• Tidak ada hasil yang ditemukan

357174676 Keracunan Fogging Surveilen Dan KLB Kelompok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "357174676 Keracunan Fogging Surveilen Dan KLB Kelompok"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam peraturan Menteri Kesehatan No.370 Tahun 2010 tentang pengendalian vektor disebutkan bahwa upaya penyelenggaraan pengendalian vector (fogging) dapat dilakukan oleh pemerintah, pemerintah Daerah dan/atau pihak swasta oleh tenaga entomology kesehatan dan tenaga lain yang terlatih yaitu yang telah mengikuti pelatihan pengendalian vector dari institusi pelatihan yang terakreditasi. Di kabupaten Jombang penyakit Demam Berdarah Dengue DBD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius karena jumlahnya sangat banyak dan menimbulkan kematian sehingga mudah menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Jumlah kasus DBD dari tahun ke tahun cenderung menunjukkan kecenderungan meningkat.

Pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD ada 3 cara yaitu secara biologi, kimiawi dan fisik. Pencegahan biologi dengan memelihara ikan pemakan jentik yang diletakkan di tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi dan WC. Secara kimiawi ada 2 (dua) cara yaitu melalui kegiatan pengasapan atau fogging. Sedangkan pencegahan dan pemberantasan DBD secara fisik yaitu dengan kegiatan pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan gerakan 3 MM Plus, yaitu menguras tempat-tempat penampung air minimal seminggu sekali, menutup rapat tempat-tempat penampungan air dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air yang bisa menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes.

(2)

lahan dan perairan ketika disemprot secara aerial, dibiarkan mengalir dari permukaan ladang, atau dibiarkan menguap dari lokasi produksi dan penyimpanan. Penggunaan pestisida berlebih justru akan menjadikan hama dan gulma resistan terhadap pestisida (https://id.wikipedia.org).

Data yang dikumpulkan WHO (2000), menunjukkan 500.000-1.000.000 orang per tahun di seluruh dunia telah mengalami keracunan pestisida dan sekitar 500-1000 orang per tahun diantaranya mengalami dampak yang sangat fatal seperti kanker, cacat, kemandulan dan gangguan pada hati. Menurut World Health Organization (WHO) (2003), Malathion adalah salah satu insektisida organofosfat non-sistemik. Hal ini digunakan dalam pertanian untuk mengontrol dan membunuh hama serangga dalam berbagai bidang, buah tanaman dan sayuran. Sebuah studi di Kanada menunjukkan bahwa hampir 60% kasus keracunan terdaftar di sebuah rumah sakit anak adalah karena pestisida dan efek dari kebanyakan pestisida yang akut dan parah. Di negara berkembang, kejadian nyata keracunan pestisida sulit untuk menilai, tapi diasumsikan tinggi. Sejumlah besar anak dan remaja pekerja terpapar pestisida melalui pekerjaan pertanian, seperti yang biasa terlibat informal dalam penyusunan dan penerapan pestisida. Anak-anak juga terkena sebagai pengamat selama penyemprotan untuk pengendalian hama pertanian (WHO, 2015).

Menurut Keputusan Dirjen PPM dan PLP No. 451-I/PD.03.04/IF/1991 tentang Kejadian Luar Biasa, disebutkan jika terjadi kejadian satu atau lebih penderita keracunan pestisida sudah dapat dikategorikan Kejadian Luar Biasa atau KLB.

(3)

14.00 WIB di asrama putri. Kemudian ada 2 orang satriwati pingsan, 3 orang kemudian berturut-turut 26 orang dan 4 orang di RS pelengkap dikarenakan UGD RSUD jombang penuh. Setelah itu pada pukul 19.00 WIB tidak ada lagi yang pingsan. Sehingga pada pukul 20.00 WIB ada 14 orang diperbolehkan pulang dan 16 orang menjalani perawatan dalam menjalani rawat inap secara insentif.

Pada faktor risiko fogging liar yang terjadi tanpa izin puskesmas dan tidak ada surat pendamping dari petugas puskesmas terdekat. Kondisi medis para santri putri yang mendasari (sesak nafas, kelelahan, stress/ujian tahassus), tidak memakai alat pelindung diri (masker dan sarung tangan), ada kemungkinan mengkonsumsi obat tertentu (tidak terpantau, satu orang pemakai oxycan), konsumsi makanan yang terkontaminasi dengan cairan pertisida yang tercecer (tidak memungkinkan). Sedangkan kontak beresiko tidak ada ditemukan di kandang (hewan pemeliharaan) ayam yang mati setelah di fogging.

(4)

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Menganalisis surveilens epidemiologi sebagai deteksi dini KLB keracunan pestisida di Wilayah Puskesmas Tambakrejo Kabupaten Jombang 2016.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi masalah keracunan pestisida akibat fogging liar yang sesuai dengan data surveilens dalam penyelidikan epidemiologi.

2. Menganalisis kronologi dari penyebab, gejala, keracunan pestisida, tindakan yang dilakuakan dan langkah-langkah investigasi keracunan pestisida akibat fogging liar.

1.3 Manfaat

(5)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kejadian Luar Biasa

2.1.1 Definisi Kejadian Luar Biasa

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/ atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010 dan Keputusan Dirjen PPM No. 451 tahun 1991 tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa, suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:

1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.

2. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya

3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.

4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya.

5. Rata-rata jumlah kejadian per bulan selama 1(satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan perbulan pada tahun sebelumnya.

(6)

persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

8. Beberapa penyakit khusus: Kolera, Dengue Hemoragic Fever/ Dengue Shock Syndrome:

 Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis)

 Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode empat minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.

9. Beberapa penyakit yang dialami satu atau lebih penderita:  Keracunan makanan

 Keracunan pestisida

2.1.2 Penanggulangan KLB/Wabah

Penanggulangan KLB/Wabah dilakukan secara terpadu oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.. Penanggulangan KLB/Wabah ,meliputi penyelidikan epidemiologi dan surveilan; penatalaksananpenderita; pencegahan dan pengebalan; penanganan jenazah akibat wabah; penyuluhan kepada masyarakat; dan upaya penanggulangan lainnya.

Penyelidikan epodemiologi dilaksanakan sesuai dengan tatacara penyelidikan epidemiologi untuk mendukung upaya penanggulangan wabah, termasuk tatacara bagi petugas penyelidikan epidemiologi agar terhundar dari penularan wabah.

(7)

upaya penanggulangan yang sedang dilaksanakan, meliputi kegiatan seperti:

 Menghimpun data kasus baru pada kunjungan berobat di pos-pos kesehatan dan unit kesehatan lainnya, melakukan analisis kecenderungan wabah dari waktu ke waktu.

 Mengadakan pertemuan berkala petugas lapangan dengan kepla desa, kader, dan masyarakat untuk membahas penyakit dan hasil dari upaya penanggulangan wabah.

 Memanfaatkan hasil surveilans tersebut dalam upaya penanggulangan wabah.

Hasil penyelidikan epidemiologi dan surveilans secara teratur disampaikan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota, kepala dinas kesehatan provinsidan Menteri yp. Direktur Jendral sbagai laporan perkembangan penanggulangan wabah.

2.1.3 Tata Cara Pelaporan Penderita Atau Tersangka Penderita Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat menimbulkan Wabah

Laporan adanya penderita atau tersangka penderita penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah disebut laporan kewaspadaan.

Laporan kewaspadaan dilaporkan kepada lurah atau kepala desa dan atau fasilitas pelayanan kesehatan terdekat selambat-lambatnya 24 jam sejak mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita (KLB), baik dengan cara lisan maupun tertulis.

Isi laporan kewaspadaan antara lain: 1. Nama penderita atau yang meninggal 2. Golongan umur

(8)

5. Jumlah yang sakit dan meninggal

Laporan kewaspadaan tersebut selanjutnya harus diteruskan kepada kepada puskesmas setempat.

Gambar 1: Alur Laporan Kewaspadaan (Permenkes 1501/2010)

Dinas kesehatan

Rumah Sakit Camat

Puskesmas

Puskesmas Pembant Desa/Lurah

Dusun RT/RW

Penyelidikan Epidemiologi Dan

Penanggulangan KLB

Masyarakat

Kepala Puskesmas yang menerima laporan kewaspadaan harus segera memastikan adanya KLB. Bila dipastikan telah terjadi KLB, kepala Puskesmas harus segera membuat laporan KLB, melaksanakan penyelidikan epidemiologis, dan penanggulangan KLB.

(9)

Formulir laporan KLB adalah sama untuk Puskesmas, kabupaten/kota dan provinsi, namun dengan kode yang berbeda. Formulir berisi nama daerah KLB, jumlah penderita dan meinggal pada saat laporan, nama penyakit dan gejala-gejala umum yang ditemukan diantara penderita dan langkah-langkah yang sedang dilakukan. Satu formulir W1 berlaku untuk satu jenis penyakit saja.

2.2 Pengertian Pestisida

Menurut Dirjend Prasaran dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian, 2011 Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virusyang dipergunakan untuk :

1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;

2. Memberantas rerumputan;

3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan; 4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian

tanaman, tidak termasuk pupuk;

5. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak;

6. Memberantas atau mencegah hama-hama air;

7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; dan atau

8. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.

(10)

peternakan), penyimpanan hasil pertanian, kehutanan (tanaman hutan dan pengawetan hasil hutan), rumah tangga dan penyehatan lingkungan, pemukiman, bangunan, pengangkutan dan lain-lain.

Insektisida merupakan salah satu jenis pestisida yang digunakan dalam bidang kesehatan terutama untuk pengendalian vektor penyakit. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Insektisida, insektisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik, serta virus yang dipergunakan untuk memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Insektisida kesehatan masyarakat adalah insektisida yang digunakan untuk pengendalian vektor penyakit dan hama permukiman seperti nyamuk, serangga pengganggu lain (lalat, kecoak/lipas), tikus,dan lain-lain yang dilakukan di daerah permukiman endemis, pelabuhan, bandara, dan tempat-tempat umum lainnya.

2.2.1 Klasifikasi Pestisida

Aplikasi pengendalian vektor penyakit secara umum dikenal dua jenis insektisida yang bersifat kontak/non-residual dan insektisida residual. Insektisida kontak/non-residual merupakan insektisida yang langsung berkontak dengan tubuh serangga saat diaplikasikan.

(11)

(WP), water dispersible granule (WG), suspension concentrate (SC), capsule suspension (CS), dan serbuk (DP).

Menurut Kemenkes, 2012 Jenis insektisida untuk pengendalian vektor antara lain :

1. Organofosfat (OP).

Insektisida ini bekerja dengan menghambat enzim kholinesterase. OP banyak digunakan dalam kegiatan pengendalian vektor, baik untuk space spraying, IRS, maupun larvasidasi. Contoh: malation, fenitrotion, temefos, metil-pirimifos, dan lain lain.

2. Karbamat.

Cara kerja Insektisida ini identik dengan OP, namun bersifatreversible (pulih kembali) sehingga relatif lebih aman dibandingkanOP. Contoh: bendiocarb, propoksur, dan lain lain.

3. Piretroid (SP).

Insektisida ini lebih dikenal sebagai synthetic pyretroid(SP) yang bekerja mengganggu sistem syaraf. Golongan SPbanyak digunakan dalam pengendalian vector untuk seranggadewasa (space spraying dan IRS), kelambu celup atau InsecticideTreated Net (ITN), Long Lasting Insecticidal Net (LLIN), danberbagai formulasi Insektisida rumah tangga. Contoh: metoflutrin,transflutrin, d-fenotrin, lamda-sihalotrin, permetrin, sipermetrin,deltametrin, etofenproks, dan lain-lain.

4. Insect Growth Regulator (IGR).

Kelompok senyawa yang dapat mengganggu prosesperkembangan dan pertumbuhan serangga.IGR terbagi dalam dua klas yaitu :

a. Juvenoid atau sering juga dikenal dengan Juvenile

Hormone Analog (JHA). Pemberian juvenoid padaserangga berakibat pada perpanjangan stadiumlarva dan kegagalan menjadi pupa. Contoh JHAadalah fenoksikarb, metopren, piriproksifen danlain-lain.

b. Penghambat Sintesis Khitin atau Chitin Synthesis

(12)

5. Mikroba

Kelompok Insektisida ini berasal dari mikroorganisme yangberperan sebagai insektisida. Contoh: Bacillus thuringiensis varisraelensis (Bti), Bacillus sphaericus (BS), abamektin, spinosad, danlain-lain.

6. Neonikotinoid.

Insektisida ini mirip dengan nikotin, bekerja pada sistem saraf pusat serangga yang menyebabkan gangguan pada reseptor post synaptic acetilcholin. Contoh: imidakloprid, tiametoksam, klotianidin dan lain-lain.

7. Fenilpirasol

Insektisida ini bekerja memblokir celah klorida pada neuron yang diatur oleh GABA, sehingga berdampak perlambatan pengaruh GABA pada sistem saraf serangga. Contoh: fipronil dan lain-lain

8. Nabati

Insektisida nabati merupakan kelompok Insektisida yang berasal dari tanaman Contoh: piretrum atau piretrin, nikotin, rotenon, limonen, azadirachtin, sereh wangi dan lain-lain.

9. Repelen

Repelen adalah bahan yang diaplikasikan langsung ke kulit, pakaian atau lainnya untuk mencegah kontak dengan serangga. Contoh: DEET, etil-butil-asetilamino propionat dan ikaridin. Repelen dari bahan alam adalah minyak sereh/sitronela (citronella oil) dan minyak eukaliptus (lemon eucalyptus oil).

2.2.2 Pengelolaan Insektisida (Pestisida)

(13)

digunakan dalam pengendalian vektor harus memenuhi persyaratan berikut ini:

1. Gudang

Gudang tempat penyimpanan insektisida harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

- Aman dari pencurian,

- Tidak bocor,

- Tidak kena banjir,

- Cukup ventilasi/penerangan atau pencahayaan,

- khusus untuk gudang penyimpanan insektisida, terletak tidak menyatu dengan tempat permukiman

- Tidak digabung dengan bahan non-insektisida 2. Konstruksi bangunan Gudang, meliputi:

a. Lantai dan dinding harus kedap air dan mudah dibersihkan

b. Langit – langit atap terbuat dari bahan yang ringan dan tidak tembus cahaya.

c. Bangunan dilengkapi dengan exhause fan (kipaspenghisap) d. Bahan bangunan sedapat mungkin tidak mudah terbakar 3. Sanitasi

a. Tersedia air bersih yang cukup

b. Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengansabun dengan kain lap

c. Tersedia tempat sampah 4. Tata letak tempat penyimpanan

Penempatan insektisida harus ditata dengan baik:

a. Insektisida yang akan disimpan dikelompokkanberdasarkan bentuk formulasi (padat atau cair),secara tepat dan aman

(14)

c. Tinggi rak/susunan kemasan besar, maksimal 2meter dan jarak dari atap gudang minimal 1 meter,

d. Insektisida dengan kemasan bungkusan yangberbentuk kotak disusun dengan sistem berkaitdengan diberi jarak di antara tumpukan, untuksirkulasi udara.

e. Jarak tumpukan insektisida dari dinding minimal 50cm, untuk lewat orang

f. Cara meletakan dan menyusun kemasan insektisidaharus diatur untuk memudahkan pemeriksaan dansirkulasi barang (FEFO, first expired first out).

g. Penyimpanan insektisida harus dilengkapi dengankartu stok, kartu gudang dan kartu barang

h. Di antara tumpukan insektisida harus ada lorong/gang yang dapat dilalui dengan lebar minimal 50 cm.

5. Distribusi

Distribusi perlu dilakukan dengan baik agar kualitasinsektisida tetap terjamin. Untuk itu harus diperhatikanbahwa dalam pendistribusian insektisida, kemasan harusdijaga dari kerusakan atau kebocoran dan terlindungdari pengaruh cuaca luar (panas, hujan dll). Penempataninsektisida dalam sarana angkutan harus diatur sehinggatidak mudah terjadi benturan-benturan selama perjalanan

6. Penanganan insektisida di lapangan

Penanganan insektisida selama operasional di lapanganperlu memperhatikan hal-hal berikut:

a. Penyimpanan sementara di lapangan/desaditempatkan pada ruangan atau peti yang dapatdikunci

b. Harus ada petugas yang mengawasi sisa Insektisida segera dikembalikan ke gudang asal

c. Sisa larutan Insektisida dan wadahnya harus dikuburminimal setengah meter di dalam tanah, jauh darisumber air.

(15)

Pemusnahan insektisida dapat dilakukan dengan berbagaicara seperti dengan penguburan dalam tanah (landfill),panas (thermal decomposition), dan kimiawi (chemicalneutralization). Di antara cara-cara tersebut, yang palingmungkin dilakukan di lapangan adalah penguburan dalamtanah (landfill).

a. Penguburan dalam tanah (Landfill)

Cara ini pada dasarnya dipergunakan bila belumdiperoleh cara lain yang lebih tepat. Untuksuatu jumlah sisa insektisida yang sedikit, makapenguburan dilakukan minimal setengah meter didalam tanah, jauh dari sumber air.

b. Pemanasan (thermal decomposition)

Pemusnahan insektisida dengan pemanasandilakukan dengan suhu tinggi (9000C-10000C) melaluiincinerator (instalasi pembakaran). c. Kimiawi (Chemical Neutralization)

Cara ini hanya dapat dilakukan oleh instansi yangkompeten.

2.2.3 Dampak pestisida terhadap Kesehatan

Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tersebut adalah biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap organisme pengganggu sasaran, tetapi juga dapat memberikan pengaruh yang tidak diinginkan terhadap organisme bukan sasaran, termasuk manusia serta lingkungan hidup.

Keracunan pestisida yang digunakan secara kronik maupun akut dapat terjadi pada pemakai dan pekerja yang berhubungan dengan pestisida, misalnya petani, pengecer pestisida, pekerja pabrik/gudang pestisida, dan sebagainya serta manusia yang tidak bekerja pada pestisida. Keracunan akut terhadap pemakai dan pekerja dapat terjadi karena kontaminasi kulit, inhalasi (pernafasan) dan mulut/ saluranpencernaan, dan apabila mencapai dosis tertentu dapat mengakibatkan kematian.

(16)

Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam tubuh manusia melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan absorpsi sehingga menimbulkan dampak negatif bagi tubuh.

Penggunaan pestisida dapat mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini keracunan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:

a. Keracunan akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit dan diare.

b. Keracunan akut berat, menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi meningkat, pingsan.

c. Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya: iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan pernafasan.

Keracunan ditentukan oleh tingkat kontaminasi, juga ditentukan oleh daya racun pestisida yang berbeda antara satu formulasi dengan formulasi lainnya. Keracunan kronik (antara lain karsinogenik, teratogenik, onkogenik, mutagenik, kerusakan jantung, ginjal dan lain-lain) disamping dapat terjadi pada pemakai dan pekerja, juga dapat terjadi pada konsumen yang mengkonsumsi produk tertentu yang mengandung residu pestisida.

2.2.5 Patofisiologi

Pestisida masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara, Pertama absorpsi melalui kulit berlangsung terus selama pestisida masih ada dikulit. Kedua melalui mulut (tertelan) karena kecelakaan, kecerobohan atau sengaja (bunuh diri) akan mengakibatkan keracunan berat hingga mengakibatkan kematian. Ketiga melalui pernafasan dapat berupa bubuk, droplet atau uap dapat meyebabkan kerusakan serius pada hidung, tenggorokan jika terhisap cukup banyak.

(17)

a. Mempengaruhi kerja enzim/hormon. Enzim dan hormon terdiri dari protein komplek yang dalam kerjanya perlu adanya activator atau cofaktor yang biasanya berupa vitamin. Bahan racun yang masuk kedalam tubuh dapat menonaktifkan aktivator sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja atau langsung non aktif. Pestisida masuk dan berinteraksi dengan sel sehingga akan menghambat atau mempengaruhi kerja sel, contohnya gas CO menghambat haemoglobin dalam mengikat atau membawa oksigen.

b. Merusak jaringan sehingga timbul histamine dan serotine. Ini akan menimbulkan reaksi alergi, juga kadang-kadang akan terjadi senyawa baru yang lebih beracun.

c. Fungsi detoksikasi hati (hepar). Pestisida yang masuk ketubuh akan mengalami proses detoksikasi (dinetralisasi) di dalam hati oleh fungsi hati (hepar). Senyawa racun ini akan diubah menjadi senyawa lain yang sifatnya tidak lagi beracun terhadap tubuh

2.3 Jenis –jenis fogging

Fogging/pengasapan sesuai dengan peraturan Gubenur Nomor 20 Tahun 2011 Tanggal 25 Februari 2011 Tentang Pengendalian Penyakit DBD di Provinsi Jawa Timur adalah pemberantasan nyamuk yang menggunakan mesin/alat, insektisida khusus pada waktu dan area tertentu dengan pelaku yang terlatih baik berupa pengasapan/fogging fokus maupun pengasapan/fogging massal. Fogging/pengasapan merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD yang dilaksanakan pada saat terjadinya penularan DBD dalam bentuk pengasapan/fogging fokus dan pengasapan/fogging massal pada terjadi kejadian luar biasa (KLB) DBD.

Dalam menanggulangi KLB DBD, terdapat beberapa jenis foging di Kabupaten Jombang:

1. Fogging fokus

(18)

lebih penderita infeksi dengue lainnya dan /atau >=3 penderita demam tanpa sebab yang jelas dan ditemukan jentik (HI) >=5%. Luas cakupan fogging adalah radius minimal 200 (dua ratus) meter sekitar penderita DBD. Biaya fogging fokus dibebankan pada anggaran Pemerintah Kabupaten Jombang sedangkan pelaksana fogging fakus adalah Puskesmas.

2. Fogging massal

Adalah fogging yang dilaksanakan saat terjadi kejadian luar biasa (KLB) DBD secara massal di Wilayah yang terjadi KLB DBD tersebut. Yang dimaksud dengan KLB DBD adalah terjadinya penngkatan jumlah penderita DBD di suatu wilayah sebanyak 2 (dua) kali atau 1 (satu) minggu/bulan dibandingkan dengan minggu/bulan sebelumnya atau bulan yang sama pada tahun yang lalu.

3. Fogging mandiri

Fogging yang dilaksanakan atas inisiatif masyarakat atau desa. Fogging ini diperbolehkan dengan syarat Wilayah tersebut ada penderita infeksi dengue, hasil PE Positif dan jika anggaran yang telah disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Jombang tidak mencukupi untuk fogging fokus atau memang masyarakat menghendaki adanya perluasan area fogging. Namun, sudah dikomunikasikan dengan puskesmas dan Camat setempat sebagai pengawas lapangan. Luas cakupan seluas fogging fokus, 1 (satu) dusun atau beberapa dusun bahkan bisa seluas 1 (satu) desa/kelurahan. Biaya fogging berasal dari murni partisipasi masyarakat atau swadaya. Pelaksanaan fogging mandiri bisa dari pihak desa bekerjasama dengan pihak Puskesmas atau diserahkan ke pihak swasta.

2.4 Fogging sebagai langkah pengendalian vektor

(19)

lintas. Fogging dianggap sebagai pilihan terakhir dalam metode pengendalian kimia oleh karena keterbatasannya sebagai berikut:

 Keberadaaanya hanya sementara di lingkungan tanpa adanya efek sisa.  Efek utamanya hanya terhadap nyamuk dewasa kontak dengan droplet.  Dibutuhkan aplikasi ulangan.

 Biayanya besar.

 Efek terhadap vektor sangat tergantung pada faktor iklim seperti kecepatan angin, arah angin, kelembababan, suhu dan lain-lain.

 Kecepatan pergerakan dari petugas fogging  Penyebaran asapnya

 Kualitas dari alat fogging

Akan tetapi, fogging telah dianggap berguna dalam situasi khusus seperti kendali vektor saat wabah penyakit Dengue atau DHF.

Pelaksanaan yang efektif dari pengendalian vektor ini membutuhkan teknik pelaksanaan yang tepat dan alat yang cocok dengan kondisi lokal. Bentuk-bentuk cakupan dari area target tergantung pada spesies vektor dan bionomiknya, level kendali yang diinginkan serta priode penularan penyakit untuk menjaga biaya serendah mungkin. Manejemen dan perencanaan yang baik, pelatihan operator dalam hal teknik operasi serta kalibrasi dan penggunaan alat yang efisien adalah faktor yang penting dalam aplikasi insektisida yang tepat.

Berdasarkan pandangan di atas, fogging bukanlah metode yang dipilih dalam pengendalian vektor sebagai metode rutin. Fogging sebaiknya dipilih hanya untuk memutus (melokalisir) epidemik yang sifatnya sementara, sebagai pelengkap dan pencegahan epidemi yang lain. Fogging hanya digunakan dalam waktu yang terbatas di area yang sudah teridentifikasi dengan jelas.

b. Thermal Fogging

(20)

suhu yang sangat tinggi di dalam mesin. Begitu asap keluar dari mesin, langsung menyebar sesuai arah angin.

Insektisida yang dipilih untuk fogging adalah malathion atau pyrenthum ekstrak oleh karena toksisitasnya yang rendah terhadap mammalia dan karena dapat didegradasi sehingga tidak terus berada di lingkungan dalam jangka waktu yang lama. Thermal fogging ini secara psikologi lebih dapat diterima oleh karena asapnya yang lebih nampak. Jenis alat nya yang paling sering digunakan adalah portabel dan mist blower. Sedangkan yang terangkai dengan kendaraan, penggunaannya hanya terbatas pada jalan-jalan umum. Meskipun thermal fogging menghasilkan asap yang lebih tebal dan jelas, tapi secara epidemiolgy kurang efektif dan biayanya lebih mahal dari ULV.

Keuntungan thermal fogging:

 Formulasi semprotannya mengandung bahan aktif insektisida yang lebih sedikit sehingga mengurangi ekspos ke operator.

 Asapnya lebih nampak. Adapun kerugiannya:

 Formulasinya terdiri dari lebih banyak zat pelarut sehingga biaya lebih mahal.

 Asap yang tebal akan mengganggu pandangan dan mengganggu lalu lintas.

 Pembakaran banyak zat pelarut bukanlah ramah lingkungan.

 Berisiko tinggi terjadinya kebakaran oleh karena mesin beroperasi dalam temperatur yang sangat tinggi.

c. Indikasi Fogging

Wabah dengue atau DHF

(21)

Harus digunakan alat yang tepat. Alat yang portabel lebih efektif dan lebih murah daripada yang tergabung dengan kendaraan. Ketika sedang membatasi area target, diperlukan identifikasi pusat wabah melalui investigasi yang tepat dengan tetap mempertimbangkan waktu kebiasaan menggigit dari vektor.

d. Area Target

Sangat penting untuk mempersiapkan dengan layak sebuah peta area target yang akurat dan lengkap. Sebuah peta seharusnya mengidentifikasi:

 Jalan, struktur bangunan, batas dari area yang diproteksi, tempat bertelur dsb.

 Dimana adanya kondisi yang baik bagi vektor untuk bertelur seperti kumpulan air, tumbuhan air dll.

2.5 Prosedur tetap (Protap)penanggulangan DBD fogging  Tahapan kegatan fogging fokus adalah sebagai berkut :

1. Setelah hasil PE dinyatakan positip dan disetujui oleh Dinas Kesehatan untuk diadakan fogging fokus, maka Puskesmas segera membuat daftar KK/rumah yang akan dilakukan fogging (radius 200 meter dari rumah pendderita)

2. Puskesmas segera mengajukan usulan dana dan kebutuhan insektisida ke Dinas Kesehatan

3. Satu hari sebelum pelaksanaan fogging Puskesmas mengadakan siaran keliling/ledang di Wilayah yang akan difogging fokus dan masyarakat diharapkan dapat melaksanakan kegiatan PSN

4. Isi atau pesan dari siaran keliling adalah mengenai penyakit DBD dan cara pencegahannya serta hal-hal yang harus dilakukan oleh masyarakat sebelum pelaksanaan, pelaksanaan dan setelah fogging.

(22)

6. Segera setelah pelaksanaan penanggulangan fokus, Puskesmas melaporkan kegiatannya dan menyelesaikan SPJnya untuk di setor ke Dinas Kesehatan.

 Tahapan kegiatan fogging mandiri adalah sebagai berikut :

1. Desa yang akan melaksanakan fogging harus berkoordinasi dengan Camat dan Kepala Puskesmas setempat, yang dibuktikan dengan adanya surat pemberitahuan fogging mandiri.

2. Selanjutnya pemerintah desa bisa bekerja sama dengan puskesmas mengadakan siaran keliling/ledang di Wilayah yang akan diadakan fogging.

3. Isi atau pesan dari siaran keliling adalah mengenai penyakit DBD dan cara pencegahannya serta hal-hal yang harus dilakukan oleh masyarakat sebelumnya pelaksanaan, pelaksanaan dan setelah pelaksanaan fogging. 4. Minimal 1 (satu) hari sebelumnya dilaksanakan fogging, desa atau

wilayah yang akan di fogging harus dilakukan kegatan PSN;

5. Kemudian diadakan pelaksanaan fogging mandiri, pada waktu pelaksanaan dimohon juga perangkat desa untuk mendampingi petugas. 6. Kegiatan fogging mandiri harus mendapat pengawasan dari Camat dan

Kepala Puskesmas.

7. Segera setelah pelaksanaa fogging mandiri, desa dimohon melaporkan kegiatannya ke Puskesmas dan Dinas Kesehatan.

(23)

Menurut Iskandar (1985), pemberantasan vektor dengan mesin fogging merupakan metode penyemprotan udara berbentuk asap yang dilakukan untuk mencegah penyakit DBD. Pelaksanaannya dilakukan pada rumah penderita dan lokasi sekitarnya serta tempat-tempat umum. Tujuan pelaksanaan fogging adalah untuk membunuh sebagian besar vektor yang infektif dengan cepat (knock down effect). Disamping memutus rantai penularan dan menekan kepadatan vektor sampai pembawa virus tumbuh sendiri sehingga tidak merupakan reservoir yang aktif lagi.

Sementara menurut Depkes RI (2007), kegiatan pengendalian vektor dengan pengasapan atau fogging fokus dilakukan di rumah penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya yang diperkirakan menjadi sumber penularan. Fogging (pengabutan dengan insektisida) dilakukan bila hasil PE positif, yaitu ditemukan penderita/tersangka DBD lainnya atau ditemukan tiga atau lebih penderita panas tanpa sebab dan ditemukan jentik > 5 %. Fogging dilaksanakan dalam radius 200 meter dan dilakukan dua siklus dengan interval + 1 minggu.

Sedangkan prosedur dan tata laksana pelaksanaan pengasapan atau fogging antara lain sebagai berikut :

 Sebagai langkah awal pengasapan/fogging dalam suatu area tertentu, dengan membuat gambaran atau memetakan area yang disemprot. Area yang tercakup sedikitnya berjarak 200 meter di dalam radius rumah yang terindikasi sebagai lokasi dengue. Kemudian dilakukan peringatan kepada warga terlebih dahulu untuk keluar ruamh dengan terlebih dahulu menutup makanan atau mengeluarkan piaraan.

 Berbagai bahan insektisida yang dipergunakan dalam pelaksanaan operasional fogging fokus adalah golongan sintentik piretroit dengan dosis penggunaan 100 ml/Ha. Semaentara perbandingan campuran 100 ml : 10 liter solar.

(24)

effect yang artinya setelah nyamuk kontak dengan partikel (droplet) isektisida diharapkan mati setelah 24 jam.

 Terdapat dua macam peralatan yang digunakan untuk pengasapan atau fogging antara lain mesin fog dan ULV (Ultra Low Volume). Mesin fog dipergunakan untuk keperluan operasional fogging dari rumah ke rumah (door to door operation). Untuk keperluan ini dipergunakan swing fog machine SN 11, KeRF fog machine, pulls fog dan dina fog. Beberapa jenis peralatan ini mempunyai prinsip kerja yang sama yakni menghasilkan fog (kabut) racun serangga sebagai hasil kerja semburan gas pembakaran yang memecah larutan racun serangga (bahan kimia yang digunakan), menjadi droplet yang sangat halus dan berwujud sebagai fog. Rata-rata alokasi waktu yang diperlukan dengan penggunaan peralatan ini adalah 2-3 menit untuk setiap rumah dan halamannya. Sementara Ultra Low Volume (ULV) menghasilkan cold fog. hasil ini didaptkan dengan mekanisme terjadinya tekanan mekanik biasa terhadap racun serangga melewati system nozzle. Dengan alat ini droplet racun serangga yang dihasilkan jauh lebih halus daripada fog biasa. ULV sangat cocok dipergunakan pada area out door atau luar ruangan.

 Menurut Depkes RI (2005), untuk membatasi penularan virus dengue dilakukan dua siklus pengasapan atau penyemprotan, dengan interval satu minggu. Penentuan siklus ini dengan asumsi, bahwa pada penyemprotan siklus pertama semua nyamuk yang mengandung virus dengue atau nyamuk infektif, dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Kemudian akan segera diikuti dengan munculnya nyamuk baru yang akan mengisap darah penderita viremia yang masih ada yang berpotensi menimbulkan terjadinya penularan kembali, sehingga perlu dilakukan penyemprotan siklus kedua. Penyemprotan yang kedua dilakukan satu minggu sesudah penyemprotan yang pertama, agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain.

(25)

Kondisi yang Waktu Pagi hari Pagi sampai tengah Pertengahan pagi

(06.30-08.30) Hari/sore hari,awal malam hari

sampai

pertengahan sore hari Kecepatan Tetap 0-3 km/jam Medium sampai

Angin (3-13 km/jam) kuat, diatas 13 km/jam

Hujan Tidak ada hujan Gerimis kecil Hujan lebat

Suhu udara Dingin Sedang Panas

Dalam pelaksanaannya, kegiatan fogging dilakukan minimal oleh dua orang petugas, dengan perhitungan setiap hari dapat menyelesaikan 30-40 rumah (1-1,5 Ha).

Hal-hal yang perlu dperhatikan dalam pengasapan/fogging fokus dan mandiri;

I. Syarat dilakukan pengasapan

Apabila ada penderita DBD dan disertai :

a. Ada penderita DBD lain di lokasi penderita (20 rumah sekitar penderita) atau

b. Ada penderita panas tanpa sebab jelas sebanyak >=3 orang dan ada jentik hendaknya semua tempat penampungan air dikosongkan

3. Tenaga fogging adalah tenaga terlatih dan memakai APD saat pelaksanaan fogging dan data surat perintah kerja/surat tugas dari kepala puskesmas setempat.

4. Mesin yang dipakai berstandar SNI atau WHO

(26)

6. Buat larutan insektisida sesuai terdaftar di Kemenkes dan Kementerian pertanian

7. Koordinasi dengan pihak desa/Kepala Desa agar warga juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan fogging dengan menunjuk salah satu pamong/perangkat atau warga sebagai pendamping petugas fogging.

8. Pendamping tersebut mempunyai tugas memastikan bahwa rumah yang akan difogging:

a. Semua makanan dan minuman harus disimpan di tempat yang tertutup rapat (misal : almari dll)

b. Kompor dan lampu (berbahan bakar minyak) yang menyala harus dimatikan.

c. Bahan yang mudah terbakar (premium dn lain-lain) hendaknya diamankan.

d. Binatang piaraan seperti : burung, ayam, kucing, anjing, hendaknya dikeluarkan dari rumah. Untuk ikan/aquarium bisa ditutup rapat.

e. Mainan anak-anak hendaknya disimpan ditempan di tempat yang aman dari percikan/semprotan pengasapan.

f. Kasur, bantal, seprei hendaknya dilipat.

g. Piring, gelas, sendok, dll. Hendaknya ditutup dengan koran atau penutup lain

h. Semua jendela ditutup, sedangkan pintu dibuka. III. Selama Pengasapan/Fogging

1. Semua penghuni hendaknya di luar rumah

2. Semua penghuni tidak diperkenakan mengikuti petugas pengasap atau keluar masuk rumah

3. Operasional pengasapan/fogging;

a. Sasaran fogging; rumah/bangunan dan halaman/perkarangan sekitarnya

(27)

c. Kecepatan gerak fogging; seperti orang berjalan biasa (2-3 km/jam)

d. Temperatur/suhu udara ideal; 18 oC, Maksimal 28 oC

e. Fogging di dalam rumah; dimulai dari ruangan yang paling belakang, jendela dan pintu kecuali pintu depan untuk keluar masuk petugas.

f. Untuk rumah dua lantai atau lebih, fogging dimula dari lantai atas

g. Fogging diluar rumah; tabung pengasap harus searah dengan arah angin, dan petugas berjalan mundur.

IV. Selesai pengasapan/fogging

1. Menutup pintu depan setelah selesai pengasapan (bila petugas pengasapan belum sempat menutup)

2. Menununggu sampai +/- 1 jam setelah penyemprotan selesai atau asap fogging sudah habis, penghuni rumah diperbolehkan masuk rumah.

3. Menyapu/membersihkan lantai terutama apabila ada binatang kecil/serangga yang mati agar dikubur di tanah atau dibuang di tempat sampah yang aman dari jangkauan binatang piaraan.

4. Membersihkan/mengepel lantai dan kotoran bekas penyemprotan agar penghuni rumah terhindar dari keracunan.

5. Bila ada makanan/minuman, air minum yang terkena semprot harus dibuang di tempat yang aman dari jangkauan binatang piaraan

6. Air di kamar mandi bila terkena obat semprot hendaknya dibuang / dikuras.

2.6 Peralatan perlindungan diri terhadap fogging

(28)

berkembangbiaknya vektor penyakit termasuk nyamuk Aedes aegypti. Hal ini dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit, yaitu memutus mata rantai perkembangbiakan jentik nyamuk menjadi nyamuk dewasa.

Berikut beberapa Peralatan Perlindungan Diri pada petugas/pelaksana pengendalian vektor sesuai Permenkes 374/MENKES/PER/III/2010 Tentang Pengendalian Vektor. Peralatan perlindungan diri yang harus digunakan oleh petugas/ pelaksana pengendalian vektor sesuai dengan jenis pekerjaannya harus mengacu pada kriteria klasifikasi pestisida berdasarkan bentuk fisik, jalan masuk kedalam tubuh dan daya racunnya, maka harus dipilih perlengkapan pelindung diri seperti tertera pada Tabel berikut;

Keterangan:

1 Sepatu boot, 2 Sepatu kanvas, 3 Baju terusan lengan panjang dan celana panjang (coverall), 4 Topi, 5 Sarung tangan, 6 Apron/celemek, 7 pelindung muka, dan 8 Masker.

(29)

Perlengkapan pelindung dikelompokkan menjadi 4 tingkat berdasarkan kemampuannya untuk melindungi penjamah dari pestisida, yaitu :

1. Highly-Chemical Resistance: digunakan tidak lebih dari 8 jam kerja, dan harus dibersihkan dan dicuci setiap selesai bekerja.

2. Moderate-Chemical Resistance: digunakan selama 1-2 jam kerja. dan harus dibersihkan atau diganti apabila waktu pemakaiannya habis.

3. Slightly-Chemical Resistance: dipakai tidak lebih dari 10 menit.

4. Non-Chemical Resistance: tidak dapat memberikan perlindungan terhadap pemaparan tidak dianjurkan untuk dipakai.

Baju terusan berlengan panjang dan celana panjang dengan kaos kaki dan sepatu dapat berupa seragam kerja biasa yang terbuat dari bahan katun apabila menggunakan pestisida klasifikasi II atau III. Apabila menggunakan pestisida klasifikasi 1.a dan 1.b maka dianjurkan memakai baju terusan yang dapat menutup seluruh badan dari pangkal lengan hingga pergelangan kaki dan leher, dengan sesedikit mungkin adanya bukaan, jahitan atau kantong yang dapat menahan pestisida. Baju terusan tersebut (coverall) dipakai diatas seragam kerja diatas dan pakaian dalam.

Kaca mata yang menutup bagian depan dan samping mata atau googles dianjurkan untuk menuang atau mencampur pestisida konsentrat atau pada kategori 1.a dan 1.b. Apabila ada kemungkinan untuk mengenai muka maka faceshield sangat dianjurkan untuk dipakai.

Perlu juga untuk menyediakan peralatan dan bahan untuk menanggulangi tumpahan/ceceran pestisida, antara lain : kain majun, pasir / serbuk gergaji, sekop dan kaleng/kantong plastik penampung.

(30)

Bahan yang digunakan dalam upaya pengendalian vektor berupa insektisida, baik sasaran terhadap nyamuk vektor dewasa maupun terhadap larva/jentik nyamuk, sebagai berikut :

1. Insektisida yang digunakan untuk penyemprotan residual dalam program pengendalian malaria adalah Bendiocarb 80 %, Lamdacyhalothrine 10 %, Etofenprox 20 %, Bifenthrine 10 %, Alfacypermethrine 5 % dan Deltamethrin 5 %

2. Insektisida yang dicelupkan pada kelambu dan kelambu berinsektisida (LLINs = Long Lasting Insecticidal dan Permethrine) dalam program pengendalian malaria adalah Deltamethrine dan Permethrine

3. Insektisida yang digunakan untuk mengendalikan larva/jentik nyamuk vektor malaria adalah Pyriproxyfen, S-Metoprene, Bacillus thuringiensis sub sp israelensis

4. Insektisida yang digunakan untuk pengendalian vektor Demam

5. Berdarah Dengue adalah Malathion, Metil pyrimifos, Cypermetrin, Alfacypermetrin

6. Insektisida yang digunakan untuk mengendalikan larva/jentik nyamuk vektor Demam Berdarah Dengue adalah Temephos, Pyriproxyfen, Bacillus thuringiensis sub sp israelensis.

2.7 Penyelidikan KLB pada keracunan pestisida di Indonesia 2.7.1 Langkah-langkah Investigasi KLB Keracunan

1. Persiapan lapangan

Penyelidikan KLB dikerjakan secepat mungkin karena diharapkan dalam 24 jam pertama sudah adanya informasi mengenai kejadian tersebut.

Persiapan lapangan meliputi :

a. Pemantapan (konfirmasi) Informasi.

b. Pembuatan rencana kerja penyelidikan, minimal berisikan :

(31)

-Definisi kasus awal, merupakan arahan pada pencarian kasus

-Hipotesis awal mengenai agent penyebab penyakit, cara dan sumber penularan

-Macam dan sumber data yang diperlukan

-Startegi penemuan kasus

-Sarana dan tenaga yang diperlukan

c. Pertemuan dengan pejabat setempat untuk membicarakan rencana dan pelaksanaan penyelidikan KLB, kelengkapan sarana dan tenaga di daerah serta memperoleh ijin dan pengamanan.

2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB

Kejadian keracunan pestisida dapat di suatu kelompok masayrakat yang dapat menyebabkan kesakitan ataupun kematian dapat di tetapkan suatu kejadian luar biasa.

3. Memastikan diagnosis etiologis

Laporan tentang adanya peristiwa keracunan pestisida dapat berasal dari berbagai sumber. Seriap laporan dari manapun datangnya hendaknya di cek kebenarannya dan dicoba untuk menegakan diagnosa dengan anamnesa yang baik, bila mungkin disesuaikan gejala, hasil pemeriksaan laboratorium dan masa Inkubasi

Penetapan etiologi KLB keracunan dapat dilakukan berdasarkan 4 langkah kegiatan yaitu :

a) Wawancara dan pemeriksaan fisik terhadap kasus-kasus yang dicurigai

Pada saat berada di lapangan, dilakukan wawancara dan pemeriksaan pada penderita yang berobat ke unit pelayanan. Dari hasil pemeriksaan ini dapat diperkirakan gejala dan tanda penyakit yang paling menonjol diantara penderita yang berobat dan kemudian dapat ditetapkan diagnosis banding awal.

b) Distribusi gejala-tanda kasus-kasus yang dicurigai

(32)

banding. Dari seluruh gejala tersebut di atas disusun sebuah daftar pertanyaan. Wawancara dengan daftar pertanyaan ini dilakukan terhadap kasus yang dicurigai (definisi kasus), dan kemudian dipindahkan dalam tabel distribusi gejala sebagai berikut :

Tabel 2. Distribusi gejala kercunan akibat pestisida

No Gejala dan tanda Jumlah kasus Persentasi (%)

1 Mual

2 Muntah 3 Pusing Dst Dst

c) Gambaran epidemiologi

Setiap daerah mempunyai pengalaman epidemiologi yang berbeda dengan daerah lain. Data epidemiologi ini diketahui berdasarkan surveilans KLB keracunan di daerah tersebut. Misalnya KLB keracunan malation (insektisida), akan banyak terjadi di daerah dengan program penanggulangan malaria atau demam berdarah, sedang pada daerah lain akan sangat kecil kemungkinan terjadi KLB keracunan pangan malation. Golongan umur juga seringkali dapat digunakan untuk identifikasi etiologi KLB keracunan pestisida Gambaran epidemiologi menurut ciri pekerjaan, kebiasaan makan dan minum, serta ciri epidemiologi lain, dapat digunakan sebagai cara untuk identifikasi etiologi KLB keracunan pestisida.

d) Pemeriksaan pendukung, termasuk laboratorium

(33)

diagnosis banding. sebaiknya pemeriksaan laboratorium diarahkan oleh investigator untuk identifikasi kemungkinan penyebab tersebut sebagai penyebab, termasuk prosedur pengambilan sampel dan pengamanan dalam penyimpanan dan pengiriman spesimen.

4. Mengidentifikasi dan menghitung kasus atau paparan

Identifikasi kasus digunakan untuk mengitung jumlah kasus yang selanjutnya mendeskripsikan KLB berdasarkan waktu, tempat dan orang dengan lebih teliti, sedangkan identifikasi paparan dapat mengarahkan untuk identifikasi sumber penularan yang lebis spesifik dan membantu dalam penegakan diagosis suatu penyakit/keracunan.

Gambaran epidemiologi KLB deskriptif dapat ditampilkan menurut karakteristik tempat dan orang dan akan lebih banyak ditampilkan dengan menggunakan bentuk tabel dan peta.

Attack rate

Attack rate adalah sama dengan incidance rate tetapi hanya dalam periode KLB saja.

Jumlah kasus keracunan pestisida

Attack Rate = --- x k Jumlah polulasi risk keracunan pestisida

Case Fatality Rate

Jumlah yang meninggal karena keracunan pestisida Case Fatality Rate = --- x k

Jumlah kasus keracuan pestisida

Identifikasi kelompok rentan (attack rate) dimanfaatkan untuk menuntun kepada sumber keracunan dengan mengajukan pertanyaan :

- Adakah suatu kondisi yang menyebabkan kelompok tertentu lebih rentan dibandingkan kelompok lain ?”

(34)

Identifikasi sumber keracunan berdasarkan karakteristik pada langkah pertama, seringkali tidak langsung menemukan sumber keracunan tetapi menemukan karakteristik lain yang dicurigai berhubungan dengan sumber keracunan yang dicari (hipotesis). Kemudian hasil analisis pada identifikasi karakteristik terakhir ini dapat juga menghasilkan karakteristik baru yang dicurigai berhubungan dengan sumber keracunan yang dicari (hipotesis), demikian seterusnya.

Seorang penyelidik, setelah mencermati berbagai kondisi yang berhubungan dengan sumber keracunan, dapat saja sekaligus memperkirakan beberapa karakteristik yang dicurigai berhubungan dengan sumber keracunan yang dicari (beberapa hipotesis).

5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu dan tempat (analisis data)

Merupakan penggambaran kasus berdarkan waktu pada peroide lamanya KLB berlangsung dalam bentuk kurva epidemik. kurva ini berguna untuk menentukan/memperkirakan sumber atau cara penularan dan mengidentifikasikan waktu paparan atau pencarian kasus awal dengan cara menghitung berdasarkan masa inkubasi rata-rata atau masa inkubasi minimum dan maksimum.

Gambar 1. Kasus keracunan pestisida menurut masa inkubasi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

(35)

sebagainya. sedangkan waktu dideskripsikan berdasarkan jam, hari, bulan dan tahun.

Contoh tabel distribusi kasus :

Tabel 3. Kecarunan Pestisisda Menurut Golongan umur Gol

Tabel 4. Keracunan pestisida menurut Jenis kelamin Jenis

(36)

makan penuh dalam segelas air hangat. Bila penderita tidak sadar, tidak boleh dimuntahkan karena bahaya spirasi

b. Bila penderita berhenti bernapas, segeralah dimulai pernapasan buatan, terlebuh dahulu bersihkan mulut dari airliur, lendir atau makanan yang mneyumbat jalan napas. Namun bila organofospat tertelan jagan lakukan pernapasan dari mulut ke mulut.

c. Bila kulit yang terkena, segera lepaskan pakaian yang terkena dan kulit di cuci dengan air sabun

d. Bila mata yang terkena, segera cuci dengan banyak air selama 15 menit.

7. Mengidentifikasi sumber dan cara penularan

Identifikasi sumber penularan dan cara penularan dilakukan dengan membuktikan adanya agent pada sumber penularan keracunan pestisida, golongan pestisida yang digunakan, apakah keracunan terjadi karena tertelan pestisida atau keracunanan melalui pernapasan, bagaimana dengan alat pelinding diri yang digunakan pada saat bekerja menggunakan pestisida.

8. Mengidentifikasi keadaan penyebab KLB

Mengecek kondisi lingkungan, apakah proses kerja dengan menggunakan pestisida di lakukan di dalam ruangan atau di luar ruangan, jika di dalam ruangan bagaimana kondisi ruangan (keadaan ventilasi), jika di luar ruangan bagaimana kondisi lingkungan misalnya pada saat melakukan penyemprotan apakah berlawanan arah dengan arah angin.

9. Merencanakan penelitian lain yang sistemati KLB merupakankejadian yang alami (natural), oleh karenanya selain untuk mencapai tujuan utamanya penyelidikan epidemiologi KLB merupakan kesempatan baik untuk melakukan penelitian.Mengingat hal ini sebaiknya pada penyelidikan epidemiologi KLB selalu dilakukan:

(37)

b. Penelitian factor risiko kejadian penyakit KLB yang sedang berlangsung.

c. Evaluasi terhadap program kesehatan.

10. Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan Cara-cara pencegahan keracunan pestisida :

a. Penyimpana pestisida : pestisida harus disimpan dalam wadah tertutup yang diberi tanda, sebaiknya tertutup dan dalam lemari terkunci, campuran pestisida dengan tepung atau makanan tidak boleh disimpandekat makanan (tanda harus jelas juga untuk mereka yang buta huruf), tempat bekas penyimpanan yang tidak dipakai lagi harus dibakaragar sisa pestisida musnah sama sekali.

b. Pemakaian alat pelindung diri (APD)

- Menggunakan masker dan ruangan tempat melakukan pencampuran harus mempunyai ventilasi yang cukup,

- Memakai pakaian pelindung, kacamata, dan sarung tangan terbuat dari neopren (karet) dalam melakukan pencampuran maupunpenyemprotan.

- Penyemrotan dilakukan mengikuti arah angin, sehingga perstisida tidak terhitup atau mengenai kulit pekerja.

- Bekerja dengan menggunakan pestisida tidak boleh lebih dari 8 jam perhari dalam ruangan tertutup.

- Sasaran penyemprotan tidak boleh pada tempat yang bisa bersentuhan langsung dengan manusia.

11. Menetapkan sistem penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi Dengan melakukan sitem survailens yang bertujuan untuk mengevaluasi tindakan penanggulangan yang telah dijalankan serta dapat memantau kasus baru dan komplikasinya. Tenaga survailens terdiri dari tenaga kesehatan maupun dari masyarakat.

12. Melaporkan hasil penyelidikan kepada instansi kesehatan setempat dan kepada sistem pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Isi laporan terebut meliputi :

(38)

b. Latar belakang (geografis, politis, ekonomi, demografis, historis) c. Uraian tentang investigasi yang dilakukan (alasan,metode, sumber

informasi)

d. Hasil investigasi (fakta, karakteristik kasus, angka serangan, tabulasi, kalkulasi, kurva, pemeriksaan laboratorium, kemungkinan sumber infeksi)

e. Analisis data dan simpulan

(39)

BAB 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Lokasi Kejadian 3.1.1 Gambaran umum Kabupaten Jombang 3.1.1.1.Keadaan Geografi

Kabupaten Jombang mempunyai letak yang sangat strategis, karena berada pada bagian tengah Jawa Timur dan dilintasi Jalan Arteri Primer Surabaya– Madiun dan Jalan Kolektor Primer Malang–Babat. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Jombang adalah:

Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Lamongan Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk

Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Malang dan Kabupaten Kediri

Secara geografis, Kabupaten Jombang terbentang pada 1120 03’ 46,57” sampai 1120 27’ 21,26” Bujur Timur dan berada di sebelah selatan garis Khatulistiwa yaitu pada 07 0 20’ 37 dan 07 0 46’ 45” Lintang Selatan dan dengan luas wilayah 1.159,50 km2 atau sekitar 2,4 % luas wilayah Propinsi Jawa Timur. Ibukota Kabupaten Jombang terletak pada ketinggian ± 44 m di atas permukaan laut.

Secara administrasi, Kabupaten Jombang terbagi menjadi 21 kecamatan yang terdiri dari 302 desa dan 4 kelurahan serta meliputi 1.258 dusun. Ditinjau dari komposisi jumlah desa/kelurahan, Kecamatan Sumobito memiliki jumlah desa terbanyak yaitu 21 desa. Namun bila ditinjau dari luas wilayah, terdapat 3 Kecamatan yang memiliki wilayah terluas, yaitu Kecamatan Wonosalam dengan luas 121,63 km2, Kecamatan Plandaan dengan luas 120,40 km2 dan Kecamatan Kabuh dengan luas 97,35 km2.

(40)

1. Kawasan Utara, bagian pegunungan kapur muda Kendeng yang sebagian besar mempunyai fisiologi mendatar dan sebagian besar berbukit, meliputi Kecamatan Plandaan, Kabuh, Ploso, Kudu dan Ngusikan.

2. Kawasan Tengah, sebelah selatan sungai Brantas, sebagian besar merupakan tanah pertanian yang cocok bagi tanaman padi dan palawija karena irigasinya cukup bagus, meliputi Kecamatan Bandar Kedung Mulyo, Perak, Gudo, Diwek, Mojoagung, Sumobito, Jogoroto, Peterongan, Jombang, Megaluh, Tembelang, dan Kesamben.

Kawasan Selatan, merupakan tanah pegunungan, cocok untuk tanaman perkebunan, meliputi Kecamatan Ngoro, Bareng, Mojowarno dan Wonosalam 3.1.1.2. Keadaan demografi

Proyeksi penduduk Kabupaten Jombang berdasar sensus BPS Propinsi Jawa Timur tahun 2010 untuk tahun 2015 adalah 1.240.985 jiwa, dengan 368,211 rumah tangga/KK atau rata-rata 3,37 jiwa per rumah tangga. Tingkat kepadatan penduduk mencapai 1.071/ Km² dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Kecamatan Jombang sebesar 3.628 jiwa/ Km² sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Wonosalam sebesar 267 jiwa/ Km².

(41)

Gambar 3.1

60000.0 40000.0 20000.0 0.0 20000.0 40000.0 60000.0

Estimasi Piramida Penduduk Kabupaten Jombang Tahun 2015

Laki-Laki Perempuan

Sumber : BPS Propinsi Jawa Timur

3.1.1.3.Pendidikan

Kondisi pendidikan adalah salah satu indikator yang sering ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu daerah. Melalui pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat Data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang diketahui angka melek huruf kabupaten Jombang tahun 2015 pada penduduk usia 10 tahun ke atas sebesar 99,53%. Kondisi ini meningkat dibanding tahun 2014 dimana angka melek huruf Kabupaten Jombang adalah 95,97%. Capaian tersebut berada dalam kategori tingkat atas.

3.1.1.4. Ekonomi

(42)

Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)

2009 5,28

2010 6,12

2011 6,83

2012 6,97

2013 6,44

Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi, digunakan PDRB (Produck Domestic Regional Bruto) atas dasar harga konstan, karena untuk menghitung pertumbuhan ekonomi faktor kenaikan harga barang dan jasa harus dihilangkan. Nilai laju implisit sendiri dapat dikatakan sebagai tingkat inflasi.

PRDB kabupaten Jombang atas dasar harga berlaku (ADHB) tahun 2014 mencapai Rp. 26.339,07. Sedangkan PRDB atas dasar harga konstan (ADHK) tahun 2014 mencapai 21.793,19, dengan inflasi (laju implisit) sebesar 4,85%. (Data dan Informasi Sektoral Kabupaten Jombang, 2015) Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan kesempatan kerja. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Jombang tahun 2014, jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja sebanyak 577.679 orang, sedangkan jumlah pengangguran terbuka sebanyak 26.493 orang. Sedangkan jumlah pencari kerja terdaftar dengan pendidikan SD-SMA sebanyak 1419 orang, dari pendidikan Diploma-Sarjana sebanyak 2494 orang. (Data dan Informasi Sektoral Kabupaten Jombang, 2015).

Struktur ekonomi Kabupaten Jombang bertumpu pada empat sektor utama, yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, yang keempat adalah sektor jasa. Sektor pertanian masih menunjukkan dominasinya sebagai sektor terbesar dalam perekonomian Kabupaten Jombang. Disusul perdagangan dan reparasi serta industry pengolahan yang merupakan penyumbang tertinggi kedua dan ketiga. Sektor-sektor tersebut sangat dominan di Kabupaten Jombang karena jumlah dari ketiganya mencapai 64,3% dari total PRDB. Sedangkan jumlah keempat belas sector lainnya hanya mampu menyumbang 35,7% dari total PRDB.

(43)

Data sosial budaya ini meliputi data tentang pendidikan, kesehatan, keagamaan.

Di bidang pendidikan, mencakup kegiatan pendidikan formal baik dibawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan maupun di bawah naungan lembaga yang lain. Data tahun 2014 menunjukkan pada tingkat Tempat Penitipan Anak (TPA) terdapat 7 TPA dengan 61 orang guru, dan 105 murid. Pada tingka Kelompok Bermain (KB) terdapat 448 KB, 3.422 guru, dan 13.576 murid. Pada tingkat Taman Kanak Kanak (TK) terdapat 3 TK Negeri dan 428 TK Swasta. Pada tingkat Sekolah Dasar (SD) terdapat 525 SD Negeri dan 33 SD Swasta, 2 SD LB Negeri dan 4 SD LB Swasta. Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) jumlah sekolah yang ada sebanyak 48 SMP Negeri dan 71 SMP Swasta, serta 3 SMP LB Swasta. Ditingkat Sekolah Menengah Atas ada sebanyak 12 SMA Negeri dan 34 SMA Swasta serta 3 SMA LB, 8 SMK Negeri serta 56 SMK Swasta.

3.1.1.6. Lingkungan

Jalan merupakan sarana penunjang transportasi dan sebagai urat nadi perekonomian secara umum. Secara keseluruhan panjang jalan utama di Kabupaten Jombang (tidak termasuk jalan Desa dan jalan Lingkungan) adalah 785,561 Km (data tahun 2014), yang terdiri dari 42.152 Km jalan Negara, 60.350 Km Jalan Propinsi; dan 462.600 Km Jalan Kabupaten. (buku Data dan Informasi Sektoral Kabupaten Jombang Tahun 2015). Sumber Air minum untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat Jombang sebagian disediakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) melalui air Leding Meteran 1,9%; selain itu sumber air minum adalah dari sumur terlindung 22,98%; dan Air Isi Ulang 0,67%.

Akses masyarakat Jombang terhadap penggunaan jamban mengalami peningkatan, dimana tahun 2014 keluarga yang memiliki jamban sehat sebesar 71,0%, pada tahun 2015 ini Keluarga yang memiliki jamban sehat sebanyak 80.1%

(44)

Kejadian luar biasa keracunan pestisida akibat fogging mandiri terjadi di lingkungan Pondok Pesantren Putri Bahrul Ulum Tambak Beras, Jombang. Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas mempunyai luas area ± 10 hektar, terletak di dusun Tambakberas, desa Tambakrejo, kecamatan Jombang, kabupaten Jombang, propinsi Jawa Timur, 3 Km sebelah utara kota Jombang, dan merupakan pintu masuk Jombang dari arah utara yaitu Ploso, Babat, Lamongan, Bojonegoro, Gresik dan Tuban.

3.2.Epidemiologi Kasus Keracunan Pestisida 3.2.1.Kronologi kasus

3.2.1.1.Kronologi kasus penderita DBD

Berdasarkan laporan petugas Puskesmas Tambak Rejo, awal kasus ditemukan suspek penderita DBD berasal dari dusun Petengan, yang berobat di Puskesmas Tambak Rejo. Penemuan suspek penderita DBD ditindaklanjuti dengan Penyelidikan Epidemiologi DBD diwilayah sekitar rumah penderita dusun Petengan, Kec. Jombang, setelah melalui tahapan sebagai berikut;

1. Identifikasi suspek penderita klinis DBD dengan penegakan diagnose melalui pemeriksaan laboratorium, yang memberikan hasil pasien positif menderita DBD.

2. Puskesmas memberikan feedback berdasarkan penemuan kasus dari pasien yang berobat di Fasyankes.

3. Pelaporan masyarakat melalui kader kesehatan di wilayah setempat Hasil Pnyelidikan Epidemiologi DBD memuat;

1. Karakteristik penderita : Nama; umur jenis kelamin Nama KK dan alamat Rumah

2. Kronologis /telusur PE ; riwayat sakit penderita, penelusuran aktivitas dan lokasi kejadian berdasarkan waktu, tempat dan orang

3. Penelusuran penemuan kasus baru disekitar rumah penderita : 4x5 rumah samping kiri kanan, depan dan belakang (20 rumah), apakah ditemukan suspek penderita baru DBD atau tidak

(45)

Keluaran dari penyelidikan epidemiologi tersebut kemudian menjadi dasar penetapan wilayah tersebut perlu foging atau tidak. Kegiatan fogging dilaksanakan atas jika di wilayah tersebut ada penderita DBD dengan hasil Penyelidikan Epidemiologi (PE) menunjukkan hasil positif. Penyelidikan Epidemiologi dinyatakan positif bila ditemukan 1 atau lebih penderita infeksi dengue lainnya dan /atau >=3 penderita demam tanpa sebab yang jelas dan ditemukan jentik (HI) >=5%. Luas cakupan fogging adalah radius minimal 200 (dua ratus) meter sekitar penderita DBD.

Berdasarkan hasil Penyelidikan Epidemiologiyang dilakukan oleh petugas Puskesmas, tidak ditemukan ditemukan penderita baru disekitar rumah penderita infeksi dengue lainnya dan/ atau penderita demam tanpa sebab yang jelas, hasil survey jentik (HI) <5%, sehingga tidak di rekomendasikan fogging. Hasil Penyelidikan Epidemiologi dilaporkan kepada Dinas Kesehatan, perangkat desa dan tembusan ke Camat, kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan kerja bakti dan pemberantasan sarang nyamuk, lomba kebersihan lingkungan tentang pengendalian penyakit DBD, dan pembagian ikan pemakan jentik dari Kepala Desa (Program ikanisasi). Namun meski hasil PE tidak merekomdasikan fogging namun pada kenyataanya, masyarakat desa setempat menginginkan fogging untuk pemberatasan DBD.Fogging dilaksanakan atas inisiatif masyarakat atau desa, dengan biaya swadaya masyarakat, tanpa pemberitahuan ke petugas kesehatan dan instansi terkait. Kegiatan fogging dilaksanakan di dusun Petengan (lokasi penderita DBD), dan dusun sekitarnya yaitu dusun Nglugu, Gedang, Tambak rejo, dan wilayah Tambak rejo Timur/selatan, (kriteria minimal, luas cakupan fogging adalah radius minimal 200 (dua ratus) meter sekitar penderita DBD).

3.2.1.2.Kronologi kasus keracunan Pestisida

(46)

200 an santri/santriwati. Lokasi Pondok Pesantren di dusun Tambak beras,berjarak lebih 1 km dari dusun Petengan, lokasi penderita infeksi

DBD.

Pelaksanaan fogging pada tanggal 20 November 2016; pukul 14.00 di asrama pesantren putra, kemudian di asrama putri pada pukul 14.15. Pada pukul 14.30 dua orang santri putri masuk ke dalam kamar,

pingsan dan dirujuk ke RSUD Jombang. Menyikapi hal tersebut, pengasuh ponpes mengarahkan santriwati melakukan kerja bakti untuk membersihkan ruangan dengan mengepel lantai dan menguras bak mandi. Perkembangan selanjutnya jumlah santri pingsan semakin banyak,sehingga dirujuk di RSUD Jombang dan RS Pelengkap.Kronologi kejadian sebagai berikut :

20 November 2016

14.00 WIB : Pelaksanaam fogging di asrama pondok pesantren putra 14.15 WIB : Pelaksanaan fogging di asrama pondok pesantren putri

14.30 WIB : 2 orang santriwati pingsan dan segera dirujuk ke RSUD Jombang

15.30 WIB : Kerja bakti (Mengepel, Menguras bak mandi)

15.35 WIB : 3 Orang santriwati dirujuk segera ke RSUD Jombang : berturut-turut santriwati dirujuk ke RSUD total 26 orang : 4 orang di RS Pelengkap dikarenakan UGD RSUD Jombang penuh

19.00 WIB : Tidak ada lagi santriwati yang pingsan 20.00 WIB : 14 orang diperbolehkan pulang

: 11 orang menjalani rawat inap 21 November 2016

08.00 WIB : 7 orang kembali dirujuk ke RSUD

: 4 orang dipindah dari RSPelengkap ke RSUD Jombang : 3 orang dirawat di R. Dahlia

(47)

Tabel 1. Daftar Penderita suspek keracunan Pestisida

1 Widhatul Chasanah P 14 Santri Sumobito

2 Aktila Lilatussa ‘adah P 15 Santri Mojokerto

3 Dewi Lailatul Azizah P 15 Santri Nganjuk

4 Amelia Jihan P 13 Santri Mojokerto

5 Nita Noviatul P 16 Santri Jambi

6 Masfufah Shinta P 13 Santri Jombang

7 Adinda Rizki Zulfani P 14 Santri Subang

8 Nabila Shofia M. P 14 Santri Kesamben

9 Naila Iklima Rizqi R. P 16 Santri Kalimantan

10 Yasmin Khuriroh S. P 13 Santri Kediri

11 Khofifatun Nikmah P 15 Santri Sidoarjo

12 Aliyatul Fadhila P 16 Santri Kediri

13 Shintia Ayu P 16 Santri Surabaya

14 Hanum Wahda P 13 Santri Jombang

15 Lintang Qotrun N. P 13 Santri Mojoagung

16 Ishwar Bidri P 13 Santri Lamongan

17 Chicha Arzilala P 14 Santri Sumobito

18 Khoirotin Afifa P 13 Santri Lamongan

19 Lailatul Izzah P 13 Santri Sidoarjo

20 Hayyu Putri Aisyah P 13 Santri Gresik

21 Dian Nuralita P 13 Santri Lamongan

22 Rohmah Muhazah P 15 Santri Lamongan

23 Kholifatul Rosidah P 13 Santri Jombang

24 Kharismatul Sa’diyah P 16 Santri Mojokerto

25 Zidatul Maslakhah P 16 Santri Tuban

26 Hafidatul Ilma A. P 17 Santri Mojokerto

27 Muhimatul P 13 Santri Sidoarjo

28 Alisah P 13 Santri Jombang

29 Ziana Nada P 14 Santri Jombang

30 Heni Ria P 15 Santri Jombang

(48)

3.2.2.Epidemiologi Kasus keracunan Pestisida 1. Deskripsi kasus

Kasus keracunan fogging pestisida di Kabupaten Jombang mulai ditemukan pada tanggal 20 November 2016. Sampai tanggal 21 November 2016 dilaporkan 30 penderita dengan gejala mual, pusing, lemas, hingga pingsan yang dirujuk ke RSUD Jombang dan RS Pelengkap.

a.Distribusi menurut orang 1) Menurut jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, suspek penderita keracunan pestisida dengan gejala klinis semua berjenis kelamin perempuan (100%)

2)Menurut umur

Sebagian besar kasus klinis suspek keracunan pestisida berada pada kelompok umur 13 tahun (43,33 %) dengan umur termuda 13 tahun dan tertua 17 tahun. Distribusi kasus berdasarkan umur adalah sebagai berikut :

43%

17% 17%

20% 3%

13 th 14 th 15 th 16 th 17 th

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang

Gambar 1. Distribusi Suspek penderita keracunan pestisida menrut umur di Kabupaten Jombang tahun 2016

b.Distribusi menurut tempat

(49)

suspek penderita keracunan pestisida merupakan santriwati Ponpes Bahrul Ulum Tambak beras, Desa Tambak Rejo, Kecamatan Jombang.

0 0 0 0

30

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Jombang

Gambar 2. Distribusi suspek penderita keracunan Pestisida Berdasarkan dusun yang melaksanakan fogging mandiri di Kab. Jombang tahun 2016

Jika ditelusur, sebaran kasus keracunan fogging berasal dari satu lokasi yang sama, sedangkan daerah lain yang difogging tidak ditemukan kasus keracunan pestisida.

2. Pemastian diagnostik

Pemastian disgnostik keracunan pestisida di RSUD Jombang dan RS Pelengkap belum dapat dilakukan karena keterbatasan alat pemeriksaan dan durasi waktu keracunan yang telah lewat.

3.2.3. Penanganan kasus

(50)

Epidemiologi dan konfirmasi dugaan keracunan pestisida di dusun Tambak Beras, Desa Tambak rejo yang bertujuan menyelidiki sumber pencemar untuk menentukan upaya penanggulangan.Kegiatan tersebut antara lain surveilans faktor risiko, surveilans kualitas air bersih, jejaring dan sosialisasi penggunaan pestisida (insektisida) dalam pengendalian vektor melalui metode wawancara, pemeriksaan specimen dan pengamatan lingkungan.

3.3 Identifikasi data kasus

Pada kegiatan PE dilakukan pengambilan kualitas air bersih dan air minum dilingkungan Ponpes Putri Bahrul Ulum. Hal ini dilakukan untuk membantu penegakan diagnose keracunan massal akibat fogging pestisida. Spesimen kemudian diperiksa di BBTKLPP Surabaya. Hasil pemeriksaan specimen masih dalam pengerjaan di laboratorium BBTKLPP Surabaya.

3.4 Tahap tahap perencanaan PE KLB Fogging 3.4.1. Langkah-langkah Investigasi KLB Fogging

A. Prosedur tetap penyelidikan Epidemiologi (PE) yaitu;

1. Setelah menerima laporan adanya penderita DBD, petugas Puskesmas/koordiantor DBD segera mencatat dalam Buku Catatan Harian penderita DBD

2. Menyiapkan peralatan survei, seperti tensimeter, termometer, senter, formulir PE dan surat tugas

3. Memberitahukan kepada Kades/Lurah dan Ketua RT/RW setempat bahwa di wilayahnya ada penderita DBD dan akan dilaksanakan PE 4. Masyarakat di lokasi tempat tinggal penderita DBD membantu

kelancaran pelaksanaan PE

5. Pelaksanaan PE-nya adalah sebagai berikut;

Gambar

Gambar 1:Alur Laporan Kewaspadaan (Permenkes 1501/2010)
Gambar 1. Kasus keracunan pestisida menurut masa inkubasi
Tabel 3. Kecarunan Pestisisda Menurut Golongan umur
Gambar  3.1Priamida Penduduk Kabupaten Jombang menurut Kelompok Umur
+4

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Usman dan Setyowati (1993:22), ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran baik dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah dengan

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa bahwa baik pe- tugas halte Transjakarta Busway baik pria maupun wanita memiliki rerata ko- mitmen organisasi, rerata

Persamaan penelitian terletak pada format dan penyajian yang meliputi aspek teknis yaitu sinematografi, tata artistik, tata rias dan busana, tata cahaya, dan

Yogyakarta), namun ruang publik di Yogyakarta lah yang membuat mereka merubah model jilbab mereka. Wacana yang berkembang, interaksi antara perempuan dan laki-laki,

• ISTILAH DAN DEFINISI YANG DIPAKAI UNTUK KERAGAMAN GENETIK TERNAK OLEH FAO (1995) DALAM HAMOND DAN LEITCH (1998) ADALAH DOMESTIC ANIMAL DIVERSITY DENGAN DEFINISI VARIASI

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai kepadatan populasi dan distribusi ukuran cangkang kerang lokan ( Rectidens sp.) di perairan Tanjung Mutiara

Hasil dari penelitian ini adalah: Prestasi belajar mata pelajaran produktif siswa TGB SMKN 1 Seyegan terbagi menjadi 3 kategori yaitu, 4 siswa (7.27%) dinyatakan baik, 47

Hasil pelatihan yang dilaksanakan pada bulan Juni –Juli 2014 menunjukkan kelompok Raos Manteb I dan Raos Manteb II telah berhasil membuat kecap ikan dan pelet ikan