Gambaran Tingkat Homophobia pada Mahasiswa S1 Universitas Indonesia Angkatan 2014
Disusun Oleh:
Kelompok Nietzsche, Kelas A
Anggota Kelompok :
Astridiah Primacita Ramadhani, 1406617326
Dimas Mahendra, 1406539974
Geraldus Tirta Pratama Kawulusan, 1406574062
Marchelita Dewi, 1406570184
Naufal Rakhaviansyah, 1406574232
Makalah penelitian ini diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Statistik dan Deskriptif (MPSD)
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONESIA
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan ridha-Nya tim penulis berhasil menyusun makalah dengan judul “Gambaran Tingkat Homophobia pada Mahasiswa S1 Universitas Indonesia Angkatan 2014”, untuk memenuhi tugas makalah penelitian mata ajar MPSD Kelas A.
Dalam penyusunan makalah penelitian ini, penulis menemukan berbagai kesulitan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menghasilkan makalah penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini:
1. Bapak Andi Supandi Suaid Koentary S.Psi., M.Si, selaku dosen MPSD Kelas A 2. Rekan-rekan di Kelas A mata kuliah MPSD Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia
3. Para partisipan penelitian, dan
4. Pihak-pihak lain yang terlibat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Kami berterima kasih kepada pihak-pihak di atas karena telah memberikan dukungan, masukan, saran dan kritik dalam pembuatan makalah penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa makalah penelitian ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu penulis berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kedepannya. Akhir kata, semoga makalah penelitian ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya dan dapat memenuhi tugas MPSD.
Depok, 18 Mei 2015
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat homophobia pada mahasiswa S1 tahun pertama di Universitas Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian bersifat deskriptif menggunakan tipe pengambilan data probability sampling dengan teknik cluster sampling
. Penelitian ini dilakukan dengan cara pembagian booklet dan penyebaran tautan
kuesioner online. Dari penelitian yang telah peneliti lakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa mahasiswa S1 tahun 2014 di Universitas Indonesia masih bisa mentolerir homoseksual digambarkan dengan skor 42,38 dari skala 0-100 dengan 0 berarti tidak homophobic dan 100 berarti sangat homophobic.
ABSTRACT
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kecenderungan masyarakat untuk memberikan stereotip tertentu kepada kelompok yang diidentifikasi berbeda daripada kelompok kebanyakan telah melahirkan berbagai dampak negatif. Kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender)
yang terlanjur diberikan stereotype
negatif dan dianggap berbeda dengan masyarakat pada umumnya telah melahirkan sebuah ketakutan yang tidak rasional terhadap kelompok tersebut. Hal yang sangat disayangkan, pemberian stereotipe tanpa pertimbangan yang matang seperti itu juga terjadi di kalangan intelektual seperti mahasiswa. Mahasiswa seharusnya memiliki kecerdasan untuk melakukan penarikan kesimpulan dari suatu kelompok, namun mereka seringkali mengalami bias dalam penarikan kesimpulan tersebut, baik bias personal maupun bias budaya. Penarikan kesimpulan yang mengandung bias terhadap kelompok LGBT seringkali berujung kepada sikap-sikap yang cenderung homophobic.
Data yang dilansir oleh Gay, Lesbian and Straight Education Network (GLSEN) pada tahun 2013 menyatakan bahwa akibat dari pemberian label yang terkesan homophobic,
55,5%
siswa LGBT merasa tidak aman ketika berada di sekolah dikarenakan orientasi seksual mereka. Selain itu 64,5% dari siswa LGBT sering mendengar julukan-julukan yang kasar mengenai orientasi seksual mereka di sekolah yang berasal dari teman-teman mereka (Gay, Lesbian, And Straight Education Network, 2013).
Kekerasan verbal yang bersifat homophobic
tidak hanya berdampak kepada
ketidaknyamanan dari eksistensi anggota kelompok tersebut, namun juga berujung kepada tindakan bunuh diri, seperti yang terjadi di Iowa, Amerika Serikat, yang menimpa seorang siswa
di Southeast Polk High School.
Ia di-bully secara verbal oleh teman-temannya dikarenakan ia
menyatakan bahwa dirinya gay. Bullying
secara verbal ini berdampak kepada kestabilan kondisi
psikologis dan membuat dirinya memutuskan untuk bunuh diri (Huffington Post, 2013)
dan Palestina sebagai negara-negara dengan tingkat penolakan terhadap homoseksual tertinggi. 93 persen dari partisipan yang berasal dari Indonesia menolak untuk menoleransi fenomena homoseksual, sedangkan negara-negara besar seperti Korea Selatan dan Republik Rakyat Tiongkok memiliki tingkat toleransi terhadap homoseksualitas yang relatif tinggi, yaitu 59 persen dan 57 persen. Hal ini diperkirakan terjadi karena tingginya tingkat keagamaan di Indonesia. Ditunjukkan bahwa terjadi peningkatan toleransi terhadap homoseksualitas pada negara yang tidak menjadikan agama sebagai pusat kehidupan masyarakatnya (Pew Research Center, 2013)
Berbagai fenomena diskriminasi terjadi juga di Indonesia pada kaum Gay dan Lesbian. Hal ini terjadi karena seringkali aparat negara melakukan tindak kekerasan justru karena perbedaan orientasi seksual kelompok ini. Salah satu contoh peristiwa yang dilakukan oleh aparat negara terjadi di Surabaya pada tahun 2010. Lembaga International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans and Intersex Association (ILGA) mengadakan konferensi LGBT yang bekerjasama dengan GAYa Nusantara namun konferensi ini diserang oleh pihak FPI dan polisi tanpa ada alasan yang jelas (Liang, 2010). Fenomena lain yaitu terjadi di salah satu lembaga ternama di Jakarta. Pada tahun 2012, pernyataan tegas disampaikan oleh ketua Front Pembela Islam (FPI) Bidang Dakwah dan Hubungan Lintas Agama, Habib Muhsin Ahmad Alatas yang menentang sosok gay yaitu Dede Oetomo masuk ke dalam Komnas HAM. Habib menyatakan bahwa apabila DPR meloloskan Dede Oetomo menjadi komisioner Komnas HAM, lebih baik dibubarkan saja lembaga tersebut (Redaksi Salam-Online, 2012). Hal yang dilakukan oleh Habib merupakan salah satu perilaku diskriminasi pada kaum LGBT karena Ia menentang Dede Oetomo akibat dari orientasi seksual Dede berbeda. Perilaku oleh Habib juga menunjukkan perilaku Homophobia
. Homophobia didefinisikan sebagai respons afektif maupun emotional
yang didalamnya juga termasuk ketakutan, kecemasan, kemarahan, ketidaknyamanan, dan aversi yang dirasakan oleh individu ketika berinteraksi dengan seorang gay,
baik melibatkan ataupun
tidak melibatkan komponen kognitif (Adams, Wright, & Lohr, 1996). The American Heritage Dictionary (1992 edition)
mendefinisikan homophobia sebagai
"aversion to gay or homosexual people or their lifestyle or culture"
dan "behavior or an act
rasional terhadap kaum homoseksual.
Menurut Freud (1905, dalam Herek, 1984) sikap
heteroseksual tidak hanya terjadi karena pengaruh biologis namun juga larangan yang terjadi secara sosial mengenai perilaku menyukai sesama jenis dan pengalaman yang didapat oleh cara asuh orang tua. Freud berasumsi bahwa semua pria dan wanita mempunyai ketertarikan yang tinggi kepada orang tua (yang memiliki kesamaan jenis kelamin), namun perasaan ini ditekan oleh tahapan Oedipus complex. Dalam teori Freud, Oedipus complex merupakan tahapan emosi yang didapat saat masih kecil (sekitar umur empat tahun) yang disebabkan oleh keinginan seksual secara tidak sadar pada orang tua yang berbeda kelamin dan tidak mengikutsertakan orang tua yang sesama jenis (Hergenhahn, 2009). Pada kaumgay dan lesbian terkadang mereka tidak menyelesaikan tahap Oedipus complex secara sempurna sehingga menjadikan mereka mempunyai ketertarikan seksual dengan sesama jenis. Maka dari itu, Sandor Ferenczi (1941, dalam Herek, 1984) berpendapat bahwa perilaku homophobia
(hanya dijelaskan pada pria
heteroseksual) tentang kebencian, permusuhan, dan rasa jijik terhadap homoseksualitas laki-laki merupakan perilaku reaksi–formasi dan gejala pertahanan terhadap perasaan kasih sayang dari sesama jenis. Namun, Ferenczi tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai lesbian.
Proses identifikasi diri dari kaum LGBT bukanlah hal yang mudah dilakukan, umumnya proses identifikasi diri dan pilihan orientasi seksual merupakan proses seumur hidup dengan berbagai penolakan keluarga hingga lingkungan, bahkan penolakan diri sendiri. Penolakan lingkungan terhadap kaum LGBT dijewantahkan melalui berbagai justifikasi moral dan agama. Mulai dari kata “menyimpang” hingga “sesat” muncul menghakimi kaum ini.
Banyaknya kasus mengenai perilaku diskriminasi yang dilakukan terhadap kaum homoseksual menjadikan penulis ingin mengetahui gambaran homophobia pada mahasiswa di Universitas Indonesia (UI). Penulis memilih UI karena ruang lingkup primer dari penulis bertempat di UI. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh lembaga yang membahas mengenai homophobia di lingkungan UI maupun masyarakat luas, yaitu Support Group and Resource Center for Sexuality Studies (SGRC) yang bertempat di UI. Bagi SGRC UI, penelitian ini dapat digunakan untuk menentukan program-program edukasi apa saja yang dapat dijalankan terkait dengan masalah homophobia
, proses pengambilan keputusan mengenai apa yang harus
LGBT. Selain SGRC, masih banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi untuk pengambilan keputusan maupun penelitian selanjutnya, diantaranya adalah Swara Srikandi di Jakarta, LGBT GAYa Nusantara, LGBT Arus Pelangi, Lentera Sahaja dan Indonesian Gay Society di Yogyakarta.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran homophobic pada mahasiswa S1 angkatan 2014. Untuk itu, rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “Bagaimanakah gambaran homophobia pada mahasiswa S1 Universitas Indonesia angkatan 2014?”
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat homophobia pada mahasiswa S1 angkatan 2014 Universitas Indonesia. Secara khusus, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menuntaskan tugas besar mata kuliah Metodologi Penelitian dan Statistika Deskriptif tahun 2014.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah: 1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan di bidang Psikologi, terutama di bidang Psikologi Sosial yakni mengenai homophobia
.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan atau acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan homophobia.
b. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk membandingkan dengan hasil penelitian lain yang memiliki konteks dan subjek penelitian yang berbeda.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab 1 merupakan pendahuluan yang menjelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian gambaran homophobia
pada mahasiswa, permasalahan penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab 2 merupakan tinjauan pustaka. Pada bab ini, peneliti akan menguraikan teori yang berhubungan dengan topik dalam penelitian yakni teori yang berhubungan denganhomophobia dan mahasiswa.
Bab 3 merupakan metode penelitian. Bab ini terdiri dari masalah dan variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, tipe dan desain penelitian, instrumen penelitian, dan prosedur penelitian.
Bab 4 merupakan bagian hasil dan interpretasi hasil penelitian. Bab ini terdiri dari gambaran karakteristik partisipan dan hasil dari penelitian beserta interpretasi hasil yang didapatkan.
Bab 5 merupakan bagian kesimpulan, diskusi, dan saran. Bab ini berisi kesimpulan penelitian yang dilakukan, diskusi dari hasil penelitian yang didapat, dan juga saran dari penelitian yang telah dilakukan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan berisi penjelasan mengenai orientasi seksual dan homoseksualitas yang akan dibutuhkan untuk membahas mengenai homophobia
. Homophobia akan dibahas secara rinci
dalam bab ini, ditinjau dari konstruk yang paling tepat untuk menjelaskan homophobia
yaitu
prasangka.
2.1 Orientasi Seksual
Orientasi seksual adalah perasaan tertarik secara romantis, emosional maupun seksual seseorang yang mereka rasakan terhadap orang lain (American Psychiatric Association, 2011). Rasa ketertarikan ini tidak selalu muncul secara bersamaan, terkadang beberapa individu hanya merasakan ketertarikan secara romantic saja atau emosional saja atau bahkan seksual saja kepada orang lain. Ketika seseorang memiliki ketertarikan kepada sesama jenis maka ia dikatakan sebagai seorang Homoseksual, sedangkan ketika seseorang memiliki ketertarikan kepada lawan jenis ia dikatakan sebagai seorang heteroseksual. Namun, menurut American Psychiatric
Association (2011) orientasi seksual berada pada sebuah garis kontinuum, mulai dari secara eksklusif heteroseksual hingga secara eksklusif homoseksual.
American Psychological Association (2013) memberikan pengertian orientasi seksual sebagai sebuah pola ketertarikan secara emosional, romantis, dan/atau seksual secara berkesinambungan terhadap laki-laki, perempuan maupun kedua gender. Orientasi seksual juga seringkali digunakan sebagai identitas seseorang untuk memiliki perasaan keanggotaan dalam komunitas tertentu yang memiliki ketertarikan yang sama dengan dirinya.
Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, bahwa orientasi seksual berada pada sebuah garis kontinuum. Selain itu, orientasi seksual juga memiliki sifat yang cair dan dapat berkembang seiring dengan perjalanan hidup seseorang (Centre for Addiction and Mental Health, 2007).
manusia terlahir sebagai biseksual, dan mulai dari masa ia lahir hingga masa pubertas ia akan memunculkan tendensi heteroseksual, nantinya ketika memasuki masa pubertas, kondisi-kondisi dan motif tertentu akan menjadikan mereka sebagai seorang monoseksual (heteroseksual atau homoseksual).
2.1.1 Homoseksual
Homoseksualitas baik gay maupun lesbian berarti memiliki ketertarikan baik emosional maupun seskual kepada sesama jenis kelaminnya masing masing. Homoseksual merupakan salah satu dari variasi orientasi seksual. Homoseksualitas secara sederhana adalah identitas seksual yang pembentukannya tidak diketahui secara pasti oleh siapapun, sama halnya dengan heteroseksualitas (Pharr, 1997). Orientasi dan dasar ketertarikan sosial manusia biasanya terbentuk saat manusia menginjak masa anak kecil pertengahan hingga awal pubertas dan dipengaruhi oleh perkembangan oedipal complex pada masa phalic (American Psychological Association, 2013)
Homoseksualitas bukanlah merupakan suatu penyakit psikis karena penelitian telah membuktikan bahwa tidak ditemukannya korelasi hubungan antara homoseksual dan psikopatologi. American Psychological Association mengemukakan bahwa homoseksual tidak lebih abnormal daripada fenomena kidal. Hal tersebut terjadi begitu saja pada presentase tertentu dari populasi. Meskipun berdasarkan catatan sejarah homoseksual baik gay
maupun lesbian
dianggap sebagai pihak yang terganggu dan bermasalah, namun ternyata orientasi seksual semacam ini telah ditemukan sejak zaman dahulu dan telah ditemukan dan direkam dalam sejarah berbagai bangsa yang ada di dunia. Kemudian berdasarkan penelitian selama beberapa dekade telah dicapai kesimpulan bahwa homoseksual baik gay maupun lesbian merupakan sebuah bentuk yang normal dari human bonding dan baik tindakan dan interaksi orang homoseksual dan heteroseksual merupakan suatu aspek yang normal dalam aspek interaksi antar manusia. Meskipun dahulu homoseksual telah dikesampingkan secara sosial dan telah diklasifikasikan sebagai sebuah penyakit mental.
yang hebat sehingga dapat memicu fenomena bunuh diri, adalah homophobia yaitu penyakit sosial yang menempatkan pesan negatif, kutukan, dan kekerasan pada kaum homoseksual (gay dan lesbian) yang harus diperjuangkan sepanjang hidup untuk meningkatkan kepercayaan diri. Pada akhirnya tahun 1975, APA atau American Psychologycal Association telah merubah stigma penyakit mental yang telah lama diasosiasikan masyarakat berkaitan dengan lesbian, gay
, dan
bisexual orientation
.
2.2 Attitude
Menurut Eagly dan Chaiken (1993), sikap adalah kecenderungan psikologis yang diekpresikan dengan mengevaluasi hal yang unik tertentu dengan menilainya dengan mendukung atau tidak mendukung. Definisi sikap lainnya dikemukakan oleh Baron dan Branscombe. Menurut Baron dan Branscombe (2013), sikap adalah evaluasi dari berbagai aspek yang ada di dunia sosial.
Ada tiga komponen dari sikap, yang pertama komponen afektif, yaitu hal yang menyangkut perasaan terhadap sebuah objek. Yang kedua komponen tingkah laku, yaitu bagaimana sebuah sikap mempengaruhi tingkah laku. Yang ketiga komponen kognitif, yaitu keyakinan dan prior knowledge
seseorang terhadap sikap tersebut (McLeod, 2014)
Sikap homophobia ini berarti mengevaluasi hal yang berkaitan dengan homoseksual dan menilainya dengan tidak mendukung sikap homoseksual. Sikap homophobia juga dapat berarti evaluasi negatif dari homoseksual yang benar-benar terjadi di dunia sosial ini.
2.3 Prejudice
Menurut Baron dan Branscombe (2013)prejudice
adalah komponen afektif atau perasaan
yang kita miliki terhadap kelompok tertentu. Prejudice
atau yang disebut sebagai prasangka
dalam bahasa Indonesia merupakan salah satu komponen dari sikap yang mencerminkan respons negatif terhadap seseorang atas dasar keanggotaan orang tersebut dalam kelompok tertentu (Allport, 1954, dalam Baron & Branscombe, 2013). Sehingga melalui pemahaman Allport tersebut, prasangka tidak dapat dikatakan sebagai suatu perasaan yang diarahkan secara personal kepada satu orang (Turner, Hogg, Oakes, Reicher & Wetherhell, 1987, dalam Baron & Branscombe, 2013).
2.4 Allport’s Theory of Intergroup Contact
Allport (1954) mengungkapkan ada empat kondisi dimana intergroup contact
terjadi,
pertama adalah status grup yang sama dalam sebuah situasi. Yang kedua adalah mempunyai tujuan yang sama. Yang ketiga adalah kerjasama antarkelompok dan yang keempat adalah adanya dukungan dari pihak yang mempunyai wewenang, hukum, dan kebiasaan masyarakat.
2.5 Pengertian Homophobia
Banyaknya kasus diskriminasi dan perilaku yang negatif seringkali mencelakai para homoseksual sejak dulu (Berrill, 1990). Banyaknya kasus diskriminatif dan kekerasan terhadap homoseksual seringkali tidak disebabkan oleh motivasi untuk mencelakai, namun disebabkan oleh ketidaksukaan atau kebencian yang sangat tinggi (Fassinger, 1991). Weinberg (1972) mendeskripsikan perilaku dan sikap negatif terhadap orang-orang homoseksual dengan kata homophobia.
Menurutnya, homophobia dapat didefinisikan sebagai ketakutan yang dirasakan
oleh orang-orang heteroseksual saat berdekatan dengan orang homoseksual dan memunculkan rasa tidak suka yang tinggi kepada mereka karena homoseksualitasnya sehingga mereka melakukan perilaku dan sikap negatif.
Definisi homophobia
mulai dikenal pada akhir tahun 1970-an dan mulai diperdebatkan
Menurut Hudson dan Ricketts (1980), definisi dari kata homophobia
bisa bermacam-macam
akibat dari perluasan definisi di dalam literatur agar mencakup sikap negatif, kepercayaan atau tindakan terhadap homoseksualitas, tergantung dari apa yang dibahas oleh masing-masing peneliti. Hal ini didukung oleh Fyfe (1983) bahwa perluasan definisi mengenai homophobia menghambat pemahaman kita mengenai sikap dan perilaku yang diindikasikan sebagai homophobia.
Oleh karena itu, Hudson dan Ricketts (1980) mengkritik hasil penelitian mengenai
homophobia
karena tidak menjelaskan secara detail perbedaan antara sikap intelektual terhadap
homoseksualitas (homonegativism
) dan sikap atau respon afektif untuk individu homoseksual
(homophobia
). Sehingga untuk mengklarifikasi mengenai perbedaan ini, Hudson dan Ricketts
menjelaskan bahwa pengertian homonegativism
adalah suatu konstruk yang meliputi judgement
mengenai nilai moral dari homoseksualitas, keputusan, hubungan interpersonal, dan respon terhadap individu homoseksual mengenai kepercayaannya, legalitas, preferensi dan lain sebagainuya. Sedangkan pengertian dari homophobia
adalah perasaan emosional dan perilaku
afektif terhadap individu homoseksual, meliputi rasa takut, rasa cemas, marah, dan ketidaknyamanan dalam berinteraksi oleh individu homoseksual.
Definisi homophobia
apabila diberikan oleh seseorang yang heteroseksual mempunyai
pandangan yang berbeda. Menurut Pharr (1997) yang merupakan homoseksual, homophobia adalah sebuah kata yang memunculkan suatu citra yang menghilangkan kebebasan, memunculkan kekerasan verbal dan fisik serta kematian. Katahomophobia
menurut Pharr (1997)
sama seperti racism
dan anti-Semitism. Hal ini dikarenakan seseorang yang homophobic
cenderung membatasi kebebasan orang-orang homoseksual dan terkadang melakukan perilaku kekerasan secara verbal maupun fisik. Definisi oleh Pharr (1997) didukung oleh pengalaman yang seringkali dialami oleh para homoseksual. Data yang dilansir oleh Gay, Lesbian and Straight Education Network (GLSEN) pada tahun 2013 menyatakan bahwa akibat dari pemberian label yang terkesan homophobic,
55,5% siswa LGBT merasa tidak aman ketika
2.5.1 Penyebab Homophobia
Michael S. Kimmel (1994) menyatakan bahwa seseorang bersikap homophobic
dan
melakukan perilaku homophobia
lainnya terhadap individu homoseksual karena Ia takut akan
diberikan label negatif seperti “terlalu feminin” oleh orang di sekitarnya. Perilaku homophobic yang terus dilakukan dan didukung oleh orang-orang di sekitarnya akan lebih lama menetap di dalam diri seseorang. Seseorang ini lama kelamaan akan menganggap dirinya benar dengan bersikap homophobic
terhadap orang homoseksual sehingga ia menampilkan dirinya sebagai
seseorang yang homophobia.
Selain itu, penyebab lain yang menyebabkan munculnya homophobia
dijelaskan melalui
teori prasangka (Stephan & Stephan, 2000). Teori ini menjelaskan bagaimana ancaman yang diterima oleh sekelompok orang akan memunculkan prasangka. Ancaman secara realistis dan simbolis dalam sekelompok orang (in group
) disebabkan oleh stereotip negatif dan kecemasan
terhadap hal-hal yang terjadi di luar lingkungan mereka (out group
). Menurut LeVine dan
Campbell (1972), ancaman realistis dideskripsikan sebagai ancaman yang diberikan oleh orang-orang di luar lingkungan (out group
) terhadap keadaan sosial atau kekuatan politik dan
sumber daya ekonomi di dalam kelompok (in group
). Sedangkan definisi dari ancaman simbolis
berhubungan dengan perspektif budaya atau gaya hidup yang meliputi tradisi, sikap, norma, dan kepercayaan. Ancaman realistis dan ancaman simbolis disebabkan oleh stereotip negatif yang diberikan oleh sekelompok orang di luar lingkungan (out group
) kepada kelompok (in group)
yang menciptakan kecemasan yang dialami oleh kelompok tersebut (in group
). Teori ini
menjelaskan bahwa individu yang berada dalam lingkup tradisional dan mempunyai norma atau kepercayaan yang kuat cenderung akan lebih sering mempresepsikan ancaman simbolis oleh sekelompok orang di luar lingkupnya (out group
). Ancaman simbolis ini dapat menjelaskan
mengapa kaum homoseksual (out group
) tidak dapat diterima oleh masyarakat (in group)
sehingga beberapa orang akan menampilkan sikap dan perilaku homophobia terhadap kaum homoseksual.
Menurut Anna Rafferty (2013), homophobia
disebabkan oleh sexism. Sexism menurut
Frye (1983)
adalah kepercayaan atau keputusan yang tidak relevan antara dua jenis kelamin.
dan diskriminasi terjadi pada wanita. Misalnya, terkadang beberapa orang akan merasa heran apabila mengetahui bahwa ada seorang pria yang menjadi bapak rumah tangga. Bapak rumah tangga terlihat aneh dan lucu bagi sebagian orang karena pekerjaan itu pada umumnya diperuntukkan oleh wanita. Secara umum, pria dipandang mempunyai kemampuan lebih untuk mencari nafkah di luar rumah sedangkan wanita mempunyai kemampuan dibawah pria sehingga umumnya menjadi ibu rumah tangga saja. Wanita dipandang belum mampu untuk melakukan pekerjaan pria karena pada umumnya wanita tidak mempunyai kewajiban untuk bekerja.Sexism terlihat jelas pada contoh ini. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya sexism
dalam
hubungan bermasyarakat dapat menciptakan batasan berdasarkan jenis kelamin. Lalu dalam hubungannya dengan penyebab homophobia, sexism
telah menciptakan peran gender yang ketat
hubungan interpersonal. Sehingga homoseksualitas tidak diperbolehkan karena seharusnya seorang wanita hanya diperbolehkan untuk terlibat asmara dengan seorang pria dan seorang pria hanya diperbolehkan terlibat asmara dengan seorang wanita. Berbagai teori ini menyebabkan terjadinya perilaku dan sikap homophobia
pada beberapa orang dan menjadikan individu
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan berisi penjelasan mengenai metodologi yang digunakan untuk meneliti gambaran homophobia
yang mencakup masalah penelitian, variabel penelitian, tipe dan desain
penelitian, partisipan dalam penelitian, instrumen yang digunakan dalam penelitian, prosedur penelitian, dan metode pengolahan data.
3.1 Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, permasalahan utama dalam penelitian ini yaitu “Bagaimanakah gambaran tingkat homophobia
pada mahasiswa S1 Universitas
Indonesia angkatan 2014?”
3.2 Variabel Penelitian: Homophobia 3.2.1 Definisi Konseptual
Definisi dari homophobia
telah sering diperdebatkan oleh para peneliti (Herek, 1984,
2004; Richmond & McKenna, 1998; Weinberg, 1972) sejak kemunculan kata homophobiapada awal tahun 1970-an. Secara konseptual, menurut The American Heritage Dictionary (1992 edition), homophobia didefinisikan sebagai “"aversion to gay or homosexual people or their lifestyle or culture" and "behavior or an act based on this aversion.".
3.2.2 Definisi Operasional
Definisi operasional homophobia
adalah skor total yang didapatkan oleh individu dari
alat ukurhomophobia
yang disusun oleh Wright, Adams, dan Bernat (1999). Skor dari alat ukur
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang aktif mengikuti perkuliahan di Universitas Indonesia dan merupakan mahasiswa S1 angkatan 2014. Penelitian ini memilih populasi mahasiswa karena sebagai kaum berpendidikan mahasiswa diharapkan dapat menjadi ujung tombak perubahan pandangan dan sikap masyarakat terhadap kaum LGBT.
Mempertimbangkan adanya keterbatasan waktu, tempat, dan akses yang dimiliki oleh peneliti, tidak memungkinkan peneliti untuk melakukan pengambilan data pada seluruh individu dalam populasi mahasiswa yang jumlahnya cukup besar. Oleh karena itu, peneliti melakukan pengambilan sampel mahasiswa S1 angkatan 2014 di Universitas Indonesia yang dianggap dapat mewakili populasi mahasiswa.
3.3.1 Kriteria Sampel Penelitian
Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 angkatan 2014 yang masih aktif mengikuti pendidikan di Universitas Indonesia dari jurusan manapun yang meliputi Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora, Rumpun Ilmu Kesehatan, serta Rumpun Sains dan Teknologi.
3.3.2 Besaran Sampel Penelitian
Besaran sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini minimal 60 orang yang tersebar dari berbagai fakultas di Universitas Indonesia. Besaran tersebut ditetapkan berdasarkan pertimbangan oleh dosen mata kuliah MPSD kelas A Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. Selain itu, dengan jumlah sampel yang ditetapkan memiliki tujuan agar distribusi data yang dihasilkan dapat mendekati normal dan dapat menggambarkan populasi. Menurut hukumlaw of large numbers,
semakin besar jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian maka akan
3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel
Tipe pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe probability sampling
pada saat persiapan dan tipe non probability sampling pada saat pelaksanaan. Tipe
probability sampling
digunakan dalam penelitian ini karena peneliti ingin mendapat gambaran
tingkat homophobia yang representatif dari sampel yang telah peneliti tetapkan sebelumnya. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan tipeprobability sampling
adalah teknik
cluster sampling.
Sebelum peneliti mengambil sampel mahasiswa S1 angkatan 2014 yang
bersedia berpartisipasi dalam penelitian untuk diambil datanya, peneliti menentukan proporsi dari sub-sub populasi, dalam hal ini, fakultas-fakultas di Universitas Indonesia. Kemudian setiap elemen pada sub populasi tersebut peneliti jadikan anggota populasi.
Pada pelaksanaan pengambilan data sampel, peneliti selanjutnya melakukan tipe non probability sampling.
Teknik yang digunakan dalam tipenon probability samplingadalah teknik
accidental sampling
dan snowball sampling yang didasari atas ketersediaan sampel. Peneliti
mengambil sampel mahasiswa yang bersedia dan mau berpartisipasi sebagai partisipan dalam penelitian untuk diambil datanya. Karena kriteria sampel adalah angkatan 2014, maka setelah melakukan accidental sampling,
peneliti menanyakan kepada partisipan apakah ada temannya
yang bersedia menjadi partisipan. Oleh karena itu, pada saat pelaksanaan pengambilan sampel, peneliti melakukan dua teknik pengambilan sampel tipe non probability sampling.
3.4 Tipe dan Desain Penelitian 3.4.1 Tipe Penelitian
yaitu variabel sikap homophobia
. Berdasarkan prosesnya, penelitian ini menggunakan structured
approach atau pendekatan berstruktur karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sikap homophobia
di kalangan mahasiswa.
3.4.2 Desain Penelitian
Penggolongan jenis-jenis desain penelitian menggunakan tiga perspektif yaitu jumlah kontak (number of contact
),periode referensi (reference of period ),dan sifat penelitian (nature
of the investigation
) (Kumar, 2011). Berdasarkan jumlah kontak, penelitian ini termasuk ke
dalam desain penelitian cross-sectional studykarena pengambilan data hanya dilakukan melalui satu kali kontak. Berdasarkan periode referensinya, penelitian ini termasuk ke dalam retrospective study karena mengukur pengalaman partisipan dalam berinteraksi sosial. Berdasarkan sifatnya, penelitian ini tergolong dalam desain penelitian non-eksperimental karena tidak ada manipulasi yang dilakukan terhadap variabel penelitian homophobia.
3.5 Instrumen Penelitian
Alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini adalah alat ukur Homophobia Scale
yang dikembangkan oleh Wright, Adams, & Bernat (1999). Wright, Adams,
& Bernat (1999) membuat alat ukur ini berdasarkan validitas yang telah ditetapkan dalam The Index of Homophobia (Hudson & Rickets, 1980 dalam Wright et. al, 1999). Alat ukur Homophobia Scale
yang dikembangkan oleh Wright, Adams, & Bernat (1999) terdiri dari 25
item pernyataan. Pernyataan ini menggunakan skala rating berbentuk Likert scale
dengan lima
pilihan jawaban yang terdiri dari “sangat setuju”, “setuju”, “ragu-ragu”, “tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju”.Likert scale adalah skala secara berurutan dimana partisipan memilih satu pilihan atau opsi yang paling sesuai dengan kondisi partisipan (Gravetter & Forzano, 2012). Likert scale
didesain untuk mengukur perilaku atau opini partisipan dengan bentuk pengukuran
ordinal (Bowling, 1997; Burns, & Grove, 2007 dalam McLeod, 2008).
mainly negative affect and avoidance of homosexual individuals
, dan a factor that assesses
negative affect and aggression toward homosexual individuals
.
Terdapat 10 item yang mengukur negative affect
, 10 item untuk mengukur behavioral
aggression
, dan 5 item untuk mengukur cognitive negativism. Secara keseluruhan, dalam alat
ukur ini terdapat 9 item yang merupakan favorable item
dan 16 item yang merupakan
unfavorable item. Berikut ini adalah tabel komponen alat ukurHomophobia Scale
yang disertai
contoh item dan nomor item dalam alat ukur:
Tabel 3.1 Komponen Alat ukur Homophobia Scale
Wright, Adams, & Benart (1999)
Komponen Contoh Item Nomor Item
Factor 1 (Behavior/Negative Affect)
3.5.1 Metode Skoring Alat Ukur Homophobic Scale Alat ukur Homophobia Scale
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 25 item
yang bersifatfavorable dan tujuh belas item pernyataan yang bersifatunfavorable
. Respon yang
diberikan oleh subjek terhadap itemfavorableakan diberikan nilai 1 untuk “Sangat Setuju”, nilai 2 untuk “ Setuju”, nilai 3 untuk “Ragu-Ragu”, nilai 4 untuk “Tidak Setuju”, dan nilai 5 untuk “Sangat Tidak Setuju”. Sebaliknya, untuk respon yang diberikan pada item yang tergolong unfavorable
, nilai 1 akan diberikan untuk “Sangat Tidak Setuju”, nilai 2 untuk “Tidak Setuju”,
nilai 3 untuk “Ragu-Ragu”, nilai 4 untuk “Setuju”, dan nilai 5 untuk “Sangat Setuju”. Skor total akan diperoleh melalui penjumlahan seluruh respon yang diberikan oleh partisipan, yang sebelumnya telah diubah ke dalam bentuk angka.
3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Tahap Persiapan
Sebelum melaksanakan pengambilan data, peneliti melakukan persiapan terlebih dahulu yaitu mencari studi literatur mengenai teori homophobia dan mahasiswa, serta alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur homophobia
. Setelah melakukan studi literatur dari berbagai
buku, jurnal, skripsi, dan artikel ilmiah, peneliti memutuskan untuk menggunakan alat ukur Homophobia Scaleyang dikembangkan oleh Wright, Adams, & Bernat (1999) untuk mengukur tingkat homophobia
.
Untuk menggunakan alat ukur Homophobia Scale yang dikembangkan oleh Wright, Adams, & Bernat (1999) peneliti perlu melakukan translasi dan adaptasi terlebih dahulu karena belum ada peneliti lain yang melakukan adaptasi ke dalam Bahasa Indonesia untuk alat ukur tersebut. Setelah alat ukur tersebut sudah ditranslasi dan diadaptasi dengan baik, peneliti membuat alat ukur tersebut dalam kuesioner yang berbentuk booklet. Peneliti kemudian mencetak booklet kuesioner tersebut untuk pengambilan data dan menyiapkanrewardyang akan diberikan kepada partisipan. Selain mencetak alat ukur dalam bentuk booklet, peneliti juga membuat alat ukur tersebut dalam kuesioner yang berbentukGoogle Form
untuk memfasilitasi
partisipan dan memperbanyak jumlah partisipan agar melebihi dari target jumlah sampel yang dikehendaki.
Pengambilan data untuk penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 sampai 30 April 2015. Peneliti menyebarkan kuesioner dalam bentuk booklet ke seluruh fakultas di Universitas Indonesia seperti Fakultas Teknik, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Fakultas Hukum. Peneliti meminta kesediaan mahasiswa S1 angkatan 2014 Universitas Indonesia yang berada di tempat tersebut untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Mahasiswa yang bersedia mengisi kuesioner diberikan penjelasan mengenai petunjuk pengisian kuesioner dan diberikan reward sebagai ungkapan terima kasih telah membantu jalannya penelitian.
Selain penyebaran booklet kuesioner ke seluruh fakultas di Universitas Indonesia, peneliti juga menyebarkan tautanGoogle Form ke grup-grup angkatan 2014 dari fakultas terkait. Hal ini dilakukan untuk memperluas dan memperbanyak partisipan penelitian ini agar hasil yang didapatkan bisa lebih representatif dalam menggambarkan variabel yang diteliti. Dari dua metode pengambilan data ini, total partisipan yang telah didapatkan sebanyak 221 respon.
3.6.3 Tahap Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul diseleksi terlebih dahulu dengan cara pengecekan kelengkapan data. Jika data sudah lengkap, maka data sudah dapat diolah. Data yang telah diseleksi kemudian diolah secara kuantitatif menggunakan program SPSS. Metode statistik yang digunakan untuk mengolah data pada penelitian ini adalah Statistika Deskriptif.
Statistika deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran umum mengenai partisipan penelitian dengan menggunakan perhitungan mean
, frekuensi, dan presentase komposisi
BAB 4
HASIL DAN INTERPRETASI HASIL PENELITIAN
Pada bab 4 ini, peneliti akan menjelaskan mengenai hasil pengolahan data yang dilakukan berdasarkan data yang telah didapatkan. Hasil pengolahan data yang akan dijelaskan dalam penelitian ini meliputi gambaran umum partisipan dan hasil penelitian.
4.1 Gambaran Umum Partisipan Penelitian
Universitas Indonesia terbagi menjadi tiga rumpun disiplin ilmu, yaitu Rumpun Ilmu Kesehatan, Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora, dan Rumpun Ilmu Sains dan Teknologi. Setiap rumpun ilmu terdiri dari beberapa fakultas. Rumpun Ilmu Kesehatan meliputi Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keperawatan, dan Fakultas Farmasi. Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora terdiri dari Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Fakultas Psikologi, dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Rumpun Sains dan Teknologi meliputi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Teknik, dan Fakultas Ilmu Komputer. Oleh karena itu, partisipan penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2014 yang berstatus aktif dari tiga rumpun ilmu tersebut.
Dari 221 partisipan yang bersedia mengisi kuesioner, peneliti menyaring data yang didapatkan berdasarkan kriteria partisipan dan kelengkapan pengisian item kuesioner. Dari hasil seleksi tersebut, seluruh partisipan memenuhi kriteria dan mengisi item kuesioner secara lengkap. Data yang telah disaring kemudian diolah dan menjadi acuan dalam penarikan kesimpulan penelitian ini.
Gambaran demografis penyebaran partisipan didapatkan melalui pengisian data diri partisipan yang meliputi inisial, fakultas, jurusan, usia, agama, jenis kelamin, dan asal daerah. Sebaran data demografis partisipan penelitian yang akan digambarkan dalam penelitian ini terdiri atas jenis kelamin, usia, dan fakultas. Berikut ini merupakan gambaran umum partisipan penelitian berdasarkan data demografis.
4.1.1 Gambaran Umum Partisipan Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Tabel 4.1. Gambaran Umum Partisipan Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Usia Total
16 17 18 19 20 21
Jenis Kelamin Perempuan 1 12 59 61 3 1 137
Laki-laki 0 3 36 39 5 1 84
Total 1 15 95 100 8 2 221
Berdasarkan tabel 4.1. mengenai gambaran umum partisipan penelitian berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden adalah perempuan dengan presentase sebesar 62% atau sebanyak 137 orang. Sedangkan untuk presentase responden laki-laki adalah sebesar 38% atau sebanyak 84 orang.
Berdasarkan data demografis penyebaran usia partisipan penelitian ini rentangnya bervariasi dari 16 hingga 21 tahun. Mayoritas partisipan dalam penelitian ini berusia 19 tahun yaitu sebesar 45,2% atau sebanyak 100 orang. Selain itu, usia yang paling sedikit presentasenya adalah usia 16 tahun yaitu sebesar 0.4% atau sebanyak 1 orang dari keseluruhan partisipan.
4.1.2 Gambaran Umum Partisipan Penelitian Berdasarkan Asal Fakultas Tabel 4.2 Gambaran Umum Partisipan Penelitian Berdasarkan Asal Fakultas
Asal Fakultas Frekuensi Persentase (%)
Kedokteran (FK) 9 4,1
Kedokteran Gigi (FKG) 4 1,8
Matematika dan Ilmu
Teknik (FT) 55 24,8
Hukum (FH) 22 10
Ekonomi dan Bisnis (FEB) 31 14
Ilmu Pengetahuan Budaya
(FIB) 9 4
Psikologi 30 13,6
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) 44 19,9
Kesehatan Masyarakat (FKM) 1 0,5
Ilmu Komputer (FASILKOM) 5 2,3
Ilmu Keperawatan (FIK) 6 2,7
Farmasi (FF) 4 1,8
Total 221 100%
Berdasarkan tabel 4.2., terlihat bahwa jumlah partisipan penelitian ini telah mencakup mahasiswa dari 13 fakultas di Universitas Indonesia. Terdapat perbedaan jumlah partisipan dari masing-masing fakultas. Mayoritas partisipan penelitian ini merupakan mahasiswa Fakultas Teknik yaitu sebesar 24,8% atau sebanyak 55 orang. Sedangkan minoritas partisipan penelitian ini merupakan mahasiswa dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Fakultas Kesehatan Masyarakat dengan masing-masing persentase 1% atau sebanyak satu partisipan.
Rumpun Ilmu Frekuensi Persentase (%)
Rumpun Ilmu Kesehatan 24 10,9
Rumpun Ilmu Sosial dan
Humaniora 136 61,5
Rumpun Ilmu Sains dan
Teknologi 61 27,6
Total 221 100%
Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat bahwa partisipan penelitian telah mencakup tiga rumpun disiplin ilmu yang ada di Universitas Indonesia. Mahasiswa yang paling banyak menjadi partisipan berasal dari Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora yaitu sebanyak 136 partisipan atau sebesar 61,5% . Mahasiswa yang paling sedikit menjadi partisipan berasal dari Rumpun Ilmu Kesehatan dengan jumlah 24 partisipan atau 10,9% dari seluruh partisipan.
4.2 Hasil Penelitian
Tabel 4.4. Penyebaran Skor Rata-rata Partisipan Penelitian
Variabel Skor rata-rata (mean)
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN PENELITIAN
5.1 Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan data yang peneliti dapatkan, dapat disimpulkan bahwa pada mahasiswa S1 angkatan 2014 Universitas Indonesia secara rata-rata masih dalam kategori dapat mentolerir keberadaan kaum homoseksual karena terletak pada angka 42,38 dari skala 0-100 dengan 0 berarti tidak homophobic dan 100 berarti sangat homophobic. Dengan skor berada dibawah 50 yang menjadi pemisah dari rentang homophobia dan tidak homophobia, maka dapat disimpulsan bahwa rata rata mahasiswa S1 Universitas Indonesia tahun 2014 berada pada rentang masih mentolerir homoseksual.
5.2 Diskusi Penelitian
5.3 Saran Penelitian
Pada bagian ini, peneliti akan memberikan saran yang dapat digunakan pada penelitian selanjutnya. Saran yang diberikan adalah saran metodologis.
5.3.1 Saran Metodologis
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk penelitian selanjutnya, yaitu:
berbeda-beda, maka dari itu diperlukan proporsi yang sesuai dengan jumlah mahasiswa dari setiap fakultas.
2. Selain proporsi jumlah mahasiswa yang berbeda tiap fakultasnya yang harus
diperhatikan, proporsi jenis kelamin juga cukup berpengaruh pada hasil penelitian agar data yang diambil representatif, tidak hanya dalam sudut pandang salah satu jenis kelamin saja. Maka seharusnya komposisi partisipan seimbang antara laki-laki dan perempuan.
3. Penelitian sebaiknya dilakukan dengan random sampling
. Peneliti telah melakukan
penelitian dengan accidental sampling
, namun peneliti telah menemukan accidental
sampling
Referensi
Adams, H. E., Wright, L. W., & Lohr, B. A. (1996). Is Homophobia Associated With Homosexual Arousal? Journal of Abnormal Psychology, 440-445.
Allport GW. (1954). The Nature of Prejudice. Reading, MA: Addison-Wesley. 537 pp. American Psychiatric Association. (2011, July 22). Home: Sexual Orientation
. Retrieved from
American Psychiatric Association Website:
http://web.archive.org/web/20110722080052/http://www.healthyminds.org/More-Info-Fo r/GayLesbianBisexuals.aspx
American Psychological Association. (2013, August 8). Home: Psychology Help Center: Sexual orientation, homosexuality and... Retrieved from American Psychological Association Website:
http://web.archive.org/web/20130808032050/http://www.apa.org/helpcenter/sexual-orien tation.aspx
Baron, R., & Branscombe, N. (2013). Social Psychology: Pearson New International Edition (13th ed.). Pearson.
Berrill, K. T. (1990). Anti-gay violence and victimizationin the United States: An overview. Journal o f lnterpersonal Violence
, 5, 274-294.
Brown, N. (2013, October). Homophobia
. Retrieved from Palo Alto Medical Foundation:
http://www.pamf.org/teen/sex/homophobia.html
Center for Addiction and Mental Health. (2007, August 28). Home: Publications: Resources for professionals: Asking the right questions 2
. Retrieved from Center for Addiction and
Mental Health Website:
http://www.camhx.ca/Publications/Resources_for_Professionals/ARQ2/arq2_question_a2 .html
Eagly, A. H., & Chaiken, S. (1993). The psychology of attitudes
. Harcourt Brace Jovanovich
Fassinger, R. (1991). The hidden minority: Issues and challenges in working with lesbian women and gay men.
CounselingPsychologist 19, 157-176.
Frye, M. (n.d.). Sexism
. Retrieved from Of Freedom and Justice:
http://www.und.edu/instruct/weinstei/Frye%20-%20Sexism.pdf
Fyfe, B. (1983). “Homophobia” or Homosexual Bias Reconsidered.
Archives of Sexual
Behavior, 12, 549-554.
Gay, Lesbian, And Straight Education Network. (2013). The 2013 National School Climate Survey: Executive Summary
. New York: Gay, Lesbian And Straight Education Network.
Gravetter, F., & Forzano, L. (2012). Research Methods for the Behavioral Sciences (4th ed.). Belmont, CA: Wadsworth Cenage Learning.
Herek, G. M. (1984). "Beyond 'Homophobia': A Social Psychological Perspective on Attitudes Toward Lesbians and Gay Men". Journal of Homosexuality
, 1-15.
Hergenhahn, B. R. (2009). Dalam B. R. Hergenhahn & Rachel Guzman (Eds.), An Introduction to the History of Psychology
(6th ed.). USA: Cengage Learning
Hudson, W.W., & Ricketts, W. A. (1980). A Strategy for The Measurement of Homophobia.
Journal of Homosexuality, 5, 356-371.
Huffington Post. (2013, July 29). Gay Voices: Huffington Post. Retrieved from http://www.huffingtonpost.com/2013/07/29/gay-iowa-teen-suicide_n_3672008.html Kimmel, M. (1994). Masculinity as homophobia: Fear, shame, and silence in the construction of
gender identity
. In H. Brod, & M. Kaufman (Eds.), Research on Men and Masculinities
Series: Theorizing masculinities. (pp. 119-142). Thousand Oaks, CA: SAGE Publications, Inc. doi:http://dx.doi.org/10.4135/9781452243627.n7
Kumar, R. (2011). Research: A way of thinking In Research methodology: a step-by-step guide for beginners (3rd ed.). London, United Kingdom: SAGE.
Liang, J. (2010). Home: Topics: Article: Dancing Against Violence. Retrieved from Inside Indonesia: http://www.insideindonesia.org/homophobia-on-the-rise
Pew Research Center. (2013, June 4). Global: Pew Research Center. Retrieved from Pew
Research Center: Global Attitudes & Trends:
Pharr, S. (1997). Homophobia: A Weapon of Sexism (Extended Ed.)
. Berkeley, California:
Chardon Press
Redaksi Salam-Online. (2012, September 8). Retrieved from Salam Online: http://www.salam-online.com/2012/09/fpi-tokoh-gay-jadi-komisioner-bubarkan-komnas-ham.html
Richmond, J. P., & McKenna, H. R. (1998). Homophobia: an evolutionary analysis of the concept as applied to nursing. Journal of Advanced Nursing, 28,
362-369.
Weinberg, G. (1972). Society and the healthy homosexual
. New York: St. Martin's Press.
Wright, L. W., Adams, H. E., & Bernat, J. (1999). Development and validation of the Homophobia Scale. Journal of Psychopathology and Behavioral Assessment