• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI EFEKTIVITAS PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KREDIT SEBAGAI STRATEGI PENURUNAN KREDIT BERMASALAH (STUDI KASUS PADA BANK BRI UNIT PONCOWATI) Oleh:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI EFEKTIVITAS PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KREDIT SEBAGAI STRATEGI PENURUNAN KREDIT BERMASALAH (STUDI KASUS PADA BANK BRI UNIT PONCOWATI) Oleh:"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

i

(STUDI KASUS PADA BANK BRI UNIT PONCOWATI)

Oleh:

DWI LIA SETIA WATI NPM. 1502100038

JURUSAN S1 PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO 1441 H/2020 M

(2)

ii

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KREDIT SEBAGAI STRATEGI PENURUNAN KREDIT BERMASALAH

(STUDI KASUS PADA BANK BRI UNIT PONCOWATI)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Oleh:

DWI LIA SETIA WATI NPM.1502100038

Pembimbing I : Nizaruddin, S.Ag., M.H Pembimbing II : Aisyah Sunarwan, M.Pd

Jurusan S1 Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO 1441 H/2020 M

(3)
(4)
(5)
(6)

vi ABSTRAK

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KREDIT SEBAGAI STRATEGI PENURUNAN KREDIT BERMASLAAH

(STUDI KASUS PADA BANK BRI UNIT PONCOWATI) Oleh:

Dwi Lia Setia Wati NPM. 1502100038

Masalah yang sering dihadapi oleh dunia perbankan pada umumnya adalah masalah kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Begitupun yang dialami oleh Bank BRI Unit Poncowati, dimana faktor yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah tersebut diantaranya ketidaklayakan debitur, kesalahan penggunaan kredit dalam mengelola usaha, selain itu cuaca atau iklim yang tidak menentu serta musibah dan kejadian tak terduga lainnya sehingga terjadi kredit bermasalah pada debitur. Akibat dari kredit bermasalah tersebut dapat meningkatkan tingkat NPL yang akan berakibat pada kesehatan bank jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Sehingga dalam hal ini bank menggunakan restrukturisasi kredit sebagai strategi penurunan kredit bermasalah. Berdasarkan uraian tersebut timbul pertanyaan, bagaimana pelaksanaan restrukturisasi kredit dan seberapa efektif pelaksanaan restrukturisasi kredit dalam menurunkan kredit bermasalah pada bank BRI Unit Poncowati.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), dengan sifat penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi yang memuat informasi mengani penelitian. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Adapun manfaat penelitian dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dibidang lembaga keuangan khusunya mengenai efektivitas pelaksanaan restrukturisasi sebagai strategi penurunan kredit bermasalah.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa: “Pelaksanaan restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh Bank BRI Unit Poncowati dalam menurunkan kredit bermasalah dapat dikatakan sudah efektif, hal tersebut dikarenakan dalam pelaksanaannya pihak bank sudah melakukan restrukturisasi kredit dan penanganan kredit bermasalah sesuai dengan prosedur dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh internal bank dan peraturan perbankan. Efektivitas tersebut dapat dibuktikan dengan semakin menurunnya persentase tingkat NPL dan jumlah debitur NPL dari tahun 2016 sampai 2019, yaitu dari 2,59% pada 2016 menjadi 2,07% pada 2017, kemudian pada 2018 menjadi 1,88% dan pada 2019 turun menjadi 1,54%,yang artinya selama 4 tahun bank dapat menurunkan sebanyak 1,05% persentase tingkat NPL bank.

(7)
(8)

viii MOTTO

ٍةَرَسْيَم ىلِٰا ٌةَرِظَنَ ف ٍةَرْسُع ْوُذ َناَك ْنِاَو

ۗ

َخ اْوُ قَّدَصَت ْنَاَو

َََُُْْ ت ُُْْْنُك ْنِا ََُُّّْْ ٌرْ ي

َنْو

Artinya: dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (Q.S Al-Baqarah: 280).

(9)

ix

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan hidayah-Nya, maka akan saya persembahkan karya ini kepada:

1. Kedua orang tuaku tercinta, Ibu Ponirah dan Bapak Basuki yang selalu mencurahkan kasih sayangnya, perhatian, kesabaran dan selalu memberikan semangat serta tidak kenal lelah mendoakan untuk keberhasilan anak-anaknya sejak kecil hingga sekarang.

2. Kakakku Eko Andri Purnomo, dan adik-adikku Nanang Adi Saputra dan Natasya Aprilia Rayani yang selalu menghibur disaat sedih dan selalu memberi dukungan dalam menyelesaikan pendidikanku.

3. Dosen pembimbing skripsiku Bapak Nizaruddin, S.Ag., MH dan Ibu Aisyah Sunarwan, M.Pd yang selalu memberikan bimbingan serta motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Sahabat serta saudaraku Jaya Wijaya, Diah Ayu Wulandari, Ulfa Yunita Sari, Lucky Dewi Andalas, Wiwik Yuliani, Nur Rismawati, Renita Sari, Anisa Apriyani, S.H, dan semua teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan dukungan, doa, dan bantuan yang tak ternilai harganya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Almamater tercinta Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro yang menjadi tempat peneliti menuntut ilmu dan memperdalam ilmu.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah peneliti ucapkan kepadaAllah SWT yang telah memberikan rahmat dan pertolongan-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Penulisan penelitian ini adalah salah satu bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan program Strata Satu (S1) Jurusan Perbankan Syariah di IAIN Metro Lampung guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E) dengan judul “Efektivitas Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Sebagai Strategi Penurunan Kredit Bermasalah (Studi Kasus Pada Bank BRI Unit Poncowati)”.

Dengan upaya menyelesaikan penelitian ini, peneliti telah menerima banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti ucapkan terimakasih kepada :

1. Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad, hidayah dan kesehatan kepada peneliti.

2. Ibu Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro Lampung.

3. Ibu Dr. Widhiya Ninsiana, M.Hum selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI).

4. Ibu Reonika Puspita Sari M.E.Sy selaku ketua jurusan S1-Perbankan Syariah. 5. kepada Bapak Nizaruddin, S.Ag., M.H dan Ibu Aisyah Sunarwan, M.Pd selaku

dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta memberikan motivasi kepada peneliti.

(11)
(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN NOTA DINAS ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

HALAMAN ORISINALITAS PENELITIAN ... vii

HALAMAN MOTTO ... viii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix

HALAMAN KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Penelitian Relevan... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Efektivitas ... 12

1. Pengertian Efektivitas... 12

2. Pendekatan Efektivitas ... 13

3. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas ... 14

4. Ukuran Efektivitas ... 15

B. Kredit ... 16

1. Pengertian Kredit ... 16

(13)

xiii

3. Kolektibilitas Kredit ... 20

4. Kredit Bermasalah (Non Performing Loan) ... 22

C. Restrukturisasi Kredit ... 26

1. Pengertian Restrukturisasi Kredit ... 26

2. Ketentuan Restrukturisasi Kredit ... 31

3. Tata Cara Restrukturisasi Kredit... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sifat Penelitian ... 37

B. Sumber Data Penelitian ... 38

C. Teknik Pengumpulan Data ... 39

D. Teknik Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Bank BRI Unit Poncowati ... 44

1. Profil Bank BRI Unit Poncowati ... 44

2. Produk-produk Kredit Bank BRI Unit Poncowati ... 47

3. Mekanisme Pemberian Kredit Pada Bank BRI Unit Poncowati ... 52

B. Efektivitas Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Sebagai Strategi Penurunan Kredit Bermasalah Pada Bank BRI Unit Poncowati ... 53

C. Analisis Efektivitas Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Sebagai Strategi Penurunan Kredit Bermasalah Pada Bank BRI Unit Poncowati... 66 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 74 B. Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel

1.1 Jumlah Kredit yang Disalurkan Bank BRI Unit Poncowati Berdasarkan Kolektibiitas Kredit Tahun 2016, 2017, 2018, dan 2019 ... 4 1.2 Jumlah Nasabah Kredit Berdasarkan Kolektibilitas Kredit Bank BRI

Unit Poncowati Tahun 2016, 2017, 2018, dan 2019 ... 4 1.3 Jumlah Biaya Penyisihan penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Bank BRI Unit Poncowati Tahun 2016, 2017, 2018, dan 2019 ... 5 1.4 Persentase Tingkat Non Performing Loan (NPL) Bank BRI Unit

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar

4.1 Struktur Organisasi Bank BRI Unit Poncowati ... 45 4.2 Persentase Tingkat Non Performing Loan (NPL) Bank BRI Unit

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Outline

2. Alat Pengumpul Data (APD)

3. Surat Keterangan Bimbingan Skripsi 4. Surat Izin Research

5. Surat Tugas

6. Surat Keterangan Bebas Pustaka

7. Formulir Konsultasi Bimbingan Skripsi 8. Dokumentasi (Foto Penelitian)

(17)

1

Perbankan dalam kehidupan suatu negara merupakan salah satu agen pembangunan (agen of development). Hal ini dikarenakan adanya fungsi utama dari perbankan sebagai lembaga intermediasi keuangan, yaitu yang dijelaskan dalam Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998, bank adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”1

Di era modern ini, peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan perekonomian suatu negara. Hampir semua sektor usaha, yang meliputi sektor industri, perdagangan, pertanian, perkebunan, jasa, perumahan dan lainnya sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi keuangan. Semua sektor usaha maupun individu saat ini dan masa yang akan datang tidak akan lepas dari sektor perbankan bahkan menjadi kebutuhan dalam menjalankan aktivitas keuangan dalam mendukung kelancaran suatu usaha.2

Salah satu instrument yang dapat ditempuh para pelaku usaha untuk mendapatkan bantuan dana guna mendukung berjalannya pembangunan adalah menggunakan fasilitas kredit yang disediakan oleh bank, baik bank pemerintah maupun bank swasta.3

1Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), 2.

2Biner Sihotang dan Elsi Kartika Sari, “Restrukturisasi Sebagai Penyelamatan Kredit Bermasalah Pada Bank” 2, no. 23 (2019): 1.

3Republik Indonesia, Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 Tentang Perbankan, Pasal 1 ayat (2), t.t.

(18)

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang dimaksud dengan kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”4

Kredit dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang, misalnya bank membiayai kredit untuk pengembangan usaha atau pembelian rumah, kemudian ada kesepakatan yang terjadi antara bank (kreditur) dengan nasabah kredit (debitur), bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama. Demikian pula dengan sangsi apabila debitur ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama.5

Kegiatan penyaluran dana (lending) yang telah disalurkan oleh bank kepada debitur juga terdapat risiko yang sering dihadapi yaitu risiko kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Kredit bermasalah adalah kredit yang telah disalurkan oleh bank, dan debitur tidak dapat melakukan pembayaran atau angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah ditandatangani oleh bank dan nasabah.6 Kredit bermasalah akan berakibat

pada kerugian bank, yaitu kerugian karena tidak diterimanya kembali dana yang telah disalurkan, maupun pendapatan bunga yang tidak dapat diterima.7

Jika dalam suatu bank terdapat kredit bermasalah dan tidak dengan penanganan yang cepat dan tepat maka akan berakibat pada kesehatan bank

4 Republik Indonesia, Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 Tentang Perbankan, Pasal 1 ayat (11)., t.t.

5 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, 16 ed. (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), 85.

6 Ismail, 125.

7 Tri Sukino dan Indri Yovita, “Pengaruh Pemberian Kredit dan Non Performing Loan (NPL) Terhadap Profitabilitas Pada Bank Rakyat Indonesia Periode 2006-2015,” JOM Fekon 4, no. 1 (927): 927.

(19)

karena NPL cenderung naik. Sedangkan Bank Indonesia (BI) menetapkan arah dan kebijakan agar setiap bank secara bertahap dapat menurunkan NPL sampai dengan tingkat tidak lebih dari 5%.8

Adapun di Bank BRI Unit Poncowati terdapat beberapa permasalahan mengenai kredit bermasalah diantaranya :9

1. Bank BRI Unit Poncowati disetiap tahunnya selalu mengalami resiko kredit bermasalah, dalam setahun terdapat 10-12 berkas debitur bermasalah yang dilakukan penyelamatan melalui restrukturisasi kredit oleh pihak Bank BRI Unit Poncowati.

2. Dari risiko kredit bermasalah yang muncul maka menyebabkan permasalahan yang dialami oleh Bank BRI Unit Poncowati semakin kompleks, yaitu masalah pada tingkat Non Performing Loan (NPL) yang harus diturunkan menjadi serendah mungkin. Pihak bank harus menurunkan tingkat NPL agar kesehatan bank tidak terganggu atau tidak semakin parahnya kredit bermasalah yang dialami, agar pendapatan yang diterima kembali oleh bank juga terpenuhi bahkan meningkat.

3. Permasalahan yang timbul dari kredit bermasalah juga berkaitan pada biaya Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang dikeluarkan oleh Bank. Bank memiliki permasalahan pada pengeluaran biaya PPAP yang meningkat ketika NPL meningkat, sehingga Bank harus dapat meminimalisir PPAP dengan cara memperbaiki kualitas kredit debiturnya.

8 I Wayan Suartama, Ni Luh Gede Erni Sulindawari, dan Nyoman Trisna Herawati, “Analisis Penerapan Retsrukkturisasi Kredit Dalam Upaya Penyelamatan Non Performing Loan (NPL) Pada PT BPR Nusamba Tenggalang,” Jurnal S1 AK 8, no. 2 (2017): 4.

9 Wawancara dengan Bapak Edwin Wijaya selaku Kepala Unit Bank BRI Unit Poncowati dan Desmania selaku Mantri (Marketing dan Analisis Mikro) pada 7 Oktober 2019.

(20)

Berdasrakan hasil wawancara yang dilakukan di Bank BRI Unit Poncowati, diperoleh data mengenai jumlah kredit bermasalah pada tahun 2016, 2017, 2018, dan 2019 sebagai berikut :

Tabel 1.1

Jumlah Kredit yang Disalurkan Bank BRI Unit Poncowati Berdasarkan Kolektibilitas Kredit Tahun 2016, 2017, 2018, dan 201910

TH Kol 1 (Lancar) (Rp) Kol 2 (DPK) (Rp) Kol 3 (KL) (Rp) Kol 4 (D) (Rp) Kol 5(Macet) (Rp) 2016 31.614.037.849 1.177.089.880 436.125.488 327.094.117 109.031.372 2017 32.491.120.245 1.593.726.529 360.579.577 270.343.682 90.144.894 2018 32.937.352.414 1.295.604.895 327.186.827 245.390.120 81.796.706 2019 39.508.955.863 736.211.509 314.421.083 235.815.813 78.605.270

Sumber : Data Jumlah Kredit Bermasalah BRI Unit Poncowati 2016-2019. Tabel 1.2

Jumlah Nasabah Kredit Berdasarkan Kolektibilitas Kredit Bank BRI Unit Poncowati Tahun 2016, 2017, 2018, dan 201911

Kolektibilitas Golongan

TAHUN

2016 2017 2018 2019

0-30 Hari Lancar 1.569 Org 1.458 Org 1.436 Org 1.420 Org 31-90 Hari DPK 89 Orang 54 Orang 39 Orang 31 Orang 91-180 Hari 181-270 Hari > 270 Hari KL, Diragukan Macet (NPL)

40 Orang 45 Orang 38 Orang 28 Orang

Sumber : Data Jumlah Nasabah Kredit Bermasalah BRI Unit Poncowati 2016-2019.

10Hasil Wawancara dengan Bapak Edwin Wijaya selaku Ka. Unit Bank BRI Unit Poncowati pada tanggal 11 November 2019.

11Hasil Wawancara dengan Ibu Desmalia selaku Mantri (Marketing dan Analisis Mikro) Bank BRI Unit Poncowati pada tanggal 11 November 2019.

(21)

Tabel 1.3

Jumlah Biaya Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) Bank BRI Unit Poncowati Tahun 2016, 2017, 2018, dan 201912

Golongan TAHUN 2016 (Rp) 2017 (Rp) 2018 (Rp) 2019 (Rp) Lancar 316.140.378,49 324.911.202,45 329.373.524,14 395.089.558,63 DPK 58.854.494,- 79.686.326,45 64.780.244,75 36.810575,45 KL 65.418.823,20 54.086.936,55 49.078.024,05 47.163.162,45 Diragukan 163.547.058,5 135.217.341,- 122.695.060,- 117.907.906,5 Macet 109.031.372,- 90.144.894,- 81.796.706,- 78.605.270,-

Sumber:Data Jumlah Biaya PPAP Bank BRI Unit Poncowati Th 2016-2019. Tabel 1.4

Persentase Tingkat Non Performing Loan (NPL) Bank BRI Unit Poncowati Tahun 2016, 2017, 2018, dan 201913

No TAHUN PERSENTASE NPL (%)

1 2016 2,59%

2 2017 2,07%

3 2018 1,88%

4 2019 1,54%

Sumber:Data Persentase Tingkat NPL BRI Unit Poncowati Th 2016-2019. Dari permasalahan tersebut maka dibutuhkan strategi yang dapat mengantisipasi kerugian yang diakibatkan kredit bermasalah, yaitu salah satunya dengan menggunakan strategi restrukturisasi sebagai upaya

12 Hasil Wawancara dengan Bapak Edwin Wijaya selaku Ka. Unit Bank BRI Unit Poncowati pada tanggal 11 November 2019.

13 Hasil Wawancara dengan Bapak Edwin Wijaya selaku Ka. Unit Bank BRI Unit Poncowati pada tanggal 11 November 2019.

(22)

penyelamatan sehingga tidak menjadi semakin parah dan mengakibatkan sulitnya penyelesaian kredit bermasalah.

Restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.11/POJK.03/2015 dan PBI Nomor 14/15/PBI/2012. Program restrukturisasi kredit akan memberikan pembayaran hutang dengan syarat yang lebih lunak atau lebih ringan dibandingkan dengan syarat sebelum proses restrukturisasi sehingga dapat memperbaiki posisi keuangan debitur.14 Dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor 23/12/BPPP tanggal 28 Februari 1991, menjelaskan beberapa kebijakan dalam penyelamatan kredit macet, mulai dari rescheduling (penjadwalan kembali), reconditioning (persyaratan kembali), restructuring (penataan kembali).15 Adapun realita yang terjadi di Bank BRI Unit Poncowati menggunakan kebijakan rescheduling (penjadwalan kembali) dengan cara memperpanjang jangka waktu untuk debiturnya, dengan melakukan analisis 5C dan 7P untuk meninjau ulang kelayakan dan kemapuan debitur dalam memenuhi kewajibannya saat dilakukan penyelamatan kredit bermasalah.

Berdasarkan penjabaran permasalahan di atas jelaslah bahwa, peran Bank BRI Unit Poncowati sangat penting, tidak hanya sebagai penyedia modal, tetapi perlu ada pemberdayaan dan pengawasan guna pengembangan usaha yang dijalankan nasabah agar usaha tersebut dapat berkembang dan

14 Biner Sihotang dan Elsi Kartika Sari, “Restrukturisasi Sebagai Penyelamatan Kredit Bermasalah Pada Bank” 2, no. 23 (2019): 2.

(23)

meminimalisir terjadinya resiko kebangkrutan baik bagi nasabah selaku debitur atau risiko kredit bermasalah bagi bank selaku kreditur. Sehingga restrukturisasi menjadi salah satu alternatif yang banyak ditempuh bank-bank yang ada di Indonesia dalam mengatasi kredit bermasalah. Maka hal ini menjadi alasan peneliti dalam melaksanakan penelitian yaitu untuk dapat mengangkat dan menampakkan permasalahan mengenai kredit bermasalah beserta penanganannya yang dilakukan oleh Bank BRI Unit Poncowati yang kemudian setelah dilakukan penelitian diharapkan peneliti dapat menarik kesimpulan mengenai efektivitas pelaksanaan restrukturisasi kredit sebagai strategi penurunan kredit bermasalah yang ada di Bank BRI Unit Poncowati. Sehingga penelitian menjadi penting dan menarik untuk diteliti agar dapat dijadikan acuan dalam mengambil keputusan yang tepat untuk penyelesaian kredit bermasalah di Bank BRI Unit Poncowati, sehingga berdasarakan uraian latar belakang di atas, maka telah dipilih judul mengenai “Efektivitas Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Sebagai Strategi Penurunan Kredit Bermasalah pada Bank BRI Unit Poncowati”.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian dan paparan dari latar belakang di atas serta untuk memperjelas obyek penelitian, maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan restrukturisasi kredit yang dilakukan di Bank BRI Unit Poncowati sebagai strategi penurunan kredit bermasalah?

(24)

2. Apakah pelaksanaan restrukturisasi yang dilakukan Bank BRI Unit Poncowati sudah efektif sebagai strategi penurunan kredit bermasalah? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini diantaranya adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan restrukturisasi kredit bermasalah yang dilakukan oleh Bank BRI Unit Poncowati.

b. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan restrukturisasi kredit sebagai strategi penurunan kredit bermasalah di Bank BRI Unit Poncowati.

2. Manfaat Penelitian

Dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: a. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dibidang lembaga keuangan khususnya mengenai efektivitas pelaksanaan restrukturisasi sebagai strategi penurunan kredit bermasalah.

b. Secara Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi para praktisi dalam menyikapi masalah mengenai efektivitas pelaksanaan restrukturisasi sebagai strategi penurunan kredit bermasalah, serta dapat memberikan informasi kepada pihak

(25)

lembaga keuangan dalam mengambil keputusan lebih lanjut mengenai penanganan kredit bermasalah yang terjadi.

D. Penelitian Relevan

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang sebelumnya mengangkat judul, objek, dan subjek yang bersinggungan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam proposal ini, sebagai berikut :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Tahi Berdikari Sitorus tahun 2018, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara dengan judul “Restrukturisasi Kredit Bermasalah Sebagai Upaya Penyelamatan Kredit Bermasalah Dan Akibat Hukum Yang Timbul Menurut Peraturan OJK (POJK) Nomor 42/POJK.03/2017 Tentang Kewajiban Penyususnan Dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Atau Pembiayaan Bank Bagi Bank Umum (Studi Kasus Pada Bank SUMUT, Balige, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara)”. Penelitian ini mengkaji tentang penyelesaian kredit bermasalah yang ada di Bank Sumut, upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan restrukturisasi kredit, dengan cara menata ulang isi perjanjian pokok antara bank dan debitur guna menyelamatkan debitur yang mengalami kredit bermasalah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi restrukturisasi kredit yang dilakukan sebagai upaya penyelamatan kredit bermasalah dianggap lebih efisien karena tidak membutuhkan waktu yang lama, hal

(26)

ini dibuktikan dari 13 kasus kredit bermasalah, 6 kasus dapat diupayakan melalui restrukturisasi kredit.16

2. Penelitian yang dilakukan oleh Putu Eka Trisna Dewi tahun 2015, Magister Ilmu Hukum, Universitas Udayana, Denpasar, Bali dengan judul “Implementasi Ketentuan Restrukturisasi Kredit Terhadap Debitur Wanprestasi Pada Kredit Perbankan (Studi Kasus Pada Bank Tabungan Pensiunan Negara dan Bank Perkreditan Rakyat Aruna Nirmaladuta)”. Penelitian ini mengkaji tentang implementasi ketentuan restrukturisasi kredit dalam penyelamatan kredit bermasalah pada kredit perbankan sesuai peraturan restrukturisasi kredit yang berlaku. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi ketentuan restrukturisasi kredit dalam penyelamatan dan penyelesaian kredit bermasalah belum optimal diterapkan terhadap semua debitur kredit bermasalah. Restrukturisasi kredit biasanya dilakukan hanya dengan perpanjangan jangka waktu kredit saja, karena cara-cara lain seperti penurunan suku bunga kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit, pengurangan tunggakan pokok kredit, penambahan fasilitas kredit dan lainnya dianggap lebih sulit dan bisa merugikan pihak bank. Selain itu bank juga tergiur dengan keuntungan dari penjualan agunan kredit di bawah tangan sehingga akan menghemat waktu dan kreditur tidak akan

16 Tahi Berdikasi Sitorus, “Restrukturisasi Kredit Bermasalah Sebagai Upaya Penyelamatan Kredit Bermasalah Dan Akibat Hukum Yang Timbul Menurut Peraturan OJK (POJK) Nomor 42/PJOK.03/2017 Tentang Kewajiban Penyusunan Dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Atau Pembiayaan Bank Bagi Bank Umum (Studi Kasus Pada Bank SUMUT, Balige, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara,” t.t.

(27)

kehilangan keuntungan dari bunga kredit yang semakin besar selama debitur tidak mampu membayar.17

Penelitian Tahi Berdikari Sitorus dan Putu Eka Trisna Dewi yang telah dipaparkan sekilas di atas memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya adalah dalam penelitian ini sama-sama membahas mengenai restrukturisasi kredit sebagai upaya atau strategi penurunan kredit bermasalah yang dapat ditempuh oleh bank. Akan tetapi terdapat perbedaan dalam fokus kajiannya, dimana dalam penelitian pertama restrukturisasi kredit juga dikaitkan dengan ranah hukum seperti akibat hukum yang timbul setelah dilakukannya restrukturisasi yang disesuaikan dengan Peraturan OJK (POJK) Nomor 42/POJK.03/2017 Tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Atau Pembiayaan Bagi Bank Umum. Serta upaya lain yang dapat dilakukan apabila restrukturisasi kredit bermasalah gagal dilakukan. Kemudian dalam penelitian kedua fokus kajiannya membahas keoptimalisasian implementasi restrukturisasi kredit yang dilakukan di lokasi penelitian serta menganalisis hambatan dan keadaan yang dihadapi dalam implementasi restrukturisasi kredit bermasalah. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan berfokus pada efektivitas pelaksanaan restrukturisasi kredit sebagai strategi penurunan kredit bermasalah pada Bank BRI Unit Poncowati.

17 Putu Eka Trisna Dewi, “Implementasi Ketentuan Restrukturisasi Kredit Terhadap Debitur Wanprestasi Pada Kredit Perbankan (Studi Kasus Pada Bank Tabungan Pensiunan Negara dan Bank Perkreditan Rakyat Aruna Nirmaladuta)”,” 4, no. 2 (2015).

(28)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Efektivitas

1. Pengertian Efektivitas

Kata efektivitas berasala dari Bahasa Inggris effective, yang artinya tepat pada sasaran, mempunyai efek, mempunyai akibat yang tepat.18 Efektivitas juga dapat diartikan sebagai suatu keberhasilan yang diperoleh atas suatu program yang ditetapkan.19

Selain itu, efektivitas memiliki arti sebagai suatu keadaan yang menunjukkan keberhasilan kerja yang ditetapkan untuk mengukur hasil yang dicapai sesuai dengan rencana dan tujuan, jadi semakin banyak rencana yang dapat dicapai, maka semakin efektif pula kegiatan tersebut sehingga kata efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu usaha.20

Umar Husein mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan efektivitas adalah “doing in the right” yang artinya, melaksanakan sesuatu yang benar dalam memenuhi kebutuhan organisasi berkaitan dengan pencapaian kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu, dengan kata lain efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai.21

Dapat dipahami bahwa efektivitas adalah keberhasilan perencanaan dalam mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan setiap organisasi. Efektivitas berkenaan dengan kesesuaian terhadap sesuatu yang direncanakan dengan sesuatu yang dicapai, disebut efektif apabila tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya berhasil dicapai.

18Izaac Lucas Dominggus Lawalata, “Efektivitas Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Parate Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Pada Lembaga Perbankan,” Akmen Jurnal Ilmiah, vol. 14, no. 3 (2017): 416.

19 Lijan Poltak Sinambela, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2016), 278.

20 Danang Sunyoto, Teori Perilaku Keorganisasian (Yogyakarta: CAPS, 2015), 8. 21 Kadar Nurjaman, Manajemen Personalia (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2014), 220.

(29)

2. Pendekatan Efektivitas

Robbins mengungkapkan beberapa pendekatan dalam menentukan efektivitas organisasi, yaitu sebagai berikut:

a. Pendekatan Pencapaian Tujuan

Pendekatan ini memandang bahwa keefektivan organisasi dapat dilihat dari pencapaian tujuan daripada caranya. Kriteria pendekatan yang populer digunakan adalah memaksimalkan laba, memenangkan persaingan dan sebagainya. Metode manajemen yang berkaitan dengan pendekatan ini dikenal dengan Manajemen by Objectives (MBO), yaitu falsafah manajemen yang menilai keefektivan organisasi dan anggotanya dengan cara menilai seberapa jauh mereka mencapai tujuan-tujuan yang telah dicapai.

b. Pendekatan Sistem

Pendekatan ini menekankan bahwa untuk meningkatkan kelangsungan hidup organisasi, perlu diperhatikan sumber daya manusia, mempertahankan diri secara internal, memperbaiki struktur organisasi, dan pemanfaatan teknologi agar dapat berintegrasi dengan lingkungan yang darinya organsasi memerlukan dukungan terus-menerus bagi keberlangsungan hidupnya.

c. Pendekatan Konstituensi-Strategis

Pendekatan ini menekankan pada pemenuhan tuntutan konstituensi di lingkungan yang memerlukan dukungan yang terus-menerus bagi keberlangsungan hidup.

d. Pendekatan Nilai Bersaing

Pendekatan ini mencoba mempersatukan pendekatan tujuan, sistem, dan konstituensi-strategis, yang didasarkan atas kelompok nilai. Masing-masing nilai tersebut selanjutnya lebih dipilih berdasarkan daur hidup ditempat organisasi itu berada.22

Pendekatan tersebut digunakan untuk menentukan cara mencapai tujuan dari sebuah organisasi agar rencana yang disusun dapat dikatakan efektif sesuai dengan strategi yang digunakan oleh organisasi tersebut. Sehingga beberapa pendekatan tersebut sangat berpengaruh untuk pencapaian efektivitas dari strategi yang ditargetkan disetiap organisasi.

22 Sonny Suntani Setiana, Manajemen dan Supervisi Pendidikan (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2018), 55–57.

(30)

3. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas:

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tercapainya sebuah efektivitas, diantaranya sebagai berikut:

a. Karakteristik Organisasi

Karakteristik organisasi memiliki hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian dari hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas.

b. Karakteristik Lingkungan

Karakteristik ini mencangkup dua aspek. Aspek pertama adalah lingkungan eksternal, yaitu lingkungan yang berada diluar batas organisasi, terutama dalam perbuatan keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek kedua adalah lingkungan internal yang dikenal sebagai iklim organisasi, yaitu lingkungan yang secara keseluruhan ada di dalam lingkungan organisasi.

c. Karakteristik Pegawai

Karakteristik pegawai merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas. Di dalam diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan, tetapi kesadaran individu terhadap perbedaan itu sangant penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian, apabila menginginkan keberhasilan, suatu oganisasi harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi.

d. Karakteristik Manajemen

Karakteristik Manajemen ini merupakan strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk mengondisikan semua hal yang ada di dalam organisasi sehingga efektivitas tercapai.23

Sebuah rencana atau tujuan dapat dikatakan efektif apabila hal tersebut dapat dicapai, adapun dalam mencapai sebuah tujuan maka sebuah organisasi harus memperhatikan beberapa karakteristik seperti di atas untuk meninjau keadaan organisasinya agar strategi yang digunakan untuk mencapai efektivitas sebuah rencana tepat dan sesuai kebutuhan.

23 Donni Juni Priansa, Manajemen Sekretaris dan Perkantoran (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2017), 106.

(31)

4. Ukuran Efektivitas

Efektivitas dapat timbul menjadi suatu tolak ukur yang menyatakan sebeberapa jauh pencapaian target seperti kuantitas, kualitas, dan waktu tempuh yang telah terlampaui atau yang mampu dilewati.24

Pengukuran efektivitas dapat dilakukan dengan melihat hasil kerja yang dicapai oleh suatu organisasi, diukur melalui berhasil tidaknya organisasi mencapai tujuannya, apabila organisasi berhasil mencapai tujuannya maka dapat dikatakan efektif karena efektivitas hanya melihat apakah proses program atau kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.25

Selain itu, efektivitas juga dapat diukur dari hasil usaha suatu perusahaan yang tercermin dari kemampuannya menghasilkan uotput (hasil) yang berwujud barang dan jasa yang sangat menguntungkan yang kemudian efektivitas diberlakukan pada hasil dan umpan balik, adapun umpan balik dari masyarakat hendaknya diperhatikan untuk memperbaiki kualitas produksi.26

Dengan demikian, hasil usaha berupa barang atau jasa dikatakan efektif apabila hasil dari produk barang atau jasa tersebut sesuai dengan rencana dari organisasi, dan umpan balik atas produk baik barang atau jasa tersebut mendapat sambutan baik dan bermanfaat bagi masyarakat.

Adapun kriteria pengukuran efektivitas dalam mencapai standar efektif sebagai berikut :

a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai; b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan;

c. Proses analisis dan perumusan dan kebijaksanaan yang mantap; d. Perencanaan yang matang;

e. Penyususnan program yang tepat; f. Tersedianya saranan dan prasarana;

g. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik. 27

24Izaac Lucas Dominggus Lawalata, 416-417.

25Dani Suhendri,” Efektivitas Kinerja Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Kota dalam Mengelola Taman Kenanga Dusun Gemulo Kota Batu”, Universitas Muhammadiah Malang (2017), dalam laman https://scholar.google.com/ , diakses pada 06 November 2019.

26Francis Tantri, Pengantar Bisnis (Jakarta: Raja Grafindo, 2008), 6–7.

27Hassel Nogi S. Tangkilisan, Manajemen Publik (Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), 141.

(32)

Kriteria di atas dapat digunakan sebagai indikator penilaian guna mengukur efektivitas dari sebuah strategi atau cara yang digunakan dalam mencapai sebuah tujuan oleh suatu organisasi. Ketika kriteria tersebut dapat dipenuhi oleh suatu perusahaan atau organisasi dengan baik, dan dapat mencapai tujuan dari sebuah organisasi, maka strategi yang digunakan dapat dikatakan efektif, begitupun sebaliknya.

B. Kredit

1. Pengertian Kredit

Menurut bahasa, kredit berasal dari Bahasa Italia “credere” artinya kepercayaan, penyaluran dana tersebut didasarkan pada kepercayaan yang diberikan kreditur kepada debitur bahwa debitur akan mengembalikan pinjaman beserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.28

Dalam hal tersebut, penerima kredit mendapat kepercayaan dari pihak yang memberi pinjaman, sehingga pihak peminjam berkewajiban untuk mengembalikan kredit yang telah diterimanya.29 Pemberian kredit

merupakansuatu bentuk usaha yang dilakukan oleh bank untuk mengolah modal yang dimiliki dan simpanan nasabah untuk memberikan pinjaman kepada nasabah lain dengan mengambil keuntungan pembayaran berupa bunga dari debitur atas pemberian kredit.30

28 Malayu S.P Hasibun, Dasar-Dasar Perbankan (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), 87. 29Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), 93.

30 I Wayan Suartama, Ni Luh Gede Erni Sulindawari, dan Nyoman Trisna Herawati, “Analisis Penerapan Retsrukkturisasi Kredit Dalam Upaya Penyelamatan Non Performing Loan (NPL) Pada PT BPR Nusamba Tenggalang,” Jurnal S1 AK 8, no. 2 (2017): 2.

(33)

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa kredit merupakan penyaluran dana berupa pinjaman yang diberikan kepada peminjam dengan prinsip kepercayaan yang kemudian peminjam berkewajiban mengembalikan pinjamannya beserta bunganya kepada pemberi pinjaman sesuai waktu, jumlah maupun hal lain yang sudah disepakati bersama.

Kredit dapat terjadi apabila memenuhi beberapa unsur kredit berikut: a. Kreditur, merupakan pihak yang memberikan kredit (pinjaman) kepada pihak lain yang mendapat pinjaman. Pihak tersebut bisa perorangan atau badan usaha. Bank yang memberikan kredit kepada piak peminjam merupakan kreditor.

b. Debitur, merupakan pihak yang membutuhkan dana, atau pihak yang mendapat pinjaman dari pihak lain.

c. Kepercayaan (Trust), kreditur memberikan kepercayaan kepada pihak yang menerima pinjaman (debitur) bahwa debitur akan memenuhi kewajiban untuk membayar pinjamannya sesuai dengan jangka waktu tertentu yang diperjanjikan.

d. Perjanjian, merupakan suatu kontrak perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan antara bank (kreditur) dengan peminjam (debitur).

e. Risiko, setiap dana yang disalurkan ileh bank selalu mengandung adanya risiko tidak kembalinya dana. Risiko adalah kemungkinan kerugian yang akan timbul atas penyaluran kredit bank.

f. Jangka Waktu, merupakan lamanya waktu yang diperlukan oleh debitur untuk membayar pinjamannya kepada kreditur. g. Balas Jasa, sebagai imbalan atas dana yang disalurkan oleh

kreditur, maka debitur akan membayar sejumlah uang tertentu sesuai dengan perjanjian. Dalam perbankan konvensional, imbalan tersebut berupa bunga, sementara di dalam bank syariah terdapar beberapa macam imbalan, tergantung pada akadnya.31 Dapat dipahami bahwa kegiatan kredit tidak akan terjadi jika tidak memiliki unsur-unsur tersebut, karena pengertian kredit itu sendiri mengandung unsur-unsur tersebut, seperti halnya kreditur harus memiliki kepercayaan kepada debitur untuk memberikan modal dengan perjanjian

(34)

kredit yang berkaitan dengan jangka waktu, balas jasa berupa bunga dan lainnya. Adapun dari kegiatan kredit tersebut tidak jarang akan memunculkan risiko kredit diantara keduanya. Sehingga unsur tersebut pada dasarnya saling berkaitan dalam kegiatan perkreditan yang terjadi.

2. Penilaian Kredit

Penilaian kredit oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan keyakinan tentang nasabahnya, seperti melalui prosedur penilaian yang benar dan sungguh-sungguh. Adapun kriteria penilaian yang umum dan harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang layak diberikan kredit, dilakukan dengan analisis 5C dan 7P.

Penilaian kredit dengan analisis 5C sebagai berikut : a. Character (Karakteristik)

Character merupakan sifat atau watak seseorang. Sifat dari calon debitur benar-benar harus dapat dipercaya. Untuk membaca watak atau sifat dari calon debitur dapat dilihat dari latar belakang si nasabah, baik latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti: gaya hidup yang dianurnya, keadaan kelurga, hobi dan jiwa social.

b. Capacity (Kemampuan)

Capacity adalah analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam membayar kredit. Kemampuan ini dihubungkan dengan latar belakang pendidikan dan pengalamannya selama ini dalam mengelola usahanya, sehingga akan terlihat “kemampuannya” dalam mengembalikan kredit yang disalurkan. c. Capital (Modal)

Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak, dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) yang disajikan dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas dan solvabilitasnya, rentabilitas dan ukuran lainnya.

d. Condition of Ekonomy (Kondisi Perekonomian)

Penilaian kondisi atau prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.

(35)

e. Collateral (Jaminan)

Merupakan jaminan yang diberikan oleh nasabah baik yang bersifat fisik maupun nonfisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahan dan kesempurnaannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.32

Analisis 5C tersebut digunakan pihak bank untuk menganalisis kelayakan calon debitur yang bertujuan sebagai antisipasi terjadinya risiko kredit bermasalah, sehingga setelah dilakukannya analisis tersebut diharapkan dapat melihat kelayakan dan kesiapan debitur untuk meminjam dana guna kelangsungan usahanya. Dan untuk melihat kemampuan debitur dalam melunasi kewajibannya agar tidak terjadi wanprestasi atau pelanggaran yang dilakukan oleh debitur.

Selanjutnya, analisis 7P dengan unsur penilain sebagai berikut: a. Personality, yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau

tingkahlakunya sehari-hari maupun kepribadiannya masa lalu. Penilaian personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah dan menyelesaikannya.

b. Party (Golongan), yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atas golongan-golongan tertentu, berdasarkan modal, loyalitas, serta karakternya. Nasabah yang digolongkan ke dalam golongan tertentu akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.

c. Purpose (Tujuan), yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit,termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. d. Prospect, yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan

datang menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya.

e. Payment (Pembayaran Kembali), merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit.

f. Profitability (Kemampuan Perusahaan dalam Memperoleh Keuntungan), untuk menganalisis bagaimana kemampuan

(36)

nasabah dalam mencari laba. Profitability diukur dari periode ke periode, apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya.

g. Protection (Perlindungan), tujuannya adalah bagaimana menjaga agar kredit yang diberikan mendapatkan jaminan perlindungan, sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman. Perlindungan yang diberikan oleh debitur dapat berupa jaminan barang,orang atau jaminan asuransi. 33

Seperti halnya analisis 5C maka analisis 7P juga digunakan oleh pihak bank untuk menilai kelayakan calon debitur dalam pemberian kredit. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko kredit bermasalah/macet baik yang sibebakan oleh kepribadian debitur sampai dengan kelangsungan usahanya, maupun yang disebabkan oleh kelalaian yang dilakukan oleh debitur atau kreditur. Sehingga baik analisi 5C ataupun 7P menjadi salah satu hal yang sangat penting dalam kegiatan perkreditan dan juga dalam kegiatan penyelamatan kredit bermasalah atau restrukturisasi kredit. Karena dalam kegiatan restrukturisasi kredit analisis 5C dan 7P juga digunakan untuk meninjau ulang kelayakan debitur untuk dilakukannya penyelamatan kredit sebelum ke tahap eksekusi agunan. 3. Kolektibilitas Kredit

Menurut ketentuan pasal 12 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, kualitas kredit dibagi menjadi lima kolektibilitas, yaitu sebagai berikut:

a. Kredit lancar, yaitu jika memenuhi kriteria: pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat, memiliki mutasi rekening yang aktif, bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai. b. Kredit dalam perhatian khusus, yaitu jika memenuhi kriteria:

terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum

(37)

melampaui 90 hari, kadang-kadang terjadi cerukan, mutasi rekening relatif rendah, jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan, didukung oleh pinjaman baru.

c. Kredit kurang lancar, yaitu jika memenuhi kriteria: terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari, sering terjadi cerukan, frekuensi mutasi rekening relatif rendah, terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur, dokumentasi pinjaman yang lemah.

d. Kredit yang diragukan, yaitu apabila memenuhi kriteria: terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari, sering terjadi cerukan yang bersifat permanen, terjadi kapitalisasi bunga, dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun peningkatan jaminan.

e. Kredit macet, yaitu apabila memenuhi kriteria: terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari, kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru, dari segi hukum maupun kondisi pasar jaminan tidak dapat dicairkan dengan nilai wajar. 34

Kolektibilitas kredit dikelompokkan berdasarkan waktu dan ketepatan pembayaran debitur menjadi lima kolektibilitas, yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Kolektibilitas kredit juga menunjukkan kualitas kredit yang dapat mempermudah Lembaga Keuangan Bank untuk mengantisipasi risiko kredit bermasalah yang dapat mempengaruhi kelangsungan usaha dan kesehatan bank. Dengan adanya kolektibilitas kredit, diharapkan pihak bank dapat memberikan penanganan secara cepat dan tepat sesuai kondisi dan kualitas kredit kepada risiko kredit bermasalah yang dihadapi, agar dapat menekan dan meminimalisir masalah kredit bermasalah. Selain itu, adanya kolektibiitas kredit juga digunakan untuk menetapkan tingkat cadangan kerugian kepada Bank Indonesia akibat kredit bermasalah.

34 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada, 2014), 66–68.

(38)

4. Kredit Bermasalah (Non Performing Loan) a. Pengertian Kredit Bermasalah

Kredit bermasalah merupakan kredit yang telah diberikan oleh bank, dan nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atau melakukan angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah ditandatangani oleh bank dan nasabah.35

Adapun penilaian atas penggolongan kredit baik kredit tidak bermasalah, maupun bermasalah tersebut dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif, dimana penilaian secara kuantitatif dilihat dari kemampuan debitur dalam melakukan pembayaran angsuran kredit, baik angsuran pokok pinjaman dan/atau bunga, sedangkan penilaian secara kualitatif dapat dilihat dari prospek usaha dan kondisi keuangan debitur.36 Disisi lain kredit bermasalah akan mengakibatkan kerugian pada bank, yaitu kerugian karena tidak diterimanya kembali dana yang telah disalurkan, maupun pendapatan bunga yang tidak dapat diterima, artinya bank kehilangan kesempatan mendapat bunga, yang berakibat pada penurunan pendapatan secara total.37 Setiap kredit dapat dikatakan menjadi kredit bermasalah diukur dari tingkat kolektibilitasnya yang merupakan persentase jumlah kredit bermasalah dengan kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit yang dikeluarkan bank.38

Dengan demikian kredit bermasalah (non performing loan) merupakan risiko yang timbul dari kegiatan kredit dimana debitur

35 Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi, 125. 36 Ismail, 125.

37 Ismail, 125.

38Rini Saputri, “Analisis Penyelesaian Kredit Bermasalah PD. BPR Sarimadu Cabang Pekan Baru”, Jom FISIP 2, no. 2 (2015): 3.

(39)

tidak mampu memenuhi kewajiabannya dalam membayar angsuran maupun bunga kredit sesuai jumlah dan waktu yang sudah disepakati. Dimana kredit bermasalah akan berakibat pada kerugian dan dapat membahayakan kesehatan bank karena meningkatnya tingkat NPL pada suatu bank.

b. Faktor-faktor Penyebab Kredit Bermasalah

Kredit bermasalah dapat timbul karena berbagai macam sebab yang dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu :

1) Faktor Intern Bank

Penyebab intern bank pertama atas terjadinya kredit bermasalah adalah penyelenggaraan analisis kredit yang kurang sempurna. Hal itu disebabkan karena account officer dan credit analyst yang ditugaskan untuk melakukan tugas itu kurang mampu.

Faktor kedua adalah pimpinan bank terlalu agresif menyalurkan kredit. Hal tersebut antara lain disebabkan karena mereka berhasil mengumpulkan deposito dalam jumlah besar dan dalam jangka waktu singkat akhirnya beban biaya deposito terlalu besar dan untuk menutupi beban tersebut maka pihak bank berusaha keras untuk menyalurkan kredit untuk mendapatkan bunga sebanyak dan secepat mungkin. Sehingga strategi seperti itu dapat menurunkan ketajaman analisis kredit sehingga permintaan kredit dengan mutu kurang memadaipun diluluskan.

Faktor ketiga adalah lemahnya sistem pemantauan mutu kredit dan kredibilitas debitur. Karena hal tersebut, pimpinan bank tidak mampu mengawasi secara sempurna penggunaan kredit oleh debitur serta perkembangan kinerja usaha bisnis dan keuangan mereka. Bank baru dapat mengindikasi kinerja debitur menurun, setelah mereka menunggak pembayaran bunga dan/atau pelunasan kredit yang jatuh tempo.

Faktor keempat adalah campur tangan para pemegang saham yang berlebihan dalam proses pengambilan keputusan pemberian kredit. Hal itu dapat menyebabkan pimpinan bank menyimpang dari

(40)

kebijaksanaan penyaluran kredit yang telah digariskan bank.

Faktor kelima adalah pemberian kredit tambahan tanpa analisis kredit yang tajam dan tambahan jaminan kredit.

2) Ketidak Layakan Debitur

Kredit bank dapat diberikan kepada debitur perorangan dan debitur badan usaha. Sumber pembayaran bunga dan pelunasan kredit kebanyakan debitur adalah penghasilan tetap mereka. Oleh karena itu apabila penghasilan tetap mereka terganggu biasanya pembayaran kredit mereka juga terganggu. Penyebab kredit perorangan bermasalah lainnya adalah debitur mengalami sakit berat, kecelakaan, bercerai atau meninggal dunia.

Selain itu ada faktor lain seperti, adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani. 3) Faktor Ekstern Bank

Banyak faktor ektern mempunyai pengaruh besar terhadap kelancaran kegiatan usaha perusahaan. Apabila pengaruh tersebut negatif sifatnya, profitibilitas dan likuiditas keuangan, maupun kemampuan mereka membayar pinjaman dapat terganggu.

Faktor pertama yang dapat mengganggu kelancaran usaha adalah penurunan kondisi ekonomi moneter negara atau sektor usaha. Bagi banyak perusahaan dampak langsung memburuknya kondisi ekonomi moneter negara adalah menurunnya hasil penjualan barang atau jasa yang mereka hasilkan.

Faktor kedua yang dapat mempengaruhi kemampuan debitur melunasi pinjaman adalah bencana alam (kebakaran,banjir, gempa bumi, dan sebagainya), yang merusak atau memusnahkan fasilitas produksi yang mereka miliki yang dapat mengganggu kelangsungan produksi dan pemasaran.

Faktor ketiga adalah peraturan pemerintah, contoh peraturan pemerintah Indonesia pada masa orde baru yang memperbolehkan kapal-kapal asing menyinggahi banyak pelabuhan di dalam negeri, telah menimbulkan persaingan berat bagi perusahaan pelayaran nasional (terlebih yang lemah kondisinya).

Faktor keempat yang mempengaruhi kemampuan debitur membayar bunga dan mengembalikan kredit adalah melemahnya kurs nilai mata uang nasional terhadap mata uang asing. Hal tersebut dapat menyebabkan beban

(41)

bunga dan pembayaran kembali kredit meningkat sampai di luar batas debitur untuk memikulnya. 39

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa terjadinya kredit bermasalah dapat disebabakan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan pihak bank atau kreditur itu sendiri yang akhirnya memicu terjadinya kredit bermasalah. Selain itu, ketidak layakan debitur juga menjadi penyebab terjadinya kredit bermasalah, karena kesalahan yang dilakukan debitur dalam mengelola usahanya dapat mengakibatkan usahanya menjadi menurun yang dampaknya akan membuat debitur kesulitan melunasi kewajibannya. Begitupun faktor ekternal bank yang apabila terjadi maka dapat mempengaruhi kelancaran kredit debitur dalam melunasi kewajibannya yang akhirnya akan menyebabkan kredit menjadi bermasalah.

c. Dampak Kredit Bermasalah

Terjadinya kredit bermasalah juga dapat berdampak negatif terhadap Bank atau Lembaga Keuangan, diantaranya :

1) Laba/Rugi bank menurun, penurunan laba tersebut diakibatkan adanya penurunan pendapatan bunga kredit.

2) Bad Debt Ratio menjadi lebih besar, artinya rasio aktiva produktif menjadi lebih rendah.

3) Biaya pencadangan penghapusan kredit meningkat, bank perlu membentuk pencadangan atas kredit bermasalah yang lebih besar, dan biaya pencadangan tersebut akan berpengaruh pada penurunan keuntungan bank.

4) Return On Asset (ROA) maupun Return On Equity (ROE) menurun, penurunan laba akan memiliki dampak pada penurunan ROA, karena return turun, maka ROA dan ROE akan menurun.40

39 Siswanto Sutojo, Strategi Manajemen Kredit Bank Umum (Jakarta: Damar Mulia Pustaka, 2000), 186–189.

(42)

Dapat dipahami bahwa dampak dari kredit bermasalah (NPL) yang terjadi diperbankan menyebabkan kerugian bagi bank tersebut, karena perputaran kas dalam operasional bank akan terhambat, hal tersebut dikarenakan persedian kas bank menurun seiring meningkatnya NPL, yang akan mempengaruhi likuiditas bank. Selain itu, hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari kredit yang diberikan sehingga mengurangi perolehan laba, yang mempengaruhi profitabilitas atau rentabilitas bank. Kemudian biaya PPAP juga akan meningkat yang kemudian akan mempengaruhi pendapatan dan mengurangi besaran modal bank. Sehingga dari beberapa hal di atas, masalah kredit bermasalah pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan bank yang semakin menurun dan akan mempengaruhi operasional bank jika tidak dilakukan penyelamatan kredit bermasalah secara tepat dan cepat.

C. Restrukturisasi Kredit

1. Pengertian Restrukturisasi Kredit

Restrukturisasi kredit merupakan upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.41 Selain itu restrukturisasi kredit atau penataan ulang memiliki pengertian lain, yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut penambahan dana bank, konversi

40 Ismail, 127.

41 I Made Agus Arnadi, Nyoman Trisna Herawati, dan Made Arie Wahyuni, “Analisis Penerapan Retsrukkturisasi dalam Penyelesaian Kredit Macet pada Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Petang di Kecamatan Petang, Kabupaten Bandung,” Jurnal S1 AK 8, no. 2 (2017): 3.

(43)

sebagian/seluruh tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, atau konversi sebagian/seluruh kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner lain untuk menambah penyertaan.42

Dapat dipahami bahwa restrukturisasi kredit adalah program bank sebagai suatu upaya perbaikan dan penyelamatan yang dilakukan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya agar bank tidak mengalami kerugian yang ditimbulkan dari kredit bermasalah tersebut.

Adapun kebijakan mengenai restrukturisasi kredit pertama kali diatur dalam SK Direksi Bank Indonesia No. 31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi Kredit yang kemudian diubah menjadi Peraturan Bank Indonesia No. 2/15/PBI/ 2000 tentang Restrukturisasi Kredit, yaitu yang pada mulanya restrukturisasi kredit dapat dilakukan dengan 7 (tujuh) cara yakni melalui :

a. Penurunan suku bunga;

b. Pengurangan tunggakan bunga kredit; c. Pengurangan tunggakan pokok kredit; d. Perpanjangan jangka waktu kredit; e. Penambahan fasilitas kredit;

f. Pengambilalihan asset debitur sesuai ketentuan yang berlaku; dan

g. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan debitur.43

Dapat dipahami bahwa cara-cara di atas merupakan opsi yang dapat dipilih dan diterapkan oleh pihak bank kepada debitur bermasalah sebagai upaya penyelamatan kredit bermasalah agar tidak menjadi kredit macet yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi kelancaran usaha bank.

42 I Wayan Suartama, Ni Luh Gede Erni Sulindawari, dan Nyoman Trisna Herawati, “Analisis Penerapan Retsrukkturisasi Kredit Dalam Upaya Penyelamatan Non Performing Loan (NPL) Pada PT BPR Nusamba Tenggalang,” Jurnal S1 AK 8, no. 2 (2017): 4.

(44)

Restrukturisasi kredit sangat memungkinkan usaha debitur terus berjalan. Solusi ini dianggap terbaik saat ini sebab disamping menyelamatkan dana perbankan dan menyelamatkan usaha debitur juga memberikan manfaat bagi masyarakat pada umunya. Karena penyelamatan kredit dapat ikut mendukung recovery (pemulihan) ekonomi nasional. Dengan melakukan restrukturisasi kredit, akan memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Terhindar dari kebangkrutan. Penghindaran ini penting sebab publisitas yang berkaitan dengan kebangkrutan sangat merugikan bagi usaha yang ada.

b. Dengan demikian akan mengurangai ketidakpastian bagi debitur.

c. Pilihan restrukturisasi kredit adalah fleksibel dan dapat dimodifikasi setelah pembicaraan dilakukan antara pihak manajemen debitur dengan kreditur.

d. Pembayaran bunga segera dapat diterima oleh debitur dan kemungkinan juga pokok pinjaman.

e. Kreditur memiliki fleksibelitas, mereka tetap mempunyai hak untuk melikuidasiperusahaan bila pyoksi-proyeksi tidak terpenuhi. 44

Penyelesaian kredit bermasalah (restrukturisasi kredit) memiliki beberapa metode atau pola yang dapat ditempuh oleh bank dalam penyelamatan kredit bermasalah, sebagai berikut:

a. Penjadwalan Kembali (Reschedulling), merupakan upaya yang dilakukan bank untuk menangani kredit bermasalah dengan membuat penjadwalan kembali . penjadwalan kembali dapat dilakukan kepada debitur yang mempunyai itikad baik akan tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk membayar angsuran pokok maupun bunga dengan jadwal yang telah diperjanjikan.

Beberapa alternatif rescheduling yang dapat diberikan bank : 1) Perpanjangan jangka waktu kredit, misal dari 2 tahun

menjadi 5 tahun sehingga total angsuran perbulan menjadi lebih rendah.

2) Jadwal angsuran bulanan menjadi triwulan, memberi kesempatan debitur mengumpulkan dana untuk dapat membayar angsuran.

44Tahi Berdikasi Sitorus, “Restrukturisasi Kredit Bermasalah Sebagai Upaya Penyelamatan Kredit Bermasalah Dan Akibat Hukum Yang Timbul Menurut Peraturan OJK (POJK) Nomor 42/PJOK.03/2017 Tentang Kewajiban Penyusunan Dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Atau Pembiayaan Bank Bagi Bank Umum (Studi Kasus Pada Bank SUMUT, Balige, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara,” t.t., 34.

(45)

3) Memperkecil angsuran pokok dengan jangka waktu lebih lama.

b. Persyaratan Ulang (Reconditioning), merupakan upaya yang dilakukan bank dengan mengubah seluruh atau sebagian perjanjian yang telah dilakukan bank dengan nasabah. Perubahan kondisi dan persyaratan tersebut harus disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi debitur dalam menjalankan usahanya.

Beberapa alternatif reconditioning yang dapat diberikan bank : 1) Penurunan suku bunga, misal bunga kredit pada perjanjian awal sebesar 20% diturunkan menjadi 18%. Penurunan suku bunga tersebut akan menyebabkan penurunan biaya bunga yang harus dibayarkan oleh nasabah, sehingga secara total angsuran nasabah menjadi lebih rendah.

2) Pembebasan sebagian atau seluruh bunga yang tertunggak, sehingga nasabah pada periode berikutnya membayar pokok pinjaman dan bunga berjalan.

3) Kapitalisasi bunga, yaitu bunga yang tertunggak dijadikan satu dengan pokok pinjaman.

4) Penundaan pembayaran bunga, yaitu pembayaran kredit oleh nasabah dibebankan sebagai pembayaran pokok pinjaman sampai dengan jangka waktu tertentu, kemudian pembayaran bunga dilakukan pada saat nasabah sudah mampu.

c. Penataan Ulang (Restructuring), merupakan upaya yang dilakukan oleh bank dengan cara mengubah struktur pembiayaan yang mendasari pemberian kredit. Misal, pada struktur tersebut berasal darai dana sendiri sebesar 60% dan dana kredit bank sebesar 40%. Pada perjalanan berikutnya, debitur mengalami kesulitan dalam pembayaran angsuran karena sebagian besar modal yang ada terserap dalam investasi. Dalam hal ini bank akan memberikan tambahan dana untuk modal kerja, agar perusahaan dapat menjalankan operasionalnya dan memperoleh keuntungan.

Beberapa cara yang dapat diberikan oleh bank: 1) Bank dapat memberikan tambahan kredit.

2) Tambahan dana tersebut berasal dari modal debitur yang diminta oleh pihak bank .

3) Kombinasi antara bank dan nasabah, bank akan menghitung kembali total dana yang dibutuhkan oleh debitur, adapun penambahan modal sebagian berasal dari bank berupa tambahan kredit dan modal nasabah, yaitu dengan mencarikan pemodal baru atau dari pemilik modal lama. d. Kombinasi, merupakan upaya penyelesaian kredit bermasalah

yang dilakukan bank dengan cara mengkombinasikan antara cara yang satu dengan yang lain, seperti rescheduling dengan

(46)

restructuring misal bank memperpanjang jangka waktu kredit dan menambah jumlah waktu kredit, reschedulling dengan reconditioning misal bank dapat memperpanjang jangka waktu dan meringankan bunga, restructuring dengan reconditioning misal upaya penambahan kredit diikuti dengan keringanan bunga atau pembebasan tunggakan bunga, reschedulling, restructuring, dan reconditioning upaya yang diberikan bank misalnya jangka waktu diperpanjang, kredit ditambah, dan tunggakan bunga dibebaskan.

e. Eksekusi, merupakan alternative terakhir yang dapat dilakukan oleh bank untuk menyelamatkan kredit bermasalah. Eksekusi merupakan penjualan agunan debitur yang dimiliki oleh bank. Hasil penjualan agunan diperlukan untuk melunasi semua kewajiban debitur baik kewajiba atas pinjaman pokok maupun bunga. Jika ada sisa dikembalikan namun sebaliknya jika kurang maka kurangannya tetap ditanggung oleh debitur dan diwajibkan untuk dibayar. 45

Dari penjelasan di atas maka dapat dipahami bahwa dalam kegiatan restrukturisasi kredit atau penyelamatan kredit bermasalah terdapat beberapa cara atau metode yang dapat terapkan oleh bank. Pemilihan metode yang digunakan juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan debitur yang akan dilakukan restrukturisasi kredit. Hal tersebut memberikan alternatif kepada debitur sebelum barang jaminan atau agunan miliknya di lelang untuk mendapatkan dana guna melunasi kreditnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa restrukturisasi kredit memiliki beberapa cara diantaranya rechedulling (penjadwalan kembali), reconditioning (persyaratan ulang), restructuring (penataan ulang), kombinasi antara ketiganya dan yang terakhir adalah eksekusi jaminan, hal ini dilakukan jika cara tersebut sudah tidak bisa dilakukan untuk menyelamatkan kreditnya makan bank dapat melakukan tahap ini.

(47)

2. Ketentuan Restrukturisasi Kredit

Pada Tahun 2012 Bank Indonesia mengeluarkan petunjuk dan pedoman tentang tata cara penyelamatan kredit melalui restrukturisasi kredit yaitu dengan berpedoman kepada Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum yang dijelaskan dalam Pasal 52 dan 53.

Beberapa kebijakan dalam penyelamatan kredit macet berdasarkan peraturan tersebut terdapat pada Pasal 52, yaitu bank hanya dapat melakukan restrukturisasi kredit terhadap debitur yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/ atau bunga kredit; b. Debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu

memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi.

Selain itu, kebijakan restrukturisasi kredit juga dijelaskan pada Pasal 53, yaitu bank dilarang melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan hanya untuk :

a. Memperbaiki kualitas kredit;

b. Menghindari peningkatan pembentukan PPA tanpa memperhatikan kriteria debitur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52. 46

Penetapan kualitas kredit yang direstrukturisasi dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2015 Tentang Ketentuan Kehati-hatian dalam Rangka Stimulus Perekonomian Nasional Bagi Bank Umum juga sudah diatur dalam Bab III Penilain Dan Penetapan Kualitas Aset Bank Umum, Pasal 7 sebagai berikut:

(1) Kualitas Kredit setelah dilakukan restrukturisasi ditetapkan sebagai berikut:

a. paling tinggi Kurang Lancar untuk Kredit yang sebelum dilakukan restrukturisasi tergolong Diragukan atau Macet;

46 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 Tentang Penilain Kualitas Aset Bank Umum, Pasal 52-53.

Referensi

Dokumen terkait

Tim peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kota Salatiga, dengan seluruh jajaran Satuan Kerja Pemerintah Daerah yang telah membantu untuk menyediakan data

al, Analisa Situasi Sistem Peradilan Anak (Juvenile Justice System) di Indonesia , Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Perkembangan kerukunan anatar umat bergama harus di tingakatkan agar tidak ada lagi gesekan atau konflik antarumat bergama,melihat dasar Indonesia Bhinneka Tunggal

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya interaksi genotip dan lingkungan pada beberapa karakter ke tiga genotip lobak, mengetahui genotip lobak yang

Data Primer yaitu data yang didapat langsung dari subyek penelitian dengan.. menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung

Jika Aida belajar dengan serius maka ia dapat mengerjakan semua soal ujian nasional.. Aida tidak dapat mengerjakan semua soal ujian nasional atau ia lulus

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian adalah 1) Organisasi kelas olahraga SMA N 3 Purwokerto sudah berjalan sesuai tugasnya

Pada proses membran, pemisahan air dari pengotornya didasarkan pada proses penyaringan dengan skala molekul, dimana suatu tekanan tinggi diberikan melampaui tarikan osmosis