• Tidak ada hasil yang ditemukan

19.PEMBORAN DALAM DAN PENGUKURAN KANDUNGAN GAS PADA LAPISAN BATUBARA DAERAH NIBUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "19.PEMBORAN DALAM DAN PENGUKURAN KANDUNGAN GAS PADA LAPISAN BATUBARA DAERAH NIBUNG"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBORAN DALAM DAN PENGUKURAN KANDUNGAN GAS PADA LAPISAN

BATUBARA DAERAH NIBUNG, KABUPATEN MUSIRAWAS, PROVINSI SUMATRA

SELATAN

S. M. Tobing dan Sigit Arso Wibisono

KP Energi Fosil

Sari

Daerah Nibung dan sekitarnya secara administratif termasuk ke dalam wilayah

Kecamatan Nibung, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatra Selatan. Secara

geografis dibatasi koordinat 103

°

00

00” – 103

°

15

00” BT dan 02

°

15

00” – 2

°

30’00” LS.

Daerah ini terletak di Cekungan Sumatra Selatan dengan stratigrafi yang disusun oleh

batuan-batuan sedimen Tersier berumur Miosen Awal hingga Pliosen yaitu Formasi

Gumai, Formasi Airbenakat, Formasi Muaraenim dan Formasi Kasai.

Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui karakteristik kandungan gas

dari batubara Anggota M2 (Lapisan Mangus dan Lapisan Suban) Formasi Muara Enim

dalam hubungannya dengan sumber daya batubara dan sumber daya gas.

Pemboran dilakukan untuk mendapatkan lapisan batubara pada Formasi

Muaraenim khususnya lapisan batubara Anggota M2. Total kedalaman pemboran

adalah 391,00 m dimana ditemukan 10 lapisan batubara yang ditembus dengan

ketebalan mulai 0,30 m – 13,64 m. Lapisan batubara Anggota M2 (Lapisan Mangus

dan Lapisan Suban) masing-masing ditemukan pada kedalaman 237, 58 – 251,22 m

(tebal 13,64 m) dan pada kedalaman 275,85 – 278,55 m (2,70 m).

Batubara Lapisan Mangus mengandung abu 2,25% - 17,26%; sulfur total 0,11 –

0,27 %; dan nilai kalori 5.527 – 6.346 kal/gr (adb). Tingkat kematangan batubara

Lapisan Mangus berdasarkan analisa petrografi organik menunjukkan nilai vitrinit

refleksi R

v

0,34 – 0,41%. Sedangkan batubara Lapisan Suban mengandung abu 3,0 –

48,54%; sulfur total 0,13 – 0,30%; dan nilai kalori 3161 – 6135 kal/gr (adb). Vitrinit

refleksi batubara Lapisan Suban adalah R

v

0,37%.

Sumber daya batubara Lapisan Mangus adalah 78.478.442,46 ton (Tereka)

dengan total sumber daya gas sebesar 3.146.985.542,65 scf yang terdiri atas O

2

(7,79%), N

2

(49%), CH

4

(42,21%) CO (0,34%), CO

2

(0,07%) dan H

2

(0,31%).

Total sumber daya batubara Lapisan Suban adalah 15.970.647,69 ton (Tereka)

dengan total sumber daya gas sebesar 611.196.687,10 scf yang terdiri atas O

2

(3,07%), N

2

(53,30%), CH

4

(43,50%); CO (0,00%); CO

2

(0,13%) dan H

2

(0,00%).

Abstract

(2)

The purpose of this activity is to study the characteristics of the gas content of

coal in M2 Members (Mangus and Suban Layers) of Muara Enim Formation in relation

to the coal and gas resources.

Drilling activities performed to get the coal layers of Muaraenim Formation

particularly the coal seams of M2 Members. The total drilling depth of 391.00 m which

is found 10 coal seams layer that penetrated with the thickness range from 0.30 m -

13.64 m. The coal seam of M2 Members (Mangus and the Suban Layers) is found at

depths of 237.58 - 251.22 m (13.64 m thick) and at a depth of 275.85 - 278.55 m (2.70

m thick), respectively.

The characteristics of Mangus Layer coal contain ash 2.25% - 17.26%, total

sulfur 0.11 - 0.27% and calorific value of 5,527 – 6,346 cal/g (adb). The maturity level

of this coal based on organic petrographic analysis showed that the vitrinite reflectance

is ranging from R

v

0.34 - 0.41%. While the Suban Layer coal contain ash of 3.0 -

48.54%, total sulfur 0.13 - 0.30% and the calorific value of 3,161 – 6,135 cal/g (adb).

The vitrinite reflectance of the Mangus Layer coal is 0.37%.

The coal resources of Mangus Layer itself is amounted of 78,478,442.46

tonnes (inferred) with the total gas resources is 3,146,985,542.65 SCF, consisting of O

2

(7.79%), N

2

(49%), CH

4

(42.21%) CO (0.34%), CO

2

(0, 07%) and H

2

(0.31%).

The only coal resources of Suban Layer is 15,970,647.69 tonnes (inferred) with

the total gas resources is 611,196,687.10 SCF, consisting of O

2

(3.07%), N

2

(53.30%),

CH

4

(43,50%); CO (0.00%); CO

2

(0.13%) and H

2

(0.00%).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Untuk mengantisipasi

kebutuhan energi di masa yang akan

datang pemerintah telah melakukan

upaya-upaya eksplorasi dan

inventarisasi sumber daya di

daerah-daerah seluruh wilayah Indonesia yang

mempunyai potensi dan belum terdata

dengan baik. Salah satu kekayaan

sumber daya alam yang merupakan

bagian dari sumber daya energi selain

minyak dan gas bumi, batubara,

gambut, bitumen padat adalah gas

yang terdapat di dalam batubara

berupa gas methan.

Inventarisasi batubara dengan

pemboran yang lebih dalam

merupakan salah satu upaya untuk

menghimpun data potensi gas yang

terkandung di dalam batubara yang

terdapat jauh di bawah permukaan

sebagai data awal. Semua jenis

batubara berpotensi untuk

menghasilkan gas.

Maksud dan Tujuan

Maksud dari kegiatan

inventarisasi batubara dengan

pemboran dalam adalah untuk

mengetahui data dan informasi

batubara pada kedalaman lebih dari

100 meter di bawah permukaan.

Tujuannya adalah dalam

rangka penyediaan data potensi

sumber daya gas di dalam batubara

dalam rangka persiapan awal dalam

pengembangan potensinya sebagai

energi alternatif baru yang ramah

lingkungan di kemudian hari.

Lokasi Kegiatan dan Kesampaian

Daerah

(3)

Bumi No. 0913-61, skala 1:50.000

yang diterbitkan oleh Bakosurtanal.

Lembar peta tersebut dibatasi oleh

koordinat 103

°

00

00” – 103

°

15

00”

BT dan 02

°

15

00” – 2

°

30’00” LS.

(Gambar 1).

GEOLOGI UMUM

Cekungan Sumatera Selatan

termasuk dalam kategori cekungan

back arch atau retro arch basin yang

posisinya berada di belakang busur

vulkanik (terhadap tumbukan). Tektonik

yang mempengaruhi cekungan

Sumatra Selatan terjadi pada tiga

perioda yaitu dua periode tektonisme

yang terjadi sebelum Tersier yang

membentuk graben-graben yang

menjadi dasar pengendapan sedimen

Tersier dan satu orogenesa

Plio-Peistosen.

Batuan dasar cekungan adalah

batuan terlipat dan termetamorfosakan

berumur Pra-Tersier dimana

pengendapan batuan berumur Tersier

Awal mulai diendapkan. Awal

pendapannya berupa endapan darat

kemudian karena penurunan dasar

cekungan atau terjadinya genang laut

berkembang ke lingkungan transisi dan

berlanjut hingga menjadi endapan laut

dangkal. Dari endapan laut,

endapannya berkembang kembali

menjadi endapan darat yang dikenal

sebagai siklus pengendapan transgresi

- regresi Cekungan Sumatera Selatan.

Endapan yang terjadi kemudian secara

berurutan dari bawah ke atas dikenal

sebagai Formasi Lahat, Talang Akar,

Gumai, Baturaja, Air Benakat,

Muaraenim dan Kasai.

Secara regional geologi daerah

Nibung dan sekitarnya termasuk ke

dalam Cekungan Sumatera Selatan

yang merupakan cekungan

pendalaman belakang

(Koesoemadinata dan Hardjono, 1978).

Menurut de Coster (1974),

Cekungan Sumatra Selatan dan

Cekungan Sumatra Tengah adalah

suatu cekungan besar yang dicirikan

oleh kesamaan sedimentasi batuan

dan dipisahkan oleh Tinggian

Tigapuluh yang terbentuk akibat

pergerakan ulang sesar bongkah pada

batuan berumur Pra Tersier diikuti oleh

kegiatan volkanik.

Cekungan Sumatra Selatan di

bagian utara dikelompokkan menjadi

sub Cekungan Jambi (depresi Jambi)

dan ke selatan dengan sub Cekungan

Palembang Tengah dan sub Cekungan

Palembang Selatan (depresi

Lematang). Masing-masing cekungan

tersebut dipisahkan oleh

tinggian-tinggian batuan dasar. Di dalam

Cekungan Sumatera Selatan terdapat

3 (tiga) antiklinorium yang dipisahkan

oleh batuan dasar yaitu Antiklinorium

Pendopo, Palembang dan Muarenim.

Proses sedimentasi selama

Paleogen dikontrol oleh pensesaran

batuan dasar. Stratigrafi umum

memperlihatkan bahwa pembentukan

batubara hampir bersamaan dengan

proses sedimentasi Tersier yaitu pada

saat awal pengendapan Formasi

Talangakar, Air Benakat dan

Muaraenim. Endapan batubara yang

paling berpotensi hanya pada siklus

pertengahan regresi yaitu pada saat

pengendapan Formasi Muaraenim.

Endapan Batubara dan Gas

Umumnya

semua

lapisan

(4)

kualitas batubara. Semakin tinggi

tingkat kematangan batubara

kandungan gas metana dalam

batubara umumnya semakin tinggi.

Batubara terbentuk pada lingkungan

non marin. Sejak pertama kali

tetumbuhan mati dan terakumulasi,

proses yang terjadi adalah proses

biokimia, kemudian mengalami proses

geokimia. Selama proses penimbunan

batubara dalam jangka waktu yang

lama, terjadi proses-proses yang

menyebabkan perubahan kandungan

organik di dalamnya dan mengalami

pematangan mulai dari gambut, lignit,

bituminus hingga ke antrasit. Selama

proses koalifikasi, molekul-molekul

hidrokarbon seperti gas metana dan

zat terbang lainnya seperti gas karbon

dioksida dan air terbentuk. Fase utama

terbentuknya gas dimulai pada

batubara kualitas tinggi. Akan tetapi,

gas di dalam batubara sudah mulai

terbentuk sejak proses terbentuknya

gambut hingga menjadi batubara yang

disebut gas biogenik. Gas yang

terbentuk oleh karena thermal disebut

sebagai gas thermogenik.

Formasi

Muaraenim

adalah

formasi utama pembawa batubara di

dalam Cekungan Sumatra Selatan.

Formasi ini dibagi menjadi empat

anggota berdasarkan kelompok

kandungan lapisan batubara oleh Shell

Mijnbouw, (1978). Keempat anggota

tersebut dari bawah ke atas terdiri atas

Anggota M1, M2, M3, dan M4.

Masing-masing anggota tersebut mengandung

lapisan-lapisan batubara dimana

beberapa lapisan tersebut bertindak

sebagai pembatas antar anggota.

HASIL PENYELIDIKAN

Morfologi

Daerah penyelidikan terdapat di

sebelah timur Pegunungan Bukit

Barisan dan dapat dikelompokan

menjadi 2 (dua) satuan morfologi yaitu

satuan morfologi perbukitan

bergelombang rendah dan pedataran.

Satuan morfologi perbukitan

bergelombang menempati sebagian

besar daerah penyelidkan yang

litologinya disusun oleh batuan

sedimen klastika halus dengan

kemiringan lereng antara 10

0

– 35

0

dan

berada pada ketinggian 60 – 150 m di

atas permukaan air laut.

Satuan pedataran menempati

bagian baratdaya yang litologinya

disusun oleh batuan sedimen klastik

berupa tufa, batulempung tufaan dan

batupasir tufaan. Kemiringan lereng

antara 10

0

– 15

0

dan berada pada

ketinggian 25 – 60 m di atas

permukaan air laut.

Pola aliran sungai dikeringkan

oleh S. Kelumpang di bagian barat dan

S. Batanghari Leko. Kedua sungai

utama ini di bagian hulu berpola trellis

sedangkan pada sungai utamanya

berpola dendritik.

Stratigrafi

Berdasarkan Peta Geologi

Lembar Sarolangun (Suwarna, N.,

dkk., 1994) dan Shell (1978), stratigrafi

daerah penyelidikan mencakup 4

(empat) formasi dari tua ke muda yaitu

Fm. Gumai, Fm. Air Benakat, Fm.

Muaraenim dan Fm. Kasai; dimana

formasi utama pembawa batubara

adalah Fm. Muaraenim. Gambar 2

adalah stratigrafi daerah penyelidikan.

(5)

anggota Fm. Muaraenim dapat

diketahui, kecuali Anggota M4.

Struktur Geologi

Secara umum pola struktur di

daerah penyelidikan berarah Baratdaya

- Timurlaut. Pola struktur lipatan adalah

hasil gaya kompresi dari gaya tegasan

utama yang berarah Baratdaya -

Tenggara.

Struktur sesar adalah sesar

normal Kepahiangan 1, sesar normal

Kepahiangan 2 dan sesar normal

Sungaimalam; sesar geser Sungai

Kruh dan sesar naik Sungai Penjagoan

yang berarah Baratdaya – Timurlaut.

Struktur lipatan yang ada

adalah struktur antiklin Kepahiangan,

Terentang, Tajaupecah, dan

Sungaimalam. Sedangkan struktur

sinklin adalah Kepahiangan,

Batanghari Leko, dan Sungai Mati yang

berarah Baratlaut – Tenggara.

Sebaran endapan batubara di

daerah penyelidikan pada umumnya

berarah Baratlaut – Tenggara yang

terdapat di dalam Fm. Muara Enim

Anggota M1, M2 dan M3; sedangkan

keberadaan batubara pada Anggota

M4 tidak dijumpai. Data singkapan

batubara ditunjukkan dalam Tabel 1.

Hasil penyelidikan dan penyebaran

masing-masing lapisan batubara di

dalam Fm. Muara Enim ditunjukkan di

dalam Gambar 3. Korelasi antara

lapisan-lapisan batubara diantara

titik-titik bor di daerah penyelidikan

ditunjukkan dalam Gambar 4.

Pemboran Inti

Satu titik bor (NBG-01)

dilakukan untuk mengetahui

kedalaman lapisan-lapisan batubara

untuk mengetahui kandungan gas yang

terdapat di dalamnya. Lokasi titik bor

terletak di bagian Baratdaya seperti

ditunjukkan dalam peta Gambar 2.

Total kedalaman pemboran 391,00 m

yang menembus 10 lapisan batubara

dengan ketebalan antara 0,30 – 13,64

m. Deskripsi batuan dari lobang bor

disatukan dengan kurva e-logging

geofisika dalam Gambar 5.

Analisis Kimia Batubara

Duapuluh tiga (23) conto

batubara dianalisis untuk mengetahui

karakteristik batubara. Semua conto

batubara berasal dari ‘canister’ yang

merupakan bagian dari conto-conto

batubara yang kandungan gasnya

dihitung.

Hasil analisis kimia batubara

dalam Tabel 2 merupakan petunjuk

kualitas batubara secara umum. Conto

M2A #01 s.d. M2A #20 adalah conto

batubara dari lapisan batubara Mangus

dan M2A #21 s.d. M2A #25 adalah

conto batubara dari lapisan Suban dan

M2A #26 adalah conto batubara

Lapisan Petai.

Kandungan abu pada lapisan

Mangus (M2A #01 s.d. M2A #20)

berkisar dari 2,25 – 17,26%. Total

sulfur relatif rendah berkisar dari 0,11 –

0,27% (rata-rata 0,14%). Nilai kalori

berkisar dari 5.527 – 6.346 kal/gr (adb).

Dilihat dari besaran nilai kalori, lapisan

batubara ini dikategorikan sebagai

batubara kalori sedang – tinggi.

(6)

Semua conto batubara yang

dianalisis kimia diperlakukan sama,

yaitu conto batubara digerus lebih

dahulu untuk pengukuran gas. Dalam

hal ini kemungkinan penurunan

kandungan air dari conto batubara

cukup besar dan mempengaruhi nilai

kalori. Informasi terdahulu

menunjukkan bahwa rata-rata nilai

kalori batubara dari Fm. Muara Enim

Anggota M2 berkisar dari 5.600 –

5.800 kal/gr (adb).

Analisis Petrografi

Analisis

petrografi

yang

dilakukan adalah komposit batubara

Lapisan Mangus dan Lapisan Suban

yang diambil dari ‘canister’ dimana

kandungan gasnya telah dianalisis.

Conto komposit batubara Lapisan

Mangus (Canister #01 – Canister #20)

dibagi menjadi empat conto dan satu

conto komposit batubara Lapisan

Suban (Canister #21 – Canister #25)

seperti dalam Tabel 3.

Hasil analisis petrografi organik

menunjukkan bahwa vitrinit refleksi dari

batubara Lapisan Mangus berkisar

antara R

v mean

0,30% dan R

v mean

0,45%,

sedangkan vitrinit refleksi batubara

Lapisan Suban berkisar antara R

v mean

0,33% dan R

v mean

0,40%. Semua conto

batubara didominasi oleh maseral

vitrinit >92%, sedangkan maseral

inertinit dan liptinit cukup rendah

(<2%). Material pengotor kebanyakan

berasal dari batuan lempung dan

sedikit oksida besi dan pirit. Fluoresen

maseral liptinit menunjukkan warna

kuning – jingga. Hasil analisa petrografi

menunjukkan bahwa baik Lapisan

Mangus maupun Lapisan Suban

mempunyai karakteristik relatif sama

dengan kualifikasi peringkat rendah –

sedang atau lignit – sub bituminus C.

Analisis Gas Batubara

Hasil analisis dan perhitungan

gas batubara dapat dilihat dalam Tabel

4a, 4b, 4c, dan 4d yang merupakan

tabel-tabel pengukuran dan

perhitungan gas dari semua conto

batubara dalam canister.

Kandungan

gas

rata-rata

lapisan batubara adalah 40,10 scf/ton,

dengan nilai terendah 33,08 scf/ton

(Canister #20) dan nilai tertinggi 50,70

scf/ton (Canister #15). Kandungan gas

metana (CH

4

) rata-rata pada lapisan

batubara adalah sebesar 42,21%,

sedangkan kandungan gas rata-rata

CO

2

dan N

2

masing-masing 0,07% dan

49,28%. Bilamana sumber daya

batubara Lapisan 6 (Lapisan Mangus;

lihat Tabel 6) sebesar 78.478.442,460

ton, maka total sumber daya gas yang

terkandung dalam lapisan batubara ini

adalah sebesar 3.146.985.542,65 scf,

dengan total kandungan gas N

2

=

1.550.925.883,89 scf; CH

4

=

1.328.224.063,47 scf; dan CO

2

=

2.231.439,57 scf. Perhitungan akhir

besarnya volume gas batubara dalam

Lapisan Mangus diperoleh sekitar 1,14

m

3

/ton batubara.

Pada Lapisan Suban (5 buah

canister), diperoleh hasil gas rata-rata

38,27 scf, dengan nilai terendah pada

canister #22 yaitu 28,26 scf dan

tertinggi pada canister #21 sebesar

48,04 scf. Kandungan gas metana

rata-rata pada Lapisan Suban adalah

sebesar 43,50%; gas N2 = 53,30%;

dan gas CO

2

= 0,13%. Bila sumber

daya batubara Lapisan Suban adalah

sebesar 15.970.647,69 ton, maka total

sumber daya gas terdapat sebesar

611.196.687,10 scf dengan sumber

daya metana (CH

4

) sebesar

265.842.396,90 scf. Volume gas

batubara dalam Lapisan Suban adalah

sekitar 1,08 m

3

/ton batubara.

(7)

gasnya sebesar 208.681.312,91 scf

dengan sumber daya gas metana

(CH

4

) sebesar 43.109.304,32 scf; N

2

=

154.425.433,43 scf; dan CO

2

=

438.652,28 scf. Volume gas batubara

pada batubara Lapisan Petai adalah

sekitar 0,99 m

3

/ton batubara.

Ringkasan hasil perhitungan

sumber daya batubara dan sumber

daya gas batubara daerah penyelidikan

dirangkum dalam Tabel 5.

Analisis Adsorption Isotherm

Uji

adsorption isotherm

dilakukan berdasarkan metode

volumetric untuk menentukan

kapasitas serap (sorption capacity)

batubara sebagai fungsi tekanan. Atau

dengan kata lain adsorption isotherm

diekspresikan sebagai hubungan

antara volume gas terserap dengan

tekanan gas tersebut, dalam hal ini gas

yang digunakan adalah gas metana

(CH

4

) ± 99,9% purity.

Gambar 6 menjelaskan skema

atau diagram dari konfigurasi alat

adsorption isotherm. Secara garis

besar skema ini terdiri atas

komponen-komponen stainless-steel sample cell,

actuator-driven valves, dan

high-precision pressure transducer (tekanan

max. 25 MPa, dengan akurasi 0,05% -

full-scale value).

Gas terkandung dalam

batubara dapat berupa gas bebas di

dalam rekahan atau pori-pori makro

dan tersebar di permukaan matriks dan

pori-pori mikro batubara (micropores).

Micropores batubara mempunyai

kapasitas simpan gas metana yang

cukup besar, dimana sebagian besar

gas yang terkandung di dalam

batubara disimpan dan terserap

(adsorp) pada matriks batubara.

Meskipun ‘adsorption’ batubara

tergantung dari jenis/derajat batubara

(rank), temperatur dan kadar air

batubara, hubungan antara volume –

pressure (sorption isotherm) dapat

digunakan untuk mengetahui kapasitas

simpan gas dan memperkirakan

volume gas yang dapat terlepas

(release) dari batubara sejalan dengan

penurunan tekanan reservoir. Secara

umum hubungan antara kapasitas gas

simpan dan tekanan dikenal sebagai

Persamaan Langmuir, yaitu :

dimana:

Gs = kapasitas gas simpan,

m

3

/ton

P = Tekanan, kPa

V

L

= Konstanta Volume

Langmuir, m

3

/ton

P

L

= Konstanta Tekanan

Langmuir, kPa

Persamaan di atas hanya

digunakan dengan asumsi bahwa

batubara adalah murni (pure coal).

Persamaan ini kemudian dimodifikasi

dengan memperhitungkan adanya

kadar abu dan kadar air yang

terkandung di dalam batubara,

sehingga persamaan ini menjadi:

dimana:

f

a

= kadar abu, fraksi

f

m

= kadar air, fraksi

(8)

kedua perconto yang diuji. Tabel 7

adalah rangkuman hasil yang diperoleh

dari pengukuran adsorption isotherm

untuk kedua perconto yang diuji.

Rangkuman data hasil analisa

proksimat dan adsorption isotherm

diberikan pada Tabel 8.

E-Logging

Pengukuran geofisika e-logging

dilakukan di dalam pipa pemboran (rod

dan casing) mengingat kondisi dinding

lubang bor yang runtuh pada saat pipa

pemboran dicabut. Hasil pengukuran

gamma-ray memperlihatkan

penyimpangan kurva sinar gamma

yang kontras untuk lapisan batubara.

Nilai gamma-ray di daerah Nibung

berkisar antara 1.0 cps – 20.0 cps.

Besarnya nilai gamma-ray ini

tergantung pada kondisi lingkungan

pengendapan batubara pada saat

sedimentasi. Penampang hasil

e-logging ini dapat dilihat pada Gambar 4

yang disatukan dengan deskripsi

litologi batuan secara fisik hasil

pemboran.

Potensi Endapan Batubara dan Gas

Luas wilayah sebaran batubara

yang dihitung sebagai daerah potensi

batubara adalah daerah yang dibatasi

struktur sesar yang terdapat di bagian

Tenggara (sesar geser Penjagoan) dan

di bagian Baratlaut (sesar geser

Airkruh) dengan luas wilayah sekitar

398,00 Ha. Diasumsikan bahwa semua

lapisan batubara homogen di seluruh

wilayah ini sesuai dengan kedalaman

dan ketebalan masing-masing lapisan

batubara.

Sumber daya batubara yang

berpotensi untuk menghasilkan gas

batubara adalah Lapisan Mangus

(Lapisan 6), Lapisan Suban (Lapisan

7), dan Lapisan Petai (Lapisan 8),

masing-masing kedalaman 238,20 –

250,50 m; 274,60 - 277,60 m; dan

280,90 - 282,30 m sebagaimana

ditunjukkan dalam Tabel 6. Total

sumber daya semua lapisan batubara

yang ditembus pemboran di blok ini

terhitung sebesar 146.029.578,40 ton

in situ (tereka).

Total sumber daya batubara

pada tiga lapisan batubara yang diukur

kandungan gasnya adalah sebesar

100.394.426,70 ton (tereka) dan total

sumber daya gas pada ketiga lapisan

batubara tersebut adalah sebesar

3.966.863.542,65 scf.

Sumber daya gas pada Lapisan

Mangus (Lap. 6) adalah

3.146.985.542,65 scf; pada Lapisan 7

adalah 611.196.687,10 scf; dan pada

Lapisan Petai (Lap. 8) sebesar

208.685.971,63 scf.

Total sumber daya gas metana

pada ketiga lapisan batubara ini adalah

1.637.175.754,69 scf. Pada Lapisan

Mangus (Lap. 6) sebesar

1.328.224.053,47 scf; pada Lapisan

Suban (Lap. 7) sebesar

265.842.396,90 scf; dan pada Lapisan

Petai (Lap. 8) sebesar 43.109.304,32

scf. Persentase kandungan unsur gas

lain seperti O

2

, N

2

, CH

4

, CO, CO

2

dan

H

2

pada masing-masing lapisan

batubara juga dihitung (lihat Tabel 4a;

4b; 4c; dan 4d).

Prospek Pemanfaatan Batubara dan

Gas

Daerah

penyelidikan

(9)

dijumpai pada log pemboran (Gambar

5). Besarnya sumber daya batubara di

daerah ini berpotensi untuk

dieksploitasi secara tambang terbuka

hingga kedalaman 100 m.

Kemungkinan kendala yang muncul

bila dilakukan eksploitasi dengan

tambang terbuka adalah adanya

pemukiman masyarakat yang berada di

atas dan dekat singkapan-singkapan

lapisan batubara. Demikian juga

dengan adanya lahan perkebunan

kelapa sawit dan perkebunan karet

yang dikelola oleh masyarakat

setempat. Selain itu, pengangkutan

batubara keluar daerah relatif cukup

jauh bila diangkut ke arah kota

Palembang sebagai kota pelabuhan.

Posisi

kedalaman

lapisan

batubara untuk dieksploitasi

hendaknya dapat diklasifikasi menurut

kedalaman. Misalnya, posisi lapisan

batubara pada kedalaman 0,00 –

100,00 m menjadi cadangan batubara

untuk tambang terbuka. Lapisan

batubara pada kedalaman >100 - <300

m dikelompokkan untuk Clean Coal

Mining (CCM) dan lapisan batubara

>300 m dicadangkan untuk ‘coal bed

methan’.

Keberadaan

lapisan

batubara

yang lebih dalam di bawah permukaan

(>100) dan tidak mungkin untuk

ditambang secara tambang terbuka,

maka kandungan gas yang terdapat di

dalam lapisan batubara dapat dijadikan

sebagai ‘feedstock’ gas batubara. Hasil

penelitian dan pengukuran gas

batubara seperti yang dilakukan saat

ini, bahwa total sumber daya gas

hanya pada Lapisan Mangus hingga

kedalaman 251,22 m terdapat sebesar

3.146.985.542,65 scf dan total

kandungan methan sebesar

1.328.224.053,47 scf. Hasil penelitian

ini relatif cukup besar untuk

dikembangkan kemudian dengan

melakukan penelitian dan pengukuran

gas di daerah ini dengan fokus ke

Lapisan Mangus pada posisi lapisan

batubara ke arah sumbu sinklin di

bagian Baratdaya. Hal yang perlu

dilakukan adalah eksplorasi dengan

pemboran yang lebih dalam untuk

mengetahui potensi gas yang

dikandung lapisan-lapisan batubara.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemboran batubara satu titik

(NBG-01) dari Daerah Nibung

mencapai kedalaman 391,00 m.

Terdapat 10 lapisan batubara yang

ditembus dengan ketebalan mulai dari

0,30 – 13.64 m. Tiga lapisan batubara

yang kandungan gasnya dianalisa

adalah lapisan batubara pada

kedalaman 237,58 – 251,22 (Lapisan

Mangus); 275,85 - 278,55 (Lapisan

Suban); dan 297,42 – 300,95 m

(Lapisan Petai).

Hasil analisis dan evaluasi yang

dilakukan terhadap lapisan-lapisan

batubara dalam hubungannya dengan

kandungan gas dari daerah

penyelidikan dapat disimpulkan

sebagai berikut:

Total sumber daya batubara pada

ketiga lapisan di daerah

penyelidikan dengan luas sekitar

398,00 Ha adalah sebesar

100.394.426,70 ton in situ (tereka).

Sumber daya batubara pada

Lapisan Mangus (tebal 13,64 m)

adalah sebesar 78.478.442,46 ton

(tereka);

Sumber daya batubara Lapisan

Suban (tebal 3,00 m) adalah

sebesar 15.970.647,69 ton

(tereka);

(10)

Batubara Lapisan Mangus

mempunyai nilai kalori 5.527 –

6.346 kal/gr (adb); kandungan abu

2,25 – 17,26%; total sulfur 0,11

-0,27%; dan total moistur 13,09 –

39,44%.

Batubara Lapisan Suban

mempunyai nilai kalori 3.161 –

6.135 kal/gr; kandungan abu 3,00

– 48,54%; total sulfur 0,13 – 0,30%

dan total moistur 18,72 – 37,75%.

Analisis petrografi mempunyai nilai

vitrinit refleksi R

v

. 0,34 – 0,41%

untuk semua lapisan batubara dan

diklasifikasikan sebagai batubara

berperingkat rendah – sedang

(Lignit – Sub Bituminus C).

Hasil pengukuran kandungan gas

batubara adalah sebagai berikut :

Sebanyak 26 canister conto

batubara berasal dari tiga lapisan

di Formasi Muara Enim, yaitu

Lapisan Mangus (Lap. 6); Lapisan

Suban (Lap. 7) dan Lapisan Petai

(Lap. 8), dengan masing-masing

ketebalan dari lapisan batubara

tersebut adalah 13,64 m, 2,70 m

dan 1,00 m.

Pengukuran kandungan gas pada

ketiga lapisan batubara tersebut

menunjukkan jumlah kandungan

gas terbesar adalah 50,70 scf/ton

(Cansiter #15) dan terendah 28,26

scf/ton (Cansiter #22). Sedangkan

persentase komposisi kandungan

gas metana tertinggi 58,84% dan

terendah 16,93% pada

masing-masing canister #19 dan canister

#20.

Hasil rata-rata analisa Gas

Chromatograph untuk ketiga

lapisan batubara adalah sebagai

berikut : pada Lapisan Mangus

(Lap. 6), O

2

= 7,79%; N

2

= 49,28%;

ketiga lapisan batubara tersebut

adalah untuk Lapisan Mangus

(Lap. 6) sebesar 17,17 scf/ton,

Lapisan Suban (Lap. 7) sebesar

17,44 scf/ton dan Lapisan Petai

(Lap. 8) sebesar 8,43 scf/ton

batubara.

Komposisi gas metana pada

Lapisan Petai tidak sebesar kedua

lapisan lainnya. Diduga

karakteristik batubara ini agak

berbeda dengan lapisan batubara

di atasnya termasuk ketebalan

batubaranya lebih tipis.

Komposisi gas CO

2

pada lapisan

batubara relatif meningkat dengan

bertambahnya kedalaman lapisan

batubara. Pada Lapisan Mangus,

gas CO

2

sebesar 0,07%, pada

Lapisan Suban sebesar 0,13% dan

pada Lapisan Petai sebesar

0,21%.

Total kandungan gas pada

Lapisan Mangus adalah sebesar

3.146.985.542,65 scf in place

(1,14 m

3

/ton) dengan kandungan

gas methan sebesar 42,21% atau

1.328.224.053,47 scf (0,48

m

3

/ton).

(11)

Total kandungan gas pada

Lapisan Petai adalah sebesar

208.681.312,91 scf (0,99 m

3

/ton)

dengan kandungan gas methan

sebesar 20,66% atau sebesar

43.109.304,32 scf (0,20 m

3

/ton).

Total kandungan gas pada ketiga

lapisan batubara yang dianalisis

dan diukur adalah sebesar

3.966.863.542,65 scf in place.

Total kandungan gas methan

(CH

4

) pada ketiga lapisan batubara

tersebut adalah sebesar

1.637.175.754,69 scf in place.

Saran

1. Berdasarkan evaluasi hasil analisa

conto batubara dari daerah

penyelidikan, disarankan untuk

melakukan penelitian lanjutan

dengan melakukan pemboran di

lapisan batubara yang cukup tebal

(Lapisan Mangus) dan terletak

pada kedalaman antara 300 – 500

m.

2. Perencanaan dan penentuan titik

bor untuk eksplorasi gas batubara

sebaiknya pada sumbu sinklin

dengan kedalaman >200 meter.

3.

Gas dalam batubara

terdapat secara inheren; untuk

memproduksinya (methan), diperlukan

‘dewatering’ dari lubang-lubang bor

dan membutuhkan waktu yang cukup

lama. Oleh karena itu, penelitian

hidrologi diperlukan untuk mengetahui

debit dan arah aliran air bawah

permukaan.

DAFTAR PUSTAKA

De Coster, G.L., 1974, The Geology of The Central and South Sumatra Basin.

Proceeding Indonesia Petroleum Association, 4

th

Annual Convention.

Direktorat Sumber Daya Mineral, (Sumaatmadja, dkk., 2001). Laporan Pengkajian

Batubara Bersistem Dalam Cekungan Sumatra Selatan Di Daerah Nibung dan

Sekitarnya, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi dan Kabupaten Musi

Banyuasin dan Musi Rawas, Propinsi Sumatra Selatan. Direktorat Jenderal

Geologi dan Sumber Daya Mineral. Departemen Energi dan Sumber Daya

Mineral.

Geoservice Report No.10.151, 1980; Recent Development in Indonesia Coal Geology,

(Unpublished).

Koesoemadinata, R. P., dan Hardjono., 1977. Kerangka sedimenter endapan batubara

Tersier Indonesia. Pertemuan Ilmiah Tahunan ke VI, IAGI.

Pusat Sumber Daya Geologi (PMG), 2009. Laporan Neraca Sumber Daya Batubara

dan Gambut. Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi. Kementerian

Energi Dan Sumber Daya Mineral, Bandung.

Reineck, H. E., and Sigh. I. B, 1980; Depositional Sedimentary Environments,

Springer-Verlag, Berlin.

Shell Mijnbow., 1978. Explanatory notes to the Geological Map of the South Sumatra

Coal Province.

Shell Mijnbouw, 1978; Geological Map of the South Sumatera Coal Province, Scale 1 :

250.000.

SNI 2411: 2008. Cara Uji Kelulusan Air Bertekanan di Lapangan. Badan Standardisasi

Nasional.

(12)

Gambar 1

Peta Indeks Lokasi Kegiatan Daerah Nibung, Kab. Musirawas,

Propinsi Sumatra Selatan

Gambar 2

Stratigrafi daerah Nibung dan Sekitarnya, Sumatra Selatan.

(13)

Gambar 3

Peta distribusi batubara Daerah Nibung dan sekitarnya

Gambar 4

(14)

Gambar 5

(15)

Gambar 6

Diagram alat adsorption isotherm, menunjukkan rangkaian peralatan yang terdiri dari empat

buah sample cell dan sebuah reference cell, dimana cell tersebut diposisikan dalam bejana air

yang suhunya dapat diatur hingga maksimum 100°C ± 1°C. Penunjuk tekanan digital

diperoleh dari A/D converter signal pressure transducer dengan ketelitian tinggi dan dapat

menahan tekanan hingga 25 Mpa ( ±3.650 psi).

Gambar 7

Kurva Volume vs Tekanan Langmuir yang diperoleh dari conto Canister #10

Company : CV. BUDI MULYA UTAMA Adsorption Isotherm, c = VLp/(p+PL)

Sample ID / No.: Canister - 10 c: gas content ; p: gas pressure Depth, Meter : 243.10 - 243.60 VL, PL: Langmuir parameters Temperatur, o

C : 30 VL (m3

/t) = 12.43 PL (psi) = 474

Pressure

Moisture air dried :31.15 psi measured fitted

Volatiles :33.74 2 0.00 0.05

Fixed Carbon :33.04 64 1.48 1.48

Ash content :2.07 137 2.77 2.79

233 4.09 4.10

392 5.65 5.63

476 6.25 6.23

Hydrostatic 645 7.18 7.17

pressure 823 7.89 7.90

at seam depth 1077 8.65 8.63

Adsorbed CH4 1274 9.04 9.05

storage capacity 1524 9.49 9.48

at seam depth 1802 9.86 9.87

(m3/t) 8.00 2075 10.13 10.12

358

5.35 Coal density 1.281 g cm -3

Gas adsorbed (m3 /t) Proximate Analysis (%)

psi

coal as

received daf

Methane isotherm 'coal as received - DAF' Sample code: Canister - 10

0

0 500 1000 1500 2000 2500

Pressure (psi)

(16)

Gambar 8

Kurva Volume vs Tekanan Langmuir yang diperoleh dari conto Canister #23

Gambar 9

Gabungan Kurva Volume vs Tekanan Langmuir yang diperoleh dari conto Canister #10 dan

Canister #23

Company : CV. BUDI MULIA UTAMA Adsorption Isotherm, c = VLp/(p+PL) Sample ID / No.: Canister - 23 c: gas content ; p: gas pressure

Moisture air dried :10.26 psi measured fitted

Volatiles :15.87 2 0.00 0.02

Fixed Carbon :14.24 68 0.61 0.61

Ash content :59.63 143 1.16 1.16

243 1.75 1.74 354 2.23 2.24 474 2.67 2.67

Hydrostatic 647 3.15 3.15

pressure 823 3.52 3.51

at seam depth 1024 3.82 3.84

Adsorbed CH4 1264 4.12 4.11

storage capacity 1526 4.37 4.38

at seam depth 1823 4.61 4.60

(m3/t) 8.10 2101 4.74 4.76

405

Gas adsorbed (m3 /t) Proximate Analysis (%)

Coal density 1.735 g cm -3

psi

coal as received daf

2.44

Methane isotherm 'coal as received - DAF' Sample code: Canister - 23

0

0 500 1000 1500 2000 2500

Pressure (psi)

"measured as receive" "Langmuir as receive" "Langmuir DAF "

Sum m ary Methane Isotherm Caniste r #10 & Canis ter #23 Langm uir as recieved

0

0 500 1000 1500 2000 2500

(17)

Tabel 1

Daftar Singkapan Batubara Daerah Nibung dan Sekitarnya

(Sumber : Sumaatmadja, dkk., 2001)

(18)

T

Hasil Analisi

Tabel 2

(19)
(20)
(21)

Tabel 3

(22)

Tabel 4a

(23)
(24)
(25)
(26)

Tabel 5

Ringkasan Hasil Pengukuran Kandungan Gas Daerah Penyelidikan:

Sumber Daya Batubara, Total Gas Dan Sumber Daya Gas Methan

No.

LAPISAN

SUMBER DAYA

GAS

(SCF)

SUMBER DAYA

GAS METHAN

(SCF)

Kandungan

Gas Methan

(M

3

/Ton)

1 Mangus

(Lap. 6)

78.478.442,460

3.146.985.542,65

1.328.224.063,47 1,14

2 Suban

(Lap. 7)

15.970.647,69

611.196.687,10

265.842.396,90 1,08

3 Petai

(Lap. 8)

5.945.336,55

208.681.312,91

43.109.304,32 0,99

Tabel 6

Sumberdaya Batubara Daerah Penyelidikan

(27)

7

586 2,70

4.381.5

22

15.970.647,69

8

589 1,00

4.403.9

53

5.945.336,55

9 673

2,58

5.032.0

21

17.526.529,14

10 n.a

0,30

n.a n.a

TOTAL SUMBER DAYA BATUBARA

146.029.578,40

Ket.: n.a = tidak dihitung

Tabel 7

Nilai Volume (VL) dan Tekanan Langmuir (PL) yang diperoleh dari hasil uji adsorption

isotherm terhadap kedua perconto batubara Canister #10 dan Canister #23.

Tabel 8

Data Analisis Proksimat dan Volume – Tekanan Langmuir

No Sample ID Depth

(Meter)

Temperature

°C

Volume Langmuir,

VL (m3/t)

Pressure Langmuir, PL

(psi)

1 Canister #10 243.10 - 243.60 30 12.43 474

2 Canister #23 275.60 - 276.00 30 6.15 617

No Depth

(Meter) Sample ID

Moisture (% wt, adb)

Ash Content

(% wt)

Volatile matter (% wt)

Fixed Carbon

(% wt)

Density (gr/cc)

Volume Langmuir,

VL (m3/t)

Pressure Langmuir, PL

(psi) 1 243.10 - 243.60 Canister #10 31.15 2.06 33.74 33.04 1.28 12.43 474

Gambar

Gambar 2 Stratigrafi daerah Nibung dan Sekitarnya, Sumatra Selatan.
Gambar 3 Peta distribusi batubara Daerah Nibung dan sekitarnya
Gambar 5 Kurva E-logging dan Litologi Batuan Bor NBG-01.
Gambar 6 , menunjukkan rangkaian peralatan yang terdiri dari empat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti akan mengumpulkan data mengenai langkah-langkah demokratisasi di Irak dan mengumpulkan data mengenai tingkat pemenuhan aspek keamanan manusia sebelum dan

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan memenuhi persyaratan sebagaimana

Said Sukanto Tahun 2017, namun hingga ditutup pukul 11.00 WIB tidak satupun peserta yang mendaftar mengajukan pertanyaan dan dianggap bahwa semua peserta yang mendaftar

Menurut Connolly dan Begg (2010, p316), Requirements Collection and Analysis adalah proses dari mengumpulkan dan menganalisa informasi tentang bagian dari organisasi yang

Perikarp atau kulit buah manggis memiliki permukaan bagian luar yang halus dengan tebal 4-8 mm, keras, berwarna ungu kecoklatan pada bagian luarnya dan ungu pada bagian

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian produk Mie Instan Merek Indomie ini bertujuan untuk mengetahui apakah diantara

Walaupun pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna/signifikan (p-value &gt; 0,05) antara konsumsi susu denga osteopenia, akan tetapi ada

Keadaan ini memberikan gambaran terhadap penularan budaya baharu yang bermotifkan kebangkitan Islam yang mula wujud dalam kalangan masyarakat Melayu-Islam di Tanah Melayu