MAKNA DAN KASUS GRAMATIKA
(Studi Implikasi
I’râb
Terhadap Penafsiran Ayat Al-Qur’an)
TESIS
Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Magister dalam
Bidang Ilmu Agama Islam
oleh :
Samsul Bahri
NIM: 07.2.00.1.13.08.0056
Pembimbing:
Prof. Dr. H. M. Matsna, MA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN )
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Tesis yang berjudul MAKNA DAN KASUS GRAMATIKA (Studi
Implikasi I’râb Terhadap Penafsiran Ayat al-Qur’an) ini merupakan hasil karya asli saya dan bukan merupakan jiplakan yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 2 (Magister) di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Apabila ternyata dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya
asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar akademik.
Jakarta, 25 Agustus 2009
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul MAKNA DAN KASUS GRAMATIKA (Studi
Implikasi I’râb Terhadap Penafsiran Ayat al-Qur’an) yang ditulis oleh Samsul Bahri dengan no. pokok 07.2.00.1.13.08.0056, pada Program Magister Sekolah
Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini telah
diperiksa dan disetujui untuk di bawa ke sidang ujian.
Jakarta, 25 Agustus 2009
Pembimbing
PERSETUJUAN TIM PENGUJI
Tesis saudara SAMSUL BAHRI (NIM. 07.2.00.1.13.08.0056), yang
berjudul Makna dan Kasus Gramatika: Studi Implikasi I’râb Terhadap
Penafsiran Ayat al-Qur’an, telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Magister
Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
pada hari sabtu, tanggal 29 Agustus 2009, dan telah diperbaiki sesuai saran dan
rekomendasi dari Tim Penguji Tesis.
TIM PENGUJI
Ketua Sidang/ Penguji, Pembimbing/ Penguji,
Dr. Udjang Tholib, MA Prof. Dr. Moh. Matsna, HS, MA
Tanggl: September 2009 Tanggal: September 2009
Penguji, Penguji,
Prof. Dr. Rofi’i Dr. Atiq Susilo
ABSTRAK
Kesimpulan besar penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara i’râb dan makna. I’râb merupakan salah satu faktor terpenting dan dominan dalam menentukan makna gramatikal sebuah kalimat, perubahan posisi i’râb pada kata dalam suatu kalimat akan berimplikasi pada perubahan makna kalimat tersebut. Perbedaan para ahli tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an juga banyak dipengaruhi oleh perbedaan mereka dalam melihat posisi i’râb suatu kata atau kalimat yang ada dalam ayat yang mereka tafsirkan tersebut. Pengabaian terhadap aspek i’râb ini akan menimbulkan ketadak jelasan makna atau keambiguan, karena dalam bahasa Arab banyak didapati kalimat yang tidak dapat dipahami dengan baik dan benar jika tidak ada harakat i’râb pada kalimat tersebut.
Dengan demikian, penelitian ini adalah untuk membantah pendapat tokoh-tokoh seperti; Quthrub ibn al-Mustanîr (w. 206 H), Ibrâhîm Anîs (1906-1977 M), Thahâ Husein (1889-1973 M), dan yang lainnya, yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara i’râb antara makna. Harakat i’râb tersebut menurut mereka
fungsinya hanya untuk mempermudah dalam pengucapan yang tidak memberikan implikasi terhadap perubahan makna. Penelitian juga mempertegas dan membuktikan pendapat mayoritas Linguis dan Grammarian Arab seperti; Ibn Qutaibah (w. 276 H), Abû Hayyân al-Tauhîdî (310-414 H), Ibn Fâris (w. 395 H), Mahmûd al-‘Aqqâd (1889-1964 M), Khalîl Ahmad ‘Amâyirah (1946-2004 M), dan lain-lain, yang menyatakan adanya hubungan yang kuat antara i’râb dan makna, perubahan pada i’râb akan berimplikasi pada perubahan makna.
Namun di samping itu, penelitian ini juga membuktikan bahwa tidak semua kalimat yang berubah i’râb tersebut akan berimplikasi terhadap perubahan maknanya, khususnya ketika makna suatu kalimat sudah jelas dan tidak mengandung ketaksaan dan keambiguan. Hal tersebut karena i’râb ini erat sekali hubungannya dengan masalah keambiguan atau ketaksaan makna. Oleh karena itu, kalau makna suatu kalimat sudah jelas, maka i’râb tidak berimplikasi terhadap perubahan makna kalimat tersebut.
ABSTRACT
Major conclusion from this research indicates a tight connection between the meaning and the linguistic case. I’râb is one of important and dominant factors to determine grammatical meaning of a sentence, change in i’râb position on word of sentence will have implications on the changing of meaning of sentence. Exegetical difference between interpreter in interpreting Quranic verses is also influenced by their differences in view i’râb position word or sentence in verses they interpreted. Abandonment of this aspect will cause obscurity in meaning, because in Arabic language many sentences can be understood well and correctly if no i’râb vowel in sentence.
Hence, this research rejects some opinion from figures like; Quthrub ibn al-Mustanîr (w. 206 H), Ibrâhîm Anis (1906-1977 M), Thahâ Husein (1889-1973 M), and others, who said that no relation between i’râb and meaning. The function of i’râb symbol according to them just to ease in speaking which did not give implications toward the changing of meaning. The research also to underline and prove the majority of Linguists and Arab grammarians like; Ibn Qutaibah (w. 276 H), Abu Hayyân al-Tauhîdî (310-414 H), Ibn Fâris (w. 395 H), Mahmûd al-Aqqâd (1889-1964 M), Khalîl Ahmad ‘Amâriyah (1846-2004 M), and others, who argued that there is strong relationship between i’râb and meaning, changing in i’râb will implicate in changing of meaning.
Besides that, this research also proves that not all sentence that changed in i’râb will have implications in the changing of meaning. In some cases there are words that i’râb vowel is change, but meaning does not change, especially when meaning of sentence was clear and did not contain ambiguous meaning. It because i’râb closely related with ambiguous case. Therefore, if the meaning of sentence is clear, i’râb will not affect on the changing of meaning of the sentence.
Primary sources that used in this research is verses contain the possibility of having more than one i’râb position or multi-i’râb in Holy Qur’an, added with Arabic language texts, for it inventory use qiraat books and al-Qur’an i’râb books such as: Ma’ânî al-Qur’ân wa I’râbuhu by al-Zajjâj, Musykil I’rab al-Qur’an by Makkî ibn Abî Thâlib, Hujjah li Qurrâ Sab’ah by Abû ‘Ali ibn ‘Abd Ghaffâr
al-Farisi, Mu’jam al-Qira’at by ‘Abd al-Lathîf al-Khatîb. To read the sources,
KATA PENGANTAR
ﻢﻴ
ﺣﺮﻟ
ﺍ
ﻦﲪﺮﻟ
ﺍ
ﷲﺍ
ﻢﺴﺑ
ﻰﻠ
ﻋ
ﻡ
ﻼﺴﻟ
ﺍ
ﻭ
ﺓ
ﻼﺼﻟ
ﺍ
ﻭ
ﺔ
ﻳ
ﺩﺎﳍﺍ
ﻪ
ﺘ
ﻌ
ﻳ
ﺮ
ﺷﻭ
ﺰ
ﻳ
ﺰ
ﻌ
ﻟ
ﺍ
ﻪ
ﺑ
ﺎﺘ
ﻜﻟ
ﹰ
ﺎﻧ
ﺎﺴﻟ
ﰊ ﺮ
ﻌ
ﻟ
ﺍ
ﻥﺎﺴﻠ
ﻟ
ﺍ
ﻰﻔ
ﻄﺻﺍ
ﻱﺬﻟ
ﺍ
ﱃﺎﻌ
ﺗ
ﷲ
ﺪﻤﳊﺍ
ﻰﻠ
ﻋﻭ
ﺪﻤﳏ
ﺎﻧ
ﺪﻴ
ﺳ
ﻩ
ﺎﻔ
ﻄﺼﻣ
ﻭ
ﻪ
ﻟ
ﻮﺳﺭ
ﺁ
ﺩﺎﺷﺮ
ﻟ
ﺍ
ﻭ
ﻢﻠ
ﻌ
ﻟ
ﺍ
ﻞﻫﺃ
ﻪ
ﺑ
ﺎﺤﺻﺃ
ﻭ
ﻪ
ﻟ
،
ﺪﻌ
ﺑ
ﺎﻣ
ﺃ
:
Puji dan syukur hanya kepada Allah swt. yang telah memuliakan bahasa Arab dengan menjadikannya sebagai bahasa wahyu yang diturunkan kepada
hambaNya yang paling mulia. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
kekasih-Nya Nabi Muhammad Saw yang senantiasa sabar dalam menyampaikan
dakwah kepada umatnya.
Alhamdulilah, berkat rahmat dan hidayah dari Allah swt. penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “MAKNA DAN KASUS GRAMATIKA: Studi
Implikasi I’râb Terhadap Penafsiran Ayat al-Qur’an”. Semoga karya ilmiah ini dapat
memberi manfaat bagi penulis khususnya, dan para peminat bahasa Arab pada
umumnya, serta dapat memenuhi maksud yang diinginkan penulis sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang ilmu-ilmu Agama Islam
konsentrasi Pendidikan Bahasa Arab, Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan tesis ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu, seraya
memanjatkan puji syukur kepada Allah swt. dengan penuh ketulusan hati penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, khususnya
kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA. sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah
2. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Prof. Dr. H. M. Matsna MA. selaku pembimbing tesis ini, yang dalam
kesibukannya sebagai dosen dan kepadatan aktivitas intelektual serta kerja
sosialnya, beliau senantiasa memberikan waktu kepada penulis dengan tulus
untuk berkonsultasi, memberikan bimbingan, arahan, dan perbaikan hingga
karya ilmiah ini dapat selesai.
4. Kepada semua dosen yang telah memberikan ilmu dan bimbingan baik secara
langsung atau tidak, semoga amal baik mereka dilipatgandakan oleh Allah
Swt. Di antara yang perlu disebutkan adalah: Prof. Dr. HD. Hidayat, MA, Dr.
Sayuti Anshari Nasution, MA, Dr. Ahmad Dardiri, MA, serta yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu di sini.
5. Kepada Tim Working Progress dan Verifikasi, yaitu: Prof. Dr. Suwito, MA,
Dr. Fuad Jabali, MA, dan Dr. Yusuf Rahman, MA, yang senantiasa bekerja
tanpa kenal lelah untuk memberikan arahan dan dorongan.
6. Kepada Bapak Menteri Agama RI, yang telah memberikan bantuan Bea
siswa, dan Bapak Kakanwil Depag Prop. Kalimantan Selatan, Bapak
Kakandepag Kab. Banjar.
7. Kedua orang tua penulis yang tercinta, H. Aini dan Hj. Rukayah (almh).
Mereka berdua yang telah mendidik dan membimbing penulis dengan cinta
dan kasik sayang. Semoga mereka diberikan bimbingan dan curahan rahmat
oleh Allah Swt.
8. Istriku tercinta Mursyidah yang selalu sabar menyertai dalam masa studiku,
ananda tersayang Muhammad Nabil Dhiyaul Haq dan Hamiz Fuad Ahwazy
yang senantiasa ceria menambah kedamaian dan semangat untuk bekerja dan
berkarya untuk masa depan mereka.
9. Kedua mertua Dani dan Jariyah. Kakak-kakak dan adik-adik yang senantiasa
10.Teman-teman seangkatan yang banyak memberikan bantuan dan dukungan
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari akan keterbatasan ilmu yang penulis miliki, jadi sangat
mungkin kalau tesis ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis memohon kritik
dan saran bagi yang membacanya.
Akhirnya, dengan mengharap rahmat Allah Swt semoga karya ilmiah ini
dapat memberikan sumbangan ilmu bagi pembacanya dan menjadi pahala bagi
penulis, Amin.
Jakarta, 22 Agustus 2009
1 Ramadhan 1430
Penulis
PEDOMAN TRANSLITERASI
ARAB - LATIN
Pedoman transliterasi Arab - Latin yang digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah:
A. Konsonan
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Nama
ا
Alîf Tidak dilambangkan Tidak dilambangkanب
Bâ’ B, b Beت
Ta’ T, t Teث
Tsâ’ Ts, ts Te dan esج
Jîm J, j Jeح
Hâ’ H, h Ha (dengan garis di bawah)خ
Kha’ Kh, kh Ka dan haد
dâl D, d Deذ
Dzâl Dz, dz De dan zetر
Râ’ R, r Erز
Zây Z, z Zetس
Sîn S, s Esش
Syîn Sy, sy Es dan yeض
Dhâd Dh, dh De dan haط
Thâ’ Th, th Te dan haظ
Zhâ’ Zh, zh Zet dan haع
‘Ain ‘ koma terbalik di atasغ
Ghain Gh, gh Ge dan haف
Fâ’ F, f Efق
Qâf Q, q Qiك
Kâf K, k Kaل
Lâm L, l ElHuruf
Arab Nama Huruf Latin Nama
م
mîm M, m Emن
nûn N, n Enو
wâw W, w Weـه
Hâ’ H, h Haﻻ
lâm alîf Lâ, lâ el dan aء
hamzah ’ Koma di atasي
Yâ’ Y, y YeB. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َ fathah a A
ُ
dhammah u U2. Vokal Rangkap
Tanda Nama Gabungan Huruf
Nama
َ
...
ى Fathah dan yâ’ ai a dan i
َ
...
و
Fathah dan wâw Au a dan uContoh:
ﻦﻴﺴﺣ
: Husainلﻮﺣ
: HaulaC. Maddah
Tanda Nama Huruf Latin Nama
ﺎـَـــ
fathah dan alîf Â, â a dan garis di atasﻲِــــ
kasrah dan yâ’ Î, î i dan garis di atasD. Tâ’ Marbûthah
Tâ’ Marbûthah yang dipakai di sini dimatikan atau diberi harakat sukûn, dan transliterasinya adalah /h/.
Kalau kata yang berakhir dengan tâ’ marbûthah diikuti oleh kata yang bersandang /al/, maka kedua kata itu dipisah dan tâ’ marbûthah ditransliterasikan
dengan /h/.
Contoh:
ﺔّﻜﻤﻟا
ﺮّﻜﻤﻟا
ﺔﻣ : al-Makkah al-Mukarramah
E. Syiddah
Syiddah/tasydîd di transliterasi ini dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang bersyiddah itu.
Contoh:
ﺎﻨّـﺑر
: rabbanâلّﺰﻧ
: nazzalaF. Kata Sandang
Kata sandang “ـﻟا ” dilambangkan berdasar huruf yang mengikutinya, jika diikuti huruf syamsiyah maka ditulis sesuai huruf yang bersangkutan, dan ditulis “al” jika diikuti dengan huruf qamariyah.
Contoh:
ﺲﻤﺸﻟا
: asy-Syamsﺮﻤﻘﻟا
: al-QamarG. Pengecualian Transliterasi
Adalah kata-kata bahasa arab yang telah lazim digunakan di dalam bahasa
Indonesia dan menjadi bagian dalam bahasa Indonesia, kecuali menghadirkannya
DAFTAR SINGKATAN
Cet. : Cetakan
dkk. : dan kawan-kawan
H. : Tahun Hijriyah
hal. : Halaman
HR. : Hadis Riwayat
Jil. : Jilid
j. : Juz
M. : Tahun Masehi
Prop. : Propinsi
Qs. : al-Quran Surat
RI. : Republik Indonesia
r.a. : Radhiya Allah ‘anhu
Saw. : Shallallah ‘Alaihi wa Sallam
SWT. : Suhhânahu wa Ta’âlâ
t.th. : Tanpa tahun
t.tp. : Tanpa tempat penerbit
tp. : Tanpa penerbit
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
SURAT PERNYATAAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PERSETUJUAN TIM PENGUJI ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
ﺚﺤﺒﻟاﺺﺨﻠﻣ ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ... xi
DAFTAR ISI ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan ... 11
1. ... Identi fikasi Masalah ... 11
2. ... Batas an Masalah ... 11
3. ... Rumu san Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Signifikansi Penelitian ... 12
E. Kajian Terdahulu yang Relevan ... 12
F. Metode Penelitian ... 14
2. Data dan Sumber Data ... 15
3. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 16
G. Sistematika Pembahasan ... 17
BAB II I’RÂB DALAM KAJIAN BAHASA ARAB ... 18
A. Karakteristik dan Keunikan Bahasa Arab ... 18
B. I’râb Karakteristik Bahasa Arab Paling Dominan ... 25
1. Pengertian I’râb ... 25
2. Macam dan Jenis I’râb ... 28
3. Bagian-Bagian I’râb ... 32
4. Perkembangan I’râb ... 33
C. I’râb dan Kodifikasi Ilmu Nahwu ... 35
D. Fungsi dan Tujuan I’râb ... 40
BAB III HUBUNGAN I’RÂB DAN PERUBAHAN MAKNA ... 46
A. Makna dalam Kajian Linguistik ... 46
1. ... Maca m-Macam Makna ... 49
2. ... Unsur -Unsur Penentu Makna ... 60
3. ... Hubu ngan Makna Struktur Kalimat dan I’râb ... 69
B. Problematika Hubungan I’râb dengan Perubahan Makna ... 72
1. ... Kelo mpok yang Menolak adanya Hubungan I’râb dan Makna ... 73
2. ... Kelo mpok yang Menyatakan adanya Hubungan I’râb dan Makna ... 74
1. ... Bukti
dari Literatur-Literatur Bahasa Arab ... 80
2. ... Bukti dari Adanya Perbedaan Qira’at ... 85
3. ... Dari Kesaksian dan Komentar Para Linguis Arab ... 93
BAB IV IMPLIKASI PERBEDAAN I’RÂB TERHADAP PENAFSIRAN .. AYAT AL-QUR’AN ... 102
A. Hubungan I’râb dan Penafsiran Ayat al-Qur’an ... 102
B. ... Sebab Perbedaan I’râb dan Hubungannya dengan Tafsir al-Qur’an ... 107
C. ... Penga ruh Perbedaan Harakat I’râb Terhadap Tafsir ... 121
1. ... Perbe daan antara Rafa’ dan Nashab. ... 121
2. ... Perbe daan antara Rafa’ dan Jarr ... 136
3. ... Perbe daan antara Nashab dan Jarr ... 141
D. ... I’râb dan Ambiguitas ... 151
BAB V PENUTUP ... 155
A. Kesimpulan ... 156
B . Implikasi Penelitian ... 156
DAFTAR PUSTAKA ... 157
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap bahasa mempunyai kekhususan yang membedakannya dengan bahasa
lain.1 Karena bahasa adalah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan para
anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasikan diri.2 Karena digunakan oleh suatu masyarakat, tentu bahasa
dengan kearbitrerannya menjadi produktif dan dinamis sehingga pada akhirnya pada
setiap bahasa akan terbentuk ciri khas yang tidak terdapat ataupun dimiliki bahasa
lain.3
Bahasa Arab telah dipilih sebagai bahasa pengantara wahyu yang ditujukan
kepada seluruh penutur bahasa di dunia. Penelitian yang mendalam terhadap bahasa
ini memperlihatkan rahsia pemilihannya sebagai bahasa al-Quran. Kajian-kajian yang
dibuat oleh para sarjana bahasa dari berbagai aspek terutama ilmu linguistik telah
dapat membuktikan keunikan dan keistimewaan bahasa ini yang tidak terdapat pada
bahasa-bahasa lain.4 Mungkin hal inilah yang menyebabakan Allah memilih bahasa
Arab sebagai bahasa bahasa al-Qur’an agar umat manusia bisa memahaminya dengan
mudah. Hal ini Allah tegaskan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya kami telah menurunkan al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya”.
Tak dapat dipungkiri bahwasanya bahasa Arab mempunyai banyak keunikan,
kekhasan (al-Khashâ’ish), dan keistimewaan dibandingkan dengan bahasa-bahasa
lain, kalau bukan karena itu niscaya Allah tidak memilihnya sebagai bahasa bagi
1Lihat, Nâyif Mahmûd Ma’rûf, Khashâ’ish al-‘Arabîyah wa Tharâ’iq Tadrîsuhâ, Beirut: Dâr al- Nafâis, Cet. 5, 1998, hal. 40.
2Lihat Harimurti Kridalaksan, Kamus Linguistik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993, hal. 21, dan Ferdinand de Saussure, Course in General Linguistics, New York: Mc Graw-Hill Book Company, 1966, hal. 16.
3Abdul Chaer, Linguistk Umum, Jakarta: Rineka Cipta, Cet, II, 2003, hal. 51.
2
kitab-Nya yang mulia (al-Qur’an). Di antara keistimewaannya yang menonjol adalah
bahwa bahasa Arab mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam melahirkan
makna-makna baru, tidak hanya dengan penembahan huruf pada asal kalimat saja,
bahkan hanya dengan perubahan harakat.5 Kemudian juga perubahan semantik yang
disebabkan oleh perubahan struktur kata. Sebagai contoh: –ﺔﺑﺎﺘآ– ﺐﺘآ–نﺎﺑﺎﺘآ–بﺎﺘآ
ﺐﺘﻜﻣ
–
ﺔﺒﺘﻜﻣ , dari perubahan kata-kata tersebut dapat dilihat perubahan maknanya. Bahasa Arab bahasa yang sangat luas dan kaya, jumlah kosakatanya tidak dapat
ditandingi oleh bahasa apa pun di dunia ini, bahasa yang tinggi, yang mampu
mengungkapkan makna dengan berbagai macam gaya bahasa (uslûb).6
Menurut Rusydi Ahmad Thu’aimah, mengetahui keistimewaan dan
karakteristik (ﺺﺋﺎﺼﺨﻟا) bahasa Arab yang membedakannya dari bahasa-bahasa lain
merupakan suatu keniscayaan bagi para pengajar bahasa Arab. 7Beliau menyebutkan
ada sekitar 10 karakteristik bahasa Arab di antaranya adalah i’râb.8
I’râb adalah merupakan salah satu dari sekian banyak keistimewaan dan karakteristik yang dimiliki bahasa Arab.9 Fenomena i’râb ini –dibandingkan dengan
karakteristik bahasa Arab yang lainnya- merupakan karakteristik yang banyak
5Nâyif Mahmûd Ma’rûf, Khashâ’ish al-‘Arabîyah wa Tharâ’iq Tadrîsuhâ , hal. 41.
6Padanannya dalam bahasa Inggris adalah style, yaitu cara pengungkapan dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang hendak ia kemukakan. Sedangkan Leech dan Short mendefinisikannya sebagai cara penggunaan bahasa dalam konteks tertentu oleh pengarang tertentu untuk tujuan tertentu, dan seterusnya. Lihat M.H. Abrams, A Glossary of Literary Terms, New York: Holt, Rinehart and Winston, 1981, hal. 190. Lihat juga, Geoffry N. leech dan Michael H Short,
Style in Fiction: A Linguistic Introduction to English Fictional Prose, (London: Longman, t. th), hal. 10.
7LihatRusydi Ahmad Thu’aimah, Ta’lîm al-Lughah al-‘Arabiyyah li ghair al-Nâthiqîn bihâ, Mesir: ISISCO, 1989. Hal. 35. Menurut beliau mengetahui karekteristik bahasa Arab akan dapat membantu pengajar bahasa Arab dalam: 1. Penyajian materi (bahan) pengajaran, 2. Mengetahui kesulitan dan kemudahan yang didapati ketika mengajar bahasa tersebut, 3. Melakakukan analisis konrtrastif antara bahasa Arab dengan babasa-bahasa lain, 4. Menjeleskan sistem bahasa Arab kepada siswa-siswa tingkat lanjutan pada program pengajaran bahasa Arab untuk non Arab.
8I’râb menurut Ahmad Abdul Gaffar adalalah: ﻦﻜﻤﺘﻤﻟاﻢﺳﻻاﺮﺧاﻲﻓﻞﻣﺎﻌﻟا ﻪﺛﺪﺤﻳ رﺪﻘﻣوأﺮهﺎﻇ ﺮﺛأ
. Lihat Ahmad Abdul Gaffar, Dirâsât Fî Nahwy
al-Araby, Kairo: al-Islam lil Thiba’ah, 1993, hal. 86.
9‘Abd al-Qâdir ibn ‘Abd al-Rahmân al-Sa’di, Ahdâf I’râb wa Shilatuh bi ‘Ulûm
3
dibicarakan oleh para linguis Arab, baik linguis klasik maupun kontemporer. I’râb
dipandang merupakan salah satu fenomina yang sangat urgen dan mononjol dalam
ilmu nahwu (sintaksis) sebab dia memegang posisi sentral bagi eksistensi nahwu
dalam bahasa Arab, sampai-sampai di antara para ahli bahasa Arab itu ada yang
menjadikan ilmu nahwu itu semuanya adalah i’râb sehingga mereka mendefinisikan ilmu nahwu itu sebagai ilmu i’râb.10
Namun dalam hal menyikapi fenomena i’râb ini para ahli bahasa Arab terpecah menjadi dua kelompok: Pertama, kelompok yang mengatakan bahwasanya i’râb itu tidak berpengaruh terhadap perubahan makna, tidak ada hubungan antara i’râb dengan makna. Al- Zajjâjî (w. 338 H)11 menegaskan bahwa satu-satunya ahli nahwu klasik yang menggugat masalah i’râb ini adalah Quthrub ibn al-Mustanîr (w.
206 H),12 dia menolak adanya hubungan antara i’râb dan makna begitu juga
sebaliknya. Argumentasi Quthrub (w. 206 H) untuk mendukung pendapatnya tersebut
adalah: menurut dia, dalam bahasa Arab ada kalimat-kalimat yang i’râb-nya sama tapi maknanya berbeda, dan sebaliknya ada juga kalimat-kalimat yang i’râb-nya
10Lihat ‘Abd Allah Jâd al- Karîm, al-Daras al-Nahwi Fî al-Qaran al-‘Isyrîn, (Kairo: Maktabah al-Adab, 2004), Cet. 1, hal. 86 .
11Nama lengkapnya Abu al-Qasim Abdurrahman bin Ishâq. Lahir di Nahawan sebelah selatan Hamazan dan meninggal dunia di Thibriyyah tahun 338 H. Beliau banyak menulis kitab dalam bidang bahasa dan adab, di antaranya adalah: Kitab al- Jumal (kitab nahwu) beliau tulis ketika berada di Mekkah, Amali , Idhah Fi ‘Ilal Nahwi, Syarah Muqaddimah Adab Katib, Mukhtasar
al-Zahir, Kitab al-Ibdal Wa al-Mu’aqabah Wa al-Isytiqaq, Kitab al-Lamat, kitab Ma’ani al-Huruf, Majalis al-‘Ulamâ, Syarah Risâlah Sibawaih, dan lain-lain. Lihat, Mâzin Mubârak, al-Zajjâjî Hayâtuhu Wa Atsaruhu Wa Mazhabuhu al-Nahwi, (Damaskus: Dâr al-Fikr, 1984), Cet. II, hal. 7-8.
12 Nama lengkapnya adalah Muhammad bin al-Mustanîr, ia lahir di Bashrah. Dia adalah salah satu Murid Sibawaihi, menurut riwayat Sibawaihi lah yang member dia gelar Quthrub. Ia pernah dijadikan seorang pendidik (al-Mu’addib) oleh khalifah al-Rasyîd untuk anaknya al-Amîn. Ia meninggal dunia di Bagdad tahun 206 H. Di antara karya-karyanya adalah: Kitâb al-‘Ilal fî al-Nahwi, Kitâb al-Isytiqâq fî al-Tashrîf, Kitâb al-Adhdâd, Kitâb al-Mutsallast. Lihat Wasîth fî Târîkh
4
berbeda tapi maknanya sama.13 Kemudain dia memberikan contoh: ﻞﻌﻟ ,كﻮﺧأ اﺪﻳز نإ
كﻮﺧأ اﺪﻳز , dan كﻮﺧأ اﺪﻳز نﺄآ, ketiga kalimat tersebut menurut dia i’râbnya sama, namun maknanya berbeda. Adapun contoh kalimat yang i’râb-nya berbeda tapi
maknanya sama, yaitu: ﺎﻤﺋﺎﻗ ﺪﻳز ﺎﻣ dan ﻢﺋﺎﻗ ﺪﻳز ﺎﻣ, kedua kalimat tersebut berbeda i’râbnya, namun maknanya sama. Kemudian contoh lain lagi: كﺪﻨﻋ لﺎﻣ ﻻ (dengan fathah) dan كﺪﻨﻋلﺎﻣﻻ (dengan dhommah).
Sedangkan golongan linguis kontemporer yang menolak i’râb ini di
antaranya adalah Ibrâhîm Anîs (1906-1977 M),14 menurut pendapat dia bahwa i’râb
hanyalah merupakan dongeng yang dibuat-buat oleh para ahli nahwu (al-Nuhât)
dengan kecerdikan dan kepandaian mereka.15 Kemudian dia mengatakan bahwasanya
harakat i’râb itu tidak memberi pengaruh pada perubahan makna kalimat, karena menurut dia asal setiap akhir kalimat adalah tidak berbaris atau sukûn, harakat itu
menurut dia, digunakan orang Arab untuk mempermudah membaca dan
menghubungkan antara satu kata dengan kata lainnya.16 Pendapat Ibrâhîm Anîs ini
Qasim al-Z,ajjâji, al-Idhah fî ‘Ilal al-Nahwi, hal. 70. Dan Mazin Mubarak, al-Zajjâjî Hayatuhu Wa Atsaruhu Wa Mazhabuhu al-Nahwi, hal. 64.
14Ibrâhîm Anîs (1900-1977 M) lahir di Kairo. Ia termasuk pelopor kajian linguistikArab modern di Fakultas Dâr al-‘Ulûm. Doktor lulusan Universitas London ini menekuni kajian linguistik dan mengaplikasikannya dalam studi bahasa Arab. Di antara karyanya adalah Min Asrâr Lughah ‘Arabiyyah, Dilâlah Alfâzh, Ashwât Lughawiyyah, Mûsiqa Syi’r, dan Fi Lahajât al-‘Arabiyyah.
Asrar al-Lughat, (Kairo: Maktabah al-Anjalu al-Mishriyyah, 1958), cet 2, hal. 14.
16Lihat pernyataan Ibrahim Anis: أﺮﻘﻧنأباﺮﻋﻹاتﺎآﺮﺣومﻼﻜﻟاﻰﻧﺎﻌﻣﻦﻴﺑﺔﻗﻼﻋﻻنأﻰﻠﻋﺔﻨهﺮﺒﻠﻟﻲﻔﻜﻳو
161. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh George Zaidân yang menyatakan bahwa terdapat di beberapa negara Arab orang-orang Arab yang sudah tidak menggunakan kaidah-kaidah I`râb dalam pembicaraan mereka sehari-hari. Hal ini banyak terjadi pada mereka mereka yang lahir dan tumbuh di daerah-daerah perkotaan, disebabkan oleh kemudahan dan kesenangan hidup yang mereka rasakan. Menurutnya, kaidah-kaidah I`râb hanya bisa bertahan lama pada kondisi hidup yang keras dan membutuhkan perjuangan, seperti kehidupan di pedalaman-pedalaman. George Zaidân, Târîkh Âdâb
5
diamini oleh Thaha Husein (1889-1973 M.),17 bahkan pernyataan dia lebih tegas lagi
dari apa yang dikatakan oleh Ibrâhîm Anîs, yang mana ia menyatakan bahwasanya
i’râb adalah sesuata yang sangat menakutkan sekali.18
Kemudian juga Goerge
al-Khûrî al-Maqdisî melontarkan pernyataan yang lebih keras lagi, dia mengatakan
bahwa i’râb merupakan sumber kesukaran pada bahasa Arab. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh yang menggugat serta menolak i’râb ini, seperti Qâsim Amîn
(1863-1908 M),19 Luthfî al-Sayyid (1872-1963),20 dan Salâmah Mûsa (1887-1958 M),21
17Thahâ Husein lahir di dekat kota Maghâghah Mesir pada 16 Januari 1889. Ia menderita kebutaan ketika dia berusia 3 tahun walaupun demikian dia mempunya kecerdikan dan kepandaian yang luar biasa. Gelar doctor diraihnya dari Universitas Sorbonne, Prancis. Thaha Husein kemudian menjabat berbagai posisi penting di bidang ilmu dan budaya, di antaranya sebagai Menteri kebudayaan Mesir. Di sela-sela kesibukannya, Thaha Husein banyak menulis buku, di antara karya-karyanya adalah: Dzikrâ Abî al-‘Alâ (Disertasi), Qâdât al-Fikr, fî al-Syi’ir al-Jâhilî, al-Hayah al-Adabiyyah fî Jazîrah al-‘Arab, Fushûl fî al-Adab wa al-Naqd, Târîkh al-Adab al-‘Arabi, Mar’âh al-Islâm, min Adabinâ al-Mu’âshir, al-Ayyâm, Hadîst al-Arbi’â, al-Wa’du al-Haqq, dan lain-lain. Karya-karyanya tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, al-Ayyam misalnya, telah diterjamahkan ke dalam bahasa Inggris, Francis, Ibrani, Cina, Rusia, Persia, Itali, dan Jerman. http://www2.irib.ir, diakses tanggal 20-05-2009.
18Thaha Husein, Musykilah al-I’râb, Majalah Majma’ al-Qâhirah, jil. 11, 1959, hal. 97. 19Qâsim Amîn lahir di sebuah dusun di daerah Mesir dari seorang ayah berasal dari Turki Utsmani dan ibu berdarah asli Mesir pada awal bulan Desember 1863 M. Sejak kecil ia sangat tekun dalam belajar sehingga ia meraih prestasi yang luar biasa sejak muda. Semasa kuliah ia sudah berkenalan dengan seorang tokoh pembaru Muslim, Jamaluddin al-Afghani, dan aliran-aliran pemikirannya yang memang berkembang di Mesir saat itu. Setelah menyelesaikan studi hukum di Prancis pada tahun 1885, ia kembali ke Mesir di mana ia menjabat sebagai seorang hakim dan berpertisipasi dalam mendirikan Universitas Kairo. Di antara karya-karyanya adalah Tahrîr al-Mar’ah,
al-Mar’ah al-Jadîdah,’Ubûdiyyah al-Mar’ah. http://en.wikipedia.org, diakses pada tanggal 20 Desember 2009.
20Ahmad Luthfî al-Sayyid di desa Barqîn di daerah al-Daqhaliyyah Mesir pada 15 Januari 1872 M. Pendidikan Ibtida ‘iyyah dia selesaikan di madrasah al-Manshûrah, sadangkan pendidikan Tsanawiyyah dia selesaikan di madrasah al-Khudaiwiyyah di Kairo pada tahun 1889 M, kemudian ia melanjutkan ke Fakultas Hukum dan selesai pada tahun 1894, tiga tahunkemudian dia meraih gelar Doktor. Ia ikut berpertisipasi dalam mendirikan pertai al-Ummat pada tahun 1907 yang mana ia menduduki jebatan sebagai sekretaris. Ia pernah menjadi Rektor Universitas Mesir, pada masanya inilah Universitas Mesir pertama kali menerima Mahasiswi untuk belajar disana. Pada tahun 1945 ia menjadi ketua Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyyah sampai ia meninggal dunia pada tahun 1963. Dia banyak menulis makalah tentang kebebasan (al-Hurriyyah), di antaranya adalah:Ma’na al-Hurriyyah, Hurriyyah Syakhshiyyah, Hurriyyah wa Ahzâb, Hurriyyah wa Huqûq Ummah, Hurriyyah wa Madzâhib Hukm, Hurriyyah Ta’lîm, Hurriyyah Qadhâ’, Hurriyyah al-Shahâfah, Hurriyyah al-Ijtimâ’, dan lain-lain. http://www.sis.eg, diakses pada tanggal 20 Desember 2009.
6
sehingga timbul ungkapan yang populer dengan "ﻢﻠﺴﺗﻦّﻜﺳ",22 (sukunkan maka kamu akan selamat).
Kedua, kelompok yang berpendapat bahwasanya i’râb itu sangat erat hubungannya dengan makna, perubahan i’râb pada suatu kalimat akan
mempengaruhi atas perubahan makna kalimat tersebut.23 Menurut ‘Abd Allah Jâd al-Karîm (1972-sampai sekarang),24 mayoritas ahli Nahwu (Jumhûr al-Nuhât) sepakat
bahwasanya i’râb-lah yang menyingkap dan membedakan makna suatu kalimat
(lafazd). Ibnu Rusyad al-Qurthubî (551-595 H)25
menyebutkan ada enam penyebab
perbedaan para ahli fikih (Fuqahâ) dalam menantukan hukum, di antaranya adalah disebabkan oleh perbedaan dalam i’râb, karena i’râb ini sangat penting untuk
membedakan antara makna-makna pada struktur kalimat. 26 Hal ini juga ditegaskan
pada tahun 1903. Pada tahun 1906, karena ada masalah keluarga, dia memutuskan pergi ke Eropa, kemudian dia pergi ke Prancis dan menetap di Paris selama tiga tahun, dan disana lah dia banyak terpengaruh oleh pemikiran dan filsafat barat. Kemudian setelah itu dia pergi ke Inggris untuk belajar hukum dan menetap disana selama empat tahun. Setelah dia pulang dari Inggris, ia menerbitkan buku tentang sosialis pertama di dunia Arab, yaitu pada tahun 1912 M. Dia termasuk penulis yang produktif yang banyak menulis buku, di antara karya-karyanya adalah: Muqaddimah al-Subarmân,
al-Isytirâkiyyah, Asyhar Khuthab wa Masyâhîr Khuthabâ’, Hubb fî Târîkh, Ahlâm
al-Falâsifah, Asrâr al-Nafs, Hurriyyah al-Fikr wa Abthâluhâ fî al-Târîkh, al-Balâghah al-‘Ashriyyah wa al-Lughah al-‘Arabiyyah, al-Adab wa al-Hayât, Ahâdîts ilâ al-Syabâb, dan lain-lain.
22Abd Allah Jâd al-Karîm, al-Daras al-Nahwi fî al-Qaran al-‘Isyrîn, hal. 141. Penulis tidak sepandapat dengan segolongan orang yang mennuntut penghapusan i’râb dan menggantinya dengan sukun, sebab i’râb merupakan salah satu keunikan dan karakteristik yang dimiliki bahasa Arab yang membedakannya dari bahasa-bahasa lain. Menghapus i’râb sama artinya dengan membunuh karakter bahasa tersebut.
23Perlu diketehui bahwa makna yang dimaksud oleh para ahli nahwu disini adalah makna gramatikal (al-Ma’ânî al-Nahwiyyah) seperti; fâ’il, maf’ûl, idhâfah, dan lain-lain, bukan makna leksikal (al-Ma’ânî al-Mu’jamiyyah) yang terdapat dalam kamus-kamus bahasa Arab.
24Abd Allah Jâd al-Karîm, al-Daras al-Nahwi Fî al-Qaran al-‘Isyrîn, hal. 79.
25Nama lengkapnya adalah al-Walîd ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd, lahir di Cordova pada tahun 551 H. Ia seorang ahli fiqh, kedokteran, dan filsafat. Ia pernah meringkas buku filsafat Aristotelis pada tahun 548 atas permintaan Abû Ya’qûb Yûsûf ibn ‘Abd al-Mu’min. Ia diangkat menjadi Qâdhi (hakim) di Isybîliah pada tahun 515. Di antara karya-karyanya adalah: Bidâyat al-Mujtahid Wa Nihâyat al-Muqtashid, Fashl Maqâl fîmâ baina Syarî’ah wa Hikmah min al-Ittishâl, Manâhij al-Adillah fî ‘Aqâ’id al-Millah, Tahâfut al-Tahâfut. Lihat, Ahmad Hasan al-Zayyât,
Târîkh Adab al-‘Arabî, (Kairo:Dâr Nahdhah Misr, t. th), cet. 15, hal. 390-392.
7
oleh al-Zamakhsyarî (467-538 H.) dalam al-Mufashshal fî ‘Ilm al-Arabiyyah27 bahwa masalah-masalah usul fiqih didasari oleh masalah i’râb.28
Kemudian Ahmad Abd al-Ghaffâr29 juga menegaskan bahwa i’râb dalam
bahasa Arab merupakan masalah yang urgen dan selalu di butuhkan, sebab menurut
dia satu kata bisa mempunyai makna yang berbeda-beda yaitu; mungkin sebagai
subyek, objek, idhafah, ibtida, khabar, dan lain-lain. Kalau bukan dengan i’râb, maka
makna kalimat tersebut tidak dapat dipahami dan diketahui dengan jelas. Atau
dengan ungkapan lain, bahwa kebutuhan akan i’râb akan terlihat untuk mengetahui posisi kata dalam suatu kalimat (al-Jumlah). Sabagai contoh bisa dilihat
kalimat-kalimat berikut ini; 1. ﺐﻟﺎﻃ ﻦﺴﺣأ ﺎﻣ 2. ﺎﺒﻟﺎﻃ ﻦﺴﺣأﺎﻣ 3. ﺐﻟﺎﻃﻦﺴﺣأ ﺎﻣ. Kalimat nomor satu adalah pertanyaan (Istifh m), hal tersebut dapat diketahui dari harakat dhommah
pada kata (ﻦﺴﺣأ) dan harakat kasrah (jarr) pada kata (ﺐﻟﺎﻃ). Kalimat nomor dua adalah ungkapan keheranan (ta’ajjub), hal tersebut dapat diketahui dari harakat fathah (nashab) pada kata (ﻦﺴﺣأ) dan kata (ﺐﻟﺎﻃ). Sedangkan kalimat yang nomor tiga adalah kalimat berita, itu dapat diketahui dari harakat fathah pada kata (ﻦﺴﺣأ) dan harakat dhommah (rafa’) pada kata (ﺐﻟﺎﻃ).
Perbedaan makna (dalâlah) di antara kalimat-kalimat di atas disebabkan
adanya perbedaan harakat i’râb pada akhir kata kalimat tersebut, kalau seandainya
tanpa i’râb niscaya akan terjadi keambiguan (al-Labs) dalam memahaminya. Sebab
disusunnya i’râb menurut Ibn al-Sarrrâj (w. 550 H) untuk membedakan makna suata kalimat, dan kalau i’râb tersebut dihilangkan, maka makna-makna kalimat tersebut
tidak dapat dibedakan sehingga orang akan mendapatkan kesulitan memahami
maksudnya dengan baik dan benar.30
27Abû al-Qâsim Mahmûd bin ‘Amr al-Zamakhsyarî, al-Mufashshal Fi ‘Ilm al-Arabiyah, 28Lihat pernyataan al-Zamakhsyarî: ﻢﻠﻋ ﻰﻠﻋ ًﺎّﻴﻨﺒﻣﺎﻬﻠﺋﺎﺴﻣو ﻪﻘﻔﻟا لﻮﺻأ باﻮﺑأ ﻢﻈﻌﻣ ﻲﻓ َمﻼﻜﻟا نوﺮﻳو»
ﺒﻟا ﻦﻴّﻳﻮﺤّﻨﻟا ﻦﻣ ﻢهﺮﻴﻏو ءاّﺮﻔﻟاو ّﻲﺋﺎﺴﻜﻟاو ﺶﻔﺧﻷاو ﻪﻳﻮﺒﻴﺳ ﻦﻋ تﺎﻳاوّﺮﻟﺎﺑ ًﺔﻧﻮﺤﺸﻣ َﺮﻴﺳﺎﻔّﺘﻟاو ،باﺮﻋﻹا ،ﻦﻴّﻴﻓﻮﻜﻟاو ﻦﻴّﻳﺮﺼ
،ﻢﻬﺗﺮﻇﺎﻨﻣوﻢﻬﺴﻳرﺪﺗوﻢﻬﺗروﺎﺤﻣوﻢﻠﻌﻟاﻲﻓﻢﻬﺘﻠﻗﺎﻨﻣنﺎﺴﻠّﻟااﺬﻬﺑو،ﻢﻬﻠﻳوﺄﺗباﺪهﺄﺑﺚّﺒﺸّﺘﻟاو،ﻢﻬﻠﻳوﺎﻗﺄﺑصﻮﺼّﻨﻟاﺬﺧﺂﻣﻲﻓرﺎﻬﻈﺘﺳﻻاو ﻢﻬﻣﻼﻗأﺲﻴﻃاﺮﻘﻟاﻲﻓﺮﻄﻘﺗﻪﺑو
«
29Ahmad Abd al-Ghaffâr, Dirâsât Fî al-Nahwi al-Arabi, hal. 90.
30Lihat, Muhammad ibn Abdul Malik al-Sarrâj al-Syantarînî, Tanbîh al-Albâb ‘Ala Fadhâ’il
8
Mengabaikan i’râb kata Mâzin Mubârak pada bahasa yang bergantung pada i’rab dalam mengungkapkan makna-makna nahwu- seperti bahasa Arab- sama saja dengan merobohkan dan membunuh karakter bahasa tersebut. Menghilangkan harakat i’râb akan menyebabkan keambiguan pada suatu kalimat dan ungkapan, sebab dalam bahasa Arab banyak didapati kalimat-kalimat yang tidak dapat di pahami maknanya
dengan baik dan benar tanpa adanya i’râb.31
Maka tidaklah berlebihan kalau
dikatakan bahwasanya nahwu adalah kunci makna, dan i’râb sebgai media
pemahaman. Sehingga ajakan untuk menghilangkan salah satunya akan memberi
pengaruh dalam memahami suatu kalimat. Sebagai contoh bisa dilihat pada kalimat
berikut ini: ﺖﻴﺒﻟا ﻲﻓ ﻞﺟر ﻻ dengan membaca fathah kalimat (ﻞﺟر) berarti menafikan
adanya semua jenis laki-laki di rumah (tanpa kecuali), sementara ﺖﻴﺒﻟا ﻲﻓ ﻞﺟر ﻻ
dengan membaca dhommah pada kalimat (ﻞﺟر) berarti hanya menafikan satu orang
laki-laki saja di rumah. Contoh lain lagi: harakat i’râb kata (ﺪﻳﺪﺠﻟا) pada kalimat: “ ﻦﻳأ
ﺪﻳﺪﺠﻟاﺖﻴﺒﻟا حﺎﺘﻔﻣﺖﻌﺿو” mempunyai kedudukan yang sangat penting untuk memahami makna kalimat tersebut, apabila di baca dengan kasrah, maka pembicaraan menganai
rumah baru, sebab kata (ﺪﻳﺪﺠﻟا) sebagai sifat (na’at) dari (ﺖﻴﺒﻟا), sedangkan kalau dibaca dengan fathah, maka pertanyaan disini tentang kunci yang baru, sebab kata
(ﺪﻳﺪﺠﻟا) sebagai sifat (na’at) dari ( حﺎﺘﻔﻤﻟا), dari contoh ini, dapat dilihat pentingnya fungsi harakat i’râb dalam memperjelas dan membedakan makna antara kedua
kalimat tersebut di atas.
Berdasar dari pemaparan contoh-contoh di atas dapat dilihat pentingnya i’râb
dalam bahasa Arab. Ibn al-Atsîr (w. 637 H.) menyebutkan contoh kesalahan
pengucapan bahasa Arab (al-Lahn)32
, yang mana contoh ini menggiring kita untuk
mengetahui sebab yang berhubungan dengan dikodifikasikannya ilmu Nahwu.
31 Mâzin Mubârak, Nahwu Wa’yin Lughawiyyin, (Damaskus: Dar- al-Basyâ’ir, 2003),cet. IV, hal. 77.
32Al-Lahn adalah kesalahan yang terjadi pada seseorang ketika dia berbicara atau membaca,
9
Diriwayatkan bahwa Abû al-Aswad al-Du’alî (w. 67 H.)33 mendengar puterinya salah
dalam mengucapkan bahasa Arab, dimana puterinya berkata: "ِءﺎﻤﺴﻟاُﻞﻤﺟأﺎﻣ" “Apakah yang terindah di langit?”. Lalu Abu al-Aswad pun menjawab sesuai dengan pertanyaan yang diajukan puterinya tersebut: “Yang terindah adalah
bintang-bintangnya”. Kemudian puterinya berkata: “Saya tidak bermaksud menanyakan yang
terindah di langit, tetapi yang saya maksud adalah saya kagum dengan keindahan
langit”. Kemudian berkatalah Abû al-Aswad kepada puterinya: kalau itu yang kamu
maksud, maka katakanlah: "َءﺎﻤﺴﻟا َﻞﻤﺟأ ﺎﻣ" “Mâ Ajmala al-Samâ’a”.34 Syekh Muhammad al-Thanthâwî di dalam bukunya “Nasy’at al-Nahwi Wâ Târîkh Asyharu al-Nuhât” menyatakan bahwa sebab disusunnya ilmu nahwu adalah karena adanya lahn dalam membaca ayat al-Qur’an surah al-Taubah ayat 3: ﻦﻴآﺮﺸﻤﻟا ﻦﻣ ئﺮﺑ ﷲا ّنأ
ِﻟﻮﺳرو
ﻪ dengan membaca kasrah huruf lam pada kata (ﻪِﻟﻮﺳر) yang berarti Allah
berlepas dari orang-orang Musyrik dan RasulNya, padahal yang betul adalah dibaca
dengan dhommah, yang mana maksudnya adalah bahwasanya Allah dan Rasul-Nya
33Nama lengkapnnya adalah Dzâlim ibn ‘Amr ibn Sufyân ibn Jandal ibn Ya’mur ibn Jils ibn Kinânah lahir pada tahun 16 sebelum hijrah. Ia masuk Islam pada masa Nabi Saw. dan pernah mengikuti perang Badar. Ia datang ke Basrah pada masa Khalifah Umar ibn Khaththâb (584-644 M). Ia adalah sahabat ‘Ali ibn Abî Thâlib dan pernah mengikuti peperangan (Mauqi’ah) Shiffîn bersamanya. Ia belajar fiqh dan nahwu dari ‘Ali ibn Abî Thâlib (600-661 M). Usaha-usaha yang telah dilakukannya antara lain pemberian titik dan i,râb al-Qur’an, penyusunan bahasa Arab, penyusunan bab-bab nahwu (Fâ’il, Maf’ûl, Mudhâf, Rafa’, Nashab, dan Jarr) dan penyusunan bagian-bagian kata (Aqsâm al-Kalimah) yaitu :macam-macam Isim, bab-bab ‘Âthaf, Na’at, Ta’jjub, Istifhâm, dan huruf-huruf Nashab. Di antara murid-muridnya yang terkenal adalah; ‘Anbasah ibn Ma’dân al-Fîl al-Mahrî, Maimûn al-Aqran, Nashr ibn ‘Âshim al-Laitsî, ‘Abd al-Rahmân ibn Hurmuz, dan Yahyâ ibn Ya’mur al-‘Anwânî merekalah yang ikut andil dalam peletakkan dasar-dasar ilmu Nahwu. Ia meninggal dunia di Basrah pada tahun 69 H. pada riwayat lain dikatakan ia meninggal pada masa Khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Azîz dalam usia 85 tahun. Lihat, ‘Abd al-Karîm Muhammad al-As’ad, al-Wasîth fî Târîkh al
-Nahwi al-‘Arabî, (Riyadh: Dâr al-Syawâf, 1992), cet. 1, hal. 46-48. Lihat juga, Syeikh Muhammad Thanthâwi, Nasy’at al-Nahwi wa Târîkh Asyhar al-Nuhât, hal. 24. Lihat juga ‘Abd al-‘Âl Sâlim Mukram, al-Halqah al-Mafqûdah Fî Târîkh al-Nahwi al-‘Arabi, (Bairut: Mu’assasah al-Risâlah, 1993), cet. 2, hal. 46-53. Lihat juga, Rihâb Khudhar ‘Akkâwî, Mausû’ah ‘Abâqirat al-Islâm, (Bairut: Dâr al-Fikr al-‘Arabî, 1993), Jilid. 3, cet. I, hal. 13-17.
10
berlepas dari orang-orang Musyrik. Maka sejak itulah Abû al-Aswad al-Du’alî (w. 67
H.) mulai menyusun kaidah nahwu.35
Berdasarkan dari riwayat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kasus
lahn (kesalahan dalam i’râb) adalah cikal-bekal dan faktor pendorong
dikodifikasikannya qa’idah (gramatika) bahasa Arab.36 Namun Tammâm Hassan
(1918-sekarang)37 melihat lahn bukan faktor utama, melainkan hanya bagian dari tiga
faktor penyebab dikodifikasikannya ilmu nahwu, yaitu: faktor agama, faktor
nasionalisme, dan faktor politik. 38 Sedangkan Syauqi Dhaif membaginya menjadi
dua faktor, yaitu: faktor agama dan non agama. Faktor Agama, yaitu adanya
keinginan untuk menjaga kefashihan teks-teks (al-Nushûsh) al-Qur’an khususnya setelah tersebarnya lahn di kalangan kaum Muslimin pada saat itu. Sedangkan faktor
35Ibn Jinnî, al-Khashâish, tahqîq: Muhammad ‘Alî Najjâr, Kairo: Dar Kutub al-Mishriyyah, Cet. 4, 2006, hal 8. Lihat juga Muhammad al-Thanthwi, Nasy’at al-Nahwi Wâ Târîkh
Asyharu al-Nuhât, Dar al-Ma’arif, cet. 2, hal. 25. Lihat juga Rihab Khudhar 'Akkawi, Mausu'ah 'Abaqirah al-Islam fi al-Nahwi, wa al-Lughah wa-al-Fiqh, al-Mujallad al-Tsalits, (Beirut: Dar al-Fikr al-'Arabi, 1993), hal. 9. Perlu diketahui bahwa Lahn sebenarnya telah berlangsung cukup lama, bahkan telah terjadi sejak masa Rasulullah saw, periode Umar ibn Al-Khattab, dan seterusnya, meskipun dalam jumlah yang masih relatif sedikit. Seiring dengan perkembangan dan penyebaran agama Islam yang berakibat pada banyaknya daerah taklukan Islam yang memeluk agama Islam dimana mereka berasal dari daerah yang baragam dan bahasa yang juga beragam, maka lahn pun kian subur dan semakin banyak terjadi. Ketika itu banyak anak keturunan Arab yang terlahir dari ibu-ibu yang berasal dari warga “asing” atau non Arab yang secara otomatis mewariskan gaya bahasa, gaya bicara, dan dialek asing kepada mereka. Lihat Syauqi Dhaif, al-Madâris al-Nahwiyyah, (Mesir: Dâr al-Ma’ârif, t. th), cet. 3, hal. 11-12
36Lihat Mahmûd Muhammad al-Thanâhi, Fî al-Lughati Wa al-Adabi Dirâsât Wa Buhûts, Dâr al-Gharbi al-Islâmi, 2002, jilid 2, hal. 492. Lihat juga ‘Abduh al-Râjihi, Fiqh al-Lughah Fî al-Kutub
al-Arabiyyah, (Dâr al-Ma’rifah al-Jâmi’iyyah, 1998), hal. 34. Lihat jugaThalâl ‘Alâmah, Tathawwur
al-Nahwi al-Arabi, (Bairut: Dâr al-Fikr al-Lubnâni, 1993), cet. 1, hal. 29.
37Nama lengkapnya adalah Tammâm Hassân ibn Omar ibn Muhammad Dâwûd, lahir di desa Karnak, propinsi Qinâ, Mesir pada 27 Januari 1918. Ia telah hafal al-Qur’an ketika ia berusia 11 tahun. Pada tahun 1934 ia memperoleh ijazah Ibtidâiyyah Azhariyyah, kemudian menyelesaikan pendidikan menengah (MTs dan MA) pada tahun 1939. Setelah itu , ia melanjutkan ke Madrasah Dâr al-‘Ulûm. Di Madrasah ini ia memperoleh ijazah Diploma Bahasa Arab pada tahun 1943. Dia adalah salah seorang Guru Besar di bidang nahwu dan sharaf (sejak 1964). Ia juga seorang linguist Arab kontemporer yang sangat produktif. Dia telah menulis 10 buku, menerjemahkan 5 buku dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Arab, menulis lebih dari 40 artikel di berbagai jurnal internasional. Dia juga pernah menjabat Dekan Fakultas Dâr al-Ulûm. Dia termasuk perintis pendirian dan sekaligus menjadi direktur pertama
Ma’had Ta’lîm al-Lughah al-‘Arabiyyah li Ghair al-Nâthiqîn bihâ (Lembaga Pendidikan Bahasa Arab untuk nonArab) pada Universitas Umm al-Qurâ di Mekkah.
38LihatTammâm Hassan, Ushûl: Dirâsat Epistimûlûjiyyah li Fikr Lughawi ‘inda
11
non Agama, yaitu karena adanya rasa bangga orang-orang Arab terhadap bahasa
mereka sehingga timbul rasa takut akan terancamnya eksistensi bahasa mereka akibat
percampuran dengan orang-orang non-Arab (al-‘Ajam).39
Berdasarkan dari pemaparan tersebut di atas maka dapat dilihat keterkaitan
nahwu dengan semantik (dalâlah) dan keterkaitan i’râb dengan makna. Hal itulah
yang ingin penulis tegaskan lewat tesis ini dengan menaliti sebagian dari ayat-ayat
al-Qur’an yang mempunyai multi makna dan interprestasi karena adanya perbedaan para
ulama dalam mengi’râbkan dan melihat posisi sintaksis kalimat dari ayat tersebut.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang di atas, maka ada beberapa
permasalahan yang mungkin dapat diteliti yang terkait dengan implikasi perbedaan
i’râb dalam ayat al-Qur’an adalah:
a. Bagaimana posisi dan kedudukan i’râb dalam bahasa Arab?
b. Adakah hubungan antara i’râb dengan makna?
c. Bagaimana perbedaan harakat i’râb dapat berimplikasi terhadap perbedaan
penafsiran ayat al-Qur’an?
2. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, permasalahan pengaruh i’râb terhadap penafsiran ayat
al-Qur’an, akan penulis batasi pada ayat-ayat yang tententu saja, khususnya pada ayat
yang multi-i’râb yang berhubungan dengan hukum yang mana perbedaan dalam memahami ayat tersebut akan berimplikasi terhadap istinbâth hukum yang akan
dihasilkan.
3. Rumusan Masalah
12
Berdasarkan penjelasan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
a. Bagaimana hubungan antara i’râb dengan makna?
b. Mengapa setiap perubahan i’râb pada suatu kata/kalimat akan berimplikasi pada
perubahan makna kata/ kalimat tersebut?
c. Bagaimana implikasi perbedaan i’râb terhadap penafsiran ayat al-Qur’an?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:
1.Membuktikan adanya implikasi perubahan i’râb terhadap perubahan makna.
2.Membuktikan bahwa perbedaan i’râb pada suatu ayat berimplikasi terhadap
penafsiran ayat tersebut.
D. Signifikasi Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan berguna untuk:
1. Pengembangan kajian tentang keunikan, keistimewaan, dan karakteristik
bahasa Arab.
2. Mengkritisi pandangan yang menyatakan bahwa i’râb tidak mempengaruhi
terhadap perubahan makna.
3. Pengembangan kajian semantik terutama hal-hal yang berkaitan dengan
pembahasan yang diteliti.
E. Kajian Terdahulu yang Relevan
Pada ruang lingkup kajian tentang perubahan makna yang terkait dengan
i’râb, penulis menemukan beberapa penelitian, yaitu:
1. Min Asrâr al-Lughah (buku) ditulis oleh Ibrahim Anis, yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara i’râb dan makna (perubahan pada i’râb
tidak berimplikasi pada perubahan Makna).40
13
2. Musykilah al-I’râb (Artikel) Thaha Husein, yang menyatakan bahwa i’râb merupakan sumber kesulitan dalam mempelajari bahasa Arab, i’râb tidak
memberikan pengaruh terhadap perubahan makna suatu kalimat.41
3. Al-Nahwu wa al-Dalâlah: Madkhal Li Dirâsah al-Ma’na al-Nahwi-al-Dilâli (buku) ditulis oleh Muhammad Hammâsah Abd al-Lathîf, yang menyatakan
efektifitas makna sintaksis (al-Ma’nâ al-Nahwî) dalam menjelaskan dan
menafsirkan suatu teks, perbedaan fungsi sintaksis dipastikan akan
menyebabkan perbedaan makna kata dalam suatu kalimat.42
4. ‘Al-Ma’na wa al-Nahwu (buku) oleh Abdullah Ahmad Jâd al-Karîm, membahas tentang korelasi antara lafazd dengan makna, dan antara
(semantik) dengan sintaksis (nahwu) secara umum.
5. Atsar Khilâf Nahwi fî Taujîh Âyât Qur’an Karîm ‘alâ Hukm al-Fiqhi,(Artikel) ditulis oleh Syarîf Abd al-Karîm Muhammad al-Najjâr, yang menyatakan bahwa perbedaan ulama pada hukum fiqih disebabkan oleh
perbedaan mereka dalam masalah nahwu.43
6. Nahwu Wa’yin Lughawiyyin (Buku) ditulis oleh Mâzin Mubârak, yang menyatakan bahwa dalam bahasa Arab banyak kalimat-kalimat yang tidak
dapat dipahami dengan baik dan benar tanpa i’râb, oleh karena itu pengabain terhadap i’râb akan membuat kerancuan dan keambiguan.44
7. Ambiguitas Teks al-Qur’an Dan Implikasinya Terhadap Polarisasi Pemikiran, (Tesis) ditulis oleh Umar Mansur, yang menyatakan bahwa perbedaan dalam melihat posisi i’râb pada suatu adalah salah satu di antara
penyebab perbedaan dalam polarisasi pemikiran.45
41Thaha Husein, Musykilah al-I’râb, Majalah Majma al-Qahirah, jilid 11, 1959.
42Muhammad Hammâsah Abd al-Lathîf, Nahwu Wa Dilâlah: Madkhal Li Dirâsah
al-Ma’na al-Nahwi-al-Dilâli, (Bairut: Dâr al-Syurûq, 2000), cet. 1.
43Lihat Syarîf Abd al-Karîm Muhammad al-Najjâr, Majallah Jami’ah Ummu al-Qura Li
Ulum al-Syari’ah Wa al-Lughah al-Arabiyyah Wa Adabuha, jilid 18, vol. 38, 1427 H.
44Mâzin Mubârak, Nahwu Wa’yin Lughawiyin, Damaskus: Dar- al-Basyâ’ir, cet. IV, 2003 45Umar Mansur, Ambiguitas Teks al-Qur’an dan Implikasinya Terhadap Polarisasi
14
Menurut pengamatan penulis, penelitian pertama dan kedua yang dilakukan
oleh Ibrâhîm Anîs dan Thaha Husein secara tegas menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara i’râb dan makna, perubahan i’râb pada suatu kalimat tidak
berimplikasi pada perubahan makna kalimat tersebut. Sedangkan pada penelitian
ketiga, keempat, kelima, dan keenam yang dilakukan oleh Muhammad Hammâsah
Abd Lathîf, Abd Allah Ahmad Jâd Karîm, Syarîf Abd Karîm Muhammad
al-Najjâr, Mâzin Mubârak dengan tegas mengatakan bahwa perubahan i’râb
berimplikasi terhadap perubahan makna.
Penelitian yang penulis lakukan ini akan membantah penelitian kolompok
pertama yang mengatakan bahwa perubahan i’râb tidak berimplikasi terhadap perubahan makna. Pelitian ini akan melacak ayat-ayat yang mengandung multi-i’râb yang ada dalam buku-buku i’râb al-Qur’an dan menganalisis sejauhmana perbedaan i’râb tersebut berimplikasi pada makna dan penafsiran ayat al-Qur’an.
F. Metodologi penelitian
1. Jenis, Metode dan Pendekatan
Berdasarkan karakter tema dan pokok permasalahan yang akan diteliti oleh
penulis, maka jenis penelitian ini adalah penelitian kulalitatif.46 Hal ini sesuai dengan
penelitian yang akan dilaksanakan yaitu datanya berupa teks tertulis yang berupa
ayat-ayat al-Qur`an. Dalam hal ini penulis memakai metode kepustakaan, dengan
memadukan pendekatan yang sesuai dengan jenis data yang diteliti, yaitu pendekatan
isi (content / madhmûn) teks.47
Pendekatan ini penulis gunakan untuk mengkaji
ayat-ayat yang mengandung multi i’râb (Ta’addud al-I’râb) , untuk mengkaji dan menaliti
46Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor dalam buku metode penelitian kualitatif karya Lexy J.Moelong, metode penelitian kualitatif dapat digunakan diantaranya apabila datanya berupa kata tertulis atau lisan. Lihat Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian
Kualitatif, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 4.
15
makna-makna yang ditimbulkan dari perbedaan i’râb pada ayat-ayat tersebut. Serta untuk memetakan penafsiran-penafsiran yang timbul akibat adanya perbedaan i’râb
pada ayat-ayat tersebut.
2. Data dan Sumber Data
Data pokok yang penulis sajikan dan analisis dalam penelitian ini adalah
ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung multi-i’râb. Pada studi pendahuluan penulis menemukan beberapa ayat al-Qur’an yang mengandung multi-i’râb sebagai berikut:
Surah al-Baqarah ayat: 89, 105, 117, 135, 177, 196, 210, 217, 221, 238, 280 dan 219,
surah Nisâ’ ayat: 1 dan162, surah Mâ’idah ayat: 6, 57, 71, dan 119, surah
al-An’âm ayat: 73, surah al-A’raf ayat: 26, surah al-Anfâl ayat: 18, surah al-Taubah
ayat: 40 dan 100, surah al-Yunus ayat: 23, dan surah al-Burûj ayat: 14-15 dan 21-22.
Kemudian ayat-ayat yang mengandung multi-i’râb di atas penulis analisis
berbagai macam makna dan penafsiran yang mungkin akan muncul akibat perbedaan
i’râbnya, untuk kemudian dijadikan sebagai data primer. Sebagai sumber data primer penulis tetapkan beberapa buku, yaitu:
a. Kitab I’râb al-Qur’an, yaitu:
1) Ma’ânî al-Qur’ân wa I’râbuhu karya al-Zajjâj (w. 311 H.)
2) Musykil I’râb al-Qur’ânkarya Makkî ibn Abî Thâlib (w. 438 H.)
3) Imlâ Mâ Manna Bihi al-Rahmân karya al-‘Ubkurî (w. 616 H.)
4) I’râb al-Qur’ân al-Karîm wa Bayânuhu karya Muhyî al-Dîn al-Darwîsy (1908-1982 M.)
Pemilihan kitab-kitab tersebut diatas sebagai sumber primer untuk melihat
perbedaan-perbadaan i’râb dalam kitab-kitab tersebut. Sedangkan pemilihan
Ulama-ulama tersebut karena menurut pengamatan penulis mereka itu repsentatif untuk
mewakili Ulama-ulama yang sezaman dengan mereka, sebab sumber tersebut penulis
ambil secara periodek.
b. Kitab Qirâ’ât, yaitu:
16
2) Hujjah li Qurrâ’ Sab’ah karya Abû ‘Alî ibn Abd Ghaffâr al-Fârisî.
3) Mu’jam al-Qirâ’ât karya Abd al-Lathîf al-Khathîb.
Pemilihan buku-buku Qirâ’ât ini penulis lakukan untuk melihat perbedaan
qirâ’ât dari ayat-ayat yang penulis teliti pada tesis ini, karena i’râb adalah bagian dari qirâ’ât. Adapun pemilihan ketiga buku tersebut di atas, karena pembahasan buku-buku tersebut menurut pengamatan penulis lebih lengkap dari buku-buku-buku-buku yang pernah
penulis baca.
c. Kitab Tafsir, yaitu:
1) al-Durr al- Mashûn fî ‘Ulûm al-Kitâb al-Maknûn karya Ahmad ibn Yûsuf (al-Samîn al-Halabî)
2) al-Bahr al-Muhîth Karya Muhammad ibn Yûsuf ibn ‘Alî ibn Yûsuf ibn Hayyân al-Andalusî
3) Lubâb Fî ‘Ulûm Kitâb karya Abû Hafash Umar ibn ‘Ali ibn ‘Âdil al-Dimasyqî
Pemilihan kitab-kitab tafsir ini penulis lakukan untuk melihat sejauh mana
perbedaan para Mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat yang multi i’râb tersebut,
karena menurut pengamatan penulis kitab-kitab tersebut banyak membahas tentang
permasalahan nahwu dan i’râb dari ayat-ayat yang mereka tafsirkan.
3. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data.
Setelah peneliti menetapkan tema dan fokus penelitian, peneliti menentukan
proses pengumpulan dan analisis data dengan langkah- langkah berikut ini:
a. Mengidentifikasi ayat-ayat yang mengandung multi-i’râb dalam kitab i’râb
al-Qur’an dan qira’at.
b. Mengidentifikasi penjelasan sebab dan alasan mengapa terjadi perbedaan di
antara para ahli Nahu dalam meni’râbkan ayat-ayat tersebut.
c. Menganalisis makna-makna yang mungkin muncul dari pebedaan dalam
17
d. Menganlisis sejauh mana perbedaan i’râb pada ayat tersebut berpengaruh
dalam penafsiran.
e. Merumuskan dan menyimpulkan tentang implikasi perubahan i’râb terhadap
perubahan makna dan penafsiran ayat.
G. Sistematika Penulisan
Tesis ini ditulis dalam lima bab; yakni pendahuluan, kajian tentang bahasa
Arab secara umum, Unsur-unsur yang penantu makna dalam bahasa Arab, pengaruh
perubahan i’râb terhadap perubahan makna, dan penutup.
Bab pertama, (Pendahuluan), berisi latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penelitian, manfaat / signifikansi penelitian, kajian terdahulu
yang relevan, metodologi penelitian.
Bab kedua, (I’râb dalam Kajian Bahasa Arab), berisi Karakteristik bahasa Arab, pengertian, macam-macam, bagian-bagian, dan perkembangan i’râb, i’râb dan kodifikasi ilmu nahwu, fungsi dan tujuan i’râb.
Bab ketiga, (Hubungan I’râb dengan Perubahan Makna), berisi macam-macam makna, unsur-unsur penantu makna, problema hubungan i’râb dan perubahan makna, bukti-bukti adanya hubungan i’râb dengan perubahan makna.
Bab keempat, (Implikasi Perbedaan I’râb Terhadap Tafsir al-Qur’an), berisi
hubungan i’râb dengan penafsiran al-Qur’an, sebab perbedaan i’râb dan
hubungannya dengan tafsir al-Qur’an, pengaruh perbedaan harakat i’râb terhadap penafsiran ayat, i’râb dan ambiguitas atau ketaksaan makna.
BAB II
I’RÂB DALAM KAJIAN BAHASA ARAB
Pada bab dua ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan fenomena i’râb
dalam bahasa Arab. Pembahasan tersebut terdiri dari uraian tentang karakteristik
bahasa Arab, hal ini penulis lakukan untuk al-Khashâ’ish menjelaskan posisi dan
kedukakan i’râb dalam bahasa Arab khususnya dalam kaitannya dengan perubahan
makna. Sistematika pembahasan bab ini dimulai dengan pembahasan tentang
karakteristik bahasa Arab, i’râb sebagai bagian dari karakteristik bahasa Arab; yang
menguraikan tentang pengertian, macam-macam, dan bagian-bagian i’râb, kemudian
dilanjutkan dengan pembahasan tentang asal-usul perkembangan i’râb, hubungan
i’râb dengan dikodifikasikannya ilmu nahwu, kemudian fungsi dan tujuan i’râb.
A. Karakteristik dan Keunikan Bahasa Arab
Setiap bahasa mempunyai ciri khas (al-Khashâ’ish) dan keistimewaan yang
tidak dimiliki oleh bahasa lain.1 Keunikan ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem
pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya.2 Kalau
setiap bahasa mempunyai keunikan, sudah dapat dipastikan bahasa Arab tentu
memiliki keunikan dan ciri khas yang lebih dibandingkan dengan bahasa-bahasa
lain.3 Sebab selain sebagai bahasa tertua, bahasa Arab juga terpilih menjadi bahasa
pengantar wahyu (al-Qur’an). Ibnu Fâris (329 – 395 H)4 dalam kitab al-Shâhibi
1Lihat Nâyif Mahmûd Ma’rûf, Khashâ’ish al-‘Arabîyah wa Tharâ`iqu Tadrîsiha, Beirut: Dâr al- Nafâis, Cet. 5, 1998, hal. 40.
2Abdul Chaer, Linguistk Umum, Jakarta: Rineka Cipta, Cet, II, 2003, hal. 51. Lihat juga Imam Asrori, Sintaksis Bahasa Arab, Malang,:Misykat, cet. 1, 2004, hal. 13.
3Ketika berbicara tentang ciri khas (al-Khashâ’ish) disini, tidak berarti bahwa hanya bahasa Arab saja satu-satunya bahasa yang mempunyai ciri khas/keunikan tersebut, tetapi yang dimaksud disini bahwa ciri khas/keunikan tersebut lebih tampak terlihat/dominan di dalam bahasa Arab dibandingkan pada bahasa-bahasa lain. Lihat Rusydi Ahmad Thu’aimah, Ta’lîm al-‘Arabiyyah li Ghair al-Nâthiqîn Bihâ, Mesir: ISISCO, 1989. Hal. 35.
4Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Fâris ibn Zakâriya’ ibn Muhammad ibn Habîb al-Râzî al-Lughawi. Ibn Fâris (Lahir 329 - Wafat 395 H) dikenal sebagai leksekolog Arab, 3 diantara 37 hasil karyanya Mu’jam al-Maqâyîs fî al-Lughaṯ, al-Mujmal fî al-Lughaṯ dan al-Ṣâhibî fî Fiqh al-Lughaṯ,
19
menyatakan bahwa bahasa Arab merupakan bahasa yang lebih luas dan unik
dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain. Diturunkannya al-Qur’an dengan bahasa
Arab menurut dia merupakan bukti keunggulan bahasa Arab dibanding dengan
bahasa-bahasa lain. Oleh karena itu menurut dia tidak ada seorangpun yang dapat
memindahkan al-Qur’an ke dalam bahasa lain sebagaimana kitab Injil yang berbahasa
Suryani dapat dipindahkan ke dalam bahasa Habasyah dan Romawi. Hal tersebut
karena majas dalam bahasa lain tidak seluas majas yang dimiliki bahasa Arab.5
Diturunkannya al-Qur’an dengan menggunakan bahasa Arab bukanlah suatu yang
kebetulan, namun justru karena kekayaan dan keseksamaannya.6
Hal senada juga dinyatakan oleh Ahmad Amin (1878-1954 M)7 dalam
bukunya Dhoha al-Islâm. Menurut dia, bahasa arab telah terbukti mampu untuk
menjadi media untuk mentransper barbagai macam bidang ilmu pengetahuan yang
berasal dari Persia, India, dan Yunani.8 Sementara itu seorang linguis terkemuka di
Inggris yaitu Tahiyya Abdul Aziz yang menghabiskan waktu selama puluhan tahun
untuk mengkaji beberapa dokumentasi ilmiah, literatur, manuskrip, ensiklopedi, dan
lain sebagainya untuk mencapai hasil yang memuaskan. Ia mengarang buku
jadikan rujukan dalam penyusunan bukunya Kamus al-‘Ain, karya Khalil Ibn Ahmad al-Farahidi,
Garib al-Hadits, karya Abu ‘Ubaidi al-Qasim Ibn Salam, Garib al-Mushnaf, karya Abu ‘Ubaidi al-Qasim Ibn Salam, Ishlâh al-Manthiq, karya Ibn al-Sukait, dan Jamharaṯ al-Lughaṯ, karya Ibn Duraid. Lihat: Ramaḍan Abd al-Tawwab, Fuṣûl fî Fiqh al-‘Arabîyaṯ, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmîyah, 1989), h. 279 dan Abu al-Abbas Syamsuddin Ahmad bin Muhammad bin Abi Bakr bin Khalkan, Wafyat al-A’yân Wa Anbah Abnâ` al-Zaman, (Beirut: Dâr al-Ṣadr, Cet. I, 1994), h. 118.
5Lihat Ahmad ibn Fâris, al-Shâhibi Fî Fiqh al-Lughah al-Arabiyyah Wa Masâ’iliha, Bairut, Maktabah al-Ma’ârif, cet. 1, 1993, hal. 44. Lihat juga Jalâl al-Dîn al-Suyûthi, Muzhir Fî Ulûm al-Lughah Wa Anwâ’ihâ, Kairo, Maktabah Dâr al-Turâst, t.th. , cet. 3, hal. 322.
6
Lihat, S. I. Poeradisastra, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008), Cet. 3, hal. 113.
7Nama lengkapnya adalah Ahmad Amîn Ibrâhîm al-Thabbâkh, lahir di Kairo pada tahun 1878. Ia pernah menjadi Guru Besar Univrsitas Kairo pada tahun 1934-1941 M. Dia dikenal sebagai sejarawan Isalam. Dia menulis lebih dari 600 artikel. Di antara karya-karyanya adalah: Dhohâ al-Islâm, Fajr al-al-Islâm, Zhuhru al-Islâm, Zu’amâ’ al-Ishlâh fî al-‘Ashr al-Hadîts, Faidh al-Khâthir, Yaum al-Islâm, Qishshah al-Falsafah, ilâ Waladî, dan lain-lain. Lihat, http://www.answers.com, diakses tanggal 20 Mei 2009. Lihat juga, http://www.diwanalarab.com, diakses tanggal 20 Mei 2009
20
berbahasa Inggris yang berjudul “Arabic Language the Origin of Language”, dia
menyatakan bahasa Arab merupakan asal-usul dari semua bahasa di dunia.9
Demikianlah sekilas tentang kesaksian para linguis muslim atas keunikan dan
keistimewaan bahasa Arab. Kemudian di bawah ini akan diuraikan lebih lanjut
tentang ciri khas (al-Khashâ’ish) bahasa Arab tersebut.
a. Ciri Khas Fonem (al-Khashâ’ish al-Shautiyyah)
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat
membedakan makna kata.10 Jumlah fonem yang dimiliki suatu bahasa tidak sama
jumlahnya dengan yang dimiliki bahasa lain. Penduduk asli di Pulau Hawaii
mempunyai jumlah fonem yang paling sedikit yaitu hanya 13 buah, sedangkan bahasa
yang jumlah fonemnya terbanyak adalah sebuah bahasa di Kaukasus Utara, yaitu 75
buah. Al-Qalqasyandi (765-821 H)11 dalam “Shubhu al-‘A’syâ” mengatakan bahwa
bahasa Arab memiliki huruf-huruf yang lengkap dan lafazh-lafazh sempurna. Bahasa
Arab mempunyai tempat artikulasi huruf (al-Madraj al-Shauti) yang lebih luas, yang
mana tempat keluar hurufnya (al-Makhârij) tersebar secara merata mulai dari pangkal
kedua bibir sampai ke tanggorokan.12 Al-Khalîl ibn Ahmad al-Farâhidî (100 – 175
H)13 menyusun kamus yang diberi nama kitab al-‘Ain sesuai dengan kata pertama
9http://sigitwahyu. net, diakses 24 maret 2009.
10Abdul Chaer, Linguistk Umum, Jakarta: Rineka Cipta, Cet, II, 2003, hal. 137.
11Nama lengkapnya adalah Abû ‘Abbâs Syihâb Dîn Ahmad ibn ‘Alî ibn Ahmad al-Qalqasyandî, ia dilahirkan di desa Qalqasyandah pada tahun 765 H. Di antara karya-karyanya adalah
Shubhu A’syâ, Nihâyah Arab fî Ma’rifah Qabâ’il ‘Arab, Qalâ’id Jimân fî Ma’rifah al-‘Arbân, al-Ghuyûts al-Hawâmi’ fî Syarh Jâmi’ al-Mukhtasharât. Lihat, Jarîdah al-Akhbâr, edisi 17212, tahun ke 56 (20-06-2007), dalam sebuah makalah yang berjudul: “Mishr Qadîmah al-Qalqasyandî Shâhib Akbar al-Mausû’ât al-Mishriyyah”.
12http://www. Islammemo.cc. diakses pada tanggal. 18 maret 2009. Lihat juga Mahmûd Fahmi Hijâzi, al-Bahts al-Lughawi, (Kairo: Maktabah Gharîb, 1993), hal. 10.