• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSELINGKUHAN DAN SEKS DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI PERSPEKTIF: ROLAND BARHTES. Skripsi. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSELINGKUHAN DAN SEKS DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI PERSPEKTIF: ROLAND BARHTES. Skripsi. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERSELINGKUHAN DAN SEKS

DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI PERSPEKTIF: ROLAND BARHTES

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Katharina W. A. Bahagia NIM: 164114029

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan kasihnya untuk menuntun penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Perselingkuhan Dan Seks Perspektif Roland Barhtes dalam Novel Saman Karya Ayu Utami” ditulis untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Indonesia.

Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, karena itu penulis ingin mengucapkan limpah terima kasih kepada:

1. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., yang berkenan menjadi pembimbing I penulis dalam menyusun skripsi ini. Beliau telah memberikan banyak masukan, pinjaman buku referensi, teori-teori yang digunakan dalam skripsi ini, dan terus memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Peni Adji S.S, M. Hum, yang berkenan menjadi pembimbing II, selaku

dosen pembimbing akademik penulis. Beliau juga memberikan masukan dan terus memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Para dosen Program Studi Sastra Indonesia USD yang belum disebut: Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., Sony Christian Sudarsono, S. S., M A; Maria Magdalena Sinta Wardani, S.S., M.A. serta dosen-dosen pengampu mata kuliah tertentu yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah memberikan ilmu selama menempuh Pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tidak

(7)

vii

melupakan atas jasa dan semangat dari Alm. Drs. Hery Antono, M.Hum. dan Alm. Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum.

4. Bapa tercinta Alm. Aloysius Rantang dan mama Alm. Margaretha Eda yang telah berjasa.

5. Kakak Ramli Yulius I. Budiman dan kakak Roslin Dalima yang selalu mendukung dan memotivasi serta telah membiayai dan selalu mendoakan penulis setiap saat.

6. Staf sekretariat fakultas Sastra dan BAA yang selalu mempermudah urusan administrasi.

7. Karyawan/i perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah mempermudah peminjaman buku-buku referensi.

8. Anggota keluarga besar yang selalu memberi dukungan doa dan dorongan semangat kepada penulis.

9. Teman-teman Sastra Indonesia angakatan 2016, yang selalu membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Sahabat terbaik Friska Sibarani (Friskus), Margreth Jannafla Estellavanja Sara Denisha (Densus), Agustina Alomang (Tintun), Agustinus Iriance Ola (Ola), Atik Suryatry (Atik), Irwan Mat (Iwak) serta Kakak Tanti. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, namun telah

(8)
(9)

ix

Moto

“Jika kamu ingin hidup bahagia, terikatlah pada tujuan, bukan orang atau benda.”- Albert Einstein

Aku Mengasihi Tuhan, Sebab Ia Mendengarkan Suaraku dan Permohonanku. Mazmur 116:1-19

(10)

x ABSTRAK

Bahagia, Katharina W. A. 2016. “Perselingkuhan dan Seks dalam Novel Saman Karya Ayu Utami Perspektif: Roland Barhtes”. Skripsi. Prodi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini menganalisis perselingkuhan dan seks dalam perspektif Roland Barthes dalam novel Saman karya Ayu Utami. Terdapat dua masalah yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu pembacaan makna denotasi dan konotasi perselingkuhan dan seks dalam novel Saman serta pembacaan lima kode perselingkuhan dan seks dalam novel Saman. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan makna denotasi, konotasi serta pembacaan lima kode dalam novel Saman.

Penelitian ini menggunakan teori semiotik Roland Barthes yang meliputi denotasi, konotasi, dan lima kode hermeneutika. Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi pustaka dan simak. Data dianalisis menggunakan metode konten analisis. Pada tahap ini makna denotasi, konotasi dan kode semiotik dalam novel Saman dianalisis. Hasil analisis data dikemukakan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif

Berdasarkan analisis makna denotasi dan konotasi, secara keseluruhan novel Saman karya Ayu Utami ditemukan permasalahan perselingkuhan dan seks. Pada bagian perselingkuhan, ditemukan makna denotatif dan konotasi, yaitu Laila dan Sihar, dan Yasmin dan Saman. Pada bagian seks, ditemukan makna denotasi dan konotasi, yaitu Shakuntala, Upi, dan Cok. Terdapat lima kode dalam novel Saman karya Ayu Utami, yaitu (a) kode hermeneutik mengenai pastor, kejadian perselingkuhan, dan perilaku seks, (b) kode semantik mengenai pemaknaan kalimat yang digunakan dalam novel Saman, (c) kode simbolik mengenai penggambaran yang dialami tokoh dalam novel Saman, (d) kode proaertik mengenai narasi cerita yang diawali kisah cinta Laila, kehidupan Saman, persoalan perselingkuhan hingga perilaku seks, (e) kode gnonik (kode budaya) mengenai persoalan akan hadirnya budaya Cina, gaya berpakaian, hingga pergaulan bebas.

Kata kunci: konotasi, denotasi, kode hermeneutika, kode semantik, kode simbolik, kode proaretik, kode gnonik

(11)

xi ABSTRACT

Bahagia, Katharina W. A. 2016. "Infidelity and Sex from Roland Barthes' Perspective in Saman novel by Ayu Utami”. Undergraduate Thesis. Indonesian Literature Study Program, Faculty of Literature, Sanata Dharma University.

This research analyzes Infidelity and Sex from Roland Barhtes' Perspective in Saman Novel by Ayu Utami. There are two problems discussed in this research, which are the understanding of denotation and connotation meanings of infidelity and sex in Saman novel and also the understanding of five pastoral codes, infidelity, and sex in Saman novel. This research aims to explain the denotation meaning, connotation, and the understanding of five codes in Saman novel.

This research used Roland Barthes‟ semiotic theory, which are denotation, connotation, and five hermeneutic codes. The datas were collected by literature review and refer method, and then the datas were analyzed by analysis method. In this step, the meaning of denotation, connotation, and semitotic codes from Saman novel were analyzed. The result from this research will be presented with qualitative descriptive method.

Based on the denotation and connotation meanings analysis to the whole Saman novel by Ayu Utami, the meanings were found in infidelity, and sex. In the infidelity part, the denotation and connotation meanings were found, namely Laila and Sihar, and Yasmin and Saman. In the sex part, the denotation and connotation meanings were found, namely Shaluntala, Upi and Cok. There were five codes in Saman novel by ayu utami, which were (a) hermeneutics code about the pastor, infidelity event, and the sexual behavior. (b) semantic code related to sentence understanding used in Saman novel. (c) symbolic code related to characterization undergoes by the characters in Saman novel. (d) proaertic code related to story narration which was statted with Laila's love story, Saman's life, infidelity problem and sexual behavior. (e) gnonic code (cultural code) about the emerge of Chinese culture problem, dressing style, to promiscuity.

Keywords: connotation, denotation, hermeneutics code, semantic code, symbolic code, proaertic code, gnonic code.

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………...i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……….. ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ... ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... . ... v

KATA PENGANTAR……… ... . ... vi

………. ... ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN…… ... . ... ...ix

ABSTRAK………. ... . ... ix ABSTRACT………. ... . ... x DAFTAR ISI……….. ... .. ... xi ………. ... ... xii BAB I ... 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 4 1.4 Manfaat Penelitian ... 4 1.5 Tinjauan Pustaka ... 5 1.6 Landasan Teori ... 8

6.1 Semiotika Roland Barthes ... 8

6.2 Teori Tanda, Petanda dan Kode-kode Semiotika ... 9

6.3 Makna Semiotika Roland Barthes ... 11

1.7 Metode Penelitian... 12

7.1 Objek Penelitian ... 13

7.2 Jenis Data Penelitian ... 13

7.3 Teknik Pengumpulan Data ... 14

7.4 Teknik Analisis Data ... 14

1.8 Sistematika Penyajian ... 14

BAB II ... 16

(13)

xiii

PADA PERSELINGKUHAN DAN SEKS ... 16

DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI ... 16

2.1 Pengantar ... 16

2.2 Analisis Makna Denotatif ... 17

2.2.1 Pastor-Saman ... 17 2.2.2 Perselingkuhan ... 18 2.2.2.1 Yasmin ... 18 2.2.2.2 Sihar ... 19 2.2.2.3 Laila ... 19 2.2.3 Perilaku Seks ... 20 2.2.3.1 Shakuntala ... 20 2.2.3.2 Upi ... 21 2.2.3.3 Cok ... 22

2.3. Analisis Makna Konotatif ... 23

2.3.1 Pastor-Saman ... 23 2.3.1 Perselingkuhan ... 25 2.3.1.1 Yasmin ... 25 2.3.1.2 Sihar ... 26 2.3.1.3 Laila ... 28 2.3.2 Perilaku Seks ... 29 2.3.2.1 Shakuntala ... 29 2.3.2.2 Upi ... 30 2.3.2.3 Cok ... 31 2.4 Rangkuman ... 31 BAB III ... 34

ANALISIS PEMBACAAN LIMA KODE ... 34

PADA PERSELINGKUHAN DAN SEKS ... 34

3.1 Pengantar ... 34

3.2 Pembacaan Lima Kode menurut Roland Barthes ... 35

3.2.1 Kode Hermeneutika Novel Saman Karya Ayu Utami ... 35

(14)

xiv

3.2.3 Kode Simbolik Novel Saman Karya Ayu Utami ... 42

3.2.4 Kode Proaretik Novel Saman Karya Ayu Utami ... 44

3.2.5 Kode Gnonik (Kultural) Novel Saman Karya Ayu Utami 50 3.3 Rangkuman ... 53 BAB IV ... 58 PENUTUP ... 58 4.1 Kesimpulan ... 58 4.2 Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA ... 60 LAMPIRAN ... 62

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra adalah karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi dan penciptaan, sedang tugas membuat batasan adalah kegiatan keilmuan. Karya sastra adalah sebuah usaha merekam isi jiwa sastrawannya. Rekaman ini menggunakan alat bahasa. Sastra adalah rekaman dengan bahasa yang akan disampaikan kepada orang lain. Karya sastra yang baik mampu memberikan rasa puas dan rasa senang kepada pembacanya. Karya sastra yang baik memberikan pesona, membius pembacanya; membuat pembaca larut di dalamnya dan melupakan lajunya waktu. Karya sastra yang baik tidak pernah membosankan, pembaca tidak merasa “dipaksa membaca”, tidak dibebani sesuatu kewajiban (Sumardjo dan Saini, 1986).

Semiotika adalah ilmu tanda; istilah tersebut berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda terdapat di mana-mana: kata adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan, atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda. Ahli filsafat dari Amerika, Charles Sanders Perice, menegaskan bahwa kita hanya dapat berpikir dengan sarana tanda. Sudah pasti bahwa tanpa tanda kita tidak dapat berkomunikasi (Sudjiman dan Zoest, 1992).

(16)

2

Dalam terminologi saussurian, signifie (tanda) dan signifiant (petanda) adalah penyusun-penyusun signe. Signe disebut sebagai kesatuan antara satu citra akustis dan satu konsep. Signifikasi bisa dikonsepkan sebagai suatu proses. Signifikasi adalah akta (tindakan) yang menyatukan signifiant dan signifien nya, akta yang produknya adalah signe. Sasussure mengajukan suatu gambaran yang baru: signifie dan signifiant adalah seperti dua lapisan yang tertumpuk, satu lapisan udara dan satunya lapisan air. Ketika tekanan atmosfer berubah, maka lapisan air itu terbagi-bagi menjadi gelombang-gelombang: dengan begitu maka signifiant telah terbagi-bagi menjadi articul Saussure (Melalui Barthes, 2007 hlm: 35-46).

Ayu Utami merupakan salah satu penulis perempuan yang mengangkat segala sesuatu yang berhubungan dengan wanita untuk dituangkan ke dalam karyanya. Melalui novel Saman nya ia bercerita tentang kisah empat perempuan yang sangat kuat dan berjalan mengikuti kemauannya sendiri. Di dalam novelnya, Ayu Utami menggambarkan arus feminisme mengalir melalui perwatakan masing-masing tokoh wanita yang ada dalam novel tersebut. Tentang penggambaran karakter masing-masing tokoh wanita dalam novel tersebut, yaitu Laila, Cok, Shakuntala, dan Yasmin. Tanda serta simbol seroang pastor lelaki merupakan cermin figur yang baik dan menjadi teladan. Sosok pastor juga merupakan pemimpin dalam melayani umat agama. Novel dapat memiliki pengaruh negatif terhadap penikmat novel. Kesalahapahaman menangkap makna terealisasikan dalam novel.

(17)

3

Menurut Jassin, novel merupakan suatu cerita yang bermain dalam dunia manusia dan benda yang ada sekitar kita, tidak mandalam, lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seseorang, dan lebih mengenai satu episode (melalui Nugiantoro 2010:16).

Dalam novel Saman ini, peneliti tertarik membahas permasalahan perselingkuhan dan seks sebagai objek penelitian. Peneliti melihat pada bagian-bagian novel menceritakan perilaku setiap tokoh hampir sepenuhnya berkaitan dengan permasalahan seksual dan masalah ini pun bertentangan dengan norma masyarakat Indonesia, dalam arti bahwa yang diceritakan bukanlah hubungan heteroseksual yang disahkan oleh surat nikah. Shakuntala cenderung biseksual, Laila jatuh cinta pada seorang laki-laki yang sudah menikah, Yasmin mengkhianati suaminya dengan sekaligus “memurtatkan” seorang pastor, Sihar yang sudah mempunyai istri berselingkuh dengan Laila dan Upi melakukan hubungan seksual dengan benda-benda yang tidak lazim.

Oleh karena itu, menjadi menarik untuk menelusuri tanda-tanda dalam novel Saman untuk mempresentasikan makna yang terkandung dalam novel tersebut. Novel pada umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu dikolaborasikan untuk mencapai efek yang diinginkan. Kerena novel merupakan produk karya sastra, maka tanda-tanda ini berupa kaitan dengan budaya. Tanda-tanda tersebut adalah sebuah gambaran tentang sesuatu. Untuk mengetahui itu semua, kita dapat menelitinya melalui pendekatan semiotik. Karena tanda tidak pernah benar-benar mengatakan suatu kebenaran secara keseluruhan. Dalam

(18)

4

peneliitan ini peneliti akan menganalisis sistem tanda dan petanda serta kode-kode yang terkandung dalam novel Saman.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.1.1 Bagaimanakah perselingkuhan dan seks secara dalam tataran denotasi dan konotasi dalam novel Saman?

1.1.2 Bagaimana pembacaan lima kode perselingkuhan, dan seks dalam novel Saman?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum rumusan tujuan dalam penelitian ini adalah kajian semiotika Roland Barthes pada novel Saman karya Ayu Utami . Secara khusus tujuan dari penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut.

1.3.1 Menjelaskan perselingkuhan dan seks dalam tataran denotasi dan konotasi pada novel Saman karya Ayu Utami.

1.3.2 Menjelaskan pembacaan lima kode perselingkuhan dan seks dalam novel Saman karya Ayu Utami.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat berhasil dengan baik, yaitu dapat mencapai tujuan secara optimal, menghasilkan laporan yang sistematis dan dapat bermanfaat secara umum. Ada dua manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis hasil penelitian ini

(19)

5

diharapkan kepada pembaca untuk mengetahui pembacaan tanda dan petanda semiotika Roland Barthes terutama dibidang bahasa dan sastra Indonesia serta menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya kepada pembaca dan pecinta sastra. Manfaat praktis penelitian novel Saman karya Ayu Utami ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dengan penelitian lain yang ada sebelumnya khususnya dalam menganalisis pembacaan tanda dan petanda dan memberi dorongan atau motivasi bagi peneliti selanjutnya dalam bidang sastra pada karya sastra.

1.5 Tinjauan Pustaka

Setelah peneliti melakukan telaah terhadap beberapa penelitian, ada beberapa yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan.

Pertama adalah Yuliani (2015) dalam skripsi yang berjudul “Novel Lelaki Terakhir Yang Menangis Di Bumi Karya M Aan Mansyur (Semiologi Roland Barthes)”. Penelitian ini mendeskripsikan sistem kode dalam novel Lelaki Terakhir Yang Menangis di Bumi karya M. Aan Mansyur dengan kajian semiologi Roland Barthes. Menunjukkan bahwa pada sistem kode hermeneutik memunculkan beberapa kode teka-teki dalam mengungkapkan tokoh Nanti dalam cerita, tentang jalan hidup Jiwa dan Rahman. Pada kode proaretik penulis dapat menyusun beberapa kode tindakan utama yang mengenai tokoh Rahman penuh kegigihan memberikan semangat kepada Jiwa untuk terus menulis dan berkarya. Kode simbolik penulis dapat mengelompokkan yang termasuk kode simbolik pada novel Lelaki Terakhir Yang Menangis di Bumi karya M Aan Mansyur ini yakni orang bangsawan dengan orang biasa. Dan pada sistem kode semik, penulis

(20)

6

menyimpulkan beberapa tema-tema utama yang terdapat dalam novel Lelaki Terakhir Yang Menangis di Bumi ini diperoleh melalui analisis pada narasi-narasi tertentu yang pengulangannya melambangkan isu utama dalam cerita, seperti tema kesabaran dan semangat hidup dalam menghadapi setiap cobaan. Kemudian yang terakhir pada kode gnonik, yang merupakan pengungkapan nilai kultural dalam budaya tertentu yang menjadi latar tempat dalam kisahan novel.

Kedua adalah Widyatwati (2015) dalam artikel yang berjudul “Cerpen Faruk Bus Kota dalam Semiotik Roland Barthes”. Penelitian ini adalah mengungkap struktur dan makna dalam cerpen Bus Kota dengan teori semiotik. Untuk memahami sebuah karya sastra harus memperhatikan tanda-tanda, kode-kode yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Hal ini juga dilakukan oleh Barthes dalam bukunya S/Z, yang mencoba mengungkapkan kode-kode yang ada dalam sebuah novel Perancis yang berjudul Sarassine agar dapat mengungkap makna dalam novel tersebut. Barthes menggabungkan pendeka-tan struktural dengan pendekatan pragmatik: Pembaca dipandang sebagai penyingkap struktur karya sastra secara mutlak, dan peran pembaca mempunyai subyektifitas yang kuat, dan akhirnya pembaca serta peneliti sastra, menjadi pencipta makna yang daya ciptanya tidak kurang dari kreativitas pengarang.

Ketiga adalah Darojah (2013) dalam tesis yang berjudul “Nilai-nilai moral dalam novel 5 Cm (Kajian Semiotik Roland Barthes)”. Penelitian terhadap novel 5 Cm karya Dhonny Dhirgantoro memfokuskan pada nilai-nilai moral yang ada dalam novel 5 Cm yang mampu menjadi motivasi untuk menggapai impian dalam kehidupan. Dianalisis dengan menggunakan kajian semiotika, bertujuan untuk

(21)

7

mengetahui nilainilai moral dan tanda-tanda yang dipakai dalam memberi makna novel 5 Cm. Penelitian menemukan beberapa nilai-nilai moral yang terdiri dari 4 nilai moral, yaitu (1) nilai moral antara manusia dengan dirinya sendiri, (2) nilai moral manusia dengan sesama manusia, (3) nilai moral antara manusia dengan alam semesta, dan (4) nilai moral antara manusia dengan Tuhan.

Keempat diteliti oleh Kusuma (2017) dalam skripsi dengan judul “Representasi Nilai Perempuan dalam Islam Pada Novel Ratu Yang Bersujud (Semiotika Roland Barthes)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui representasi nilai perempuan dalam Islam pada novel Ratu yang Bersujud dengan berdasarkan pada teori semiotika Roland Barthes, yaitu makna denotatif, konotatif dan mitos nilai perempuan dalam Islam. Penelitian menunjukan bahwa, makna denotatif nilai perempuan dalam Islam, perempuan digambarkan sebagai hamba yang taat kepada Tuhan-Nya. Makna konotatif nilai perempuan dalam Islam, perempuan digambarkan sebgai hamba yang taat beragama serta mengikuti nilai dan norma yang berlaku. Mitos nilai perempuan dalam Islam adalah dibangun sesuai dengan tujuan penulis yaitu membuat perspektif tentang perempuan dalam Islam yang sesungguhnya yang bukan berasal dari berbagai propaganda melainkan Alquran dan Hadits. Novel ini dapat dijadikan contoh bagaimana perempuan muslim bertindak, karena saat ini banyak perempuan beragama Islam yang tidak tahu nilai perempuan dalam Islam.

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, terdapat persamaan objek formal, yaitu teori Roland Barthes, tetapi dengan objek material yang berbeda.

(22)

8

Kebaharuan dalam penelitian ini adalah penerapan objek formal semiotika Roland Barthes ke dalam objek material novel Saman karya Ayu Utami.

1.6 Landasan Teori

Dalam landasan teori ini dipaparkan pengertian semiotika, pengertian tanda dan petanda serta kode-kode, pengertian novel dalam karya sastra, dan pengertian makna.

6.1 Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga kritikus sastra Prancis yang ternama; eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra. Barthes menyebutnya sebagai tokoh yang memainkan peranan sentral dalam strukturalisme tahun 1960-an dan 1970-an (Barthes, 2007).

Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Ia mengajukan pandangan ini dalam Writing Degree Zero. Teori dikemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980) mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (Barthes, 2007).

(23)

9

Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya.

6.2 Teori Tanda, Petanda dan Kode-kode Semiotika

Teori tanda menurut Roland Barthes merupakan teori yang dikembangkan berdasarkan sistem penandaan (signifiant) oleh Ferdinand de Saussure. Saussure membagi sistem penandaan menjadi dua bagian, yaitu signifiant (penanda, bentuk) dan signifie (petanda, makna). Hubungan antara penanda dan petanda merupakan hubungan langsung, yaitu penanda secara langsung menandai petanda. Bidang penanda untuk menjelaskan bentuk atau ekspresi, sedangkan bidang petanda menjelaskan konsep atau isi. Prinsip Saussure ini menekankan bahwa semiotika sangat menyandarkan dirinya pada aturan atau kode sosial yang berlaku dalam masyarakat, sehingga tanda dapat dipahami maknanya secara kolektif.

Selain itu, aliran strukturalisme pun menekankan pentingnya analisis sinkronik untuk menjelaskan relasi dan sistem tanda yang diteliti. Saussure pun menghubungkan konsep sinkronik tersebut dengan “waktu” aspek diakronik. Diakronik mengaindaikan kausalitas sebuah keterhubungan. Akan tetapi, konsep diakronis diberi perhatian lebih banyak justru oleh para pengikutnya yang melihat

(24)

10

strukturalisme terlalu kering jika tertuju pada aspek sinkronis (Christomy, 2004:112). Semiologie Barthes mengisi kekeringan itu.

Dalam ilmu sastra, terdapat cukup banyak pakar yang merumuskan teori dan metode semiotika. Yang paling dikenal antara lain Ferdinand de Saussure (1857-1913), Charles Sandres Peirce (1839-1914), Rolland Barthes (1915-1980), dan A. Teeuw (1921-2012).

Secara metodologis, Rolland Barthes (1983: 115) menyumbangkan sebuah skema hubungan tanda antara penanda, konsep, dan petanda yang lebih mudah diterapkan. Bagi Barthes, tidak ada hubungan tetap, pasti, dan natural antara tanda dan petanda. Perspektif pembaca secara bebas dapat menentukan model dan makna bacaannya.

Kajian terhadap teks-teks sastra tidak pernah terlepas dari persoalan penafsiran tanda-tanda. Karena itulah semiotika atau ilmu tentang tanda-tanda menjadi sebuah pendekatan teoretis yang tetap penting bahkan sangat dominan digunakan, terutama karena Ilmu Sastra merupakan sebuah ilmu yang berkaitan dengan penafsiran tanda-tanda.

1. Signifer (Penanda) 2. Signified (Petanda) 3. Denotative Sign (Tanda Denotatif) 4. Connotatite Signifier (Penanda Konotatif) 5. Connotative Signified (Petanda Konotatif) 6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)

(25)

11

Dalam penilaian John Lechte (2001), buku yang berjudul Sarrasine ditulis Barthes sebagai upaya untuk mengeksplisit kode-kode narasi yang berlaku dalam suatu naskah realis. Barthes berpendapat bahwa Sarrasine ini terangkai dalam kode rasionalisasi, suatu proses yang mirip dengan yang terlihat dalam retorika tentang tanda mode. Lima kode yang ditinjau Barthes yaitu: Kode hermeneutik atau kode teka-teki, berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode semik (makna konotatif), banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Kode simbolik, merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural. Kode proaretik (logika tindakan), perlengkapan utama teks yang dibaca orang, artinya semua teks bersifat naratif. Kode gnomik atau kode kultural, yang membangkitkan suatu badan pengetahuan tertentu. Kode ini merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan kondifikasi oleh budaya.

6.3 Makna Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes mengembangkan sebuah model relasi antara apa yang disebutnya sistem, yaitu perbendaharan tanda (kata, visual, gambar, benda) dan sintagma, yaitu cara pengkombinasian tanda berdasarkan aturan main tertentu. Ia merumuskan sistem penandaan terdiri dari dua lapis, tiga lapis, dan seterusnya, karena ia percaya masing-masing tanda memiliki berapa kemungkinan makna atau hubungan antara eskpresi dan isi terjadi pada manusia lebih dari satu tahap. Berdasarkan sistem itu, dikembangkanlah dua tingkatan pertandaan (stagerred

(26)

12

system), yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu denotasi dan konotasi.

Hubungan yang ditunjukkan jenis tataran kedua yaitu hasil penandaan pada tahap yang pertama yang menghasilkan makna denotatif (denotative meaning) akan secara langsung terjadi penanda-penanda yang berhubungan pula dengan petanda-petanda pada tataran kedua. Pada hasil tataran signifikasi lapis kedua, Barthes (2007:85) menyebutnya makna konotatif (connotative meaning). Pada tataran selanjutnya ia menyebut dengan istilah mitos (myth).

Bagi Barthes, ada dua tingkatan tanda, yakni denotasi (makna yang merujuk pada tanda) sebagai makna tingkat pertama, yang kemudian menjadi penanda pada tingkatan kedua yang disebut konotasi. Konotasi melibatkan pengetahuan dan perasaan penafsir (mitos dan ideologi). Barthes menegaskan bahwa penggunaan konotasi dalam teks merupakan penciptaan mitos. Berioperasinya ideologi teks dapat dijelaskan melalui asosiasi yang melekat dalam bahasa konotatif. Hal ini memungkinkan pembaca memaknai bahasa metafora yang maknanya hanya dapat dipahami pada tataran konotatif (Ratna, 2015).

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data penelitiannya adalah objek penelitian, jenis data penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.

(27)

13 7.1 Objek Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua objek penelitian, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan, sedangkan objek formal merupakan sudut pandang yang ditujukan pada bahan penelitian (Ratna, 2015). Objek material penelitian ini adalah novel Saman yang diterbitkan oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), cetakan pertama tahun 2016. Sementara itu, objek formal penelitian ini adalah semiotika Barthes dalam novel Saman Ayu Utami.

7.2 Jenis Data Penelitian

Teknik Analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh diidentifikasi dan diklarifikasikan sesuai dengan kategori yang telah ditentukan. Kemudian data ditafsirkan maknanya dengan menghubungkan antara data dan teks tempat data berada. Selain menyimpulkan data-data yang telah dipilah-pilah tersebut kemudian dibuat deskripsinya sesuai dengan kajian penelitian Max Weber (melalui Ratna, 2015 hal 46-47).

Data penelitian berupa pembacaan tanda dan petanda. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam langkah selanjutnya, yaitu menemukan kode-kode semiotik. Kemudian kode-kode semiotik di setiap leksia tersebut dianalisis dan diberi penyimpulan. Penyimpulan tersebut berupa makna yang terkandung dalam novel Saman.

(28)

14 7.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode simak dengan teknik baca dan catat. Istilah menyimak tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis. Digunakan metode simak karena merupakan penyimakan penggunaan bahasa.

Pengumpulan data menggunakan teknik baca karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan membaca penggunaan tuturan. Teknik catat dilakukan untuk mencatat dan mengklasifikasikan unsur-unsur yang telah tercatat dalam kertas data. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan data.

7.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis isi pada penelitian ini dilakukan dengan cara membahas dan mengkaji novel untuk membeda dan memaparkan semiotik Barthes yang terkandung dalam novel Saman sehingga dapat diketahui serta disimpulkan isi kandungan semiotik Barthes dalam novel Saman Ayu Utami.

1.8 Sistematika Penyajian

Penulisan penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab I pendahuluan. Bab pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penelitian. Latar belakang menguraikan alasan

(29)

15

mengapa penulis melakukan penelitian ini. Rumusan masalah menjelaskan masalah-masalah yang ditemukan dalam penelitian ini. Tujuan penelitian mendeskripsikan tujuan diadakan penelitian ini. Manfaat penelitian memaparkan manfaat yang bisa diambil dari hasil penelitian ini. Tinjauan pustaka mengemukakan pustaka yang pernah membahas tentang semiotika Roland Barthes. Landasan teori menyampaikan teori yang digunakan sebagai landasan penelitian. Metode penelitian berisi tentang jenis penelitian, objek penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab II berisi tentang pembahasan analisis makna denotasi dan konotasi dalam novel Saman. Bab III berisi tentang pembahasan pembacaan lima kode dalam novel Saman. Bab IV adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan hasil analisis data dan saran untuk peneliti selanjutnya terhadap hal-hal yang belum dikaji dalam peneltian ini.

(30)

16 BAB II

ANALISIS MAKNA DENOTASI DAN KONOTASI PADA PERSELINGKUHAN DAN SEKS DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI

2.1 Pengantar

Makna adalah hubungan sosial (yang konkret) yang dibangun oleh sinyal didalam tindakan semik, dan hubungan sosial, di satu pihak, menghadirkan pengirim, penerima, dan lingkungan mereka (yaitu, semua faktor non-linguistik), dan pihak lain, hubungan sosial itu menghadirkan pelbagai hubungan yang ada di antara unit linguistik itu sendiri yang muncul dalam perkataan, karena unit-unit itu memang ada dan masing-masing beroposisi dengan beberapa unit lain sistemnya, yang tidak muncul dalam perkataan. (Prieto melalui Jeanne Martinet, 2010:76).

Bahasa merupakan suatu sistem pembacaan semiotik tanda yang membuat signifier (penanda) dan signified (petanda). Biasanya beberapa tanda denotasi dapat dikelompokan bersama untuk membentuk suatu konotasi tunggal. (Barthes, 2007:82)

Pemaparan Barthes di atas merupakan hal yang akan dibahas pada bab ini. Penelitian ini akan memfokuskan makna denotatif dan makna konotatif terhadap permasalahan perselingkuhan dan seks pada novel Saman karya Ayu Utami.

(31)

17 2.2 Analisis Makna Denotatif

Menurut Barthes, pada tingkat denotasi, bahasa menghadirkan konvensi kode-kode sosial yang bersifat eksplisit, yakni kode-kode-kode-kode penanda dan petandanya. Barthes (melalui Piliang, 2012:159).

2.2.1 Pastor-Saman

Saman atau Athanasius Wisanggeni adalah seorang pastor yang mengabdikan dirinya di gereja, sehingga bisa dikatakan kalau Saman adalah orang yang religius. Memakai jubah putih bagi pastor dalam Saman digambarkan adalah pendeta yang memimpin kegiatan gereja bagi umat Kristen yang mencirikan bahwa pastor tersebut beragama Katolik ini terlihat dalam kalimat berikut.

Terang lain menerobos lewat fragmen kaca patri yang berjajar sepanjang dinding gereja. Bayangan-bayangan pun jatuh, memanjang ke tujuh penjuru dari kaki pilar-pilar paling kecil dating dari lilin-lilin yang dinyalakan koster sebelum misa pentahbisan dimulai. Tiga pemuda itu jubah putih, lumen de lumine, dan Bapa Uskup dengan mitra keemasan memanggil nama mereka satu per satu. (Utami, 2018: 41).

Dalam kalimat di atas memaparkan tiga pemuda yang mengenakan jubah putih untuk melaksanakan kaul kekal. Dari kalimat di atas yang menjadi penanda denotasi adalah pastor yang mengenakan jubah putih. Selanjutnya tanda denotasi yang didapatkan menyiratkan bahwa adanya ciri-ciri dari pastor katolik yaitu adanya penggunaan jubah putih.

(32)

18

Dari kalimat di atas yang menjadi penanda denotasi adalah nama Wisanggeni yang berasal dari Jawa.

Sesungguhnya persoalan itulah yang ingin dibicarakan Wisanggeni. Dengan hati-hati ia ungkapkan keinginannya. Ia berharap ditugaskan di Perabumulih. Kenapa, tanya yang senior. Saya lulusan institut pertanian, jawabnya. Saya kira banyak yang bisa saya kerjakan di daerah perkebunan. Tetapi, kalau begitu Anda cocok ditugaskan di Siberut, pulau kecil di mana Gereja Katolik punya akar cukup besar di antara penduduk pedalaman yang nomaden, yang mayoritas hidup dari mengumpul panen alam tanpa bertani. Wis mencoba bertahan. (Utami, 2018:43).

Dari kalimat di atas yang menjadi penanda denotasi adalah Saman berikeinginan untuk ditugaskan di desa tempat masa kecilnya dulu pernah mengalami suatu kejadian perjalanan aneh yang tidak pernah ia ceritakan kepada siapa pun.

2.2.2 Perselingkuhan 2.2.2.1 Yasmin

Yasmin adalah seorang wanita Manado yang sudah menikah dengan Lukas orang Jawa. Meskipun status Yasmin sudah menikah, ia menjalin hubungan dan berselingkuh dengan Saman seorang Romo.

Yasmin Monika orang Manado, tetapi ia setuju untuk menikah dengan adat yang rumit. Ia juga rela mencuci kaki Lukas sebagai tanda sembah bakti istri pada suami, yang tak ada pada upacara ala Manado (Utami, 2018:155).

Makna denotasi Yasmin adalah ia berselingkuh dengan Saman tanpa sepengetahuan suaminya Lukas.

(33)

19 2.2.2.2 Sihar

Sihar yang berusia 35 tahun bekerja sebagai “Company man” di sebuah Rig adalah laki-laki yang mempunyai istri janda beranak satu.

Seorang laki-laki seperti dia mestinya menikah dengan perawan yang manis, tetapi dia mengawini seorang janda dan beranak satu. Anak perempuan (Utami, 2018:26).

Sihar yang sudah mempunyai istri dan anak juga menjalin hubungan dengan Laila, wanita yang bekerja sebagai fotografer.

Hubungan kami tentu bukan hal yang indah bagi orang-orang terdekat kami. Istri dan anaknya. (Utami, 2018:27).

Makna denotasi dari Sihar adalah ia bekerja di perusahan dan memiliki istri yang janda dan beranak satu tetapi ia juga memiliki kekasih selingkuhan yang bernama Laila.

2.2.2.3 Laila

Laila adalah seorang wanita yang belum menikah dan ia bekerja sebagai fotografer. Dalam kehidupan percintaannya dulu ia pernah mengagumi dan jatuh hati pada teman masa lalu nya bernama Saman. Karena Saman pergi dan tidak ada kabar, saat ini Laila menemukan kembali laki-laki yang bisa menarik hatinya, laki-laki itu bernama Sihar salah satu pekerja di Rig.

Barangkali hampir sepuluh tahun kami tidak bertemu. Ada perasaan geli namun rindu mengingat bahwa saya pernah begitu menyukai dia. Tapi itu sudah lalu. Dan hati saya kini terarah kepada Sihar (Utami, 2018: 25).

Makna denotasi sebagai berikut. Laila jatuh cinta dengan Sihar. Laila seorang wanita yang berusaha bersikap setia kepada kekasihnya Sihar meskipun

(34)

20

sudah mempunyai istri. Sebagai seorang wanita, Laila sadar bahwa keberadaaanya diantara Sihar dan istrinya serta keluarga Laila merupakan suatu hal yang tidak dapat diterima oleh orang-orang terdekatnya.

2.2.3 Perilaku Seks 2.2.3.1 Shakuntala

Shakuntala sebagai wanita yang mempunyai kehidupan sangat bebas. Ia tidak terikat dengan laki-laki karena ia juga berhubungan erat dengan perempuan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

Namaku Shakuntala. Ayah dan kakak perempuanku menyebutku Sundal. Sebab aku telah tidur dengan beberapa lelaki dan beberapa perempuan. Meski tidak menarik bayaran. Kakak dan ayahku tidak menghormatiku. Sebab bagiku adalah hidup adalah menari dan menari pertama-tama adalah tubuh. Seperti Tuhan baru meniupkan nafas pada hari keempatpuluh setelah sel telur dan sperma menjadi gumpalan dalam Rahim, maka roh berhutang kepada tubuh. Tubuhku menari. Sebab menari adalah eskplorasi yang tak habis-habis dengan kulit dan tulang-tulangku, yang dengannya aku rasakan perih, ngilu, gigil, juga nyaman dan kelak ajal. Tubuhku menari. Ia menuruti bukan nafu melainkan gairah. Yang sublime. Libidinal Libirin. (Utami, 2018: )

Makna denotasi sebagai berikut. Shakuntala adalah seorang yang biseksual. Disebut biseksual karena ia telah melakukan hubungan seksual dengan laki-laki dan juga melakukan hubungan seksual dengan perempuan. Hasrat seks dapat ia dapatkan ketika ia berhubungan seks dengan lawan jenis tetapi juga kepada sesama jenis. Ia tidak mempunyai kepastian dalam objek seksualnya, hal tersebut adalah suatu penyimpangan seksual yang terbalik dalam dua arah karena tidak ada kepastian pada objek seksual yang ia lakukan.

(35)

21 2.2.3.2 Upi

Upi adalah seorang gadis yang mempunyai keterbelakangan mental dan ia juga bisa disebut perempuan gila. Upi dalam keterebelakangan mentalnya mempunyai birahi seks yang tinggi. Ia sering mencari kepuasan seks dengan objek seksual yang tidak lazim. Dalam memaksakan gairah seksualnya dengan benda-benda seperti yang dilakukannya ketika ia menggosokkan keselangkangannya pada pohon-pohon.

Semula, ketika orang-orang menyadap karet, dia malah suka merancap dengan pohon-pohon itu, menggosokan selangkangannya, untungnya tanpa membuka celana (Utami, 2018:73).

Dia biasa berkeliaran dijalan-jalan dan menggosokkan selangkangannya pada benda-benda tonggak, pagar, sudut tembok, -seperti binatang yang merancap. Tentu saja beberapa laki-laki penuh iseng memanfaatkan tubuhnya. Konon anak perempuan itu juga menikmatinya juga. Konon anak perempuan ini selalu saja kembali kekota ini untuk mencari laki-laki atau tiang listrik. Dia selalu mendapatkan keduanya: tiang listrik yang pasif dan laki-laki yang agresif (Utami, 2019:69-70).

Makna denotasi sebagai berikut. Upi mempunyai keterbelakangan mental mempunyai gairah seksual yang sama dengan manusia normal. Tetapi, untuk melempiaskan seksualnya ia tidak mempunyai objek seksual pada umumnya. Sehingga melempiaskan gairah seksualnya dengan benda-benda tidak wajar dan binatang-binatang juga sebagai objek seksual agar ia mendapat kepuasan seksualnya.

(36)

22 2.2.3.3 Cok

Cok adalah seorang wanita yang seperti juga ketiga sahabatnya. Ia merupakan perempuan periang dan memandang hidup ringan, kurang serius dan tidak mudah marah. Ia tidak dapat lepas seratus persen dari bentuk pergaulan kota besar yang selama masa remajanya menjadi lingkungan tempat ia tumbuh dan berkembang. Cok tidak ingin masuk dalam sebuah pergaulan yang mengingat dan mengatur dirinya. Ia berpandangan bahwa kebebasan dalam bergaul adalah suatu yang mutlak bagi dirinya, sehingga akibatnya Cok pun sering berganti-ganti pasangan dalam kehidupan cintanya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan pernyataan Cok di bawah ini.

Cok, temanku berdada montok. Dia periang dan ringan hati. Berada bersamanya, orang akan merasa hidup ini enteng dan tak ada yang terlalu perlu direnungkan dengan dalam atau serius. (Utami, 2018: 149).

Cok digambarkan perempuan yang sangat bebas dalam hal seksualitas perempuan. Cok digambarkan sebagai perempuan yang dengan sadar dan suka melakukan hubungan seks dengan pacar-pacarnya.

Cok sudah lima kali delapan kali pacaran, dan ia masih belum puas juga. (Utami, 2018: 150).

Makna denotasi dari Cok adalah perilakuan seks yang bebas dimana Cok bisa tidur dan berhubungan dengan banyak laki-laki.

(37)

23 2.3.Analisis Makna Konotatif

Makna konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai kebudayaan. (Barthes melalui Wajhuwibowo, 2018: 22).

2.3.1 Pastor-Saman

Wisanggeni atau Saman merupakan tokoh paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai jadian. Setelah Saman sudah menjadi seorang Romo dan sudah mengikrarkan janji kepada Tuhan dan gereja.

Juga namanya; Athansius Wisanggeni.” (Utami, 2018:41).

Dari kalimat di atas pembacaan konotasi sebagai berikut. Nama Wisanggeni berasal dari Wisa dan geni. Wisa artinya bisa dan geni artinya api. Nama Wisanggeni terdapat dalam wiracarita Mahabrata merupakan sosok manusia edan yang berbicara kebenaran tanpa perduli siapa yang dihadapi. Nama ini merupakan perlambangan dari sosok Wisanggeni yang edan dalam artian berbicara kebenaran (Fatih. 2010).

Ia telah melanggar perjanjian yang telah ia ikrarkan, tanpa sepengetahuan siapa pun, Saman menjalin hubungan dengan Yasmin yang sudah mempunyai suami. Mereka saling mencintai dan ia juga melakukan hubungan seksual dengan Yasmin di luar pernikahan, padahal perbuatan yang telah dilakukan oleh Saman dan Yasmin adalah suatu hubungan yang tidak seharusnya mereka lakukan. Larangan tidak menikah dan tidak melakukan hubungan seksual adalah salah satu

(38)

24

peraturan yang sudah ditetapkan dalam suatu himpunan para Romo, hal tersebut dilakukan supaya menjadi pedoman bagi mereka yang terpanggil untuk menjadi seorang Romo.

Aku mencintai kamu. Aku mencintai kamu. Aku tak ingin kamu dihukum (Utami, 2018;188).

Seiring berjalannya waktu, kisah percintaan mereka terjalin begitu dekat. Yasmin yang sudah mempunyai suami bersikap masa bodoh dan tidak perduli. Saman tidak berpikir tentang jati dirinya yang pada kenyataannya adalah seorang Romo. Bahkan ia juga telah semakin jauh menjalin hubungan dengan Yasmin tanpa menghiraukan Lukas suami Yasmin, dan ia pun tanpa memikirkan tentang status pernikahan di antara mereka.

JAKARTA, 13 MEI 1994 Saman,

Forgive me. Please. Setelah kamu keluar dari diosesan, setelah kamu mengganti

nama dan mengubah penampilan, setelah seiring kamu meragukan keadilan Tuhan, bahkan keberadaan Tuhan, aku tidak menyangka kalau kamu masih punya keinginan kembail menjadi pastor. Aku tidak tahu bagaimana harus meminta maaf, sampai-sampai dua hari ini aku tak berani membalas suratmu. Aku menyesal sekali. Apakah kamu menganggap aku Hawa yang menggoda Adam? (Utami, 2018:187).

NEW YORK, 14 MEI 1994 Yasmin,

Tahukah kamu bahwa kisah itu telah menginspirasikan keputusan-keputusan yang tidak adil bagi perempuan selam berabad-abad? Kita hidup dalam kegentaran pada seks, tetapi laki-laki tidak mau dipersalahkan sehingga kami melemparkan disa itu kepada perempuan.

Tapi, ya, kamu memang menggoda (Utami, 2018:187). JAKARTA, 15 MEI 1994

Saman,

Apakah aku berdosa? (Utami, 2018:188). NEW YORK, 16 MEI 1994

Yasmin,

Aku tak tahu lagi apakah masih ada dosa. Seks terlalu indah. Barangkali karena itu Tuhan begitu cemburu sehingga ia menyuruh Musa merajam orang-orang

(39)

25

yang berzinah? Tetapi perempuan selalu disesah dengan lebih bergairah. Kemanakah pria yang bersetubuh dengan wanita yang dibawa orang-orang Farisi untuk dilempari batu di luar gerbang Yerusalem. (Utami, 2018:188).

Makna konotasi sebagai berikut. Hubungan yang dilakukan tokoh Saman merupakan penggambaran atas rasa keinginannya merasakan gairah seks di mana hal tersebut tidak menjadi kenyataan.

2.3.1 Perselingkuhan 2.3.1.1 Yasmin

Setelah menikah Yasmin tidak cukup hanya berhubungan dengan satu laki-laki saja. Ia kemudian menjadi perempuan penggoda iman laki-laki seorang pastor yaitu Saman. Dari situlah Yasmin bisa menunjukkan bahwa perempuan juga unggul, tidak lemah dibanding laki-laki.

Namun, tanpa kupahami, akhirnya justru akulah yang menjadi seperti anak kecil: terbenam di dadanya yang kemudian terbuka, seperti bayi yang haus. Tubuh kami berhimpit. Gemetar selesai sebelum mulai, seperti tak sempat mengerti apa yang baru saja terjadi. Tapi ia tak peduli, ia menggandengku ke kamar. Aku tak tahu bagaimana aku akhirnya melakukannya. Ketika usai aku menjadi begitu malu. Namun ada perasaan lega yang luar biasa sehingga aku terlelap. (Utami, 2018: 181)

23 April- Terbangun dengan kacau. Sejak kabur dari paroki, aku tak pernah berpikir betul-betul meninggalkan kaulku. Kini tubuhku penuh pagutan. Tak tahu bagaimana Yasmin tertarik padaku yang kurus dan dekil? Ia begitu cantik dan bersih. Hari itu ia terus membuat badanku tertutul, aku seperti garangan yang ditangkap. Ia menghisap habis tenagaku. (Utami, 2018: 182).

Yasmin yang mengetahui tentang pribadi Saman sebagai seroang Romo, tetapi sikap dan perbuatan Yasmin masa bodoh sampai pada akhirnya ia memurtatkan Saman yang seorang Romo. Hal ini adalah suatu perbuatan yang sangat dilarang oleh agama khususnya agama khatolik.

(40)

26

Aku mencintai kamu. Aku mencintai kamu.Aku tidak ingin kamu dihukum. Tetapi kamu sungguh cantik, seperti dinyanyikan kidung Raja Salomo. (tubuhmu seumpama pohon kurma, dan buah dadamu gugusnya (Utami, 2018:188).

NEW YORK, 11 JUNI 1994 Yasmin,

Aku masturbasi. (Utami, 2018:199). JAKARTA, 12 JUNI 1994

Saman,

Aku terkena aloerotisme. Bersetubuh dengan Lukas tetapi membayangkan kamu. Ia bertanya-tanya, kenapa sekarang aku semakin sering minta agar lampu dimatikan. Sebab yang aku bayangkjan adalah wajah kamu, tubuh kamu (Utami, 2018:199).

JAKARTA, 16 JUNI 1994 Saman,

Orgasme dengan penis bukan sesuatu yang mutlak. Aku selalu orgasme jika membayangkan kamu. Aku orgasme karena keseluruhanmu (Utami, 2018:200). JAKARTA, 20 JUNI 1994

Saman,

Tahukah kamu, malam itu, malam itu yang aku inginkan adalah menjamah tubuhmu, dan menimati wajahmu ketika ejakulasi. Aku ingin dating ke sana. Aku ajari kamu. Aku perkosa kamu (Utami, 2018:200).

NEW YORK,21 JUNI 1994 Yasmin,

Ajarilah aku. Perkosalah aku (Utami, 2018:200).

Makna konotasi sebagai berikut. Yasmin digambarkan sebagai wanita berusaha melakukan penyadaran diri agar tidak ditindas oleh laki-laki. Sikap Yasmin menaklukan Saman lebih merupakan gerakan feminism sosialis, karena menurut mereka, banyak perempuan yang tidak sadar bahwa mereka adalah kelompok yang ditindas oleh sistem patriarki.

2.3.1.2 Sihar

Terkadang Sihar merasa menyesal mengkhianati istrinya dan menjalin hubungan dengan Laila tanpa adanya status pernikahan.

(41)

27

Lalu cinta menjadi sesuatu yang salah. Karena hubungan ini tidak tercangkup dalam konsep yang dinamakan perkawinan. Ia sering merasa berdosa pada istrinya (Utami, 2018:27).

Penyesalan Sihar hanya bersifat sementara saja. Karena, setelah Laila membicarakan tentang hubungan yang terjalin di antara mereka, rasa penyesalan itu sudah tidak ada lagi dalam hatinya. Hubungan perselingkuhan mereka masih saja berlangsung.

Akhirnya ia membawa saya ke sebuah hotel di tepi pantai. Sebab ternyata ia masih mencintai laut. Tanggal 22 April 1995 itu (Utami, 2018:28).

Sihar harus pergi ke Amerika untuk menyelesaikan tugasnya dalam pekerjaan. Mendengar hal tersebut Laila kekasih Sihar tanpa berpikir panjang memutuskan untuk pergi ke New York. Alasanya karena Laila takut harus jauh dengan Sihar.

Suatu hari kira-kira dua bulan sebelum hari ini, saya dengar ia akan ke Amerika. Saya meberanikan diri memutar nomernya.

“Saya baru menelfon”, terdengar suaranya cerah. “Katanya kamu mau ke Amerika.”

“Saya baru mau memberitahu.” “Ngapain kesana?”.

“Seismoclypse mau mengganti peralatan dengan teknologi baru. Saya diminta mempelajari.”

“Aku juga akan ke sana. Aku punya teman di New York” saya memutuskan tiba-tiba. Tak saya fikir, tapi putusan itu bulat (Utami, 2018:29).

Makna konotasi dari hubungan perselingkuhan oleh Sihar digambarkan sebagai hubungan masa kini yang kerap terjadi dimana seorang laki-laki dengan mudah untuk poligami dengan tujuan kesenangan pribadi. Sihar digambarkan memiliki sifat tidak setia dan suka memberi harapan palsu.

(42)

28 2.3.1.3 Laila

Laila selalu menggoda Sihar seorang insinyur muda yang tampan dan cerdas, walaupun Laila tahu kalau Sihar sudah beristri ia tidak perduli, terus saja merayu dan mendekatinya.

Lalu kami berbaring di ranjang, yang tudungnya pun belum disibakkan, sebab kami memang tak hendak tidur siang. Dia katakan, dada saya besar. Saya jawab tidak sepatah kata. Dia katakana, apakah saya siap. Saya jawab, tolong, saya masih perawan. (Adakah cara lain.) Dia katakana, bibir saya indah. Ciumlah. Cium di sini. Saya menjawab tanpa kata-kata. Tapi saya telah berdosa. Meskipun masih perawan. (Utami, 2018:4).

Setelah itu, sayang, kita tertidur dan ketika terbangun, kita begitu bahagia. Sebab ternyata kita tidak berdosa. Meskipun saya tidak perawan lagi. (Utami, 2018: 31). Hubungan Laila dan Sihar terjalin semakin dekat tidak hanya bertemu untuk makan dan minum bersama saja, tetapi Laila dan Sihar juga bertemu disebuah hotel.

Akhrinya ia membawa saya ke sebuah hotel di tepi pantai. Ternyata ia masih mencintai Laut. Tanggal 22 April 1995 (Utami, 2018:27).

Sihar dan Laila sering bertemu dan memadu kasih di tempat yang jauh agar tidak terlihat oleh istri Sihar dan keluarga Laila.

Kami bertemu, makan dan minum, menonton ditempat yang jauh dari istrinya atau keluargaku, lalu ciuman dalam mobil (Utami, 2018:21).

Suatu hari Sihar memutuskan untuk pergi ke Amerika menyelesaikan pekerjaannya di sana. Laila yang mendengar hal itu tanpa berfikir panjang juga berkeinginan untuk pergi ke New York. Hal tersebut dilakukannya karena ia takut bila harus kehilangan Sihar. Di kota New York ini Laila dan Sihar dapat bertemu sesuka hati mereka, dapat memadu kasih satu sama lainnya. Di kota New York ini

(43)

29

Laila dan Sihar telah melakukan hubungan seksual tanpa adanya status pernikahan.

Sihar, umurku sudah tiga puluh. Dan kita di New York beribu-ribu mil dari Jakarta. Tak ada orang tua, tak ada istri, tak ada dosa. Tak perlu ada yang ditangisis bukankah kita saling mencintai? Atau pernah saling mencintai? Apakah Tuhan memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk mencintai ketika mereka kawin? Rasanya tidak (Utami, 2018:30).

Makna konotasi sebagai berikut. Perilaku seks yang di alami Laila digambarkan sebagai lingkungan pergaulan yang begitu besar terkadang lebih mendominasi pemikiran dan tingkah laku. Kuatnya pengaruh tersebut menyebabkan munculnya keinginan untuk berontak dari semua hal yang mengekang.

2.3.2 Perilaku Seks 2.3.2.1 Shakuntala

Shakuntala yang mempunyai kebebasan dalam hidupnya, ia mempunyai pandangan tersendiri tentang suatu pernikahan. Ia tidak menganggap bahwa pernikahan itu penting bahkan, ia tidak perduli dengan pernikahan. Dalam pemikirannya ia biasa saja melakukan hubungan seks bebas tanpa adanya status pernikahan. Ia lebih bebas melakukan hubungan seks dengan laki-laki dan perempuan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

Laila bukanlah aku atau Cok, orang-orang dari jenis yang tak perduli betul pada pernikahan atau neraka, selain berpendapat bahwa keduanya adalah himpunan yang diantaranya ada irisan. (Utami, 2018: 130)

(44)

30

Makna konotasi sebagai berikut. Shakuntala digambarkan sebagai wanita yang mempunyai kehidupan sangat bebas. Ia mempunyai sikap hidup yang jelas. Ia menganggap perbedaan genre antara laki-laki dan perempuan mempunyai derajat yang sama. Apabila laki-laki tidak menghormati perempuan ia pun sebaliknya, sekalipun itu adalah keluarganya, ayah dan kakaknya. Laki-laki berbeda dengan perempuan yang memiliki kewajiban yang sama.

2.3.2.2 Upi

Selain ia memuaskan hasrat seksualnya dengan benda-benda tersebut, ia juga memuaskan gairah seksnya pada binatang-binatang yang ada di sekitarnya. Tidak hanya itu terkadang ia juga menyiksa binatang tersebut tetapi suatu kali ia juga bisa sampai membunuh binatang tersebut.

Lama-kelamaan, ia juga tertarik pada binatang-binatang terutama kambing. Setiap kali ia juga menganiayanya hewan-hewan itu, kadang sampai mati. Karena ia juga memperkosa dan menyiksa ternak tetangga, kami terpaksa memasangnnya (Utami, 2018:73).

Melihat perilaku Upi yang tidak wajar dalam masalah gairah seksualnya, Saman yang melihat kejadian tersebut berinisiatif membuatkan Upi suatu patung yang menyerupai manusia. Upi sangat senang karena ketika ia mulai bergairah dan ingin melempiaskan hasrat seksualnya ia dapat melakukannya dengan sebuah balok yang diukir menyerupai seorang laki-laki.

Patung seadanya itu dipanggulnya ke bilik Upi yang baru, dan ia tegakkan dengan patri semen. „Upi! Kenalkan, ini pacarmu! Namanya Totem. Totem Phallus. Kau boleh masturbasi dengan dia. Dia laki-laki yang baik dan setia” (Utami, 2018: 80).

(45)

31

Makna konotasi sebagai berikut. Dilihat dari tujuan seksual yang dialami Upi sebagai tujuan seskual yang normal. Aktivitas itu bertujuan untuk mengurangi ketegangan seskual dan mematikan hasrat seksual secara temporer (sensasi kepuasan yang biasa disamakan dengan kepuasan mengatasai rasa lapar). Meski demikian, dalam perilaku seksual paling normal sekalipun, ada asapek-aspek tambahan yang biasa dibedakan. 2.3.2.3 Cok

Cok merupakan seorang perempuan yang tidak memperdulikan lembaga perkawinan. Ia merupakan perempuan periang dan memandang hidup dengan ringan, kurang serius dan tidak mudah marah. Ia mudah melupakan cinta dan oleh karenanya suka bergonta-ganti pacar. Hal tersebut dipaparkan sebagai berikut.

Laila bukanlah aku atau Cok, orang-orang dari jenis yang tak peduli betul pada pernikahan atau neraka selain berpendapat bahwa keduanya adalah himpunan dan diantaranya ada irisan. (Utami, 2018: 130).

Makna konotasi sebagai berikut. Cok digambarkan dengan sikap yang liar dan bebas. Hubungan laki-laki dipandang sebagai hubungan yang biasa saja, wajar dan tanpa beban. Ia tak peduli dengan segala norma-norma kehidupan moral. Ia menjalani hidup ini dengan senang hati, penuh perasaan ceria dan dibuat seriang-riangnya.

2.4 Rangkuman

Hasil analisis pada bab makna denotasi dan konotasi dalam perspektif Roland Barthes, ditemukan makna denotasi dan konotasi pada pastor, perselingkuhan, dan seks yang dialami tokoh Saman, Laila, Sihar, Yasmin, Cok, Shakuntala, dan Upi.

(46)

32

Pertama pada pembacaan makna denotasi atau kajian semiotika satu (Heuristik). Saman yang muncul ketika ia telah diangkat menjadi seorang pastor dan ia berkeinginan untuk ditugaskan di desa tempat masa kecilnya mengalami suatu perjalanan aneh yang tidak ia pernah ceritakan kepada siapa pun. Saman ditugaskan sebgai Pastor Paroki Parid yang melayani kota kecil Prabumulih dan Karang Endah wilayah keuskupan Palembang. Selanjutnya Saman mengalami kegelisahan ia melihat kesengsaraan di balik kota-kota maju, tetapi belum pernah ia menyaksikan keterbelakangan yang dialami oleh Upi. Saman mengalami banyak kejadian yang membuatnya menjadi buronan dan kabur ke New York. Sebelumnya Yasmin yang sudah mempunyai suami dapat melakukan hubungan seksual dengan Saman yang bukan suaminya sendiri merupakan penanda bahwa Yasmin mengalami ketidakpuasaan dalam rumah tangganya. Perselingkuhan juga terjadi pada tokoh Laila dan Sihar dimana Sihar sudah mempunyai istri, digambarkan dengan jelas perselingkuhan terjadi antara Laila yang masih gadis dengan pikiran yang polos, dengan Sihar, seorang pria berumur yang sudah memiliki istri. Selanjutnya mengenai kasus pergaulan bebas (seks) yang dijelaskan secara vulgar. Hal ini pun dialami tokoh Shakuntala yang melakukan seks sesama jenis maupun dengan lawan jenis (Biseksual). Baginya perempuan tidak perlu menjaga keperawanan (kesucian), sebab laki-laki juga tidak pernah dituntut untuk menjaga kesucian (keperjakaan). Oleh sebab itu, ia lebih dapat bebas dan tidur dengan laki-laki atau perempuan atas dasar hubungan sejajar. Tidak ada diskriminasi. Soal perkawinan tak penting benar. Ia tak pecaya pada manfaat perkawinan. Selanjutnya tokoh Cok yang kepribadiannya bebas dalam

(47)

33

melakukan hal apapun termasuk hubungan seksual dimana sikapnya yang selalu bergonta-ganti pasangan dan tak pernah memperdulikan lembaga perkawinan, ia tak pernah memperdulikan kehidupan agama. Persoalan agama mengenai dosan dan tidaknya tak pernah dipikirannya karena selalu mengisi dengan kegembiraan dalam kehidupan. Selanjutnya perilaku seksual Upi yang tidak wajar yang memilku perilaku aneh, yang pada dasarnya berasal dari seksualitasnya yang berbeda dengan orang-orang pada umumnya.

Kedua adalah pembacaan makna konotatif tentang penggambaran potret perilaku seksual serta perselingkuhan yang dialami oleh para tokoh, yaitu Saman, Yasmin, Laila, Sihar, Cok, dan Upi. Hubungan seks secara bebas dan dapat dengan siapapun terang-terangan, dan tanpa malu-malu sebab didorong oleh nafsu-nasfu seks yang tidak terintergrasi, tidak berarti bahwa pelaku seksual tersebut tidak “matang/dewasa” atau tidak mengetahui kondisi “wajar” dalam masyarakat. Sebut saja, hubungan perselingkuhan antara Yasmin dan Saman dapat dikategorikan dalam kebebasan seks secara ekstrim dalam iklim “cinta bebas” dan “seks bebas”. Yasmin, Saman, Laila, dan Sihar memilih berhubungan seks tanpa aturan yang dalam hal ini adalah sebuah ikatan sah pernikahan. Selanjutnya Cok dan Shakuntala merupakan penggambaran tentang perilaku seks yang bebas dan tidak ingin terikat dengan lembaga perkawinan karena bagi mereka hidup adalah kebebasan tanpa aturan. Upi adalah sebuah potret tentang keterbelakangan sosok perempuan yang dilihat sebagai sosok telah melihat kesengsaraan di balik kota-kota maju.

(48)

34 BAB III

ANALISIS PEMBACAAN LIMA KODE PADA PERSELINGKUHAN DAN SEKS

3.1 Pengantar

Pada umumnya pengertian kode (code) di dalam strukturalisme dan semiotik menyangkut sistem yang memungkinkan manusia untuk memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda, sebagai sesuatu yang bermakna (scholes, 1982: ix). Dengan kata lain, segala sesuatu yang bermakna tergantung pada kode. Kita bisa memberi makna kepada sesuatu berkat adanya suatu sistem pikiran, suatu kode, yang memungkinkan kita untuk dapat melakukannya. Bahasa-bahasa manusia merupakan contoh yang paling sempurna dari kode yang kita kenal, walaupun ada pula kode-kode yang bersifat sub-linguistik (ekspresi wajah, dan sebagainya) atau supralinguistik (konvensi-konvensi sastra, dan sebagainya). Penafsiran atas tuturan-tuturan yang kompleks melibatkan pemakaian secara tepat sejumlah kode sekaligus. (Budiman, 2011: 34).

Bagi Roland Barthes (1990: 17-18, 19; Hawkes, 1978: 116-118) di dalam teks setidak-tidaknya beroperasi lima kode pokok (five major codes) yang di dalamnya semua penanda tekstual yang dapat dikelompokkan. Setiap atau masing-masing leksia dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari lima kode ini. Kode ini menciptakan sejenis jaringan (network), atau topos yang melaluinya teks dapat “menjadi” (Barthes, 1990: 20). Adapun kode-kode pokok tersebut yang seluruh aspek tekstual yang signifikan dapat dipahami meliputi aspek sintagmatik

(49)

35

dan semantik dan sekaligus, yaitu menyangkut bagaimana bagian-bagiannmya berkaitan satu sama lain dan terhubungkan dengan dunia di luar teks. (Budiman, 2011: 34).

Dalam Bab III akan dibahas mengenai pembacaan lima kode pada pastor, perselingkuhan dan seks. Kelima jenis kode tersebut meliputi kode hermeneutik, kode semik, kode simbolik, kode proaeretik, dan kode kultural.

3.2 Pembacaan Lima Kode menurut Roland Barthes 3.2.1 Kode Heremeneutika Novel Saman Karya Ayu Utami

Sistem kode hermeneutik juga disebut sistem kode teka-teki yang berfungsi mengartikulasikan dengan berbagai cara dialektik pertanyaan-respon, yang di dalam prosesnya jawaban atau kesimpulan (cerita) (Piliang, 2012: 162). Adapun kode hermeneutik yang muncul dalam novel Saman karya Ayu Utami yaitu pastor, perselingkuhan, dan seks. Hal ini terlihat dari kutipan di bawah ini.

Sakramen presbiterat. Tiga lelaki tak berkasut itu lalu telungkap mencium ubin katedral yang dingin. Mereka telah mengucapkan kaulnya. Pada mereka telah dikenakan stola dan kasula. Sejak hari itu, orang-orang memanggil mereka pater. Dan namanya menjadi Pater Wianggeni, atau Romo Wis. (Utami, 2018:42).

Berdasarkan kutipan di atas, nampak dengan kode hermeneutik. Dalam kutipan adanya teka-teki mengenai pastor yang menunjukkan pemberkatan kaul kekal sebelum menjadi pastor.

Saman dengan menjadi Pater hingga menjadi burnonan yang dianggap beraliran kiri demi memeperjuangkan keadilan bagi rakyat khususnya warga transmigran Sei Kumbang. Terlihat pada kutipan di bawah ini.

(50)

36

Wis juga terdiam, kejadian telah begitu ruwet. Siapapun yang memulai, merekalah yang tetap dipersalahkan oleh hukum. Status mereka kini buron. Orang-orang yang membakar Upi, menggagahi istri Anson, merusak rumah kincir, mencabuti pohon-pohon karet muda menjadi tidak relevan untuk dibicarakan hakim. (Utami, 2018: 113).

Berdasarkan kutipan di atas, nampak kode hermeneutik. Dalam kutipan adanya teka-teki mengenai Saman yang berusaha membela warga namun kemudian menjadi buronan. Kutipan di atas diakhiri dengan pernyataan ironi “bahwa itu semua menjadi tidak relevan untuk dibicarakan hakim” dengan makusd bahwa hukum tetaplah berpihak kepada pemilik modal.

Saman menjadi seorang buron karena dianggap sebagai orang yang beraliran kiri yang mengganggu pemerintahan. Seperti kutipan di bawah ini.

Kepala Dinas Penerengan Polda Sumbagsel menyebut-nyebut aktor intelektual di belakang perlawanan warga Sei Kumbang: Ada indikasi bahwa dalang aksi tersebut adalah seorang rohaniawan yang di susupi pandangan-pandangan kiri. (Utami, 2018: 114)

Adapun kode hermeneutik teka-teki mengenai perselingkuhan antara Yasmin dan Sihar. Setelah menikah, Yasmin bersikap bahwa ia tak bisa bersikap hanya dengan satu laki-laku saja. Ia tidak lagi setia kepada satu pasangan saja. Menurutnya, ia dapat memperdaya laki-laki. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.

Kini tubuhku penuh pagutan. Tak tahu bagaimana Yasmin tertarik padaku yang kurus dan dekil? Ia begitu cantik dan bersih. Hari itu ia terus membuat badanku tertutul, aku seperti garangan yang ditangkap. (Utami, 2018: 182). Berdasarkan kutipan di atas, nampak kode hermeneutik. Dalam kutipan adanya teka-teki mengenai perselingkuhan yang menjelaskan bahwa sebenarnya

(51)

37

Yasmin menyukai Saman, dan akhirnya mereka melakukan perbuatan zina yang dilarang oleh Tuhan.

Sihar yang sudah mempunyai istri dan anak tidak merasa segan mengajak Laila untuk bertemu disebuah hotel di tepi pantai.

Akhirnya ia membawa saya ke sebuah hotel di tepi pantai. Sebab ternyata ia masih mencintai laut. Tanggal 22 April 1995 itu. Tetapi itu justru menjadi klimaks pertemuan-pertemuan kami (Utami, 2018: 27)

Berdasarkan kutipan di atas, nampak kode hermeneutik. Dalam kutipan adanya teka-teki mengenai perselingkuhan yang menjelaskan bahwa Sihar berselingkuh dengan Laila. Mereka menjalin hubungan lebih dari seorang teman, keduanya saling menyukai.

Lalu kami berbaring di ranjang, yang tudungnya pun belum disibakan, sebab kami memang tak hendak tidur siang. Dia katakana dada saya besar. Saya jawab tidak sepatah kata. Dia katakana apakah saya siap. Saya jawab, tolong, saya masih perawan. Dia katakan, bibir saya indah. Ciumlah. Cium di sini. Saya menjawab tanpa kata-kata. Tapi saya telah berdosa. Meskipun masih perawan. (Utami, 2018: 4).

Berdasarkan kutipan di atas, nampak kode hermeneutik. Dalam kutipan adanya teka-teki mengenai seks yang menjelaskan bahwa Laila dan Sihar janjian bertemu di New York dan memutuskan untuk pergi ke sebuah hotel. Sebuah penggambaran yang jelas memperlihatkan perzinaan yang tengah terjadi, meskipun hanya sebatas berciuman, apabila bukan dengan mahramnya tentulah menyebabkan dosa yang sangat besar.

Namaku Shakuntala. Ayah dan kakak perempuanku menyebutku Sundal. Sebab aku telah tidur dengan beberapa lelaki dan beberapa perempuan. Meski tidak menarik bayaran. Kakak dan ayahku tidak menghormatiku. Sebab bagiku hidup adalah menari dan menari pertama-tama adalah tubuh.

Referensi

Dokumen terkait

Nakon provedene analize, prihvaća se glavna hipoteza ovog rada, što znači da je moguće ostvariti veći prinos uz veći rizik na hrvatskom tržištu kapitala u

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung antara kecerdasan emosional, adversity quotient terhadap kemampuan pemecahan masalah

belajar yang berbentuk nonformal diluar jam perkuliahan, dimana mahasiswa harus mengikuti kegiatan-kegiatan yang teratur dan berstruktur yang telah diberikan oleh

Bersama dengan Kepala Divisi dan Sekretaris Eksekutif membantu Kepala Pusat dalam menetapkan kebijakan dan arah pengembangan Program Pengembangan Produk Biofarmaka

PENGARUH ROTASI KANTOR AKUNTAN PUBLIK MANDATORY DAN VOLUNTARY TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN UKURAN KAP SEBAGAI PEMODERASI PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI.

DIVISI PENGEMBANGAN PRODUK

2) Hasil Kecenderungan Umum Variabel Y (Kinerja Mengajar Guru) ... Mengubah Data Mentah menjadi Data Baku ... Uji Normalitas Data ... Pengujian Hipotesis Penelitian ... 81.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dini Syamsiah (2014, hlm.102) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Iklim Sekolah Terhadap Kinerja Guru Di Sekolah