• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budaya Politik di Indonesia. dcox

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Budaya Politik di Indonesia. dcox"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BUDAYA POLITIK DI INDONESIA

STANDAR KOMPETENSI :

1. Menganalisis budaya politik di Indonesia

KOMPETENSI DASAR :

1.1 Mendeskripsikan pengertian budaya politik

1.2 Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia 1.3 Mendeskripsikan pentingnya sosialisasi pengembangan budaya politik

1.4 Menampilkan peran serta budaya politik partisipan

MATERI : A. Budaya Politik

B. Tipe-Tipe Budaya Politik yang Berkembang dalam Masyarakat Indonesia C. Sosialisasi Budaya Politik

D. Budaya Politik Partisipan

RINGKASAN MATERI A. Budaya Politik

1. Pengertian Budaya Politik

Setiap masyarakat dari suatu negara selalu memiliki budaya politik. Demikian juga individu-individu yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang senantiasa memiliki orientasi dan persepsi terhadap sistem politiknya.

Budaya yang berasal dari kata ‘buddhayah’ yang berarti akal, atau dapat juga didefinisikan secara terpisah yaitu dengan dua buah kata ‘budi’ dan ‘daya’ yang apabila digabungkan menghasilkan sintesa arti mendayakan budi, atau menggunakan akal budi tersebut. Bila melihat budaya dalam konteks politik hal ini menyangkut dengan sistem politik yang dianut suatu negara beserta segala unsur (pola bersikap & pola bertingkah laku) yang terdapat di dalamnya.

(2)

Budaya politik merupakan perwujudan nilai-nilai politik yang dianut oleh sekelompok masyarakat, bangsa, atau negara yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan politik kenegaraan. Beberapa pendapat para ahli tentang budaya politik adalah sebagai berikut :

TOKOH Pengertian Budaya Politik

Gabriel A. Almond dan

Sidney Verba suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadapsistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu.

Samuel Beer nilai-nilai keyakinan dan sikap-sikap emosi tentang bagaimana pemerintahan seharusnya dilaksanakan dan tentang apa yang harus dilakukan oleh pemerintah

Larry Diamond keyakinan, sikap, nilai, ide-ide, sentimen, dan evaluasi suatu masyarakat tentang sistem politik negeri mereka dan peran masing-masing individu-individu dalam sistem itu. Gabriel A. Almond dan G.

Bingham Powell Jr. suatu konsep yang terdiri dari sikap, keyakinan, nilai-nilai,dan ketrampilan yang sedang berlaku bagi seluruh anggota masyarakat, termasuk pola kecenderungan-kecenderungan khusus serta pola-pola kebiasaan yang terdapat pada kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Alan R Ball suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi, dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik.

Marbun pandangan politik yang mempengaruhi sikap, orientasi dan pilihan politik seseorang

Mochtar Masoed, Colin

Mac Andrews sikap dan orientasi warga suatu negara terhadapkehidupan pmerintahan negara dan politiknya. Rusadi Suminta-pura pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik

Pengertian budaya politik ini membawa pada suatu pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu orientasi sistem dan orientasi individu. Sebagai sebuah sistem, organisasi politik hendaknya memiliki orientasi yang hendak mengupayakan kesejahteraan warga negara. Aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai pengakuan pada adanya fenomena dalam masyarakat tertentu yang semakin mempertegas bahwa masyarakat secara keseluruhan tidak dapat terlepas dari orientasi individu. Artinya, hakikat politik sebenarnya bukan berorientasi pada individu pemegang kekuasaan dalam politik, melainkan kesejahteraan rakyat yang menjadi orientasinya.

(3)

tetap bersatu dengan sebutan Bhinneka Tunggal Ika, artinya secara kultur kita majemuk, tetapi secara politik ingin bersatu, karena di dalam persatuan dapat memberikan tempat kepada kemajemukan itu.

Dalam kehidupan politik pada kenyataannya terdapat dua tingkat orientasi politik, yaitu tingkat individu dan tingkat masyarakat. Orientasi individu terdapat sistem politik dapat dilihat dari tiga komponen, yaitu :

KOMPONEN PENGERTIAN

Orientasi Kognitif Suatu orientasi yang meliputi berbagai pengetahuan dan keyakinan tentang sistem politik. Hal ini berkaitan dengan aspek pengetahuan seseorang mengenai jalannya sistem politik.

Orientasi Afektif Suatu orientasi yang menunjuk kepada aspek perasaan atau ikatan emosional seorang individu terhadap sistem politik.

Orientasi Evaluatif Suatu orientasi yang berkaitan dengan penilaian moral seseorang terhadap sistem politik, selain itu juga menunjukkan pada komitmen terhadap nilai-nilai dan pertimbangan-pertimbangan politik tentang kinerja sistem politik.

Dengan demikian, budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik. Teori tentang budaya politik merupakan salah satu bentuk teori yang dikembangkan dalam memahami sistem politik. Oleh karena itu, memahami konsep budaya politik setidaknya memiliki dua manfaat yaitu:

a. Mengetahui sikap-sikap warga negara terhadap sistem politik yang akan mempengaruhi tuntutan-tuntutan, tanggapannya, dukungannya serta orientasinya terhadap sistem politik itu.

b. Dengan memahami hubungan antara budaya politik dengan sistem politik, maksud-maksud individu melakukan kegiatannya dalam sistem politik atau faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pergeseran politik dapat dimengerti

2. Ciri-Ciri Budaya Politik

(4)

Pada masyarakat politik, interaksi setiap individu maupun kelompok memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

BENTUK AKTIVITAS URAIAN / KETERANGAN

Perilaku Politik

(Political Behavior) Perilaku politik dapat dinyatakan sebagai keseluruhan tingkahlaku aktor politik dan warganegara yang telah saling memiliki hubungan antara pemerintah, dan antara kelompok masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik.

Budaya Politik

(Political Culture) Budaya politik merupakan suatu sikap orientasi yang khaswarganegara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warganegara yang ada di dalam sistem itu.

Kelompok Kepen-tingan

(Interest Group) Kelompok atau organisasi yang berusaha mempengaruhikebijaksanaan pemerintah tanpa berkehendak memperoleh jabatan publik. Kelompok kepentingan tidak berusaha menguasai pengelolaan pemerintahan secara langsung, meskipun mungkin pemimpin-pemimpin atau anggotanya memenangkan kedudukan-kedudukan politik berdasar pemilihan umum.

Kelompok Pene-kan

(Pressure Group) Kelompok yang dapat mempengaruhi atau bahkan membentukkebijaksanaan pemerintah. Adapun cara yang dipergunakan dapat melalui persuasi, propaganda, atau cara-cara lain yang dipandang lebih efektif.

Pihak-pihak yang terlibat dalam proses politik biasanya memilih tindakan-tindakan tertentu yang berbeda satu sama lain. Tindakan-tindakan tersebut biasanya sangat khas dan dimaksudkan untuk memperjuangkan kepentingannya. Secara umum, tindakan tersebut tercermin melalui perilaku politik,. Agar kepentingan seseorang atau suatu kelompok dapat diketahui oleh pihak lain dan dijadikan sebagai pokok bahasan, maka diperlukan adanya komunikasi politik.

3. Macam-Macam Budaya Politik

Dari pemahaman konsep tentang budaya politik dan hubungannya dengan sistem politik, Gabriel Almondmengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut :

BUDAYA POLITIK KETERANGAN

Budaya politik parokial (parochial political culture)

Budaya politik ini terbatas pada satu wilayah atau lingkup yang kecil atau sempit, terdapat dalam masyarakat yang tradisional dan sederhana, tidak ada peran politik yang bersifat khas dan berdiri sendiri, masyarakatnya cenderung tidak menaruh minat terhadap obyek-obyek politik yang luas, kecuali dalam batas-batas tertentu diselitar tempat tinggal, disebabkan oleh faktor kognitif (rendahnya tingkat pendidikan)

(5)

BUDAYA POLITIK KETERANGAN

(subject political culture) Budaya politik ini menunjuk pada orang-orang yangsecara aktif patuh kepada pejabat-pejabat pemerintahan dan undang-undang, tetapi tidak melibatkan diri dalam politik atapun memberikan suara dalam pemilihan, masyarakatnya sudah mempunyai minat, perhatian, kesadaran, terhadap sistem sebagai keseluruhan, masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya), tetapi masih bersifat pasif. Orientasinya mengembangkan pranata-pranata demokrasi lebih bersifat efektif dan normatif daripada kognitif. politik dimana anggota masyarakat cenderungh diorientasikan secara eksplisit terhadap sistem secara keseluruhan dan terhadap struktur dan poroses politik secara administrasi. Budaya politik ini ditandai adanya kesadaran bahwa dirinya ataupun orang lain sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik. Oleh karena itu, warganegaranya tidak hanya diorientasikan terhadap partisipasi aktif dalam, tetapi juga sebagai subyek dimana hukum dan kekuasaaan serta kelompok utama lebih beragam.

(6)

pengagungan simbol-simbol menjadi momen penting yang menghabiskan banyak dana yang sebenarnya kurang bermanfaat. Hal ini menunjukkan upaya rakyat untuk menghormati pemerintah/atasan agar mereka tetap mendapat pelayanan. Padahal secara esensial, pelayanan menjadi tugas yang diemban oleh pemerintah.

Affan Gaffar mengemukakan bahwa budaya politik masyarakat Indonesia terbagi menjadi tiga; hierarkhi tegas, patronage (patronclient), dan neo-patrimonialistik.

BUDAYA POLITIK KETERANGAN

Hierarkhi yang tegas memilahkan dengan mengambil jarak antara pemegang kekuasaan dengan rakyat sehingga kalangan birokrat sering

menampakkan diri dengan self-image yang

bersifatbenevolent. Seolah-olah mereka sebagai kelompok pemurah, baik hati dan pelindung rakyat, sehingga ada tuntutan rakyat harus patuh, tunduk, dan setia pada penguasa. Perlawanan terhadap penguasa akan menjadi ancaman bagi rakyat. Lebih tragis lagi, suatu upaya untuk melindungi hak mereka sendiri pun diartikan sebagai perlawanan pula.

Budaya

politikpatronage sebagai budaya yang paling menonjol di Indonesia. Polahubungan dalam budaya politik patronage ini bersifat individual, yakni antara si patron dan si client, majikan dan pembantu, atasan dan bawahan. Antara keduanya terjadi interaksi yang bersifat resiprokal atau timbal balik dengan mempertukarkan kekuasaan, kedudukan, jabatan dengan tenaga, dukungan, materi, dan loyalitas. Budaya politik ini menjadi salah satu penyebab maraknya praktik KKN dan ketidakadilan dalam masyarakat.

Budaya

neo-patrimonialistik negara memiliki atribut yang bersifat modern danrasionalistik, seperti birokrasi di samping juga memperlihatkan atribut yang bersifat patrimonialistik

4. Faktor Penyebab Berkembangnya Budaya Politik di Daerah

Perkembangan budaya politik pada tingkat daerah lebih didominasi oleh pemikiran dan tingkah laku politik pada budaya politik yang telah matang. Pada tingkat nasional yang lebih menonjol adalah interaksi antar sub budaya politik, di tingkat daerah peranan budaya pilitik nasional masih sangat kuat. Kenyataan ini mengakibatkan terjadinya peningkatan dan percepatan interaksi antar sub budaya politik, yang dengan sendirinya akan menimbulkan dampak pada proses pembentukan budaya politik nasional.

Sehubungan dengan adanya proses pembentukan budaya politik nasional, terdapat beberapa unsur yang berpengaruh, yaitu :

(7)

berkembang dalam dirinya sesuai dengan latarbelakang lingkungannya (kesetiaan primordial).

b. Aneka rupa sub budaya politik yang berasal dari luar lingkungan tempat budaya asal itu berada. Dalam interaksi antar budaya politik asal dengan budaya politik dari luar, telah berlangsung suatu proses akulturasi budaya politik yang saling mempengaruhi.

c. Budaya politik nasional itu sendiri. Peranan budaya politik nasional tergantung pada tahap yang telah ditempuh dalam proses pembentukannya. Pertumbuhan budaya politik nasional memiliki tiga tahap yaitu budaya politik nasional yang sedang dalam proses pembentukannya, telah mengalami proses pematangan, sudah mapan.

Perkembangan-perkembangan pada tingkat sub budaya politik menunjukkan bahwa pada umumnya budaya politik daerah telah menerima pengaruh yang besar dari dua faktor dominan yang ada dalam kehidupan masuyarakat Indonesia. Kedua faktor tersebut adalah sistem kultural (adat istiadat) dan sistem kepercayaan(agama). Oleh sebab itulah sistem kultural masyarakat tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh-pengaruh luar. Pertemuan antara adat dan agama telah mematangkan sub budaya politik di Indonesia.

Disamping itu, proses pematangan budaya politik di tingkat daerah adalah adanya pengakuan atau kesepakatan atas nilai-nilai yang ada dalam masyarakat masing-masing. Dengan demikian, yang telah mewarnai perkembangan kebanyakan sub budaya politik adalah keserasian antar aspek-aspek budaya politik masyarakat dengan struktur politiknya. Walaupun juga diakui di tingkat daerah sudah pasti bahwa masyarakat di daerah juga dipengaruhi oleh faktor-faktor negatif, yang dapat berakibat negatif seperti konflik. Dalam manifestasinya, konflik dapat memotivasi munculnya pelanggaran-pelanggaran yang dapat berujung pada pembangkangan-pembangkangan, baik secara individu, kelompok terhadap yang nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

5. Perkembangan Budaya Politik

Cara-cara berpolitik yang berkembang dalam masyarakat tidak akan terlepas dari masalah ideologi dan masalah politik. Hal itu tergabung pada pandangan hidup rakyat dan negaranya, serta dasar negaranya. Ideologi politik akan mempengaruhi sikap politik dari suatu negara dan rekannya. Berbagai sikap politik yang bermacam-macam akan mempengaruhi sikap hidup rakyatnya. Sikap tersebut antara lain :

SIKAP-SIKAP PENGERTIAN

(8)

politik status quo mereka yang berusaha mempertahankan staus quo dan mendukung sistem itu secara utuh, sekaligus pelakunya. Merekalah yang sebenarnya terhanyut dalam kenikmatan penguasaan asas ekonomi, politik, hukum, sosial dan lain sebagainya.

Status quo suatu sikap dari suatu rezim yang berkuasa apabila terjadi peralihan kekuasaan agar tetap dalam satu rezim itu, dan berusaha tidak ada perubahan dengan maksud agar kesalahan-kesalahan rezim itu dapat terungkap.

Konservatif sikap yang dipertahankan oleh rezimnya agar kelompok itu tidak terusik dalam kehidupannya dan terhormat dalam masyarakat dan bangsanya, serta seolah-olah semua keberhasilan yang dicapai merupakan perjuangan rezimnya serta tidak ada kekuatan lain yang mampu melaksanakan pemerintahan.

politik moderat sikap menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem atau berkecenderungan perilaku ke arah dimensi atau tengah jalan. Pandangannya cukup dan mampu mempertimbangkan pandangan pihak lain.

6. Budaya Politik yang Berkembang di Masyarakat

Apabila pelaksanaan sosialisasi politik dapat dilaksanakan dengan baik melalui berbagai sarana yang ada, maka masyarakat dalam kehidupan politik kenegaraan sebagai satu sistem akan lahir dan berkembang budaya politiknya secara proporsional, jujur dan adil, serta bertanggung jawab. Ini berarti, tanggung jawab masyarakat sesuai dengan hak dan kewajibannya, yaitu bagaimana dirinya mampu berperan dan berpartisipasi dalam kehidupan politik kenegaraan atas dasar kesadaran politik yang baik dan tinggi. Tolok ukur keberhasilan sosialisasi politik terletak pada sejauh mana pendidikan politik yang telah dilakukan, sehingga menghasilkan masyarakat yang mempunyai kesadaran dan budaya politik ”etis’ dan ”normatif’ dalam mewujudkan partisipasi politiknya.

Melalui pendidikan politik, kader-kader anggota partai politik tersebut diharapkan akan memperoleh manfaat atau kegunaan, sebagai berikut :

a. Dapat memperluas pemahaman, penghayatan dan wawasan terhadap masalah-masalah atau isu-isu yang bersifat politis.

b. Mampu meningkatkan kualitas diri dalam berpolitik dan berbudaya politik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Lebih meningkatkan kualitas kesadaran politik rakyat menuju peran aktif dan partisipasinya terhadap pembangunan politik bangsa secara keseluruhan.

Sasaran pendidikan politik adalah orang dewasa, dan lebih diutamakan generasi muda yang memiliki potensi sebagai generasi penerus bangsa. Adapun potensi-potensi yang dimiliki oleh generasi muda, antara lain :

(9)

b. Memiliki dinamika dan kreativitas. c. Berani mengambil resiko.

d. Bersifat optimis dan memiliki semangat yang tinggi.

e. Memiliki sikap kemandirian dan disiplin murni (self discipline). f. Patriotisme dan terpelajar.

g. Fisik (jasmani) kuat dan jumlahnya banyak. h. Mempunyai sikap kesatria.

i. Memiliki kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi.

B. Tipe-Tipe Budaya Politik yang Berkembang dalam Masyarakat Indonesia 1. Tipe-Tipe Budaya Politik di Indonesia

Nazaruddin Sjamsudin menyebutkan bahwa dalam sebuah budaya politik, ciri utama yang menjadi identitas adalah nilai atau orientasi yang menonjol dan diakui oleh masyarakat atau bangsa secara keseluruhan. Oleh karena bersifat menonjol, diakui oleh masyarakat, dan dijadikan sebagai identitas, serta ciri utama itu menjadi simbul. Bagi Indonesia, simbul yang kita miliki adalah Bhinneka Tunggal Ika, dalam budaya ini ada dua nilai yaitu toleransi dan tenggang rasa.

Berkaitan dengan budaya politik Indonesia ada beberapa pendapat para ahli antara lain :

TOKOH BUDAYA POLITIK YANG DOMINAN DIINDONESIA Herbert Feith

(Australia) · aristokrasi Jawa· wiraswasta Islam. Clifford Greertz (Amerika Serikat) · santri,

· abangan · priyayi.

Hildred Greertz (Amerika Serikat) · petani pedalaman Jawa dan Bali, · masyarakat Islam pantai

· masyarakat pegunungan

Sementara itu, Mochtar Masoed dan Calin Mac Andrews, menyebutkan ada tiga model kebudayaan politik berdasarkan proporsi ketiga tipe budaya politik sebagaimana disebutkan oleh Almond, yaitu :

MODEL

KEBUDAYAAN KETERANGAN

Masyarakat de-mokratis indus-trial

(10)

kurang lebih 30 %, sedangkan parakial kira-kira 10 %. Masyarakat

de-ngan sistem politik otoriter

Dalam sistem ini sebagain besar rakyat hanya menjadi subyek yang pasif. Mereka mengakui pemerintah dan tunduk pada hukumnya, tetapi tidak melibatkan diri dalam urusan pemerintahan. Sebagain kecil rakyat lainnya berbudaya politik partisipan dan parakial. Kelompok partisipan berasal dari mahasiswa dan kaum intelektual, pengusaha dan tuan tanah. Mereka menentang dan bahkan memprotes sistem politik yang ada. Sementara kaum parakial yang sedikit sekali kontaknya terhadap sistem politik terdiri dari petani dan buruh tani yang hidup dan bekerja di perkebunan-perkebunan. jumlahnya, biasanya berasal dari professional terpelajar, usahawan, dan tuan tanah. Demikian pula proporsi jumlah pendukung budaya politik subyek juga relatif kecil.

Affan Gaffar menyatakan sangat sulit mengidentifikasi wujud budaya politik Indonesia, yang dapat dilakukan adalah menggambarkan pola budaya politik dominan yang berasal dari kelompok etnis dominan, yaitu kelompok etnis Jawa. Budaya ini sangat mewarnai sikap, perilaku, dan orientasi politik kalangan elit politik Indonesia. Affan Gaffar menyebutkan bahwa budaya politik Indonesia memiliki tiga ciri dominan, yaitu :

CIRI mencitrakan dirinya sebagai kelompok yang pemurah, baik hati, dan pelindung, namun sebaliknya dia merendahkan rakyatnya. Implikasi negatif lainnya, terlihat dalam menentukan kebijakan politik yang hanya dilakukan oleh pemerintah atau penguasa tanpa melibatkan rakyat, kadang rakyat dalam pelaksanaannnya ndiwajibkan untuk berpartisipasi lama menyukseskan kebijakan politik tersebut. Oleh karena itu, orientasi hierarki lebih baik diganti dengan orientasi kerakyatan.

Kecenderungan

(11)

CIRI DOMINAN

KETERANGAN

negara patrimonialistik memiliki sejumlah karakter, antara lain;

a) Kecenderungan untuk mempertukarkan sumber daya yang dimiliki seorang penguasa kepada teman-temannya.

b) Kebijakan seringkali bersifat partikularistik daripada bersifat universalistik

c) Rule of Law bersifat skunder jika dibandiungkan kekuasaan penguasa (rule of man).

d) Penguasa politik sering kali mengaburkan antara kepentingan umum dan kepentingan politik.

2. Tipe Budaya Politik yang Berkembang dalam Masyarakat Indonesia

Perilaku politik manusia di Indonesia masih memiliki corak yang menjadikannya sulit untuk menerapkan demokrasi yang murni, yaitu :

a. Golongan elite strategis yakni kecenderungan untuk memaksakan subjektifisme mereka agar menjadiobjektifisme, sikap seperti ini biasanya melahirkan sikap mental yang otoriter totaliter.

b. Anggota masyarakat biasa, bersifat emosional-primordial.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, budaya politik merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang melekat di dalam diri individu, yang menjadi dasar bagi cara pandang, sikap, maupun tingkah laku individu itu sendiri. Akibatnya, budaya politik dapat berkembang, berubah ataupun tetap. Kemungkinan besar budaya politik memang akan cenderung untuk terus berkembang atau berubah. Akan tetapi hal ini amat tergantung pada sosialisasi politik, karena sosialisasi politik merupakan proses pewarisan nilai dan norma politik dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Misalnya pada masa Orde Baru, budaya politik dapat dipertahankan. Ketika itu, warganegara telah mengalami sosialisasi politik sejak kecil. Contohnya adalah dengan diadakannya penataran P4 sejak SLTP, SLTA, dan bahkan Perguruan Tinggi.

Sebagai salah satu bagian dari kebudayaan suatu negara, budaya politik merupakan satu diantara banyaknya jenis lingkungan yang mengelilingi, mempengaruhi, dan bahkan menekan sistem politik. Di dalam budaya politik sendiri berinteraksi sejumlah sistem antara lain sistem ekologi, sistem sosial, dan system kepribadian yang tergolong dalam kategori lingkungan dalam masyarakat, maupun lingkungan luar masyarakat, yang merupakan hasil kontak sistem politik dengan dunia luar. Secara tidak langsung, budaya politik merupakan yang paling dianggap intens dan mendasari sistem politik Indonesia

(12)

perbedaan ini kemudian turut diperbesar oleh letak geografis yang dimiliki oleh Indonesia. Berbagai kondisi ini kemudian melahirkan pluralitas budaya politik Indonesia

Rahman (1998) juga menyebutkan bahwa bentuk budaya politik Indonesia merupakan sub-budaya atau budaya sub-nasional yang dibawa oleh pelaku-pelaku politik hingga terjadi interaksi, kerjasama dan persaingan antar sub-budaya politik itu. Interaksi dan pertemuan-pertemuan antar sub-budaya politik itulah, yang melatarbelakangi tingkah laku aktor politik yang terlihat dalam pentas panggung politik nasional kini.

Budaya politik juga dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu:

SUDUT PANDANG KETERANGAN

Nasional Pada sudut pandang ini, bentuk budaya politik amat sukar untuk diketahui. Contohnya adalah dengan menjadikan Pancasila sebagai budaya politik nasional pada masa Orde Baru. Budaya politik Pancasila sendiri memiliki ukuran berupa musyawarah mufakat untuk menyelesaikan masalah nasional dan juga tidak diperkenankannya oposisi. Budaya politik nasional juga dipengaruhi oleh budaya daerahsemisal rembug desa yang ada di desa-desa di Jawa

Bagian Pada sudut pandang ini, karena lebih spesifik, maka budaya politik lebih dapat terwujud, dan dapat dilihat pengaruhnya terhadap system politik Indonesia.

Sementara itu, untuk dapat melihat cara pandang budaya politik bagian, dapat dikaitkan dengan struktur sosial, baik secara vertikal maupun horisontal.

CARA PANDANG KETERANGAN

Vertikal Secara vertikal dapat dilakukan dengan melihat budaya politik elit atau penguasa dan budaya politik massa atau yang dikuasai, yaitu dengan melihat suku bangsa, agama, ataupun ras mereka.

Horisontal Secara horisontal dapat dilakukan dengan melihat Suku bangsa, agama, dan juga ras yang menonjol pengaruhnya di dalam sistem politik Indonesia. Misalnya dengan melihat perbedaan budaya politik Jawa dan Non-Jawa, budaya politik Islam dan Non-Islam atau Nasionalis, dan juga budaya politik ras Tionghoa dan Asli. Sekurangnya, terdapat tiga kelompok yang mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap sistem politik Indonesia:

KELOMPOK KETERANGAN

(13)

KELOMPOK KETERANGAN

lain: melalui Sila Pertama: …, menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya, dan juga Pasal 6 yang berbunyi: Presiden …, juga beragama Islam. Selanjutnya, pada awal kemerdekaan juga muncul kefanatikan agama sehingga menimbulkan pemberontakan. Contohnya adalah Pemberontakan DI/TII, yang dilakukan di beberapa daerah di Indonesia. Sedangkan pada masa Orde Baru, terjadi pemberontakan yang tumpang tindih dengan kepentingan lain. Misalnya adalan Peristiwa Tanjung Priok, Pembajakan Woyla, Peledakan BCA, dan lain sebagainya. Juga pada masa pasca-Orde Baru, masih terdapat kelompok Islam dalam parlemen yang memperjuangkan isi dari Piagam Jakarta.

Suku bangsa Kelompok ini didominasi oleh suku Jawa karena suku ini memiliki banyak populasi. Tercatat sekurangnya 83,8 juta jiwa pada tahun 2000, dengan rata-rata pertumbuhan pertahun 1,58%. Pada masa lalu, penempatan jabatan politik kabinet tidak semata-mata dilihat dari faktor partai politiknya tetapi juga dari sukunya, meskipun hal ini mempunyai pengaruh negatif. Contohnya pada tahun 1960-an, dari menteri hingga aparat bawahan di Departemen Agama diduduki oleh suku bangsa tertentu karena suku bangsa tersebut dianggap memiliki keyakinan kuat pada agamanya. Tetapi hal ini mulai berkurang ketika profesionalisme lebih dipentingkan.

Ras Pada masa lalu didominasi oleh ras Tionghoa. Hal ini misalnya terlihat dari pengelompokan masyarakat yang dilakukan oleh Van Vallenhoven, yaitu Belanda, Timur Jauh, dan Pribumi. Ras Tionghoa menjadi golongan yang kuat sejak Orde Lama karena adanya jabatan struktural politik yang dipegang oleh ras Tionghoa. Bahkan ras Tionghoa dimanfaatkan untuk menarik pajak oleh pemerintah. Selain itu, ras Tionghoa juga memiliki sumber daya ekonomi yang lebih baik dibandingkan pribumi. Namun, setelah G30S/PKI yang diduga disponsori oleh Republik Rakyat Cina, biarpun ada kesempatan politik, banyak ras Tionghoa yang memilih terjun ke bidang ekonomi. Selanjutnya pada masa pasca-Orde Baru, sebagian kecil dari mereka terjun ke politik (seperti membentuk Partai Bhinneka Tunggal Ika) dan diperbolehkannya kebudayaan Cina dalam kehidupan sehari-hari (pertunjukan barongsai ataupun media massa yang berbahasa Cina).

Proses pematangan budaya politik Indonesia pada dasarnya melibatkan suatu tahap untuk menserasikan antara sub-budaya politik, yang berupa sekian banyak subbudaya politik dengan struktur politik nasional. Interaksi kadangkala tidak dapat seimbang karena pada proses pematangan dari aspek-aspek budaya daerah yang telah cukup matang dan ada kesesuaian dengan struktur politik nasional.

(14)

sistem pengorganisasian negara integralistik merupakan bentuk yang paling sesuai dengan ”karakter nasional yang otentik” dari bangsa Indonesia. Salah satu inti pemikiran faham integralistik, adalah melihat negara sebagai suatu kesatuan organik, seperti halnya kesatuan antara anggota-anggota sebuah keluarga. Yang ditekankan adalah kesatuan antara pemimpin dan yang dipimpin. Pemimpinlah yang memegang kedaulatan rakyat yang dipimpinnya, karena pemimpin dan yang dipimpin merupakan satu kesatuan.

Falsafah integralistik, diterapkan pada masa kekuasaan Presiden Soeharto, untuk melakukan konsolidasi kekuasaan, serta membangun kekuasaan authoritarian statecorporatism Orde Baru yang dikemas dalam demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila, yang selama kekuasaan Presiden Soekarno telah diberi konotasi revolusioner, dan pada masa kekuasaan Soeharto diberi interpretasi yang menonjolkan faham integralistik. Ideologi Pancasila selama era kepemimpinan Soeharto menunjang ideologi developmentalisme yang dikembangkan Orde Baru. Masa pemerintahan Orde baru, menerapkan falsafah integralistik dengan merumuskan ”Pers Pancasila”, yang pada intinya menempatkan pers bukan sebagai entitas yang otonom dan terpisah dari negara, melainkan sebagai bagian dari suatu kesatuan di bawah negara. Hal tersebut diterjemahkan dalam praktik budaya politik melalui berbagai ketentuan perundang-undangan yang secara langsung mempengaruhi praktik keseharian di sektor media, dan juga karakteristik teks (isi) media yang diproduksi selama masa Orde Baru berkuasa.

Budaya politik yang mempengaruhi sektor industri media bukan hanya budaya politik yang diproduksi dan dipelihara oleh penguasa negara belaka, melainkan juga budaya paternalisme/ patriarki sebagai elemen budaya jawa yang paling dominan di tanah air. Budaya yang menempatkan kaum perempuan dalam posisi subordinasi tersebut telah mendorong para jurnalis wanita ke dalam keharusan menjalankan peran ganda (sebagai jurnalis dan ibu rumah tangga), sehingga membatasi gerak mereka dalam pekerjaan jurnalistik dibandingkan dengan kaum laki-laki. Di lain sisi, kuatnya budaya politik paternalistik tersebut, menyebabkan profesi jurnalistik seorang perempuan juga bisa membatasi kehidupan pribadinya, seperti kesulitan dalam menemukan suami yang ”mau memahami profesi istrinya sebagai wartawan”. Budaya paternalistik, semacam itu juga dimanfaatkan pemerintahan Orde Baru untuk membuat kebijakan gender yang dinilai bisa memperkuat sistemintegralistik-developmentalis. 3. Dampak Perkembangan Tipe Politik Sesuai dengan Perkembangan Sistem

(15)

Macam-macam sistem politik banyak diperkenalkan oleh para ilmuan. Adapun macam sistem politik yang dikenal di dunia antara lain, sebagai berikut :

MACAM-MACAM SISTEM POLITIK MELIPUTI SISTEM POLITIK :

1. Tradisional · Patriachal

· Patrimonial · Feodal

2. Antara tradisional dan modern Kerajaan birokrasi

3. Modern · Demokrasi

· kediktatoran (otoriter dan totaliter)

Menurut F.W. Riggs, ada empat institusi utama dalam sistem politik yaitu eksekutif, birokrasi, legislatif, dan partai politik. Berdasarkan empat institusi tersebut, F.W. Riggs mengemukakan bahwa ada enam tipe atau macam sistem politik, yaitu :

SISTEM POLITIK CIRI-CIRI SISTEM POLITIK

1. asepali tidak memiliki eksekutif, birokrasi, legislatif, dan sistem kepartaian.

2. proseli memiliki eksekutif, tetapi tidak memiliki birokrasi, legilatif, dan sistem kepartaian.

3. ortosepali memiliki eksekutif dan birokrasi tetapi tidak memiliki legislatif dan sistem kepartaian.

4. heterosepali memiliki eksekutif, birokrasi, dan legislatif, tetapi tidak memiliki sistem kepartaian.

5. metasepali memiliki eksekutif, birokrasi, legislatif, dan sistem kepartaian. 6. suprasepali memiliki erksekutif, birokrasi, legislatif, dan sistem kepartaian,

serta lembaga lainnya.

Di negara-negara berkembang khususnya Indonesia, masyarakat yang hidup di pedesaan dan yang di perkotaan menuntut penanganan sungguh-sungguh dari aparat pemerintah atau penguasa setempat. Masyarakat pedesaan yang secara kuantitatif jauh lebih besar, sangat minim dalam hal kesadaran berpolitik, sehingga berdampak pada kehidupan politik nasional. Salah satu faktor penyebabnya yang paling dominan adalah rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di pedesaan, dan kalaupun ada jumlahnya relatif terbatas. Kondisi semacam ini jelas akan berpengaruh terhadap kemajuan pembangunan nasional di segala bidang.

C. Sosialisasi Budaya Politik

1. Makna Sosialisasi Kesadaran Politik

(16)

ketika para ilmuwan politik menyadari bahwa pewarisan nilai dan kepentingan serta prilaku politik selalu terjadi dan merupakan satu proses yang penting artinya dalam kehidupan politik. Kaitan antara sosialisasi politik dan sistem politik dijelaskan oleh David Easton dan Janck Dennis. Keduanya mengemukakan bahwa tujuan sosialisasi politik adalah untuk memantapkan sistem politik itu sendiri. Dengan diserapnya nilai-nilai politik atau orientasi-orientasi politik dari suatu sistem politik, maka diharapkan bahwa warganegara mempunyai seperangkat pengetahuan atau seperangkat nilai yang diperlukan untuk mendukung terpeliharanya sistem politik .

Sosialisasi politik merupakan satu konsep yang menentukan prilaku politik masyarakat. Dalam banyak masyarakat, pelestarian norma dan sikap politik dari satu generasi ke generasi selanjutnya sangat penting artinya bagi tegak berdirinya satu kekuatan politik (partai). Sosialisasi yang baik dianggap dapat meningkatkan stabilitas politik. Proses sosialisasi politik ini dapat terjadi karena pendidikan politik yang sering diadakan.

Secara umum, sosialisasi melalui tiga buah proses, yaitu kognitif, afektif, dan evaluatif. Kognitif adalah proses seseorang memperoleh pengetahuan. Sedangkan ketika pikiran seseorang terpengaruhi oleh pengetahuan yang diperolehnya merupakan penjelasan dari afektif. Sedangkan ketika telah memasuki proses penilaian maka telah berada pada proses yang terakhir, yaitu evaluatif.

Pengertian sosialisasi politik diugkapkan oleh berapa ahli, diantaranya :

TOKOH SOSIALISASI POLITIK MERUPAKAN :

Gabriel Almond proses di mana sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk dan juga merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patakon-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya. Kenneth P Langton cara bagaimana masyarakat meneruskan kebudayaan politiknya.

Hal ini dilakukan dengan memberikan penekanan pada cara masyarakat dalam meneruskan kebudayaan politiknya.

Ramlan Surbakti proses pembentukan sikap dan orientasi politik anggota masyarakat.

Irwin L. Child Segenap proses dimana individu, yang dilahirkan dengan banyak sekali potensi tingkah laku, dituntut untuk mengembangkan tingkah laku aktualnya yang dibatasi di dalam satu jajaran yang menjdi kebiasaannya dan bisa diterima olehnya sesuai standar-standar dari kelompoknya.

(17)

TOKOH SOSIALISASI POLITIK MERUPAKAN :

Ricard E. Dawson suatu pewarisan pengetahuan, nilai-nilai dan pandangan-pandangan politik dari orang tua, guru dan sarana-sarana sosialisasi politik lainnya kepada warganegara baru dan mereka yang menginjak dewasa.

Jadi sosialiasi politik adalah suatu proses untuk memasyarakatkan nilai-niali atau budaya politik kepada masyarakat. Sosialisasi politik harus dilakukan terus menerus selama hidup seseorang.

Sosialisasi merupakan proses induksi ke dalam kultur politik yang sama. Proses sosialisasi adalah proses seseorang mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan tingkah laku masyarakat. Dalam bahasa yang berbeda, sosialisasi politik merupakan proses sosial pewarisan nilai dan pembentukan prilaku politik melalui agen-agen politik dan berjalan sepanjang hidup seseorang (Bau, 2003: 38).

Ranney (1996) juga menyebutkan tahapan sosialisasi politik. Tahapan-tahapan tersebut antara lain : pengenalan nilai dan pola tingkah laku politik, melakukan seleksi dan pemantapan nilai dan pola tingkah laku politik, dan akhirnya institusionalisasi nilai dan pola tingkah laku politik. Kemudian pertemuan antara institusionalisasi dengan institusionalisasi lainnya disebut dengan budaya politik. Budaya politik amat tergantung kepada sosialisasi politik karena sosialisasi politik dapat mempertahankan budaya politik.

Bau (2003) menyebutkan bahwa keluarga dan sistem pendidikan merupakan dua institusi yang sangat penting dalam proses sosialisasi politik disamping partai politik sendiri, juga peer groups, media massa, kelompok terorganisir, kelompok informal, atau individu yang berpengaruh juga merupakan agen sosialisasi politik yang baik.

2. Mekanisme Sosialisasi Pengembangan Budaya Politik

Dalam upaya pengembangan politik, sosialisasi politik sangat penting karena dapat membentuk dan mentransmisikan budaya politik suatu bangsa, selain itu juga dapat memelihara budaya politik suatu negara dalam peyampaian budaya politik dari suatu generasi ke generasi berikutnya, serta dapat mengubah budaya politik.

Untuk dapat membentuk, mentrasmisisikan, memelihara, dan mengubah nilai, sikap, pandangan maupun keyakinan politik diperlukan sarana-sarana dan agen-agen penunjang sosialisasi politik. Sarana-sarana dan agen-agen tersebut, antara lain :

SARANA

DAN AGEN KETERANGAN

(18)

mendapat kebebasan, sedangkan di dalam keluarga yang demokratis anak akan lebih banyak tertekan.

Wadah penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik yang paling efisien dan efektif adalah keluarga. Dalam keluarga, orang tua dan anak sering melakukan obrolan ringan tentang segala hal menyangkut politik, sehingga tanpa disadari terjadi transper pengetahuan dan nilai-nilai politik tertentu yang diserap oleh si anak.

Sekolah Di sekolah, melalui pelajaran Civics Education (Pendidikan Kewarganegaraan), siswa dan gurunya saling bertukar informasi dan berinteraksi dalam membahas topik-topik tertentu yang mengandung nilai-nilai politik dan praktis. Dengan demikian, siswa telah memperoleh pengetahuan awal tentang kehidupan berpolitik secara dini dan nilai-nilai politik yang benar dari sudut pandang akademis.

Pemilihan sekolah sebagai sarana sosialisasi politik di dasarkan pada pertimbangan bahwa :

a) Sekolah sebagai media pembelajaran politik yang dinamis b) Pelajar sebagai pemilih rasional dan kritis

c) Potensi pelajar sebagai pelopor di tengah masyarakat d) Jumlah pelajar yang akan memilih cukup signifikan Kelompok

Ber-main Seorang individu atau seseorang akan tertarik kepada masalah politik,apabila teman-temannya dalam kelompok itu tertarik kepada masalah politik.

Pekerjaan Organisasi yang dibentuk atas dasar pekerjaan dapat berfungsi sebagai saluran informasi tentang hal yang menyangkut masalah politik dengan jelas, atau paling tidak akan mempunyai pengaruh apabila yang bersangkutan terjun secara aktif di dalam organisasi politik.

Media Massa Melalui media massa masyarakat dapat memperoleh informasi politik, dimana media massa dapat mempengaruhi sikap dan keyakinan

Selain melalui sarana keluarga, sekolah, dan partai politik, sosialisasi politik juga dapat dilakukan melalui peristiwa sejarah yang telah berlangsung (pengalaman tokoh-tokoh politik yang telah tiada). Melalui berbagai seminar, dialog, debat, dan sebagainya yang disiarkan ke masyarakat, tokoh-tokoh politik juga secara tidak langsung melakukan sosialisasi politik.

3. Fungsi dan Peranan Partai Politik a. Pengertian Politik

Pengertian politik menurut etimologi, kata “politik” dapat berupa pernyataan seperti berikut ini :

1) Pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (sistem pemerintahan/ dasar pemerintahan).

2) Segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap orang lain.

(19)

Berikut disajikan beberapa pengertian politik dari para ilmuwan, antara lain sebagai berikut :

TOKOH PENGERTIAN POLITIK

Harol Laswell masalah apa, mendapat apa, kapan, dan bagaimana. Mr. Willem Zeven

Berger dihubungkan dengan dua hal, yaitu seni (kunst) dan ilmu(wetwns cahp). Joyce Metchel pengambilan keputusan melalui secara umum.

Karl W. Duetch pengambilan keputusan melalui sarana umum.

Joyce Metshel pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan untuk masyarakat.

Chappy Hary

Cahyono macam-macam kegiatan dalam sistem politik atau negaramenyangkut proses menentukan sekaligus melaksanakan tujuan-tujuan sistem itu.

Prof. Miriam

Budiharjo selalu menyangkut tujuan masyarakat dan bukan tujuan pribadiseseorang. Selain itu juga menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan kegiatan perorangan. Secara umum, politik adalah berbagai kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem itu dan melaksanaan tujuan itu. Unsur-unsur dalam pengertian politik adalah sebagai berikut :

1) Negara, merupakan organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.

2) Kekuasaan, yang kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk memenuhi tingkah laku atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dan pelaku.

3) Kebijakan umum merupakan suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau suatu kelompok politik dalam rangka memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu.

4) Pembagian kekuasaan. b. Pengertian Partai Politik

Menurut pasal UU Nomor 2 tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai, dijelaskan bahwa Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(20)

a. Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 30 (tiga puluh) orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah dari setiap provinsi.

1) Partai Politik didaftarkan oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orang pendiri yang mewakili seluruh pendiri Partai Politik dengan akta notaris.

2) Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang merangkap sebagai anggota Partai Politik lain.

b. Pendirian dan pembentukan Partai Politik menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.

c. Akta notaris harus memuat AD dan ART serta kepengurusan Partai Politik tingkat pusat. d. AD memuat paling sedikit:

1) asas dan ciri Partai Politik; 2) visi dan misi Partai Politik;

3) nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik; 4) tujuan dan fungsi Partai Politik;

5) organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan; 6) kepengurusan Partai Politik;

7) mekanisme rekrutmen keanggotaan Partai Politik dan jabatan politik; 8) sistem kaderisasi;

9) mekanisme pemberhentian anggota Partai Politik; 10) peraturan dan keputusan Partai Politik;

11) pendidikan politik;

12) keuangan Partai Politik; dan

13) mekanisme penyelesaian perselisihan internal Partai Politik.

e. Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.

Berikut ini ada beberapa defenisi yang berkaitan dengan partai politik, sebagai berikut :

TOKOH PENGERTIAN PARTAI POLITIK

Carl J. Friedich sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya, dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun material.

(21)

TOKOH PENGERTIAN PARTAI POLITIK

pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka. Sigmaund

Neumann organisasi dari aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untukmenguasai kekuasaan pemerintahan, serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.

c. Fungsi Partai politik

Menurut pasal 11 UU Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik, dijelaskan bahwa partai politik berfungsi sebagai sarana :

1) Pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi warganegara RI yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2) Penciptaan iklim kondusif serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk menyejahterakan masyarakat

3) Menyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara

4) Partisaipasi politik warganegara

5) Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

Partai politik melalui pelaksanaan fungsi pendidikan politik, sosialisasi politik, perumusan dan penyaluran kepentingan serta komunitas politik secara riil akan meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik masyarakat, merekatkan berbagai kelompok dan golongan dalam masyarakat, mendukung integrasi dan persatuan nasional, mewujudkan keadilan, menegakkan hukum, menghormati hak asasi manusia, serta menjamin terciptanya stabilitas keamanan.

d. Tujuan Partai Politik

Menurut pasal 10 UU Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik, dijelaskan bahwa tujuan Partai Politik meliputi :

TUJUAN UMUM TUJUAN KHUSUS

a) Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam Pembukaan UUD 1945

a) meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan;

b) menjaga dan memelihara keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia; b) memperjuangkan cita-cita partaipolitik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan

c) Mengembangkan kehidupan demokrasi

(22)

TUJUAN UMUM TUJUAN KHUSUS kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia. bermasyarakat, berbangsa danbernegara. d) Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat

Indonesia.

e. Klasifikasi Partai Politik

Partai Politik dapat diklasifikasikan seperti berikut : INDIKATO

Partai Massa. mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota. Oleh karena itu, biasanya terdiri dari pendukung dari berbagai aliran politik dalam masyarakat, yang sepakat untuk bernaung di bawahnya dalam memperjuangkan sesuatu program yang biasanya luas dan kabur.

Partai Kader. mementingkan ketaatan organisasi dan disiplin kerja dari anggotanya. Pimpinan partai biasanya menjaga kemurnian doktrin politik yang dianut dengan jalan mengadakan saringan terhadap calon-calon anggota dan mencatat anggota yang menyeleweng dari garis partai yang telah ditetapkan.

sifat dan

orientasi PartaiPerlindungan. Pada umumnya memiliki organisasi yang kendor dalamtingkat nasional, meskipun dalam tingkat lokal sering cukup ketat. Disiplinnya lemah dan tidak mementingkan pemungutan iuran secara teratur. Tujuan utamanya digariskan dalam kebijaksanaan pimpinan dan berpedoman pada disiplin partai yang kuat dan mengikat. Calon anggota diadakan saringan, sedangkan untuk menjadi anggota pimpinan disyaratkan lulus melalui beberapa tahap percobaan. Untuk memperkuat ikatan batin dan kemurnian ideologi maka dipungut iuran secara teratur dan disebarkan organ-organ partai yang memuat ajaran serta keputusan yang telah dicapai oleh pimpinan. Mac Iver Golongan

Ekstrim Kiri (Partai

Komu-nis Sosialis).

(23)

Ekstrim Ka-nan (Partai Reaksioner).

politik yang sekecil-kecilnya, kecuali dalam hal bea yang protektif (sama dengan asas partai Konservatif). Sikapnya imperialis, nasionalis, militeris, dan keinsafan kelas-kelas politik yang sekecil-kecilnya, kecuali dalam hal bea yang protektif. Sikapnya imperialis, nasionalis, dan industrialis. Meurice

Duverger Sistem Satu Partai/ Partai Tunggal.Sistem Dua Partai/ Dwi Partai. Sistem Banyak Partai/ Multi Partai. D. Budaya Politik Partisipan

1. Pengertian Partisipatif

Kata partisipatif berasal dari kata partisipasi (participation, Inggris), yang berti ambil bagian atau ikut serta berperan serta dalam suatu usaha bersama dengan orang lain untuk kepentingan bersama. Di bawah ini diuraikan beberapa pengertian partisipasi politik menurut para ahli, diantaranya :

TOKOH PENGERTIAN PARTISIPASI POLITIK

Miriam Budiardjo semua kegiatan melalui mana seseorang turut serta dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan turut serta secara langsung atau tidak langsung dalam pembentukan kebijaksanaan umum.

Herber Mc. Closky kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung terlibat dalam proses pembentukan kebijaksanaan umum.

Norman H. Nie dan

Sidney Verba kegiatan pribadi warganegara yang legal serta sedikit banyaklangsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan atau tindakan-tindakan yang mereka ambil. Jadi partisipasi politik adalah kekgiatan seseorang atau kelompok orang untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik secara aktif sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuannya untuk mempengaruhi keputusan politik yang akan diambil oleh pemerintah agar keputusan tersebut menguntungkan dan tidak merugikan.

2. Bentuk-Bentuk Budaya Politik

(24)

kelompok kepentingan

Komunikasi individual dengan pejabat

politik/ administratif. Tindak kekerasan politik terhadap harta bendeberupa ; pengrusakaan, pemboman dan pembakaran.

Tindak kekerasan politik terhadap manusia, berupa; penculikan, pembunuhan dan perang gerilya/ revolusi

Bentuk-bentuk partispasi politik menurut para ahli, yaitu :

TOKOH BENTUK PARTISIPASI POLITIK

J.J. Rousseau Melalui partisipasi, seluruh warganegara dapat aktif dalam kehidupan politik secara langsung dan berkelanjutan maka negara dapat terikat ke dalam tujuan kebaikan sebagai kehendak bersama. Berbagai bentuk partisipasi politik tersebut dapat dilihat dari berbagai kegiatan warganegara yang mencakup, antara lain :

a. Terbetuknya organisasi-organisasi politik maupun organisasi kemasyarakatan sebagai bagian dari kegiatan sosial, sekaligus sebagai penyalur aspirasi rakyat yang ikut menentukan kebijakan negara.

b. Lahirnya LSM-LSM sebagai pengawas sosial maupun pemberi masukkan terhadap kebijakan pemerintah.

c. Penyelenggaraan pemilu yang melibatkan seluruh rakyat Indonesia untuk dipilih atau memilih, misalnya kampanye, menjadi pemilih aktif, menjadi anggota perwakilan rakyat dan sebagainya.

d. Munculnya kelompok-kelompok kontemporer yang memberi warna pada sistem input dan output kepada pemerintah, misalnya; melalui unjuk rasa, petisi, protes, demonstrasi dan sebagainya.

Ramlan Surbaktia. Partisipasi aktif, mencakup kegiatan warganegara untuk pemerintah, menerima dan melaksanakan setiap keputusan pemerintah.

Milbrath dan Goel

a. Apatis, adalah orang yang menarik diri dari proses politik

b. Spektator, adalah orang yang setidak-tidaknya ikut dalam pemilihan umum.

c. Gladiator, orang yang secara aktif terlibat dalam bentuk yang tidak konvensional.

Muller Partisipasi individu dan partisipasi kolektif yang berwujud kegiatan secara tertulis.

Samuel

Huntington dan Joan Nelson

a. Kegiatan Pemilihan, termasuk sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, dan mencari dukungan bagi seorang calon yang bertujuan untuk mempengaruhi hasil pilihan.

(25)

TOKOH BENTUK PARTISIPASI POLITIK

pengausa-penguasa pemerintah dan pemimpin politik dengan tujuan mempengaruhi hasil keputusan mereka mengenai persoalan yang menyangkut sebagian besar orang.

c. Kegiatan Organisasi, merupakan partisipasi sebagai anggota dalam suatu organisasi, yang tujuan utamanya adalah mempengaruhi pemerintah.

d. Mencari koneksi, merupakan tindakan perseorangan yang ditujukan kepada penguasa pemerintah, yang biasanya bertujuan memperoleh manfaat hanya untuk beberapa orang.

dan Phlip Althoffa. Menduduki jabatan politik atau administratifb. Mencari jabatan politik atau administratif c. Aktif sebagai anggota partai politik

d. Pasif sebagai anmggota partai politik

e. Aktif sebagai anggota suatu organisasi semu politik f. Pasif sebagai anggota suatu organisasi semu politik g. Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi

h. Partisipasi dalam diskusi politik informal i. Voting

Frank L. Wilson Aktivis, partisipan, penganut dan orang-orang yang apolitik 3. Sebab-Sebab Timbulnya Gerakan Partisipasi Politik

Menurut Myron Weiner, sedikitnya ada lima hal yang dapat menyebabkan timbulnya gerakan ke arah partisipasi politik yang lebih luas dalam proses politik, yaitu :

BENTUK GERAKAN PENYEBAB TIMBULNYA PARTISIPASI POLITIK Modernisasi sejalan dengan berkembangnya industrialisasi, perbaikan

pendidikan dan media komunikasi massa, maka pada sebagian penduduk yang merasakan terjadinya perubahan nasib akan menuntut untuk berperan dalam kekuasaan politik.

Perubahan-perubah-an

struktur kelas sosial salah satu dampak modernisasi adalah munculnya kelaspekerja baru dan kelas menengah yang semakin meluas, sehingga mereka berkepentingan untuk berpartisipasi secara politis dalam pembuatan keputusan politik. massa dalam pembuatan keputusan politik. Demikian juga berkembangnya sarana transportasi dan komunikasi modern mampu mempercepat penyebaran ide-ide baru. Konflik di antara

(26)

gerakan-gerakan yang menuntut agar hak-haknya terpenuhi. Keterlibatan pemerin-tah

yang meluas da-lam urusan sosial, ekonomi dan kebu-dayaan

perluasan kegiatan pemerintah dalam berbagai bidang membawa konsekuensi adanya tindakan-tindakan yang semakin menyusup ke segala segi kehidupan rakyat. Ruang lingkup aktivitas atau tindakan pemerintah yang semakin luas mendorong timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik.

4. Budaya Politik Partisipan

Penerapan budaya politik partisipatif, menurut S. Yudohusodo dapat terwujud dalam beberapa hal, yaitu :

a. Mengembangkan kebudayaan keterbukaan

b. Mengembangkan kebudayaan mengajukan pendapat dan berargumentasi secara santun dalam semangat egalitarian.

c. Mengembangkan budaya pengam,bilan keputusan secara terbuka dan demokratis, serta mengembangka sportivitas dalam berpolitik.

d. Membiasakan proses rekruetmen kader secara transparan berdasarkan kualitas yang tolok ukurnya diketahui secara luas.

Agar penerapan budaya politik partisipatif dapat dilakukan maka terlebih dahulu harus memenuhi hal-hal sebagai berikut :

a. Kemampuan dan kemauan untuk memahami seluk-beluk usaha bersama yang akan/ sedang dilakukan.

b. Kemauan dan kemampuan untuk ambil bagian dalam salah satu atau beberapa tahap pada proses kegiatan tertentu, dalam satu atau beberapa aspek tertentu.

c. Kesediaan untuk ikut memikul beban dan akibat kegiatan/ usaha bersama. Baik berupa korban atau bea, harta dan tenaga, dan juga menikmati hasil kegiatan bersama tersebut.

Keberadaan pelajar sebagai pemilih pemula perlu mengambil sikap dan langkah-langkah yang positif dan konstruktif dalam penyelenggaraan pemilihan umum, antara lain sebagai berikut :

a. Aktif tanpa kekerasan dalam pemilihan umum, tetapi hindarkan diri dari kekerasan dan anarkhisme massa, ciptakan pemilu yang demokratis, damai, dan beradab.

b. Pemilihan umum sebagai gerakan anti-korupsi, sebagai pemilih pemula aktif dan selektif dalam memilih calon pemimpin nasional dan wakil-wakil rakyat yang bersih, agar kelak dalam melaksanakan pemerintahan tidak melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

(27)

d. Tidak mudah dieksploitasi, merupakan salah satu media pembelajaran politik bagi terbentuknya komunikasi politik yang demokratis di masa mendatang. Oleh karena itu, pelajar sebagai pemilih pemula jangan mudah dieksploitasi dalam pemilu untuk kepentingan sesaat kelompok politik tertentu.

e. Tidak apatis, komunitas pelajar yang memiliki jumlah signifikan jangan bersikap apatis dalam pemilu. Gunakan hak pilih dengan menggunakan hati nurani dan akal fikiran yang sehat ketika memilih dalam pemilu, baik memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di parlemen, presiden dan wakil presiden, partai politik sebagai kontestan dalam pemilu, dan sebagainya.

TUGAS SISWA

1. Diskusikan dengan kelompokmu permasalahan di bawah ini !

a. Berikan contoh unsur-unsur yang berpengaruh dalam proses pembentukan budaya politik di lingkungan tempat tinggalmu !

b. Jelaskan bagaimana proses munculnya budaya politik di lingkungan tempat tinggalmu! c. Perilaku politik manusia di Indonesia masih memiliki corak yang menjadikannya sulit

untuk menerapkan demokrasi yang murni. Jelaskan corak yang dimiliki bangsa Indonesia tersebut !

d. Bagaimana upaya dan bentuk pendidikan politik dalam rangka memberdayakan dan budaya politik bagi pelajar !

e. Berikan contoh bahwa di keluarga, sekolah, kelompok bermain, pekerjaan, media massa dan kontak politik langsung, anda mendapatkan pendidikan politik !

2. Berikan tanggapan anda tentang permasalahan di atas !

3. Presentasikan hasil diskusi kelompok mu di depan kelompok lain ! 4. Buatlah kesimpulan dan kumpulkan ke guru !

PORTOFOLIO

1. Buatlah 5 Kliping dari media cetak maupun media elektronik tentang partisipasi masyarakat dalam rangka sosialisasi budaya politik !

2. Berikan komentar anda terhadap kliping tersebut ! 3. Susunlah kliping tersebut dalam sebuah buku !

(28)
(29)

Demokrasi Terpimpin. Ketiga, masa Republik Indonesia III (1965-1998) atau yang lebih dikenal dengan era Orde Baru atau Demokrasi Pancasila. Dan yang terakhir yang berlaku sampai saat ini adalah masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang) atau yang lebih dikenal dengan era Reformasi.

Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut dari setiap masa ke masa. Perkembangan demokrasi tersebut mempengaruhi pula stabilitas sistem politik Indonesia. Karena itu sangat penting untuk mengkaji berhasil atau tidaknya suatu rezim yang sedang atau telah berkuasa, diperlukan suatu kerangka kerja yang dapat digunakan untuk menjelaskan kehidupan ketatanegaraan. Dalam kajian ini adalah terkait dengan kehidupan politiknya. Ada dua kerangka kerja yang sering digunakan oleh para pengamat politik untuk melihat bagaimana kinerja sistem politik suatu negara. Karena salah satu sifat penting sistem politik adalah kemampuannya untuk dibedakan dengan sistem politik lainnya, seperti organisme dan individu misalnya. Kedua kerangka kerja tersebut adalah pendekatan struktural-fungsional dan pendekatan budaya politik. Dengan pendekatan struktural-fungsional akan dapat diketahui bagaimana struktur-struktur maupun fungi-fungsi politik suatu sistem politik bekerja. Sedangkan dengan pendekatan budaya politik akan dapat diketahui bagaimana perilaku aktor-aktor politik dalam menjalankan sistem politik yang dianut oleh negara masing-masing, dalam hal ini adalah elite maupun massanya (Budi Winarno, 2008: 18).

Karena pentingnya mempelajari perkembangan sistem politik di negara kita ini, maka dalam tulisan kali ini saya akan mencoba sedikit mengulas mengenai perkembangan sistem politik Indonesia dari mulai era Demokrasi Parlementer, era Demokrasi Terpimpin, era Demokrasi Pancasila, dan yang terakhir adalah era Reformasi dengan menggunakan kerangka kerja pendekatan budaya politik.

1. Era Demokrasi Parlementer (1945-1950)

Budaya politik yang berkembang pada era Demokrasi Parlementer sangat beragam. Dengan tingginya partisipasi massa dalam menyalurkan tuntutan mereka, menimbulkan anggapan bahwa seluruh lapisan masyarakat telah berbudaya politik partisipan. Anggapan bahwa rakyat mengenal hak-haknya dan dapat melaksanakan kewajibannya menyebabkan tumbuhnya deviasi penilaian terhadap peristiwa-peristiwa politik yang timbul ketika itu (Rusadi Kantaprawira, 2006: 190). Percobaan kudeta dan pemberontakan, di mana dibelakangnya sedikit banyak tergambar adanya keterlibatan/keikutsertaan rakyat, dapat diberi arti bahwa kelompok rakyat yang bersangkutan memang telah sadar, atau mereka hanya terbawa-bawa oleh pola-pola aliran yang ada ketika itu.

(30)

aparatur negara yang semestinya melayani kepentingan umum tanpa pengecualian, menjadi cenderung melayani kepentingan golongan menurut ikatan primordial. Selain itu, orientasi pragmatis juga senantiasa mengiringi budaya poltik pada era ini.

2. Era Demokrasi Terpimpin (Dimulai Pada 5 Juli 1959-1965)

Budaya politik yang berkembang pada era ini masih diwarnai dengan sifat primordialisme seperti pada era sebelumnya. Ideologi masih tetap mewarnai periode ini, walaupun sudah dibatasi secara formal melalui Penpres No. 7 Tahun 1959 tentang Syarat-syarat dan Penyederhanaan Kepartaian. Tokoh politik memperkenalkan gagasan Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom). Gagasan tersebut menjadi patokan bagi partai-partai yang berkembang pada era Demorasi Terpimpin. Dalam kondisi tersebut tokoh politik dapat memelihara keseimbangan politik (Rusadi Kantaprawira, 2006: 196).

Selain itu, paternalisme juga bahkan dapat hidup lebih subur di kalangan elit-elit politiknya. Adanya sifat kharismatik dan paternalistik yang tumbuh di kalangan elit politik dapat menengahi dan kemudian memperoleh dukungan dari pihak-pihak yang bertikai, baik dengan sukarela maupun dengan paksaan. Dengan demikian muncul dialektika bahwa pihak yang kurang kemampuannya, yang tidak dapat menghimpun solidaritas di arena politik, akan tersingkir dari gelanggang politik. Sedangkan pihak yang lebih kuat akan merajai/menguasai arena politik.

Pengaturan soal-soal kemasyaraktan lebih cenderung dilakukan secara paksaan. Hal ini bisa dilihat dari adanya teror mental yang dilakukan kepada kelompok-kelompok atau orang-orang yang kontra revolusi ataupun kepada aliran-aliran yang tidak setuju dengan nilai-nilai mutlak yang telah ditetapkan oleh penguasa (Rusadi Kantaprawira, 2006: 197).

Dari masyarakatnya sendiri, besarnya partisipasi berupa tuntutan yang diajukan kepada pemerintah juga masih melebihi kapasitas sistem yang ada. Namun, saluran inputnya dibatasi, yaitu hanya melalui Front Nasional. Input-input yang masuk melalui Front Nasional tersebut menghasilkan output yang berupa output simbolik melalui bentuk rapat-rapat raksasa yang hanya menguntungkan rezim yang sedang berkuasa. Rakyat dalam rapat-rapat raksasa tidak dapat dianggap memiliki budaya politik sebagai partisipan, melainkan menujukkan tingkat budaya politik kaula, karena diciptakan atas usaha dari rezim.

3. Era Demokrasi Pancasila (Tahun 1966-1998)

Gaya politik yang didasarkan primordialisme pada era Orde Baru sudah mulai ditinggalkan. Yang lebih menonjol adalah gaya intelektual yang pragmatik dalam penyaluran tuntutan. Dimana pada era ini secara material, penyaluran tuntutan lebih dikendalikan oleh koalisi besar (cardinal coalition) antara Golkar dan ABRI, yang pada hakekatnya berintikan teknokrat dan perwira-perwira yang telah kenal teknologi modern (Rusadi Kantaprawira, 2006: 200).

(31)

Kultur ABS (asal bapak senang) juga sangat kuat dalam era ini. Sifat birokrasi yang bercirikan patron-klien melahirkan tipe birokrasi patrimonial, yakni suatu birokrasi dimana hubungan-hubungan yang ada, baik intern maupun ekstern adalah hubungan antar patron dan klien yang sifatnya sangat pribadi dan khas.

Dari penjelasan diatas, mengindikasikan bahwa budaya politik yang berkembang pada era Orde Baru adalah budaya politik subjek. Dimana semua keputusan dibuat oleh pemerintah, sedangkan rakyat hanya bisa tunduk di bawah pemerintahan otoriterianisme Soeharto. Kalaupun ada proses pengambilan keputusan hanya sebagai formalitas karena yang keputusan kebijakan publik yang hanya diformulasikan dalam lingkaran elit birokrasi dan militer.

Di masa Orde Baru kekuasaan patrimonialistik telah menyebabkan kekuasaan tak terkontrol sehingga negara menjadi sangat kuat sehingga peluang tumbuhnya civil society terhambat. Contoh budaya politik Neo Patrimonialistik adalah :

a. Proyek di pegang pejabat.

b. Promosi jabatan tidak melalui prosedur yang berlaku (surat sakti).

c. Anak pejabat menjadi pengusaha besar, memanfaatkan kekuasaan orang tuanya dan mendapatkan perlakuan istimewa.

d. Anak pejabat memegang posisi strategis baik di pemerintahan maupun politik. 4. Era Reformasi (Tahun 1998-Sekarang)

Budaya politik yang berkembang pada era reformasi ini adalah budaya politik yang lebih berorientasi pada kekuasaan yang berkembang di kalangan elit politik. Budaya seperti itu telah membuat struktur politik demokrasi tidak dapat berjalan dengan baik. Walaupun struktur dan fungsi-fungsi sistem politik Indonesia mengalami perubahan dari era yang satu ke era selanjutnya, namun tidak pada budaya politiknya. Menurut Karl D. Jackson dalam Budi Winarno (2008), budaya Jawa telah mempunyai peran yang cukup besar dalam mempengaruhi budaya politik yang berkembang di Indonesia. Relasi antara pemimpin dan pengikutnya pun menciptakan pola hubungan patron-klien (bercorak patrimonial). Kekuatan orientasi individu yang berkembang untuk meraih kekuasaan dibandingkan sebagai pelayan publik di kalangan elit merupakan salah satu pengaruh budaya politik Jawa yang kuat.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Agus Dwiyanto dkk dalam Budi Winarno (2008) mengenai kinerja birokrasi di beberapa daerah, bahwa birokrasi publik masih mempersepsikan dirinya sebagai penguasa daripada sebagai abdi yang bersedia melayani masyarakat dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari perilaku para pejabat dan elit politik yang lebih memperjuangkan kepentingan kelompoknya dibandingkan dengan kepentingan rakyat secara keseluruhan.

(32)

sebelumnya. Sehingga budaya politik yang berkembang cenderung merupakan budaya politik subjek-partisipan.

Menurut Ignas Kleden dalam Budi Winarno (2008), terdapat lima preposisi tentang perubahan politik dan budaya politik yang berlangsung sejak reformasi 1998, antara lain:

1. Orientasi Terhadap kekuasaan

Misalnya saja dalam partai politik, orientasi pengejaran kekuasaan yang sangat kuat dalam partai politik telah membuat partai-partai politik era reformasi lebih bersifat pragmatis.

1. Politik mikro vs politik makro

Politik Indonesia sebagian besar lebih berkutat pada politik mikro yang terbatas pada hubungan-hubungan antara aktor-aktor politik, yang terbatas pada tukar-menukar kepentingan politik. Sedangkan pada politik makro tidak terlalu diperhatikan dimana merupakan tempat terjadinya tukar-menukar kekuatan-kekuatan sosial seperti negara, masyarakat, struktur politik, sistem hukum, civil society, dsb.

1. Kepentingan negara vs kepentingan masyarakat

Realitas politik lebih berorientasi pada kepentingan negara dibandingkan kepentingan masyarakat.

1. Bebas dari kemiskinan dan kebebasan beragama

2. Desentralisasi politik

Pada kenyataannya yang terjadi bukanlah desentralisasi politik, melainkan lebih pada berpindahnya sentralisme politik dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

Dengan demikian, budaya politik era reformasi tetap masih bercorak patrimonial, berorientasi pada kekuasaan dan kekayaan, bersifat sangat paternalistik, dan pragmatis. Hal ini menurut Soetandyo Wignjosoebroto dalam Budi Winarno (2008) karena adopsi sistem politik hanya menyentuh pada dimensi struktur dan fungsi-fungsi politiknya, namun tidak pada budaya politik yang melingkupi pendirian sistem politik tersebut.

Referensi:

Kantaprawira, Rusadi. 2006. Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke X.

Marijan, Kacung. 2010. Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

(33)

Perkembangan Budaya Politik di Indonesia

Masyarakat Indonesia sangat heterogen. Heterogenitas bangsa Indonesia tidak dalam arti budaya saja melainkan membawa pengaruh yang sangat besar terhadap budaya politik bangsanya. Bentuk budaya politik Indonesia merupakan subbudaya atau budaya subnasional yang dibawa oleh pelaku-pelaku politik hingga terjadi Interaksi, kerja sama dan persaingan antar-subbudaya politik itu. Interaksi dan pertemuan-pertemuan antar subbudaya itu melatarbelakangi tingkah laku para aktor politik yang terlibat dalam pentas panggung politik nasional.

Menurut Rusadi, budaya politik Indonesia hingga dewasa ini belum banyak mengalami perubahann pergeseran dan perpindahan yang berarti. Walaupun sistem politiknya sudah beberapa kali mengalami perubahan ditinjau dari pelembagaan formal. Misalnya sistem politik demokrasi liberal ke sistem politik demokrasi terpimpin dan ke sistem politik demokrasi pancasila. Budaya politik yang berlaku dalam sistem perpolitikan Indonesia relatif konstan.

Di era reformasi sekarang ini sistem politik Indonesia mengalami perkembangan yang cukup bagus dan lebih demokratis dalam melibatkan partisipan dalam berbagai macam kegiatan politik seperti pemilu langsung untuk memilih wakil rakyat.

Dalam pembentukan budaya politik budaya politik nasional, terdapat beberapa unsur yang berpengaruh, yaitu sebagai berikut :

a. Unsur subbudaya politik yang berbentuk budaya politik asal.

b. Anaka rupa subbudaya politik yang berasal dari luar lingkungan tempat budaya politik asal itu berada.

c. Budaya Politik Nasional itu sendiri.

Lebih jauh lagi pertumbuhan politik nasional dapat dibagi dalam beberapa tahap. a. Berlakunya politik nasional yang sedang berada dalam proses pembentukannya.

b. Budaya politik nasional yang tengah mengalami proses pematangan. Pada tahap ini, budaya politik nasional pada dasarnya sudah ada, akan tetapi masih belum matang. c. Budaya politik nasional yang sudah mapan yaitu budaya politik yang telah diakui

keberadaannya secara nasional.

Referensi

Dokumen terkait

4.6.3 Membuat program untuk menginisialisasi fungsi pointer pada aplikasi 4.6.4 Membuat program untuk mengubah isi pointer dalam program aplikasi 4.6.5 Menguji skrip

Abstract: Four packages of peanut technologies, PTB1 (soil tillage, certified seed, dibbling with 40cmx10cm and 2 seeds/hole, seeds treatment, fertilizer 200 kg/ha Phonska

[r]

Bagaimana Pelaporan dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai pada jasa Freight Forwarding apakah perusahaan sudah melaporkan dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilainya sesuai

Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui profil keterlaksanaan Teknik Penilaian Kelas dalam pembelajaran Fisika kelas XI dan kepemilikan

Hasil pengujian penelitian ini menemukan bahwa biaya kepatuhan berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak atas tindakan penggelapan pajak. Hasil penelitian menemukan bahwa

Sekalipun, menurut saya, kehadiran pemerintahan Islam di pesisir utara Sumatera ini, pada awalnya, merupakan bagian gerakan perluasan wilayah politik Islam yang datang dari

Acara penerimaan murid baru diisi dengan sambutan dari masing-masing kepala sekolah dan pembina asrama, perkenalan guru, pembagian ruang kelas dan kamar, penjelasan