• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan intertekstual novel Misteri cincin yang hilang karya S. Mara GD dan Novel Kubur berkubah karya Agatha Christie - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan intertekstual novel Misteri cincin yang hilang karya S. Mara GD dan Novel Kubur berkubah karya Agatha Christie - USD Repository"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh Debby Agustini NIM: 054114020

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

HUBUNGAN INTERTEKSTUAL NOVEL MISTERI CINCIN

YANG HILANG KARYA S. MARA GD DAN NOVEL KUBUR BERKUBAH KARYA AGATHA CHRISTIE

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh Debby Agustini NIM: 054114020

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv A man that really loves You more than everything

A man that will take me in the second place of his heart

A man that lives not for his self but for You

Face and physical attraction are not important

The most important is

I want a heart that really loves and thirsty of You

And has desire to be like Jesus

And he must know for whom and for what he lives

So his life is not useless

Someone that has a wise heart not only smart brain

A man that not only loves me, but also respect me

A man that not only can adore me, but can warn me when I am wrong

A man that loves me not from my smooth levels but from my heart

A man can be my best friend in any time and situation

A man that makes me feel a women when I am beside him

I am not asking for a perfect he But I ask for an important he So I can make he perfect in Your eyes A man that needs my support for the strength

A man that needs my prayer for his life A man that needs my smile to cover his sadness

A man that needs my love so he could feel love

A man that needs me to make he life

Give me a heart that really love You So I could love him with Your love, not love him with my love

Give me Your gentle spirit

So my personality does not come from my outside, but came from You

Give me Your hands that I always be able to pray for him

Give me Your eyes so I could so many good things in him not the bad ones

Give me Your mouth that is filled with Your words of wisdom and encourage So I could support him everyday

Give me Your lips and I will smile at the every time

And I want that when we finally meet both of us can say

How great thou art

Thank you give me someone that can make me like perfect

I know that You want us to meet at the right time

Amen

(6)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 12 Mei 2009 Penulis

(7)

vi

Nama : Debby Agustini

Nomor Mahasiswa : 054114020

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

”HUBUNGAN INTERTEKSTUAL NOVEL MISTERI CINCIN YANG HILANG KARYA S. MARA GD DAN NOVEL KUBUR BERKUBAH KARYA AGATHA CHRISTIE”

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan yang Mahaesa karena berkat kasih-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik untuk memenuhi dan melengkapi syarat guna mencapai gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Besarnya tantangan yang dihadapi menyebabkan penulis memohon bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala hormat, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat:

1. Ibu SE. Peni Adji, S.S, M.Hum, selaku dosen pembimbing I yang dengan kesabaran dan kesungguhan membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum, selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum, selaku dosen penguji.

4. Para dosen dan staf di Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 5. Mama dan adik-adik yang menjadi motivasi penulis menyelesaikan skripsi. 6. Un_tha, suami tercinta yang selalu memberikan seluruh waktu dan cintanya

untuk mendampingi dan memberi semangat penulis.

7. Pakdhe, Vika, dan Snoopy yang rela meminjamkan komputer dan printer. 8. Seluruh mahasiswa Prodi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma

angkatan 2005.

(9)

viii dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

(10)

ix ABSTRAK

Agustini, Debby. 2009. Hubungan Intertekstual Novel Misteri Cincin yang Hilang Karya S. Mara Gd dan Novel Kubur Berkubah Karya Agatha Christie. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Prinsip intertekstual didasari asumsi bahwa setiap teks baru akan bermakna penuh jika dihubungkan dengan teks lain. Dalam hal ini, penulis menemukan keterkaitan antara novel Misteri Cincin yang Hilang (MCH) karya S. Mara Gd dan novel Kubur Berkubah (KB) karya Agatha Christie dalam tiga unsur intrinsiknya, yakni plot, tokoh dan penokohan, dan tema. Kajian ini bertujuan menganalisis ketiga unsur tersebut dalam kedua novel dan meneliti bentuk-bentuk hubungan intertekstualnya.

Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan objektif dalam menganalisis struktur kedua novel tersebut dan pendekatan intertekstual untuk mengkaji hubungan di antara struktur kedua novel. Dalam menjalankan penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis untuk menguraikan objek penelitian dan metode deskriptif untuk menjelaskannya dan menyajikannya.

(11)

x

Agatha Christie. Thesis. Yogyakarta: Department of Indonesian Literature, Faculty of Literature, Sanata Dharma University.

Concept of intertextuality is build with an assumption that every text will get its significance in relation with other text. In this case, the writer found referentiality between Misteri Cincin yang Hilang (MCH) S. Mara Gd and Kubur Berkubah (KB) Agatha Christie on its three instrinsical elements, which are plot, character and characterization, and theme. This study aims to analyze those three elements in both novels and study the referentiality.

In this study, I use objective approach to analyze structural aspect of both novels and intertextual approach to study the relationship of the structure in both novels. To do this study, I use method of analyze to disentangle the object of the study and descriptive method to explain and deliver the result of analysis.

(12)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... ...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS……...……… vi

KATA PENGANTAR ...vii

ABSTRAK…….. ...ix

ABSTRACT…... x

DAFTAR ISI...xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah .. ...4

1.3 Tujuan Penelitian... ... 4

1.4 Manfaat Penelitian... ... 4

1.5 Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori ... ... 5

1.5.1 Tinjauan Pustaka ... ... 5

1.5.2 Landasan Teori ... 8

1.5.2.1 Analisis Struktural ... 8

1.5.2.1.1 Plot ... ... 9

1.5.2.1.2 Tokoh dan Penokohan ... 11

1.5.2.1.3 Tema ... 13

1.5.2.2. Kajian Intertekstual .... ... 14

1.6 Metode dan Teknik Penelitian ... ... 16

1.6.1 Metode Penelitian ... ... 16

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data ... 17

1.6.3 Sumber Data ... 18

(13)

xii

2.2 Analisis Struktural Novel Kubur Berkubah.. ... 19

2.2.1 Analisis Plot Novel Kubur Berkubah... 20

2.2.1.1 Tahap Penyituasian .. ... 20

2.2.1.2 Tahap Pemunculan Konflik ... ... 23

2.2.1.3 Tahap Peningkatan Konflik.. ... 27

2.2.1.4 Tahap Klimaks... ... 28

2.2.1.5 Tahap Penyelesaian... 28

2.2.1.6 Pembahasan Plot Novel Kubur Berkubah... 31

2.2.2 Analisis Tokoh dan Penokohan Novel Kubur Berkubah ... ... 32

2.2.2.1 Tokoh Protagonis... ... 32

2.2.2.2 Tokoh Antagonis... 35

2.2.2.3 Tokoh Bawahan... ... 36

2.2.3 Analisis Tema Novel Kubur Berkubah... ... 41

2.2.3.1 Tema Minor... 41

2.2.3.1.1 Keserakahan pada Harta Berakibat Buruk... ... 41

2.2.3.1.2 Cinta Sejati Menuntut Kejujuran... ... 42

2.2.3.1.3 Bangunan Bersejarah Patut Dilestarikan... 43

2.2.3.1.4 Orangtua Seringkali Membela Anaknya Meski Bersalah.... 45

2.2.3.2 Tema Mayor: Kejahatan Walau Ditutup-tutupi akan Terbongkar Juga... 46

2.2.4 Keterkaitan Antarunsur Intrinsik... 48

2.3 Analisis Struktural Novel Misteri Cincin yang Hilang... 50

2.3.1 Analisis Plot Novel Misteri Cincin yang Hilang... 51

2.3.1.1 Tahap Penyituasian .. ... 51

2.3.1.2 Tahap Pemunculan Konflik ... ... 52

2.3.1.3 Tahap Peningkatan Konflik.. ... 55

(14)

xiii

2.3.1.5 Tahap Penyelesaian... 60

2.3.1.6 Pembahasan Plot Novel Misteri Cincin yang Hilang.. ... 61

2.3.2 Analisis Tokoh dan Penokohan Novel Misteri Cincin yang Hilang... 62

2.3.2.1 Tokoh Protagonis... ... 62

2.3.2.2 Tokoh Antagonis... 65

2.3.2.3 Tokoh Bawahan... ... 68

2.3.3 Analisis Tema Novel Misteri Cincin yang Hilang... 72

2.3.3.1 Tema Minor... 72

2.3.3.1.1 Keserakahan pada Harta Berakibat Buruk... ... 72

2.3.3.1.2 Cinta Sejati Muncul dari Kejujuran... ... 73

2.3.3.1.3 Hubungan Sesama Jenis Tidak Diterima oleh Masyarakat...76

2.3.3.1.4 Orangtua Seringkali Membela Anaknya Meski Bersalah.... 77

2.3.3.1.5 Bangunan Bersejarah Patut Dilestarikan... 78

2.3.3.2 Tema Mayor: Kejahatan Walau Ditutup-tutupi akan Terbongkar Juga... 79

2.3.4 Keterkaitan Antarunsur Intrinsik... 81

2.4 Rangkuman... ... 83

BAB III ANALISIS HUBUNGAN INTERTEKSTUAL NOVEL MISTERI CINCIN YANG HILANG KARYA S. MARA GD DAN NOVEL KUBUR BERKUBAH KARYA AGATHA CHRISTIE 3.1 Pengantar ... 84

3.2 Hubungan Intertekstual Unsur Plot ... 85

3.2.1 Motif Perkenalan Antartokoh ... 86

3.2.2 Motif Pembunuhan Saksi-saksi ... 87

3.2.3 Motif Penyelidikan Kasus .. ... 88

3.2.4 Motif Penuduhan terhadap Orang yang Tidak Bersalah .. ... 89

3.2.5 Motif Pembongkaran Kasus ... 90

(15)

xiv

3.3.4 Tokoh Pemicu Terbongkarnya Kasus.. ... 99

3.3.5 Kesimpulan.. ... 100

3.4 Hubungan Intertekstual Unsur Tema.. ... 102

3.4.1 Tema: Orangtua Seringkali Membela Anaknya meski Anaknya Bersalah ... 103

3.4.2 Tema: Keserakahan pada Harta Berakibat Buruk... 103

3.4.3 Tema: Bangunan Bersejarah Patut Dilestarikan.. ... 104

3.4.4 Tema: Cinta Sejati Ada dalam Kejujuran.. ... 105

3.4.5 Tema: Kejahatan Walau Ditutup-tutupi Akhirnya Terbongkar Juga ... 106

3.4.6 Kesimpulan.. ... 108

3.5 Rangkuman: Kajian Hipogram.. ... 109

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan .... ... 112

4.2 Saran ... 114

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penulisan sebuah karya sastra tidak lepas dari sejarah sastra pada masa itu karena tidak ada sebuah karya sastra yang lahir dalam kekosongan situasi (Teeuw, 1980:11). Hal inilah yang mendasari sebuah kajian intertekstual. Hubungan intertekstual dapat diartikan sebagai keterkaitan sejarah baik berupa pertentangan maupun persamaan antarsejumlah teks dengan asumsi sebuah teks merupakan transformasi teks lainnya (Pradopo, 1995: 167). Kajian intertekstual mempunyai arti penting dalam memberikan makna penuh kepada karya sastra dalam dimensi yang baru, lebih penuh dari makna yang dapat digali dari unsur-unsur intrinsik karya itu sendiri (Teeuw, 1983:69). Dengan demikian, kajian intertekstual dapat dipahami sebagai usaha menemukan makna baru dari karya sastra dengan membandingkan unsur-unsur yang ada di dalamnya dengan unsur-unsur yang ada di dalam karya sastra lain yang menjadi latar belakang sejarahnya.

Dalam hal ini, penulis menemukan keterkaitan antara novel Misteri Cincin yang Hilang (MCH) karya S. Mara Gd dan novel Kubur Berkubah (KB) karya

(17)

kesamaan peran dengan beberapa karakterisasi yang mirip. Plot cerita yang ada dalam kedua novel tersebut juga mengandung beberapa motif yang sama. Oleh karena itu, penulis akan menganalisis hubungan intertekstual kedua novel tersebut secara lebih mendalam.

Penulis tertarik mengkaji kedua novel tersebut karena beberapa alasan. Pertama, penulis menemukan adanya hubungan pada struktur kedua novel tersebut. Kedua, sepanjang pengamatan penulis terhadap karya-karya ilmiah yang mengkaji novel Indonesia, penelitian terhadap novel populer, khususnya novel detektif Indonesia relatif minim. Hal itu bertolakbelakang dengan relatif banyaknya penelitian terhadap novel berbobot sastra. Ketiga, pengalaman S. Mara Gd menerjemahkan novel-novel kriminal-detektif karya Agatha Christie (Kurniawan, 2002) mendukung teori hubungan intertekstual yang mengatakan bahwa lahirnya sebuah karya sastra tidak lepas dari sejarah sastra dan situasi yang tidak kosong. Pengalaman S. Mara Gd tersebut mempunyai peran dalam hubungan intertekstual novelnya dengan novel karya Agatha Christie.

(18)

3

sebenarnya. Wanita yang berperan sebagai istri pemilik rumah sebenarnya bukanlah istri yang asli. Akhirnya terungkap bahwa sang suamilah yang membunuh istrinya yang kemudian dikubur di pekarangan rumah yang kini di atasnya dibangun sebuah bangunan semacam kuil kecil berpilar persegi empat.

Novel MCH menceritakan petualangan seorang gadis yang ingin mengungkap kembali sejarah keluarga mendiang ayahnya yang sebelumnya tidak diketahui olehnya. Ia diundang oleh paman dan bibinya ke rumah mereka yang dulunya adalah rumah kakeknya. Tanpa diduga, sejarah keluarga dari ayahnya tersebut menyimpan sebuah kasus pembunuhan yang sudah lama terpendam dan belum terungkap hingga saat itu. Salah satu saudara ayahnya yang merupakan anak angkat kakeknya konon telah lama meninggalkan rumah kakeknya. Ternyata ada sebuah rahasia di balik cerita kaburnya saudara ayahnya tersebut. Gadis itu semakin tertarik menelusuri kasus tersebut sehingga mengusik ketenangan sang pelaku pembunuhan yang kemudian membunuh beberapa orang yang merupakan saksi dan terkait dengan kasus pembunuhan di masa lalu itu. Seorang polisi bersama sahabatnya membantu mengungkap kasus tersebut. Akhirnya terungkap bahwa cerita kaburnya saudara ayah gadis itu dari rumah kakeknya ternyata hanya kabar bohong. Saudara ayahnya telah lama dibunuh dan dikuburkan di kebun belakang rumah, tepatnya di dalam sebuah kandang kuda yang kemudian diplester semen. Kasus tersebut telah disembunyikan selama bertahun-tahun.

(19)

“Hubungan Intertekstual Novel Misteri Cincin yang Hilang Karya S. Mara Gd dan Novel Kubur Berkubah Karya Agatha Christie”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang di atas, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana struktur novel Misteri Cincin yang Hilang karya S. Mara Gd dan novel Kubur Berkubah karya Agatha Christie?

1.2.2 Bagaimana hubungan intertekstual novel Misteri Cincin yang Hilang karya S. Mara Gd dan novel Kubur Berkubah karya Agatha Christie?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Mendeskripsikan unsur-unsur struktural novel Misteri Cincin yang Hilang karya S. Mara Gd dan novel Kubur Berkubah karya Agatha Christie.

1.3.2 Mendeskripsikan hubungan intertekstual novel Misteri Cincin yang Hilang karya S. Mara Gd dan novel Kubur Berkubah karya Agatha Christie.

1.4Manfaat Penelitian

(20)

5

tentang analisis novel. Manfaat praktis yang diharapkan adalah agar hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan dalam bidang kajian dan apresiasi novel terutama novel bergenre kriminal-detektif yang saat ini masih sangat minim.

1.5Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori 1.5.1 Tinjauan Pustaka

Tidak banyak kajian yang mengulas tentang novel-novel bergenre kriminal-detektif di Indonesia. S. Mara Gd adalah satu di antara beberapa pengarang cerita detektif yang muncul pertama kali pada tahun 1985 dengan novelnya berjudul Misteri Dian yang Padam. Novel tersebut merupakan novel pembuka dari

serialnya yang menampilkan tokoh utama Kapten Polisi Kosasih dan sahabatnya Gozali yang pintar memecahkan kasus kriminal. Hingga kini telah terbit 30 judul dari serial tersebut. Menurut Kurniawan (2002), beberapa novel serial Kosasih-Gozali ini mirip dengan novel-novel serial detektif karya Agatha Christie, pengarang ternama dari Inggris.

(21)

terwujud. Adaptasi juga bisa dilihat dari hubungan baik yang selalu terjalin antara detektif dengan polisi dalam cerita detektif Indonesia jenis manapun.

Knepper (2005) dalam penelitiannya mengenai novel-novel detektif Agatha Christie menuturkan bahwa novel-novel detektif Agatha Christie memiliki ciri khas pemplotan yang terjalin secara kreatif sehingga mampu mengecoh pembaca mengenai siapa pelaku pembunuhan dalam novel tersebut. Agatha Christie juga mampu membuktikan kelihaiannya dalam mendobrak watak lama yang menjadi ciri novel detektif klasik. Dalam novel-novel terakhirnya, Agatha Christie memadukan gaya narasi yang berbeda dan aspek psikologi yang belum pernah ada pada novel-novel detektif sebelumnya.

Penelitian mengenai hubungan intertekstual novel-novel Indonesia sudah banyak dilakukan. Indriati (1991) meneliti hubungan intertekstual novel Olenka

dan Di Bawah Lindungan Ka’bah, Atheis, dan Gairah untuk Hidup dan untuk

Mati. Hubungan intertekstual yang ada dalam novel-novel tersebut merupakan

afirmasi, terutama unsur alur dan penokohannya.

Suranto (1991) meneliti hubungan intertekstual roman Melati Van Agam dan Dian yang Tak Kunjung Padam. Hubungan intertekstual yang ditemukan dalam

(22)

7

Ekasiswanto (1992) dalam penelitiannya mengenai hubungan intertekstual novel Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Bermandi Cahaya Bulan menemukan adanya kesamaan dalam unsur alur, penokohan, dan latar.

Umi Mujawazah (1994) meneliti hubungan intertekstual novel Surat-Surat

Cinta dan Helai-Helai Sakura Gugur. Hubungan intertekstual ditemukan dalam

beberapa poin; (1) motif protagonis sudah beristri, protagonis meninggalkan tempat, pertemuan awal dan perkenalan protagonis, ketidaksetiaan suami, kebebasan seksual, keterbukaan, sadar diri, dan surat menyurat, (2) unsur alur, penokohan, dan latar, dan (3) pusat pengisahan dan gaya surat.

Hidayah (1999) meneliti hubungan intertekstual novel Gairah untuk Hidup dan untuk Mati dan Siti Nurjanah. Hubungan intertekstual ditemukan dalam unsur

alur, penokohan, dan latar cerita.

Rokhami (2003) meneliti hubungan intertekstual novel Tarian Bumi dan Gadis Pantai. Hubungan intertekstual ditemukan dalam (1) unsur alur dan (2)

motif kondisi kemiskinan, perjodohan, perkawinan dan kemunculan permasalahan, perbedaan status sosial dan sistem feodalisme, kesulitan beradaptasi, protagonis melahirkan bayi perempuan, protagonis kehilangan suami, dan keterasingan dari lingkungan asal.

(23)

penelitian ini bukan merupakan pengulangan dari sebuah penelitian dan bisa dibuktikan keasliannya.

1.5.2 Landasan Teori

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua acuan teoretis, yakni analisis struktural dan kajian intertekstual.

1.5.2.1Analisis Struktural

Sebuah karya sastra tersusun atas unsur-unsur intrinsik yang menjadi pembangunnya. Untuk memahami struktur tersebut, dapat dilakukan analisis struktural. Analisis struktural merupakan analisis yang mengidentifikasi, mengkaji dan menggambarkan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik sebuah karya sastra sehingga membentuk sebuah pemaknaan yang utuh dan terpadu (Nurgiyantoro, 1995: 37). Analisis struktural merupakan usaha menemukan makna intrinsik yang terlepas dari berbagai unsur di luar teks itu sendiri. Selain itu, dibutuhkan pemaknaan yang utuh dan terpadu karena pada dasarnya di antara unsur-unsur pembangun (intrinsik) sebuah karya sastra terdapat hubungan timbal-balik dan saling terkait erat.

(24)

9

Unsur intrinsik sebuah fiksi meliputi tema, pemplotan, tokoh dan penokohan, pelataran dan penyudutpandangan. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada plot, tokoh dan penokohan, serta tema karena ketiga unsur tersebut merupakan unsur-unsur yang paling mendasar dalam pengkajian struktur sebuah novel. Di samping itu, hubungan intertekstual kedua novel itu tampak menonjol dalam tiga unsur tersebut. Berikut ini adalah penjelasan ketiga unsur itu. 1.5.2.1.1 Plot

Pengertian plot atau alur menurut Foster (Sudjiman, 1992:30) merujuk pada deretan peristiwa dalam sebuah penceritaan yang mengandung hubungan kausalitas. Pengertian ini mengisyaratkan pentingnya aspek sebab-akibat dalam plot yang dibangun, yang menempatkan plot lebih dari sekadar urutan peristiwa. Dalam sebuah cerita yang tersusun rapi, hubungan sebab-akibat ini tidak selalu dapat dilihat secara jelas. Hubungan tersebut mungkin terdapat di dalam urutan waktu peristiwa yang meloncat-loncat, atau di dalam tindakan atau ucapan tokoh. Meski demikian, tiap-tiap peristiwa yang ditampilkan dalam sebuah cerita harus mempunyai arti di dalam hubungan keseluruhan plot.

(25)

penggerak dalam cerita ke arah peristiwa berikutnya. Kedudukan motif dalam struktur cerita akan memperlihatkan kausalitas kemunculan motif dan letaknya dalam kaitan temporal antarmotif yang terbentuk dalam setiap cerita. Dengan memperhatikan urutan kausal motif akan diketahui hubungan antarmotif yang menghasilkan pemahaman secara utuh mengenai cerita. Dalam konvensi sastra, motif berfungsi sebagai tanda pengenal yang tetap dan yang menggerakkan atau mendorong cerita untuk berkembang (Sulastin, 1983: 204).

Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 1995:149) membagi tahapan plot menjadi lima bagian sebagai berikut. Tahap pertama, penyituasian yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita serta pemberian informasi awal yang menjadi landasan cerita. Tahap kedua, pemunculan konflik yang di dalamnya terdapat masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut konflik dan nantinya akan berkembang pada tahapan berikutnya. Tahap ketiga, peningkatan konflik yang di dalamnya konflik semakin berkembang dan menegangkan melalui peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita, dan di dalamnya mulai muncul akibat dari peristiwa-peristiwa yang terjalin. Tahap keempat, klimaks atau puncak permasalahan yang menjadi titik balik dalam sebuah cerita. Tahap kelima, penyelesaian yang di dalamnya ketegangan mengendur dan jika perlu diberi jalan keluar lalu cerita diakhiri. Penyelesaian ini dapat berupa akhir yang menyenangkan, menyedihkan, ataupun tetap menggantung tanpa pemecahan.

(26)

11

progresif dan plot sorot-balik atau flash-back. Plot digolongkan sebagai plot lurus jika peristiwa pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa selanjutnya secara kronologis sesuai dengan tahapan plot. Plot digolongkan sebagai plot sorot-balik jika urutan peristiwa dalam cerita bersifat tidak kronologis, melainkan dari tahap tengah atau akhir cerita (Nurgiyantoro, 1995:153-154). Dalam sebuah cerita, terkadang seorang pengarang memasukkan kenangan pada masa lalu yang tidak dimaksudkan sebagai sorot-balik, melainkan teknik backtracking. Teknik ini merupakan salah satu teknik pengaluran dengan cara pelaku dalam cerita mengenangkan apa yang telah terjadi sebelumnya melalui dialog, mimpi, atau lamunan tokoh (Tasrif lewat Lubis, 1978:10).

1.5.2.1.2 Tokoh dan Penokohan

Tokoh cerita dimaksudkan untuk individu rekaan yang mengalami peristiwa atau menjadi pelaku di dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh merupakan salah satu unsur di dalam karya sastra yang memegang peranan penting. Tokoh melahirkan perilaku dan membawa ide-ide yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca.

(27)

tersebut, penempatan dan penggambaran tokoh, serta pemunculan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.

Berdasarkan fungsi pemunculannya, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh protagonis dan antagonis. Menurut Luxemburg dkk (Nurgiyantoro, 1995:180), tokoh dapat dikategorikan protagonis jika tokoh tersebut diberi lebih banyak kesempatan uantuk mengemukakan visi, sikap, atau pandangannya sehingga kemungkinan besar memperoleh simpati dan empati pembaca. Dengan kata lain, tokoh protagonis dapat membuat pembaca mengidentifikasikan diri dengannya dan melibatkan diri secara emosional terhadapnya. Tokoh antagonis adalah tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis sehingga memunculkan konflik.

(28)

13

1.5.2.1.3 Tema

Tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra (Sudjiman, 1992:50). Tema merupakan ide-ide yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui cerita yang dibangun yang menjadi dasar pengembangan cerita itu sendiri. Dengan demikian, tema mengikat kehadiran berbagai peristiwa, konflik, serta pemilihan unsur-unsur yang lain seperti penokohan, latar, dan penyudutpandangan.

Dalam sebuah cerita, tema dapat berjumlah lebih dari satu. Tema dapat dibagi menjadi dua, yakni tema mayor (tema utama) dan minor (tema tambahan) (Nurgiyantoro, 1995:82-83). Tema minor sebagai makna-makna tambahan yang ada dalam sebuah cerita bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri dan tidak berkaitan dengan makna pokok. Makna-makna tambahan memiliki keterkaitan yang bersifat mendukung dan mempertegas keberadaan makna pokok. Artinya, tema mayor dapat dikatakan sebagai rangkuman dari tema-tema minor.

(29)

perkiraan, imajinasi, atau informasi lain yang diragukan. Keempat, dengan mendasarkan diri pada bukti-bukti yang secara langsung ada dan atau yang disarankan dalam cerita.

1.5.2.2Kajian Intertekstual

Analisis struktural sebagaimana dijelaskan di atas mempunyai dua kelemahan pokok, yakni melepaskan karya sastra dari rangka sejarah sastra dan mengasingkan karya sastra dari rangka sosial budaya (Teeuw, 1983:61). Oleh karena itu, setelah kajian struktural dilakukan, peneliti akan mengkaji hubungan intertekstual unsur-unsur intrinsik kedua novel tersebut. Prinsip intertekstualitas pertamakali dikembangkan oleh peneliti Prancis Julia Kristeva yang memandang setiap teks sebagai mosaik kutipan-kutipan yang diserap dan ditransformasikan dari teks-teks lain (Teeuw, 1984: 120). Kajian intertekstual menurut Nurgiyantoro (1995:50) merupakan sebuah analisis terhadap sejumlah teks kesastraan untuk menemukan adanya hubungan tertentu di antara teks-teks tersebut, misalnya hubungan dalam unsur-unsur seperti ide, plot, penokohan, latar, gaya bahasa, dan lain-lain. Kajian ini bertujuan menemukan makna lebih pada karya tersebut terkait dengan teks-teks terdahulu.

(30)

15

yang menjadi latar dari karya sastra yang muncul kemudian tersebut dinamakan hipogram (Riffaterre, 1984: 11).

Hipogram, dalam penjelasan Teeuw, mencerminkan sebuah sistem konvensi atau kode sastra dan budayanya. Konvensi atau kode tersebut bukan merupakan sistem yang ketat. Inilah yang memungkinkan seorang pengarang dalam menerapkan sistem itu berhak menyesuaikan, menyimpangi, bahkan melanggarnya. Dengan demikian, sebuah karya sastra yang dilahirkan oleh seorang pengarang tetap mengandung dan mencerminkan pandangan dan kepribadian pengarang tersebut. Hal ini dikarenakan adanya unsur kreativitas dan konsep estetika yang dimiliki oleh pengarang yang digunakan olehnya dalam penulisan sebuah karya sastra (Teeuw, 1980:11).

(31)

Hubungan dalam kerangka intertekstual tidak melulu bermakna jiplakan ataupun pengaruh, tapi secara lebih luas dapat dimaknai sebagai pemahaman terhadap sebuah karya sastra secara utuh dalam kaitannya dengan karya lain. Intertekstualitas tidak berkaitan dengan masalah ada atau tidaknya niat eksplisit atau kesengajaan seorang pengarang, bahkan seringkali seorang pengarang tidak sadar akan hipogram yang menjadi latar karyanya. Riffaterre (Teeuw, 1983:70) menekankan, karya sastra tersusun atas teks, karenanya, data-data di luar teks umumnya tidak dapat membantu dalam usaha untuk memahami teks dengan latar intertekstualnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, pendekatan intertekstual dapat dipahami sebagai cara pandang seorang peneliti terhadap karya sastra yang mendasarkan pada pemahaman bahwa sebuah karya sastra memiliki keterkaitan dengan karya sastra lain yang merupakan hipogramnya yang ditandai dengan adanya transformasi baik dalam bentuk yang sama (meneruskan) maupun berbeda (menyimpang). Dalam konteks intertekstual ini, yang ditransformasikan adalah konvensi yang ada dalam karya hipogram. Dalam tradisi novel detektif-kriminal, konvensi yang umum contohnya adanya pembunuhan, tokoh detektif yang cerdas, dan pembongkaran kasus.

1.6Metode dan Teknik Penelitian 1.6.1 Metode Penelitian

(32)

17

sastra dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan objektif dan intertekstual. Pendekatan objektif berpijak dari pandangan yang menekankan karya sastra sebagai struktur yang sedikit banyak bersifat otonom (Teeuw, 1984: 100). Pendekatan objektif tersebut ditindaklanjuti dengan pendekatan intertekstual. Pendekatan intertekstual menekankan bahwa dalam usaha mendapatkan makna penuh dari teks sastra harus didasarkan pada teks sastra lain yang menjadi latar belakang penciptaannya (Teeuw, 1984: 120).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis dan deskriptif. Metode analisis merupakan cara membagi suatu subjek yang berupa gagasan-gagasan, organisasi, makna struktur maupun proses ke dalam komponen-komponen (Keraf, 1981: 60). Metode ini digunakan untuk menguraikan suatu pokok permasalahan agar memperoleh pengertian dan pemahaman yang tepat. Metode deskriptif adalah metode melukiskan atau membeberkan sesuatu dengan memindahkan hasil pengamatan kepada pembaca (Keraf, 1981: 93). Teknik ini digunakan untuk memaparkan secara keseluruhan hasil analisis yang dilakukan. 1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

(33)

1.6.3 Sumber Data

Ada dua buah sumber data dalam penelitian ini, yaitu: 1. Judul novel : Kubur Berkubah (judul asli: Dead Man’s Folly)

Pengarang : Agatha Christie

Tahun terbit : 1984 dalam bahasa Indonesia (naskah asli pada 1956) Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

2. Judul Novel : Misteri Cincin yang Hilang Pengarang : S. Mara Gd.

Tahun terbit : 1995

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

1.7Sistematika Penyajian

(34)

BAB II

ANALISIS STRUKTURAL

NOVEL MISTERI CINCIN YANG HILANG KARYA S. MARA GD DAN NOVEL KUBUR BERKUBAH KARYA AGATHA CHRISTIE

2.1 Pengantar

Melalui bab ini, penulis akan menjawab rumusan masalah pertama yang telah disebutkan dalam bab sebelumnya, yakni mengenai struktur novel Kubur Berkubah karya Agatha Christie dan novel Misteri Cincin yang Hilang karya S.

Mara Gd. Analisis struktural merupakan kajian untuk mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik yang ada dalam sebuah karya sastra dan menggambarkan hubungan antarunsur tersebut untuk mendapatkan kesatuan makna. Penulis akan menganalisis struktur novel KB terlebih dahulu. Hal ini didasari alasan bahwa novel KB terbit lebih dahulu dibandingkan dengan novel MCH. Berikut uraian hasil analisis struktural kedua novel.

2.2 Analisis Struktural Novel Kubur Berkubah

(35)

dilakukan pada ketiga unsur tersebut yang diduga memiliki hubungan intertekstual. Untuk menganalisis penokohan, sebelumnya kita harus menganalisis plot agar kita dapat memahami jalinan cerita yang ada. Analisis plot dan penokohan akan membantu dalam analisis tema. Oleh karena itu, analisis ini akan dibahas secara berurutan mulai dari plot, tokoh dan penokohan, serta tema agar didapatkan pemahaman yang sistematis dan efisien.

2.2.1 Analisis Plot Novel Kubur Berkubah

Novel KB menceritakan petualangan detektif terkenal Hercule Poirot dalam menyelidiki kasus pembunuhan di Nassecombe, Inggris. Novel ini terdiri atas 286 halaman yang dibagi dalam 20 bab. Berikut uraian plot yang dibagi menjadi lima tahapan sesuai urutan cerita beserta motif-motif cerita yang ada.

2.2.1.1 Tahap Penyituasian

Tahap penyituasian terdiri dari bab satu hingga bab enam. Bab satu menjelaskan awal mula keterlibatan seorang detektif swasta Hercule Poirot dalam cerita yang berlangsung. Hercule Poirot ditelepon oleh sahabatnya bernama Ariadne Oliver, seorang penulis cerita detektif terkenal yang sedang berada di daerah Nassecombe. Oliver memintanya segera datang ke tempat itu karena Oliver sangat membutuhkan Poirot. Oliver tidak dapat menjelaskan masalahnya kepada Poirot di telepon. Karena penasaran, Poirot menuruti permintaan Oliver.

(36)

21

tersebut merupakan acara utama, di samping permainan-permainan lain yang ada dalam acara yang terbuka untuk umum itu. Acara itu bertujuan meningkatkan daya tarik wisata daerah tersebut. Oliver merasa ada sesuatu yang aneh akhir-akhir ini dan mendapatkan firasat akan terjadi pembunuhan sungguhan pada acara tersebut (motif firasat buruk). Oliver sendiri tidak mengerti mengapa firasat itu muncul. Ia meminta Poirot menyelidiki hal itu.

Oliver menjelaskan orang-orang yang terlibat dalam penyelenggaraan acara itu, yakni Sir George Stubbs dan istrinya Lady Hattie Stubbs, Nyonya Amy Folliat pemilik Nasse House sebelumnya yang kini tinggal di dekat rumah itu, Marlene pemeran korban pembunuhan, Amanda Brewis sekretaris Sir George, arsitek yang sedang bekerja pada Sir George bernama Michael Weyman, pasangan suami-istri Alec-Peggy Legge yang sedang menyewa rumah kecil di kompleks Nasse House untuk berlibur, anggota Dewan Perwakilan setempat bernama Wilfrid Masterton beserta istri dan pengawalnya yang bernama Kapten Jim Warburton. Kepada Poirot, Oliver bercerita bahwa ia telah menawarkan diri kepada orang-orang itu untuk mengundang Poirot sebagai tamu kehormatan agar acara semakin menarik dan dikunjungi banyak pengunjung. Poirot akan diberi tugas menyerahkan hadiah kepada para pemenang.

(37)

Nyonya Masterton, dan Kapten Jim Warburton (motif perkenalan antartokoh). Semua orang sedang sibuk mempersiapkan acara untuk besok, kecuali Hattie yang hanya duduk bermalas-malasan. Poirot memperhatikan situasi sambil berbincang-bincang dengan orang-orang. Beberapa orang membicarakan Hattie. Sosok Hattie sempat menarik perhatian Poirot. Poirot juga mempelajari skenario acara secara detil, tetapi ia tidak juga menemukan petunjuk yang dapat menjelaskan firasat aneh Oliver. Untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak, Poirot memutuskan untuk menemui Nyonya Folliat, mengingat ia adalah mantan pemilik Nasse House yang pasti mengenal orang-orang yang ada di situ. Poirot mendapat

banyak cerita tentang sejarah Nasse House dan bagaimana rumah itu berpindah ke tangan Sir George.

Dengan hasrat menjelajahi daerah sekitar, Poirot berjalan keluar dari kompleks Nasse House. Langkahnya terhenti di dermaga kecil di pinggir sungai. Poirot berkenalan dengan lelaki tua petugas penyebrangan bernama Merdell yang ternyata bekas mandor pengurus kebun Nasse House. Merdell bercerita banyak hal tentang keluarga Folliat dan Sir George.

(38)

23

Bab enam menceritakan ketika acara dimulai pada siang harinya. Nasse House ramai dikunjungi orang-orang sekitar dan wisatawan dari luar daerah.

Ketika acara perlombaan busana anak-anak dimulai, hal yang janggal terjadi. Hattie tiba-tiba menghilang, padahal ia bertugas menjadi juri lomba busana anak-anak. Tidak lama kemudian De Sousa datang (motif kedatangan tokoh pemicu terbongkarnya kasus). Ia mencari-cari Hattie, tetapi tidak dapat menemukannya. Oliver mengajak Poirot mengecek sejauh mana pengunjung berhasil menemukan petunjuk-petunjuk pelacakan. Oliver dan Poirot kemudian mendatangi gudang tempat Marlene bertugas sebagai korban pembunuhan.

2.2.1.2 Tahap Pemunculan Konflik

Konflik mulai muncul pada akhir bab enam ketika Poirot dan Oliver yang telah tiba di gudang dan mendapati Marlene benar-benar tewas terbunuh (motif pembunuhan). Berita ini segera tersebar ke semua orang di acara tersebut. Tidak diketahui siapa yang telah membunuh Marlene.

(39)

Marlene sesaat sebelum Marlene tewas. Ia tidak melihat sesuatu yang aneh pada waktu itu dan tidak ada siapa-siapa di sekitar gudang.

Polisi lalu menemui ibu Marlene tetapi tidak mendapatkan sesuatu yang berarti. Tiba giliran Oliver diperiksa, ia tampak gelisah dan mengungkapkan khayalannya yang beragam tentang motif pembunuhan gadis itu. Salah satunya, kemungkinan Marlene waktu itu melihat seseorang di perahu sedang melemparkan seseorang ke dalam sungai di dekat gudang itu dan orang itu melihat Marlene menyaksikannya, lalu Marlene dibunuh. Dari keterangan Oliver ini, polisi mendapat informasi tentang kemungkinan keterkaitan De Sousa dengan kasus itu. Polisi juga meminta keterangan Poirot sebagai saksi.

Polisi kemudian menginterogasi De Sousa dan menanyakan tujuan kedatangannya dan hal-hal yang diketahuinya tentang Hattie. Polisi tidak menemukan bukti. Polisi lalu kembali menemui Brewis dan menanyakan tentang keberadaan Hattie. Brewis tidak percaya jika Hattie hilang seperti kabar yang berkembang. Menurut dugaannya, Hattie menyelinap keluar rumah dengan laki-laki lain. Sir George menyela perkataan Brewis dan menceritakan ketakutan Hattie ketika mendapat kabar De Sousa akan mengunjunginya karena De Sousa suka membunuh orang. Keterangan Sir George mengarahkan kecurigaan polisi kepada De Sousa (motif penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah). Polisi juga menginterogasi Michael Weyman, tetapi Michael mengaku tidak tahu apa-apa tentang pembunuhan tersebut.

(40)

25

tengah pembicaraannya dengan Nyonya Folliat, polisi datang dan turut meminta keterangan dari Nyonya Folliat. Nyonya Folliat tidak mengerti mengapa Marlene dibunuh. Polisi kemudian menemui Peggy dan menanyakan di mana ia berada ketika pembunuhan itu terjadi. Peggy mengatakan, ia sedang istirahat di tenda tempat minum teh, lalu kembali ke tenda ramalan tempat ia bertugas. Polisi kemudian berdiskusi dengan Poirot dan memberikan semua informasi yang telah didapatkan oleh polisi kepadanya. Poirot heran, Peggy mengatakan sempat pergi ke tempat acara minum teh, padahal Nyonya Folliat tidak melihatnya saat itu.

Bab duabelas menceritakan pada keesokan harinya Poirot mendapati Sir George tampak gelisah karena istrinya belum ditemukan. Brewis berkata pada Poirot, Hattie itu sebenarnya licik dan mungkin Hattie pergi dengan laki-laki lain. Brewis sering melihat Hattie menyelinap keluar rumah sendirian. Brewis juga menduga, Hattie suka pada Michael, tetapi Michael tidak menyukainya karena ia lebih menyukai Peggy. Michael bekerja pada Sir George karena direkomendasikan oleh Peggy yang mengenalnya sejak Peggy belum menikah. Nyonya Masterton datang dan mengungkapkan kepada Poirot mengenai dugaannya bahwa Marlene dibunuh setelah ia menyaksikan pembunuhan Hattie.

(41)

kemudian Peggy muncul, dan Poirot menyerahkan gelang itu kepadanya. Poirot juga menanyakan beberapa hal kepada Peggy. Akhirnya Poirot mengetahui masalah rumah tangga Peggy. Peggy tertekan dengan sikap Alec yang sering marah-marah dan menutup diri. Alec juga sering menerima telepon dan pesan yang aneh-aneh. Alec tidak mau menceritakan hal itu pada Peggy.

Sesaat setelah Peggy pergi, Poirot mendengar jejak kaki. Poirot menduga itu pemuda asing yang ditemuinya tadi yang ingin menemui Peggy, tetapi ternyata Alec yang muncul. Poirot bertanya apakah Alec sedang mencari seorang pemuda dari Wisma Remaja. Alec kaget dan heran mengapa Poirot bisa menebaknya. Alec akhirnya mencurahkan kegalauan hatinya, ia telah terperangkap tanpa bisa lepas dalam suatu hal dan diperalat. Poirot semakin bingung dan bertanya-tanya apakah Alec dan Peggy terkait dengan kasus tersebut.

Bab empatbelas menceritakan penyelidikan polisi di sungai yang diduga sebagai tempat De Sousa menenggelamkan Hattie. Diceritakan pula secara singkat mengenai sidang kasus itu yang tidak membuahkan hasil sehingga sidang harus ditunda. Poirot juga melakukan penyelidikan di taman tempat acara kemarin berlangsung, tetapi tidak memperoleh hasil. Poirot sedih karena ia tidak dapat mencegah terjadinya pembunuhan itu.

(42)

27

tewas karena kecelakaan tunggal yang disebabkan faktor usia yang sudah lanjut dan kondisinya yang sedang mabuk.

2.2.1.3 Tahap Peningkatan konflik

Konflik mulai meningkat pada bab enambelas. Sebulan setelah peristiwa pembunuhan, polisi menemui Poirot untuk mendiskusikan penemuan masing-masing. Mereka juga mengemukakan segala kemungkinan yang dapat terjadi. Dari pembicaraan tersebut, Poirot menyadari bahwa Nyonya Folliat pasti mempunyai banyak informasi yang berkaitan dengan kasus ini. Maka Poirot pun kembali bersemangat untuk melanjutkan penyelidikannya. Poirot lalu menemui Nyonya Folliat, tetapi tetap tidak mendapatkan informasi yang berarti, hanya keanehan pada sikap Nyonya Folliat yang tampak pasrah dan penuh ketakutan.

Lalu Poirot menemui ibu Marlene. Darinya, Poirot baru mengetahui bahwa Merdell yang baru saja meninggal ternyata kakek Marlene. Ibu Marlene berkata, anaknya sering diberi alat kosmetik dan aksesoris oleh Peggy. Marylin, adik Marlene mengatakan, ibunya salah, Marlene tidak mendapatkan barang-barang itu dari Peggy, melainkan membelinya sendiri dari uang yang diberikan oleh seseorang. Marlene sering mengintip orang, lalu orang itu memberinya hadiah agar Marlene menutup mulut.

(43)

2.2.1.4 Tahap Klimaks

Klimaks dapat dipahami sebagai konflik yang memuncak dan akan mengakibatkan terjadinya penyelesaian yang tidak dapat dihindari. Klimaks dalam novel ini terdapat di akhir bab enambelas ketika Poirot menelepon Oliver untuk menanyakan beberapa hal yang akan menjadi ganjalan terakhirnya dalam mengungkapkan kasus tersebut. Poirot menanyakan bagaimana Oliver mendapatkan ide dalam merancang permainan pelacakan pembunuhan itu, siapa orang yang ditugaskan berperan sebagai tokoh yang dikambinghitamkan dalam permainan itu, siapa yang mempunyai ide menjadikan gudang sebagai tempat pemeran korban terbunuh, dan tentang ransel yang ditemukan di gudang. Jawaban Oliver benar-benar membuat Poirot semakin yakin tentang kuatnya insting Oliver ketika Oliver mendapat firasat akan terjadi pembunuhan. Naluri Oliver dalam merancang permainan pelacakan itu sesuai dengan kenyataan yang tersembunyi di balik watak orang-orang yang terlibat dalam penyelenggaraan acara tersebut.

Keterangan dari Oliver telah menjadi benang merah atas semua keterangan yang dikumpulkan Poirot. Poirot berteriak girang ketika berhasil menemukan jawaban atas pembunuhan kasus Marlene yang berhubungan dengan tewasnya Merdell dan suatu pembunuhan yang telah terpendam bertahun-tahun. Peristiwa tersebut akan diikuti penyelesaian atas konflik yang muncul sebelumnya.

2.2.1.5 Tahap Penyelesaian

(44)

29

Alec. Tokoh Poirot berperan dominan dalam menyelesaikan permasalahan itu. Diceritakan dalam tahap ini Poirot menemui Alec untuk membicarakan masalah rumah tangga yang dihadapi pasangan Alec-Peggy. Poirot akhirnya mengetahui bahwa Alec tidak terlibat dalam kasus pembunuhan tersebut dan persoalan yang menyelimuti rumah tangga Alec tidak ada kaitannya dengan kasus itu. Poirot kemudian membantu Alec untuk merenungkan hal-hal yang tanpa disadarinya telah menyebabkan rumah tangganya hampir bubar. Masalah yang menyelimuti rumah tangga Alec selama ini, menurut Poirot, tidak lain karena kesalahan Alec sendiri. Alec akhirnya menyadari kesalahannya. Poirot menyarankan Alec segera menemui istrinya dan meminta maaf atas kesalahannya selama ini. Peristiwa ini menjadi penyelesaian atas masalah rumah tangga Alec yang sebelumnya menjadi misteri dan sempat memunculkan kecurigaan Poirot bahwa masalah rumah tangga Alec berkaitan dengan kasus pembunuhan itu.

Poirot kemudian menemui polisi untuk memberitahukan hasil penemuannya berkaitan dengan pemecahan atas kasus pembunuhan yang terjadi. Poirot mengatakan bahwa sang pembunuh yang sebenarnya adalah Sir George. Bab terakhir menceritakan Poirot menemui Nyonya Folliat untuk memberitahukan hasil pemecahan kasus itu yang melibatkan anak Nyonya Folliat sebagai tersangka utamanya (motif pembongkaran kasus). Anaknya tidak lain adalah Sir George yang selama ini menutupi identitas jatidirinya sebagai James.

(45)

Nassecombe setelah melarikan diri dari wajib militer bersama istrinya seorang wanita Italia. Saat itu Nyonya Folliat sedang diberi pekerjaan oleh pemerintah untuk merawat Hattie, gadis sebatang kara yang baru saja mengalami musibah karena seluruh keluarganya tewas terkena gempa bumi. Pekerjaan itu diterima Nyonya Folliat untuk membayar hutangnya yang telah menumpuk. Hattie saat itu menjadi gadis yang sangat kaya karena mewarisi seluruh harta keluarganya. Ingin memanfaatkan situasi tersebut, James kemudian menyamar dengan menjadi pribadi baru bernama Sir George, seorang bujangan kaya. Ia lalu menikahi Hattie, membunuhnya, lalu memunculkan istri Italianya yang menyamar sebagai Hattie.. James dan istrinya berhasil menutup kasus kejahatan mereka dan menikmati kekayaan Hattie hingga bertahun-tahun. Kedatangan De Sousa nyaris membongkar penyamaran Hattie palsu. Sir George telah membuat sandiwara. Hattie disuruh menyelinap keluar dari Nassecombe, lalu Marlene dibunuh. Sir George mengatakan bahwa De Sousa suka membunuh agar orang-orang mengira Hattie telah dibunuh oleh De Sousa, lalu Marlene juga dibunuhnya karena menyaksikan pembunuhan itu. Tidak lama kemudian Sir George juga membunuh Merdell agar tidak membuka mulut.

(46)

31

2.2.1.6 Pembahasan Plot

Dari uraian di atas, ditemukan beberapa motif yang menggerakkan plot, yakni motif firasat buruk, perkenalan antardftokoh, kedatangan tokoh pemicu terbongkarnya kasus, pembunuhan, penyelidikan, penuduhan terhadap orang tidak bersalah, dan motif pembongkaran kasus. Hubungan kausalitas antarmotif tidak selalu dapat dilihat dalam peristiwa yang berlangsung. Peristiwa-peristiwa yang dimunculkan tidak selalu menunjukkan keterkaitan seketika itu juga. Hubungan kausalitas itu dapat dilihat di akhir cerita ketika tokoh protagonis menceritakan hasil pemecahannya atas kasus tersebut. Hal ini merupakan ciri khas dalam cerita detektif yang betujuan memberikan efek kejutan bagi pembaca.

(47)

2.2.2 Analisis Tokoh dan Penokohan Novel Kubur Berkubah 2.2.2.1 Tokoh Protagonis

Novel KB menampilkan Hercule Poirot sebagai tokoh protagonis yang membuat plot cerita terjalin melalui pengalamannya menelusuri kasus pembunuhan di Nassecombe. Poirot seorang lelaki lajang asal Belgia yang sudah lama tinggal di Inggris dan berprofesi sebagai detektif. Secara fisik Poirot digambarkan bertubuh gemuk, pendek, dan berkumis tebal. Poirot adalah tipe orang yang mudah beradaptasi dengan lingkungan dan bergaul dengan orang-orang sekitar. Ia mengenal watak orang-orang-orang-orang Inggris yang penuh dengan basa-basi dan kesopanan ala bangsawan. Ia menyadari keberadaan dirinya di negeri tersebut sebagai orang asing sehingga ia harus dapat beradaptasi dengan karakter orang-orang sekitar. Dalam perkenalannya dengan orang-orang di Nasse House, Poirot berbasa-basi secukupnya dan bersikap sopan. Karena itu, Poirot mudah diterima oleh orang-orang dan dapat menggali berbagai keterangan melalui perbincangan mereka. Seperti yang dilakukannya ketika Oliver mengenalkannya pada Nyonya Folliat yang akhirnya bercerita panjang lebar tentang Nasse House.

Wajah wanita tua itu berseri-seri.

”Oh, ini rupanya M. Poirot yang terkenal itu! Anda baik sekali mau datang untuk membantu kami besok. Wanita cerdas ini telah merencanakan suatu permainan pemecahan perkara yang hebat. Pasti akan luar biasa.”

Poirot agak heran melihat keanggunan wanita kecil itu. Sepantasnya wanita inilah yang menjadi nyonya rumah.

”Nyonya Oliver kenalan lama saya,” kata Poirot dengan sopan. ”Saya senang bisa memenuhi permintaannya. Tempat ini betul-betul indah, bangunannya anggun dan sempurna sekali.”

Nyonya Folliat mengangguk membenarkan.

(48)

33

Ia mempunyai kepercayaan diri yang kuat dan wibawa yang muncul karena keahliannya dalam memecahkan kasus pembunuhan. Poirot adalah detektif yang terkenal karena keberhasilannya dalam memecahkan setiap kasus yang ditanganinya. Keberhasilannya terwujud karena sifatnya yang gigih tanpa putus asa dalam menelusuri sebuah kasus. Kegigihannya digambarkan oleh pengarang dengan teknik pelukisan dramatik melalui ucapan dalam dialog antara Poirot dengan Nyonya Folliat.

Poirot bangkit dan memandangi wanita tua itu. Dan wanita tua itu berkata dengan kesal,

”Mengapa Anda ribut-ribut, sedang polisi saja sudah menyerah.” Poirot menggeleng.

”Oh, tidak, Nyonya, Anda keliru. Polisi tidak menyerah. Dan saya,” sambungnya lagi, ”juga tidak menyerah. Ingat itu. Saya, Hercule Poirot, tidak menyerah.”

(49)

”Bukankah Anda tadi sedang mencari-cari sesuatu? Mungkinkah ini barang itu?” Diperlihatkannya jimat emas yang kecil itu.

”Saya—oh, ya—. Terimakasih, M. Poirot. Di mana Anda menemukannya?” ”Di sini, di celah lantai itu.”

”Entah kapan jatuhnya.” ”Kemarin barangkali?”

”Bukan, bukan kemarin. Sebelum itu.”

”Bagaimana mungkin, Nyonya. Saya ingat benar melihat benda ini di pergelangan Anda waktu Anda sedang meramalkan nasib saya.”

Tak ada orang yang berbohong sepandai Hercule Poirot. Dia berbicara dengan keyakinan penuh dan Peggy Legge pun tertunduk. (Christie, 1984:202)

Meskipun Poirot mempunyai komitmen pada kejujuran, Poirot terkadang merasa harus berbohong. Hal itu tidak berarti Poirot suka berbohong. Poirot melakukan kebohongan hanya dalam situasi yang menurutnya tidak bijaksana jika mengungkapkan kejujuran apa adanya. Kebijaksanaan Poirot kadang bertujuan untuk menjaga perasaan lawan bicaranya. Seperti yang dilakukannya ketika mengamati tatanan rambut dan penampilan Oliver yang menurutnya kampungan dan wajah Nyonya Masterton yang mirip anjing pelacak. Ia hanya menyimpan pengamatannya tersebut dalam hati dan tidak membicarakannya. Kadang Poirot juga tidak tulus dalam melakukan sesuatu untuk menghormati orang lain. Misalnya ketika sedang mengantar Poirot menuju Nasse House dari stasiun kereta api, sopir Nasse House itu membicarakan beberapa tempat yang sedang dilewatinya. Poirot kemudian memuji tempat yang dimaksud oleh sopir. Meski hal itu sebenarnya tidak menarik baginya, ia melakukan itu untuk membesarkan hati lawan bicaranya.

”Ini Sungai Helm, Tuan,” katanya. ”Yang jauh di sana itu Dartmoor.”

(50)

35

Poirot juga selalu memperhatikan hal-hal yang ditemuinya seremeh apa pun. Karena kepekaannya ini, Poirot berhasil memecahkan kasus pembunuhan tersebut melalui hal-hal remeh yang tidak diperhatikan oleh orang lain, bahkan oleh polisi. Dalam menentang atau menyangkal sesuatu yang tidak sesuai dengan pendapatnya, Poirot cenderung menahan diri untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya secara lugas. Ia lebih suka mengajak lawan bicaranya untuk mempertimbangkan kembali pendapatnya yang dianggapnya keliru dengan mempertanyakan pendapat tersebut.

Konflik yang muncul antara tokoh protagonis dan antagonis dalam cerita ini tidak lepas dari penokohan kedua tokoh yang saling bertentangan. Watak Poirot yang cinta pada kebenaran dan kejujuran bertolakbelakang dengan watak tokoh antagonis yang jahat dan suka menutupi kejahatannya dengan berbagai kebohongan.

2.2.2.2 Tokoh Antagonis

Tokoh antagonis dalam novel ini adalah Sir George. Sir George digambarkan sebagai orang kaya yang penuh akal licik dan kejam, tetapi pintar dalam menyembunyikan kejahatannya dan ahli berakting serta mempengaruhi orang dengan kata-katanya. Ia menutupi kejahatannya dengan sikap sopan, ramah, dan terbuka. Meskipun sopan, Sir Goerge juga digambarkan berpembawaan kasar, mudah marah, dan mata keranjang. Sir George selalu marah jika ada orang asing yang melintasi halamannya tanpa izin.

Dari jendela kamar Lady Stubbs, Sir George bersandar keluar dan berteriak dengan marah pada mereka.

(51)

”Ini daerah pribadi! Kalian tak boleh lewat di sini.”

Gadis yang seorang lagi, yang memakai kerudung biru muda berkata, “Tolong? Dermaga Nassecombe--,” kata-kata itu dilafalkan dengan berhati-hati. ”Inikah jalannya?”

”Kalian masuk daerah orang!” bentak Sir George. ”Apa?”

”Melanggar daerah pribadi! Tak boleh lewat di sini. Kalian harus kembali. Kembali ke tempat kalian tadi!”(Christie, 1984:85)

Ia pintar bergaul dan memanfaatkan keahliannya ini untuk mendekati wanita-wanita cantik yang ditemuinya. Meskipun sudah beristri, Sir George dalam suatu kesempatan dengan sembunyi-sembunyi menggoda Peggy Legge, istri Alec Legge.

Dari jarak yang lebih dekat, terdengar suara Sir George yang lembut dan penuh birahi.

”Pantas benar kau memakai cadar itu. Maunya kau berada dalam haremku, Peggy. Aku akan datang dan banyak-banyak minta nasibku diramalkan besok. Apa yang kau ramalkan?”

Terdengar bunyi kaki yang bergeser dan suara Peggy Legge terengah berkata,

”George, jangan.” (Christie, 1984:63)

Karakter tokoh antagonis tersebut bertolakbelakang dengan karakter tokoh protagonis. Pertentangan inilah yang akhirnya memunculkan konflik, meskipun tidak secara langsung, dalam arti kejahatan yang dilakukan tokoh antagonis tidak menimpa tokoh protagonis maupun orang yang terkait langsung dengan tokoh protagonis, tetapi kejahatan tersebut bertentangan dengan watak tokoh protagonis yang cinta kebenaran dan kejujuran.

2.2.2.3 Tokoh Bawahan

(52)

37

Amy Folliat dikisahkan sebagai wanita tua yang lemah dan penuh kepasrahan setelah ia ditinggal seluruh keluarganya, yakni suaminya dan kedua anaknya, dan mengalami kebangkrutan hingga akhirnya ia harus menjual rumahnya kepada Sir George. Ia juga berpandangan sinis pada hidup. Suatu ketika ia berkata pada Poirot bahwa dunia ini jahat dan banyak pula orang yang jahat sekali di dunia ini. Di akhir cerita, dijelaskan bahwa Nyonya Folliat sebenarnya adalah ibu dari tokoh Sir George yang sebenarnya bernama James. Tokoh Amy Folliat merupakan tokoh bawahan yang berpihak pada tokoh antagonis karena ia membela dan menutupi tindak kejahatan yang dilakukan oleh tokoh antagonis.

Lady Stubbs alias ”Hattie” palsu digambarkan sebagai wanita yang lugu, manja, suka kemewahan, dan kekanak-kanakan. Ia juga seorang pemalas yang lebih suka menyuruh pembantunya melakukan semua pekerjaan rumah tangga.

Hattie Stubbs menggeleng.

”Ah, tidak. Saya rasa itu membosankan sekali dan bodoh sekali. Bukankah ada para pelayan dan tukang-tukang kebun? Mengapa bukan mereka saja yang disuruh menyiapkannya?” (Christie, 1984:44)

Hattie juga dikenal tertutup dan jarang bergaul dengan orang-orang. Dalam beberapa kesempatan digambarkan bahwa Hattie hanya sibuk memandangi cincin barunya, tidur di kamar, dan hanya keluar kamar ketika makan bersama.

Meskipun demikian, beberapa orang mempunyai pandangan lain tentang Hattie palsu ini. Brewis berpendapat, meski tampak lugu dan bodoh, Hattie sebenarnya cerdik dan licik.

(53)

Di akhir cerita, karakter Hattie ”palsu” tersebut ditunjukkan. Ia sebenarnya adalah istri pertama James yang berasal dari Itali dan berkomplot dengan James melakukan pembunuhan atas Hattie ”asli” dan merebut hartanya. Hattie ”palsu” tersebut berpura-pura bodoh dan lugu, padahal sebenarnya ia kejam dan licik. Tokoh Hattie ”palsu” merupakan tokoh bawahan yang berpihak pada tokoh antagonis.

Ariadne Oliver, sahabat Poirot adalah tokoh yang mengantarkan dan membawa Poirot memasuki cerita dalam novel ini. Oliver adalah seorang janda tua yang telah menerbitkan banyak buku cerita detektif. Oliver digambarkan sebagai wanita yang ramah, baik hati, dan percaya diri baik dengan penampilannya maupun keahliannya. Ia adalah pengarang cerita yang cerdas dan mempunyai daya imajinasi yang tinggi tetapi sulit menjelaskan sesuatu kepada orang lain. Ia menganggap dirinya mempunyai insting wanita yang kuat sehingga ia merasa mendapatkan firasat bahwa akan ada sesuatu yang aneh terjadi dalam permainan tersebut. Sisi buruknya, ia terkadang terburu-buru dalam mengambil keputusan. Contohnya, ketika ia dengan asal berimajinasi tentang motif pembunuhan tersebut.

(54)

39

tentang tempat tersembunyinya harta karun selama perang. Atau seseorang di perahu telah melemparkan seseorang ke dalam sungai dan gadis itu telah melihatnya dari jendela gudang kapal—atau dia bahkan telah menemukan suatu pesan yang amat penting, tertulis dengan kode rahasia dan dia sendiri tak tahu apa itu.” (Christie, 1984:126)

Oliver adalah tipe orang yang mudah gelisah. Setelah ia mengetahui Marlene terbunuh, ia tampak syok dan kacau. Karena itu, Poirot menyarankannya minum obat agar lebih tenang. Oliver suka memperhatikan penampilannya, termasuk rambutnya. Ia suka sekali mengubah-ubah tatanan rambutnya. Oliver merupakan tokoh bawahan yang berpihak pada tokoh protagonis. Tokoh Oliver menghubungkan tokoh protagonis dengan tokoh antagonis dan mendukung usaha tokoh protagonis dalam membongkar kejahatan tokoh antagonis dengan menyampaikan dugaan dan semua informasi yang diketahuinya.

Etienne De Sousa, sepupu jauh Hattie, adalah lelaki kaya yang ramah dan berwibawa. Pembawaannya tenang, sopan dan penuh percaya diri. Ia tidak terlalu suka bergaul dengan orang-orang. Ia berperan sebagai pemicu konflik yang membuat Sir George dan Hattie palsu takut jika kejahatannya terbongkar.

(55)

melihat mayat perempuan di hutan sekitar Nasse House dan mengetahui penyamaran Sir George.

Marlene Tucker, cucu Merdell, adalah gadis lugu yang bodoh dan mudah disuap. Marlene suka mengintai dan mengintip orang-orang. Ia sering mendapatkan uang suap dari orang yang diintipnya agar ia menutup mulut. Ia senang mendapatkan uang suap itu dan membelanjakannya untuk membeli peralatan kosmetik dan aksesoris pakaian. Secara fisik Marlene tidak cantik dan wajahnya agak bopeng. Marlene dibunuh karena ia mengetahui kejahatan sang pembunuh dari cerita kakeknya.

Alec Legge adalah orang luar daerah yang sedang berlibur bersama istrinya di Nassecombe dan menyewa sebuah rumah di dekat Nasse House untuk beberapa bulan. Alec digambarkan sebagai orang yang mudah marah, suka menyimpan masalah sendiri, suka merendahkan kaum perempuan, dan tertutup. Ketika sedang mengalami masalah dengan partai tempat ia bernaung, Alec tidak mau membagi masalahnya itu dengan istrinya karena tidak mempercayai istrinya dan lebih suka memendam masalah itu sendiri. Ia berpendapat, perempuan lebih banyak membawa masalah.

(56)

41

Kapten Jim Warburton (pengawal Masterton). Tokoh-tokoh tersebut berperan untuk menguatkan kelogisan dan menghidupkan alur cerita.

2.2.3 Analisis Tema Novel Kubur Berkubah

Dalam novel KB, penulis menemukan beberapa tema yang dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yakni tema mayor dan tema minor. Penulis akan mendeskripsikan beberapa tema minor terlebih dahulu. Kemudian, akan diakhiri dengan perumusan tema mayor. Berikut akan dijelaskan secara beruntun tema-tema minor dan mayor yang dapat dijumpai dalam KB.

2.2.3.1 Tema Minor

2.2.3.1.1 Keserakahan pada Harta Berakibat Buruk

(57)

membunuhnya agar bisa menikmati harta kekayaan Hattie dan hidup bahagia bersama istri pertamanya yang berasal dari Italia.

Tindakan James tersebut tidak luput dari dorongan istri gelapnya yang orang Italia. Istrinya yang berasal dari dunia kejahatan di Italia itu ikut membantu James membunuh Hattie dan menyamar sebagai Hattie agar dapat turut menikmati kekayaan Hattie. Keserakahan tersebut berakibat buruk pada diri sendiri dan orang lain. Di akhir cerita, kejahatan Sir George dibongkar oleh polisi dengan bantuan Poirot. Keserakahan Sir George juga mengakibatkan tewasnya orang-orang yang tidak bersalah, yakni Hattie, Marlene, dan Merdell.

2.2.3.1.2 Cinta Sejati Menuntut Kejujuran

Percintaan yang menjadi salah satu tema minor dalam novel ini dialami oleh pasangan Sir George-Hattie serta pasangan Alec Legge-Peggy Legge yang rumah tangganya sedang tidak harmonis. Di awal cerita, Sir George digambarkan sangat mencintai istrinya. Ia senang memanjakan istrinya dengan perhiasan-perhiasan dan pakaian-pakaian mahal. Meskipun mencintai istrinya, Sir George bukan tipe suami yang setia. Ia suka berselingkuh secara diam-diam. Tidak hanya Sir George yang melakukan itu, istrinya ternyata juga berselingkuh secara diam-diam. Hal itu menunjukkan bahwa cinta yang ada dalam rumah tangga Sir George-Hattie adalah cinta palsu yang tidak dilandasi dengan kejujuran. Baik Sir George maupun istrinya sebenarnya lebih mencintai harta daripada pasangannya.

(58)

43

beberapa bulan terakhir kecewa pada suaminya karena suaminya sering marah-marah dan ia merasa bahwa suaminya menyembunyikan sesuatu darinya. Ia juga jengkel karena suaminya selalu sibuk dengan urusannya sendiri. Peggy merasa rumah tangganya kian hambar. Ia tidak lagi merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Masalah ini tambah memanas dengan kehadiran Michael Waymen yang suka pada Peggy dan berusaha mendekatinya. Alec mencurigai istrinya selingkuh dengan Michael. Apalagi Alec mengamati istrinya akhir-akhir ini bersikap menjauh darinya.

Meskipun sedang dilanda masalah, mereka sebenarnya saling mencintai satu sama lain. Ketidakjujuran Alec lah yang menyebabkan masalah tersebut muncul. Di akhir cerita, berkat nasihat Poirot, Alec menyadari kesalahannya merahasiakan masalah keterkaitannya dengan sebuah partai politik dari istrinya. Masalah yang dihadapinya itu telah membuatnya gelisah dan tidak memperhatikan istrinya. Akibatnya, ia tidak dapat membahagiakan istrinya. Poirot lalu menyarankan agar Alec segera meminta maaf pada istrinya dan mengungkapkan dengan sejujurnya masalah apa yang sedang dirahasiakannya dari Peggy.

2.2.3.1.3 Bangunan Bersejarah Patut Dilestarikan

Tema ini muncul melalui pandangan tokoh Nyonya Folliat dan Nyonya Masterton tentang bangunan bersejarah. Dikisahkan bahwa di Nassecombe terdapat beberapa bangunan kuno yang memiliki nilai arsitektur tinggi. Nasse House merupakan salah satunya. Nasse House digambarkan memiliki keindahan

(59)

1598. Awalnya bangunan rumah ini bergaya Elizabeth. Pada tahun 1700 rumah itu terbakar dan hancur. Kemudian pada 1790 rumah itu dibangun kembali oleh kakek buyut suami Nyonya Folliat. Hingga kini keindahannya tetap dijaga secara utuh. Berbeda dengan bangunan-bangunan kuno yang berada di lingkungan sekitar Nasse House yang sudah banyak yang dirombak karena alasan bisnis. Salah satu contohnya adalah rumah keluarga Fletcher, tetangga Nyonya Folliat yang telah menjual rumahnya yang bergaya Victoria. Rumah itu kemudian dirombak dan dijadikan Wisma Remaja, semacam penginapan bagi para pelancong yang sedang mengunjungi kawasan Nassecombe.

Menurut cerita Nyonya Folliat, ketika mengalami musibah tewasnya suami dan kedua anaknya, ia merasa gundah karena beban hutang yang menumpuk di pundaknya. Mau tidak mau ia harus menjual rumahnya yang sangat dicintainya. Ia merasa berat menjual rumah yang memuat sejarah panjang keluarganya. Ketika mengetahui Sir George berniat membeli rumahnya, Nyonya Folliat merasa lega karena Sir George tidak berniat untuk mengubah bangunan Nasse House dan mengizinkannya untuk tinggal di rumah kecil di dekat Nasse House. Nyonya Masterton, istri anggota Dewan Perwakilan setempat juga menyatakan kebahagiaannya bahwa Nasse House jatuh ke tangan orang yang dapat menghargai bangunan bersejarah.

Bentuk yang paling tepat dalam menghargai bangunan bersejarah seperti Nasse House menurut Nyonya Masterton dan Nyonya Folliat adalah dengan

(60)

45

Mereka menyayangkan beberapa bangunan bersejarah yang ada di daerah Nassecombe yang akhirnya beralih fungsi menjadi hotel dan wisma penginapan. 2.2.3.1.4 Orangtua Seringkali Membela Anaknya Meski Bersalah

Tema ini dibawakan oleh tokoh Nyonya Folliat, ibu kandung James. Ketika ditugaskan untuk merawat Hattie, Nyonya Folliat tidak pernah terpikir sedikit pun untuk membunuh Hattie dan mengambilalih kekayaannya. Kedatangan kembali James, putra keduanya yang telah melarikan diri dari tugas militer membawa malapetaka. James yang mengetahui kondisi Hattie segera membuat rencana jahat untuk mengambilalih kekayaan Hattie. James menyamar menjadi pribadi baru, seorang bangsaawan kaya bernama Sir George Stubbs, menikahi Hattie, lalu membunuh Hattie. Nyonya Folliat yang mengetahui tindakan anaknya bergeming. Ia tahu persis watak buruk anaknya, tetapi ia merasa tidak dapat mencegah tindakan kejam anaknya itu. Meskipun mengetahui anaknya telah melakukan tindakan kriminal, Nyonya Folliat menutup mulut kepada semua orang dan tidak melaporkannya kepada polisi. Ini dilakukannya karena dia mencintai anaknya.

(61)

2.2.3.2 Tema Mayor: Kejahatan Walau Ditutup-tutupi akan Terbongkar Juga

Tema-tema minor yang telah disebutkan di atas menunjukkan keterkaitan dan mengerucut pada tema mayor. Tema-tema tersebut menegaskan keberadaan tema mayor yang penulis temukan, yakni “kejahatan walau ditutup-tutupi akan terbongkar juga”. Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh tokoh antagonis Sir George disembunyikan dan ditutup-tutupi dengan berbagai kebohongan sehingga terpendam selama bertahun-tahun. Meski kejahatan tersebut disembunyikan dengan rapi, kasus tersebut akhirnya terbongkar.

Cerita bermula ketika Sir George yang sebenarnya adalah Tuan James, salah satu putra Nyonya Folliat, berhasil melarikan diri dari wajib militer dan kembali ke rumahnya dengan membawa istrinya seorang gadis Italia. Nyonya Folliat waktu itu sedang merawat Hattie yang hidup sebatang kara tetapi kaya raya. Tema keserakahan muncul dalam tahap ini dan memicu tindak kejahatan tokoh antagonis. James tergiur dengan kekayaan Hattie dan ingin merebutnya. Maka ia menikahi Hattie lalu membunuhnya. Untuk mengubur kasus pembunuhan yang dilakukannya atas istrinya, Hattie, Sir George menyuruh istrinya yang dari Italia menggantikan posisi Hattie dan mengaku sebagai Hattie kepada orang-orang di desa tersebut. Mayat Hattie dikubur di dekat rumah Sir George, lalu di atas kuburan tersebut dibangun kuil kecil berkubah agar tidak terbongkar.

(62)

47

tindakan anaknya tersebut, bahkan ikut berusaha menutupi kejahatan anaknya. Tindakan Nyonya Folliat itu menjadi sarana menyampaikan tema orangtua seringkali membela anaknya meski mengetahui anaknya bersalah.

Satu-satunya saksi kasus pembunuhan tersebut adalah Pak Tua Merdell yang sebenarnya sudah menceritakan kejadian itu ke orang-orang tetapi orang-orang tidak percaya karena kebiasaan Merdell yang suka mabuk. Merdell kemudian menceritakan kejadian tersebut ke cucunya Marlene. Setelah bertahun-tahun kasus pembunuhan yang dilakukan Sir George tidak terbongkar, De Sousa, sepupu jauh Hattie berniat mengunjungi Hattie karena sudah lama tidak bertemu dengannya. Agar identitas Hattie gadungan tidak terbongkar, Sir George menyuruh Hattie gadungan melarikan diri ke luar kota tanpa sepengetahuan orang-orang sekitar. Sir George membuat isu bahwa De Sousa adalah orang jahat yang suka membunuh dan hilangnya Hattie adalah tanggung jawab De Sousa. Agar Merdell dan Marlene tidak membuka mulut dan membuat skenarionya terbongkar, mereka dibunuh oleh Sir George.

(63)

2.2.4 Keterkaitan Antarunsur Intrinsik

Deskripsi serta analisis data di atas menunjukkan keterkaitan yang menyatu antarunsur intrinsik. Sehingga jika salah satu bagian dari unsur tersebut dihilangkan, maka akan terjadi ketidakjelasan dalam kajian struktural.

(64)

49

keranjang, tapi pintar menyembunyikan kejahatan dan sifat buruknya. Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Sir George dan disembunyikannya dengan rapi memunculkan konflik dengan tokoh Poirot yang dengan semangat dan gigih menyelidiki kasus tersebut.

(65)

menyembunyikan masalah, tidak percaya pada orang lain, pemarah, dan suka berburuk sangka. Ketika sedang mengalami masalah, Alec memendamnya sendiri karena tidak percaya pada istrinya. Hal ini, ditambah sikap Alec yang uring-uringan membuat Peggy gelisah dan merasa tidak bahagia hidup bersama Alec. Di sisi lain, Peggy yang digambarkan sebagai wanita yang cantik dan pintar menarik perhatian para lelaki, sehingga Alec cemburu. Kondisi itu membuat rumah tangga mereka diliputi ketidakharmonisan.

Kemudian hubungan plot dengan tema. Tema-tema yang ditemukan dalam novel KB berperan dalam membangun plot cerita. Tema keserakahan pada harta menjadi pemicu (motif) pembunuhan yang dilakukan Sir George atas Hattie. Tema orangtua yang seringkali membela anaknya meskipun anaknya bersalah menyebabkan kasus pembunuhan terpendam selama bertahun-tahun. Meskipun mengetahui anaknya telah membunuh, Nyonya Folliat tidak mau melaporkan kejahatan anaknya pada polisi karena ia mencintai anaknya. Tema perselingkuhan dan penghargaan pada bangunan bersejarah membuat jalinan cerita semakin menarik sekaligus mengecoh pembaca yang penasaran dengan kasus pembunuhan yang terjadi. Tema utama ”kejahatan walau ditutup-tutupi akhirnya terbongkar juga” meresap ke dalam jalinan cerita mulai dari awal hingga akhir.

2.3 Analisis Struktural Novel Misteri Cincin yang Hilang

(66)

51

analisis plot tersebut, dapat dianalisis tokoh dan penokohan yang dimunculkan. Analisis plot dan penokohan akan mengerucut pada tema. Berikut analisis ketiga unsur tersebut secara berurutan.

2.3.1 Analisis Plot Novel Misteri Cincin yang Hilang

Novel MCH terdiri atas 514 halaman yang terbagi menjadi sembilan bagian yang didasarkan pada pergantian hari, mulai pada hari Sabtu tanggal 26 Juni (tahun tidak dijelaskan) hingga Sabtu tanggal 10 Juli. Berikut uraian plot novel KB berdasarkan urutan cerita yang dibagi ke dalam lima tahap.

2.3.1.1 Tahap Penyituasian

(67)

Bab dua, Minggu 27 Juli. Indra beserta istrinya pergi ke Surabaya menemui Josefina, anak dari kakak kandung Indra yang telah meninggal, Irawan. Indra ingin meminta persetujuan Josefina sebagai salah

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) unsur-unsur intrinsik yang ada dalam novel Keling Kumang meliputi tema, alur atau plot , tokoh dan penokohan,

Berdasarkan analisis struktur novel Astirin Mbalela karya Suparto Brata dapat diketahui bahwa unsur intrinsik yang meliputi alur (plot), tokoh dan penokohan, latar (setting),

Pantai terdapat tokoh Bendoro yang memiliki status sosial tinggi, sedangkan dalam novel Pengakuan Pariyem terdapat tokoh Kanjeng Cokro Sentono. Bendoro memiliki

Berdasarkan analisis penokohan terhadap tokoh-tokoh dapat disimpulkan bahwa penokohan yang digunakan dalam novel ini sebagai berikut. Penokohan secara analitik terdapat pada

Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa (1) unsur intrinsik dalam novel Ayah karya Andrea Hirata, mencangkup lima aspek, yaitu tema, tokoh dan

Yang mana dalam novel ini, kehidupan sosial setiap tokoh secara tidak langsung dapat mempengaruhi hubungan dengan tokoh lainnya yang kemudian dapat menimbulkan

Unsur instrinstik ialah unsur-unsur yang membangun cerita dari dalam novel itu sendiri seperti tema, alur (plot), latar/seting, penokohan, sudut pandang, gaya

Dalam melakukan analisis ini, penulis menggunakan pendekatan unsur intrinsik, yaitu tokoh dan penokohan, alur serta latar yang terjadi di dalam novel, dan menggunakan