhan, kemudian sosialisasi, tapi yang banyak dimanfaatkan disana adalah VCT karena hanya diambil darahnya saja, sedangkan untuk skrining IMS pengorekan yang di kelamin dan dubur itu biasanya mereka jarang yang mau.

(24)

63 Matriks 4. 4 Is y a ra t B e rtindak No Nama In for m an Is y a ra t B ertindak Peng et ahuan Peng al aman ora n g lain terke n a IM S Peran petu g as keseha tan Peng e rtian Pencega h an Penularan Tempat Pemeriksaa n 1. W 1 Pen y akit seputar alat kelamin Kondo m, seks ama n Kontak seksual, melalui handuk Pu skesmas Gedon g ten g en , PK BI , RS Teman: kena G O VCT & Konsu ltasi IM S 2. W 2 Pen y akit di dalam kelamin Kondo m Tidak paka i kondo m Ps kesmas Gedon g ten g en , RS . Sardjit o Tamu: kurap di kuli t Periksa sega la maca m 3. W 3 Tidak paka i pengama n Peng am an, antisepti k Ora l, ana l & al at kelamin L S M, Pus esmas Gedon g ten g en , RS Sardjit o Teman pere mpua n: keputih an VCT & I MS setiap bulan 4. W 4 Pen y akit y a n g menul ar Kondo m Seks bebas Ps kesmas Gedon g ten g en , RS . Sardjit o Teman: kemaluan berda rah IMS & VCT setiap 3 bu lan 5. W 5 Menular kare na hubun g an seksual Kondo m Anal, oral, berse n tuhan Ps kesmas Gedon g ten g en , RS . Sardjit o, PKB I Teman: kondil oma VCT mobi le 6. W 6 Menular kare na hubun g an seksual Kondo m Air mani, berpe g an gan RS . Sardjito , Pu skesmas Gedon g ten g en Teman ke nc an Seti ap 3 bulan sekali pe riksa 7. W 7 Tanpa pengama n Tidak ganti -g anti pasan g an Tanpa pengama n, g anti -ganti pasan g an Pu skesmas Gedon g ten g en , L S M, RS . Sardjito Tamu: benjolan dag in g tum buh d i kemaluan Cek IM S & I VA test Su mber : Data Primer, diolah bulan Me i tahun 2015

(25)

b. Perilaku Waria dalam Penggunaan Pelayanan Skrining IMS

Perilaku adalah wujud dari pengetahuan dan sikap yang berupa suatu perbuatan nyata. Pada penelitian ini jawaban informan mengenai perilaku dalam menggunakan pelayanan skrining IMS yaitu hampir semua informan tidak konsisten menggunakan pelayanan skrining IMS dengan berbagai alasan yang berbeda. Semua informan mengatakan pernah datang ke pelayanan skrining IMS namun hanya untuk VCT saja karena saat pemeriksaan hanya diambil sampel darahnya saja, sedangkan untuk jenis pemeriksaan IMS yang harus diambil sampel sekret pada alat kelamin hampir sebagian besar informan menolaknya dengan alasan informan merasa malu dan kesakitan saat pengambilan sekret untuk pemeriksaan sehingga tidak semua jenis IMS dapat di deteksi secara lengkap. Adapun yang bersedia untuk diambil sampel sekretnya karena sudah merasakan tanda gejala IMS pada alat kelaminnya, sehingga dengan terpaksa harus bersedia untuk diperiksa.

W1 dan W3 mengatakan bahwa dirinya bersedia datang untuk periksa karena telah merasakan tanda dan gejala IMS. Namun setelah penyakitnya sembuh dan tidak merasakan tanda gejala maka mereka tidak melakukan skrining IMS lagi.

Pernah juga, jadi saat itu saya masih aktif bekerja malam ya, sepuluh tahun yang lalu itu. Saya mengalami semacam keluhan diseputar alat kelamin, saya melepaskan perasaan-perasaan malu gitu, jadi yang penting saya bisa segera berobat, bisa bertahan dengan kondisi yang ada dan saya bisa melakukan aktifitas lagi ketika sudah baik lagi

Probing : Tiga bulan terakhir ini.. pernah gak datang ke pelayanan IMS? Belum..

(W1, hasil wawancara, Maret 2015) sering... waktu saya menderita candiloma mungkin saya semingu sekali memang diharuskan seminggu sekali. Sampai kemaren dilakukan apa tu.. ee cuter sangking membandelnya itu itu baru sekarang bersih

(W3, hasil wawancara, Maret 2015) 3 bulan terakhir ini gak pernah. Cuman ke Gedung Tengen dulu pernah kena

(26)

W2 pernah melakukan skrining IMS di Puskesmas terdekat, namun setelah mengetahui kalau periksa IMS itu rasanya sakit maka W2 sudah tidak mau lagi untuk melakukan skrining. W2 merasa kesakitan berhari-hari setelah dikorek sekret pada alat kelamin dan dubur, sehingga tidak dapat melayani pelanggannya dalam beberapa waktu.

(W2, hasil wawancara, Maret 2015) Karena merasa dirinya sudah melakukan seks aman, yaitu tidak berganti-ganti pasangan dan selalu memakai kondom, maka W5 merasa tidak perlu melakukan skrining IMS. Belum ada keluhan tentang IMS juga menjadi alasan W5 untuk tidak melakukan skrining.

Saya sering... hampir tiap minggu saya ke pelayanan IMS tapi saya tidak memeriksakan. Karena ya tadi itulah..saya belum ada keluhan gitu... dan saya masih seks aman gitu.. dengan memakai kondom mungkin.. saya rasa.. masih bersih gitu jadi mungkin saat ini belum saatnya

(W5, hasil wawancara, Maret 2015) W6 mempunyai alasan lain untuk melakukan skrining IMS. Dengan adanya beberapa penelitian di LSM tentang IMS, maka W6 bersedia untuk diambil sampel sekretnya karena mendapatkan imbalan dari penelitian tersebut.

Yaa pernah... Terakhir kesana ya mungkin 3 atau 6 bulanan mba, lebih sering kalo disini ada penelitian, kan dapet uang transport

(W6, hasil wawancara, Maret 2015) Sedangkan W7 bersedia datang ke Puskesmas hanya untuk membuktikan bahwa ia tidak terkena HIV, GO ataupun sifilis. Karena W7 dituduh oleh pelanggannya bahwa W7 mempunyai penyakit IMS dan menularkan kepada pelanggannya saat melakukan hubungan seksual beberapa hari sebelumnya.

tadi saya ke Puskesmas Gedongtengen untuk cek VCT sekalian kadang kala suka datang juga ke kebaya si itu dokternya tadi..sekitar 6 bulan yang lalu, di pertemuan perbulan di rumah saya kemarin juga. Lha tamuku semalem sms, protes kena IMS katanya, trus dia nuduh aku. Aku yo emoooh...makanya aku (W7, hasil wawancara, Maret 2015)

(27)

Pernyataan-pernyataan tersebut didukung oleh informasi dari ketua LSM selaku informan kunci dalam penelitian ini:

permasalahanya memang genting misalnya, ada gejala-gejala di sekitar seputar kelaminnya atau mungkin kulit dan lain-lainnya yaitu biasanya teman-teman kadang tidak berani periksa, tapi kalau setelah ada gejala itu baru periksa. Biasanya juga dokter itu menyarankan juga kepada teman-teman waria terlepas dia punya gejala atau tidak. Kenapa tidak, IMSnya juga harus di kontrolkan karena teman-teman itu kan masih melakukan seks yang berisiko dengan banyak orang. Ya memang ada beberapa yang mau periksa IMS tapi juga banyak pula yang kemudian tidak mau dikarenakan kalau periksa IMS itu kan harus diperiksa langsung ya... baik itu oral dan itu anusnya ya... termasuk alat kelaminnya kan begitu. Nah ini yang kemudian temen-temen merasa nggak nyaman gitu. Apalagi kalau misalnya dokternya itu baru kenal, belum akrab gitu. Wong yang sudah kenal saja kita kadang jadi pertimbang

(K1, hasil wawancara, Maret 2015) Matriks 4.5 Perilaku Waria dalam Penggunaan Pelayanan Skrining IMS No Nama

Informan

Perilaku Waria Dalam Penggunaan Pelayanan Skrining IMS Datang ke pelayanan

kesehatan

Berapa kali dalam 3 bulan terakhir

1. W1 Pernah Belum

2. W2 2 kali Tidak pernah

3. W3 Sering Belum

4. W4 Pernah Tidak pernah

5. W5 Pernah Belum ada keluhan

6. W6 Pernah Pernah

7. W7 Pernah Baru saja

Sumber : Data primer, diolah bulan Mei 2015 c. Kerentanan Waria untuk Tertular IMS

Keyakinan dan kerentanan waria untuk tertular IMS dalam penelitian ini diperoleh hasil yang bervariasi. Dari hasil wawancara mendalam diketahui bahwa beberapa informan merasa rentan/berisiko terhadap berbagai penyakit menular seksual, tetapi sebagian informan juga merasa mempunyai perlindungan terhadap IMS karena telah menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual.

Sebagian besar informan menjawab bahwa dirinya sangat berisiko untuk tertular IMS. Karena profesi mereka sebagian besar sebagai penjaja seks

(28)

dan memiliki daya tawar yang rendah sehingga sulit bagi mereka untuk mewajibkan pelanggannya memakai kondom.

risiko

(W2, hasil wawancara, Maret 2015) Saya berisiko... sangat2 berisiko, Iya,gini... karena kalau dalam cerita dilema ya, kita selalu menawarkan pengaman seringkali tawaran rendah kayak gitulah. Padahal kita masih butuh duit ini.. duuh.. butuh niih.. akhirnya menggiurkan ya udahlah kita mengambil risikonya seperti itu.. sering kali terjeratnya lewat itulah jadi kami tidak yakin kalau pasangan kita waktu itu bersih atau tidak, kita tidak tahu ya

(W3, hasil wawancara, Maret 2015) yaa... tergantung diri kita, kalau kita prilakunya itu gak bener-bener, gak sayang dengan diri kita sendiri yaa berisiko lah. Kadang-kadang itu berisiko karna kita lupa.. hhee.. Lupanya: mas, mau pake kondom? Udah, gak usah. Masnya gak mau... Kalo kita punya pasangan kadang-kadang kita nggak tau kalo pasangan itu punya IMS

(W4, hasil wawancara, Maret 2015) W1 mengatakan dirinya mempunyai tingkat risiko yang kecil untuk tertular IMS. Berbagai alasan yang disebutkan yaitu karena W1 sudah merasa bukan seks aktif, meskipun kadang-kadang juga masih melakukan. Alasan berikutnya karena merasa sudah selektif dalam memilih-milih pasangan sehingga ia dapat menentukan siapa saja yang dapat diajak berkencan atau berhubungan seksual. Memakai pengaman yaitu kondom juga menjadi alasan W1 untuk terhindar dari IMS.

Insyaallah kemungkinannya sangat kecil, karena saya sudah jarang sekali melakukan kontak seksual.. ya kan belum tentu itu satu bulan sekali juga belum tentu dua bulan sekali dan saya orang yang sangat selektif untuk berpartner. Kita melakukan tapi ya dengan catatan.. Harus aman!!! pakai kondom!!! Saya orang yang sangat berani mengatakan tidak..

(W1, hasil wawancara, Maret 2015) Hal serupa juga diungkapkan W6, dengan pekerjaan sebagai pendukung sebaya di LSM, W6 mendapatkan banyak informasi tentang IMS. Dari pengalaman tersebut W6 dapat menerapkan pada perilakunya sendiri yaitu dengan melakukan seks aman dan memiliki pasangan tetap.

(29)

Saat ini ya mungkin karena setelah saya terlibat di pekerjaan saya, Walaupun masih tetap kadang kadang kencan.. Gitu tapi kan sudah protect

risikonya sudah kecil.. (W6, hasil wawancara, Maret 2015) Pernyataan serupa juga diungkapkan W7, dengan mempunyai pekerjaan tetap sebagai make up LC karaoke, maka W7 sudah jarang keluar malam untuk menjajakan seks.

Kalau saya yaa meskipun berisiko tapi nggak berisiko bangget gitu..wong jarang melakukan hubungan seksual, pulang kerja merias cepet, capek ya tidur..

(W7, hasil wawancara, Maret 2015) W5 merasa berisiko tertular IMS karena dirinya saat ini masih seks aktif. Meskipun melakukan dengan pasangan tetapnya, W5 berpeluang untuk tertular IMS karena alergi dengan kondom saat melakukan oral seks. Pasangan W5 hanya memakai kondom saat anal seks saja.

kalau untuk aku sendiri sih berisiko ya.. berisikonya mungkin karena masih.. melakukan hubungan seks yang aktif.. tapi kalau ya itu oralnya itu saya gak pernah pake kondom karena aku alergi, mungkin dari itu bisa tertular tapi kalau anal, biasa masih pake kondom

(W5, hasil wawancara, Maret 2015) Matriks 4.6 Kerentanan Waria Tertular IMS

No Nama Informan

Kerentanan waria tertular IMS

Tingkat risiko Sebab risiko

1. W1 Sangat kecil Jarang kontak seksual, pakai kondom & pilih-pilih pasangan

2. W2 Berisiko Tiap malam keluar

3. W3 Berisiko Tidak tahu pasangan bersih atau tidak

4. W4 Berisiko Tidak tahu pasangan kena IMS

5. W5 Berisiko Seks aktif, tidak pakai kondom saat oral 6. W6 Risikonya sudah kecil Tidak pernah keluar malam

7. W7 Risikonya kecil Jarang kontak seksual Sumber: Data Primer, diolah bulan Mei tahun 2015

(30)

d. Tingkat Keseriusan/Keparahan jika Tertular IMS

Semua informan mengatakan bahwa jika terkena IMS akan mengakibatkan kehilangan kepercayaan diri, sakit pada fisik dan malu terhadap pasangan dan pelanggannya.

ibatnya yang pasti mengarah ke ketidaknyamanan ya

(W1, hasil wawancara, Maret 2015) (W2, hasil wawancara, Maret 2015) Saya kira kalau dari psikologis yaa agak risi ringan mungkin kurang nyaman ya kalau saat kita sedang melayani tamu takut ketahuan atau segala macem ya kalau dari fisik terasa nyeri

(W3, hasil wawancara, Maret 2015) di bawah pusat ini kok perasaan itu.. sakit.. sakit panas.. demam.. ya udah.. di periksa itu.. itu IMS nya di kelamin.. di kelamin belakang.. bukan di.. hhee

(W4, hasil wawancara, Maret 2015) mungkin itu yah sakit.. Ngedrop.. Gitu, Ya mungkin kayaknya itu bisa disembuhkan tapi virusnya masih... Masih ada di tubuh kita, seperti itu...

(W5, hasil wawancara, Maret 2015) ya pasti sakit ya mba..

(W6, hasil wawancara, Maret 2015) tergantung Jenis IMS nya yaa ada yang kencing nanah kadangkala itu sebelum air kencing keluar itu ya entah itu perih, entah itu nyeri kalau pas kencing aja..

(W7, hasil wawancara, Maret 2015) Matriks 4.7. Tingkat Keseriusan/Keparahan jika Tertular IMS No Nama

Informan

Tingkat Keseriusan/Keparahan Jika Tertular IMS akibat yang mungkin dirasakan jika tertular IMS 1. W1 Ketidaknyamanan

2. W2 Sakit

3. W3 Takut ketahuan, nyeri 4. W4 Sakit, panas, demam 5. W5 Sakit, drop

6. W6 Sakit

7. W7 Perih saat kencing

(31)

e. Manfaat Penggunaan Pelayanan Skrining IMS

Dari hasil wawancara, semua informan berpendapat bahwa manfaat penggunaan pelayanan skrining IMS adalah adanya rasa aman, sehat dan dapat mengetahui lebih dini jika terkena IMS.

Data diatas didukung oleh kuotasi dibawah ini :

da banyak manfaat ya.. informasi bisa didapat dari konsultasi dokter. Apalagi ketika kita sudah melakukan skrining juga pemeriksaan, banyak sekali hal-hal yang yang bisa kita ambil, kan ada banyak advice dari dokter..

(W1, hasil wawancara, Maret 2015) (W2, hasil wawancara, Maret 2015) Ya banyak sekali ya kalau keuntungnya ya dalam arti eee...cepat diketaui kalau sering kali kena kegawatan lagi secara dini bisa diketahui terus, yang kedua cepet dalam penanganannya jadi kan tindak lanjutannya ada pengobatannya

(W3, hasil wawancara, Maret 2015) Keuntunannya ya.. untuk pertama kali yaa kesehatan saya... berarti masih umur panjang

(W4, hasil wawancara, Maret 2015) Mungkin kita bias tau lebih dini dan lebih apa.. mengatasi lebih dini, menanggulangi cara pengobatannya lebih dini..

(W5, hasil wawancara, Maret 2015) Yaa.. kan itu menjadi ketenangan gitu. sekarang skrining, saya merasa nyaman, ternyata saya masih free, berarti proteksi saya masih bagus..

(W6, hasil wawancara, Maret 2015) Ya kita tau lebih dini lah..tau tentang penyakit kita yang masuk tentang tubuh kita, biar lebih ngerti dini penyakit apa yang masuk kedalam tubuh

(W7, hasil wawancara, Maret 2015) Matriks 4.8. Manfaat Penggunaan Pelayanan Skrining IMS

No Nama Informan

Manfaat penggunaan pelayanan skrining IMS 1. W1 Mendapat informansi

2. W2 Menjadi tahu penyakitnya

3. W3 Mengetahui penyakit secara dini, penanganan & pengobatannya 4. W4 Kesehatan, umur panjang

5. W5 Mengatasi IMS lebih dini 6. W6 Nyaman, free

7. W7 Mengetahui IMS lebih dini Sumber: Data Primer, diolah bulan Mei tahun 2015

(32)

f. Hambatan Penggunaan Pelayanan Skrining IMS

Jawaban informan mengenai hambatan dari penggunaan pelayanan skrining IMS pada waria dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu jadwal pelayanan, stigma masyarakat dan petugas kesehatan, serta biaya yang dikeluarkan untuk layanan skrining IMS. Setelah dilakukan wawancara mendalam terhadap informan, didapatkan hasil bahwa sebagian besar informan menyatakan tidak masalah tentang jadwal pelayanan yang tersedia di unit pelayanan IMS. Jadwal pelayanan yang tersedia di Puskesmas yaitu jam 09.00-13.00 WIB, sedangkan aktifitas sebagian besar informan adalah di malam hari. Masyarakat dan petugas kesehatan dapat menerima dan memperlakukan informan dengan baik karena di unit pelayanan IMS yang sering di akses sebagian besar informan merupakan Puskesmas yang ramah waria, sehingga jika informan melakukan pemeriksaan dan skrining IMS tidak perlu malu ataupun takut. Dalam segi biaya, didapatkan informasi yang bervariasi dari informan. Untuk waria yang identitas KTP penduduk asli Yogyakarta maka bebas dari biaya pelayanan. Namun jika identitas KTP diluar Yogyakarta maka dikenakan biaya pendaftaran sebesar lima ribu rupiah.

kebetulan kalo yang Puskesmas Gedongtengen kan sudah sangat familier ya dengan temen-temen komunitas waria, jadi tidak ada

(W1, hasil wawancara, Maret 2015) (W2, hasil wawancara, Maret 2015) Saya kira nggak ada, saya kira semuanya open ya

(W3, hasil wawancara, Maret 2015) perasaanku nggak ada hambatannya..

(W4, hasil wawancara, Maret 2015) (W6, hasil wawancara, Maret 2015) Hambatan lain juga ditemukan peneliti pada saat wawancara mendalam berupa informasi dari W5 dan W7 yang menyatakan bahwa mereka tidak mau melakukan skrining IMS dengan alasan malas, malu dan merasa sakit saat diperiksa. Hal ini sejalan dengan pernyataan pada perilaku penggunaan pelayanan skrining IMS yang telah dibahas sebelumnya.

(33)

hambatan saya tuh males satu, keduanya kalau dikorek korek itu rasanya ngilu karna sudah pernah.

(W5, hasil wawancara, Maret 2015) itu tadikan yo malu yo mbak

(W7, hasil wawancara, Maret 2015) Matriks 4.9. Hambatan Penggunaan Pelayanan Skrining IMS

No Nama Informan

Hambatan Penggunaan Pelayanan Skrining IMS

1. W1 Jadwal Pelayanan Stigma masyarakat & petugas kesehatan

Biaya Perasaan saat datang ke pelayanan IMS Hambatan lain 2. W2 Tidak masalah Tidak masalah Tidak masalah

Tidak masalah Tidak ada

3. W3 Tidak

masalah

Tidak

masalah Tidak masalah Tidak masalah Tidak ada

4. W4 Tidak masalah Tidak masalah Tidak masalah

Tidak masalah Tidak ada

5. W5 Tidak

masalah

Tidak

masalah Tidak masalah

Tidak masalah Sakit, ngilu

6. W6 Tidak masalah Tidak masalah Tidak masalah

Tidak masalah Tidak ada

7. W7 Tidak masalah Tidak masalah Tidak masalah

Tidak masalah Malas, malu Sumber: Data Primer, diolah bulan Mei tahun 2015

g. Dominasi Keyakinan Manfaat Kondom terhadap Keyakinan Manfaat Skrining IMS

Keyakinan tentang penggunaan pelayanan skrining IMS dalam penelitian ini diperoleh jawaban yang hampir sama. Jawaban informan dikelompokkan kedalam dua kategori data yang meliputi kepercayaan informan bahwa skrining IMS akan menguntungkan bagi kesehatan dan keyakinan informan untuk mampu terhindar dan sembuh dari IMS. Sebagian besar informan meyakini bahwa mereka mampu terhindar atau sembuh dari IMS dengan menggunakan pengaman yaitu kondom. Mereka lebih meyakini bahwa dengan memakaikan kondom kepada pasangannya akan lebih bermanfaat

(34)

sebagai pencegahan IMS dibandingkan dengan melakukan skrining IMS, dengan alasan kondom praktis, mudah dibawa dan tidak terasa sakit saat melakukan hubungan seksual.

Sebagian informan dapat memberikan jawaban yang kemudian disertai alasan untuk memperkuat jawaban mereka. Secara rinci data tentang keyakinan dalam menggunakan pelayanan skrining IMS dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Keyakinan terhadap Penggunaan Pelayanan Skrining IMS

Data tersebut di dukung dengan kuotasi berikut ini :

yaa.. mungkin ketika seseorang sudah terpapar dengan informasi IMS akan lebih berusaha untuk menjaga, karena sekarang banyak sekali informasi tentang IMS baik di leaflet booklet di tiap lembaga

(W1, hasil wawancara, Maret 2015) (W2, hasil wawancara, Maret 2015) Ya jelas sangat menguntungkan ya masalahnya dengan skrining IMS kita dapat mengetahui lebih dini ada dan tidaknya kita nanti

(W3, hasil wawancara, Maret 2015) Itu sangat mengntungkan sekali, tanpa mereka itu kita nggak tau, IMS itu apa penyakitnya dan bagaimana perkembangan dan pengobatannya

(W4, hasil wawancara, Maret 2015) Ya itu, kita lebih cepet mengetahui lebih dini tentang penyakit yang ada ditubuh kita gitu, apalagi kalau IMS kan sangat bahaya juga

(W5, hasil wawancara, Maret 2015) Iya...mungkin tu lebih awal lebih cepat disembuhkan gitu..

Keyakinan tentang penggunaan pelayanan skrining IMS Menguntung kan bagi kesehatan Mampu terhindar dan sembuh dari IMS Informasi tentang IMS - Penyuluhan - Leaflet - Media massa Perilaku seks Pengobatan - Seks aktif - penggunaan pengaman - Antiseptik - Tidak berganti-ganti pasangan

(35)

(W6, hasil wawancara, Maret 2015) iyolah, mengetahui lebih dini, daripada sekarang kita mesti wes ngono nggampangke. Coro kasare kan ngerti-ngerti bruuukk sakmono,sak galon... (W7, hasil wawancara, Maret 2015) Sebagian besar informan mengatakan bahwa mereka mampu untuk terhindar atau sembuh dari IMS karena sudah melakukan proteksi diri dengan memakai kondom.

saya sangat yakin sekali

(W1, hasil wawancara, Maret 2015) Probing : yakinnya karena sudah menggunakan skrining apa kondom? sakit. Kalau pakai kondom, saya selalu pakai kondom terus tiap berhubungan, soalnya kan aman ya, airnya itu gak bisa keluar dan nyebar

kemana-(W2, hasil wawancara, Maret 2015) Saya yakin semua penyakit itu kan seperti IMS bukan penyakit tahunan mungkin atau penyakit musiman

Probing : yakinnya karena sudah menggunakan skrining apa kondom? pakai kondom saja. Kalau skrining rutin belum karena belum ada tanda

(W3, hasil wawancara, Maret 2015) Kalau saya yakin ya, karna setiap melakukan hubungan dan setiap melayani pelangan selalu memakai kondom

Probing : yakinnya karena sudah menggunakan skrining apa kondom?

Probing : dua-duanya itu sama atau lebih mengarah ke kondomnya?

yo sebetulnya podo-podo pentinge yo mbak, Cuma memang lebih ke kondomnya karena aku jarang melakukan hubungan mbak, karena praktis, mudah dibawa, meskipun kita mudah kecolongan juga. Kalau pas bukanya gak bener kan kadang bocor, jadi yo harus berhati-hati juga.

(W7, hasil wawancara, Maret 2015) Sebagian informan mengatakan tidak yakin bahwa dirinya mampu terhindar dari IMS dengan alasan karena merasa pernah melakukan hubungan seksual dengan pelanggan tanpa menggunakan pengaman.

(36)

aku gak yakinlah kalo ibaratnya ada tamu ganteng dia kekeh gak mau pake kondom, ya kitanya kalah,

(W4, hasil wawancara, Maret 2015) (W6, hasil wawancara, Maret 2015) Meskipun sudah memakai kondom saat berhubungan seksual, namun W5 masih merasa tidak yakin bahwa dirinya mampu untuk tertular IMS. Karena salah satu kegiatan seksual W5 dan pasangannya adalah oral seks, pada saat oral seks pasangangan W5 tidak memakai kondom karena W5 alergi terhadap kondom. Ada rasa mual dan ingin muntah saat W5 melakukan oral menggunakan kondom.

Kalau yakin sih enggak karna saya masih sering aktif gitu, itu pun kalau oral gak pake kondom

(W5, hasil wawancara, Maret 2015)

Matriks 4.10. Dominasi Keyakinan Manfaat Kondom terhadap Keyakinan Manfaat Skrining IMS

No Nama Informan

Dominasi Keyakinan Manfaat Kondom terhadap Keyakinan Manfaat Skrining IMS

Percaya bahwa skrining IMS menguntungkan bagi kesehatan

Yakin mampu untuk terhindar & sembuh dari IMS

1. W1 Sangat yakin sekali, pakai

kondom

2. W2 Percaya Yakin, dengan kondom

3. W3 Percaya Yakin , dengan kondom

4. W4 Percaya Tidak yakin, kadang tidak

pakai kondom

5. W5 Percaya Khawatir, oral tanpa kondom

6. W6 Percaya Tidak yakin, kadang tidak

pakai kondom

7. W7 Percaya Yakin , dengan kondom

(37)

B. Pembahasan

1. Isyarat Bertindak

Pengetahuan waria mengenai pengertian, cara penularan, cara pencegahan dan tempat pemeriksaan IMS diarahkan sesuai dengan kemampuan berfikir terhadap apa yang telah mereka lihat dan alami sendiri. Pengetahuan merupakan domain yang penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Penerimaan seseorang terhadap suatu perilaku baru karena suatu rangsangan yang melalui proses kesadaran, merasa tertarik, menimbang, mencoba dan akhirnya subyek berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku akan bersikap langgeng dan jika perilaku tidak didasari pengetahuan dan kesadaran maka perubahan perilaku tersebut tidak akan langgeng.

IMS adalah infeksi yang sebagian menular melalui hubungan seks dengan pasangan yang sudah terinfeksi. Hubungan ini termasuk hubungan seks melalui liang senggama, lewat mulut atau lewat dubur. Istilah IMS lebih luas maknanya karena menunjukkan pada cara penularan dan tanda-tanda yang tidak selalu ada di alat kelamin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan informan mengenai IMS kurang baik. IMS menurut sebagian besar informan adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Ada juga sebagian kecil informan yang menjawab bahwa IMS adalah penyakit pada alat kelamin.

Mengenai cara penularan IMS, jawaban yang diperoleh dari wawancara mendalam beragam, mulai dari berganti-ganti pasangan, melakukan seks tidak aman (tidak memakai kondom), melalui air mani atau sperma. Ada juga subyek yang menjawab IMS bias menular melalui kontak kulit. Dari jawaban tersebut seluruh subyek mempunyai pengetahuan yang kurang karena tidak dapat menjawab dengan tepat.

IMS hanya dapat menular melalui hubungan seksual yang tidak aman. Tidak aman disini adalah berhubungan seksual melalui liang senggama tanpa

(38)

kondom, hubungan seksual melalui dubur tanpa kondom, dan seks oral. Ada juga cara penularan yang lain yaitu melalui darah misal transfusi darah, saling tukar jarum suntik atau benda tajam, pemakaian obat bius dan menindik telinga atau tato.

IMS tidak menular dengan cara duduk bersebelahan dengan orang yang terkena IMS, menggunakan toilet umum, bekerja terlalu keras, menggunakan kolam renang, berjabat tangan, melalui peralatan makan, bersin atau berkeringat. IMS menular terutama jika cairan kelamin atau darah seseorang yang sudah terkena IMS masuk ke dalam tubuh orang lain.

Cara pencegahan IMS yang diketahui semua informan cukup baik. Intinya informan menyebutkan cara mencegah IMS dengan memakai kondom. Ada satu informan menyebutkan bahwa menggunakan antiseptik termasuk tindakan yang baik untuk mencegah penularan penyakit IMS, tetapi hal itu bukan merupakan salah satu cara untuk mencegah penularan penyakit IMS. Selain menggunakan kondom, pencegahan penularan IMS melalui seks yaitu dengan absen dari seks (tidak berhubungan seks sama sekali), dan berlaku setia pada satu pasangan. Penularan yang lain yaitu dengan mencegah masuknya transfusi darah tambahan yang belum diperiksa kebersihannya, mencegah alat-alat tembus kulit yang tidak steril seperti jarum suntik atau alat tato.

Pengetahuan mengenai pencegahan IMS pada informan didapatkan dari teman, penyuluhan-penyuluhan dan konseling dari tenaga kesehatan, dimana didalam informasi yang diberikan didominasi tentang penggunaan kondom sebagai sarana pencegahan IMS. Hal ini dapat dilihat pada leaflet dan poster yang tersedia di LSM Kebaya dan di beberapa tempat pelayanan kesehatan, didukung pula dengan pemberian kondom secara cuma-cuma untuk kelompok-kelompok berisiko termasuk kelomok waria.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lakollo (2009) yang menyatakan bahwa Pengetahuan WPS Tidak Langsung mengenai penyakit IMS semua kurang. Begitu pula halnya mengenai cara penularan, pencegahan dan akibat atau dampaknya semua WPS Tidak Langsung mempunyai pengetahuan kurang.

(39)

Teman sebaya merupakan salah satu faktor yang memperkuat seseorang untuk berperilaku. Ahli psikologi Skinner menekankan lingkungan juga berpengaruh dalam membentuk pribadi seseorang. Sehingga seseorang memilih pola sikap dan perilaku tertentu dikarenakan mendapat penguatan dari masing-masing lingkungan sekitar termasuk teman sebaya untuk bersikap dan berperilaku.

Dilihat dari lingkungan pergaulan informan, norma subyektif juga mempengaruhi seseorang untuk bertindak. Norma subyektif ini adalah keyakinan seseorang mengenai apa yang orang lain harapkan agar orang tersebut berperilaku. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa informan pernah mengetahui bahwa teman ataupun pasangan seksualnya pernah mengalami IMS sehingga hal tersebut bisa dijadikan pengalaman untuk informan.

Dari jawaban yang diperoleh bukan berarti disimpulkan bahwa kelompok waria memiliki kasus IMS negatif. Peluang cukup besar mereka terkena penyakit karena aktivitas mereka yang sebagian besar sebagai penjaja seks komersial dan masih sering berganti-ganti pasangan.

Hal ini juga sejalan dengan STBP 2011 yang menyatakan bahwa prevalensi IMS pada populasi waria masih menduduki posisi yang tinggi baik pada jenis penyakit sifilis (25%), gonorhoe dan/atau klamidia (43%).

Menurut Rosenstock, et al (1974) seperti yang tertuang dalam teori health belief model menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan penyakit adalah isyarat atau tanda-tanda (cues to action) yang bisa berupa pesan-pesan atau informasi. Dengan adanya pesan atau informasi tersebut diharapkan masyarakat, kelompok, individu dapat memperoleh pengetahuan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku.

2. Perilaku Waria dalam Penggunaan Pelayanan Skrining IMS

Hasil penelitian menunjukkan hampir semua informan mengatakan pernah datang ke pelayanan IMS. Namun hampir semua informan tidak konsisten dengan pernyatannya karena mereka datang ke pelayanan IMS hanya untuk VCT saja.

(40)

Antusiasme informan terhadap VCT lebih tinggi dibandingkan dengan test IMS. Pada saat dilakukan wawancara mendalam beberapa informan memberikan berbagai pernyataan yang variatif. Sebagian besar informan mengatakan kalau pengambilan sampel sekret pada saat test IMS sangat menyakitkan, karena harus dikorek sekretnya baik dari dari penis ataupun dubur. Sebagian lagi mengatakan malu dengan petugas kesehatan karena harus memperlihatkan alat kelamin kepada petugas. Pada situasi ini, perlu adanya pendekatan terhadap skrining IMS dengan memperbaiki atau meningkatkan metode pemeriksaannya.

Hal ini sejalan dengan temuan STBP 2011 yang menunjukkan bahwa frekuensi kunjungan ke layanan IMS dalam tiga bulan terakhir waria memiliki posisi yang cukup rendah (78% tidak pernah periksa IMS, 18% periksa satu kali, 4% periksa 2-3 kali dan 0% periksa lebih dari tiga kali). Populasi waria mempunyai presentasi tinggi ada prevalensi HIV, sifilis dan gonorhoe dan/atau klamidianamun sebagian besar waria tidak pernah melakukan kunjungan ke layanan IMS.

Komponen utama HBM yang memprediksikan mengapa orang akan melakukan tindakan tertentu untuk menjaga, melindungi, atau mengendalikan penyakit adalah perceived susceptibility dan perceived seriousness, perceived benefits dan perceived barriers, cues to action dan self-efficacy, dan variable tambahan yang ikut berkontribusi yaitu Modifying Factors. Komponen-komponen tersebut yang menjadi dasar proses bagi individu yang dihadapkan pada suatu dilema, contohnya memakai atau tidak memakai kondom, sampai akhirnya keputusan untuk melakukan tindakan pencegahan. (Glanz, et al, 2008).

3. Kerentanan untuk Tertular IMS

Pada penelitian ini semua informan merasa bahwa pekerjaan mereka berisiko menularkan dan tertular IMS, namun hampir semua informan percaya bahwa dengan menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual maka mereka akan terhindar dari IMS. Sebagian informan pasrah dengan risiko yang dihadapi. Hal ini disebabkan karena dengan daya tawar mereka yang rendah, informan tidak dapat menolak jika pelanggan atau pasangannya tidak mau memakai kondom. Hal

(41)

ini juga disebabkan pengetahuan informan yang kurang tentang pencegahan dan penularan IMS.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yusnita (2012) yang menyatakan semua WPSL merasa bahwa pekerjaan mereka berisiko menularkan HIVAIDS.

Penelitian di Argentina oleh Fariaz (2011), dkk menyebutkan bahwa tingginya prevalensi IMS dan HIV menunjukkan kerentanan besar terhadap kelompok populasi berisiko tinggi dan mengindikasikan adanya kebutuhan mendesak dalam hal strategi pencegahan terhadap intervensi dan fasilitasi akses program kesehatan.

Seseorang harus merasakan kerentanan dirinya atau besar kecilnya risiko untuk terkena IMS yang dapat dideritanya jika tidak memakai kondom dalam berhubungan seks, yang dapat mempengaruhinya untuk melakukan suatu upaya pencegahan. Bagi individu yang tidak yakin mereka berisiko, perceived benefits and barries menjadi tidak relevan (Rosenstock, et al. 1974).

Merasa berisiko tertular IMS adalah salah satu indikasi bahwa seseorang sadar bahwa perilakunya bisa menyebabkan dirinya tertular IMS. Persepsi berisiko tersebut biasanya timbul dari pengetahuan tentang cara penularan dan pencegahan IMS dan kemudian dihubungkan dengan pengalaman pribadi responden yang pernah melakukan perilaku berisiko tertular IMS. Persepsi berisiko juga merupakan langkah awal untuk berperilaku lebih aman (Depkes, 2009).

4. Tingkat Keseriusan/Keparahan jika Tertular IMS

Untuk keyakinan akan tingkat keseriusan jika terkena IMS yang dirasakan informan adalah rasa sakit ditubuhnya, ketahuan pelanggan dan rasa malu terhadap teman dan pasangan. Hampir semua informan lebih mengarah pada rasa sakit dan ketahuan pelanggan sebagai dampak yang diyakini dan dampak klinis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pengetahuan informan yang masih kurang tentang IMS. Hal ini mungkin juga disebabkan karena keyakinan akan keseriusan IMS hanya berupa perkiraan jika mereka terkena. Sehingga keyakinan akan keseriusan

Gambar

Gambar 4.1. Peta Yogyakarta
Gambar 4.2. Trend Jumlah Penduduk DIY
Gambar 4.3. Proporsi ODHA DIY Berdasar Faktor Risiko, Profil Dinkes DIY 2013
Gambar 4.1 Pengetahuan Waria tentang Infeksi Menular Seksual (IMS)  a)  Pengertian Infeksi Menular Seksual (IMS) :
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kata Kunci: Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Dewan Komisaris, Komite Audit, Pengungkapan Corporate Social

Terlihat pada Tabel 3, menunjukkan bahwa model penyediaan bahan baku agroindustri wijen dengan skor skala tinggi adalah kerjasama dengan petani, hal ini

Hasil pengujian menunujukkan bahwa ekstrak dietil eter daun mahkota dewa ( Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) memiliki potensi antibakteri terhadap bakteri

No Kursi

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Economic Value Added (EVA) berpengaruh positif tidak signifikan terhadap harga saham.. Return on Assets (ROA) berpengaruh

Di Irak, Turki memberikan dukungan logistik yang luas kepada pasukan Amerika Serikat di Turki, perbatasan darat yang melintasi antara Turki dan Irak di Gerbang Habur

Peristiwa tutur data 4 di atas dilatari oleh konteks tuturan bahasa Sunda antara suami istri yang tengah mengobrol dengan menggunakan bahasa Sunda. Konteks ini mempengaruhi

Hal tersebut dapat dikaji berdasarkan peraturan dan ketentuan yang selama ini digunakan sebagai Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Malang, antara lain : (1) Peraturan