• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEPATUHAN POLA DIET GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DI UNIT HEMODIALISA RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KEPATUHAN POLA DIET GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DI UNIT HEMODIALISA RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

i

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Keperawatan STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

DI SUSUN OLEH :

ENDANG WAHYUNI NPM : 3208031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

(2)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

ii

HUBUNGAN KEPATUHAN POLA DIET GAGAL GINJAL KRONIK TERHADAP KUALITAS HIDUP PASIEN DI UNIT HEMODIALISIS RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL SKRIPSI

DiajukanOleh :

ENDANG WAHYUNI NPM: 3208031

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji dan Diterima SebagaiSalah SatuSyarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Tanggal:... Menyetujui :

Penguji,

Wenny Savitri, S.Kep.,Ns.,MNS NIDN : 07-2507-8201

Pembimbing I,

Ns.,Umi Istianah, S.Kep.,M Kep., Sp,KMB NIP :197108071994032002

Pembimbing II,

Ratna Lestari, S.Kep., Ns NIDN: 05-2503-8602 Mengesahkan,

Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan STIKES A. Yani Yogyakarta

Dwi Susanti, S.Kep., Ns NIDN: 05-3005-8401

(3)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

iii

ABSTRACT

Background of Study: End Stage Renal Disease was ranked in the sixth position as

the death causal in all hospital in Indonesia, in 2006 with mortality rate 2521 people (Depkes, 2008). The data according to Depkes DIY in 2007 state that there are 87 new cases of End Stage Renal Disease. In the end stage renal disease, proper nutrition and adequate food will give better quality of life. Preliminary study in the Hemodialysis unit RSUD Panembahan Senopati shows that, 20 patients who run hemodialysis therapy with the diagnosis of end stage renal disease, five of them experienced edema, two patients experienced anorexia, with these data the researcher conclude that there are many patients who do not obey with their diet pattern. So it will make their quality life going decrease, it can be proved by weight loss and weight gain in edema patients.

Objective of Study:This Study aimed to know a corellation between the pursuance

of diet pattern of end stage renal disease with patient life quality in Hemodialisa Unit of RSUD Panembahan Senopati Bantul .

Research Method: This study used analysis descriptive with Cross Sectional design

approach. The sample was taken with Consecutive Sampling. It means that 104 patients of end stage renal disease who are undergoing hemodialysis treatment in RSUD Panembahan Senopati Bantul were involved.

Result: Most of the patients who are undergoing hemodialysis therapy obey in

implementing the diet program of end stage renal disease. Most of patients who are suffering end stage renal disease in hemodialysis unit of Panembahan Senopati Bantul local general hospital have a good quality of life. The pursuance of diet pattern with the quality of life in the patient of end stage renal disease has a Significatn Corellation. It was shown by the result of Kendal Tau p-value 0,000 < 0,05.

Conclusion:There is corellation between the pursuance of diet pattern of end stage

renal disease with the quality of life of patients in hemodialysis unit of RSUD Panembahan Senopati Bantul

Keyword : The pursuance of diet pattern, Quality of life.

1

Student Of Nursing Science of STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

2

Lecturer Of Nursing of POLTEKKES Yogyakarta

3

(4)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

iv

KUALITAS HIDUP PASIEN DI UNIT HEMODIALISIS RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Endang Wahyuni1, Umi Istianah2, Ratna Lestari3

INTISARI

Latar Belakang : Tahun 2006, penyakit gagal ginjal kronik menempati urutan ke

enam penyebab kematian diseluruh rumah sakit di Indonesia, dengan angka

mortalitas sebesar 2521 jiwa (Depkes, 2008). Data Depkes Provinsi DIY tahun 2007

menyatakan, terdapat 87 kasus baru penyakit gagal ginjal kronik. Pada penderita gagal ginjal kronik terapi nutrisi yang tepat dan makanan yang cukup akan memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Studi pendahuluan di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati Bantul dalam satu shift ditemui sebanyak 20 pasien yang menjalankan terapi hemodialisa dengan diagnose gagal ginjal kronik, 5 diantaranya mengalami edema, dua pasien mengalami anorexia, dengan gambaran ini maka peneliti menyimpulkan bahwa masih ada pasien yang tidak mematuhi pola dietnya, sehingga terjadi penurunan kualitas hidup, dibuktikan dengan adanya penurunan berat badan dan peningkatan berat badan pada pasien edema ekstermitas,

Tujuan Penelitian : Mengetahui hubungan kepatuhan pola diet gagal ginjal kronik

dengan kualitas hidup pasien di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul.

Metode Penelitian : Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif analtik dengan

pendekatan cross sectional. Sampel diambil dengan teknik Consecutive Sampling yaitu pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul sebanyak 104 pasien.

Hasil penelitian : Sebagian besar pasien yang menjalani terapi Hemodialisa patuh

dalam melaksanakan program diet gagal ginjal kronik. Sebagian besar pasien yang menderita gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul memiliki kualitas hidup yang baik. Kepatuhan pola diet dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik memiliki hubungan keeratan yang kuat

Hasil uji chi square diperoleh p-value 0,000 < 0,05.

Kesimpulan : Ada hubungan antara kepatuhan pola diet gagal ginjal kronik dengan

kualitas hidup pasien di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul.. Kata kunci : Kualitas Hidup, Kepatuhan Pola Diet

1Mahasiswa PSIK STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. 2Dosen PSIK STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. 3Dosen PSIK STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

(5)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

v

HUBUNGAN KEPATUHAN POLA DIET GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DI UNIT HEMODIALISA RUMAH

SAKIT DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Yang dibuat untuk memenuhi persyaratan menjadi Sarjana Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jendral Achmad Yani Yogyakarta. Sejauh saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi Yang sudah dipublikasikan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan atau instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, Agustus 2012

(6)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Usulan Penelitian yang berjudul “Hubungan Kepatuhan Pola Diet Gagal Ginjal Kronik Terhadap Kualitas Hidup Pasien Di RSUD Panembahan Senopati Bantul”.

Usulan penelitian ini telah dapat diselesaikan, atas bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, dan pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada: 1. dr. Edy Purwoko, Sp.B. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal

Achmad Yani Yogyakarta.

2. Dwi Susanti, S.Kep., Ns. selaku Ketua Prodi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

3. Wenny Savitri, S.Kep., Ns., MNS Selaku Penguji Usulan Penelitian yang telah memberikan masukan, saran yang berguna bagi penulis.

4. Umi Istianah, S. Kep, M.Kep., Sp.KMB selaku Pembimbing I Usulan Penelitian yang telah memberikan bimbingan, saran dan pendapat yang berguna.

5. Ratna Lestari S.Kep., Ns. selaku Pembimbing II Usulan Penelitian yang telah memberikan bimbingan, saran dan pendapat yang berguna.

6. Mujianto, S.kep selaku Kepala Ruang di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati yang telah mengijinkan untuk dilakukan penelitian.

7. Orang tua, kakak, adek, abang dan keluarga semua yang memberikan limpahan cinta, doa serta semangat.

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi tambahan mengenai gambaran kepatuhan pasien gagal ginjal dalam menjalani terapi pola diet dan efek yang yang ditimbulkan akibat pelanggaran diet terhadap kualitas hidup pasien. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari pembaca, untuk kesempurnaan skripsi ini.

Yogyakarta 2012,

(7)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

vii HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii ABSTRACT ... iii INTISARI ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... v

KATA PENGANTAR ... . vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 5 C. Tujuan Penelitian... 6 D. Manfaat Penelitian ... 6 E. Keaslian Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. TINJAUAN TEORI ... 10

1. Kualitas Hidup ... 10

2. Gagal Ginjal Kronik ... 18

3. Hemodialisa... 24

4. Terapi Diet Gagal Ginjal Kronik... 25

5. Kepatuhan ... 30

B. Landasan Teori ... 34

C. Kerangka Teori ... 35

D. Kerangka Konsep ... 36

E. Hipotesis ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Rancangan Penelitian ... 37

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel ... 37

D. Variabel Penelitian ... 39

E. Definisi Operasional... 39

(8)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

viii

G. Validitas Reabilitas ... 45

H. Metode Pengolahan Dan Analisa Data... 47

I. Etika Penelitian ... 50

J. Pelaksanaan Penelitian ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 53

A Hasil Penelitian ... 53

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

2. Gambaran Karateristik Responden ... 54

3. Analisa Univariat ... 56

4. Analisa Bivariat ... 58

B.Pembahasan ... 59

1. Karateristik Responden ... 59

2. Kepatuhan Pola Diet Gagal Ginjal Kronik... 62

3. Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik ... 63

4. Hubungan Kepatuhan Pola Diet Gagal Ginjal Kronik Dengan Kualitas Hidup Pasien ... 68

C. Keterbatasan Penelitian ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A.Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA

(9)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

ix

Tabel 2.2. Stadium Gagal Ginjal ... 21

Tabel 3.1. Definisi Operasional ... 29

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Instrument Kepatuhan Pola Diet ... 34

Tabel 3.3. Kisi-kisi Instrumen Kualitas Hidup Dengan SF-36 ... 41

Tabel 3.4. Formula Untuk Skoring dan Skala Transformasi ... 42

Tabel 3.5. Kisi-Kisi Instrument Kualitas Hidup SF-36 ... 40

Tabel 3.6. Konsep dan Interpretasi SF-36 ... 44

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pasien Gagal Ginjal Kronik ... 55

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pola Diet ... 56

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi SF-36... 57

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Secara Keseluruhan ... 58

(10)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

x

Gambar 2.1 Kerangka Teori………. 35 Gambar 2.2 Kerangka Konsep………. 36

(11)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

xi

Lampiran 3. Surat Permohonan Menjadi Responden Lampiran 4. Lembar Instrumen

Lampiran 5. Konsultasi

Lampiran 6. Surat Izin Penelitian (Validitas) Lampiran 7 Surat Izin Penelitian

Lampiran 8. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Lampiran 9. Skala Karnofski

Lampiran 10. Izin Penggunaan SF-36

Lampiran 11. Kandungan Gizi 100 Per 100 Gram Lampiran 12. Data Pasien

(12)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, peningkatan status ekonomi dan efek samping modernisasi, manusia seperti dibebankan oleh aktifitas yang begitu padat. Hal ini akan mempengaruhi perubahan gaya hidup yang menginginkan kepraktisan, kemudahan dan kecepatan dalam setiap pelayanan (Depkes, 2008). Gaya hidup merupakan faktor internal penting yang mempengaruhi kesehatan, termasuk dalam dimensi kognitif. Gaya hidup merujuk bagaimana seseorang hidup termasuk pilihan tempat dan pola perilaku individu, yang dipengaruhi oleh faktor sosiokultral serta karateristik individu. Faktor ini dapat dikontrol dan berdampak positif atau negatif terhadap kesehatan tergantung pilihan individu (Kozier, 2004 dalam Muharni, 2010). Gaya hidup yang bersifat negatif seperti kurangnya aktifitas bergerak, mengkonsumsi alkohol, pola makan yang buruk serta seringnya mengkonsumsi makanan cepat saji, menyebabkan penumpukan lemak dalam tubuh dan gangguan metabolik seperti penyakit diabetes mellitus (DM) (Alam & Hadibroto, 2008). Penyakit Tidak Menular (PTM), seperti diabetes mellitus merupakan penyebab tersering dari penyakit gagal ginjal kronik, mencapai 30-40 % per tahun kasus di dunia (O’Callaghan, 2009).

Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Peningkatan Penyakit Tidak Menular (PTM) berdampak negatif pada ekonomi dan produktivitas bangsa. Pengobatan Penyakit Tidak Menular (PTM) seringkali memakan waktu lama dan memerlukan biaya besar, beberapa jenis Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyakit kronik atau katastropik yang dapat mengganggu ekonomi penderita dan keluarganya. Dampak Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah terjadinya kecacatan termasuk kecacatan permanen (Depkes RI, 2011). Upaya pemerintah dalam pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) telah dilakukan. Upaya pengendalian resiko Penyakit Tidak Menular (PTM) berupa

(13)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

promosi perilaku bersih dan sehat dan pengaturan makanan beresiko, akan dibuat regulasi antara lain, tentang gula, garam dan lemak dalam makanan yang dijual bebas (Depkes RI, 2011).

Upaya pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) tidak akan berhasil jika hanya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan tanpa dukungan seluruh lapisan masyarakat. Kurangnya kesadaran dari setiap individu semenjak usia dini tentang pentingnya hidup sehat, menjadi kendala pemerintah untuk mengurangi Penyakit Tidak Menular (PTM) (Depkes RI, 2011).

Adanya gambaran usia dari populasi penduduk dan peningkatan prevalensi dari penyakit yang tidak menular, seperti hipertensi dan diabetes mellitus akan menjadi masalah penyebab gagal ginjal, khususnya gagal ginjal kronik. Hal ini menggambarkan bahwa gagal ginjal kronik dapat menjadi masalah kesehatan masyarakat yang semakin berkembang di masa yang akan datang (RisKesDas, 2007). Gagal ginjal kronik tidak hanya menyerang pasien lanjut usia. Seperti yang sering terjadi pada umumnya, data United State Renal Data System (USRDS) menunjukkan tahun 2010 penderita gagal ginjal ginjal kronik tercatat dimulai dari usia 20-44 tahun dan usia 45-64 tahun (Gaber, Atkins, Colalazo-Maldonado, 2011). Indonesia merupakan negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Menurut data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2004, penderita gagal ginjal di Indonesia mencapai 70.000 jiwa telah terdeteksi menderita gagal ginjal kronik tahap terminal, sedangkan yang menjalani terapi hemodialisa sekitar 4000 – 5000 jiwa (Alam & Hadibroto, 2008).

Tahun 2006, penyakit gagal ginjal kronik menempati urutan ke enam penyebab kematian diseluruh rumah sakit di Indonesia, dengan angka mortalitas sebesar 2521 jiwa (Depkes, 2008). Data Depkes Provinsi DIY tahun 2007 menyatakan, terdapat 87 kasus baru penyakit gagal ginjal kronik. Penyakit gagal ginjal kronik menempati urutan ke sembilan daftar kunjungan rumah sakit, penyakit yang disebabkan oleh pola gaya hidup (Depkes DIY 2008).

(14)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit dengan kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai uremia, serta tidak jarang disertai oleh komplikasi. Komplikasi yang sering terjadi adalah anemia, osteodistrofi ginjal dan hiperkalemia (Smeltzer, 2002). Untuk mengatasi keparahan dan komplikasi dari penyakit gagal ginjal kronik, perlu pelaksanaan dan penanganan yang tepat. Terapi penggantian ginjal merupakan suatu penanganan yang paling tepat untuk mengatasi keparahan yang terjadi pada kasus gagal ginjal kronik. Terapi penggantian ginjal yang umum dilakukan di Indonesia adalah terapi hemodialisis. Secara umum terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan seperti, untuk mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien serta memberikan kualitas hidup yang optimal (O’Callaghan, 2009).

Menurut Calman (1984) dalam Cribb (2003), menganggap kualitas hidup dalam potensi perbaikan yang diinginkan individu, dimana perbaikan mengacu kepada intelektual atau peningkatan emosional, serta meningkatkan kenyamanan kapasitas fisik dan ketrampilan individu. Semakin besar perbaikan yang diinginkan semakin rendah kualitas hidup, dan semakin kecil perbaikan yang diinginkan semakin tinggi kualitas hidup yang diperoleh, diwujudkan dengan sajauhmana individu merasa puas dengan dirinya (Cribb, 2003).

Menjadi sakit dan menjalani program pengobatan merupakan pengalaman hidup yang terkait dengan perubahan fisik, emosi dan sosial. Banyaknya perubahan yang terjadi pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa dapat menjadi stressor munculnya gangguan psikologis, seperti kehawatiran terhadap perkawinan, ketakutan akan kematian, kegiatan sosial terganggu, spiritual, waktu untuk bekerja dan interaksi sosial menjadi berkurang sehingga, kecenderungan untuk menarik diri dan fokus pada diri sendiri lebih besar. Ketidakadekuatan pada koping individu sangatlah mempengaruhi kualitas hidup dari penderita gagal ginjal kronik Notoatmojo (2003 Cit Salmiyah, 2009).

(15)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Kualitas hidup yang optimal dapat digambarkan melalui kondisi pasien dengan penyakitnya tetap merasa nyaman secara fisik dan mental (Suhud, 2009). Kesejahteraan dan kenyamanan fisik pada pasien gagal ginjal kronik dapat diperoleh, dari bagaimana pasien patuh dalam menjalankan terapi yang sudah ditetapkan oleh dokter, salah-satunya yaitu, terapi non farmakologi berupa terapi diet pasien gagal ginjal kronik (Kresnawan, 2008).

Pada penderita gagal ginjal kronik terapi nutrisi yang tepat dan makanan yang cukup akan memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Gizi yang kurang merupakan prediktor penting untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisa (Rahardjo, 2009).

Diet gagal ginjal kronik adalah diet yang memerlukan batasan untuk mengkonsumsi semua jenis makanan. Diet yang bersifat membatasi akan mengubah gaya hidup yang dirasakan sebagai gangguan oleh pasien. Pengaturan diet gagal ginjal sangatlah kompleks, ketidakmampuan dalam menahan rasa haus bagi sebagian penderita gagal ginjal kronik, merupakan hal yang paling sering terjadi. Edema pada ekstermitas bawah pada pasien gagal ginjal kronik, merupakan gambaran dari ketidakpatuhan dalam menjalankan terapi diet terutama minuman, sehingga adanya gambaran kondisi seperti ini, pasien dapat dikategorikan sebagai pasien dengan kualitas hidup yang buruk (Smeltzer, 2002).

Faktor ketidakpatuhan untuk melaksanakan terapi diet dipengaruhi oleh tingkat pemahaman pasien tentang instruksi diet, kualitas interaksi antara professional kesehatan dengan pasien, isolasi sosial, dukungan keluarga serta keyakinan sikap dan kepribadian pasien (Niven, 2002). Ketidakpatuhan yang terus diabaikan akan menimbulkan beberapa komplikasi kegawatan pada pasien gagal ginjal kronik seperti hiperkalemia dan edema paru. Adanya komplikasi kegawatan pada pasien gagal ginjal kronik, akan mempengaruhi kinerja aktifitas`pasien dalam kehidupan sehari-hari, dan menyebabkan penurunan fungsi fisik, nyeri pada tubuh, persepsi tentang kesehatan menurun, serta hilangnya tingkat kenyamanan pasien, hal ini digolongkan pada

(16)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

kondisi status kualitas hidup pasien menurun (Suhud, 2009).

Hasil dari Studi pendahuluan tanggal 28 Januari 2012, didapatkan data jumlah kunjungan pasien di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati Bantul. Bulan Juni - Desember (2010) sebesar 2067 kunjungan pasien gagal ginjal kronik dengan rata-rata status pasien JamKesMas. Pada Bulan Januari-Desember tahun 2011, peningkatan terjadi cukup tinggi menjadi 8700 pasien (Unit Instalasi Rekam Medis RSUD Panembahan Senopati, 2012).

Peneliti menemui dalam satu shift sebanyak 20 pasien yang menjalankan terapi hemodialisa dengan diagnosa gagal ginjal kronik, 5 diantaranya mengalami edema, dua pasien mengalami anorexia, dengan gambaran ini maka peneliti menyimpulkan bahwa masih ada pasien yang tidak mematuhi pola dietnya, sehingga terjadi penurunan kualitas hidup, dibuktikan dengan adanya penurunan berat badan dan peningkatan berat badan pada pasien edema ekstermitas, pada beberapa pasien lainnya ditemukan, pasien yang melanggar pola diet namun kualitas hidup pasien masih baik dilihat dari status rekam medis dan kondisi fisik setelah peneliti menemui pasien (berat badan normal, Hb normal, aktifitas sehari-hari dilakukan secara mandiri, tidak adanya keluhan dari ketidaknyamanan).

Berdasarkan kasus seperti diatas bagaimanakah gambaran kualitas hidup pasien jika dikaitkan dengan kepatuhan pola dietnya?.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan penelitian ini adalah “ Adakah hubungan antara kepatuhan pola diet gagal ginjal kronik dengan kualitas hidup pasien di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati Bantul.

(17)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk diketahuinya hubungan pola diet gagal ginjal kronik dengan kualitas hidup pasien di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati bantul.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya kepatuhan pola diet pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul.

b. Diketahuinya kualitas hidup dari pasien yang menderita gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi ilmu keperawatan

Memberikan informasi tambahan bagi pendidikan keperawatan dalam hal meningkatkan asuhan keperawatan tentang diet gagal ginjal kronik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

2. Bagi Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman tambahan tentang kepatuhan pola diet pasien gagal ginjal kronik oleh para tenaga medis

3. Bagi Responden

Sebagai masukan tentang gambaran pola diet gagal ginjal kronik dan memberikan gambaran efek yang ditimbulkan akibat pelanggaran diet.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan data tambahan dalam penelitian keperawatan dan untuk dikembangkan bagi penelitian selanjutnya khususnya dalam ruang lingkup yang sama yaitu pola diet gaal ginjal kronik dan kualitas hidup pasien.

(18)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

E. Keaslian Penelitian

1) Sanchez. (2010) meneliti tentang “Influence of low protein dietetic food

consumption of life and levels of vitamin B and homocysteine in patient with chronic renal failure”. Didapatkan hasil, pasien yang mengkonsumsi diet rendah

protein, mempunyai nilai kualitas hidup yang tinggi dengan nilai (r = 0.34 dan p<0.05) dan pasien yang mengkonsumsi asam folat yang cukup akan mendapatkan nilai kualitas hidup yang baik dengan nilai (p<0.01 dan r =0.44) kemudian pasien yang mengkonsumsi vitamin B6 secara rutin mempunyai nilai

kualitas hidup yang baik dengan nilai (r = 0.34 dan p = 0.05). Kesimpulannya adalah ada hubungan yang signifikan antara konsumsi asam folat, konsumsi diet rendah protein dan konsumsi vitamin B6 dengan kualitas hidup yang baik pada

pasien gagal ginjal kronik. Penelitian ini mengguanakan metode Cross Sectional dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. perbedaan dengan penelitian saat ini yaitu peneliti meneliti tentang kepatuhan diet baik dari makanan maupun minuman, metode pengambilan sampel dengan menggunakan metode Consecutive Sampling dan dengan populasi yang berbeda yaitu 104 pasien tempat dilakukan penelitian berbeda yaitu di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Persamaannya yaitu menggunakan metode Cross Sectional dan alat ukur penelitian menggunakan SF-36, meneliti tentang pola diet pada pasien gagal ginjal khususnya kandungan protein dan vitamin B.

2) Utami, S. (2010) meneliti tentang “ Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam pembatasan diet dan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik Di Ruang Hemodialisa RSUP H. Adam Malik Medan”. Jenis penelitian menggunakan metode Cross Sectional, pemilihan sampel menggunakan purposive

sampling. alat penelitian menggunakan kuesioner tentang faktor-faktor kepatuhan

dilihat dari 5 faktor. Didapatkan hasil, ada pengaruh antara sikap klien, pendidikan kesehatan untuk klien, dukungan keluarga dan pengaruh kulitas interaksi tenaga kesehatan terhadap kepatuhan pembatasan diet dan asupan

(19)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

cairan, dengan masing-masing nilai hasil signifikansi pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan dalam pembatasan diet dan asupan cairan diperoleh angka X2 hitung = 8,286 dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) dan df = 1 sehingga dinyatakan ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan dalam pembatasan diet dan asupan cairan ; pengaruh umur terhadap kepatuhan dalam pembatasan diet dan asupan cairan diperoleh angka X2 hitung = 1,125 dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) dan df = 1 sehingga dinyatakan tidak ada pengaruh antara umur terhadap kepatuhan dalam pembatasan diet dan asupan cairan ; pengaruh sikap terhadap kepatuhan dalam pembatasan diet dan asupan cairan diperoleh angka X2 hitung = 7,731 dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) dan df = 1 sehingga dinyatakan ada pengaruh antara sikap terhadap kepatuhan dalam pembatasan diet dan asupan cairan ; pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan dalam pembatasan diet dan asupan cairan diperoleh angka X2 hitung = 6,013 dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) dan df = 1 sehingga dinyatakan ada pengaruh antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan dalam pembatasan diet dan asupan cairan ; pengaruh kualitas interaksi dengan tenaga kesehatan terhadap kepatuhan dalam pembatasan diet dan asupan cairan diperoleh angka X2 hitung = 6,484 dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) dan df = 1 sehingga dinyatakan ada pengaruh antara kualitas interaksi dengan tenaga kesehatan terhadap kepatuhan dalam pembatasan diet dan asupan cairan dan mayoritas responden mempunyai kepatuhan dalam pembatasan diet dan asupan cairan, Perbedaan dengan penelitian yang saat ini dilakukan yaitu peneliti fokus meneliti tentang pola diet makanan dan minuman pada pasien gagal ginjal kronik, metode pengambilan sampel dengan menggunakan metode Consecutive Sampling dan dengan populasi yang berbeda yaitu 104 pasien, tempat dilakukan penelitian berbeda yaitu di RSUD Panembahan Senopati Bantul, alat yang digunakan untuk penelitian saat ini yaitu kuesioner SF-36 dan persamannya yaitu menggunakan teknik Cross Sectional,

(20)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

meneliti tentang kepatuhan pola diet dan pembatasan cairan, penelitian bersifat retrospektif.

3) Nader. (2012) meneliti tentang “The impact of education on nutrition on the

quality of life in patients on hemodialysis : a comparative study from teaching hospital”. Jenis Penelitian ini menggunakan metode Cross Sectional, dengan

pemilihan sempel menggunakan purposive sampling, pengumpulan data menggunakan kuesioner SF-36, penelitian ini menggunakan 70 sampel pasien dengan gagal ginjal kronik, 35 pasien menjadi kelompok kontrol dan 35 pasien menjadi kelompok yang diberi perlakuan. Didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai( p < 0.05). pada kelompok yang menerima perlakuan (pendidikan diet) tingkat kualitas hidup, kesehatan fisik dan kegiatan kerja lebih baik dan secara statistik dinyatakan signifkan dengan nilai (t = 2,04, df = 34, p = 0,049; t = 2,04, df = 34, p = 0,049; t = 2,28, df = 1,96, p= 0,043). Jadi dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa peningkatan kualitas hidup kesehatan fisik serta kegiatan kerja yang lebih baik dapat dicapai setelah pasien menerima pendidikan tentang dietnya. Fokus permasalahan penelitian di atas berbeda dengan penelitian yang dilakukan saat ini. Tempat dilaksanakan penelitian di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Teknik pengambilan data menggunakan Consecutive sampling. Penelitian saat ini lebih fokus hanya meneliti status nutrisi pasien dipandang dari segi kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi dietnya, metode penelitian menggunakan metode kuantitatif tidak menggunakan kelompok kontrol dan kelompok yang diberi perlakuan, jumlah responden sebanyak 104 sampel, Persamaan dalam Pengumpulan data untuk menilai kualitas hidup dengan menggunakan kuesioner SF.

(21)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati merupakan institusi pelayan kesehatan yang terbesar di Kabupaten Bantul yang berlokasi di Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo. Rumah sakit ini berdiri di atas lahan seluas 2.5 Ha, dengan luas bangunan 11.800 m2 sedangkan jumlah fasilitas tempat tidur sebanyak 254 Tempat tidur.

Pada Tahun 2005 RSUD Panembahan Senopati memulai untuk membuka pelayanan Hemodialisa dengan menggunakan 4 mesin dialiser, dengan jumlah pasien tetap sekitar 32 pasien. Seiring dengan peningkatan penyakit gagal ginjal kronik kebutuhan akan pelayanan Hemodialisa semakin meningkat, sehingga dibuka unit pelayanan baru yang lebih memadai dengan tenaga yang kompeten. Pada tanggal 27 Mei 2010 RSUD Panembahan Senopati meresmikan gedung baru untuk Unit Hemodialisa dengan kapasitas mesin berjumlah 21 dan memiliki beberapa tenaga ahli seperti, dokter spesialis penyakit dalam berjumlah 3 orang, dokter konsultan 1 orang, ahli gizi 2 orang dan perawat 10 orang. RSUD Panembahan Senopati Bantul merupakan rumah sakit yang memiliki angka kunjungan pasien tinggi akibat kejadian hipertensi, dengan adanya peningkatan hipertensi dan penyakit penyerta seperti diabetes melitus akan menjadi pemicu peningkatan penyakit gagal ginjal kronik.

Perawat yang melakukan pelayanan di Unit Hemodialisa 90 % berpendidikan D3 dan 10 % S1. 70 % perawat di Unit Hemodialisa sudah mengikuti pelatihan P3GI (Pendidikan dan Pelatihan Perawat Ginjal Indonesia) demi menunjang pelayanan yang baik dan berstandar tinggi, 30% perawat yang ada di Unit Hemodialisa masih dalam proses pelatihan P3GI yang dilakukan di

(22)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

RSUD Moewardi Solo dan Rumah Sakit Pusat Dr Sardjito Yogyakarta.

RSUD Panembahan Senopati memiliki kebijakan tetap dalam memilih tenaga perawat di Unit Hemodialisa salah satu syarat untuk masuk menjadi perawat Hemodialisa diantaranya yaitu memiliki pengetahuan yang luas tentang penyakit gagal ginjal, rasa kebersamaan yang besar, ramah, rasa empati yang tinggi.

Rasa kebersamaan yang besar dan sifat ramah yang dimiliki oleh dokter dan perawat dapat meningkatkan perasaan berharga dari dalam diri pasien yang menjalankan terapi Hemodialisa. Kebutuhan kualitas hidup yang baik dapat tercapai melalui penghargaan dan fungsi sosial pasien yang baik sehingga akan tercipta hubungan yang baik, kesehatan mental serta kesehatan fisik yang merupakan indikator dari kualitas hidup juga dapat tercipta dengan baik.

Hal ini terwujud pada terbentuknya sebuah organisasi yang di berinama “Manunggaling Roso” yang dikelola oleh pihak Rumah Sakit dan beranggotakan seluruh pasien tetap Hemodialisa. Organisasi ini bergerak dalam forum komunikasi antara dokter, perawat, ahli gizi dan pasien Hemodialisa. Pertemuan rutin setiap 3 bulan sekali ini, diikuti oleh pasien Hemodialisa bertujuan dalam rangka peningkatan kualitas hidup pasien di Unit Hemodialisa. Bentuk kegiatan berupa seminar sarasehan, pengajian rutin dan diskusi tentang kebutuhan para pasien hemodialisa dalam meningkatkan kualitas hidup seperti kebutuhan dukungan keluarga, pola diet yang baik dan manajemen diri untuk pasien gagal ginjal kronik yang baik.

2. Gambaran Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 104 orang penderita gagal ginjal kronik yang sedang menjalani hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul, diperoleh karakteristik responden sebagai berikut

(23)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Tabel 4.1.

Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Gagal Ginjal Kronik

di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul Bulan Juli 2012 Karakteristik Frekuensi Presentase (%) Umur 30-40 tahun 41-50 tahun > 50 tahun 12 26 66 11,5 25,0 63,5 Jumlah 104 100 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 50 54 48,1 51,9 Jumlah 104 100 Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMU PT 7 31 15 34 17 6,7 29,8 14,4 32,7 16,3 Jumlah 104 100 Pekerjaan

Ibu rumah tangga Bertani/buruh Pegawai negeri/pensiunan Pegawai swasta Wiraswasta Lain-lain 37 22 30 6 7 2 35,6 21,2 28,8 5,8 6,7 1,9 Jumlah 104 100 Lama gagal ginjal

< 1 tahun 2-5 tahun > 5 tahun 47 62 5 45,2 50,0 4,8 104 100 Sumber : Data primer, 2012.

Tabel 4.1 menunjukkan sebagian besar pasien gagal ginjal kronik berumur > 50 tahun sebanyak 66 orang (63,5%). Jenis kelamin pasien gagal ginjal kronik sebagian besar perempuan sebanyak 54 orang (51,9%). Pendidikan pasien gagal ginjal kronik sebagian besar SMA sebanyak 34 orang (32,7%). Pekerjaan

(24)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

pasien gagal ginjal kronik sebagian besar adalah ibu rumah tangga sebanyak 37 orang (35,6%). Sebagian besar responden telah mengalami gagal ginjal kronik selama 2-5 tahun sebanyak 62 orang (50%).

3. Analisis Univariat

a. Kepatuhan Pola Diet Pasien Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul

Hasil analisis kepatuhan pola diet pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul

Tabel 4.2.

Distribusi Frekuensi Kepatuhan Pola Diet Pasien Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul Bulan Juli 2012

Kepatuhan Pola Diet Frekuensi Prosentase (%) Patuh Tidak patuh 85 19 81,7 18,3 Jumlah 104 100 Sumber: Data Primer 2012

Tabel 4.2 menunjukkan kepatuhan pola diet pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul sebagian besar adalah patuh sebanyak 85 orang (81,7%).

b. Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul

Hasil pengukuran kualitas pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul disajikan pada tabel berikut:

(25)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Tabel 4.3.

Distribusi frekuensi Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul Bulan Juli 2012

Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik Frekuensi Prosentase (%) Fungsi fisik Baik Buruk 65 39 62,5 37,5 Jumlah 104 100 Nyeri tubuh Baik Buruk 91 13 87,5 12,5 Jumlah 104 100 Kesehatan umum Baik Buruk 80 24 76,9 23,1 Jumlah 104 100 Vitalitas Baik Buruk 93 11 89,4 10,6 Jumlah 104 100 Kesehatan mental secara umum

Baik Buruk 100 4 96,2 3,8 Jumlah 104 100 Fungsi sosial Baik Buruk 83 12 79,8 20,2 Jumlah 104 100 Fungsi peran karena masalah emosi

Baik Buruk 64 40 61,5 38,5 Jumlah 104 100 Fungsi peran karena masalah fisik

Baik Buruk 33 71 31,7 68,3 Jumlah 104 100 Sumber : Data Primer 2012

(26)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Tabel 4.3 menunjukkan pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul memiliki fungsi fisik baik sebanyak 65 orang (62,5%). Nyeri tubuh pasien baik sebanyak 91 orang (87,5%). Kesehatan umum pasien baik sebanyak 80 orang (76,9%). Vitalitas pasien baik sebanyak 93 orang (89,4%). Kesehatan mental secara umum baik sebanyak 100 orang (96,2%). Fungsi sosial pasien baik sebanyak 83 orang (79,8%). Fungsi peran karena masalah emosi baik sebanyak 64 orang (61,5%). Fungsi peran karena masalah fisik buruk sebanyak 71 orang (68,3%).

Tabel 4.4.

Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Secara Keseluruhan di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul Bulan

Juli 2012

Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik Frekuensi Presentase (%) Baik Buruk 90 14 86,5 13,5 Jumlah 104 100

Sumber : Data Primer, 2012.

Tabel 4.4 menunjukkan pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul memiliki kualitas hidup baik sebanyak 90 orang (86,5%).

4. Analisis Bivariat

Tabulasi silang dan hasil uji statistik hubungan kepatuhan pola diet pasien gagal ginjal kronik dengan kualitas hidup pasien di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul disajikan pada tabel berikut:

(27)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Tabel 4.5.

Tabulasi silang dan Uji Statistik Hubungan Kepatuhan pola diet pasien gagal ginjal kronik dengan Kualitas Hidup Pasien di Unit Hemodialisa

RSUD Panembahan Senopati Bantul Bulan Juli 2012 Kepatuhan Kualitas hidup pasien Total Τ p-

pola diet Baik Buruk Value

gagal ginjal F % F % F % 0,615 0,000 Patuh 82 78,8 3 2,9 85 81,7

Tidak patuh 8 7,7 11 10,6 19 18,3 Total 90 86,5 14 13,5 104 100 Sumber: Data Primer, 2012.

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui pasien gagal ginjal kronik yang patuh pada pola diet gagal ginjal kualitas hidupnya baik sebanyak 82 orang (78,8%). Sedangkan pasien gagal ginjal kronik yang tidak patuh dalam melaksanakan pola diet gagal ginjal kronik kualitas hidupnya buruk sebanyak 11 orang (10,6%).

Hasil perhitungan statistik menggunakan uji korelasi Kendal tau seperti disajikan pada tabel 4.5, diperoleh P value sebesar 0,000 <  (0,05) sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan pola diet pasien gagal ginjal kronik dengan kualitas hidup pasien Di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul. Koefisien korelasi yang positif sebesar 0,615 menunjukkan keeratan hubungan kuat artinya semakin patuh pasien dalam menjalankan pola diet gagal ginjal kronik maka kualitas hidup yang didapatkan akan semakin baik.

B. Pembahasan 1. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian dari 104 responden menunjukan bahwa sebagian besar pasien gagal ginjal kronik di unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul berumur > 50 tahun sebanyak 66 orang (63,5%). Menurut Avis (2005 dalam Lase 2010) meningkatnya umur dapat mempengaruhi

(28)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

kualitas fisik seseorang sehingga kualitas hidup pasien menurun, usia erat kaitannya dengan prognose dan harapan hidup, pada pasien yang berada pada usia diatas 55 tahun kecenderungan untuk terjadi berbagai komplikasi yang memperberat fungsi ginjal sangat besar bila dibandingakan dengan usia dewasa muda antara 30 sampai 40 tahun. (Lase 2010).

Berbeda halnya dengan keadaan yang ditemui oleh peneliti di lapangan dengan tingkatan usia yang lebih muda pasien ternyata masih ada yang memiliki kualitas hidup yang buruk dibandingkan dengan pasien

berusia diatas 50 tahun, dengan adanya peningkatan usia, kualitas hidup yang baik dan kemampuan fisik yang baik masih bisa didapatkan oleh responden yang berusia diatas 50 tahun, sebab sebagian besar pasien berasal dari masyarakat tradisional yang masih mampu diberdayakan dan berperan aktif dalam masyarakat. Tamher dan Noorkasiani (2009) menyatakan dalam masyarakat tradisional keberadaan pralansia dan lansia masih dihormati dan dihargai, sehingga mereka masih dapat berperan dan berguna bagi masyarakat, tetapi dalam masyarakat industri ada kecenderungan para lansia kurang dihargai sehingga mereka terisolasi dari kehidupan. Tidak adanya pengakuan dari lingkungan sosial dapat menimbulkan hubungan fungsi sosial yang buruk, sehingga kualitas hidup menjadi menurun. (Tabel data usia kurang dari 50 tahun dan kualitas hidup buruk dilampirkan)

Hasil Penelitian untuk jenis kelamin pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul, adalah perempuan sebanyak 54 orang (51,9%). Jenis kelamin sangat mempengaruhi angka harapan hidup. Menurut Schulz-Allen (2002) pada umumnya rata-rata angka harapan hidup telah meningkat yaitu lebih dari 70 tahun untuk laki-laki dan lebih dari 80 tahun untuk wanita. Avis (2005 dalam Lase 2010) menyatakan laki-laki mempunyai kualitas hidup yang rendah dibanding perempuan, dan semakin lama menjalani hemodialisa akan semakin rendah kualitas hidup penderita. Kondisi dilapangan

(29)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

membuktikan, untuk pasien dengan jenis kelamin laki-laki cenderung menyatakan lebih mudah sakit dibandingkan dengan pasien yang berjenis kelamin perempuan yang menyatakan selalu sehat walaupun harus menjalani Hemodialisa.(Tabel data Jenis kelamin laki-laki dengan kualitas hidup buruk dilampirkan)

Hasil penelitian untuk pendidikan pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul sebagaian besar adalah SMA sebanyak 34 orang (32,7%). Menurut Fleck (2008), pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat berkontribusi terhadap kualitas hidup dan kesejahteraan subyektif. Pendidikan akan mengembangkan kemampuan yang membantu individu mengontrol kehidupan mereka sendiri, mendorong dan memungkinkan hidup sehat (Miroswsky, 2003).

Pasien Hemodialisa yang berada di RSUD Panembahan sebagian besar mematuhi pola diet dan memiliki kualitas hidup yang baik, walaupun mereka berada pada tingkat pendidikan yang paling rendah, seperti status pendidikan tidak bersekolah ataupun Sekolah Dasar (SD).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Utami (2010), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam menjalankan pola diet dan peningkatan kualitas hidup tidak hanya dilihat dari tingkat pendidikan saja namun, sikap, dukungan keluarga, serta kualitas interaksi tenaga kesehatan juga akan mempengaruhi kepatuhan pola diet dan peningkatan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik.

Karateristik lain untuk penelitian ini adalah pekerjaan pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul. Sebagaian besar adalah ibu rumah tangga dan masih aktif dilingkungan masyarakat sebanyak 37 orang (35,6%). Matsuo (2003) menyatakan pasien yang melakukan aktivitas memiliki status kesehatan yang lebih baik sehingga kualitas hidup menjadi lebih tinggi. Partisipasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari dapat menghasilkan rasa sehat dan semangat yang tinggi dibuktikan dengan cara mengetahui kemampuan

(30)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

pasien untuk bergerak atau menghasilkan sesuatu karya.

Brooker (2009) menyatakan, pengukuran konseptual dari kualitas hidup dilihat dari kesejahteraan, kualitas kelangsungan hidup dan kemampuan seseorang untuk mandiri dalam melakukan kegitan sehari-hari.

2. Kepatuhan Pola Diet Gagal Ginjal Kronik

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul sebagian besar patuh melaksanakan pola diet gagal ginjal kronik sebanyak 85 orang (81,7%). Menurut Sacket (1976 dalam Niven 2002), kepatuhan adalah sejauhmana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan.

Kepatuhan menurut Feurerstein et al (1986 dalam Niven 2002) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pendidikan, akomodasi, modifikasi faktor lingkungan dan sosial, perubahan model terapi serta meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan pasien.

Kebijakan dalam memilih tenaga perawat yang santun, memiliki rasa solidaritas yang tinggi, serta memiliki ilmu pengetahuan luas merupakan salah-satu upaya rumah sakit untuk meningkatkan interaksi profesional kesehatan dalam rangka membentuk sifat kepatuhan bagi pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul, serta terbentuknya organisasi " manunggaling roso" merupakan program RSUD Panembahan Senopati sebagai dukungan sosial dalam bentuk pemberian diskusi, promosi kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesadaran akan bahaya yang mengancam kesehatan pasien terutama mengenai kebutuhan pasien gagal ginjal kronik khususnya pola diet yang sesuai. Karena sebagian dari pasien memiliki tingkat pendidikan rendah sehingga perlu adanya pelatihan dari dokter atau perawat sebagai dukungan dalam meningkatkan kepatuhan pola diet. Penelitian saat ini membuktikan, bahwa tingkat pendidikan terakhir pasien, bukan hal yang utama untuk memprediksikan apakah pasien patuh atau tidak dalam menjalankan

(31)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

terapi dietnya sebab, dari 50,9 % pasien yang dilatarbelakangi oleh pendidikan rendah dapat mematuhi peraturan pola diet gagal ginjal dengan baik.

Hasil tersebut di dukung oleh penelitian Utami (2010) menyatakan, kepatuhan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalankan terapi diet didapatkan dari faktor dukungan keluarga dan pengaruh kualitas interaksi tenaga kesehatan bukan hanya dilihat dari pendidikan terakhir pasien, sedangkan menurut penelitian Nader (2012) menyatakan, pasien yang sering menerima pendidikan tentang pola dietnya secara terus menerus akan memiliki kepatuhan yang lebih baik dibandingkan dengan yang pasien yang jarang menerima pendidikan.

Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada pasien gagal ginjal kronik setelah memperoleh informasi tentang diagnosis yaitu suatu penjelasan tentang penyebab penyakit dan bagaimana pengobatannya, dapat membantu meningkatkan kepercayaan dari pasien untuk melakukan konsultasi dan selanjutnya membantu meningkatkan kepatuhan.

Banyaknya pasien yang patuh dalam menjalankan pola diet gagal ginjal kronik, dapat mencegah komplikasi kegawatan pada penyakit gagal ginjak kronik, seperti hiperkalemia, osteodistrofi ginjal dan edema paru (Smeltzer, 2002).

3. Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik a. Fungsi fisik

Sebagian besar pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul memiliki fungsi fisik dengan kriteria baik sebanyak 65 orang (62,5%). Fungsi fisik adalah kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas (Baradero, 2005). dalam hal ini berkaitan dengan kemampuan berjalan, menaiki tangga, berpakaian atau mandi, membungkuk, mengangkat, serta gerak badan.

Banyaknya pasien gagal ginjal kronik yang memiliki fungsi fisik baik di RSUD Panembahan Senopati, menunjukan pasien dapat melakukan hampir

(32)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

semua jenis aktivitas fisik tanpa keterbatasan yang disebabkan oleh masalah kesehatan seperti gagal ginjal kronik sehingga, kondisi tersebut bisa menjadi indikator dari keadaan sejahtera (well being) dan peningkatan dari kualitas hidup hasil ini didukung oleh teori Gibney, et al (2009) yang menyatakan, kualitas hidup dapat menjadi istilah yang umum untuk menyatakan status kesehatan, salah satunya yaitu dengan menilai kondisi fungsi fisik. Kualitas hidup merupakan ukuran integratif yang menyatukan antara mortalitas dan morbiditas, keterbatasan fungsional serta keadaan sehat sejahtera (well-being).

b. Nyeri tubuh.

Nyeri tubuh pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul mempunyai katagori baik sebanyak 91 orang (87,5%). Nyeri adalah pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial (Otto, 2005). Banyaknya pasien gagal ginjal kronik di RSUD Panembahan Senopati yang memiliki nilai nyeri tubuh dengan kategori baik, menunjukan tidak ada keterbatasan dan ketidaknyamanan yang disebabkan oleh rasa nyeri sehingga kualitas hidup pasien dikategorikan baik. Hal ini sesuai pernyataan (Cahyono, 2011) menyatakan bahwa suatu keadaan ketidaknyamanan (nyeri atau sakit) yang berat dihubungkan dengan suatu peristiwa yang mengancam keutuhan seseorang, hal ini akan sangat mempengaruhi kualitas hidup, kualitas hidup yang baik akan tercapai jika tidak ditemukannya produk Suffering (penderitaan) atau ketidaknyamanan berupa perasaan nyeri.

c. Kesehatan Umum

Kesehatan umum pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul memiliki kategori baik sebanyak 80 orang (76,9%).Kesehatan umum berdasarkan kajian kuesioner SF-36 (Short form 36) meliputi kesehatan saat ini, prediksi tentang kesehatan yang akan datang dan

(33)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

daya tahan terhadap penyakit. Banyaknya pasien gagal ginjal kronik yang memiliki nilai kesehatan umum baik, menunjukan kepercayaan pasien terhadap kesehatan pribadi sangat baik, hal ini berpengaruh pada nilai peningkatan kualitas hidup pasien. Muctar (2009) mempersepsikan kesehatan umum berkaitan erat dengan produktivitas dan kualitas hidup baik pada level individu maupun komunitas.

d. Vitalitas

Vitalitas pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul mempunyai kategori baik sebanyak 93 orang (89,4%). Vitalitas lebih ditentukan oleh kondisi hormonal dan syaraf otonom, contohnya tingkat kelelahan, rasa capek, dan lesu. Orang yang memiliki tingkat vitalitas yang baik akan menikmati hidupnya dengan penuh semangat dan memiliki berbagai rencana masa depan (Sunaryo, 2004).

Teori ini mendukung penelitian yang dilakukan saat ini, Banyaknya pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul yang memiliki nilai vitalitas dengan kategori baik menunjukan bahwa pasien merasa penuh semangat dan energik.

e. Kesehatan Mental Secara Umum

Kesehatan mental secara umum pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul sebagian besar memiliki kategori baik sebanyak 100 orang (96,2%). Kesehatan mental secara umum adalah tingkat dimana masalah emosional mengganggu pekerjaan atau aktifitas sehari-hari.

Banyaknya pasien gagal ginjal yang memiliki nilai kesehatan mental secara umum, baik. maka, dengan ini dapat disimpulkan bahwa pasien merasa damai, bahagia dan tenang tidak ada gangguan dari tingkat emosional yang mengganggu pekerjaan. Hal ini disebabkan karena pengembangan kesehatan mental seperti sifat menerima diri sendiri, memahami keterbatasan diri,

(34)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

memahami kenyataan bahwa semua tingkah laku ada penyebabnya dan memahami dorongan untuk aktualisasi diri sudah dipunyai dari setiap pasien yang telah menjalalani cuci darah lebih dari 3 bulan.

Pernyataan ini di dukung oleh teori Supratiknya (2007) Kesehatan mental adalah keadaan yang relative tetap, dimana pribadi menunjukan penyesuaian atau mengalami aktualisasi diri dan realisasi diri. Kesehatan mental meliputi kemampuan menahan diri,berperilaku dengan menenggang orang lain,dan sikap bahagia dengan menerima diri seutuhnya.

f. Fungsi Sosial

Fungsi sosial pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul memiliki kategori baik sebanyak 83 orang (79,8%). Fungsi sosial dalam penelitian ini dinilai dari tingkat kesehatan fisik atau masalah emosional yang mengganggu aktifitas sosial yang normal. Banyaknya pasien gagal ginjal kronik yang memiliki nilai fungsi sosial baik menunjukan pasien dapat melakukan aktivitas sosial normal tanpa kendala yang disebabkan masalah emosional dan kesehatan fisik. prinsip dasar dari terbentuknya fungsi sosial yang baik yaitu penguatan positif dari keluarga tentang penyakitnya dan meyakini bahwa penyakit tidak akan menghalangi aktivitas sosial pasien.

Alam dan Hadibroto (2007) menyatakan kegiatan sosial kelompok untuk pasien gagal ginjal akan mempengaruhi peningkatan nilai kesehatan fisik seseorang karena seringkali sesama penderita dapat memahami dan berbagi pengalaman untuk memperkuat semangat hidup.

g. Fungsi Peran Karena Masalah Emosi

Fungsi peran karena masalah emosi pada pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul adalah baik sebanyak 64 orang (61,5%). Fungsi peran karena masalah emosi dinilai dari masalah emosional yang mengganggu aktifitas sosial yang normal. Banyaknya pasien

(35)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

gagal ginjal kronik yang memiliki nilai fungsi peran karena masalah emosi mempunyai kriteria baik, menunjukkan tidak ada masalah dalam bekerja atau aktivitas keseharian sebagai akibat dari masalah emosi.

Memandang masalah emosional atau kejiwaan didapatkan dari keyakinan dan peran individu dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, peneriman dan pengakuan dari lingkungan dan keluarga menjadi penting dalam tatanan peran individu terhadap kondisi emosional atau kejiwaan (Videbeck, 2008).

h. Fungsi Peran Karena Masalah Fisik

Fungsi peran karena masalah fisik pada sebagian besar pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul memiliki kategori buruk sebanyak 71 orang (68,3%). Fungsi peran karena masalah fisik dinilai dari masalah fisik yang mengganggu aktifitas sosial yang normal.

Banyaknya pasien gagal ginjal kronik yang memiliki nilai fungsi peran karena masalah fisik buruk, menunjukkan adanya masalah dalam bekerja atau aktivitas keseharian lainnya sebagai akibat kesehatan fisik. Perubahan yang terjadi seiring dengan penurunan masalah fisik seperti komplikasi yang muncul akibat gagal ginjal kronik membuat peran dari individu berubah, peneliti menemukan adanya peralihan didalam tugas keluarga yang akan mempengaruhi peran individu, misalkan setelah salah-satu anggota keluarga mereka menjalani hemodialisis fungsi pencari nafkah dibebankan kepada anggota keluarga yang lain yang memiliki kedudukan yang sama atau perubahan terjadi pada fungsi ekonomi didalam keluarga setelah adanya masalah fisik. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku keluarga, kelompok dan masyarakat, adanya keterbatasan dalam masalah fisik yang mengganggu aktifitas sosial menjadikan peranan individu

(36)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

menurun di dalam rang lingkup keluarga, kelompok dan masyarakat (Effendy, 2003).

i. Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik

Hasil penelitian menunjukkan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik

di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul sebagian besar adalah baik sebanyak 90 orang (86,5%). Kualitas hidup yang baik dalam penelitian ini diperoleh dari pasien yang berumur diatas 50 tahun, jenis kelamin perempuan, pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA), telah menjalankan terapi hemodialisis selama 2-5 tahun, serta berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Upaya untuk memberdayakan lansia ( > 50 tahun) bertujuan untuk mempertahankan fungsi tubuh tetap sehat sehingga kualitas tetap baik, pada akhirnya usia hidup menjadi lebih panjang dalam keadaan sehat. Kualitas hidup diperoleh dari faktor endogen dan eksogen dan usaha individu, faktor endogen didapatkan dari jenis kelamin, usia dan status gizi, sedangkan eksogen diperoleh dari gaya hidup dan kondisi lingkungan. Jenis kelamin laki-laki lebih cenderung untuk memiliki kualitas hidup lebih rendah sebab paparan emosi dan upaya untuk mengendalikan stress dari laki-laki lebih rendah dibandingkan perempuan, adanya tuntutan sebagai penggiat fungsi ekonomi bagi keluarga yang dibebankan oleh laki-laki akan mengarahkan laki-laki untuk terpapar dengan lingkungan luar dan radikal bebas, asap kendaraan, asap rokok dan radiasi sinar matahari sehingga terjadi penurunan pada tingkat kesehatahan fisik yang akan mempengaruhi kualitas hidup pada jenis kelamin laki-laki(Yuliarti, 2010).

Pendidikan merupakan faktor pendukung dari terbentuknya kualitas hidup, semakin tingginya pendidikan yang diraih dari individu, maka kemampuan yang dimiliki terkait pengetahuan, ketrampilan dan sikap akan semakin baik, adanypendidikan kesehatan yang bertujuan untuk pencegahan komplikasi pada suatu penyakit akan diminati oleh individu-individu yang

(37)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

memiliki sikap dan pengetahuan yang baik (Bastable, 2002).

Peranan perempuan untuk mendapatkan kualitas hidup yang baik di peroleh dari lingkungan disekitar rumah dan mengatur urusan keluarga dirumah, pada individu yang melakukan aktivitas dirumah memiliki status kesehatan lebih baik, partisipasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari dapat menghasilkan rasa sehat dan semangat yang tinggi, tidak adanya peran ganda dalam perempuan akan mempengaruhi tingkat emosi dan koping stress yang lebih baik, sehingga akan diperoleh status kesehatan mental,psikologis dan fisik yang bagus dari perempuan yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. (Irwan, 2009).

Kesehatan mental, tingkat emosi, dan kesehatan fisik erat kaitannya dengan kualitas hidup yang dimiliki oleh individu. Semakin baik kesehatan mental,psikologis, dan kesehatan fisik semakin baik pula kualitas hidup yang didapat dari individu. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan saat ini bahwa, sebagian besar pasien yang memiliki kualitas hidup baik berprofesi sebagai ibu rumah tangga.

Menurut Suhud (2009), kualitas hidup adalah kondisi dimana keadaan pasien dengan penyakit yang dideritanya dapat merasa sehat secara fisik, psikologis, sosial maupun spiritual, serta secara optimal mampu mampu memanfaatkan hidupnya untuk kebahagiaan diri maupun orang lain. Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang baik dipengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi yang sudah diterapkan oleh dokter salah satu diantaaranya yaitu terapi diet pasien gagal ginjal kronik .

4. Hubungan Kepatuhan Pola Diet Gagal Ginjal Dengan Kualitas Hidup Pasien

Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa pasien gagal ginjal yang tidak patuh dalam menjalankan pola dietnya kualitas hidupnya baik, sebanyak 8 orang (7,7%) ini dikarenakan adanya gambaran keinginan pasien untuk patuh, akibat pemahaman yang kurang tentang pentingnya pola diet dan instruksi terlalu

(38)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

kompleks maka sebagian melanggar kepatuhan, namun beberapa pasien mengatakan bahwa mereka rajin melakukan aktivitas dan olahraga ringan setiap hari, memiliki nilai kepercayaan, optimis serta semangat untuk menjalani hidup, hal ini bertujuan agar kualitas hidup mereka baik. Gaya hidup sehat dan bugar melalui kegitan olahraga yang teratur akan sangat membantu diperolehnya kesehatan fisik, mental, dan membantu bangkitnya produktivitas, untuk mewujudkan kualitas dan harapan hidup yang tinggi (Faruf, 2008).

Adapun hasil dari penelitian yang menunjukan adanya pasien yang mematuhi pola diet namum memiliki kualitas hidup yang buruk, hal ini disebabkan karena rasa optimis untuk sembuh tidak ada, dan fikiran negatif akan datangnya kematian, rasa minder, sehingga kehidupan sosial mereka terganggu, hal ini akan mempengaruhi kualitas hidup pasien memburuk. Kualitas Hidup menurut World

Health Organization (WHO) adalah Persepsi individu mengenai diri dalam

kehidupan, dalam konteks kultur, hubungan sosial, dan sistem nilai dimana mereka hidup dan dalam hubungan dengan tujuan harapan standar yang ada (Pangkahila, 2009).

Pasien yang patuh dalam menjalankan pola diet gagal ginjal kronik sebagian besar kualitas hidupnya baik sebanyak 82 orang (78,8%). Pada penderita gagal ginjal kronik terapi nutrisi yang tepat dan makanan yang cukup akan memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Gizi yang kurang merupakan prediktor penting terjadinya kematian pada pasien hemodialisa (Rahardjo, 2009). Diet gagal ginjal kronik adalah diet yang memerlukan batasan untuk mengkonsumsi semua jenis makanan.

Sedangkan pasien gagal ginjal kronik yang tidak patuh dalam menjalankan pola diet gagal ginjal kronik sebagian besar kualitas hidupnya buruk sebanyak 11 orang (10,6%). Diet yang bersifat membatasi akan mengubah gaya hidup yang dirasakan sebagai gangguan oleh pasien. Pengaturan diet gagal ginjal sangatlah kompleks, ketidakmampuan dalam menahan rasa haus bagi sebagian penderita

(39)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

gagal ginjal kronik merupakan hal yang paling sering terjadi. Menurut Smeltzer (2002), ketidakpatuhan dalam menjalankan terapi diet terutama minuman dapat mengakibatkan kegawatan berupa edema pada ekstermitas bawah pada pasien gagal ginjal kronik, sehingga adanya gambaran kondisi seperti ini, pasien dikategorikan sebagai pasien dengan kualitas hidup yang buruk.

Hasil uji Kendals Tau menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan pola diet pasien gagal ginjal kronik dengan kualitas hidup pasien di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan keeratan hubungan kuat.

Hal ini sesuai pernyataan Tim Instalasi Gizi Perjan RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia (2007) yang dikutip Almatsier (2008) bahwa tujuan terapi diet ginjal yang menjalani dialisis adalah menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit serta menjaga agar akumulasi produk metabolisme tidak berlebihan, mencegah atau mengurangi progresivitas gagal ginjal, dengan memperlambat turunnya laju filtrasi glomerolus, mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki status gizi, agar pasien dapat melakukan aktifitas kegiatan sehari-hari secara normal, /hal ini ditujukan guna memenuhi kualitas hidup yang baik untuk pasien gagal ginjal kronik. Hasil penelitian ini sesuai dengan Sanchez (2010) yang menyimpulkan adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi asam folat, konsumsi diet rendah protein dan konsumsi vitamin B dengan kualitas hidup yang baik pada pasien gagal ginjal kronik.

(40)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan yang mengakibatkan hasilnya belum sesuai yang diharapkan. Keterbatasan tersebut meliputi:

1. Kelemahan Dalam Penelitian

Belum dilakukan analisis terhadap faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik, seperti: etiologi gagal ginjal terminal dan status nutrisi. 2. Kesulitan Dalam Penelitian

a. Pada saat akan dilakukan pengambilan data kebanyakan pasien sedang tidur sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk pengambilan data.

b. Kuesioner kepatuhan pola diet yang peneliti buatnbelum menunjukan tentang ukuran atau jumlah diet yang dianjurkan sehingga masih kurang spesifik sehingga belum mampu menggambarkan kepatuhan yang sesuai anjuran dokter.

(41)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan penelitian ini dapat dibuat kesimpulan bahwa ada hubungan antara kepatuhan pola diet gagal ginjal kronik dengan kualitas hidup pasien di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul, sebagian besar pasien yang menjalani terapi Hemodialisis patuh dalam melaksanakan program diet gagal ginjal kronik sebagian besar pasien yang menderita gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul memiliki kualitas hidup yang baik serta, kepatuhan pola diet dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik memiliki hubungan keeratan yang kuat.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini hendaknya digunakan sebagai masukan untuk memberikan informasi tambahan bagi kependidikan keperawatan tentang hubungan kepatuhan pola diet pasien gagal ginjal kronik dengan kualitas hidup pasien.

2. Bagi Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul

Bagi Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul hendaknya memberikan informasi tentang diet yang baik secara rutin kepada pasien

3. Bagi pasien gagal ginjal kronik di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati. Pasien hendaknya mempertahankan dan meningkatkan kepatuhan agar tercipta kualitas hidup yang lebih baik.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti yang akan datang hendaknya menyempurnakan hasil penelitian ini dengan menambahkan kuesioner kepatuhan pola diet secara tepat dengan pemberian jumlah dan ukuran diet yang dianjurkan oleh dokter spesialisasi ginjal.

Referensi

Dokumen terkait

perusahaan yang bersangkutan. 5) Dengan memperoleh kredit dari bank debitur sekaligus akan.. memperoleh manfaat yang lain antara lain fasilitas perbankan

Setelah analisis struktur pada ketiga jenis graf diatas, selanjutnya analisis dilakukan pada graf jembatan yang terbentuk dari (1) graf lingkaran dan lingkaran, (2) graf bintang dan

Tujuan umum: memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan dengan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).. Pembahasan:

Fungsi bangunan merupakan bangunan sebagai wadah pusat pertunjukan kesenian tari Bali, selain untuk mewadahi seniman dan komunitas tari, pusat pertunjukan seni tari Bali

'empat tidur terbuka adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memasang perlengkapan tempat tidur tanpa sprei penutup. 'indakan ini dilakukan ika ada pasien baru dan

Pada tahap ini akan dilakukan penyelesaian secara numerik dari persamaan perpindahan panas pada lapisan tengah pelat menggunakan metode elemen hingga.. Dimulai

mengatur tenaga kerja (SDM) dan mengatur pemberian gaji pekerja. Program studi entreprenurship melakukan inovasi pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan soft

Jenis penelitian ini menurut tujuannya yaitu untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay yaitu faktor ukuran perusahaan, ukuran KAP, opini auditor,