• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikasi New Media dalam Komunikasi Bis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implikasi New Media dalam Komunikasi Bis"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

Implikasi New Media dalam Komunikasi Bisnis

(Studi Kasus Taxi Konvensional versus Taxi Online Berbasis Aplikasi)

Tugas Kelompok

Mata Kuliah Reputation & Crisis Management

Dosen: Dr. Agustina Zubair, MSi

Disusun oleh:

Ferry Fajrin Zubdiarto (NIM 55215110057)

Eko Sulistyo Putro (NIM 55215110013)

Kelas 404

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

PASCA SARJANA UNIVERSITAS MERCU BUANA

JAKARTA

(2)

Abstract – Reputasi adalah sebuah konsep penting dalam sebuah perusahaan. Dalam situasi kompetisi yang sangat ketat dan menggila, reputasi bisa membantu perusahaan untuk

mengembangkan dan mempertahankan eksistensinya. Atas alasan ini, reputasi harus di-manage

melalui strategi komunikasi. Corporate reputation berbeda dengan corporate identity maupun

corporate image. Corporate reputation lebih establish, stable dan testable dari pada corporate

idendity dan corporate image. Untuk membangun corporate reputation, seorang Corporate

Public Relations (CPR) dalam sebuah perusahaan harus mampu mengatur corporate image dan

corporate identity melalui penerapan strategi komunikasi bisnis. Salah satu cara membangun

dan mempertahankan reputasi adalah penggunaan dan pemanfaatan media baru (New Media).

Pada era Digital Life ini, New Media sudah merasuk ke dalam segala aspek kehidupan. Dari

tingkat rumah tangga hingga hingga ke dunia bisnis (usaha). Termasuk usaha transportasi (taxi)

konvensional, misalnya, untuk tetap bertahan dan eksis, mereka harus mampu menyesuaikan diri

memanfaatkan teknologi online terkini berbasis aplikasi.

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Dalam dua decade sebelum kehadiran Internet, jarak antara belahan antara benua terasa begitu jauh, dunia begitu luas. ―…And then came Internet and everything changed! Kehadiran internet telah membawa perubahan besar dan spektakuler dalam kehidupan bermasyarakat. Baik dari kehidupan sehari-hari dalam lingkup rumah tangga hingga dalam dunia bisnis.

Dengan demikian, fakta membuktikan, teknologi memiliki peran penting dan menyentuh sampai ke akar kehidupan masyarakat. Harus diakui, teknologi telah mendorong setiap individu manusia mengubah cara hidup dan cara bersosialisasi mereka. Kehadiran teknologi terkini juga memaksa manusia harus bersedia menyesuaikan diri. Suka tidak suka, sengaja maupun tidak disengaja, pada era globalisasi ini, manusia sudah ―terjajah‖ (dalam arti positif) oleh teknologi. Produk teknologi sebagai kebutuhan dan menjadi media atau channel bagi individu manusia, kelompok dan masyarakat.

Sekadar contoh, teknologi gadget telah membuktikan mampu memberi efek secara signifikan dakan perubahan sosial. Kecepatan kemajuan teknologi pun tidak bisa dibendung. Manusia membutuhkan media sebagai Channel guna memenuhi segala kebutuhan mereka. ICT (Information and Communication Technologi) telah menawarkan kemudahan, kecepatan, efisiensi dan memiliki dampak signifikan dalam menyebarkan infomasi. Pun dalam dunia bisnis, ICT telah menyentuh segala aspek.

(4)

Kemajuan teknologi yang pesat telah banyak melahirkan kemudahan bagi kita semua, sebagai user kita menyadari perbedaan yang dirasakan sangat jauh dahulu dan kini. Sangat berbeda pada saat sebelum terciptanya teknologi internet, streaming, dan aplikasi online yang dioperasikan melalui smartphone. Dahulu orang-orang yang ingin berbelanja atau berdagang harus pergi ke pasar, tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk saling berinteraksi langsung (face to face).dan melakukan tawar menawar.

Konsep seperti itu untuk saat ini sudah dianggap sebagai model konvensional. Berkat kehadiran New Media kini bisnis usaha dapat dijalankan secara online dengan memasarkan produk/jasa melalui media seperti blog, jejaring sosial, dan situs jual beli secara online.

Definisi new media secara eksklusif merujuk pada teknologi komputer yang menekankan bentuk dan konteks budaya yang mana teknologi digunakan, seperti dalam seni, film, perdagangan, sains dan diatas itu semua internet. Sementara Digital media merupakan kecenderungan kepada kebebasan teknologi itu sendiri sebagai karakteristik sebuah medium, atau merefleksikan teknologi digital (Dewdney and Ride. 2006 : 8 & 20). Untuk melakukan integrasi dengan media baru agar mampu memenuhi harapan baru bagi pelanggan setianya, baik pembaca online maupun cetak.

Perkembangan media baru atau new media sebenarnya merujuk kepada sebuah perubahan dalam proses produksi media, distribusi dan penggunaan. Media baru tidak terlepas dari key-term seperti digitality, interactivity, hypertextuality, dispersal dan virtuality (Lister, 2003 :13). Dalam konsep digitality semua proses media digital diubah (disimpan) ke dalam bilangan, sehingga keluarannya (output) dalam bentuk sumber online, digital disk, atau memory drives yang akan diubah dan diterima dalam layar monitor atau dalam bentuk „hard copy‟.

(5)

Seriring dengan kehadiran New Media, kemacetan di kota-kota besar telah memunculkan peluang usaha bagi orang-orang kreatif (membuka peluang bagi ekonomi kreatif), dengan mendirikan perusahaan teknologi yang mengembangkan

aplikasi berbasis online. Kehadirannya, kini menjadi pesaing tunggal bagi perusahaan – perusahaan jasa angkutan konvensional yang membuat omzet menurun dan merugikan serta menimbulkan gesekan di kalangan pelaku jasa transportasi tersebut.

PT BlueBird Tbk misalnya, yang pada awalnya merupakan perusahaan keluarga, berkembang menjadi perusahaan terbuka pada tahun 2014 di bawah kepemimpinan generasi kedua, dan kini dalam peralihan ke generasi ketiga. Di dalam peralihan ini Blue Bird mengalami tantangan dan persaingan yang semakin ketat akibat kehadiran New Media yang belum dipayungi oleh Undang Undang di Indonesia.

Dalam konteks usaha ekonomi kreatif, perlu adanya perubahan atau meratifikasi Undang Undang tentang transportasi angkutan umum dan jalan raya, dan Undang Undanga e-Commerce. Di satu sisi masyarakat menginginkan transportasi umum yang mudah untuk diakses dan cepat. Namun di sisi lain pemerintah harus cepat melakukan tindakan preventif guna mengurangi gesekan yang terjadi antara pengguna transportasi online dengan transportasi konvensional.

Gesekan kepentingan bisnis bidang transportasi berlanjut pada gesekan fisik di lapangan. Aksi demo pengemudi taxi konvensional (BlueBird Cs) pada bulan Maret yang lalu, yang menolak kehadiran taxi online berbasis aplikasi misalnya bisa berdampak negatif. Aksi demontrasi turun ke jalanan para pengemudi taxi BlueBird Cs bisa berdampak pada penurunan citra perusahaan ―Si Burung Biru‖ yang selama ini dikenal memiliki value tentang kesopanan, kenyamanan dan keamanan dalam berTaxi itu. Aksi demo para pengemudi Taxi yang mendapat respon kurang simpati itu, membuat pihak corporate communicatioan ―Si Burung Biru‖ harus melakukan sesuatu, demi menjaga reputasi. Sehari setelah demo massal, pihak manajemen BlueBird melakukan Aksi Simpati, Satu Hari Gratis Naik Taxi BlueBird.

(6)

1.2. Fokus Kajian

Fokus kajian dalam makalah ini hanya membatasi pada bagaimana implikasi new media dalam komunikasi bisnis (studi kasus taksi konvensional versus taksi berbasis aplikasi online). Fokus makalah ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan berikut:

“Bagaimana implikasi new media dalam komunikasi bisnis (studi kasus taksi konvensional versus taksi berbasis aplikasi online)‖

1.3. Kajian

Tujuan dari kajian ini berdasarkan dengan pertanyaan yang telah dipaparkan sebelumnya adalah sebagai berikut: ―Cara penanganan persaingan di bisnis transportasi berbasis online (new media)dengan bisnis model konvensional.‖

1.4. Manfaat Kajian

Adapun manfaat penelitian (kajian) terbagi menjadi dua, manfaat teoritis dan manfaat praktis dengan uraian sebagai berikut:

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian (kajian) ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi cakrawala pengembangan ilmu komunikasi khususnya terkait dengan Reputation and Crisis Management. Selain itu kajian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu referensi bagi penelitian (kajian) selanjutnya, khususnya bagi penelitian yang memiliki kasus sejenis.

1.4.2. Manfaat Praktis

(7)

BAB II

TINJAUAN TEORITIK

1. Mengapa New Media

Dunia telah berubah sangat cepat karena kemajuan sangat pesat di bidang teknologi informasi. Sejak ditemukan Internet, konsep ―Global Village‖ dari Marshall McLuhan pada tahun 1960-an, yakni terbentuknya ―desa dunia‖—dimana belahan dunia tanpa batas, kini semakin terang benderang. Alfin Toffler dalam bukunya, Future Shock juga telah menggambarkan akan terjadi perubahan radikal dalam kehidupan bermasyarakat akibat kemajuan teknologi. Manusia yang membutuhkan kecepatan ketepatan dan kenyamanan pada akhirnya akan membutuhkan media baru (new media) yang mampu menjawab kebutuhan manusia.

2. Apa itu New Media

What is new media? Defining new media is not easy. Memang tidak mudah mendefinisikan New Media, karena dia akan selalu berkembang sesuai kebutuhan jaman. Batasan new media sering disamakan dengan digital media, yang semestinya new media lebih pada konteks dan konsep budaya kontemporer dari praktik media daripada seperangkat teknologi itu sendiri (medium). Sekali lagi tidak mudah mendefinisikan apa itu New Media. Menurut Bailey Socha & Barbara Eber-Schmid, New Media adalah istilah ―sebutan‖ pada abad 21 terkait dengan relasi antara internet, teknologi, image dan sound. Sementara Jan Van Dijk dalam buku The Sage HandBook of Media Studies (Sage Publication, Inc 2004) lebih menekankan pada point: Interactivity. ―Defining characteristic of digital media is their interactivity. In a very general definition, interactivity is a sequence of action and reaction” (p.147).

(8)

BAB III

PEMBAHASAN

1 Lima Pertanyaan Tentang Uber vs Taksi di Indonesia

Dalam makalah ini kami akan membahas persoalan terkait dengan masalah transportasi (taxi) berdasarkan pertanyaan wawancara wartawan Viriya Paramitha, yang salah satu bagiannya ditulis dalam artikel The Jakarta Post. Banyak hal yang kami kurang setuju dalam artikel tulisan Ayomi Amindoni itu, khususnya soal framing politiknya yang sangat bias konsumen kelas menengah, dan menolak untuk dengan kritis ―Covering Both Sides.‖

Tulisan di The Jakarta Post berusaha memberikan opini analisis dalam kesempitan ruang yang justru meninggalkan banyak sekali kedangkalan analisa, sangat berbeda dengan media berbahasa Inggris internasional seperti New Yorker, The Washington Post, The Guardian atau The New York Times, yang rela menulis versi daring secara mendalam.

Selain diskusi dengan Viriya, saya juga mendapatkan banyak data dari diskusi di lapak facebook saya dengan kawan-kawan dekat. Komentar dan data dari kawan-kawan memberikan banyak sekali insights pada kasus ini, baik yang paling klise dan umum dari sudut pandang konsumen, parahnya kartel di perusahaan Taksi seperti BlueBird dan Express, parahnya ilusi “Sharing Economy”, sampai akal-akalan Undang Undang Koperasi untuk mengubah juragan rental jadi bos (Taxi) Uber.

Sebenarnya geger sosial apa yang hadir di masyarakat?

(9)

memanfaatkan krisis tersebut. Ini menghasilkan semacam reaksi kimia yang berbeda-beda di bagian-bagian struktur yang berbeda-beda-berbeda-beda pula.

Di komunitas lokal seperti ojek pangkalan, yang terjadi adalah perlawanan-perlawanan tak teroganisir dari unit-unit ekonomi informal. Dalam soal taksi, karena perusahaan taksi adalah model bisnis kapitalis yang formal dan global, maka reaksi yang terjadi juga global. Tapi tentu saja cara bereaksi berbeda-beda karena konteks dan latar belakang hukum dan budaya yang beda-beda pula.

Dalam konteks Jakarta, ada letupan-letupan kericuhan yang terjadi, ada juga peran paguyuban supir taksi untuk mengorganisasi supirnya. Jangan lupa bahwa taksi BlueBird dan Express punya model yang cenderung monopolistis–mereka telah banyak menyingkirkan taksi lokal yang sulit bersaing karena modal yang cukup besar. Struktur korporasinya memang sedang bermasalah. Tapi jangan sangka kejadian kekerasan demo anti Uber hanya ada di Jakarta. Di Jakarta tak ada laporan pengemudi Uber kena pukul, tapi di negara lain banyak.

(10)

Dari sisi pemerintah, ada kegagapan UU dan peraturan menyangkut e-Commerce dan Perusahaan Transportasi berbasis Jasa Internet. Infrastruktur UU dan Peraturan untuk aplikasi transportasi Online belum ada, jadi payung hukumnya cenderung dimanipulasi baik oleh pengusaha dan oleh pemerintah sendiri. Oleh pengusaha, Gojek menggunakan payung hukum perusahaan IT, sementara Uber menggunakan payung hukum Koperasi, padahal pada praktiknya, keduanya tidak di ranah IT apalagi Koperasi! Gojek

memberi modal jaket, helm dan smartphone pada pengendaranya; Uber di Indonesia punya sistem heirarki mirip taksi tapi bentuknya rental mobil.

Mengapa Supir Taksi tidak beralih jadi Supir Uber?

Pertanyaan kedua ini sangat bias konsumen. Hanya konsumen yang bukan pemangku kepentingan (Stakeholder) perusahaan yang bisa dengan gampang pindah produk kalau tidak cocok. Sementera pekerja, tidak mungkin segampang itu, kecuali kalau tidak ada yang pernah ia bangun dengan perusahannya, tidak ada insentif yang ia kumpulkan. Logikanya begini, mungkinkah seseorang yang sudah hidup di sebuah struktur dan menginvestasikan waktu, tenaga, dan loyalitasnya berpindah begitu ada hal

baru yang ‗lebih menjanjikan‘.

Gambar II: Perbandingan supir Uber dan Taksi di Negara Maju (bukan Indonesia).

(11)

Kita kembali ke masalah global: demonstrasi taksi adalah demonstrasi global karena yang terdisrupsi adalah struktur kapitalisme global perusahaan taksi. Dan perusahaan adalah bentuk usaha modern–sebelum adanya usaha online. Dalam perspektif supir taksi, ini tidak ada hubunganya dengan kegagapan teknologi, tapi

lebih kepada keamanan ekonomi dan status quo.

Paguyuban supir Taksi bukanlah paguyuban Ojek. Padanan paguyuban taksi adalah serikat buruh, yang hadir akibat adanya kapitalis/perusahaan. Lucunya, hubungan antara perusahaan dengan paguyuban supir taksi yang demo ini nampak sangat mesra– karena yang didemo bukan perusahaan. Di negara maju mungkin wajar supir taksi setia pada perusahaan karena perusahaan Taksi-nya lebih menjamin keamanan ekonomi supir. Di Indonesia tidak begitu, banyak sekali eksploitasi yang dilakukan pada supir yang dengan gampang bisa tergantikan karena kompetisi pasar tenaga kerja yang ketat. Mengingat susahnya jadi supir taksi yang harus melalui seleksi ketat dan terikat aturan perusahaan dan pemerintah, wajar jika mereka stress berat dan gampang tersulut di lapangan demonstrasi. Seperti salah satu judul lagu group band Seriouse asal kota Bandung, ―Rocker, Juga Manusia‖, maka ―Supir taksi juga manusia‖.

(12)

Bagaimana seharusnya Perusahaan Taksi Konvensional Bereaksi?

Ini pertanyaan klasik dan akan kita jawab dengan jawaban klasik: “Inovasi!”. Dalam sebuah persaingan usaha, yang tidak bisa berinovasi akan tergilas, kalah. Hal itu sudah menjadi prinsip utama kapitalisme liberal. Selama puluhan tahun, industri pelayanan Taksi tentunya sudah banyak berinovasi, apalagi ketika berhadapan dengan persaingan melawan perusahaan Taksi lain. Namun ketika berhadapan dengan Uber atau Grab persaingan sulit dilakukan karena perusahaan transporatasi online tidak ada di bawah payung hukum yang sama. Yang terjadi adalah, ibarat tim bola voli melawan tim sepakbola di lapangan bola basket. Bisa dibayangkan dalam praktiknya, akan ―Kacau balau!‖

Demo Sopir Taxi di Jakarta sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/tega-sopir-blue-bird-demo-anak-kecil-dipaksa-turun-di-jalan.html

(13)

aplikasi online akan menjadi ancaman bagi taxi konvensional, bila tidak dikelola

secara baik akan sangat berpotensi menjadi krisis bagi pengusaha taxi konvensional.

Apa sebenarnya keluhan konsumen pada Taksi Konvensional?

Kita sudah bahas di atas, masalah dari sudut pandang supir dan perusahaan yang seperti kartel. Di sisi lain masalah dari sudut pandang konsumen bukan cuma tarif, tapi juga akses dan customer service. Dalam kondisi krisis transportasi Jakarta, Taksi konvensional pra-Uber (seperti juga ojek pangkalan sebelum ada Gojek), punya bargaining position yang tinggi apalagi setelah ia memonopoli pasar industri taksi. Beberapa dari mereka bisa mempermainkan harga, kalaupun ―profesional‖ seperti Blue Bird, tarifnya mahal. Belum lagi aksesnya seringkali sulit–dalam pemesanan jam sibuk, pelanggan akan mengantri dan besar kemungkinan tak dapat taksi, dan customer service-nya sangat tertinggal.

Customer service ini mencakup perilaku pengemudi yang bisa menolak pelanggan atau mempermainkan harga ketika rumahnya jauh, hujan atau lewat jalan macet, sampai sistem pembatalan yang berat sebelah: kalau customer yang cancel harus bayar beberapa persen kalau supirnya sudah sampai, namun ketika taksi yang cancel tidak ada denda apa-apa. Dalam kondisi seperti inilah sangat wajar kalau konsumen ingin yang lebih murah, terakses, dan servisnya baik (alias bisa dengan mudah diadukan diberi rating, dll).

Tapi jangan dikira Uber tidak akan memainkan harga dan jadi jahat pada konsumen. Kalau Taksi konvensional, supirnya secara individual bisa jadi jahat ketika macet atau hujan, Uber bisa menaikan tarif seenaknya juga ketika macet atau hujan bukan secara individual tapi secara terpusat. App-nya sendiri yang akan menaikan tarif! Ini artinya sudah jahat, supirnya untung, dan perusahaan ikut untung! Konsumen juga harus waspada dengan model ―sharing economy abal-abal‖ lain seperti Gojek dan Grab, karena semuanya pakai harga promosi yang disubsidi investor. Jangan sampai ketika subsidi itu raib, harga jadi mahal, tapi taksi dan ojek konvensional sudah tidak ada untuk Anda.

(14)

Ini pertanyaan terpenting yang tidak ditanyakan Viriya. Seluruh kisruh transportasi ini disebabkan karena kebijakan pembangunan yang salah dan hancur-hancuran! Dalam hal krisis transportasi, menurut saya harus ada penyesuaian kebijakan tertulis dari penyelenggara negara untuk memberikan payung hukum yang jelas pada usaha transportasi online (secara khusus) dan e-commerce (secara umum).

Taksi menuntut kepada pemerintah untuk menjadi protektif pada usaha mereka. Secara hukum, sebenarnya itu bisa sekali dilakukan, karena dasar hukum Uber dan Grab di Indonesia (dan hampir di seluruh dunia, bahkan Amerika Serikat) belum jelas. Tuntutan untuk melarang Uber dan Grab itu tentu terlalu muluk, tapi dalam demonstrasi yang dilakukan memang selalu menuntut yang muluk untuk dinegosiasikan menjadi win-win solution. Yang harus dibaca dari kasus Ojek sampai Uber adalah, pemerintah tidak boleh membiarkan krisis ini berlarut-larut dalam sebuah perang sipil antar pekerja di kelas bawah, dan perang politik ekonomi di kelas atasnya (pemilik modalnya).

Pemerintah harus menemukan mekanisme pembentukan payung hukum yang cepat, efektif dan fleksibel ketika ada perubahan lain yang terjadi. Misalnya dengan Permen atau Perda, yang harusnya bisa dibuat tanpa melalui jalur birokrasi yang panjang dan menjelimet. Semua harus dimulai dari kenyataan lapangan dan harus diresmikan. Tidak bisa pemerintahnya ―membiarkan‖ bentrokan ini untuk selesai sendiri, malahan cenderung ikut memanipulasi hukum yang sudah ada. Dalam krisis transportasi ini, proyek infrastruktur publik jangka panjang seperti MRT dan Busway memang harus tetap berjalan, tapi proyek infrastruktur yang jangka pendek dan bersifat legal-formal juga harus ditopang hukum kalau tidak mau bangunan sosialnya collapse.

(15)

London's transport chiefs announced plans on Wednesday to tighten control on private

hire vehicles (PHV),a move that could hit app-based ride-hailing firms such as Uber.

Drivers of the city's famous black cabs have argued Uber bypasses local licensing and

safety laws and amounts to unfair competition. They have staged a number of

high-profile protests, including go-slow demonstrations that have brought traffic in the centre

of London to a standstill.

Above:

Black cabs block Fleet Street in a protest against Uber on Wednesday, September 30

Picture: Peter Macdiarmid/LNP

© Copyright of Telegraph Media Group Limited 2016

(16)

1. Peluang start up terkait dengan teknologi sangat besar

Kemajuan teknologi menghadirkan ceruk pasar baru. Umpan lambung ini dikonversi dengan sangat baik oleh perusahaan ride sharing berbasis aplikasi online. Pada dasarnya entitas mereka bukanlah perusahaan angkutan, melainkan perusahaan teknologi. Model bisnis ini memungkinkan perusahaan teknologi ini ―memiliki‖ armada yang jauh di atas taksi nomer satu Indonesia sekalipun. Meskipun sebenarnya mereka tidak memiliki kendaraan. Jasa yang mereka jual adalah mempertemukan pihak yang ingin terlibat dalam ride sharing.

Konsep inilah yang menjadikan para pemain baru seperti Uber dapat menjegal dominasi penguasa pasar. Bloomberg akhir tahun lalu memaparkan valuasi Uber senilai $62 milyar. Angka ini menjadikannya sebagai most valuable private start up.

Tidak hanya sektor transportasi, mengawinkan teknologi dengan sektor yang dianggap konvensional pun sangat potensial. Pesan kambing kurban atau 5 kg bawang merah pun saat ini dapat didapatkan secara online! Dunia sudah berubah. Yang tidak mau berubah akan tergilas.

2. Economic sharing akan menjadi lifestyle

Secara karakateristik, taksi konvensional mempunyai fixed cost dan variable cost yang lebih besar. Hal ini merupakan implikasi status mereka sebagai perusahaan dengan ijin angkutan umum. Dengan kondisi ini mereka membayar pajak atau pungutan (terkait perizinan) yang lebih banyak dibandingkan dengan taksi baru berbasis online. Komponen fixed cost seperti, gaji karyawan, sopir sudah terlanjur tinggi. Dengan jumlah kantor cabang dimana-mana, fixed asset mereka juga (terlanjur) besar. Belum lagi armada dan asset fisik lainnya yang juga terdepresiasi. Hal inilah yang kemudian dibebankan kepada konsumen sehingga tarif mereka lebih tinggi ketimbang pesaing barunya.

(17)

konsep sharing ini terbukti sangat ampuh untuk menekan biaya. Hal ini tentu berbeda dengan taksi konvensional yang entitasnya adalah perusahaan angkutan.

Konsep economic sharing yang dipopulerkan oleh Rhenald Kasali ini sepintas terdengar aneh dan rumit. Padahal jika kita ingat kembali, beberapa dekade yang lalu kita masih menonton film bersama-sama di lapangan terbuka.

Sumber daya alam semakin terbatas. Fitrahnya, manusia akan saling berbagi untuk dapat memenuhi kebutuhannya.

3. Perlunya inovasi berkesinambungan meskipun usaha sudah matang

Laba perusahaan taksi konvensional seperti BlueBird menunjukkan peningkatan drastis dalam beberapa tahun belakangan. Akan tetapi situasi berubah sangat cepat. Periode 14 Maret – 30 April 2015, saham BIRD ambrol 17 %. Pada akhir Oktober 2015 BIRD semakin menyusut hingga 45,96 %. Masuknya taksi berbasis aplikasi online ditengarai ikut andil dalam tergelincirnya saham ―Si Burung Biru‖.

Kondisi ini sebenarnya mirip dengan yang dialami pabrikan elektronika dari Jepang yang dilibas marketnya oleh para pendatang baru dari Korea. Teknologi mempercepat innovasi. Start up dengan ide brillian dapat menggerus pasar market leader yang lengah.

4. Regulator harus cepat merespon perubahan

(18)

pengemudi, pembedaan antara karyawan penuh dan freelance, kebijakan asuransi, dan pemeriksaan kendaraan.

Renald Khasali menyatakan maraknya bisnis model berbasis online application ini menandai era crowd business. Era dimana batasan antara konsumen dan produsen menjadi “sumir”. Dalam tulisannya, Khasali menekankan potensi dampak negatif dari perubahan model bisnis ini. Bertambahnya pengangguran karena gagal dalam persaingan bisnis model baru ini serta kerugian besar yang disebabkan berpindahnya

konsumen dari usaha konvensional. Hal ini lah sangat mungkin terjadi jika pembuat kebijakan terlambat mengatur.

Di Indonesia, regulasi terkait transportasi adalah Undang Undang Nomor 22/2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 74/2014 tentang Angkutan Jalan. Peraturan ini ditujukan antara lain untuk perlindungan

publik dan kepentingan negara. Pada regulasi ini Perusahaan Angkutan Umum didefinisikan sebagai: ―Badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum‖.

Apakah regulasi ini dapat menjadi payung hukum bagi perusahaan teknologi berbasis aplikasi? Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Keuangan perlu segera duduk bersama membahas isu lintas sektor ini.

=====

DPR MInta Pemerintah Cermati Moda Transportasi E-Commerce

[JAKARTA] Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq berpendapat, pemerintah harus cermat dan tepat dalam menyikapi perkembangan model bisnis baru berbasis aplikasi software e-commerce.

(19)

terikat dgn peraturan per -UU-an," katanya, saat dimintai tanggapannya terkait moda transportasi umum berbasis aplikasi software e-commerce, di Jakarta, Senin (21/3).

Dia menerangkan, moda transportasi umum selama ini terikat UU dan diregulasi ketat. "Perubahan pada model bisnis akibat perkembangan teknologi komunikasi informasi harus dikaji dan disikapi dengan tepat. Jangan sampai adopsi TIK dengan aplikasi software e-commerce justru merugikan kepentingan usaha yang ada dan mengaburkan penegakan regulasi,‖ katanya.

Dalam kasus Ojek Online, lanjutnya, tidak terlalu masalah karena moda transportasi tersebut tidak resmi dan tidak ada regulasinya. Hanya diperlukan regulasi teknis yang baru untuk menjamin keamanan dan standar layanan.

‖Tapi untuk uber taxi dan grab taxi ini berkaitan langsung dengan moda transportasi yang resmi. Keduanya tidak bisa diperbandingkan apple-to-apple. Di luar itu aplikasi software uber taxi dan grab taxi menggunakan transaksi pembayaran online langsung ke luar negeri," katanya. Sehingga, lanjutnya, tidak terjangkau rezim pajak. Masyarakat luas terutama di perkotaan juga harus bijak menyikapi ini.

"Kemudahan akses transportasi melalui online juga tidak boleh mengalahkan kepentingan nasional yang lebih luas. Kementerian Perhubungan dan Kemenkominfo harus duduk bersama melakukan kajian mendalam dan rekomendasi kebijakan yang tepat,‖ kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq

(20)

BAB IV - PENUTUP

KESIMPULAN

1. Kemajuan teknologi memberikan segala kemudahan di era New Media pada saat ini. Dimana perusahaan teknologi membuat model bisnis baru, berupa jasa tanpa memiliki kendaraan sebagai asset yang dimilikinya. Yang mereka jual adalah mempertemukan pihak yang ingin terlibat dalam ride sharing.

2. Perubahan pada model bisnis akibat perkembangan teknologi komunikasi informasi harus dikaji dan disikapi dengan tepat. Jangan sampai adopsi TIK dengan aplikasi software e-commerce justru merugikan kepentingan usaha yang ada dan mengaburkan penegakan regulasi,

SARAN

1. Di era New Media, di Indonesia, Kementerian terkait harus bersama-sama merencanakan dan meratifikasi Undang Undang Lalu Lintas Jalan Raya dan Angkutan Umum, karena sudah tidak relevan. Selain itu juga bertujuan untuk menghindari gesekan di masyarakat terkait dengan ekonomi kreatif berbasis aplikasi online sebagai implikasi dari kehadiran dan penggunaan New Media.

2. Pemerintah sebagai regulator sebaiknya bisa mencarikan win-win solution tanpa harus merugikan para pihak yang mengakibatkan terjadinya Rakyat versus Rakyat.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

1. Doorley, John dan Helio Fred Garcia, 2007, Reputation Management: TheKey to Successful Public Relations and Corporate Communications. London: Routledge 2. John D. H. Downing, Denis McQuail, Philip Schlesinger, Ellen Wartella, 2004, The SAGE Handbook of Media Studies, Sage Publication Inc

3. Frederic M Jablin, Linda L Putnam, 2001, The New Handbook if Organizational Comm: Advances in Theory, Research adn Methods, SAGE Publication Inc.

Internet:

https://eseinosa.wordpress.com/2016/03/29/lima-pertanyaan-tentang-uber-vs-taksi-di-indonesia/

Gambar

Gambar I: Demonstrasi Anti-Uber di Paris, Prancis. Sumber: The Wired
Gambar II: Perbandingan supir Uber dan Taksi di Negara Maju (bukan Indonesia). Sumber gambar: imgur.com
Gambar III: Demonstrasi Anti-Uber di Spanyol. Foto: Wired.com

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan observasi awal pada bulan Agustus yang telah peneliti lakukan di Kelompok Bermain Anak-Ku Nagari Baringin Kecamatan Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar bahwa dalam

Kajian intertekstual pada kedua novel tersebut menunjukkan adanya hubungan intertekstual pada unsur plot yang terdapat dalam lima motif, unsur tokoh dan penokohan yang terdapat

Proses pengadaan barang yang terjadi di perusahaan minyak dan gas bumi merupakan proses yang ada untuk mencapai permintaan barang dari user guna mendukung kegiatan

1. Manfaat Akademik adalah untuk Pengembangan Ilmu Pengetahuan di bidang ilmu Hukum Pidana, khususnya yang menyangkut mengenai Peranan Kebijakann Polri dalam Menanggulangi

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat keterangan yang tidak benar, saya bersedia dituntut

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh keterlibatan konsumen dalam kelestarian lingkungan, dan tayangan iklan hijau yang memiliki tema relevan, membingungkan

e. Paket-paket pekerjaan untuk sewa hotel dengan nilai sampai dengan Rp50 juta rupiah cukup digabungkan dalam Kegiatan Swakelola. Sedangkan untuk paket sewa hotel dengan nilail

Teman Mahasiswa Teknik Industri Universitas Mercu Buana Jakarta angkatan 2009, atas dukungan dan kerjasamanya serta kekompakan yang terjalin sehingga penulis