• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI DAFTAR PETA... BAB I. PENDAHULUAN... I.1. Latar belakang... I.2 Maksud dan Tujuan... I.3. Ruang Lingkup...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI DAFTAR PETA... BAB I. PENDAHULUAN... I.1. Latar belakang... I.2 Maksud dan Tujuan... I.3. Ruang Lingkup..."

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA ... KATA PENGANTAR ... BAB I. PENDAHULUAN...

I.1. Latar belakang...

... I.2 Maksud dan Tujuan ... ...

I.3. Ruang Lingkup ... I.4. Dasar Hukum... BAB II. METODOLOGI IKLH... II.1. Kerangka Pemikiran...

...

II.2. Struktur dan Indikator Kualitas Lingkungan Hidup ... 1. Indeks Kualitas Air... 2. Indeks Kualitas Udara ... 3. Indeks Kualitas Tutupan Lahan ... II.3. Sumber dan Kualitas Data... 1. Sumber Data... 2. Jenis Data... 3. Jaminan Kualitas Data... BAB III. ANALISIS DATA... III.1. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Nasional ... III.2. .Tren IKLH...

1. Analisis Indeks Kualitas Udara... 2. Analisis Indeks Kualitas Air...

3. A na lisi s In de ks K ual ita s Tu tu pa n La ha n ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... . III.3. Profil Provinsi.. ... ... ... ...

(3)

... 1. Aceh... 2. Sumatera Utara... 3. Sumatera Barat... 4. iau... 5. Jambi... 6. Sumatera Selatan... 7. Bengkulu... 8. Lampung...

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup i

Halaman iii iv v ix 1 1 2 3 3 5 5 6 7 8 10 15 15 15 16 17 17 26 26 29 33 36 36 39 42 45 48 51 54 57

9. Kepulauan Bangka Belitung... 60

10. Kepulauan Riau ... 63 11. DKI Jakarta ... 66 12. Jawa Barat ... 69 13. Jawa Tengah ... 72 14. DI Yogyakarta ... 75 15. Jawa Timur ... 78

(4)

16. Banten ... 81

17. Bali ... 84

18. Nusa Tenggara Barat ... 87

19. Nusa Tenggara Timur ... 90

20. Kalimantan Barat ... 93 21. Kalimantan Tengah ... 96 22. Kalimantan Selatan ... 99 23. Kalimantan Timur ... 102 24. Sulawesi Utara ... 105 25. Sulawesi Tengah ... 108 26. Sulawesi Selatan ... 111 27. Sulawesi Tenggara ... 114 28. Gorontalo ... 117 29. Sulawesi Barat ... 120 30. Maluku... 123 31. Maluku Utara ... 126 32. Papua Barat ... 129 33. Papua... 132

BAB IV. PENUTUP ... 135 DAFTAR PUSTAKA ... 136 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup L DAFTAR TABEL No Uraian Halaman 1 Kriteria dan Indikator IKLH ... 5

(5)

3 Baku Mutu Udara Berdasarkan WHO ... 9

4 Hasil Penghitungan IKA, IKU, IKTL dan IKLH Tahun 2016 ... 17

5 Persentase Perubahan Nilai IKU, IKA, ITL dan IKLH Tahun

2016 Terhadap Tahun 2015 Pada Setiap Provinsi Berdasarkan

Proporsinya Terhadap Nilai Nasional ... 22

6 Peringkat Nilai IKLH Secara Nasional Tahun 2016 ... 23

7 Kecenderungan Perubahan Nilai IKU, IKA, ITL dan IKLH Tahun

2016 Terhadap Tahun 2015 Pada Setiap Provinsi ... 25

8 Penurunan dan Kenaikan Nilai IKU dari Setiap Provinsi dan

Proporsinya Terhadap IKU Nasional ... 27

9 Distribusi Frekuensi Nilai IKU Tahun 2011 –2016 ... 29

10 Penurunan dan Kenaikan Nilai IKA dari Setiap Provinsi dan

Proporsinya Terhadap IKA Nasional ... 31

11 Distribusi Frekuensi Nilai IKA Tahun 2011 – 2016 ... 32

12 Penurunan dan Kenaikan Nilai IKTL dari Setiap Provinsi dan ... Proporsinya Terhadap IKTL Nasional ... 34

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup iLL

DAFTAR GAMBAR

No. Uraian Halaman

1. Dinamika nilai EVI setiap 16 hari sekali... 13 2. Posisi IKLH Setiap Provinsi Tahun 2016... 19

(6)

Nasional 2016... 24

4. Hubungan Antara Perubahan IKU Terhadap IKL... 28

5. Hubungan Perubahan Nilai IKA dengan IKLH Tahun 2016... 32

6. Hubungan Perubahan Nilai IKTL dengan IKLH Tahun 2016... 35

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup iY DAFTAR PETA No UraianHalaman 1. Aceh a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 37

b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 38

2. Sumatera Utara a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 40

b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 41

3. Sumatera Barat a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 43

b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 44

4. Riau a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 46

b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 47

5. Jambi a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 49

b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 50

(7)

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 52 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 53

7. Bengkulu

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 55 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 56

8. Lampung

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 58 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 59

9. Kepulauan Bangka Belitung

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 61 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 62

10. Kepulauan Riau

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 64 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 65

11. DKI Jakarta

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 67 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 68

12. Jawa Barat

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 70 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 71

13. Jawa Tengah

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 73 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 74

(8)

14.

D.I. Yogyakarta

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 76

b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 77

15. Jawa Timur

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 79

b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 80

16. Banten

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 82

b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 83

17. Bali

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 85

b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 86

18. Nusa Tenggara Barat

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 88

b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 89

19. Nusa Tenggara Timur

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 91

b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 92

20. Kalimantan Barat

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 94

b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 95

21. Kalimantan Tengah

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 97 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 98

22. Kalimantan Selatan

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 100

b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 101

23. Kalimantan Timur

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 103

b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 104

24. Sulawesi Utara

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 106 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 107

(9)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

25. Sulawesi Tengah

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 109 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 110

26. Sulawesi Selatan

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 112 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 113

(10)

27. Sulawesi Tenggara

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 115 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 116

28. Gorontalo

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 118 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 119

29. Sulawesi Barat

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 121 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 122

30. Maluku

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 124 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 125

31. Maluku Utara

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 127 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 128

32. Papua Barat

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 130 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai

... 131

32. Papua

a. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 ... 133 b. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai ... 134

(11)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

Tim Analisis dan Perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2016

1. Sekretaris Jenderal KLHK Pengarah

2. Kepala Pusat Data dan Informasi Penanggung jawab 3. Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Ketua

4. Kepala Subbidang Penyaji Informasi Sekretaris 5. Prof. Dr. Lilik Budi Prasetyo Anggota

6. Dr. Suryo Adi Wibowo Anggota

7. Dr. Liyantono Anggota

8. Ir. Sri Hudyastuti Anggota

9. Drs. Hendra Setiawan Anggota

Tim Sekretariat: 1. Wiyoga, SE

2. Bagus Martiandi, S.Hut

3. Sudarmanto, ST

4. Yulfikar Tahir Zain, S.Hut

5. S. Dombot Sunaryedi, SAP

6. Juarno

(12)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

KATA PENGANTAR

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) 2016 merupakan publikasi ketujuh yang menggambarkan kondisi lingkungan hidup Indonesia. IKLH dapat digunakan untuk mengevaluasi secara umum kualitas lingkungan hidup dan tren pencapai tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. IKLH difokuskan pada media lingkungan air, udara dan tutupan lahan.

Dokumen ini menggambarkan kondisi kualitas air, kualitas udara dan kualitas tutupan lahan pada 33 provinsi yang pengukurannya dilakukan pada tahun 2016. Kualitas air diukur pada 150 sungai prioritas nasional pada 33 provinsi, kualitas udara diukur pada kawasan-kawasan perumahan, transportasi, industri, dan perkantoran pada 268 kabupaten/kota, sedangkan kualitas tutupan lahan dihitung berdasarkan indeks tutupan lahan.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada semua pihak yang berkontribusi terhadap penyusunan dokumen IKLH Tahun 2016

Semoga dokumen IKLH Tahun 2016 bermanfaat bagi yang memerlukan.

Jakarta, 27 Desember 2017

Menteri Lingkungan Hidup dan

Kehutanan,

Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc.

(13)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

(14)
(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) diintrodusir sejak tahun 2009, yang merupakan indeks kinerja pengelolaan lingkungan hidup secara nasional. Konsep ini merupakan konsep Environmental Performance Index (EPI), yang kriterianya

meliputi kualitas air sungai, kualitas udara, dan kualitas tutupan lahan.

Pada IKLH 2009 hingga 2011 dilakukan penyempurnaan dengan melakukan perubahan titik acuan dan metode perhitungan. Sebagai pembanding atau target untuk setiap indikator adalah standar atau ketentuan yang berlaku berdasarkan peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti ketentuan tentang baku mutu air dan baku mutu udara ambien. Selain itu dapat digunakan juga acuan atau referensi universal dalam skala internasional untuk mendapatkan referensi ideal (Benchmark).

Pada tahun 2012 – 2014 dilakukan pengembangan metodologi dengan melakukan pembobotan untuk menghasilkan keseimbangan dinamis antara isu hijau (green issues) dan isu coklat (brown issues).

Isu hijau adalah semua aktivitas pengelolaan lingkungan hidup yang bersumber dari pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Isu coklat adalah aktivitas pengelolan lingkungan hidup yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

Tahun 2016 – 2017 dilakukan penyempurnaan kembali dengan pengembangan metodologi perhitungan IKA. Pada periode ini status mutu air yang digunakan adalah status mutu air kelas I Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Selain itu

(16)

2

dilakukan penyempurnaan metodologi perhitungan IKTL dengan

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

mempertimbangkan aspek konservasi dan aspek rehabilitasi berdasarkan perubahan tutupan lahan/hutan, serta karakteristik wilayah secara spasial.

Indikator/parameter yang dipergunakan:

1. Luas tutupan hutan (Forest cover index) dan perubahan tutupan hutan (Forest performance index)

2. Kondisi tutupan tanah (Soil condition index). Indeks ini terkait dengan parameter C (tutupan lahan) dalam perhitungan erosi dan air limpasan

3. Konservasi sepadan sungai/danau/pantai (Water health index). Kondisi tutupan lahan di kanan kiri sungai (ekosistem riparian)

4. Kondisi habitat (Land habitat index). Tingkat fragmentasi hutan/habitat.

Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 bahwa kebijakan pengelolaan kualitas lingkungan hidup diarahkan pada peningkatan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup yang mencerminkan kondisi kualitas air, udara dan tutupan lahan, yang diperkuat dengan peningkatan kapasitas pengelolaan lingkungan dan penegakan hukum lingkungan.

Adapun strategi yang akan dilakukan yaitu berupa penguatan sistem pemantauan kualitas lingkungan hidup; penguatan mekanisme pemantauan dan sistem informasi lingkungan hidup dan penyempurnaan IKLH.

(17)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 3

IKLH dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara umum atas pencapaian kinerja program perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara nasional. Tujuan IKLH sebagai berikut :

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

1. Sebagai informasi untuk mendukung proses pengambilan keputusan di tingkat Pusat maupun Daerah yang berkaitan dengan bidang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup.

2. Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik tentang pencapaian target

kinerja program perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

3. Sebagai instrumen keberhasilan pemerintah dalam melindungi dan mengelola lingkungan hidup.

I.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup IKLH meliputi analisis indeks kualitas air sungai, kualitas udara ambien, dan kualitas tutupan lahan pada 33 provinsi. Sumber data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Hasil pemantauan kualitas air sungai pada 150 sungai prioritas nasional di 33 provinsi.

2. Hasil pemantauan passive sampler kualitas udara ambien pada 268 kabupaten/kota di 33 Provinsi

3. Hasil analisis tutupan lahan berdasarkan data citra satelit tahun 2014 dan 2015.

(18)

4

1. Pasal 28 H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.

8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air.

9. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara.

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

BAB II METODOLOGI

(19)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 5

II. 1. Kerangka Pemikiran

IKLH sebagai indikator pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia merupakan perpaduan antara konsep IKL dan konsep EPI. IKLH dapat digunakan untuk menilai kinerja program perbaikan kualitas lingkungan hidup. IKLH juga dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam mendukung proses pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Nilai IKLH merupakan indeks kinerja pengelolaan lingkungan hidup secara nasional, yang merupakan generalisasi dari indeks kualitas lingkungan hidup seluruh provinsi di Indonesia.

Kriteria yang digunakan untuk menghitung IKLH adalah : (1) Kualitas Air, yang diukur berdasarkan parameter-parameter TSS, DO, BOD,COD, total fosfat, fecal coli, dan total coliform; (2) Kualitas udara, yang diukur berdasarkan parameterparameter : SO2 dan NO2; dan (3) Kualitas tutupan lahan yang diukur berdasarkan luas tutupan lahan dan dinamika vegetasi.

Tabel 1. Kriteria dan Indikator IKLH

No. Indikator Parameter Bobot Keterangan 1. Kualitas Air TSS 30% Sungai DO BOD

(20)

6 COD Total Fosfat Fecal Coli Total Coliform 2.

Kualitas Udara SO2 30%

NO2

(21)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 7

Rumus yang digunakan untuk IKLH provinsi adalah:

IKLH_Provinsi = (30% x IKA) + (30% x IKU) + (40% x IKTL)

Setelah didapatkan nilai IKLH provinsi, selanjutnya untuk menghitung IKLH Nasional digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan: IKLH_provinsi IKA IKU IKTL

= indeks kualitas lingkungan tingkat provinsi = indeks kualitas air

= indeks kualitas udara

= indeks kualitas tutupan lahan 3. Kualitas Luas Tutupan 40 %

Tutupan Lahan Lahan dan Dinamika Vegetasi

(22)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 8

II.2. Struktur dan Indikator Kualitas Lingkungan Hidup

IKLH tahun 2016 dihitung berdasarkan: (1) data hasil pemantauan kualitas air di 150 sungai prioritas nasional pada 33 provinsi; (2) pemantauan kualitas udara pada kawasan-kawasan transportasi, pemukiman, industri dan komersial pada 150 kabupaten/kota; dan (3) hasil analisis citra satelit tutupan lahan dan dinamika vegetasi tahun 2014 dan 2015.

1. Indeks Kualitas Air

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003, bahwa salah satu metode untuk menentukan indeks kualitas air digunakan metode indeks pencemaran air sungai (PIj).

Indeks pencemaran air dapat digunakan untuk menilai kualitas badan air, dan kesesuaian peruntukan badan air tersebut. Informasi indeks pencemaran juga dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas badan air apabila terjadi penurunan kualitas dikarenakan kehadiran senyawa pencemar.

Indeks pencemaran air dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

PIj adalah Indeks Pencemaran bagi

(23)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 9

Ci/Lij, di mana Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air ke i dan Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air i yang dicantumkan dalam baku mutu peruntukan air j. Dalam hal ini peruntukan yang digunakan adalah klasifikasi baku mutu air kelas I berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82

Tahun 2001.

Nilai PIj > 1 artinya bahwa air sungai tersebut tidak memenuhi baku mutu air kelas I sebagaimana dimaksud PP No. 82 Tahun 2001. Penghitungan Indeks

Kualitas Air (IKA) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Setiap titik pantau pada lokasi dan waktu pemantauan kualitas air sungai dianggap sebagai satu sampel;

2. Hitung indeks pencemaran (PIj) setiap sampel untuk parameter TSS, DO, BOD, COD, Total Phosphat, Fecal Coli dan Total Coliform;

3. Penentuan IKA berdasarkan nilai dari PIj sebagai berikut: a. IKA = 100, untuk PIj≤1,

b. IKA = 80, untuk PIj>1 dan PIj≤4,67 (4,67 adalah nilai PIj dari baku mutu kelas II terhadap kelas I),

c. IKA = 60, untuk PIj>4,67 dan PIj≤6,32 (6,32 adalah nilai PIj dari baku mutu kelas III terhadap kelas I),

d. IKA = 40, untuk PIj>6,32 dan PIj≤6,88 (6,88 adalah nilai PIj dari baku mutu kelas IV terhadap kelas I),

e. IKA = 20, untuk PIj>6,88.

4. Selanjutnya Nilai IKA setiap provinsi dihitung dari rata-rata IKA semua sampel dalam provinsi tersebut.

(24)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 1 0

2. Indeks Kualitas Udara

Pencemaran udara merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh beberapa wilayah perkotaan di dunia dan tidak terkecuali di Indonesia. Kecenderungan penurunan kualitas udara di beberapa kota besar di Indonesia telah terlihat dalam beberapa dekade terakhir yang dibuktikan dengan data hasil pemantauan khususnya partikel (PM10, PM2.5) dan oksidan/ozon (O3) yang semakin meningkat. Selain itu kebutuhan akan transportasi dan energi semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Peningkatan penggunaan transportasi dan konsumsi energi akan meningkatkan pencemaran udara yang akan berdampak pada kesehatan manusia dan lingkungan.

Penyusunan dan penghitungan indeks kualitas udara ditujukan:

1. sebagai pelaporan kualitas udara yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan informasi yang mudah dipahami kepada masyarakat tentang kondisi kualitas udara; dan

2. sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan pengelolaan kualitas udara yang tujuannya melindungi manusia dan ekosistem.

Indeks kualitas udara pada umumnya dihitung berdasarkan lima pencemar utama yaitu oksidan/ozon di permukaan, bahan partikel, karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen dioksida (NO2). Namun pada saat ini

penghitungan indeks kualitas udara menggunakan dua parameter yaitu NO2 dan SO2. Parameter NO2 mewakili emisi dari kendaraan bermotor yang

menggunakan bahan bakar bensin, dan SO2 mewakili emisi dari industri dan kendaraan diesel yang menggunakan bahan bakar solar serta bahan bakar yang mengandung sulfur lainnya.

(25)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 1 1

Parameter NO2 dan SO2, diukur pada empat lokasi pada setiap kabupaten/kota dengan menggunakan metode passive sampler. Lokasi tersebut mewakili area transportasi, industri, perumahan dan komersial atau perkantoran/perdagangan. Penghitungan Indeksnya adalah dengan membandingkan nilai rata-rata tahunan terhadap standar European Union (EU) Directives. Apabila nilai indeks > 1, berarti bahwa kualitas udara tersebut melebihi standar EU. Sebaliknya apabila nilai indeks ≤ 1 artinya kualitas udara memenuhi standar EU.

Tabel 2. Standar Kualitas Udara Berdasarkan EU Directives

Air Quality Index Value

(IEU) EU Standards are exceeded by one pollutant or more >1

EU Standards are fulfilled on average 1

The situation is better than the norms requirements on average <1

Standar kualitas udara EU Directive ini saat ini masih diperhitungkan sebagai dasar penentuan baku mutu oleh World Health Organisation (WHO).

Tabel 3. Baku Mutu Udara Berdasarkan WHO No

1

Pollutant

Target Value/ Limit Value Year average is 40 µg/m3 NO2 2 PM10 Year average is 40 µg/m3

(26)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 1 2

3

PM10 daily

Number of daily averages above 50 µg/m

3 is 35 days 5 6 7 8 Year average is 20 µg/m3 Year average is 20 µg/m3 Year average is 5 µg/m3 - PM2,5 SO2 Benzene CO

Selanjutnya indeks udara model EU (IEU) dikonversikan menjadi Indeks Kualitas Udara (IKU) melalui persamaan sebagai berikut:

Rumus tersebut digunakan dengan asumsi bahwa data kualitas udara yang diukur merupakan data konsentrasi pencemar. Sehingga harus dilakukan konversi ke dalam konsentrasi kualitas udara, dengan melakukan pengurangan dari 100 persen.

3. Indeks Kualitas Tutupan Lahan

Indeks kualitas tutupan lahan (IKTL) merupakan penyempurnaan dari indeks tutupan lahan (ITL) yang digunakan sebelum tahun 2015. Pada metode perhitungan IKLH sebelumnya, terdapat keterbatasan dalam metode perhitungan indikator tutupan lahan sebagai satu-satunya indikator yang mewakili isu hijau. Oleh Karena itu dilakukan penyempurnaan metode perhitungan IKTL yang

(27)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 1 3

mengelaborasikan beberapa parameter kunci yang menggambarkan adanya aspek konservasi, aspek rehabilitasi dan karateristik wilayah secara spasial, namun dapat disajikan secara sederhana dan mudah dipahami. IKTL dihitung dengan menjumlahkan nilai dari lima indeks penyusunan yang telah diberikan bobot. IKTL dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

ITH = Indeks Tutupan Hutan

IPH = Indeks Performance Hutan

IKT = Indeks Kondisi Tutupan Tanah

IKBA = Indeks Konservasi Badan Air

IKH = Indeks Kondisi Habitat

Indeks Tutupan Hutan (ITH)

Tutupan lahan merupakan kenampakan biofisik permukaan bumi. Penghitungan indeks tutupan lahan mengacu pada Klasifikasi Penutup Lahan (SNI 7645-2010). Berdasarkan SNI 7645-2010, penutup lahan didefinisikan sebagai tutupan biofisik pada permukaan bumi yang dapat diamati merupakan suatu hasil pengaturan, aktivitas, dan perlakukan manusia yang dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk melakukan kegiatan produksi, perubahan, ataupun perawatan pada penutupan tersebut.

(28)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 1 4

Penghitungan ITH dilakukan dengan membandingkan antara luas hutan dengan luas wilayah administrasinya. Berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 1999, bahwa setiap provinsi minimal memiliki kawasan hutan sekitar 30 persen dari luas wilayah. Dalam perhitungan ITH ini, diasumsikan bahwa daerah yang ideal memiliki kawasan hutan adalah Provinsi Papua pada tahun 1982 (84,3% dari luas wilayah administrasinya). Asumsi yang digunakan dalam penghitungan ITH, bahwa daerah-daerah yang memiliki kawasan hutan 30 persen dari luas wilayah administrasinya diberi nilai 50. Sedangkan yang nilai ITH tertinggi (100) adalah daerah yang memiliki kawasan 84,3 persen dari luas wilayah administrasinya.

Penghitungan indeks tutupan hutan diawali dengan melakukan penjumlahan luas hutan primer dan hutan sekunder untuk setiap provinsi. Penghitungan indeks tutupan hutan menggunakan rumus:

Keterangan : TH = Tutupan Hutan

LTH = Luas Tutupan Hutan

LWP = Luas Wilayah Provinsi

Kemudian dilakukan konversi persentase yang merupakan perbandingan luas tutupan hutan dengan luas wilayah provinsi melalui persamaan sebagai berikut:

Keterangan :

ITH = Indeks Tutupan Hutan

(29)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 1 5

Indeks Performance Hutan (IPH)

Karakterisasi dinamika temporal vegetasi dalam waktu yang panjang dapat dipergunakan untuk mengamati tren perubahan yang terjadi pada satu kelas penggunaan lahan.

Performance hutan dinilai dari pertumbuhan hutan dengan menggunakan nilai rata-rata Enhanced Vegetation Index (EVI) per tahun. Nilai signifikan perbedaan nilai dua tahun berurutan (threshold change) ditetapkan dengan menggunakan asumsi sebaran normal, sehingga threshold yang digunakan adalah µ ± standard deviasi (SD). Setiap poligon yang terdeteksi sebagai area yang signifikan berubah, baik positif maupun negatif, akan dihitung luasan dan presentase terhadap luas wilayah.

Gambar 1. Dinamika nilai EVI setiap 16 hari sekali (Setiawan, et al. 2014) Indeks Performance Hutan (IPH) untuk setiap provinsi diperoleh dari agregat nilai bobot per luas poligon terhadap luas wilayah total (area-weighted aggregated). Nilai

(30)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 1 6

indeks 50 diberikan pada area di mana tidak terjadi peningkatan dan penurunan

performance hutan pada periode tertentu.

Indeks Kondisi Tutupan Tanah (IKT)

IKT merupakan nilai dari fungsi tutupan lahan atau tanah terhadap konservasi tanah dan air. Indeks ini terkait dengan parameter koefisien tutupan lahan (C) dalam perhitungan erosi tanah atau air limpasan. Nilai parameter C ditentukan berdasarkan fungsi konservasi tanah dan air.

Nilai indeks kondisi tanah dihitung dengan memberikan nilai indeks terbesar sebesar 100 dan terkecil sebesar 50.

IKT = (1 – C x 0,625) x 100

Indeks Konservasi Badan Air (IKBA)

IKBA merupakan fungsi dari sempadan sungai/danau dalam menjaga kualitas badan air. Nilai IKBA dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

IKBA : Indeks Konservasi Badan Air

(31)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 1 7

Indeks Kondisi Habitat (IKH)

IKH mencerminkan kondisi keanekaragaman hayati di suatu tempat, sehingga secara tidak langsung mengukur kondisi habitat adalah mengukur tingkat keanekaragaman hayati yang ada di tempat tersebut. Dalam penilaian kualitas lahan/lanskap ini hanya satu indeks yang digunakan yaitu Total Core Area Index

(TCAI) dengan rentang nilai 0 – 100%.

Keterangan:

TCAI = Total Core Area Index

aijc = Patch dengan core area aij

= Patch

II.3. Sumber dan Kualitas Data 1. Sumber Data

1) Data bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari hasil pengukuran pemantauan kuallitas air dan kualitas udara. Data sekunder berasal dari hasil interpretasi satelit tutupan lahan liputan tahun 2015, demografi, dan luas wilayah Indonesia Tahun 2016.

2) Data primer pengukuran kualitas air dan kualitas udara berasal dari Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan

Lingkungan Tahun 2016.

(32)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 1 8

Kehutanan dan Tata Lingkungan Tahun 2015.

4) Data EVI dari MODIS MOD 13Q1 tahun 2014 dan 2015.

5) Data demografi dan luas wilayah bersumber dari BPS Tahun 2016.

2. Jenis Data Kualitas Air

1) Pemantauan kualitas air sungai dilakukan pada 33 provinsi yang merupakan sungai utama lintas provinsi

2) Pemantauan kualitas air sungai dilakukan pada 150 sungai

3) Pemantauan kualitas air sungai dilakukan paling sedikit 4 kali setahun pada tiga lokasi,

4) Jumlah titik pantau : 2427 titik pantau Kualitas Udara

1) Pemantauan kualitas udara ambien dilakukan pada 268 kabupaten/kota. Sekitar 60 persen kabupaten/kota yang dipantau termasuk kedalam

kategori kabupaten/kota sedang dan kabupaten/kota yang termasuk kategori kecil. Kategori ini didasarkan kepada besaran jumlah penduduk.

2) Pemantauan dilakukan pada lokasi-lokasi yang mewakili dampak pencemaran udara dari kawasan transportasi, kawasan perumahan,

kawasan perkantoran dan kawasan industri

3) Pengukuran kualitas udara ambien menggunakan metode passive sampler

(33)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 1 9

Tutupan Lahan

1) Data penutupan lahan yang digunakan merupakan hasil interpretasi Landsat liputan tahun 2015.

2) Persentase perbandingan luas tutupan hutan dengan luas wilayah administasi provinsi, yaitu tutupan hutan yang meliputi klasifikasi

penutupan lahan:

• Hutan lahan kering primer. • Hutan lahan kering sekunder. • Hutan mangrove primer. • Hutan mangrove sekunder. • Hutan rawa primer.

• Hutan rawa sekunder. • Hutan tanaman.

3) Data EVI (enhanced vegetation index) dari citra MODIS MOD13Q1

sebanyak 46 data serial waktu tahun 2014 dan 2015 untuk wilayah Indonesia.

3. Jaminan Kualitas Data

Untuk menjamin validitas data dengan cara membuat sistem kontrol, yaitu dengan membuat blanko perjalanan, dan blanko laboratorium.

(34)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2 0

BAB III

ANALISIS DATA

III.1. INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP NASIONAL

Hasil penghitungan nilai IKLH 2016 pada masing-masing provinsi disajikan selengkapnya pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Penghitungan IKA, IKU, IKTL dan IKLH Tahun 2016

No

Provinsi IKU IKA IKTL IKLH

1 Aceh 86,30 70,36 66,38 73,55 2 Sumatera Utara 79,20 75,43 50,21 66,47 3 Sumatera Barat 82,90 40,00 57,97 60,06 4 Riau 72,40 50,75 49,45 56,73 5 Jambi 88,10 61,00 48,21 64,01 6 Sumatera Selatan 81,60 84,05 43,93 67,27 7 Bengkulu 85,40 80,97 56,31 72,43 8 Lampung 77,50 68,10 41,66 60,34 9 Bangka Belitung 80,40 82,08 45,33 66,88 10 Kepulauan Riau 78,60 80,00 56,53 70,19 11 DKI Jakarta 56,40 24,62 35,97 38,69 12 Jawa Barat 78,60 32,86 46,09 51,87

(35)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2 1 13 Jawa Tengah 77,30 46,73 53,86 58,75 14 DI Yogyakarta 87,60 26,97 42,49 51,37 15 Jawa Timur 83,20 40,08 54,99 58,98 16 Banten 58,80 80,00 45,91 60,00 17 Bali 88,30 89,09 48,44 72,59

No Provinsi IKU IKA IKTL IKLH

18 Nusa Tenggara Barat

81,20 27,19 60,03 56,53

19 Nusa Tenggara Timur

82,70 35,18 59,67 59,23 20 Kalimantan Barat 81,50 80,80 58,87 72,24 21 Kalimantan Tengah 83,80 82,22 62,25 74,71 22 Kalimantan Selatan 85,60 43,78 50,64 59,07 23 Kalimantan Timur 80,20 79,77 72,14 76,85 24 Sulawesi Utara 86,70 59,62 57,93 67,07 25 Sulawesi Tengah 87,90 49,33 69,03 68,78 26 Sulawesi Selatan 85,80 75,44 55,43 70,54 27 Sulawesi Tenggara 83,50 80,00 65,48 75,24 28 Gorontalo 88,30 52,62 67,56 69,30 29 Sulawesi Barat 86,40 45,13 62,69 64,54 30 Maluku 87,30 58,81 69,57 71,66 31 Maluku Utara 86,20 64,62 68,03 72,46

(36)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2 2 32 Papua Barat 93,40 76,67 79,98 83,01 33 Papua 89,60 76,00 79,17 81,35 NASIONAL 81,61 60,38 57,83 65,73

Pada tahun 2016 ini, Provinsi Papua Barat merupakan provinsi yang memiliki nilai IKLH tertinggi. Kemudian disusul oleh Provinsi Papua, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Tengah. Sementara untuk nilai IKLH terkecil diperoleh oleh Provinsi DKI Jakarta (Lihat Gambar 2).

(37)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2 3

Gambar 2. Posisi IKLH Setiap Provinsi Tahun 2016

Berdasarkan Penghitungan IKLH Tahun 2016, Indeks kualitas lingkungan hidup nasional menunjukkan penurunan sebesar 2,50 poin dibandingkan dengan tahun 2015, yaitu dari 68,23 menjadi 65,73. Hal ini dipengaruhi oleh penurunan nilai IKA sebesar 5,48 dibandingkan dengan tahun 2015, yaitu dari 65,86 menjadi 60,38. Disamping itu juga terjadi penurunan nilai IKU sebesar 2,23 poin dibandingkan

(38)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2 4

tahun 2015, yaitu dari 83,84 menjadi 81,61. Nilai IKTL juga mengalami sedikit penurunan sebesar 0,47 poin dibandingkan dengan tahun 2015, yaitu dari 58,30 menjadi 57,83. Porsi penurunan nilai IKLH dari setiap komponen adalah 66% IKA, 27% IKU dan 7% IKTL.

Penurunan nilai IKA Nasional yang cukup signifikan ini paling besar merupakan kontribusi dari Provinsi Jawa Barat (77,95%). Provinsi lain yang berkontribusi terhadap penurunan nilai IKA adalah Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Maluku. Sementara itu ada beberapa provinsi yang berkontribusi menahan laju penurunan IKA atau memiliki nilai IKA yang lebih baik bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu secara berturut-turut dimulai yang paling besar kontribusinya adalah Kalimantan Tengah, Banten, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Kontribusi proporsi dinamika perubahan nilai IKA pada setiap provinsi terhadap nilai IKA nasional secara detail dapat dilihat pada Tabel 5.

Sementara itu, penurunan nilai IKU Provinsi Kalimantan Timur berkontribusi paling besar terhadap penurunan nilai IKU Nasional (43,44%). Kemudian provinsi-provinsi lain yang juga turut berkontribusi terhadap penurunan IKU Nasional adalah Jawa Timur, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Sumatera Barat dan Maluku Utara. Sedangkan Provinsi Papua, Riau, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Banten, Nusa Tenggara Timur, Jambi, Maluku, Papua Barat dan Sumatera Selatan merupakan provinsi-provinsi yang mengalami kenaikan nilai IKU dibandingkan dengan tahun sebelumnya sehingga membantu menahan laju penurunan IKU Nasional pada tahun 2016. Kontribusi persentase dinamika perubahan nilai IKU pada setiap provinsi terhadap nilai IKU nasional secara detail dapat dilihat pada Tabel 5.

IKTL mengalami penurunan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan IKA dan IKU. Provinsi Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Riau dan Kalimantan Tengah

(39)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2 5

merupakan provinsi-provinsi yang paling besar berkontribusi terhadap penurunan nilai IKTL Nasional. Sementara itu Provinsi Jawa Timur, DKI Jakarta, Kupulauan Riau, Sulawesi Tenggara, Banten dan Bangka Belitung merupakan provinsiprovinsi yang mengalami kenaikan nilai IKTL sehingga sedikit membantu laju penurunan IKTL Nasional. Kontribusi dinamika proporsi perubahan nilai IKTL pada setiap provinsi terhadap nilai IKTL nasional secara detail dapat dilihat pada Tabel 5. Secara keseluruhan dari ketiga komponen IKLH, yaitu IKU, IKA dan IKTL, nampak bahwa tidak semua komponen memiliki tren yang sama pada setiap provinsi. Terdapat 9 provinsi yang ketiga komponen memiliki tren penurunan, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Maluku Utara. Sementara itu, terdapat juga 1 provinsi yang ketiga komponennya mengalami kenaikan, yaitu Provinsi Banten. Sementara itu, 23 provinsi lainnya memiliki kecenderungan kenaikan pada 1-2 komponen dan menurun pada 1-2 komponen lainnya. Dengan kondisi kecenderungan yang bercampur ini, terdapat 11 provinsi mengalami kenaikan nilai IKLH, yaitu Sumatera Barat, Riau, Jambi, DIY, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Papua Barat dan Papua. 12 provinsi lainnya mengalami penurunan nilai IKLH, yaitu Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Timur, Gorontalo dan Maluku. Tabel 5 menunjukkan bahwa penurunan IKLH 2016 sebagian besar berasal dari kontribusi Provinsi Jawa Barat (46,79%), Jawa Timur (12,95%), Kalimantan Timur (10,39%), Kalimantan Barat (6,89%), Sulawesi Tengah (6,62%), Jawa Tengah (6,01%) dan Sumatera Utara (5,34%).

Tabel 5. Persentase Perubahan Nilai IKU, IKA, ITL dan IKLH Tahun 2016 Terhadap Tahun 2015 Pada Setiap Provinsi Berdasarkan Proporsinya Terhadap Nilai Nasional

(40)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2 6

Persentase Persentasi Persentasi Persentase

No Provinsi Proporsi IKU Proporsi IKA Proporsi IKTL Proporsi IKLH

Provinsi Provinsi Provinsi Provinsi

1 Aceh -3,47% -0,42% -0,62% -1,25% 2 Sumatera Utara -18,54% -0,46% -1,06% -5,34% 3 Sumatera Barat -5,29% 3,46% -0,31% 0,84% 4 Riau 19,01% 2,81% -23,94% 5,14% 5 Jambi 4,55% 1,27% -4,51% 1,70% 6 Sumatera Selatan 3,35% -1,82% -32,57% -2,74% 7 Bengkulu -2,82% -1,18% -0,69% -1,58% 8 Lampung -5,31% -1,69% -1,84% -2,67% 9 Bangka Belitung -4,75% 0,06% 0,20% -1,22% 10 Kepulauan Riau -2,17% -0,51% 2,86% -0,70% 11 DKI Jakarta -20,12% 0,84% 10,03% -4,08% 12 Jawa Barat 17,87% -77,95% -4,25% -46,79% 13 Jawa Tengah -13,41% -0,94% -23,96% -6,01% 14 DIY -1,08% 0,75% -1,14% 0,12% 15 Jawa Timur -23,73% -13,06% 26,21% -12,95% 16 Banten 9,52% 3,46% 0,34% 4,85% 17 Bali -1,74% 0,25% -1,65% -0,43%

18 Nusa Tenggara Barat -7,29% 0,97% -0,37% -1,34%

19 Nusa Tenggara Timur 5,60% -8,19% -2,76% -4,09%

20 Kalimantan Barat -21,41% -1,30% -4,11% -6,89% 21 Kalimantan Tengah -12,18% 9,25% -22,87% 1,12% 22 Kalimantan Selatan -1,58% 2,50% -1,22% 1,13% 23 Kalimantan Timur -43,44% 2,09% -2,04% -10,39% 24 Sulawesi Utara -2,34% 1,45% -0,68% 0,28% 25 Sulawesi Selatan 11,51% 1,58% -0,96% 4,04% 26 Sulawesi Tengah -1,20% -9,47% -0,91% -6,62% 27 Sulawesi Tenggara -0,08% 0,01% 0,73% 0,04% 28 Gorontalo -1,93% 0,30% -0,85% -0,39% 29 Sulawesi Barat -0,87% -1,36% -0,49% -1,16% 30 Maluku 3,85% -6,25% -2,06% -3,23% 31 Maluku Utara -5,09% -0,10% -0,69% -1,48% 32 Papua Barat 3,48% 0,02% -0,48% 0,90% 33 Papua 21,12% -6,38% -3,34% 1,22%

(41)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2 7

Berdasarkan Tabel 5, bahwa semua nilai indeks mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan pengelolaan

lingkungan di Indonesia sedang mengalami tekanan yang lebih besar dari pemanfaatan sumber daya lingkungan dibandingkan dengan upaya perbaikan kualitas lingkungan hidup.

Tabel 6. Peringkat Nilai IKLH Secara Nasional Tahun 2016

No Predikat

Kisaran Nilai IKLH 1 Sangat Baik IKLH > 80 2 Baik 70 < IKLH ≤ 80 3 Cukup Baik 60 < IKLH ≤ 70 4 Kurang Baik 50 ≤ IKLH ≤ 60 5

Sangat Kurang Baik 40 ≤ IKLH > 50 6 Waspada

Pengklasifikasian peringkat sebagaimana yang tercantum pada Tabel 6 di atas didasarkan pada sebaran nilai IKLH pada 33 provinsi. Klasifikasi ini bersifat dinamis sesuai dengan sebaran nilai IKLH dari masing-masing provinsi. Berdasarkan peringkat nilai IKLH Tahun 2016, IKLH Tahun 2016 berada pada peringkat Cukup Baik.

(42)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2 8

Untuk mendapatkan angka nasional ini, masing-masing provinsi memberikan kontribusi berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayahnya terhadap total jumlah Indonesia. Porsi kontribusi terbesar adalah dari Jawa Barat (10,1%), Jawa Timur (8,8%), Papua (8,8%), Jawa Tengah (7,4%) dan Kalimantan Timur (6,1%). Sementara yang terendah (kontribusi kurang dari 1%) adalah Gorontalo, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sulawesi Barat, DIY, Bengkulu dan Sulawesi Utara. Nilai IKU, IKA, IKTL dan IKLH setiap provinsi secara grafis disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat provinsi-provinsi yang nilai IKU, IKA, IKTL dan IKTL yang berada dibawah dan diatas nilai Nasional.

(43)

Gambar 3. Nilai IKU, IKA, IKTL dan IKLH pada setiap provinsi dan Nasional 2016 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 24

(44)
(45)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 25

Tabel 7. Kecenderungan Perubahan Nilai IKU, IKA, ITL dan IKLH Tahun 2016 Terhadap Tahun 2015 Pada Setiap Provinsi

Proporsi Persentase

No Provinsi IKU IKA IKTL IKLH IKLH Proporsi

Provinsi Provinsi 1 Aceh -3,14 -0,96 -0,12 -1,28 -0,031 -1,25% 2 Sumatera Utara -8,95 -0,57 -0,11 -2,90 -0,134 -5,34% 3 Sumatera Barat -5,58 8,96 -0,07 0,99 0,021 0,84% 4 Riau 12,10 4,36 -3,21 3,66 0,129 5,14% 5 Jambi 5,17 3,50 -1,08 2,16 0,043 1,70% 6 Sumatera Selatan 1,96 -2,62 -3,99 -1,79 -0,069 -2,74% 7 Bengkulu -7,11 -7,36 -0,37 -4,49 -0,040 -1,58% 8 Lampung -4,76 -3,75 -0,35 -2,70 -0,067 -2,67% 9 Bangka Belitung -15,21 0,41 0,13 -4,38 -0,030 -1,22% 10 Kepulauan Riau -8,01 -4,67 2,22 -2,92 -0,018 -0,70% 11 DKI Jakarta -22,38 2,27 2,35 -5,10 -0,102 -4,08% 12 Jawa Barat 3,97 -42,44 -0,20 -11,62 -1,170 -46,79% 13 Jawa Tengah -4,02 -0,72 -1,52 -2,03 -0,150 -6,01% 14 DIY -2,98 5,13 -0,67 0,38 0,003 0,12% 15 Jawa Timur -6,01 -8,17 1,40 -3,69 -0,324 -12,95% 16 Banten 8,15 7,25 0,06 4,64 0,121 4,85% 17 Bali -4,05 1,42 -0,81 -1,12 -0,011 -0,43% 18 Nusa Tenggara Barat -11,07 3,60 -0,12 -2,29 -0,034 -1,34% 19 Nusa Tenggara Timur 5,57 -20,01 -0,58 -4,56 -0,102 -4,09% 20 Kalimantan Barat -10,07 -1,53 -0,41 -3,64 -0,172 -6,89% 21 Kalimantan Tengah -6,07 11,33 -2,41 0,62 0,028 1,12% 22 Kalimantan Selatan -2,00 7,78 -0,33 1,60 0,028 1,13% 23 Kalimantan Timur -16,00 1,87 -0,16 -4,30 -0,260 -10,39% 24 Sulawesi Utara -6,02 9,16 -0,37 0,80 0,007 0,28% 25 Sulawesi Selatan 9,00 3,01 -0,16 3,53 0,101 4,04% 26 Sulawesi Tengah -1,22 -24,00 -0,20 -7,65 -0,165 -6,62% 27 Sulawesi Tenggara -0,11 0,00 0,23 0,06 0,001 0,04% 28 Gorontalo -7,90 2,95 -0,74 -1,78 -0,010 -0,39% 29 Sulawesi Barat -2,81 -10,87 -0,34 -4,24 -0,029 -1,16% 30 Maluku 4,97 -19,80 -0,56 -4,67 -0,081 -3,23% 31 Maluku Utara -10,74 -0,57 -0,31 -3,51 -0,037 -1,48% 32 Papua Barat 2,37 0,00 -0,07 0,68 0,023 0,90%

(46)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 26

33 Papua 5,36 -4,00 -0,18 0,34 0,030 1,22% NASIONAL -2,23 -5,48 -0,47 -2,50 -2,500

Apabila hanya dilihat dari tren perubahan 2015 ke 2016, maka kecenderungan yang terjadi adalah kecenderungan penurunan. Apabila dilihat lebih detail lagi seperti yang disajikan pada Tabel 7, terdapat 9 provinsi yang ketiga komponennya mengalami penurunan, 1 provinsi mengalami kenaikan dan 23 provinsi mengalami penurunan pada 1-2 komponen dan kenaikan pada 1-2 komponen secara bersamaan. Dari 23 provinsi ini, 11 provinsi secara keseluruhan (nilai IKLH) mengalami kenaikan dan 12 provinsi mengalami penurunan.

III.2. Tren IKLH

1. Analisis Indeks Kualitas Udara

Secara umum, nilai IKU pada periode tahun 2011 – 2016 apabila dilihat kecenderungan linear-nya maka nilai IKU cenderung menurun dengan laju penurunan 0,014 per tahun. Akan tetapi, pada tahun 2016 terjadi penurunan yang cukup besar dari 83,84 menjadi 81,61 atau terjadi penurunan nilai indeks sebesar 2,23 poin. Nilai IKU secara nasional masih dalam kategori baik dilihat dari parameter SO2 dan NO2.

Penurunan nilai IKU Provinsi DKI Jakarta merupakan penurunan yang besar apabila dibandingkan dengan provinsi lainnya. Kemudian provinsi-provinsi lain yang juga mengalami penurunan IKU (berurutan dari penurunan yang paling besar) adalah Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Gorontalo, Bengkulu,

(47)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 27

Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Jawa Timur dan Sumatera Barat. Sedangkan Provinsi Riau, Sulawesi Selatan, Banten, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Jambi merupakan provinsi-provinsi yang mengalami kenaikan nilai IKU dibandingkan dengan tahun sebelumnya sehingga membantu menahan laju penurunan IKU Nasional pada tahun 2016.

Tabel 8. Penurunan dan Kenaikan Nilai IKU dari Setiap Provinsi dan Proporsinya Terhadap IKU Nasional

Proporsi Persentase

No Provinsi IKU IKU Proporsi IKU

Provinsi Provinsi 1 Aceh -3,14 -0,077 -3,47% 2 Sumatera Utara -8,95 -0,413 -18,54% 3 Sumatera Barat -5,58 -0,118 -5,29% 4 Riau 12,10 0,424 19,01% 5 Jambi 5,17 0,101 4,55% 6 Sumatera Selatan 1,96 0,075 3,35% 7 Bengkulu -7,11 -0,063 -2,82% 8 Lampung -4,76 -0,118 -5,31% 9 Bangka Belitung -15,21 -0,106 -4,75% 10 Kepulauan Riau -8,01 -0,048 -2,17% 11 DKI Jakarta -22,38 -0,449 -20,12% 12 Jawa Barat 3,97 0,399 17,87% 13 Jawa Tengah -4,02 -0,299 -13,41% 14 DIY -2,98 -0,024 -1,08% 15 Jawa Timur -6,01 -0,529 -23,73% 16 Banten 8,15 0,212 9,52% 17 Bali -4,05 -0,039 -1,74%

18 Nusa Tenggara Barat -11,07 -0,163 -7,29% 19 Nusa Tenggara Timur 5,57 0,125 5,60% 20 Kalimantan Barat -10,07 -0,478 -21,41%

(48)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 28 21 Kalimantan Tengah -6,07 -0,272 -12,18% 22 Kalimantan Selatan -2,00 -0,035 -1,58% 23 Kalimantan Timur -16,00 -0,969 -43,44% 24 Sulawesi Utara -6,02 -0,052 -2,34% 25 Sulawesi Selatan 9,00 0,257 11,51% 26 Sulawesi Tengah -1,22 -0,027 -1,20% 27 Sulawesi Tenggara -0,11 -0,002 -0,08% 28 Gorontalo -7,90 -0,043 -1,93% 29 Sulawesi Barat -2,81 -0,019 -0,87% 30 Maluku 4,97 0,086 3,85% 31 Maluku Utara -10,74 -0,114 -5,09% 32 Papua Barat 2,37 0,078 3,48% 33 Papua 5,36 0,471 21,12%

Tabel 8 menunjukkan besarnya penurunan dan kenaikan nilai IKU dari setiap provinsi. Meskipun Provinsi Jakarta mengalami penurunan nilai IKU yang sangat besar (22,38 poin), namun kontribusinya terhadap penurunan IKU nasional hanya 20,12%. Apabila dibandingkan dengan Provinsi Kalmantan Timur dan Jawa Timur yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 16 (71,5% terhadap penurunan DKI Jakarta) dan 6,01 (26,9% terhadap penurunan DKI Jakarta) poin. Artinya bahwa Kalimantan Timur dan Jawa Timur memberikan kontribusi penurunan nasional yang jauh lebih tinggi, yaitu masing-masing sebesar 43,44% dan 23,73%. Demikian juga dengan kenaikan nilai IKU di Provinsi Riau, kenaikan nilai IKU di provinsi tersebut sebesar 12,1 poin hanya berkontribusi sebesar 19,01% terhadap IKU nasional dan tidak memberikan kontribusi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan Provinsi Papua. Provinsi Papua hanya mengalami kenaikan nilai IKU sebesar 5,36 poin namun memberikan kontribusi paling besar terhadap nilai IKU nasional, yaitu sebesar 21,12%.

(49)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 29

Secara garis besar bahwa hubungan antara perubahan IKU terhadap IKLH pada tahun 2016 digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4. Hubungan Antara Perubahan IKU Terhadap IKLH

Indikasi nilai keseimbangan dinamis IKU seperti yang ditunjukan pada Tabel 9, distribusi frekuensinya berada pada rentang nilai 82 – 91. Terdapat kecedurungan perubahan nilai rentang secara umum dari rentang >91 dan rentang 82 – 91 kearah rentang dibawahnya.

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Nilai IKU Tahun 2011 – 2016

Nilai IKU

Jumlah Provinsi Berdasarkan Tahun 2011 2012 1 2013 2014 1 2015 2016 0 2 0 < 51 1 1 1

(50)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 30 52 – 61 62 – 71 72 – 81 82 – 91 > 91 Jumlah 2 2 3 23 2 33 3 0 2 16 11 33 11 19 1 33 0 2 1 1 1 0 5 3 6 16 22 17 10 4 8 33 33 33

2. Analisis Indeks Kualitas Air

Penurunan nilai IKA provinsi yang paling besar adalah IKA Provinsi Jawa Barat. Provinsi lain yang mengalami penurunan nilai IKA berurutan dari yang paling besar adalah Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Sulawesi Barat, Jawa Timur dan Bengkulu. Sementara itu ada beberapa provinsi yang berkontribusi menahan laju penurunan IKA nasional atau memiliki nilai IKA yang lebih baik bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu secara berturut-turut dimulai dari yang paling besar adalah Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Banten dan DI Yogyakarta. Jawa Barat berkontribusi paling besar dalam penurunan IKA nasional, yaitu sebesar 77,95% terhadap penurunan nilai IKA nasional yang sebesar 5,48 poin. Apabila dilihat terhadap proporsi nasional, tidak semua provinsi yang mengalami penurunan atau kenaikan yang

(51)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 31

besar akan berkontribusi besar pula terhadap IKA nasional. Sebagai contoh, Provinsi Sulawesi Tengah mengalami penurunan sebesar 24 poin namun hanya berkontribusi hanya sebesar 9.47% terhadap penurunan nilai IKA nasional yang sebesar 5,48 poin. Hal tersebut berlaku sebaliknya terhadap Provinsi Jawa Timur, penurunan yang hanya sebesar 8,170 poin, akan tetapi berkontribusi 13,06% terhadap penurunan IKA nasional. Kontribusi dinamika perubahan nilai IKA pada setiap provinsi secara detail dapat dilihat pada Tabel 10.

Penurunan nilai IKA paling banyak disebabkan oleh peningkatan nilai rasio antara parameter kualitas air dengan baku mutunya. Secara rata-rata, nilai rasio ketujuh parameter sudah melebihi nilai 1 atau dengan kata lain sudah melampaui baku mutu kualitas air. Nilai rasio yang paling besar lebih banyak terjadi pada parameter Fecal Coli dan Total Coli. Kemudian disusul oleh parameter BOD dan COD. Sebagai contoh, Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan nilai rata-rata Fecal

Coli hingga 52 kali lipat, Total Coli hingga 42 kali lipat, TSS hingga 5 kali lipat, BOD hingga 1,69 kali lipat, COD hingga 1,59 kali lipat, DO hingga 1,18 kali lipat dan TP hingga 0,24 kali lipat. Apabila dilihat rasio nilai rata-rata parameter terhadap baku mutu, pada 2015 rasio pameter Fecal Coli, Total Coli, TSS, BOD, COD, DO dan TP secara berurutan adalah 7,09, 1,93, 2,82, 1,99, 1,57, 1,21 dan 0,44. Dengan peningkatan nilai Fecal Coli dan Total Coli yang berpuluh kali lipat menyebabkan nilai IKA turun secara drastis.

(52)

32

Tabel 10 Penurunan dan Kenaikan Nilai IKA dari Setiap Provinsi dan Proporsinya Terhadap IKA Nasional

Proporsi Persentasi

No Provinsi IKA IKA Proporsi

Provinsi IKA Provinsi 1 Aceh -0,96 -0,023 -0,42% 2 Sumatera Utara -0,57 -0,025 -0,46% 3 Sumatera Barat 8,96 0,190 3,46% 4 Riau 4,36 0,154 2,81% 5 Jambi 3,50 0,069 1,27% 6 Sumatera Selatan -2,62 -0,100 -1,82% 7 Bengkulu -7,36 -0,065 -1,18% 8 Lampung -3,75 -0,092 -1,69% 9 Bangka Belitung 0,41 0,003 0,06% 10 Kepulauan Riau -4,67 -0,028 -0,51% 11 DKI Jakarta 2,27 0,046 0,84% 12 Jawa Barat -42,44 -4,272 -77,95% 13 Jawa Tengah -0,72 -0,051 -0,94% 14 DIY 5,13 0,041 0,75% 15 Jawa Timur -8,17 -0,716 -13,06% 16 Banten 7,25 0,190 3,46% 17 Bali 1,42 0,014 0,25% 18 Nusa Tenggara Barat 3,60 0,053 0,97% 19 Nusa Tenggara Timur -20,01 -0,449 -8,19% 20 Kalimantan Barat -1,53 -0,071 -1,30% 21 Kalimantan Tengah 11,33 0,507 9,25% 22 Kalimantan Selatan 7,78 0,137 2,50% 23 Kalimantan Timur 1,87 0,115 2,09% 24 Sulawesi Utara 9,16 0,080 1,45% 25 Sulawesi Selatan 3,01 0,087 1,58% 26 Sulawesi Tengah -24,00 -0,519 -9,47% 27 Sulawesi Tenggara 0,00 0,000 0,01% 28 Gorontalo 2,95 0,016 0,30% 29 Sulawesi Barat -10,87 -0,074 -1,36% 30 Maluku -19,80 -0,343 -6,25% 31 Maluku Utara -0,57 -0,006 -0,10% 32 Papua Barat 0,00 0,001 0,02% 33 Papua -4,00 -0,350 -6,38%

(53)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 33

Indikasi nilai keseimbangan dinamis IKA juga dapat dilihat berdasarkan distribusi frekuensinya. Tabel 11 menunjukkan bahwa frekuensi nilai IKA > 70 menurun dari 19 pada tahun 2015 menjadi 15 pada tahun 2016. Frekuensi nilai IKA < 50 meningkat dari 9 menjadi 13.

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

Hubungan perubahan antara nilai IKA dengan Perubahan IKLH pada tahun 2016 digambarkan pada Gambar 5 di bawah ini

(54)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 34

Gambar 5. Hubungan Perubahan Nilai IKA dengan IKLH Tahun 2016 Tabel 11. Distribusi Frekuensi Nilai IKA Tahun 2011 – 2016

Nilai IKA

Jumlah Provinsi Berdasarkan Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 2016 < 39 1 0 1 3 5 7 40 – 49 5 3 9 5 4 6 50 – 59 17 21 16 17 4 4 60 – 69 10 8 7 8 1 3 > 70 0 1 0 0 19 15 Jumlah 33 33 33 33 33 33

3. Analisis Indeks Kualitas Tutupan Lahan

Secara umum, nilai IKTL pada periode tahun 2011 – 2016 cenderung menurun. Penurunan nilai rata-rata IKTL dari 60,49 pada tahun 2011 menjadi 57,83 pada tahun 2016. Tren linear dari tahun 2011-2016 menunjukkan laju penurunan IKTL sebesar 0,51 poin per tahun. IKTL mengalami penurunan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan IKA dan IKU. Provinsi Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Tengah, Jawa Tengah dan Jambi secara berurutan dari yang terbesar merupakan

(55)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 35

provinsi yang mengalami penurunan nialai IKTL. Sementara itu Provinsi DKI Jakarta, Kupulauan Riau, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Bangka Belitung dan Banten merupakan provinsi-provinsi yang mengalami kenaikan nilai IKTL sehingga sedikit membantu laju penurunan IKTL Nasional. Kontribusi dinamika perubahan nilai IKTL pada setiap provinsi dapat dilihat pada Tabel 12.

Pada Tahun 2016 terjadi penurunan sebesar 0,47 poin yaitu dari 58,30 Tahun 2015 menjadi 57,83. Kontribusi terbesar pada penurunan IKTL adalah provinsi-provinsi yang luasan kawasan hutannya masih lebih dari 30 persen dari luas wilayah administrasinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan nilai indeks tutupan lahan antara lain kegiatan pembukaan lahan, kebakaran hutan/lahan, penebangan liar, penggunaan kawasan hutan untuk sektor diluar kehutanan, penambangan tanpa izin, pemukiman.

Tabel 12 Penurunan dan Kenaikan Nilai IKTL dari Setiap Provinsi dan Proporsinya Terhadap IKTL Nasional

Proporsi Persentasi

No Provinsi IKTL IKTL Proporsi

Provinsi IKTL Provinsi

1 Aceh -0,12 -0,003 -0,62% 2 Sumatera Utara -0,11 -0,005 -1,06% 3 Sumatera Barat -0,07 -0,001 -0,31% 4 Riau -3,21 -0,113 -23,94% 5 Jambi -1,08 -0,021 -4,51% 6 Sumatera Selatan -3,99 -0,153 -32,57% 7 Bengkulu -0,37 -0,003 -0,69% 8 Lampung -0,35 -0,009 -1,84%

(56)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 36 9 Bangka Belitung 0,13 0,001 0,20% 10 Kepulauan Riau 2,22 0,013 2,86% 11 DKI Jakarta 2,35 0,047 10,03% 12 Jawa Barat -0,20 -0,020 -4,25% 13 Jawa Tengah -1,52 -0,113 -23,96% 14 DIY -0,67 -0,005 -1,14% 15 Jawa Timur 1,40 0,123 26,21% 16 Banten 0,06 0,002 0,34% 17 Bali -0,81 -0,008 -1,65% 18 Nusa Tenggara Barat -0,12 -0,002 -0,37% 19 Nusa Tenggara Timur -0,58 -0,013 -2,76% 20 Kalimantan Barat -0,41 -0,019 -4,11% 21 Kalimantan Tengah -2,41 -0,108 -22,87% 22 Kalimantan Selatan -0,33 -0,006 -1,22% 23 Kalimantan Timur -0,16 -0,010 -2,04% 24 Sulawesi Utara -0,37 -0,003 -0,68% 25 Sulawesi Selatan -0,16 -0,005 -0,96% 26 Sulawesi Tengah -0,20 -0,004 -0,91% 27 Sulawesi Tenggara 0,23 0,003 0,73% 28 Gorontalo -0,74 -0,004 -0,85% 29 Sulawesi Barat -0,34 -0,002 -0,49% 30 Maluku -0,56 -0,010 -2,06% 31 Maluku Utara -0,31 -0,003 -0,69% 32 Papua Barat -0,07 -0,002 -0,48% 33 Papua -0,18 -0,016 -3,34%

Secara garis besar hubungan antara perubahan IKTL dengan IKLH pada tahun 2016 dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.

(57)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 37

Gambar 6. Hubungan Perubahan Nilai IKTL dengan IKLH Tahun 2016

III.3. Profil IKLH Provinsi 1. Aceh

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 73,55

Indeks Kualitas Air 70,36

Indeks Kualitas Udara 86,30

(58)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 38

(59)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 39

(60)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 40

PETA LOKASI PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI

(61)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 41

(62)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 42

PETA LOKASI PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI

(63)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 43

3. Sumatera Barat

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 60,06

Indeks Kualitas Air 40,00

Indeks Kualitas Udara 82,90

(64)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 44

(65)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 45

(66)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 46

PETA LOKASI PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI

(67)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 47

(68)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 48

(69)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 49

PETA LOKASI PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI

5. Jambi

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 64,01

Indeks Kualitas Air 61,00

Indeks Kualitas Udara 88,10

(70)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 50

(71)

51

(72)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 52

PETA LOKASI PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI

(73)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 53

(74)

54

Gambar

Tabel 1. Kriteria dan Indikator IKLH
Tabel 2. Standar Kualitas Udara Berdasarkan EU Directives
Gambar 1. Dinamika nilai EVI setiap 16 hari sekali (Setiawan, et al. 2014)   Indeks Performance Hutan (IPH) untuk setiap provinsi diperoleh dari agregat nilai  bobot per luas poligon terhadap luas wilayah total (area-weighted aggregated)
Tabel 4. Hasil Penghitungan IKA, IKU, IKTL dan IKLH Tahun 2016
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Sesederhana apa pun, penyelenggaraan seni pertunjukan, termasuk pertunjukan tari, pasti ada pengelola, ada yang dikelola dan ada sistem pengelolaan/manajemennya.

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan di Bank BRI Unit Poncowati, maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan restrukturisasi kredit dalam menurunkan kredit

Penghitungan luas kanopi seperti dinyatakan pada klaim 1, sebenarnya dilakukan dengan mengukur jumlah piksel pada objek tuntun dan kanopi pada hasil pengambilan

sebagai alat peraga ketika digunakan untuk mengenalkan lambang bilangan, namun pada saat digunakan dalam perlombaan untuk menutup atau memasangkan dengan kartu bilangan lain

Agar penelitian ini tidak meluas maka penulis menggunakan data dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 dan membatasi penelitian ini pada pengaruh profitabilitas,

Klien merasakan perubahan positif pada dirinya terhadap permasalahan yang dialaminya, ditandai dengan hilangnya simptom yang dirasakannya yang mengganggu

Terkait dengan hal tersebut diatas, Pusat Pelatihan Pertanian yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan peningkatan kompetensi aparatur dan non aparatur melalui

33 Sample Luas Data Atap Pada Rumah Cluster Tulip Bumi Adipura.... 34 Lahan Yang Dapat Menjadi Tempat Tangki Penyimpanan Air Hujan 4-45