ANALISA PENGARUH PENDIDIKAN, USIA, JAM KERJA,
DAN STATUS PERKAWINAN TERHADAP PENDAPATAN
TENAGA KERJA FORMAL DAN INFORMAL SEKTOR INDUSTRI
(STUDI KASUS: INDUSTRI JAMU DI KOTA SEMARANG)
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia kelas B
Dosen Pengampu:
Dra. Herniwati Retno Handayani, MS. Evi Yulia Purwanti, S.E., M.Si
Disusun oleh:
Riris Lastri Nababan (12020113120006) Desky Melati Putri Anjani (12020115120005) Wulaida Zuhriana (12020115120007) Nabila Yuna Ramadhani (12020115120020)
Siti Sarah (12020115120021)
Rosita Alfiansyah Zunaida (12020115120027)
ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia. Adapun judul yang dibahas dalam makalah ini adalah Analisa Pengaruh Pendidikan, Usia, Jam Kerja dan Status Perkawinan terhadap Pendapatan Tenaga Kerja Formal dan Informal Sektor Industri dengan studi kasus yang kami jadikan objek penelitian yaitu industri jamu di kota Semarang.
Bimbingan, dorongan dan bantuan dari para pengajar sangat membantu penulis dalam mengerjakan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat:
1. Dra. Herniwati Retno Handayani, MS. dan Evi Yulia Purwanti, S.E., M.Si.
selaku dosen pengampu mata kuliah ekonomi SDM yang telah banyak meluangkan waktunya dalam mengarahkan, membimbing dan memberi masukan, serta motivasi yang tak ternilai harganya kepada penulis selama mengikuti kegiatan akademis dan selama penyusunan makalah ini.
2. Narasumber dalam penelitian ini yang telah meluangkan waktunya untuk
mengarahkan dan membimbing kami dalam melakukan penelitian untuk mencari data selama penyusunan dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati, penulis berharap semoga segala kekurangan yang ada pada makalah ini dapat dijadikan bahan pembelajaran untuk penelitian yang lebih baik di masa yang akan datang, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca serta pihak yang membutuhkan.
Semarang, April 2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...iii
BAB I PENDAHULUAN...5
1.1...Latar Belakang Masalah ...5
1.2...Rumusan Masalah ...6
1.3...Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...8
2.1 Landasan Teori...8
2.1.1 Teori Penawaran Tenaga Kerja...8
2.1.2 Tenaga Kerja Formal dan Tenaga Kerja Informal...8
2.1.3 Pendapatan...10
2.1.4 Pendidikan...10
2.1.5 Jam Kerja...11
2.1.6 Status Perkawinan...12
2.2 Penelitian Terdahulu...18
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis...24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...25
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel...25
3.1.1 Variabel Penelitian...25
3.1.2 Definisi Operasional Variabel...25
3.3 Metode Pengumpulan Data...26
3.4 Metode Analisis Data...26
3.4.2 Koefisien Determinasi ( R² )...29
BAB IV PEMBAHASAN...31
4.1 Deskripsi Industri Jamu Kota Semarang...31
4.1.1 Lokasi Industri Jamu...33
4.2 Deskripsi Responden...33
4.2.1 Usia...33
4.2.2 Pendidikan...34
4.2.3 Jam Kerja...35
4.2.4 Status Perkawinan...36
4.3.1 Analisis Data Deskriptif Tenaga Kerja Formal...36
4.3.2 Analisis Regresi Tenaga Kerja Formal...38
4.5 Interpretasi Data...52
BAB V PENUTUP...55
5.1 Simpulan...55
DAFTAR PUSTAKA...56
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, sekaligus kota metropolitan terbesar kelima di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan. Kota Semarang adalah ibukota Sebagai salah satu kota paling
berkembang di Pulau Jawa baik ekonomi, perdagangan, jasa, industri dan
pariwisata serta menjadi interland di wilayah Jawa Tengah. Di Indonesia, industri jamu terus mengalami perkembangan. Industri jamu Indonesia sudah menuju sebuah industri besar, bukan lagi industri rumah tangga. Jamu adalah salah satu warisan budaya Indonesia yang sampai saat ini masih bertahan dan terus dilestarikan. Minuman sehat racikan asli Indonesia ini masih jadi pilihan masyarakat tradisional walaupun produk obat-obatan modern sudah muncul di pasaran.
Hal tersebut semakin memacu semangat industri jamu di Indonesia untuk terus berkembang meskipun masih menghadapi berbagai tantangan. Kota Semarang merupakan Kota industri Jamu atau obat herbal yang cukup besar dan terdapat banyak pabrik jamu besar yang berdiri di Kota Semarang.
Terdapat sekitar lima belas perusahaan jamu, diantara perusahaan industri jamu yang besar adalah Jamu Simona, Nyonya Marie, Borobudur, Leo, Dragon, Phapros, Sido Muncul dan Jago. Jamu Jago merupakan perusahaan jamu tertua di Indonesia, Sido Muncul
merupakan jamu dengan omzet terbesar. Wali Kota juga sudah menerbitkan surat keputusan No 430/260/Tahun 2010 tentang upaya menjadikan Semarang sebgaai kota Jamu. Dengan demikian, julukan kota Semarang tidak hanya sebagai kota lumpia dan wingko, namun juga kota jamu. Dengan ikon tersebut, selain pengunjung bisa menikmati jamu, masyarakat juga diajak untuk berkunjung ke beberapa museum jamu yang ada di kota ini seperti Museum Jamu Jago dan Museum Jamu Nyonya Meneer.
Menurut Todaro (1998) karakteristik sektor informal adalah sangat bervariasi dalam bidang kegiatan produksi barang dan jasa berskala kecil, unit produksi yang dimiliki secara perorangan atau kelompok, banyak menggunakan tenaga kerja (padat karya), dan teknologi yang dipakai relatif sederhana, para pekerjanya sendiri biasanya tidak memiliki pendidikan formal, umumnya tidak memiliki keterampilan dan modal kerja. Oleh sebab itu produktivitas dan pendapatan mereka cenderung rendah dibandingkan dengan kegiatan bisnis yang
dilakukan di sektor formal. Pendapatan tenaga kerja informal bukan berupa upah yang diterima tetap setiap bulannya, seperti halnya tenaga kerja formal. Upah pada sektor formal diintervensi pemerintah melalui peraturan Upah Minimum Propinsi (UMP). Tetapi
penghasilan pekerja informal lepas dari campur tangan pemerintah
Relatif kuatnya daya tahan sektor informal selama krisis, disebabkan pula oleh
tingginya motivasi pengusaha kecil sektor tersebut mempertahankan kelangsungan usahanya. Hal ini dapat dipahami, sebab bagi banyak pelaku ekonomi dari kalangan masyarakat
golongan ekonomi lemah, sektor informal merupakan satu-satunya sumber penghasilan dan penghidupan mereka.
Berdasarkan latar belakang yang di kemukakan di atas, maka perlu melakukan
penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan dalam bentuk Paper dengan judul : “Analisa
Pengaruh Pendidikan, Usia, Jam Kerja dan Status Perkawinan Terhadap Tingkat Pendapatan Tenaga Kerja Formal dan Informal (Studi Kasus : Tenaga Kerja pada Sektor Industri Jamu di Kota Semarang)”
1.2 Rumusan Masalah
Tingkat pendapatan di sektor formal industri jamu di Semarang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu pendidikan,usia,serta waktu kerja dalam perusahaan
Dari uraian tersebut, maka dapat dirumuskan sebuah rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh usia terhadap pendapatan tenaga kerja Industri Jamu sektor formal dan informal di Kota Semarang.
2. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan terhadap pendapatan tenaga kerja industri jamu sektor formal dan informal di Kota Semarang.
3. Bagaimana pengaruh jumlah jam (lama jam kerja per hari ) kerja terhadap pendapatan tenaga kerja industri jamu sektor formal dan informal di Kota Semarang.
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan, usia, jam kerja dan status
seseorang terhadap tingkat pendapatan seseorang di sektor industri jamu di Kota Semarang baik dalam sektor formalnya maupun informalnya.
2. Penelitian ini juga bermanfaat untuk menambah wawasan pembaca dan hasil
penelitian ini dapat dikembangkan oleh peneliti lain sebagai referensi penelitian lebih lanjut.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang
ketenagakerjaan di Kota Semarang khususnya dalam hal peningkatan produktivitas tenaga kerja dan sumbangan pemikiran kepada pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan ketenagakerjaan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Penawaran Tenaga Kerja
Penawaran tenaga kerja merupakan suatu hubungan antara tingkat upah dengan jumlah
tenaga kerja. Besarnya permintaan tenaga adalah derived demand yaitu permintaannya
dipengaruhi oleh besarnya permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang diproduksi. Sehingga, banyaknya orang yang dipekerjakan dipengaruhi oleh faktor penawaran tenaga kerja dan permintaan barang tersebut.
Penawaran tenaga kerja adalah jumlah usaha atau jasa kerja yang tersedia dalam masyarakat untuk menghasilkan barang dan jasa. Penyediaan tenaga kerja ditentukan oleh jumlah dan kualitas tenaga kerja yang diepngaruhi oleh banyak faktor seperti jumlah penduduk, struktur usia, tenaga kerja atau penduduk penduduk usia kerja, jumlah penduduk yang sedang bersekolah dan mengurus rumah tangga, tingkat penghasilan dan kebutuhan rumah tangga, pendidikan, latihan, jam kerja, motivasi dan etos kerja, tingkat upah dan jaminan sosial dan lingkungan kerja, kemampuan manajerial dan hubungan industrial serta berbagai macam kebijakan pemerintah, dimana faktor-faktor tersebut dapat saling
mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung dalam penyediaan tenaga kerja.
Menurut Simanjuntak (1985), besaran permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat upah. Pada tingkat upah yang lebih tinggi, penawaran tenaga kerja melebihi permintaan tenaga kerja, sehingga persaingan antar individu untuk memperebutkan pekerjaan akan mendorong turunnya tingkat upah. Kemudian pada tingkat upah yang lebih rendah jumlah tenaga kerja yang diminta oleh para produsen melebihi kuantitas penawaran yang ada, sehingga produsen akan meminta lagi tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja akan kembali meningkat.
2.1.2 Tenaga Kerja Formal dan Tenaga Kerja Informal
Menurut ILO (2013), ekonomi informal tidak hanya mencakup usaha-usaha yang tidak terdaftar, tetapi juga terkait dengan hubungan kerja yang secara resmi tidak diatur dan tidak dilindungi. Bentuk tidak dilindunginya pekerja informal adalah tidak memiliki perlindungan sosial seperti yang diberikan kepada tenaga kerja formal. Tenaga kerja informal umumnya memiliki upaah yang lebih rendah dibandingkan dengan pekerja formal sehingga sering dihubungkan dengan tingkat kemiskinan.
Selanjutnya menurut BPS (2009) menyatakan bahwa kegiatan informal mengacu pada kegiatan ekonomi yang umumnya dilakukan secara tradisional oleh organisasi bertinkat rendah ataupun yang tidak memiliki struktur, tidak ada akun transaksi dan ketika terdapat relasi kerja biasanya bersifat musiman, pertemanan atau relasi personal, daripada berbasis perjanjian kontrak.
Ciri-ciri tenaga kerja sektor informal adalah sebagai berikut :
a. Tenaga kerja bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha tersebut tidak dikenakan pajak.
b. Pekerja tidak menghasilkan pendapatan yang tetap,
c. Tempat bekerja tidak terdapat keamanan kerja (job security)
d. Tempat bekerja tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut dan unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan hukum.
Sedangkan ciri-ciri kegiatan informal adalah mudah masuk, artinya setiap orang dapat kapan saja masuk ke jenis usaha informal ini, bersandar pada sumber daya lokal, biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya, keterampilan diperoleh dari luar sistem formal sekolah dan tidak diatur dan pasar yang kompetitif. Contoh dari jenis kegiatan sektor informal antara lain pedagang kaki lima (PKL), becak, penata parkir, pengamen dan anak jalanan, pedagang pasar, buruh tani dan lainnya.
2.1.3 Pendapatan
Pendapatan didefiniskan sebagai jumlah uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu. Pendapatan terdiri dari upah atau penerimaan tenaga kerja, pendapatan dari kekayaan seperti sewa, bunga dan deviden, serta pembayaran transfer atau penerimaan dari pemerintah seperti tunjangan sosial atau asuransi pengangguran (Samuelson dan Nordhaus, 2003).
Menurut Jaya (2011), pendapatan merupakan uang yang diterima oleh seseorang atau perusahaan dalam bentuk gaji, upah, sewa, bunga, laba dan sebagainya, bersama-sama dengan tunjangan pengangguran, uang pensiun, dan lain sebagainya. Secara garis besar, pendapatan digolongkan menjadi tiga, yaitu (1) gaji dan upah, yaitu imbalan yang diperoleh setelah orang tersebut melakukan pekerjaan untuk orang lain yang diberikan dalam waktu satu hari, satu minggu atau satu bulan; (2) pendapatan dari usaha sendiri merupakan nilai total dari hasil produksi yang dikurangi dengan biaya-biaya yang dibayar dan usaha ini merupakan usaha milik sendiri atau keluarga sendiri, nilai sewa kapital milik sendiri dan semua biaya ini biasanya tidak diperhitungkan; (3) pendapatan dari usaha lain, yaitu
pendapatan yang diperoleh tanpa mencurahkan tenaga kerja dan ini merupakan tenaga kerja sampingan, antara lain pendapatan dan hasil menyewakan aset yang dimiliki, bunga dari uang, sumbangan dari pihak lain, pendapatan pensiun, dan lain-lain.
Pendapatan yang diterima seseorang berasal dari berbagai sumber pendapatan. Pertama, pendapatan sektor formal, yaitu pendapatan yang bersumber dari upah atau gaji yang
diperoleh secara tetap dan jumlah yang telah ditentukan. Kedua, pendapatan sektor informal, yaitu pendapatan yang bersumber dari perolehan atau penghasilan tambahan seperti
pedagang, tukang, dan buruh. Ketiga, pendapatan sub intern, yaitu pendapatan yang
bersumber dari usaha sendiri seperti dari hasil bercocok tanam, hasil dari berternak, hasil dari berkebun, dan sebagainya (Sumardi, 1999).
2.1.4 Pendidikan
Pendidikan menurut Kamus Bahasa Indonesia, merupakan proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. (Sedarmayanti, 1998:32), Pendidikan adalah proses mengasah potensi-potensi, kemampuan-kemampuan, kapasitas-kapasitas manusia yang mudah
Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003, adapun jenjang pendidikan sebagai berikut:
Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan dari pendidikan dasar, pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan Tinggi
Setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doctor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. Perguruan tinggi berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan vokasi.
2.1.5 Jam Kerja
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:454) jam kerja adalah waktu yang
dijadwalkan untuk perangkat peralatan yang dioperasikan atau waktu yang dijadwalkan bagi pegawai untuk bekerja. Jam kerja bagi seseorang sangat menentukan efisiensi dan
produktivitas kerja.
Dari segi Undang-Undang Perburuhan, jam kerja adalah jam / waktu yang dilakukan di bawah pengawasan pimpinan dari pihak kantor. Banyaknya jumlah jam kerja tergantung dari pihak kantor yang mempekerjakan para karyawan tersebut. Pada dasarnya jam kerja adalah 40 (empat puluh) jam dalam seminggu, 8 (delapan) jam sehari (tidak termasuk jam istirahat). Tentang jam kerja berdagang, usaha perfilman, usaha kesehatan, kebersihan, penerima tamu / receptinost, atau usaha sampingan; adalah 44 (empat puluh empat) jam dalam seminggu.
2.1.6 Status Perkawinan
tidak menikah atau janda dan duda. Pada dasarnya keputusan seseorang untuk bekerja juga tergantung dari status perkawinan yang dimilikinya. Apabila sudah berstatus menikah, maka harus ada kesepakatan dari suami/istri apakah diizinkan untuk bekerja atau tidak. Apabila status seseorang belum menikah/lajang, maka ada kemungkinan untuk menganggur lebih tinggi.
Dalam konteks ini status perkawinan merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) seseorang. Dimana faktor eksternal diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar diri individu yang keberdaannya mempengaruhi terhadap dinamika perkembangan (Samsunumiyati, 2012).
2.2 Grand Teori KBLI dan Kaufman 2.2.1 Definisi Sektor Industri Jamu
2.2.2 Grand Teori dari Kaufman 2.2.2.1 Teori Labor Choice
Setiap individu memiliki 168 jam seminggu yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan termasuk diantaranya untuk memenuhi kebutuhan biologis yang tetap, seperti aktivitas tidur, makan, dan lain-lain, dengan asumsi jumlah jam yang digunakan adalah tetap sebesar 68 jam. Sisanya, 100 jam, dapat digunakan untuk pilihan aktivitas untuk bekerja dan leisure (Kaufman dan Hotchkiss, 2000).
Setiap individu memiliki preferensi yang berbeda-beda dalam menentukan pilihan alokasi jumlah waktu yang dimilikinya untuk bekerja dan leisurenya. Kurva indiferen menggambarkan kombinasi antara pilihan bekerja pada tingkat
pendapatan yang diperoleh terhadap jumlah waktu senggang yang dapat dinikmatinya.
2.2.2.2 Teori Penawaran Tenaga Kerja
Penawaran tenaga kerja adalah fungsi dari upah. Bagi individu, upah yang dapat mereka peroleh mencerminkan biaya oportunitas seandainya mereka tidak bekerja pada pekerjaan dibayar. Pada pasar penawaran tenaga kerja kurva penawarannya melengkung ke belakang. Kurva penawaran pekerja
Dua Kurva Indiferen Laidback Person dan Workaholic
Sumber : Kaufman dan Hotchkiss, 2000
Kurva penawaran tenaga kerja menunjukkan hubungan antara tingkat upah dan jumlah jam yang ditawarkan ke pasar kerja (kaufman dan hotchkiss, 2000). Pembagian waktu yang dilakukan oleh individu dapat digunakan untuk memahami keputusan penawaran tenaga kerja.waktu dibagi atas dua penggunaan yaitu waktu kerja dan waktu senggang (leisure). Tingkat upah tersebut mengukur harga yang diberikan pekerja pada waktu senggang, karena upahnya mengukur jumlah jam yang dikorbankan pekerja tersebut untuk menikmati waktu senggangnya. Pada awalnya kenaikan tingkat upah akan meningkat curahan jam kerja pekerja. Sampai mencapai titik tertentu, kenaikan upah akan membuat pekerja mengurangi jam kerjanya. Pengurangan curahan jam kerja yang dilakukan oleh pekerja karena
kenaikan tingkat upah disebut dengan backward bending suplly curve.
Backward Bending Supply Curve
2.2.2.3 Teori Human Capital
Asumsi dasar teori human capital adalah bahwa seseorang dapat
Keuntungan dan Biaya Jika Melanjutkan Kuliah di Perguruan Tinggi
Dari gambar tersebut ada dua strategi berinvestasi,yaitu :
1. Menyelesaikan SMA-nya (pada usia 18 tahun) dan pada usia itu pula
memutuskan untuk langsung bekerja sampai berusia 65 tahun. Hal ini digambarkan oleh kurva SMA.
2. Melanjutkan kuliah selepas SMA pada usia 18 tahun sampai 21 tahun dan barn bekerja pada usia 22 tahun sampai usia 65 tahun. Hal ini digambarkan oleh kurva Perguruan Tinggi.
2.2.2.4 Model Rumah Tangga Dalam Penawaran Tenaga Kerja
Semenjak proporsi wanita menikah dalam angkatan kerja semakin meningkat, para ahli ekonomi menyadari bahwa model tenaga kerja sederhana mempunyai ketidaksempurnaan dalam dua hal penting yaitu,
1. Model tersebut tidak mempedulikan konteks keluarga dalam keputusan
penawaran tenaga kerja yang dibuat oleh pasangan suami istri. Suami dan istri tidak membuat keputusannya sendiri-sendiri dalam mengalokasikan waktunya untuk bekerja dan waktu luang tetapi mereka mengambil keputusan bersama untuk mencapai keputusan yang maksimal bagi seluruh keluarga.
2.3 Penelitian Terdahulu N
o PenelitiNama Judul Penelitian Isi Perbandingan denganpenelitian saat ini
1 Maya
Studi kasus mengenai Ibu rumah tangga yang bekerja di sektor industri batu bata di Desa Kajhu Kecamatan Baitussalam. Yang memaparkan analisis
mengenai tingkat pendapatan yang dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan (X1), usia (X2), dan curahan jam kerja (X3) terhadap tingkat pendapatan keluarga dari ibu rumah tangga yang bekerja di sektor industri batu bata.
Sedangkan metode analisis data yang digunakan yaitu model regresi linear berganda dan diperoleh hasil bahwa semua variabel seperti tingkat pendidikan,usia,dan curahan jam kerja yang diteliti tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan keluarga ibu rumah tangga yang bekerja di sektor industri batu bata di Desa Kajhu Kecamatan
Baitussalam.
Penelitian saat ini mengambil studi kasus tenaga kerja yang bekerja di sektor industri jamu di kota Semarang. Yang menjelaskan mengenai pengaruh antara tingkat
pendidikan, usia, dan jam kerja serta status perkawinan terhadap tingkat pendapatan tenaga kerja di sektor formal dan informal industri jamu di Semarang. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode regresi linear berganda untuk mengetahui apakah ada
keterkaitan antara variabel yang diteliti seperti tingkat
pendapatan tenaga kerja di sektor formal, sedangkan tingkat pendidikan, usia, jam kerja, dan status perkawinan tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan tenaga di sektor informal industri jamu di Semarang.
Studi kasus kota Surakarta Jawa Tengah yang memaparkan mengenai pengaruh apa saja yang secara signifikan mempengaruhi keputusan wanita menikah untuk bekerja di kota Surakarta Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara tingkat pendidikan, tingkat upah suami, jumlah tanggungan keluarga, dan usia terhadap keputusan wanita menikah untuk bekerja. Penelitian ini
menggunakan Binnary Logistic
Regression dan metode
pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan cara menyebar kuisioner. Menggunakan metode analisis data dengan Binnary Logistic Regression diperoleh hasil bahwa pendidikan, upah suami,dan
jumlah tanggungan keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan wanita menikah untuk bekerja, sedangkan variabel usia mempunyai pengaruh negatif atau tidak signifikan terhadap keputusan wanita menikah untuk bekerja.
Dari hasil analisis regresi linear berganda diperoleh hasil bahwa variabel pendidikan mempunyai pengaruhyang signifikan, sedangkan variabel lain seperti usia,jam kerja,dan status perkawinan tidak terlalu berpengaruh terhadap tingkat pendapatan tenaga kerja sektor formal industri jamu di
Semarang. Sedangkan dalam sektor informal tingkat pendidikan, usia, jumlah jam kerja dan status perkawinan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan tenaga kerja industri jamu di Semarang.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh lama bekerja, tanggungan keluarga, usia, curahan jam kerja, dan pendidikan terhadap pendapatan tenaga kerja wanita pada industri manik-manik di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember. Jenis penelitian ini adalah dilakukan dengan explanatory survey yaitu bertujuan untuk mengetahui ada
Penelitian saat ini mengambil studi kasus tenaga kerja yang bekerja di sektor industri jamu di kota Semarang. Yang menjelaskan mengenai pengaruh antara tingkat
tidaknya pola hubungan
antara dua variabel atau lebih. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variabel lama kerja, jumlah
tanggungan keluarga, usia, curahan jam kerja, dan pendidikan
mempunyai pengaruh yang
signifikan. Sedangkan secara parsial variabel lama kerja berpengaruh signifikan,
jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh signifikan, usia tidak berpengaruh signifikan, curahan jam kerja berpengaruh signifikan,
dan pendidikan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan tenaga kerja wanita pada industri manik-manik di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode regresi linear berganda untuk mengetahui apakah ada keterkaitan antara variabel yang diteliti seperti tingkat pendidikan,usia,jam kerja dan status perkawinan terhadap tingkat pendapatan. Dengan metode analisis regresi linear diperoleh hasil bahwa tingkat pendidikan berpengaruh signifikan,sedangkan usia,jam kerja dan status perkawinan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pendapatan tenaga kerja di sektor formal, sedangkan tingkat
pendidikan, usia, jam kerja, dan status perkawinan tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan tenaga di sektor informal industri jamu di Semarang.
Yori Akmal (Tahun 2006)
Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi
Produktivitas Tenaga Kerja
Industri Kecil Kerupuk
Studi kasus kota Bukittinggi
Sumatera Barat analisis yang dipakai dalam penelitaian ini adalah, data hasil survey dan wawancara dianalisa secara deskriptif untuk
mengidentifikasi karakteristik umum
Sanjai di Kota
Bukittinggi dan karakteristik tenaga kerja industrikecil kerupuk sanjai. Data primer dianalisa dengan model regresi linier berganda dan parameter diduga dengan metode pendugaan kuadrat terkecil biasa (OrdinaryLeast Square) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
produktivitas tenaga kerja industri kecil di Kota Bukittinggi. Dilihat dari tingkat pendidikan secara umum responden telah menyelesaikan pendidikan pada tingkat sekolah dasar dan secara rata-rata pekerja industri kecil kerupuk sanjai di Kota Bukittinggi telah menjalani
pendidikan formal selama 8,6 tahun. Para pekerja rata-rata telah memiliki pengalaman kerja selama 7,45 tahun di industri kecil kerupuk sanjai. Rata-rata pekerja mengalokasikan
waktunya untuk bekerja pada industri kecil kerupuk sanjai ini selama 8,15 jam per hari. Pekerja rata-rata menerima upah dari industri kecil kerupuk sanjai sebesar Rp 559.166,70 per bulan, pekerjaan di industri kecil kerupuk sanjai ini merupakan satu-satunya mata pencaharian bagi
sebagian besar pekerja. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja pada
dan status perkawinan terhadap tingkat pendapatan tenaga kerja sektor industri jamu baik di sektor formal maupun informal di
Semarang. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dan metode yang digunakan adalah dengan cara wawancara langsung dengan responden untuk mengetahui informasi yang dibutuhkan dan juga menggunakan referensi jurnal yang berkaitan dengan tema pembahasan.
Dari hasil analisis regresi linear berganda diperoleh hasil bahwa variabel pendidikan mempunyai pengaruhyang
signifikan, sedangkan variabel lain seperti usia,jam kerja,dan status perkawinan tidak terlalu
industri kecil kerupuk sanjai di Kota Bukittinggi dengan menggunakan analisis regresi linier berganda, ternyata yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas hanya empat variabel bebas. Pertama, variabel jenis kelamin bernilai positif yang berarti tenaga kerja laki-laki lebih produktif dibandingkan tenaga kerja perempuan. Kedua, upah yang diterima dari industri kecil kerupuk sanjai bernilai positif yang berarti semakin tinggi upah maka
produktivitas tenaga kerja akan meningkat. Ketiga, dummy status pekerjaan bernilai positif yang berarti tenaga kerja yang bekerja penuh lebih produktif dibandingkan yang bekerja sampingan pada industri kecil kerupuk sanjai, sedangkan yang keempat alokasi
waktu kerja bernilai negatif yang berarti penambahan jam kerja akan menurunkan produktivitas tenaga kerja tersebut.
Tingkat
Pendapatan
Pendidikan
Usia
Jam Kerja
Status
Perkawinan
2.4 Kerangka Pemikiran Teoritis
Perkembangan industri jamu di Kota Semarang khususnya industri kecil, menengah maupun besar diharapkan dapat membawa dampak positif yaitu dapat menyerap tenaga kerja yang cukup besar mengingat bahwa industi jamu merupakan salah satu industri andalan Kota Semarang untuk meningkatkan pendapatan seseorang. Penelitian ini akan melihat bagaimana tingkat pendapatan pada sektor industri jamu di Kota Semarang serta mengestimasikan variabel tingkat pendidikan, usia, jam kerja dan status perkawinan terhadap tingkat pendapatan seseorang.
Berikut adalah gambaran model kerangka pemikiran yang digunakan :
Gb. Model Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Model Kerangka Pemikiran “Analisa Pengaruh Tingkat Pendidikan, Usia, Jam Kerja dan Status Perkawinan Terhadap Pendapatan Tenaga Kerja Formal dan Informal Pada Industri Jamu di Kota Semarang”
Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan bahwa tingkat pendapatan atau sebagai variabel dependen yang besar kecilnya dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel antara lain yaitu tingkat
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 3.1.1 Variabel Penelitian
Variabel merupakan konsep yang mempuanyai variasi nilai. Dalam klasifikasi variabel berdasarkan pengaruhnya, variabel dapat dibedakan menjadi : a) variabel dependent
(tergantung), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya atau ditentukan, b) variabel independent/bebas, variabel yang mempengaruhi variabel lain atau menentukan (Sumarsono, 2004). Dalam penelitian ini digunakan tiga variabel independen yaitu
pendidikan, Usia dan Waktu kerja ( lama kerja per hari ). Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pendapatan.
3.1.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana cara menetukan variabel lain dan mengukur suatu variabel, sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang dapat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama dan dapat ditentukan kebenarannya oleh orang lain berdasarkan variabel yang digunakan.
A. Variabel Dependen
1. Pendapatan (Y)
Pendapatan adalah balas jasa yang berupa uang yang diterima oleh responden atas kinerjanya. Pendapatan dinyatakan dalam satuan Rupiah per jam.
B. Variabel Independen
1. Pendidikan (X1)
Pendidikan merupakan tahun sukses sekolah pada pendidikan formal yang diikuti oleh responden. Pendidikan dinyatakan dalam satuan tahun.
2. Usia (X2)
3.Waktu kerja ( Lama kerja per hari ) (X3)
Waktu kerja merupakan lama kerja per hari dari tenaga kerja, dan waktu kerja dinyatakan dalam satuan hari.
4. Status Perkawinan (X4)
Status perkawinan merupakan status yang dimiliki seseorang untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pada tingkat pendapatan.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung di lapangan. Sumber data primer diperoleh dari para pekerja di sektor formal dan informal di industri jamu. Untuk formal, kami
mengambil responden dari pekerja di Pabrik Jamu Jago Srondol Banyumanik. Sedangkan untuk informal, responden kami terdiri dari penjual jamu keliling, penjual jamu yang ada dipasar dan kios-kios jamu yang tersebar di daerah Semarang.
Sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan melalui studi pustaka. Data sekunder ini dikumpulkan melalui identifikasi informasi spesifik yang diperoleh terkait dengan variabel-variabel penelitian untuk menghasilkan kesimpulan yang obyektif.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dalam mendapatkan data primer ialah dengan metode wawancara terstruktur, dimana peneliti telah mengetahui dengan pasti apa informasi yang ingin digali dari responden sehingga daftar pertanyaannya sudah dibuat secara sistematis. Peneliti melakukan metode wawancara terstruktur dengan mengambil teknik sampling sebanyak 30 sample, dengan rincian 15 sample responden di sektor informal dan 15 sample responden di sektor formal. Penelitian ini juga menggunakan metode dokumentasi atau studi pustaka berupa beberapa literature seperti penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.4 Metode Analisis Data
prosentase. Selain itu penulis menggunakan metode analisis regresi linier berganda dengan bantuan SPSS 23 dengan uji asumsi klasik (diantaranya uji normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi, dan uji heterokedastisitas) , uji regresi linier berganda, uji F, uji hipotesis, dan uji T.
Keputusan yang diambil berdasar pengujian hipotesis dengan melihat nilai signifikan dan taraf sebesar 5% (0,5). H1 dan H2 diterima jika nilai sig ≤ taraf nyata. Jika sebaliknya, nilai sig ≥ taraf nyata maka H1 atau H2 berarti ditolak. (Ghozali,2013:98).
Y = β 1 X1 + β 2 X2 + β 3 X3 + µ . . . .(3.1) Keterangan :
1. Pendapatan (Y)
2. Usia (X1)
3. Pendidikan (X2)
4. Waktu kerja ( Lama kerja per hari ) (X3)
5. Faktor pengganggu (µ)
6. Koefisien regresi ( β1,β2,β3 )
3.4.1 Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan menguji apakah model regresi ditemukan korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol (Imam Ghozali, 2005).
Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas di dalam regresi yaitu:
1. Nilai R square (R²) yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individu variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
2. Menganalisis matrik korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 9,0) maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas.
3. Melihat nilai tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF). Suatu model regresi bebas dari masalah multikolinearitas apabila nilai tolerance kurang dari 0,1 dan nilai VIF lebih dari 1,0.
Kondisi dimana variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan pada periode lain, dengan kata lain variabel gangguan yang tidak random. Faktor-faktor yang menyebabkan autokorelasi antara lain kesalahan dalam menentukan model penggunaan lag pada model, tidak memasukkan variabel yang penting. Akibat adanya autkolerasi adalah parameter yang diestimasi menjadi bias dan variannya tidak meminimum, sehingga tidak efisien (Gujarati Damodar N, 2003).
3.4.1.2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya gejala heteroskedastisitas dalam model persamaan regresi digunakan metode glejser. Metode ini melakukan regresi antara nilai absolut dari tiap variabel independen. Apabila koefisien regresi tersebut signifikan maka dapat heteroskedasisitas di dalam data. (Gujarati Damodar N, 2003).
3.4.1.3 Uji Normalitas
Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data. Penggunaan uji normalitas karena pada analisis statistik parametrik asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi.
Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Cara mendeteksinya adalah dengan melihat normal probability plot yang
3.4.2 Koefisien Determinasi ( R² )
Koefisien Determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel indepnden dalam
menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi-variabel dependen.
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak perduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel independen. Oleh karena itu banyak peneliti
menganjurkan untuk menggunakan Adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik. Tidak seperti R2, nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam model (Imam Ghozali, 2005).
3.4.2.1 Uji Signifikasi Simultan (Uji F)
Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk menguji hipotesis digunakan statistik F dengan pengambilan keputusan sebagai berikut (Imam Ghozali, 2005) :
Quick look : jika nilai F lebih besar daripada 4 maka Ho dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5 persen, dengan kata lain menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen.
Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel. Jika nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
3.4.2.1 Uji Signifikasi Parameter Individual (Uji t)
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Industri Jamu Kota Semarang
Jawa adalah suatu produk obat tradisional kebanggaan Indonesia. Bukan hanya milik orang Jawa, tapi milik Indonesia. Resep jamu tradisional dianggap warisan budaya yang harus dilestarikan. Konon praktik meracik jamu sudah ada sejak zaman Majapahit. Di zaman ini ada acariki, profesi peracik jamu. Kemudian, meski Majapahit runtuh, tradisi minum jamu untuk kesehatan dan kecantikan masih dipertahankan, bahkan terus berlangsung hingga zaman kerajaan Mataram Islam. Di zaman Mataram Islam, jamu bahkan dianggap sebagai minuman istimewa konsumsi khusus bangsawan dan keluarga raja. Lambat laun jamu bukan lagi minuman bangsa keraton. Semua bisa mengonsumsi jamu.
Belakangan jamu populer dengan sebutan herba atau herbal. Jamu dibuat dari bahan-bahan alami, berupa bagian dari tumbuhan seperti rimpang (akar-akaran), daun-daunan, kulit batang, dan buah. Ada juga menggunakan bahan dari tubuh hewan, seperti empedu kambing, empedu ular, atau tangkur buaya. Seringkali kuning telur ayam kampung juga dipergunakan untuk tambahan campuran pada jamu gendong. Kabupaten Sukoharjo merupakan sentra penjualan jamu tradisional yang cukup dikenal di Indonesia. Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu kabupaten yang termasuk dalam Provinsi Jawa Tengah. Tapi
belakangan, industri jamu Indonesia terus mengalami perkembangan. Industri jamu sudah menuju pada konsep industri besar, bukan lagi industri rumah tangga. Yang menarik, tak banyak yang menyangka bahwa industri pabrik jamu banyak terdapat di Kota Semarang.
Khususnya pengobatan alternatif ala sin she, menjadi hal populer bagi masyarakat Kota Semarang, baik dari strata ekonomi rendah, menengah dan atas. Sayangnya, potensi ini sepertinya tak pernah dilirik oleh Pemkot Semarang sebagai upaya pelestarian produk budaya ataupun aset yang bisa menopang ekonomi sekala mikro. Pemkot lebih tertarik untuk
mensuport banyak kegiatan yang bersifat gemerlap, yang tanpa memiliki akar tradisi di daerahnya sendiri. Beberapa waktu lalu, bahkan Pemkot Semarang menyelenggarakan festival gethuk di Kecamatan Mijen, sebuah daerah yang tak memiliki akar sejarah budaya, produksi, industri maupun konsumsi gethuk di masyarakatnya. Atau bersusah payah
menggeber kegiatan serimonial seperti Semarang Night Carnival dengan anggaran APBD yang besar. Yang unik lagi, meski terlihat gagap pemkot malah terus berusaha
mengembangkan potensi batik, meski secara kultur maupun referensi, masyarakat tak memiliki tradisi membatik seperti (sekuat) perajin-perajin di Kota Solo, Yogyakarta, Rembang (Lasem) ataupun Pekalongan. Potensi jamu, obat tradisional, maupun obat alternatif sebenarnya lebih potensial bagi kota ini untuk dikembangkan sebagai penggerak ekonomi mikro maupun makro. Selain kebutuhan sumber daya manusia untuk pekerja, banyaknya industri jamu tentu membutuhkan pasokan bahan baku produksi jamu. Jika potensi ini ditangkap serta ada kerja sama antara pengusaha dan pemerintah, bahan baku jamu maupun obat tradisional lain dapat dikembangkan di wilayah ini.
Pelibatan masyarakat untuk penyediaan bahan baku, tentu akan menjadi nilai positif dalam upaya menggerakkan ekonomi masyarakat. Apalagi di daerah ini memiliki ruang untuk pengembangan, karena hampir seluruh kecamatan di Kota Semarang secara geografis cocok untuk bercocok tanam jenis tanaman jamu. Belum lagi persoalan kebutuhan penunjang sebuah industri jamu, seperti kemasan. Pelibatan masyarakat dalam menunjang jalannya produksi akan memberi dampak positif bagi suatu daerah. Karena jalannya sebuah industri, kuncinya ada di lini modal dan produksi yang harus terkorelasi. Buktinya dalam situasi ekonomi yang fluktuatif, industri jamu di Kota Semarang ternyata juga masih mampu bertahan, bahkan memberi sumbangan yang cukup dominan. Aspek ekonomi juga harus dipertimbangkan, karena jenis industri ini mempunyai multi efek ekonomi yang tidak dapat diabaikan, yaitu keberadaannya berpengaruh terhadap pertumbuhan jenis industri lainnnya, termasuk jasa, penyediaan lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja.
Jika digarap dengan baik, multi efek ekonomi industri jamu bisa jadi fenomena untuk memperkecil jumlah pengangguran. Lebih dari itu industri jamu diharapkan dapat
dibutuhkan campur tangan (fasilitator) pemerintah guna melakukan kerja sama dengan pengusaha serta menggerakkan masyarakat di sekotor pertanian. Dengan bentuk kerja sama, masyarakat bisa diberdayakan dalam penyediaan bahan pokok serta tenaga kerja.
4.1.1 Lokasi Industri Jamu
Lokasi penelitian kami yaitu pada industri jamu yang tersebar di kota Semarang, baik jamu bakulan, toko, online, dan pabrik, salah satunya PT Jamu Jago, Semarang yang berada di Jalan Setiabudi, Nomor 273. Lokasi PT Jamu Jago Semarang dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Peta Lokasi PT Jamu Jago, Semarang, Sumber : Google Earth
4.2 Deskripsi Responden
Responden dari penelitian ini adalah tenaga kerja informal dan tenaga kerja formal pada sektor industri jamu di Semarang. Jumalah responden yang kami gunakan yaitu sebanyak 60 orang yaitu 30 orang pada tenaga kerja formal dan 30 orang pada tenaga kerja informal.
4.2.1 Usia
Adapun usia responden yang kami gunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
Range Usia Responden pada Tenaga Kerja Industri Jamu di Kota Semarang Range
Usia
Frekuensi Sektor
21-26 7 orang Formal
33-39 6 orang Formal
40-45 6 orang Formal
48-49 2 orang Formal
20-29 3 orang Informal
30-39 9 orang Informal
40-49 15 orang Informal
50-59 3 orang Informal
Tabel 4.1 Range Usia Responden pada Tenaga Kerja Industri Jamu di Kota Semarang, Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
4.2.2 Pendidikan
Adapun tingkat pendidikan responden yang kami gunakan adalah sebagai berikut.
Pendidikan Responden pada Tenaga Kerja Industri Jamu di Kota Semarang Tingkat
Pendidikan
Codin g
Frekuensi Sektor
Tidak Sekolah 0 - Formal
SD 1 - Formal
SMP 2 14 orang Formal
SMA 3 16 orang Formal
Sarjana 4 - Formal
Tidak Sekolah 0 1 orang Informal
SD 1 9 orang Informal
SMP 2 15 orang Informal
SMA 3 4 orang Informal
Sarjana 4 1 orang Informal
4.2.3 Jam Kerja
Adapun lama jam kerja pada sektor formal yaitu sudah ada ketentuan yaitu 40 jam/minggu atau sama dengan 1200 jam/bulan dengan jumlah responden sebanyak 30 orang responden untuk tenaga kerja formal.
Sedangkan, untuk tenaga kerja informal memiliki jam kerja yang lebih beragam dari 30 responden yang kami ambil. Adapun data jam kerja tenaga kerja informal pada industri jamu adalah sebagai berikut.
Jam Kerja Responden pada Tenaga Kerja Informal Jam Kerja
7 orang Informal
47-51
11 orang Informal
4.2.4 Status Perkawinan
Adapun status perkawinan responden kami yaitu sebagai berikut.
Status Perkawinan Responden Tenaga Kerja Industri Jamu di Kota Semarang
Status Perkawinan Codin
g
Frekuens i
Sektor
Belum Menikah 1 4 Formal
Sudah Menikah 2 26 Formal
Belum Menikah 1 3 Informa
l
Sudah Menikah 2 27 Informa
l
Tabel 4.4 Jam Kerja pada Tenaga Kerja Industri Jamu (Informasl) di Kota Semarang, Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
4.3 Analisis Data
4.3.1 Analisis Data Deskriptif Tenaga Kerja Formal
Berikut adalah data yang digunakan untuk analisis pada penelitian ini.
Gambar 4.2 Hasil Analisis Data Deskriptif Tenaga Kerja Formal Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
Dari output berikut, dapat diketahui nilai minimum, nilai maksimum, jumlah keseluruhan tiap variabel, rata-rata tiap variabel, dan standar deviasinya.
Untuk variabel dependent pendapatan dalam hasil descriptive statistic, range statistic
43.400.000 dan mean statistic berada pada nominal 1446666.667. Untuk Std. Deviation berada pada 272578.1550 dan Variance statistic berada pada 7.430E+10. Pada skewness statistic berada pada 1,922 dan pada Std. Errornya pada 0,427. Pada Kurtosis statistic berada pada 2,334 dan Std. Erronya berada pada 0,833.
Untuk variabel independet Usia dalam hasil descriptive statistic, range statistic 28, minimum statistic 21, maximum statistic 49. Pada Sum diketahui 1000, mean statistic 33.3333. Untuk Std.Deviation 8.02296 dan Variance statistic 64.368. Skewness pada bagian statistic yaitu 0,448 dan Std. Errornya pada 0,427. Kurtosis statistic berada pada -0,947 dan pada Std Error berada pada 0,833.
Untuk variabel independent pendidikan dalam hasil descriptive statistic, rangenya 1, minimum statistic 2 dan maksimum statistic 3. Pada Sum diketahui 76, mean statistic 2.5333 dan mean std.error 0.09264. Untuk Std.Deviation 0.50742 dan Variance 0.257. Pada
Skewness pada statistic yaitu -0,141 dan pada Std. Error yaitu 0,427. Kurtosis statistic yaitu -2,127 dan Std. Error yaitu 0,833.
Untuk variabel independent jam kerja dalam hasil descriptive statistic, rangenya 0, minimum dan maksimum sebesar 160,00. Pada Sum 4800,00 dan mean dengan nilai 160,000 dan standar erorrnya 0. Untuk std.deviation 0 dan variance 0.
Untuk variabel indepent status perkawinan rangenya 1, minimum 1 dan maksimum 2.
4.3.2 Analisis Regresi Tenaga Kerja Formal
Berdasarkan data-data diatas, hasil dari analisis regresi adalah sebagai berikut :
1. Uji normalitas
Gambar 4.3 Uji Normalitas (Pendapatan) Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan melihat grafik histogram diatas. Data dikatakan normal apabila sebaran data mengikuti garis normal. Pada gambar diatas menunjukkan bahwa pola grafik histogram tidak mengikuti garis, berarti data tersebut tidak normal.
2. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dalam penelitian ini dengan melihat grafik scatterplot pada SPSS.
Gambar diatas adalah grafik scatterplot yang menunjukkan pola yang berbentuk abstrak. Hal
ini sesuai dengan syarat tidak terjadinya heterokedastisitas. Jadi model regresi bersifat homokedastisitas.
Gambar 4.5 Uji Autokorelasi (Pendapatan) Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
a. Predictors: (Constant), Status Perkawinan, Pendidikan, Usia b. Dependent Variable: Pendapatan
Persamaan regresi yang baik adalah tidak memiliki masalah autokorelasi. Jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi tidak layak dipakai prediksi. Ukuran dalam
menentukan ada tidaknya masalah autokorelasi dengan uji Durbin-Watson(DW), dengan
ketentuan sebagai berikut :
Terjadi autokorelasi positif jika DW dibawah -2 (DW < -2)
Tidak terjadi autokorelasi jika DW berada diantara -2 dan +2 (-2 <DW> +2)
4. Uji Multikolinieritas
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
Usia ,783 1,277
Pendidikan ,864 1,158
StatusPerkawinan ,708 1,413
Gambar 4.6 Uji Multikolinieritas (Pendapatan)
Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
a. Dependent Variable : Pendapatan
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen) . Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas (tidak terjadi multikolonieritas). Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel – variabel ini tidak ortogonal adalah variabel bebas yang niali korelasi antar sesama variabel bebas = 0. Dasar pengambilan keputusan uji
multikolonieritas dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a. Melihat nilai Tolerance, yaitu jika nilai Tolerance > 0,10, maka berarti tidak terjadi multikolonieritas terhadap data yang diuji. Dan begitu sebaliknya.
b. Melihat niali VIF, yaitu jika nilai VIF < 10,00, maka berarti tidak terjadi multikoloniertas terhadap data yang diuji. Dan begitu sebaliknya.
5. Uji Regresi Linier Berganda
order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant) 210224,358 429610,578 ,489 ,629
Usia 4242,844 6339,461 ,125 ,669 ,509 ,109 ,130 ,111 ,783 1,277
Pendidika
n 305159,005 95443,462 ,568 3,197 ,004 ,462 ,531 ,528 ,864 1,158
StatusPerk awinan
172470,377 154738,535 ,219 1,115 ,275 ,068 ,214 ,184 ,708 1,413
a. Dependent Variable: Pendapatan
Gambar 4.7 Uji Regresi Linier Berganda (Pendapatan) Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
Dengan hasil intepretasi sebagai berikut :
a. Nilai konstanta positif 210224,358. Artinya ketika variabel usia, pendidikan
dan variabel status perkawinan konstan, maka variabel pendapatan nilainya positif 210224,358.
b. Koefisien pendidikan sebesar 305159,005 poin. Berarti bahwa peningkatan 1
7. Uji Hipotesis
Std. Error of the Estimate
1 ,540a ,291 ,209 242383,50021
a. Predictors: (Constant), StatusPerkawinan, Pendidikan, Usia b. Dependent Variable: Pendapatan
Gambar 4.8 Uji Hipotesis (Pendapatan) Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan analisis adjused R Square untuk lebih mendekati nilai sebenarnya. R sebesar 0,540 artinya status perkawinan, pendidikan, usia memiliki hubungan yang tidak begitu kuat terhadap pendapatan. Nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,291 yang artinya presentasi variabel total dalam variabel terikat yang
dijelaskan oleh variabel bebas adalah 29%. Angka adjusted R Square yang diperoleh pada
penelitian ini adalah sebesar 0,209 atau 20,9%. Angka adjusted R Square tersebut
menunjukkan bahwa pengaruh usia, pendidikan, dan status perkawinan terhadap pendapatan sebesar 20,9% dan faktor-faktor lainnya sebesar 79,1%.
6. Uji F
ANOVAa
Model Sum of Squares Mean Square FSig.
1 Regression 627172876202,885 209057625400,962 3,558 ,028b
Residual 1527493790463,781 26 58749761171,684
Total 2154666666666,666 29
Gambar 4.9 Uji F (Pendapatan)
Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari semua variabel bebas pada penelitian secara bersama-sama terhadap variabel pendapatan. Dari tabel diatas diperoleh Fhitung sebesar 3,558 sedangkan untuk besaran Ftabel pada α = 0,05 (5%) sebesar 3,028. Hal ini
berarti Fhitung>Ftabel = 3,558 > 3,028 sesuai dengan syarat yang diajukan 0,028 < 0,05 berarti
7. Uji T
B Std. Error Beta
(Constant) 210224,358 429610,578 ,489 ,629
Usia 4242,844 6339,461 ,125 ,669 ,509
Pendidikan 305159,005 95443,462 ,568 3,197 ,004
Status
Perkawinan 172470,377 154738,535 ,219 1,115 ,275
Gambar 4.10 Uji T (Pendapatan)
Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
Uji parsial atau disebut uji T dalam analisis regresi linier berganda bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas (X) secara parsial (sendiri-sendiri) berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Y). Dasar pengambilan keputusan untuk uji T (parsial) dalam analisis regresi :
a. Berdasarkan nilai t hitung dan t tabel, yaitu jika nilai t hitung > t tabel maka variabel bebas (X) berpengaruh terhadap variabel terikat (Y). Dan begitu sebaliknya.
b. Berdasarkan nilai signifikansi hasil output SPSS, yaitu jika nilai Sig.<0,05 maka variabel bebas (X) berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Y). Dan begitu sebaliknya.
Berdasarkan hasil output SPSS diatas maka didapatkan Sig. Variabel usia (X1) sebesar 0,509>0,05 berarti bahwa variabel usia tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Untuk variabel pendidikan nilai Sig. Variabelnya sebesar 0,004<0,05 berarti bahwa variabel pendidikan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Sedangkan variabel status
perkawinan mempunyai nilai Sig. Variabelnya sebesar 0,275>0,05 yang berarti bahwa variabel status pernikahan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan.
Std. Deviation
N Range Minimum Maximum Sum Mean
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic
Pendapatan 30 5100000 900000 6000000 48400000 1613333,33
Usia 30 37 20 57 1220 40,67
Pendidikan 30 4 0 4 55 1,83
Jam Kerja 30 140 150 290 5980 199,33
Status
Perkawinan 30 1 1 2 57 1,90
Valid N
,695
,333
,427
,619
,833
48.490
2351,264
,918
,427
-,328
,833
.305
,093
-2,809
,427
6,308
,833
Analisis Deskriptif Tenaga Kerja Informal Industri Jamu di Kota Semarang
Gambar 4.11 Hasil Analisis Data Deskriptif Tenaga Kerja Informal Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
Pada variable pendapatan (dependen), Range Statistic berada pada nominal 5100000,
Minimum Statistic berada pada nominal 900000 dan Maximum Statistic berada pada nominal 6000000. Pada sisi Sum Statistic berada pada nominal 48400000 dan Mean Statistic berada pada nominal 1613333,33 dan Std. Deviation Statistic berada pada 868801,526 dan Variance Statistic berada pada 754816091954,023. Pada sisi Skewness Statistic berada pada 4,735 dan Skewness Std. Error berada pada 0,427. Kemudian pada sisi Kurtosis Statistic berada pada 24,294 dan Kurtosis Std. Error berada pada 0,833.
Pada variable independent Usia mempunyai Range Statistic sebesar 37, Minimum
Statistic sebesar 20 dan Maximum Statistic sebesar 57. Pada Sum Statistic mempunyai nominal sebesar 1220, dan Mean Statistic sebesar 40,67 dan Std. Deviation Statistic berada pada 8,413 dan Variance Statistic berada pada 70,782. Lalu, pada sisi Skewness Statistic berada pada -,509 dan Skewness Std. Error berada pada 0,427. Kemudian pada sisi Kurtosis Statistic berada pada 0,542 dan Kurtosis Std. Error berada pada 0,833.
Pada variable independent Pendidikan mempunyai hasil Range Statistic sebesar 4,
Minimum Statistic berada pada 0 dan Maximum Statistic berada pada 4. Pada Sum Statistic mempunyai nilai sebesar 55, dan Mean Statistic sebesar 1,83 dan Std. Deviation Statistic berada pada 0,834 dan Variance Statistic berada pada 0,695. Pada sisi Skewness Statistic berada pada 0,333 dan Skewness Std. Error berada pada 0,427. Kemudian pada sisi Kurtosis Statistic berada pada 0,619 dan Kurtosis Std. Error berada pada 0,833.
Dalam variable independent Jam Kerja, mempunyai hasil Range Statistic di 140,
Minimum Statistic berada pada 150 dan Maximum Statistic berada pada 290. Pada Sum Statistic mempunyai nilai sebesar 5980, dan Mean Statistic sebesar 199,33 dan Std. Deviation Statistic berada pada 48.490 dan Variance Statistic berada pada 2351,264. Pada sisi Skewness Statistic berada pada 0,918 dan Skewness Std. Error berada pada 0,427. Kemudian pada sisi Kurtosis Statistic berada pada -0,328 dan Kurtosis Std. Error berada pada 0,833.
Dalam variable independent Status Perkawinan mempunyai hasil Range Statistic
sebesar 1, Minimum Statistic berada pada 1 dan Maximum Statistic berada pada 2. Pada Sum Statistic mempunyai nilai sebesar 57, dan Mean Statistic sebesar 1,90 dan Std. Deviation Statistic berada pada 0,305 dan Variance Statistic berada pada 0,093. Pada sisi Skewness Statistic berada pada -2,809 dan Skewness Std. Error berada pada 0,427. Kemudian pada sisi Kurtosis Statistic berada pada 6,308 dan Kurtosis Std. Error berada pada 0,833.
Berdasarkan data-data diatas, hasil dari analisis regresi untuk tenaga kerja informal adalah sebagai berikut :
8. Uji normalitas
Gambar 4.11 Uji Normalitas (Pendapatan) Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
9. Uji Heteroskedastisitas
Gambar 4.12 Uji Heteroedastisitas (Pendapatan) Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
Uji heteroskedastisitas pada tenaga kerja informal dengan melihat grafik Scatterplot pada SPSS dapat dilihat bahwa data tersebut membentuk pola yang berbentuk abstrak karena titik-titik menyebar dan tidak membentuk pola yang jelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam data tersebut tidak terjadinya heteroskedastisitas. Jadi model regressi untuk tenaga kerja informal bersifat homokedastisitas.
Model Summaryb
Model
R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
,376a ,142 ,004 866903,245 1,976
Gambar 4.13 Uji Autokorelasi (Pendapatan)
Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
Dari hasil output diatas untuk tenaga kerja informal dapat dilihat bahwa Durbin-Watson test = berada diantara -2 dan +2 yang mana senilai 1,976, dari nilai tersebut dapat dikatakan bahwa data tersebut layak digunakan untuk prediksi.
11. Uji Multikolinieritas
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
Usia ,461 2,170
Pendidikan
Jam Kerja
,851
,765
1,175
1,307
StatusPerkawinan ,475 2,105
Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
Berdasarkan output tersebut dapat diketahui bahwa nilai tolerance variable usia, pendidikan, jam kerja dan status perkawinan yakni masing-masing kurang dari 10,00 yang mana dapat disimpulkan bahwa sesuai dengan dasar pengambilan keputusan yaitu :
a. Melihat nilai Tolerance, yaitu jika nilai Tolerance > 0,10, maka berarti tidak terjadi multikolonieritas terhadap data yang diuji. Dan begitu sebaliknya.
b. Melihat niali VIF, yaitu jika nilai VIF < 10,00, maka berarti tidak terjadi multikoloniertas terhadap data yang diuji. Dan begitu sebaliknya.
12. Uji Regresi Linier Berganda
B Std. Error Beta
Zero-order Partial Part
Toleran
ce VIF
1 (Constant) 1166740,479 1271278,581 ,918 ,368
Usia -43049,998 28183,570 -,417 -1,527 ,139 -,155 -,292 -,283 ,461 2,170
Pendidikan 51053,497 209222,783 ,049 ,244 ,809 -,021 ,049 ,045 ,851 1,175
Jam Kerja
Gambar 4.16 Uji Regresi Linier Berganda (Pendapatan) Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
Dengan hasil intepretasi sebagai berikut :
a. Nilai konstanta positif 1166740,479. Artinya ketika variabel usia, pendidikan,
jam kerja dan variabel status perkawinan konstan, maka variabel pendapatan nilainya positif yaitu sebesar 1166740,479.
b. Koefisien usia sebesar negatif - 43049,998. Artinya bahwa peningkatan 1 usia
mengakibatkan penurunan pendapatan sebesar - 43049,998. Dengan anggapan bahwa variable independen yang lain ialah tetap (konstan).
c. Koefisien pendidikan ialah sebesar 51053,497. Berarti bahwa peningkatan 1
pendidikan akan mengakibatkan peningkatan pendapatan sebesar 51053,497. Dengan asumsi variable independen lainnya tetap (konstan).
d. Koefisien jam kerja ialah sebesar negatif -2341,900. Artinya bahwa
peningkatan 1 jam kerja mengakibatkan penurunan pendapatan sebesar -2341,900. Dengan anggapan bahwa variable independen yang lain ialah tetap (konstan).
e. Koefisien status perkawinan sebesar 1352901,783. Berarti bahwa peningkatan
1 status perkawinan akan mengakibatkan peningkatan pendapatan sebesar 1352901,783. Dengan asumsi variable independen lainnya tetap (konstan).
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 ,376a ,142 ,004 866903,245
Gambar 4.17 Uji Hipotesis (Pendapatan) Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
Pada penelitian ini, digunakan analisis adjusted R Square untuk lebih mendekati nilai sebenarnya. R sebesar 0,376 artinya bahwa usia, jam kerja, pendidikan dan status perkawinan memiliki hubungan yang tidak begitu kuat terhadap pendapatan. Nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,142 yang artinya presensi variable total dalam variable terikat yang dijelaskan oleh variable bebas ialah sebesar 14,2%. Angka adjusted R Square tersebut menunjukkan bahwa pengaruh usia, jam kerja, pendidikan dan status perkawinan secara bersama-sama terhadap pendapatan ialah sebesar 14,2% dan faktor-faktor lainnya yang menentukan pendapatan ialah sebesar 85,8%.
14. Uji F
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 3101635782773,504 4 775408945693,376 1,032 ,410b
Residual 18788030883893,164 25 751521235355,727
Total 21889666666666,668 29
Gambar 4.18 Uji F (Pendapatan)
Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
a. Dependent Variable: Pendapatan
b. Predictors: (Constant), Status Perkawinan, Pendidikan, Jam Kerja, Usia
Dalam pengujian tenaga kerja informal dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari semua variable bebas pada penelitian secara bersama-sama terhadap variable pendapatan. Dilihat dari table diatas, diperoleh Fhitung sebesar 1,032 sedangkan untuk hasil besaran Ftabel
pada α = 0,05 (5%) 2,742. Hal ini berarti Fhitung<Ftabel = 1,032 < 2,742 sesuai dengan syarat
15. Uji T
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1166740,479 1271278,581
Usia -43049,998 28183,570 -,417-1,527
Pendidikan 51053,497 209222,783 ,049
Jam Kerja
Gambar 4.19 Uji T (Pendapatan)
Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
Pada Uji parsial atau uji T dalam analisis regresi liner berganda yang pada penelitian tenaga kerja informal dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil output SPSS diatas maka
didapatkan Sig. Variabel usia (X1) sebesar 0,139>0,05 yang berarti bahwa variable usia tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan. Pada sisi variable pendidikan nilai Sig. Variablenya sebesar 0,809>0,05 yang mempunyai arti bahwa variable pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan. Kemudian pada variable jam kerja mempunyai nilai sig. Variable sebesar 0,543>0,05 yang mana bahwa variable jam kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Sedangkan pada variable status perkawinan mempunyai nilai sig. Variable sebesar 0,089>0,05 yang berarti bahwa variable status perkawinan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan.
4.5 Interpretasi Data
berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan bantuan program
komputer yang mendukung, dalam hal ini menggunakan SPSS for Windows. Ringkasan
pengolahan data dengan menggunakan program SPSS tersebut disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Hasil Regresi Tenaga Kerja Formal
Model
Unstandardized Coefficients
Standardi zedCoeffi cients
T Sig.
Correlations
Collinearity Statistics
B Std. Error
Bet a
Zero-order Partial Part
Toler ance
V IF
1 (Constant) 210224,358 429610,578 ,489 ,629
Usia 4242,844 6339,461 ,125 ,669 ,509 ,109 ,130 ,111 ,783 1,277
Pendidika
n 305159,005 95443,462 ,568 3,197 ,004 ,462 ,531 ,528 ,864 1,158
StatusPerk
awinan 172470,377 154738,535 ,219 1,115 ,275 ,068 ,214 ,184 ,708 1,413
Hasil Regresi Tenaga Kerja Informal
B Std. Error Beta
Zero-order Partial Part
Toleran
ce VIF
1 (Constant) 1166740,479 1271278,581 ,918 ,368
Usia -43049,998 28183,570 -,417 -1,527 ,139 -,155 -,292 -,283 ,461 2,170
Pendidikan 51053,497 209222,783 ,049 ,244 ,809 -,021 ,049 ,045 ,851 1,175
Jam Kerja
Gambar 4.16 Uji Regresi Linier Berganda (Pendapatan) Sumber : Data Primer yang Diolah Bulan April 2017
Berdasarkan hasil penghitungan yang telah dilakukan maka diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
Yformal= 210224,358+4242,884X1+30519,005X2+172470,377X3+x4+µ...………..(1) Yinformal= 1166740,479-43049,998X1+51053,497X2-2341,90X3+1352901,7830X4+µ (2)
Untuk menentukan variabel yang memiliki pengaruh paling dominan dapat dilihat dari nilai koefisien standardized dari model regresi. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pendapatan
1. Pengaruh Usia terhadap Pendapatan
2. Pengaruh Pendidikan terhadap Pendapatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pendidikan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan tenaga kerja formal, namun berpengaruh negatif terhadap pendapatan tenaga kerja formal.
3. Pengaruh Jam Kerja terhadap Pendapatan
Dari hasil penelitian, variabel jam kerja mempunyai hubungan yang tidak signifikan terhadap pendapatan baik dari sektor informal maupun formal.
4. Status Perkawinan terhadap Pendapatan
Dari hasil penelitian, variabel status perkawinan sama-sama memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap pendapatan baik sektor formal dan informal.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
Payaman J. Simanjuntak. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. 1985. Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.
Adya Dwi Mahendra.2014. Analisis Pengaruh Pendidikan, Upah, Jenis Kelamin, Usia
dan Pengalamaan Kerja terhadap Produktivitas Tenaga Kerja. Skripsi.
Sri Hermawati. Pengaruh Gender, Tingkat Pendidikan Dan Usia Terhadapat Kesadaran Berasuransi pada Masyarakat Indonesia. 2013. Jakarta
Reza Aldilla. Analisis Pengaruh Tenaga Kerja Dan Output Terhadap Indeks
Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Di Kabupaten/Kota Di Wilayah Provinsi Jawa Tengah. 2011. Skripsi.
Anggraeni, Dewi. 2016. Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja dan Infrastruktur Listrik
terhadap Produksi Sektor Konstruksi Antar Provinsi di Pulau Jawa tahun 2009-2014
(Skripsi). Bandung: Universitas Pasundan.
Anonim.http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/67856/5/BAB%20II %20Tinjauan%20Pustaka.pdf. Diunduh pada Sabtu, 15 April 2017.
Badan Pusat Statistik. 2015. Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Herawati, Nur. 2013. Analisis Pengaruh Pendidikan,Upah, Pengalaman Kerja, Jenis
Kelamin dan Usia terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Industri Shuttlecock Kota Tegal
(Skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro.
Kaufman, Bruce E. 1986. The Economics of Labor Markets and Labor Relations. New
York: CBS College Publishing.
Kusumawardani. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan
Pedagang Tekstil di Kabupaten Kepulauan Selayar (Skripsi). Makassar: Universitas Hasanuddin.
Noeraini, Astrid Amalia. Ekonomi Informal di Indonesia, Suatu Tinjauan Pustaka.
Bandung: Universitas Padjadjaran.
Pranata, Dody. 2014. Analisis Tingkat upah, Pendidikan, Usia, dan Jumlah
Tanggungan Keluarga terhadap Curahan Jam Kerja Sektor Informal di Kota Semarang
Riningsih. 2005. Pengaruh Modal Kerja dan Satuan Jam Kerja terhadap Pendapatan pada Industri Kecil Pengrajin Genting di Desa Karangasem Kecamatan Wirosari Kabupaten Grobogan (Skripsi). Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Setiawan, Satrio Adi. 2010. Pengaruh Usia, Pendidikan, Pendapatan, Pengalaman