• Tidak ada hasil yang ditemukan

(ECOLOGICAL IMPACT OF BLEACHING EVENT 2010 IN NORTHERN ACEH)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(ECOLOGICAL IMPACT OF BLEACHING EVENT 2010 IN NORTHERN ACEH)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 5 No. 1 Mei 2014: 15-21_____________________ ISSN 2087-4871

DAMPAK PEMUTIHAN KARANG TERHADAP EKOSISTEM TERUMBU

KARANG PADA TAHUN 2010 DI PERAIRAN UTARA ACEH

(ECOLOGICAL IMPACT OF BLEACHING EVENT 2010 IN

NORTHERN ACEH)

Efin Muttaqin1,2, Mohammad Mukhlis Kamal2, Sigid Haryadi2, Shinta Pardede3, Sukmaraharja

Tarigan3, Stuart J Campbell3

1Corresponding author

2Pengelolaan Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor 3 Wildlife Conservation Societies, Indonesian Program

ABSTRACT

A drastic increasing in Sea Surface Temperature (SST) was happen in Andaman Sea including in Aceh region from April through end of May 2010. The recent escalations of SST have caused mass coral bleaching event in many places in the world including northern Aceh water of Indonesia. Bleaching survey was conducted in Northern Aceh to measure ecological impact of bleaching including bleaching index, coral cover and reef fish abundance. More than 35% bleached coral were died, with tremendous mortality of susceptible genera such as Acropora and Pocillopora. Coral bleaching has impact in declining coral cover in Northern Aceh significantly after coral bleaching and the evidence of loss Acropora in some area. Coral bleaching also impact to coral fishes, where fishes abundance especially coralivorous fishes has declining significantly betwen 2009 and 2011 also 2013. The 2010 bleaching event is one of the most severe events reported for Indonesia including in Northern Aceh.

Keyword: coral bleaching, coral reef, herbivore fishes, resilience, Northern Aceh ABSTRAK

April – Mei 2010 Perairan Andaman termasuk perairan Aceh mengalami kenaikan suhu permukaan air laut yang drastis. Kenaikan suhu permukaan air laut tersebut telah menyebabkan pemutihan karang di beberapa tempat di dunia, termasuk perairan utara Aceh. Survei pemutihan karang telah dilakukan untuk mengukur dampak pemutihan karang terhadap ekosistem terumbu karang yang meliputi, index pemutihan karang, tutupan karang keras dan kelimpahan ikan karang.Hasil survey menunjukkan bahwa lebih dari 35% karang keras yang memutih mengalami kematian. Genera karang yang mengalami tingkat kematian yang sangat besar adalah karang keras dari Genera Acropora dan Pocillopora. Pemutihan karang yang disertai dengan tingkat kematian karang yang tinggi telah menyebabkan penurunan tutupan karang keras di Perairan Utara Aceh secara signifikan bahkan di beberapa tempat tutupan karang dari Genera Acropora mengalami kematian sebesar 100%. Selain berdampak kepada penurunan tutupan karang keras, pemutihan karang pada tahun 2010 juga berdampak pada penurunan kelimpahan ikan karang terutama ikan karang pemakan polip karang (Corallivore) yang mengalami penurunan kelimpahan secara signifikan antara tahun 2009 dengan 2011 dan 2013. Dari data tersebut bisa disimpulkan bahwa pemutihan karang pada tahun 2010 di Perairan Utara Aceh merupakan peristiwa yang paling parah yang pernah dilaporkan di Indonesia khususnya di Utara Aceh. Kata kunci: pemutihan karang, polip karang, Utara Aceh

I. PENDAHULUAN

Terumbu karang merupakan

ekosistem yang sangat vital, karena memiliki fungsi ekologis yang penting diantaranya sebagai tempat mencari makan biota-biota, tempat memijah, dan tempat mengasuh. Selain itu juga

ekosistem terumbu karang juga

merupakan sumber pendapatan bagi manusia dan menyediakan sumber

makanan serta memberikan

perlindungan terhadap pantai. Beberapa studi menunjukkan bahwa 500 juta

orang di seluruh dunia sangat

tergantung terhadap terumbu karang, dan secara ekonomi, sumberdaya dan pelayanan yang diberikan oleh terumbu karang diperkirakan mencapai $375 milliar per tahun (Obura and Grimsdith, 2009).

Saat ini terumbu karang

menghadapi ancaman yang semakin besar dengan adanya dampak perubahan iklim global. Suhu laut global diperkirakan telah meningkat 0,6°C antara pertengahan tahun 1950 – 1990.

(2)

tahun 2100 (IPCC, 2001). Peningkatan suhu tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fenomena pemutihan karang jika terjadi anomali suhu permukaan air laut 1-2°C diatas suhu musim panas

rata-rata. Para peneliti juga

memperkirakan bahwa kejadian

pemutihan karang akan menjadi

fenomena yang kerap terjadi dengan frekuensi yang lebih sering di masa yang akan datang (Hoegh-Guldberg, 1999).

Dampak pemutihan karang

terhadap ekosistem terumbu karang sangat besar, selain mengakibatkan kematian karang dalam skala yang luas, pemutihan karang juga berdampak pada berkurangnya tingkat keanekaragaman sumberdaya alam. Selain berdampak terhadap ekologi, pemutihan terumbu

karang juga berdampak langsung

terhadap perekonomian khususnya di

daerah pesisir. Beberapa studi

memprediksi kerugian secara ekonomi akibat pemutihan karang pada tahun 1998 diperkirakan mencapai $700-8200 juta dollar khusus di wilayah Laut India (Marshall and Schuttenberg, 2006).

Bulan April tahun 2010 terjadi kenaikan suhu permukaan laut secara drastis. Hal tersebut menyebabkan terjadi fenomena pemutihan karang di

wilayah Asia tenggara termasuk

Indonesia. Beberapa tempat di dunia yang mengalami pemutihan karang pada tahun 2010 adalah Singapura, Malaysia, Thailand dan beberapa negara di Asia Selatan.Perairan di Indonesia yang mengalami pemutihan karang adalah Aceh, Padang, Teluk Tomini, Wakatobi dan Bali. Dampak pemutihan karang tersebut juga terlihat di wilayah Aceh khususnya Pulau Weh, Pulau Beras dan Pulau Nasi Kepulauan Aceh. Beberapa ahli menyatakan bahwa pemutihan karang pada tahun 2010 mempunyai dampak yang lebih parah dibandingkan dengan fenomena pemutihan karang pada tahun 1998. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak pemutihan karang pada tahun 2010 terhadap tutupan karang keras dan komposisi substrat dasar dan kaitannya dengan kelimpahan ikan karang.

Lokasi penelitian berada di Perairan Utara Aceh yang terdiri dari Pulau Weh Sabang, Pulau Beras dan Pulau Nasi Aceh Besar. Pengumpalan data ekologi dilakukan di 24 titik pengamatan. Titik-titik pengamatan tersebut mewakili wilayah berdasarkan hukum adat laut yang berlaku di Aceh Lokasi penelitian tersebut dipilih berdasarkan tipe pengelolaan. Tipe pengelolaan tersebut adalah: Pulau Aceh, Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Pantai Timur, Taman Wisata Air Laut (TWAL) Iboih dan Weh OpenAccess. 2.1. Metode Pengumpulan Data

2.1.1. Pendataan Indek Pemutihan

Karang

Pendataan tingkat pemutihan karang dilakukan dengan menggunakan metode Rapid Assessment dilakukan pada Bulan Mei – Juni 2010 dan Februari 2011. Pencatatan dilakukan dengan menghitung jumlah koloni karang berdasarkan intesitas warna

karang pada radius 2m dengan

pengulangan sebanyak 30 kali.

(McClanahan, 2001).

2.1.2. Pendataan Tutupan Karang

Keras dan Komposisi Substrat Dasar

Pendataan tutupan karang dan komposisi substrat dasar dilakukan dengan menggunakan metode Point Intercept Transect. Metode ini bertujuan untuk melihat kondisi karang dan bentik substrat lainnya seperti penutupan alga dan karang lunak (Hill dan Wilkinson, 2004). Panjang transek yang digunakan adalah 50 m dengan 3 ulangan yang diletakan pada daerah dangkal (2-3 m).100 titik variabel substrat seperti karang keras dan alga dicatat setiap 50 cm. Perhitungan karang keras dicatat berdasarkan bentuk pertumbuhan dan genus/spesies. Substrat diklasifikasikan dalam beberapa kategori: karang lunak, fleshy algae, turf algae, red coralline algae, calcareous algae (Halimeda),

(3)

ISSNN 2087-4871

Gambar 1. Lokasi pengambilan data pemutihan karang di Perairan Utara Aceh

2.1.3. Pendataan Kelimpahan Ikan

Karang

Data Kelimpahan ikan karang

dikumpulkan dengan menggunakan

metode Underwater Visual Census (UVC) (Hill dan Wilkinson, 2004).

Parameter yang akan diamati adalah kelimpahan ikan target dalam

satuan area terumbu karang.

Kelimpahan ikan karang dicatat pada 3 x (5 m x 50 m) belt transek untuk ikan ukuran >10 m, dan pada 3 x (2m x 50 m) untuk ikan ukuran < 10cm. Untuk ikan karang < 10cm, jumlah ikan dicatat pada satu sisi transek (1 m x 50 m) kemudian diikuti oleh pencatatan pada sisi lainnya. Pendataan dilakukan pada kedalaman dangkal yaitu kedalaman 3 m.

2.2. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan proporsi dari genera karang keras yang tercatat berdasarkan kategori pemutihan karang (Marshall and Baird, 2000). Analisis Anova satu arah

digunakan untuk menganalisis

perbedaan tipe pengelolaan terhadap indek pemutihan karang. Perbedaan tutupan karang keras pada tahun 2009, 2011 dan 2013, kelimpahan ikan karang pada tahun 2009 dan 2013.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Peningkatan suhu yang drastis dalam waktu yang lama mengakibat pemutihan karang yang parah. Muttaqin

et al, 2011 menunjukkan bahwa pada bulan Mei 2010 67% koloni karang dalam memutih, 21% koloni karang dalam kondisi pucat, dan 10% karang yang masih dalam kondisi sehat. Dua bulan setelah meningkatnya suhu permukaan air laut, terumbu karang di

wilayah utara Aceh mengalami

perubahan yang sangat drastis. Pada bulan Juli 2010 44% karang yang memutih sebelumnya telah mati, 33% masih dalam kondisi memutih.Pada bulan Februari 2011, kondisi suhu permukaan air laut kembali normal, komposisi karang yang memutih dan

pucat mengalami penurunan dan

beberapa koloni karang telah pulih dan kembali sehat (Gambar 2).

Tingkat keparahan pemutihan karang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya variabilitas suhu permukaan air laut, radiasi ultra violet, kondisi oseanografi fisika dan komposisi karang di suatu wilayah. Di perairan Utara Aceh komposisi karang keras lebih banyak didominasi oleh karang bercabang yang memiliki kemampuan tumbuh lebih cepat seperti Acropora, Seriatopora, Stylophora, Montipora dan Pocillopora. Karang-karang tersebut menderita pemutihan karang yang lebih parah jika dibandingkan dengan karang massive yang memiliki pertumbuhan relative lambat seperti Favites, Favia, Goniastrea, Astreopora dan Turbinaria.

Kondisi tutupan karang di daerah Utara Aceh di kedalaman dangkal mengalami penurunan yang dratis pasca

(4)

hampir terjadi di semua titik pengamatan dan di semua tipe pengelolaan yang ada.Pada tahun 2009 rata-rata tutupan karang di wilayah Utara Aceh sebesar

51.34 ±3.25%. Pada tahun 2011

pemutihan karang, rata-rata tutupan karang keras mengalami penurunan menjadi 44.17±2.6% dan pada tahun 2013 atau 3 tahun setelah pemutihan karang, rata-rata tutupan karang keras menjadi 31.10±3.82%. Berdasarkan uji T satu arah terjadi perbedaan rata-rata tutupan karang keras yang signifikan antara rata-rata tutupan karang keras pada tahun 2009 dibandingkan dengan 2013 (T α= 0.05 = 4.610; P < 0.05) dan rata-rata tutupan karang pada tahun 2011 dengan tahun 2013 (T α= 0.05 = 4.638; P < 0.05).

Penurunan tutupan karang paling drastis terjadi pada rentan 2011-2013

padahal pemutihan karang sudah

berlalu.Hal tersebut terjadi karena dampak pemutihan karang mampu membuat ekosistem karang menjadi rapuh dalam menghadapi tekanaan fisik dari perairan (Gambar 3).

Penurunan rata-rata tutupan karang keras tertinggi terjadi di dua tipe pengelolaan, yaitu TWAL Iboih dan kawasan Weh Open Access. Rata-rata tutupan karang keras pada tahun 2013 di dua tipe pengelolaan tersebut mengalami penuruan lebih dari 50% dibandingan tutupan karang keras pada

tahun 2009. Sementara di tipe

pengelolaan Pulau Aceh tidak terlihat dampak pemutihan karang tahun 2010 terhadap rata-rata tutupan karang keras pada tahun 2011 dan 2013. Rata-rata

tutupan karang justu mengalami

perbedaan tutupan karang yang

signifikan dalam setiap tahunnya (F2,57 = 12.818; P < 0.05), tetapi tidak ada

perbedaan tutupan karang yang

signifikan antara tipe pengelolaan yang ada di Utara Aceh (F3, 57 = 4.428; P < 0.05). Hal ini menyatakan bahwa tipe pengelolaan tidak memberikan pengaruh terhadap dampak pemutihan karang.

Rata-rata kelimpahan ikan karang di wilayah Utara Aceh mengalami penurunan pasca pemutihan karang pada tahun 2010. Data pada tahun 2009 dan tahun 2013 memperlihatkan bahwa penurunan tersebut terjadi hampir di setiap lokasi pengamatan di Utara Aceh terutam di Pulau Weh. Pada tahun 2009 kelimpahan ikan karang mencapai 42.575 ±6368 individu/Ha, mengalami penurunan pada tahun 2011 atau satu tahun setelah pemutihan karang menjadi 16.966 ±1435 individu/Ha dan 3 tahun setelah pemutihan karang, rata-rata kelimpahan ikan karang menjadi 8724 ±1128 individu/Ha (Gambar 4).

Berdasarkan Uji T satu arah terjadi penurunan kelimpahan ikan karang secara signifikan antara rata-rata kelimpahan ikan karang pada tahun 2009 dengan 2011 (T α = 0.05 = 4.240; P < 0.05). Penurunan kelimpahan ikan karang secara signifikan juga terjadi antara rata-rata kelimpahan ikan karang pada tahun 2009 dengan 2013 ((T α = 0.05 = 5.164; P < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa kelimpahan ikan karang sebelum terjadi pemutihan

karang berbeda nyata dengan

kelimpahan ikan karang setelah

terjadinya pemutihan karang.

Gambar 2. Proporsi pemutihan karang keras pada tahun 2010 dan 2011 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

May-10 Jul-10 Feb-11

Pr

op

or

si

K

ar

an

g

K

e

ra

s

(%)

Mati Putih Pucat Normal

(5)

ISSNN 2087-4871

Gambar 3. Tutupan Karang keras pada tahun 2009, 2011 dan 2013 berdasarkan tipe pengeloaan

Gambar 4. Kelimpahan ikan karang pada tahun 2009, 2011 dan 2013 berdasarkan tipe pengelolaan

Gambar 5. Kelimpahan ikan pemakan polip karang pada tahun 2009, 2011 dan 2013 berdasarkan tipe pengelolaan

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 D eud ap Lamt eng Le un B al ee 1 Lh o h P al o h P asi Janeng 2 A no i It am B ent eng R eut euk Sum ur T ig a Uju ng Kar eun g Uju ng Se uk e B at ee M eur o nr o n C an yo n Lh o k W eng R ub iah C ha nn el Rubi ah S ea Gar den Uju ng Se ur awan B a Kop ra B eur aw an g G ap an g Jab o i Lh o ng A ng in 2

Pulau Aceh KKP Pantai Timur Taman Wisata Alam Laut Iboih Weh Open Access Total

P e nut upan K arang (% ±) 2009 2011 2013 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 D eud ap La m te ng Leun B ale e 1 Lh o h P al oh P as i J an eng 2 A noi It am B ent eng R eut euk Sum ur T ig a Uju ng Kar eun g Uj u n g Se u ke B at ee M eur e no n C an yo n Lh o k W eng R ub iah C ha nn el R ub iah S ea G ar de n Uju ng Se ur awan B a Kop ra B eur aw an g G ap an g Jab o i Lh o n g A n gi n 2 P u lau K lah

Pulau Aceh KKP Pantai Timur TWAL Iboih Weh Open Access Total

K e lim pahan ika n k arang (no/ H a) 2009 2011 2013 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 Deudap Lam te ng Le un B al ee 1 Lh o h P al o h P as i J an eng 2 A no i It am B en te n g R eut euk Sum ur T ig a Uju ng Kar eun g Uj ung S euk e B at ee M eur e no n C an yo n Lh o k W eng R ub iah C ha nn el R ub iah S ea G ar de n Uju ng Se ur awan B a Kop ra B eur aw an g G ap an g Jab o i Lh o ng A ng in 2 P u lau K lah

Pulau Aceh KKP Pantai Timur TWAL Iboih Weh Open Access Total

K e lim pahan Ikan K arang C oral iv ora (No/H a) 2009 2011 2013

(6)

setelah terjadi pemutihan karang tahun 2010. Rata-rata kelimpahan kelimpahan ikan karang pada tahun 2011 dan 2013 lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata kelimpahan ikan pemakan polip karang pada tahun 2009. Berdasarkan Uji T penurunan rata-rata kelimpahan ikan pemakan polip karang yang signifikan terjadi pada tahun 2009 dengan tahun 2013 (T α = 0.05 = 4.891; P < 0.05) dan tahun 2011 dengan tahun 2013 (Gambar 5).

Ikan karang dan terumbu karang memiliki hubungan dan keterkaitan yang erat. Dalam proses koevolusi, ikan karang tumbuh dan berkembang seiring dengan berkembangnya terumbu karang sebagai habitatnya. Ikan karang selalu merespon terhadap perubahan dalam ekosistem terumbu karang demikian juga sebabaliknya, dimana terumbu karang dipengaruhi oleh perkembangan populasi ikan karang, terutama peranan ikan herbivore.

Dampak jangka pendek dari

pemutihan karang terhadap komunitas ikan karang yang memiliki khususan hewan karang sebagai makanan, tempat tinggal dan rektrutmen ikan baru seperti ikan dengan yang memmakan polip karang. Pada jangka medium, pemutihan

karang akan berdampak pada

penurunan populasi ikan pemakan karang (Pratchett et al. 2006 in Graham et al., 2007). Dampak yang lebih besar terjadi jika susuan struktur terumbu karang secara fisik hancur akan

berakibat pada penurunan

keanekaragaman spesies ikan karang (Garpe et al.2006; Glynn 2006; Graham et al. 2006 in Graham et al. 2007). Penuruan tutupan karang keras dalam skala yang luas cukup mempengaruhi semua ikan pemakan karang terutama ikan Chaetodontidae karena preferensi

makanannya polip karang. Ikan

Chaetodontidae yang dapat bertahan dari penurunan tutupan karang keras adalah

ikan Chaetodontidae yang mampu

memakan selain polip karang (facultative corallivore) Pratchett et al. 2006.

Kenaikan suhu permukaan air laut yang terjadi pada bulan Maret – April 2010 mengakibatkan pemutihan karang dalam skala yang luas di wilayah perairan Utara Aceh terutama pada terumbu karang di perairan dangkal.

Kenaikan suhu tersebut telah

mengakitbatkan kematian karang keras yang tinggi. Kematian karang keras tertinggi terjadi di Pulau Weh, sementara Pulau Aceh mengalami kematian karang yang relative lebih rendah.Tercatat 35% karang keras diperairan dangkal mengalami kematian yang kesemuanya didominasi oleh genera karang Acropora, Pocillopora dan Montipora. Kematian karang yang cukup tinggi membuat

perubahan komposisi perubahan

substrat dasar di Perairan Utara Aceh. Pasca pemutihan karang pada tahun 2010 yang diikuti oleh kematian karang keras, komposisi susbtrat dasar berubah menjadi didominasi oleh alga.Kematian karang terus terjadi dan perubahan komposisi tersebut membuat kondisi ekosistem semakin rapuh dan kompetisi karang dengan alga dimenangkan oleh alga. Penurunan drastis pada tutupan karang keras berdampak nyata terhadap penurunan kekayaan genera karang keras.Karang keras yang memiliki ketahanan yang rendah seperti Acropora, Pocillopora, seriatopora dan stylophora mengalami kematian paling tinggi.2

tahun setelah pemutihan karang

keempat genera karang keras tersebut hanya tersisa kurang dari 5% diperairan Utara Aceh.

Pemutihan karang pada tahun 2010 tidak hanya berdampak pada perubahan komposisi substrat dasar, akan tetapi berdampak pada biota yang berasosiasi erat dengan karang keras, seperti ikan karang. Ikan karang yang berasosiasi erat dengan struktur dan bangun karang keras seperti ikan

pemakan polip karang mengalami

dampak yang luar biasa.Kehilangan habitat hidup dan sumber makanan

utama adalah penyebab utama

penurunan kelimpahan ikan pemakan polip karang.

(7)

ISSNN 2087-4871

DAFTAR PUSTAKA

Garpe, K. C., S. A. S. Yahya, U. Lindahl, and M. C. Ohman. 2006. Longterm effects of the 1998 coral bleaching event on reef fish assemblages. Marine Ecology Progress Series 315:237–247.

Glynn, P. W. 2006. Fish utilization of simulated coral reef frameworks versus eroded rubble substrates off Panama, eastern Pacific. Proceedings of the 10th International Coral Reef Symposium 1:250–256.

Graham, N. A. J. Wilson, S.K, Jenning, S. Polunin, N. V. C, Robinson, J. Bijoux, J. P, Daw, T. M. 2007. Lag Effects in the Impacts of Mass Coral Bleaching on Coral Reef Fish,

Fisheries, and Ecosystems.

Conservation Biology.Vol 2.no 1. Hill, J. And Wilkinson, C. 2004. Methods

for Ecological Monitoring of Coral Reefs: A Resource for Managers, ver 1. Australian Institute of Marine Science. Townsville

Hoegh-Guldberg, O (1999). Climate change, coral bleaching and the future of the world's coral

reefs.Marine and Freshwater

Research 50:839–866.

IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) (2001). Climate Change 2001: Synthesis Report. A Contribution of Working Groups I, II and III to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. In:Watson

RT (ed.), IPCC 3rd Assessment Report, Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom, and New York, USA.

Marshall, P. A and Baird, AH. (2000) Bleaching of corals on the Great

Barrier Reef: Differential

susceptibilities among taxa. Coral Reefs 19, 15 - 163.

Marshall, P. and Schuttenberg, H. 2006. A reef manager's guide to coral bleaching.Townsville, Australia, Great Barrier Reef Marine Park Authority.

McClanahan, T.R., N.A. Muthiga, S. Mangi. 2001. Coral and Algal Changes After the 1998 Coral Bleaching: Interaction with Reef Management and Herbivores on Kenyan Reefs. Coral Reefs (2001) 19: 380-391.

Obura, D.O. and Grimsdith, G.

(2009).Resilience Assessment of coral reefs – Assessment protocol for coral reefs, focusing on coral bleaching and thermal stress.IUCN working group on Climate Change and Coral Reefs.IUCN, Gland, Switzerland.70 pages.

Pratchett, M. S., S. K. Wilson, and A. H. Baird. 2006. Declines in the

abundance of Chaetodon

butterflyfishes (Chaetodontidae) following extensive coral depletion. Journal of Fish Biology 69:1269– 1280.

Gambar

Gambar 1. Lokasi pengambilan data pemutihan karang di Perairan Utara Aceh  2.1.3. Pendataan  Kelimpahan  Ikan
Gambar 2. Proporsi pemutihan karang keras pada tahun 2010 dan 2011 0102030405060708090100
Gambar 5. Kelimpahan ikan pemakan polip karang pada tahun 2009, 2011 dan 2013  berdasarkan tipe pengelolaan

Referensi

Dokumen terkait

Kombinasi aromatase inhibitor (AI), anti dopamian (AD) dan ovaprim dengan proporsi yang berbeda pada pemijahan ikan sumatra mampu mempercepat pematangan gonad dan

Berdasarkan penjabaran beberapa proses alternatif baik pada proses oksidasi maupun proses pemurnian maleic anhydride, kami memilih fixed bed process untuk

Smartphone berbasis android, pada era modern seperti sekarang ini memiliki peminat yang tiap saat selalu berkembang dan kebanyak kalangan pengguna smartphone menggunakan

Batang tarik (Trackstang) berfungsi untuk mengurangi lendutan gording pada arah.. sumbu x (miting atap) sekaligus untuk mengurangi tegangan lendutan yang timbul

Hasil belajar siswa menggunakan nilai post test dengan teknik analisis data statistik uji-t satu sampel (one sample t-test). Hasil penelitian ini menunjukan penuntun

Pengujian halaman member yang terdiri dari login member , login member gagal, edit profil, tambah kuliner, tambah foto kuliner dengan foto yang sama seperti sebelumnya,

Saudara Loisa Wijaya Berhubungan ada t ugas yang mendadak, saya t idak dapat hadir sebagai juri unt uk Pemilihan Pelajar Teladan Senin, 9 November 2009 pukul 08.00 di