• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Pusat Perawatan Anak Berkebutuhan Khusus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Pusat Perawatan Anak Berkebutuhan Khusus"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki

kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap

warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam

kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1).

Sementara itu lembaga pendidikan tidak hanya di tunjukkan kepada anak

yang memiliki kelengkapan fisik, tetapi juga kepada anak yang memiliki

keterbelakangan mental. Mereka dianggap sosok yang tidak berdaya, sehingga

perlu di bantu dan di kasihani untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu di

sediakan berbagai bentuk layanan pendidikan atau sekolah bagi mereka. Pada

dasarnya pendidikan untuk berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan anak-

anak pada umumnya. Disamping itu pendidikan luar biasa, tidak hanya bagi anak –

anak yang berkebutuhan khusus, tetapi juga di tujukan kepada anak-anak normal

yang lainnya.

Beberapa sekolah telah dibuka bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus ini.

Sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan siswa menjadi salah satu

keunggulan yang ditawarkan sekolah – sekolah ini. Jadi anda tidak perlu khawatir

dengan masa depan anak anda karena sekolah ini membekali anak untuk bisa

hidup mandiri dalam hidupnya dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

Pada tahun 2009, Badan Pusat Statistik (BPS) menyajikan data statistik

disabilitas dalam SUSENAS 2009 dengan kategori kecacatan dengan jumlah total

adalah 2.126.998 jiwa di Indonesia.

Tabel 1.1 Persentase penyandang cacat berdasarkan jenis kecacatan

Jenis kecacatan Jumlah (%) Jumlah (jiwa)

Tuna Netra 15,93 338.796,85

Tuna Rungu 10,52 223.737,78

Tuna Wicara 7,12 151.427,09

(2)

Tuna Daksa 33,75 717.789,94

Tuna Grahita 13,68 290.944,19

Tuna Ganda 7,03 149.512,99

Jiwa 8,52 181.202,08

Jumlah total 100,0 2.126.998

Sumber : Data BPS, Susenas RI 2009

Data Badan Pusat Statistik tahun 2007 mencatat banyaknya rumah tangga

yang memiliki anak cacat di Medan dengan jumlah 394 orang.

Tabel 1.2 Banyaknya anak cacat menurut kecamatan tahun 2007

Kecamatan Anak Cacat

(1) (2)

Medan Johor 31

Medan Amplas 17

Medan Denai 44

Medan Polonia 26

Medan Baru 2

Medan Sunggal 30

Medan Barat 10

Medan Tembung 31

Medan Labuhan 65

Medan Marelan 65

Medan Belawan 73

Total 394

Sumber : BPS 2007

Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat tahun

2008, terdapat jumlah populasi penyandang cacat di Sumatera Utara dari total

penduduk 51.836 jiwa.

Tabel 1.3 Data Populasi Orang Cacat di Sumatera Utara tahun 2008

Jenis Cacat Jumlah (orang)

(1) (2)

Tuna Netra 10.097

Tuna Daksa 15.250

(3)

Tuna Wicara 4.393

Tuna Rungu Wicara 11.303

Tuna Grahita 9.844

Tuna Ganda 5.342

Total 46.494

Sumber : PPLS 2008 (Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat)

Dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2009 di Sumatera Utara

terdapat anak yang menyandang cacat menurut jenis kecacatan dan jenis kelamin

terlihat bahwa dari 49 ribu anak cacat, sepertiganya (31,71 persen) menyandang

cacat tubuh, kemudian cacat mental (tuna grahita) sebesar 22,07 persen dan cacat

wicara/bisu sebesar 8,25 persen. Dilihat menurut jenis kelamin, pola tersebut di atas

terjadi baik pada anak laki-laki maupun perempuan.

Tabel 1.4 Persentase Anak Cacat menurut jenis kecacatan

dan jenis kelamin tahun 2009

Jenis Cacat Laki-laki + Perempuan

(%)

Anak Cacat

(jiwa)

(1) (4) (5)

Tuna Netra 10,71 5.248

Tuna Rungu 5,15 2.524

Tuna Wicara 6,09 2984

Tuna Rungu Wicara 13,73 6.728

Tuna Daksa 31,71 15.538

Tuna Grahita 22,07 10.014

Tuna Ganda 8,25 4043

Gangguan Jiwa 2,29 1.122

Total 100,00 49.000

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul 2009, BPS

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah populasi orang dengan

kecacatan di Sumatera Utara pada tahun 2011 :

Tabel 1.5 Data Populasi Orang Cacat di Sumatera Utara tahun 2011

Jenis Cacat Jumlah (orang)

(1) (2)

(4)

Tuna daksa 24.306

Tuna grahita 10.785

Tuna laras 2268

Tuna ganda 3552

Tuna rungu wicara 10.645

Total 58.558

Sumber : Profil Anak Indonesia

Dari data diatas dapat dilihat bahwa persentase yang terus meningkat dan

dengan jumlah terbanyak adalah penderita cacat tuna daksa, tuna netra, tuna rungu

wicara dan tuna grahita.

Populasi anak berkebutuhan khusus di Indonesia diperkirakan mencapai 350

ribu orang. Namun, jumlah anak yang sudah masuk di jenjang pendidikan baru

sekitar 85 ribu orang. Mereka ditampung di sekitar 1.600 sekolah luar biasa

se-Indonesia. Artinya, pemerintah baru mengkomodir sekitar 30 persen anak

berkebutuhan khusus. Selain faktor biaya, banyak orang tua yang cenderung

menyembunyikan anaknya karena merasa malu.1

Peningkatan anak cacat ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 2

a) Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi pada pra kelahiran

antara lain : Gangguan Genetika (Kelainan Kromosom, Transformasi); Infeksi

Kehamilan; Usia Ibu Hamil (high risk group); Keracunan Saat Hamil;

Pengguguran; dan Lahir Prematur.

b) Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi selama proses

kelahiran adalah Proses kelahiran lama (Anoxia), prematur, kekurangan

oksigen; Kelahiran dengan alat bantu (Vacum); Kehamilan terlalu lama: > 40

minggu.

c) Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi setelah proses

kelahiran yaitu Penyakit infeksi bakteri (TBC/ virus); Kekurangan zat makanan

(gizi, nutrisi); kecelakaan; dan keracunan.

Berdasarkan faktor tersebut di atas, sebagian besar (70,21 persen) anak

cacat disebabkan oleh bawaan lahir, kemudian karena penyakit (15,70 persen) dan

kecelakaan/bencana alam sebesar 10,88 persen. Pola yang sama terjadi baik di

daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. 1

http://www.swatt-online.com/ 2

(5)

Tabel 1.6 Persentase Anak Cacat 0-17 Tahun menurut penyebab kecacatan dan tipe darah tahun 2009

Penyebab Kecacatan Perkotaan Pedesaan Perkotaan + Pedesaan

(1) (2) (3) (4)

Bawaan sejak lahir 70,40 70,05 70,21

Kecelakaan/bencana alam 10,64 11,07 10,88

Kurang gizi 1,90 1,43 1,64

Tekanan hidup/stress 0,95 2,08 1,57

Penyakit 16,11 15,37 15,70

Jumlah 100,00 100,00 100,00

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul 2009, BPS

Selain secara populasi jumlahnya terus bertambah, ada persoalan mendesak

yang perlu mendapat perhatian serius menyangkut keadaan tumbuh kembang dan

kelanjutan pendidikan anak-anak spesial itu. Meski demikian, dengan segala

keadaannya, bukan berarti mereka kehilangan kesempatan untuk memperoleh

hidup seperti anak-anak lain pada umumnya. Anak-anak dengan label kekhususan

ini tetap harus mendapat ruang hidup yang layak dan kesempatan yang sama untuk

mengoptimalkan potensi yang mereka miliki dan berhak mendapat kehidupan yang

layak, berkesempatan mengembangkan potensinya, dan memiliki kesempatan

menjadi orang dewasa yang bahagia seperti impian banyak orang pada umumnya.

Undang-undang No. 4 Tahun 1997 menegaskan bahwa penyandang cacat

merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak,

kewajiban, dan peran yang sama. Pada pasal 6 dijelaskan bahwa setiap

penyandang cacat berhak memperoleh: (1) pendidikan pada semua satuan, jalur,

jenis, dan jenjang pendidikan; (2) pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai

jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya; (3) perlakuan yang

sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; (4)

aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; (5) rehabilitasi, bantuan sosial, dan

pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan (6) hak yang sama untuk

menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama

bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Selain itu, terdapat dasar-dasar hukum yang mendasari pendidikan terhadap

(6)

UUD 1945 Pasal 31 ayat (1), “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran”

UURI Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 5 ayat 920, “Warga Negara yang memiliki

kelainan fisik, mental/intelektual, sosial, dan emosional berhak memperoleh

pendidikan.

Salinan Peraturan Menteri pendidikan Nasional Indonesia Nomor 70 Tahun

2009, “Bahwa peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,

sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa perlu

mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan asasinya, dan

peserta didik yang memiliki kelaianan sebagaimana dimaksud terdiri dari :

tunanetra; tunarungu; tunawicara; tunagrahita; tunadaksa; tunalaras;

berkesulitan belajar; lamban belajar; autis; memiliki gangguan motorik; menjadi

korban penyalahgunann narkoba,obat terlarang dan zat adiktif lainnya; memiliki

kelainan lainnya; tunaganda.”

 Seluruh warga negara tanpa terkecuali apakah dia mempunyai kelainan atau

tidak mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini dijamin

oleh UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang mengumumkan “Bahwa tiap-tiap warga

negara berhak mendapat pengajaran.”

Pada tahun 2003 Pemerintah mengeluarkan Undang- Undang No 20 tentang

sistem pendidikan nasional (UUSPN). Dalam undang – undang tersebut

dikemukakan hal- hal yang erat hubungan dengan pendidikan bagi anak-anak

dengan kebutuhan pendidikan khusus sebagai berikut ;

 Bab 1 (Pasal 1 ayat 18); Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang

harus di ikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan

pemerintah daerah.

 Bab II (Pasal 4 ayat 1); Pendidikan diselenggarakan secara demokratis

berdasarkan HAM, agama, kultural, dan kemajemukan bangsa.

 Bab IV (Pasal 5 ayat 1); Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu baik yang memiliki kelainan fisik,

emosional, mental, intelektual atau sosial berhak memperoleh pendidikan

khusus.

 Bab V bagian 11 Pendidikan khusus (Pasal 32 ayat 1; Pendidikan khusus bagi

(7)

karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki potensi

kecerdasan.

Menurut WHO, diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan

khusus dari total populasi anak. Menurut data Sensus Nasional Biro Pusat Statistik

tahun 2003 jumlah penyandang cacat di Indonesia sebesar 0,7% dari jumlah

penduduk sebesar 211.428.572 atau sebanyak 1.480.000 jiwa. Dari jumlah tersebut

24,45% atau 361.860 diantaranya adalah anak-anak usia 0-18 tahun dan 21,42%

atau 317.016 anak merupakan anak cacat usia sekolah (5-18 tahun). Sekitar 66.610

anak usia sekolah penyandang cacat (14,4% dari seluruh anak penyandang cacat)

ini terdaftar di Sekolah Luar Biasa (SLB). Ini berarti masih ada 295.250 anak

penyandang cacat (85,6%) ada di masyarakat dibawah pembinaan dan

pengawasan orang tua dan keluarga dan pada umumnya belum memperoleh akses

pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya. Pada tahun 2009 jumlah anak

penyandang cacat yang ada di Sekolah meningkat menjadi 85.645 dengan rincian

di SLB sebanyak 70.501 anak dan di sekolah inklusif sebanyak 15.144 anak.

Tabel 1.7 Persentase anak cacat 7-17 tahun menurut jenis kelamin dan partisipasi sekolah tahun 2009

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul 2009, BPS

Tabel menunjukkan hampir separuh (43,87 persen) anak cacat usia sekolah

(7-17 tahun) belum pernah mengecap pendidikan, sepertiganya (35,87 persen)

sedang sekolah dan sekitar 20,26 persen berstatus tidak sekolah lagi. Kondisi ini

menggambarkan perlunya perhatian khusus terutama penyandang cacat yang

seharusnya bersekolah seyogyanya dapat bersekolah selayaknya anak seusianya.

Oleh karena itu, dalam mengarahkan setiap pihak untuk menyusun aksi dan

program-program nyata dalam menangani berbagai konsekuensi dari kekhususan

(8)

depan anak-anak spesial di Indonesia dibutuhkanlah suatu wadah yang dapat

menampung seluruh kegiatan tersebut.

I.2 Maksud dan Tujuan

Bagi anak penderita anak berkebutuhan khusus :

1. Untuk memberikan perawatan intensif bagi anak berkebutuhan khusus dalam

mendapatkan perawatan dalam hal terapi-terapi dalam bentuk pelatihan fisik,

pelatihan saraf sensorik – motorik serta pembelajaran pengembangan

kemampuan dan potensi diri dalam peningkatan kualitas hidupnya.

2. Untuk memfasilitasi anak berkebutuhan khusus supaya mereka dapat menjadi

mandiri dan dianggap sebagai anggota masyarakat yang mempunyai

kemampuan seperti masyarakat normal dengan dapat menyumbangkan

sesuatu yang berguna bagi komunitas bernegara.

3. Untuk meningkatkan kemauan untuk hidup bermasyarakat dan bersosialisasi

tanpa harus meminta-minta empati dari orang normal sehingga mereka tidak

malu dan tidak merasa abnormal di tengah-tengah masyarakat.

Bagi orang tua :

1. Membantu dalam memberikan tambahan pengetahuan dan petunjuk praktis

dalam menangani anak dengan perhatian dan kasih sayang yang lebih

daripada anak normal lainnya.

2. Dapat melihat dan merasakan perkembangan anak melalui terapi dan alat

bantu yang diberikan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak

berkebutuhan khusus.

Bagi masyarakat :

1. Mengubah persepsi orang tua dan masyarakat bahwa mereka juga memiliki

kemampuan dan kelebihan dibalik kekurangannya.

2. Meningkatkan rasa kepedulian terhadap keberadaan anak berkebutuhan

(9)

I.3 Masalah Perancangan

Masalah perancangan yang timbul dalam kasus proyek ini adalah :

 Bagaimana mewujudkan desain bangunan agar setiap ruang, bentuk, dan

bahan yang digunakan dapat berfungsi secara maksimal sesuai dengan

kebutuhan bagi anak-anak berkebutuhan khusus.

 Bagaimana menciptakan suatu sarana perawatan sekaligus pendidikan yang

nyaman bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk melakukan kegiatan

kesehatan dan belajar.

 Bagaimana mewadahi beberapa kegiatan, tidak hanya terapi dan belajar

pengetahuan umum, tetapi juga tempat bermain untuk anak anak

berkebutuhan khusus.

 Bagaimana menerapkan prinsip-prinsip tema yang diambil untuk diterapkan

dalam desain bangunan agar sesuai dengan fungsi bangunan dan

prinsip-prinsip estetika dalam teori arsitektur.

I.4 Pendekatan

Pendekatan perancangan dilakukan dengan mempertimbangkan item-item

perancangan antara lain:

Studi Literatur. Studi pustaka atau studi literatur yang berkaitan langsung

dengan judul dan tema yang dipilih untuk mendapatkan informasi dan bahan

berupa literatur yang sesuai dengan materi laporan, yang berguna untuk

memperkuat fakta secara ilmiah.

Studi Banding. Studi banding terhadap proyek dan tema sejenis dengan

melakukan pendekatan perancangan dengan melihat keadaan yang sudah

ada, sumber dapat berupa buku, majalah, internet dan sebagainya.

Studi Lapangan. Studi lapangan mengenai kondisi sekitar site/lokasi

perancangan dan lingkungan fisik yang berhubungan dengan kasus proyek

untuk mendapatkan data-data yang akurat dari lokasi perancangan.

Wawancara. Wawancara dengan instansi terkait atau orang-orang yang

dianggap ahli dan mengetahui tentang kasus dan tema yang diangkat untuk

pengenalan masalah dan dapat menghasilkan kriteria umum bagi

(10)

I.5 Lingkup / Batasan

Adapun batasan perencanaan proyek ini adalah bangunan sebagai sarana

perawatan kesehatan sekaligus pendidikan untuk anak-anak anak berkebutuhan

khusus.

Lingkup perencanaannya adalah :

 Perancangan sarana terapi dan pendidikan anak berkebutuhan khusus ini

dibuat untuk anak-anak berkebutuhan khusus di Medan, tapi tidak menutup

kemungkinan bagi anak dari luar Medan baik masyarakat ekonomi menengah

ke atas, sedang maupun menengah ke bawah..

 Bangunan sebagai wadah kegiatan bagi anak berkebutuhan khusus yaitu tuna

netra, tuna grahita, tuna daksa, dan tuna rungu wicara dengan batas usia 5-20

tahun (kegiatan perawatan rehabilitasi dan pelatihan keterampilan) juga bagi

anak normal dengan usia 5-15 tahun (kegiatan pelatihan keterampilan).

 Kajian terhadap tema, pengertian dan penerapannya pada kasus proyek

lingkup batasan yang mempengaruhi proses perancangan meliputi : peraturan

pemerintah, data-data dari instansi terkait, asumsi kelayakan dan program

ruang.

 Pusat perawatan anak berkebutuhan khusus ini nantinya diharapkan dapat

menjadi suatu tempat perawatan sekaligus pendidikan bagi anak-anak

berkebutuhan khusus yang menyediakan fasilitas lebih lengkap daripada

sekolah luar biasa maupun fasilitas perawatan lainnya, seperti: fasilitas utama

yaitu lokasi fasilitas terapi (terapi okupasi, terapi sensori integrasi, terapi

wicara, terapi ADL (Aktifitas Keseharian), terapi perilaku, fisioterapi, terapi

musik, terapi lumba-lumba, terapi akupuntur, terapi audio visual),

perpustakaan, sanggar pelatihan keterampilan (sanggar lukis, sanggar

patung, sanggar tari dan drama, sanggar musik), ruang pamer, fasilitas

penunjang seperti perpustakaan umum, kantin, toko souvenir, convention hall,

(11)

I.6 Kerangka Berpikir

Gambar 1.1 Skema Dasar Pemikiran Maksud dan Tujuan

Sebagai wadah perawatan intensif bagi anak berkebutuhan khusus dalam mendapatkan pelatihan fisik, pelatihan saraf sensorik – motorik serta pembelajaran pengembangan kemampuan dan potensi diri dalam

peningkatan kualitas hidupnya.

Latar Belakang Kasus Proyek :

Anak-anak dengan label kekhususan ini tetap harus mendapat ruang hidup yang layak dan kesempatan yang sama untuk mengoptimalkan potensi yang mereka miliki dan berhak mendapat kehidupan yang layak, berkesempatan mengembangkan potensinya, dan memiliki kesempatan menjadi orang dewasa yang bahagia seperti impian banyak orang pada umumnya.

Konsep :  Tapak

 Bangunan (Utilitas, Struktur, Estetika)

Desain

Masalah Perancangan :

Bagaimana mewujudkan desain bangunan agar setiap ruang, bentuk, dan bahan yang digunakan dapat berfungsi secara maksimal sesuai dengan kebutuhan bagi para penyandang cacat.

Bagaimana menciptakan suatu sarana perawatan sekaligus pendidikan yang nyaman bagi anak anak berkebutuhan khusus untuk melakukan kegiatan kesehatan dan belajar.

Bagaimana mewadahi beberapa kegiatan, tidak hanya terapi dan belajar pengetahuan umum, tetapi juga tempat bermain untuk anak anak berkebutuhan khusus.

Bagaimana menerapkan prinsip-prinsip tema yang diambil untuk diterapkan dalam desain bangunan agar sesuai dengan fungsi bangunan dan prinsip-prinsip estetika dalam teori arsitektur.

Analisis Perancangan :

 Analisis Site

 Analisis Kegiatan

 Analisis Ruang

 Analisis Bentuk dan Langgam Bangunan

Pengumpulan Data :

 Survey Lokasi (Kondisi Site)

 Studi Literatur

 Peraturan-peraturan

(12)

I.7 Sistematika Laporan

BAB I : PENDAHULUAN

Menguraikan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, masalah

perancangan, pendekatan, lingkup kajian dan batasan, kerangka berpikir,

dan sistematika laporan.

BAB II : DESKRIPSI PROYEK

Berisi tentang deskripsi umum, program kegiatan, kebutuhan ruang, dan

studi banding terhadap proyek sejenis.

BAB III : ELABORASI TEMA

Menguraikan tentang pengertian, Interpretasi, dan keterkaitan tema dengan

judul serta studi banding terhadap bangunan-bangunan yang menerapkan

tema sejenis.

BAB IV : ANALISIS

Menguraikan tentang analisa fungsional, organisasi ruang, program ruang,

persyaratan teknis, analisa kondisi lingkungan dan potensi lahan, karakter

lingkungan, peraturan bangunan sekitar, prasarana, karakter lingkungan,

pemandangan, orientasi, lalu lintas, sirkulasi, dan kesimpulan.

BAB V : KONSEP PERANCANGAN

Menguraikan tentang konsep dasar, rencana tapak (tata letak, gubahan

massa, pencapaian, hirarki ruang, sirkulasi, parkir, utilitas, tata hijau),

bangunan (bentuk, fungsi, sirkulasi, struktur dan konstruksi, bahan, desain

interior, utilitas, pentahapan pembangunan, penyelesaian ruang

luar/lansekap)

BAB VI : HASIL RANCANGAN

Menguraikan tentang gambar-gambar hasil rancangan dan foto-foto hasil

perancangan akhir.

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Tabel 1.1 Persentase penyandang cacat berdasarkan jenis kecacatan
Tabel 1.2 Banyaknya anak cacat menurut kecamatan tahun 2007
Tabel 1.4 Persentase Anak Cacat menurut jenis kecacatan
Tabel 1.6 Persentase Anak Cacat 0-17 Tahun menurut penyebab kecacatan dan tipe darah
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ada 9 budaya Mandailing yang sangat dihormati orang-orang Mandailing sampai saat ini antara lain sebagai berikut. 1) Pertama, Kekerabatan mencakup hubungan suku, kasih

Dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Dearah dan Retribusi Daerah jo Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Dearah

Dalam pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem, selektifitas alat terhadap multispecies ikan yang tertangkap lebih menggambarkan komunitas yang terkena dampak

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul AGUNAN DALAM PEMBERIAN

Peta sebaran reservoar hidrokarbon Berdasarkan hasil slicing yang dilakukan pada dua parameter yang dianggap cukup baik dalam memisahkan litologi batupasir yang berperan

Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional hanya menekankan pada mutu pendidikan dan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan

Anak-anak yang memiliki leksikon yang luas dapat menyusun kalimat dengan mudah karena leksikon yang digunakan oleh anak mewakili ekspresi mereka dalam berbahasa.. Dalam

Peserta yang sudah menjabat sebagai Account Representative di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, agar mampu meningkatkan kompetensi dalam penerapan pengetahuan teknis di