• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUAL BELI DUNIA MAYA E COMMERCE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JUAL BELI DUNIA MAYA E COMMERCE"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

JUAL BELI DUNIA MAYA

(E-COMMERCE)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Dosen Pengampu : Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusun Oleh:

Elok Istikomah

NPM. 141261710

Kelas : D

Jurusan S1 Perbankan Syariah

Fakultas

Syari’ah dan Ekonomi Islam

(2)

A.Pendahuluan

Seiring dengan perkembangan zaman, kreasi dan inovasi dalam berbagai

bidang juga mengalami perkembangan yang cuku signifikan. Perkembangan

yang cukup mencolok adalah dalam penemuan dan pengembangan tekonologi

informasi dan telekomunikasi. Perkembangan perangkat teknologi tersebut

berimplikasi pada berbagai sisi dan aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali

aktivitas ekonomi atau aktivitas bisnis. Berbagai kegiatan dilakukan

menggunakan perangkat teknologi modern agar lebih cepat, efektif, dan

efesien. Penggunaan perangkat teknologi inimulai dari proses penawaran,

transaksi dan pada proses pengiriman barang.

Transaksi dimana kedua belah pihak tidak dalam satu majelis untuk saat

ini sudah menjadi hal yang tidak aneh. Bahkan untuk perusahaan-perusahaan

besar kebanyakan menggunakan sistem jual beli via internet. Alasan yang

paling mendasar penggunaan sistem jual beli semacam ini adalah karena lebih

efesien dan efektif dibanding dengan sistem jual beli konvensional yang

mengharuskan penjual dan pembeli bertemu secara langsung dalam suatu

tempat atau berada langsung ditempat barang yang ditawarkan atau akan dijual.

Jual beli merupakan kegiatan tukar menukar harta dengan harta dengan

cara-cara tertentu yang bertujuan untuk memindahkan kepemilikannya.1 Salah satu jenis jual beli yang secara modern tanpa harus bertemu secara langsung

adalah E-commerce (Jual Beli Dunia Maya).

Sehingga penulis bermaksud untuk membahas mengenai transaksi jual beli

yang dilakukan via internet (e-commerce) dan bagaimana hukumnya dalam

perpektif Hukum Islam. Pembahasan ini dilakukan untuk memberikan

pemahaman mengenai status hukum dan keabsahan suatu transaksi yang

dilakukan via internet, sehingga tidak ada keraguan mengenai hukum jual beli

semacam ini.

(3)

B.Jual Beli Dunia Maya (E-Commerce) 1. Pengertian E-commerce

Transaksi jual beli dunia maya merupakan salah satu produk dari dari

internet yang merupakan sebuah jaringan komputer yang saling terhubung

antara satu dengan yang lain melalui media komunikasi seperti kabel

telepon, serat optik, satelit, atau gelombang frekuensi.2

E-commerce atau transaksi elektonik merupakan transaksi yang

dilakukan menggunakan sistem informasi. Electonic commer (e-commerce)

adalah kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumers),

manufaktur (manufactures), service providers, dan pedagang penata

(intermediaries) dengan menggunakan jaringan-jariangan komputer

(computer network) yaitu internet.3

E-commerce merupakan salah satu implementasi dari bisnis online,

yang tidak terlepas dari transaksi seperti jual beli via internet. Transaksi

inilah yang kemudian dikenal dengan electronic commerce yang lebih

populer dengan istilah e-commerce. E-commerce merupakan aktivitas

pembelian, penjualan, pemasaran dan pelayanan atas produk dan jasa yang

ditawarkan melalui jaringan komputer. Adanya hubungan yang secara

langsung antara satu jaringan komputer dengan jaringan yang lainnya maka

sangat memungkinkan untuk melakukan satu transaksi langsung melalui

jaringan komputer. Transaksi langsung inilah yang kemudian disebut

dengan transaksi online

Menurut Arsyad Sanusi, dalam transaksi online terdapat tiga tipe, yaitu

kontrak melalui chatting atau video conference, kotrak melalui e-mail,

kontrak melalui situs atau web.4 Transaksi dunia maya umunya menggunakan media sosial, seperti twitter, facebook, blackberry messenger

dan media sosial lainnya. Dalam transaksi didunia maya, antara para pihak

2 Agus rahadjo dalam Shabhi Mahmashani,Keabsahan Transaksi Jual Beli Online,

Makalah tahun 2007 (tidak di publikasikan), h. 3. Sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Mualamah Komtemporer, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2016 ), h. 30.

3 Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2016), h.31.

(4)

yang bertransaksi tidak bertemu langsung, akan tetapi dapat berkomunikasi

langsung baik secara audio maupun audio visual.5

2. Model dan Proses Transaksi Via Internet

Berikut adalah penjelasan proses transaksi via internet6:

1. Konsumen meletakkan barang belanjaannya dengan memilih item dari

sebuah situs dan memasukkannya dalam troli belanja, ketika pembeli

melakukan request, maka situs akan me-replayberdasarkan total barang

yang dipesan, harga jumlah, total harga dan sampai nomor urut transaksi.

2. Pembeli mengirimkan pemesanan barang, termasuk didalamnya

melengkapi data pembayaran. Informasi pembayaran ini akan terenkripsi

menggunakan pipeline Software Socket Layer (SSL) yang terpasang

antara browser Web pembeli dan sertifikat Web SSL penjual

3. Selanjutnya situs e-commerce akan me-request otorisasi pembayaran dari

payment gateway. Payment gateway meneruskan memintanya ke bank

dan penolah pembayaran. Pada bagian ini otorisasi dilakukan dengan

me-request harga ke pemegang kartu dan harus disetel untuk disesuaikan

dengan mengurangi saldo rekening pemegang kartu (card holder). Proses

5Imam Mustofa, Fiqih Muamalah..., h.32.

6Imam Mustofa, Ijtihad Kontemporer Menuju Fiqih Kontekstual, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2013), h. 61. Merchant

Web Site INTERNET PRG

Paymenttech

Vital

NOVA Firs Data

BANK

(5)

ini dilakukan untuk memastikan bahwa pembayaran disetujui oleh

perusahaan yang mengeluarkan kartu kredit bagi pembeli (isuuer) dan

memastikan bahwa penjual mendapatkan pembayaran

4. Penjual mengkonfirmasi dan segera mengirimkan barang atau jasa

kepada pembeli

5. Selanjutnya penjual me-request pembayaran, mengirimkan request

tersebut ke paymentgatewayyang menangani proses pembayaran yang

menggunakan processor.

6. Transaksi disetel atau diteruskan oleh pihak bank untuk segera

mendeposit saldo rekenng penjual di bank.

Transaksi demikian itu dapat melibatkan beberapa pihak, yaitu

diantaranya7:

a. Pembeli, biasanya memiliki infrastruktur pemegang kartu pembayaran

elektronik seperti kartu kredit atau ATM

b. Isuuer (perusahaan yang mengeluarkan kartu kredit bagi pembeli),

merupakan bank yang menyediakan perangkat pembayaran kepada

pembeli. Isuuer ini bertanggungjawab terhadap pembayaran debet

cardholder (pemegang kartu)

c. Merchant penjual atau pelaksana bisnis), merupakan situs e-commerce

yang mnejual berbagai produk dan jasa kepada para pemegang kartu

di situs web. Seorang merchant yang membuka diri untuk menerima

pembayaran secara elektronik menggunakan kartu haruslah memiliki

merchant account internet melalui pihak acquirer

d. Acquirer, institut keuangan yang membuatkan akun sebagai seorang

merchant dan emproses otorisasi sampai pembayaran secara utuh

dilakukan. Pihak acquirer ini melaksanakan otorisasi kepada

merchant yang memiliki akun aktif dan melakukan transaksi

pembelian dari kartu pembeli yang tidak melebihi waktu limitnya.

Acquirer juga melakukan transfer pembayaran secara elektronis ke

(6)

rekening pihak penjual dan selanjutnya ditagihkan pihak issuer

melalui lintas jaringan pembayaran secara khusus

e. Payment Gateway, pihak ini bertindak sebagai provider pihak ketiga

dan bertanggungjawab menyediakan sistem gateway pengolahan

pembayaran merchant. Pihak ini brtindak sebagai interface

(pengantara) antara situs e-commerce dengan sistem pengolahan

keuangan dari acquirer

f. Processor,merupakan pusat pengolahan data secara besar yang

memproses semua transaksi kartu kredit dan mengatur pembayaran ke

merchant. Sebuah prosesor terhubung dengan situs penjual sebagai

bagian dari pihak acquirer melalui payment gateway.8

3. Strategi Dalam Jual Beli Di Dunia Maya (E-Commerce)

a. Langkah 1 (Set Strategy)

Hal yang pertama kali harus dilakukan adalah menyusun suatu

strategi dengan berpegang pada suatu prinsip, yaitu bagaimana

memudahkan konsumen dalam melakukan bisnis dengan perusahaan.

Perlu diperhatikan, bahwa konsumenlah yang akan menjadi sumber

pendapatan perusahaan karena merekalah yang akan mengkonsumsi

produk atau jasa yang ditawarkan. Perusahaan harus memastikan bahwa

cara berbisnis yang ditawarkan tidak merepotkan atau menyulitkan

mereka, sebaliknya justru mempermudah mereka dalam mendapatkan

produk atau jasa yang dibutuhkan. Jalan yang paling mudah untuk mulai

membangun strategi perdagangan melalui dunia maya yaitu dengan cara

berempati, yaitu berfikir seperti layaknya seorang konsumen.

b. Langkah 2 (Focus on the End-Customer)

Setiap proses bisnis pasti memiliki konsumen yang secara langsung

maupun tidak langsung “mengkonsumsi” produk atau jasa yang ditawarkan. Pada tahapan ini, adalah penting bagi perusahaan untuk

(7)

mengkaji dan mendefinisikan siapa sebenarnya konsumen langsung (

end-customer) dari produk atau jasa yang ditawarkan.

c. Langkah 3 (Redesigning Customer-Focus Business Process)

Ketika konsep Business Process Reengineering (BPR) diperkenalkan

sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, banyak perusahaan

yang mulai melakukan rancang ulang terhadap proses dan aktivitas

internalnya agar tercipta suatu alur yang efisien. Hanya saja ada

kesalahan prinsip yang sering dilakukan, yaitu dimulainya melakukan

proses perancangan dari dalam ke luar (from inside to outside), padahal

tujuan akhir dari perubahan proses bisnis tersebut adalah untuk

meningkatkan kepuasan pelanggan, yang notabene berada di luar

perusahaan (eksternal). Proses perancangan ulang yang benar adalah

dengan memualinya dari aktivitas terluar, yaitu yang menghubungkan

perusahaan dengan konsumennya (customer focus business process).

d. Langkah 4 (Wire Company for Profit)

Setelah proses bisnis selesai dirancang ulang untuk menyesuaikan

dengan karakteristik bertransaksi di dunia maya, langkah selanjutnya

adalah mempersiapkan infrastruktur perusahaan untuk memungkinkan

terjadinya mekanisme bisnis yang diinginkan. Yang paling penting untuk

diketahui di sini adalah bagaimana mentransformasikan kebutuhan bisnis

dengan spesifikasi teknologi informasi yang ada (business and

information technology alignment).

e. Langkah 5(Foster Customer Loyalty)

Langkah yang terakhir adalah berusaha untuk membuat konsumen

loyal terhadap perusahaan e-commerce yang ada, hanya karena dengan

loyalitas mereka sajalah maka profitabilitas usaha dapat tercapai.9

9Richardus Eko Indrajit, E-Commerce (Lima Langkah Sukses E-Commerce), Artikel

(8)

4. Jual Beli Dunia Maya (E-commerce) dalam Perspektif Hukum Islam

Dalam Islam, transaksi apapun dan bagaimanapun kreasinya, selama

tidak mengandung hal-hal yang menyebabkan terjadinya kerugian pada

salah satu pihak yang bertransaksi dan barang yang diperjualbelikan

bukanlah barang yang terlarang dan dilarang baik oleh hukum agama

(syariat Islam) seperti halnya barang atau benda yang najis dan haram

semisal narkoba dan ataupun oleh hukum negara seperti halnya barang hasil

curian, korupsi, pencucian uang (money laundry) maka diperbolehkan.10 Transaksi elektronik penjualan barang yang ditawarkan melalui internet

merupakan transaksi tertulis. Jual beli dapat menggunakan transaksi secara

lisan dan tulisan. Keduanya memiliki kekuatan hukum yang sama. Hal ini

sesuai dengan kaidah fiqihiyah:

“Tulisan (mempunyai kekuatan hukum) sebagaimana ucapan”11

Akad jual beli yang dilakukan secara tertulis sama hukumnya dengan

akad yang dilakukan secara lisan. Berkaitan dengan kaidah ini al-Dasuqi

mengatakan:

“Sah hukumnya akad dengan tulisan dari kedua belah pihak atau salah satu dari mereka menggunakan ucapan sementara yang lain menggunakan tulisan”12

Kalangan Malikiyah, Hanbaliyah dan sebagian Syafi’iyah berpendapat bahwa tulisan sama halnya dengan lisan dalam hal sebagai indikasi

kesuka-relaan, baik saat para pihak yang melakukan akad hadir (ada) maupun tidak.

Namun demikian, hal ini tidak berlaku untuk akad nikah.13

Transaksi menggunakan tulisan merupakan transaksi kinayah yang

kebasahannya sama dengan transaksi dengan lisan, selama maksud

masing-masing pihak yang berakad tercapai.14 Al-Syarwani menyatakan bahwa

10Shofiyullah Mz, E-Commerce Dalam Hukum Islam, Jurnal Penelitian Agama, (Vol

XVII, No. 3, September-Desember 2008 ), h. 579. 11

Mustafa Ahmad al-Zarqa sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah..., h.35.

12Anonim sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah, h. 35. 13

Ibid.,

14 Imam Mustofa, Transaksi Elektronik (E-Commerce) dalam Perspektif Fikih, Jurnal

(9)

tulisan selama dapat menyampaikan pesan dan maksud pihak yang

melaksanakan akad maka dapat diterima: “Tulisan bukan pada zat zair atau

udara termasuk kinayah. Maka jual beli dengan tulisan yang jelas bila

disertai dengan niat maka hukumnya sah. Meskipun bertransaksi dengan

orang yang hadir dalam majelis akad, maka ia harus menerima akad tersebut

ketika mengetahuinya. Khiyar mereka berlaku sampai majelis menerima

(qabul) tersebut berakhir”.15

Selain penjelasan tentang kekuatan transaksi secara tertulis di atas,

perlu ditekankan bahwa yang menjadi acuan hukum suatu perbuatan adalah

maksud dan tujuannya, bukan zhahirnya. Transaksi elektronik sebagai suatu

perbuatan hukum, maka yang menjadi acuan adalah niat dan tujuan

masing-masing pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.16 Dalam hal ini berlaku kaidah fiqihiyah17:

“Acuan dalam suatu akad adalah tujuan dan substansinya, bukan

bentuk dan lafazhnya”

Dua kaidah di atas menunjukkan bahwa yang menjadi acuan suatu

perbuatan adalah niat dan tujuannya, bukan zhahirnya atau bahkan bukan

wasilah atau medianya. Dalam sebuah akad, maka lafazh dan media tidak

menjadi pertimbangan atau acaun hukum.18Berkaitan dengan hal ini Ibnu al-Qoyyim al-Jauziyah mengatakan:

“kaidah fiqih dan usul fiqih mengakui bahwa yang menjadi acuan utama dalam akad adalah tujuan dan hakikatnya, bukan bentuk dan lafazhnya”

Berkaitan dengan hal di atas, maka berlaku juga kaidah:

“Toleransi dalam akad tidak berlaku pada kesalahan substansial, toleransi (kesalahan) hanya berlaku pada masala h media atau sarana akad”

Maksud kaidah ini adalah hukum perantara terhadap suatu tindakan

atau peristiwa hukum berbeda dari hukum tujuannya. Contohnya, apabila

orang hendak melaksanakan jual beli, maka yang menjadi perhatian

15Al-Syarwani sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah, h. 36. 16

Imam Mustofa, Transaksi elektronik…, h. 172.

17Landasan transaksi elektronik berasaskan kaidah usuliyah dan kaidah fiqihiyah

sebagaimana dikutip oleh Imam Mustafa, Fiqih Kontemporer..., h.37.

(10)

hukumnya adalah tujuan dan maksud dari transaksi jual beli tersebut.

adapun perantara atau media untuk melaksanakan transaksi tersebut tidak

dipermasalahkan.19

Jual beli yang rusak dan batil menurut mazhab Maliki adalah mencakup

lima aspek, yaitu:

a. Yang berkaitan dengan dua belah pihak yang melakukan akad (aqidayin),

b. Yang berkaitan dengan harga

c. Yang berkaitan dengan gharar

d. Yang berkaitan dengan pembahasan tentang riba

e. Yang berkaitan dengan jual beli yang dilarang.20

5. Manfaat Jual Beli di Dunia Maya (E-Commerce)

a. Manfaat untuk pelanggan, yaitu:

1) Nyaman

2) Akses dan pilihan produk yang lebih besar

3) Interaktif dan segera

4) Memberi akses kebanyak informasi

b. Manfaat untuk penjual atau pemasar, yaitu:

1) Alat untuk menjalin hubungan dengan pelanggan

2) Waktunya dapat ditentukan agar dapat menjakau calon pelanggan

pada saat yang tepat

3) Biaya murah dan meningkatkan kecepatan serta efesiensi

4) Fleksibel21

19Ibid., h.173

20Ika Yunia Fauzia, Akad Wakalah dan Samsarah sebagai Solusi atas Klaim Keharaman

Dropship dalam Jual Beli Online, Jurnal Studi Keislaman, (Surabaya: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya, Indonesia, Volume 9, No. 2, Maret 2015), h. 335

21Anita B. Wandayana, Pengaruh Pemasaran Online Terhadap Keputusan Pembelian

(11)

C.Kesimpulan

Jual beli merupakan kegiatan tukar menukar harta dengan harta dengan

cara-cara tertentu yang bertujuan untuk memindahkan kepemilikannya.

Transaksi jual beli dunia maya maya (e-commerce) merupakan salah satu

produk dari dari internet yang merupakan sebuah jaringan komputer yang

saling terhubung antara satu dengan yang lain melalui media komunikasi

seperti kabel telepon, serat optik, satelit, atau gelombang frekuensi.

Jual beli di dunia maya (e-commerce) dalam islam diperbolehkan, karena

transaksi apapun dan bagaimanapun kreasinya, selama tidak mengandung

hal-hal yang menyebabkan terjadinya kerugian pada salah satu pihak yang

bertransaksi dan barang yang diperjualbelikan bukanlah barang yang terlarang

dan dilarang baik oleh hukum agama (syariat Islam) seperti halnya barang atau

benda yang najis dan haram semisal narkoba dan ataupun oleh hukum negara

seperti halnya barang hasil curian, korupsi, pencucian uang (money laundry)

maka diperbolehkan.

Pelaksanaan transaksi bisnis e-commerce, secara sekilas hampir serupa

dengan transaksi as-salam dalam hal pembayaran dan penyerahan komoditi

yang dijadikan sebagai obyek transaksi. Oleh karena itu, untuk menganalisis

dengan jelas apakah transaksi dalam e-commerce melalui internet tersebut

dapat disejajarkan dengan prinsip-prinsip transaksi yang ada dalam transaksi

as-salam maka masing-masing dapat dicermati melalui pihak-pihak yang

terlibat dalam transaksi, proses pernyataan kesepakatan transaksi dan melalui

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Anita B. Wandayana, Pengaruh Pemasaran Online Terhadap Keputusan

Pembelian Produk, Volume 5, No. 2, Januari 2012.

Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015.

Ika Yunia Fauzia, Akad Wakalah dan Samsarah sebagai Solusi atas Klaim

Keharaman Dropship dalam Jual Beli Online, Jurnal Studi Keislaman,

Surabaya: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya, Indonesia,

Volume 9, No. 2, Maret 2015.

Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2016.

Imam Mustofa, Ijtihad Kontemporer Menuju Fiqih Kontekstual, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2013.

Imam Mustofa, Transaksi Elektronik (E-Commerce) dalam Perspektif Fikih,

Jurnal Hukum Islam (JHI), STAIN Metro Lampung, Lampung Indonesia,

Volume 10, Nomor 2, Juni 2012.

Richardus Eko Indrajit, E-Commerce (Lima Langkah Sukses E-Commerce),

Artikel Sistem dan Teknologi Informasi, 2012.

Shofiyullah Mz, E-Commerce Dalam Hukum Islam, Jurnal Penelitian Agama, Vol

Referensi

Dokumen terkait

Dimulai dari sistem barter yang dilakukan dengan tukar menukar barang secara tatap muka, berkembang menjadi sistem penjualan dengan menggunakan proses pengiriman

pembeli menjawab, “saya beli dengan harga sepuluh ribu rupiah”. 3) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis, maksudnya adalah. bahwa kedua belah pihak yang melakukan

transaksi elektronik biasanya menggunakan akad secara tertulis, ( E- mail , short message servis / SMS , Black Barry Messager/BBM atau sejenisnya). Pada

Tentunya hukum jual beli dengan akad ini dibolehkan dalam islam karena inti dari akad ini merupakan keikhlasan antara kedua belah pihak lewat harga yang sudah di bicarakan

Kegiatan jual beli diawali dengan adanya perjanjian yang dikenal dalam Islam ialah akad. Akad merupakan suatu perjanjian antara kedua belah pihak untuk mengikat diri

jual beli harus baligh, dengan demikian, akad yang dilakukan oleh anak yang mumayyiz (mulai umur tujuh tahun), hukumnya sah. 3) Orang yang melakukan akad harus berbilang

Sedangkan menurut istilah adalah sbb : ٗئاغٌاَٚأَذمؼٌاَءاضِاَسايرخاَٝفَكحٌآَيذلاؼرٌّآًََِىٌَْٛىيَْأ َ Artinya : “Adanya hak bagi kedua belah pihak yang melakukan akad untuk

Hasil Penelitian: Hasil yang di dapat dari penelitian ini adalah perjanjian jual beli yang dilakukan secara lisan oleh kedua belah pihak merupakan perjanjian yang sah secara hukum dan