• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kenyataan yang ada sekarang ini, Indonesia merupakan negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kenyataan yang ada sekarang ini, Indonesia merupakan negara"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kenyataan yang ada sekarang ini, Indonesia merupakan negara berkembang, negara yang mana sedang sibuk-sibuknya melakukan pembangunan diberbagai sektor, salah satunya disektor ekonomi. Pembangunan ekonomi nasional suatu negara membutuhkan pembiayaan baik dari Pemerintah maupun dari masyarakat. Kebutuhan ini tidak akan dapat dibiayai oleh Pemerintah saja melalui penerimaan pajak dan penerimaan lainnya.1Oleh karena itu kebutuhan pembiayaan tersebut salah satunya dapat diperoleh dari kegiatan penanaman modal atau investasi. Investai ini dapat lakukan secara langsung dan tidak langsung, namun di era globalisasi sekarang ini investasi tidak langsung menjadi lebih populer ketimbang investasi langsung, dimana investasi tidak langsung tersebut tidak terbatas ruang dan waktu dan juga tidak membutuhkan biaya perawatan dalam melakukanya.

Investasi tidak langsung umunya merupakan investasi jangka pendek yang mencakup kegiatan transaksi di pasar modal dan di pasar uang. Investasi ini disebut invesatasi jangka pendek karena pada umunya mereka melakukan jual beli saham atau mata uang dalam jangka waktu

1

Jusuf Anwar, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, Cetakan 2, Penerbit Alumni Bandung, 2007, h. 1.

(2)

2 yang relatif singkat tergantung pada fluktuasi nilai saham dan atau nilai mata uang yang hendak mereka perjualbelikan.2

Seringkali investor yang melakukan investasi tidak langsung lebih memilih untuk melakukan investasi di pasar modal ketimbang di pasar uang, karena dirasa investasi di pasar modal lebih bisa memberikan keuntungan yang lebih besar dari pada di pasar uang. Pemerintah pun juga melihat pasar modal sebagai suatu instrumen efektif dalam membangun perekonomian negara dan menstabilkan inflasi, hal ini dapat dilihat dari kegiatan pasar modal yang dimana pasar modal melakukan penggalangan dana dari masyarakat melalui jual beli efek yang kemudian dana tersebut dapat disalurkan ke sektor-sektor usaha yang produktif.

Dalam perjalananya pasar modal Indonesia mengalami siklus maju mundur. Kemunduranya dapat dilihat ketika Pemerintah Indonesia sempat membekukan kegiatan pasar modal sebagai akibat adanya kebijakan nasionalisasi pada tahun 1956. Kemajuannya terlihat seiring dengan bergantinya rezim Pemerintahan orde lama menjadi Orde Baru, bergantinya rezim tersebut berimplikasi kepada dibukanya kembali pasar modal pada tahun 1977. Seiring berjalanya kegiatan pasar modal Pemerintah Orde Baru mulai sadar bahwa sebenarnya pasar modal merupakan suatu kebutuhan. Menyadari bahwa pasar mdal merupakan kebutuhuan, Pemerintah Orde Barukemudian mengesahkan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

2

Ida Bagus Rahmadi Supancana, Kerangka Hukum Kebijakan Investasi Langsung di

(3)

3 Kemajuan perkembangan pasar modal Indonesia berakhir pada tahun 1997 yakni ketika bencana krisis moneter melanda. Krisis hebat di bidang moneter memukul industri jasa keuangan yang kemudian merambah sektor riil. Nilai- nilai saham perusahaan merosot drastis. Saat itu bagi investor dan masyarakat luas, investasi di sektor pasar modal bukan wahana investasi yang menarik, karena nilai sahamnya turun, potensi ruginya besar dan pendapatanya juga turun.3 Akibatnya, pasar modal indoneisia mengalami koreksi hebat menyesuakian diri dengan krisis.4

Setelah krisis moneter tahun 1997-1998 Pasar modal Indonesia mulai tumbuh lagi, tidak dapat dipungkiri hal itu terjadi juga karena terakomodasinya kebutuhan dunia bisnis mengenai penyelesaian sengketa yang cepat. Memang benar pada dasarnya setiap individu yang terlibat dalam kegiatan di pasar modal ingin kepentinganya terakomodasi dan tidak berbenturan dengan hal hal lain. Namun semakin marak dan ramainya kegiatan bisnis pasar modal saat ini para pihak tersebut tidak mungkin terhindar dari terjadinya sengketa diantara para pihak yang terlibat. Benturan kepentingan, kerugian salah satu pihak seringkali menjadi titik awal terjadinya sengketa di dalam dunia bisnis di pasar modal. Para pihak yang terlibat sengketa ini umumya dulu menyelesaikan sengketa melalui jalur yang konvensional, yaitu dimana penyelesaian sengketa tersebut dilakukan melalui pengadilan yang mana posisi para pihak tersebut bersebrangan satu sama lain. Proses melalui pengadilan

3

M. Irsan Nasrudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Cetakan 8, Kencana Prenada Media, Jakarta 2008, h. 3.

4

(4)

4 mungkin memang dapat mengakomodasi kepentingan para pihak, namun proses ini kurang dapat mengakomodasi kepentingan dunia bisnis yang umunya menginginkan cepat nya penyelesaian sehingga tidak menganggu jalanya kegiatan bisnis.

Proses penyelesaian di pengadilan umunya membutuhkan waktu yang relatif lama, tidak hanya itu juga kemampuan hakim atau pengetahuan hakim seringkali terbatas yang hal tersebut dapat berdampak terhadap putusan yang dihasilkan. Oleh karena banyak kelemahan penyelesaian sengketa di pengadilan, penyelesaian sengketa dipengadilan kurang diterima dalam dunia bisnis, karena kurang sesuai dengan kebutuhan dunia bisnis. Oleh sebab itu para pelaku bisnis di pasar modal lebih memilih menyelesaikan sengketa secara non litigasi atau penyelesaian segketa alternatif. Karena penyelesaian sengketa alternatif memberikan pilihan kemudahan yaitu, proses yang lebih cepat, biaya lebih murah, sifatnya informal, kerahasiaan terjamin, adanya kebebasan memilih pihak ketiga yang memiliki keahlian di bidangnya, dapat menjaga hubungan persahabatan dalam pencapaian penyelesaian sengketa secara kooperatif, bersifat final, pelaksanaan tatap muka yang pasti, dan tata cara penyelesaian sengketa diatur oleh para pihak sendiri.5

Ada beberapa model penyelesaian sengketa alternatif yang dapat dipilih yaitu, mediasi, negosiasi, konsiliasi, pendapat mengikat (binding

opinion) dan arbitrase. Awal mula di akuinya penyelesaian sengketa

alternatif dapat ditelisik dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970

5

I Made Widyana, Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR), Cetakan 1, Indonesia Business Law Center bekerja sama dengan Kantor Hukum Gani Djemat Partners, Jakarta, 2012, h. 21.

(5)

5 tentang Kekuasaan Kehakiman (yang sekarang Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman), dalam Penjelasan Pasal 3 Undang - Undang Nomor 14 tahun 1970 berisi “ bahwa disamping peradilan Negara, tidak diperkenankan lagi adanya peradilan-peradilan yang dilakukan oleh bukan badan peradilan Negara. Penyelesaian perkara diluar Pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrage) tetap diperbolehkan”.6

Keberadaan penyelesaian sengketa alternatif dikukuhkan lagi dengan disahkanya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 7

Mengutip apa yang disebutkan disitus resmi BAPMI, selanjutnya di bawah dukungan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), pada tahun 2002 Self Regulatory Organizations (SROs) di lingkungan Pasar Modal yaitu PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan PT Bursa Efek Surabaya (BES) kini PT Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) bersama-sama dengan 17 asosiasi di lingkungan Pasar Modal Indonesia menandatangani MOU (memorandum of understanding). (Akta No. 14, dibuat oleh Notaris Fathiah Helmy SH) mendirikan sebuah lembaga Arbitrase yang kemudian diberi nama Badan Arbitrase Pasar Modal

Indonesia selanjutnya disingkat “BAPMI”.

6

Penjelasan pasal 3 angka 1 Undang-Undang No.14 tahun 1970 ( Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951)

7

Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitase Internasional dan

(6)

6 Hal itu sebagai respon disahkanya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dan keinginan pelaku pasar modal Indonesia untuk memiliki sendiri lembaga penyelesaian sengketa diluar pengadilan khusus di bidang pasar modal yang ditangani oleh orang-orang yang memahami pasar modal, dengan proses yang cepat dan murah, hasil yang final dan mengikat serta memenuhi rasa keadilan.8 Dan juga sebagai upaya perlidungan terhadap investor dan masyarakat, yaitu dengan memberikan kepastian dan penegakan hukum yang adil.

Menurut Rachmadi Usman BAPMI menawarkan tiga jenis layanan penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang dapat dipilih oleh para pihak yang bersengketa, yaitu pendapat mengikat, mediasi, dan arbitrase.9 Namun sekarang diketahui BAPMI menambahkan layanan penyelesaian sengketa baru yakni ajudikasi.10

Kewenangan BAPMI meliputi kasus yang menyangkut wilayah perdata seperti kasus pemesanan saham, order jual dan order beli, gagal serah, gagal bayar, soal penjaminan saham, dan ketidakcocokan rekening. Jika ada kasus pidana, maka penyelidikan menjadi kewenangan Bapepam (sekarang OJK).

8

Barcelius Ruru, Penyelesaian Sengketa Di Pasar Modal Melalui Mekanisme Penyelesaian Diluar Pengadilan, http://www.bapmi.org/in/about_establishment.php, dikunjungi pada tanggal 17 Juni 2017 pukul 13.16 WIB.

9

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, h. 339.

10 Layanan adjudikasi ini merupakan amanat dari Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan (POJK) Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. Dalam POJK tersebut, tiap lembaga alternatif penyelesaian sengketa minimal memiliki layanan mediasi, adjudikasi dan arbitrase.

(7)

7 Penyelesaian sengketa dapat ajukan kepada arbirase BAPMI apabila memenuhi 4 unsur:

1. Persengketaan perdata yang timbul diantara para pihak sehubungan dengan kegiatan di bidang pasar modal.

2. Terdapat kesepakatan diantara para pihak bahwa beda pendapat akan diselesaikan melalui arbitrase BAPMI.

3. Terdapat permohonan tertulis dari para pihak kepada BAPMI.

4. Permasalahan tersebut bukan merupakan perkara pidana dan administrasi, seperti manipulasi pasar, insider trading, dan pembekuan atau pencabutan izin usaha

Dilihat secara materiil menurut artikel yang ditulis Barcelius Ruru dalam situs resmi BAPMI ada 4 perkara yang pernah dicoba di selesaikan di BAPMI:11

1. Sengketa antara Manajer Investasi dengan Investor Institusi sehubungan dengan kegagalan Manajer Investasi memberikan pembayaran sesuai kesepakatan.

2. Sengketa antara Penjamin Emisi Efek dengan Investor sehubungan dengan kesalahpahaman mengenai besarnya komisi untuk penjatahan saham

3. Sengketa antara Induk Perusahaan dengan Anak Perusahaan sehubungan dengan eksekusi gadai saham.

11

(8)

8 4. Sengketa antara Broker Jual dengan Broker Beli sehubungan dengan

gagal bayar.

Contoh sengketa yang pernah di selesaikan di BAPMI antara lain sengketa antara PT. Nikko Securities Indonesia dengan PT. Bank Permata Tbk. Sengketa tersebut berkaitan dengan kegagalan Manajer Investasi (PT. Nikko Securities Indonesia) melaksanakan kewajiban pembayaran kepada PT Bank Permata Tbk. Sengketa tersebut menggunakan layanan arbitrase di BAPMI. hal ini dapat diketahui karena BAPMI mengeluarkan putusan arbitrase BAPMI-004/ARB-03/VIII/2011 atas permohonan yang diajukan oleh PT. Bank Permata Tbk.

Dari putusan yang dikeluarkan BAPMI tersebut ternyata belum mampu memberi kepuasan pada PT. Nikko Securities Indonesia. Putusan tersebut menghukum PT. Nikko Securities Indonesia karena telah merugikan Investor GBF, maka berkewajiban untuk mengganti kekurangan pembayaran yang telah dibayarkan terlebih dahulu (ditalangi) oleh PT. Bank Permata Tbk kepada Investor GBF sebesar 35% dari keseluruhan dana talangan sebagaimana sengketa yang diperkarakan, dan membayarkannya kepada PT. Bank Permata Tbk paling lambat 30 hari kalender sejak PT Nikko Securities Indonesia menerima salinan putusan.

Merasa tidak puas terhadap putusan yang dikeluarkan oleh BAPMI dan juga menurut tergugat telah terjadi beberapa kejanggalan seperti mengabaikan fakta hukum yang ada. Maka, PT. Nikko Securities Indonesia kemudian mengajukan permohonan pembatalan Putusan Arbitrase (BAPMI) kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dari

(9)

9 permohonan pembatalan yang sudah di ajukan tersebut, kemudian PN Jakarta Pusat mengadili dan mengeluarkan Putusan 513/Pdt.G-ARB/2012/PN.Jkt.Pst yang isinya membatalkan Putusan Nomor BAPMI-004/ARB-03/VII/2011.

Tidak berhenti sampai di situ, kemudian PT. Bank Permata Tbk dan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) yang merasa tidak puas oleh Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemudian mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung. PT. Bank Permata Tbk dan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) melalui kuasa hukumnya menyatakan bahwa Pengadilan Negeri (Judex Facti) telah bertindak melebihi kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk mengadili. Judex Facti memeriksa ulang materi pokok yang telah diperiksa, dipertimbangkan, dan diputus oleh Majelis Arbitrase BAPMI sebelumnya. Padahal kewenangan tersebut dimiliki oleh Judex Juris bukanlah Judex Facti.

Atas permohonan yang diajukan, Mahkamah Agung RI (Judex

Jurist) mengeluarkan Putusan Nomor 169 K/Pdt.Sus-arbt/2013 yang isinya

menguatkan Putusan BAPMI dan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nomor 513/Pdt.G-ARB/2012/PN.Jkt.Pst

Dari contoh kasus tersebut dapat dilihat bahwa putusan arbitrase yang dikenal bersifat final and binding, ternyata memiliki ketentuan yang memberikan kesempatan kepada pihak yang kurang puas terhadap putusan tersebut mengajukan upaya hukum yakni dengan mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase tersebut. Ketentuan tersebut

(10)

10 tertuang dalam pasal 70 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang berisi:

“Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu; b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan ; atau c. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.”

Adanya ketentuan tersebut, membuat pihak yang puas terhadap putusan arbitrase harus menunggu proses upaya hukum tersebut. Terlepas dari adanya ketentuan tersebut. Keberadaan BAPMI sebenarnya merupakan kebutuhan. Kebutuhan akan penyelesaian sengketa yang efisien dan murah di pasar modal. Dimana dengan hadirnya BAPMI dapat menghapus keraguan investor yang berinvestasi di pasar modal terhadap keefektifan lembaga peradilan di Indonesia khususnya di pasar modal. Oleh karena itu pula sangat menarik pula untuk di kaji mekanisme penyelesaian sengketa di BAPMI ini.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas peneliti merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik penyelesaian sengketa Arbitrase melalui badan arbitrase pasar modal Indonesia (BAPMI) menurut Peraturan Acara Arbitrase BAPMI ?

(11)

11 2. Bagaimana proses penyelesaian sengketa antara PT Nikko Securities melawan PT Bank Permata yang diselesaikan oleh BAPMI dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 169 K/Pdt.Sus-arbt/2013 ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis karateristik penyelesaian sengketa pasar modal melalui badan arbitrase pasar modal Indonesia (BAPMI). Kemudian untuk menggambar kan proses penyelesaian sengketa di BAPMI penulis mengambil contoh kasus sengketa antara PT Nikko Securities melawan PT Bank Permata yang diselesaikan melalui Forum Arbitrase BAPMI.

D. Manfaat Penelitian

Bertumpu dari rumusan masalah yang ada di atas, penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Dari tataran teoritis sebagai pengembangan ilmu hukum dan pengetahuan dibidang hukum perdata khususnya mengenai hukum penyelesaian sengketa pasar modal melalui badan arbitrase pasar modal Indonesia (BAPMI).

2. Dari tataran praktis sebagai masukan kepada para pihak yang berkepentingan atau stake holder di pasar modal agar apabila bersengketa, mereka mengetahui penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakuan melalui lembaga penyeleseaina sengeketa alternatif, yaitu badan arbitrase pasar modal Indonesia (BAPMI).

(12)

12

E. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Berkaitan dengan topik mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di pasar modal melalui BAPMI, maka jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian normatif. Yaitu penelitian hukum yang mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang.12 Oleh sebab itu dalam penelitian ini peneliti hanya akan mengkaji norma-norma hukum positif yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa alternatif di pasar modal melalui BAPMI.

2. Pendekatan

Menurut Peter Mahmud Marzuki ada beberapa jenis pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian hukum, beberapa diantaranya adalah jenis pendekatan perundang-undangan ( statute

approach ) dan pendekatan kasus ( case approach ). Dalam penulisan

skripsi ini penulis menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus.

Pendekatan perundangan-undangan adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani.13 Langkah-langkah

12

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya, Bandung, 2004, h. 57.

13

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Prenada Media Group, Jakarta, 2017, h.133.

(13)

13 pada pendekatan ini dilakukan dengan identifikasi dan inventarisir ketentuan-ketentuan normatif bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder mengenai penyelesaian sengketa alternatif di BAPMI, kemudian mengkaji secara menyeluruh bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder tersebut guna menjawab bagaimana karakteristik penyelesaian sengketa alternatif di BAPMI. Kemudian setelah diketahui bagaimana karakteristik penyelesaian sengketa di BAPMI akan tampak beberapa perbedaan dengan apa yang ada didalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Pendekatan lain yang digunakan dalam pendekatan ini adalah pendekatan kasus. Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.14

Langkah-langkah pada pendekatan ini dilakukan dengan cara mengambil suatu contoh kasus yakni kasus yang pernah diselesaiakan melalui forum arbitrase sebagai contoh kasus PT. Nikko Securities melawan PT Bank Permata yang dapat diketahui dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 169 K/Pdt.Sus-arbt/2013 kemudian dari kasus tersebut dikaji agar dapat diketahui prosesnya.

3. Bahan Hukum

14 Ibid., h.134.

(14)

14 Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian normatif ini ada 3 macam, yaitu :

a. Bahan hukum primer:

1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 2) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa

3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

4) Peraturan BAPMI No.04/BAPMI/12.2014 tentang Peraturan dan Acara Arbitrase

5) Putusan Mahkamah Agung Nomor 169 K/Pdt.Sus-arbt/2013 6) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nomor

513/Pdt.G-ARB/2012/PN.Jkt.Pst

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang menjelaskan lebih lanjut mengenai bahan hukum primer. Menurut Peter Mahmud Marzuki bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum. Disamping itu juga, kamus-kamus hukum ,dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Bahan hukum sekunder disini adalah bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan topik yang diteliti.15

15

(15)

15 c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum pelengkap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang bersumber dari kamus hukum, kamus besar bahasa Indonesia dan beberapa artikel tervalidasi yang dipublikasikan di internet.

4. Teknik Analisis

Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis kualitatif terhadap bahan-bahan hukum yang diteliti.

Referensi

Dokumen terkait

Wawancara dengan Desbenneri Sinaga, Hakim PN Sidoarjo tanggal 17 Mei 2013.. 10 hakim berhak memberikan pertimbangan sebagai alasan pemberat bagi terdakwa. Tindak pidana

Formula yang paling efektif adalah insektisida nabati berbasis minyak cengkeh, diikuti minyak jarak pagar, dan serai wangi dengan tingkat kematian berturut-turut 94; 93;

Mengikut Abdul Sukor Shari, Nuraini Yusoff dan Mohd Isa Awang (2003), bahasa sapaan merujuk kepada bahasa yang digunakan ketika menegur sapa ataupun cara-cara

Prospek pengembangan usaha pembibitan jeruk siam di Desa Bangorejo Kecamatan bangorejo Kabupaten Banyuwangi dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor internal dan

[r]

mengembangkan ekosistem ekonomi digital di Desa... tidak mengandung bahasa

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan fakta, pendekatan analisis konsep hukum dan pendekatan kasus

Mengacu pada rumusan masalah yang akan di urai melalui karya tulis ini tidak lepas dari ruang lingkup permasalahan di atas, yaitu Bagaimana menumbuhkan &