• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alguskha Nalendra. The Complete Guide of Hypnotherapy in Professional Practice. The Big Book of Professional Hypnotherapist

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Alguskha Nalendra. The Complete Guide of Hypnotherapy in Professional Practice. The Big Book of Professional Hypnotherapist"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

The Complete Guide of Hypnotherapy in Professional Practice

(3)

Buku ini dipersembahkan untuk:

THE COMPLETE GUIDE OF HYPNOTHERAPY

IN PROFESSIONAL PRACTICE

By Alguskha Nalendra

Professional Life Coach & Hypnotherapist

(4)

THE COMPLETE GUIDE OF HYPNOTHERAPY

IN PROFESSIONAL PRACTICE

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penulis atau penerbit

Penerbit: Litera Media Tama

Griya Tirta Aji B-6 Bangkalan Krajan, Sukun - Kota Malang Telp. 0822-3493-6377 Email. penerbit@literatitikkoma.com Penulis: Alguskha Nalendra Penyunting: Fernando Z. Urmeneta

Desain & Cover:

Tim Desain Jagatditha Arkana Sentosa

(5)

Buku ini dan segala isinya bukan dibuat untuk menggantikan pembelajaran hipnosis-hipnoterapi formal tatap muka. Sangat disarankan bagi Anda untuk tetap memperoleh pembelajaran hipnosis-hipnoterapi formal tatap muka bersama praktisi berpengalaman yang memiliki pengalaman,

pengetahuan dan keahlian yang memadai dalam bidang hipnosis-hipnoterapi, psikologi dan psikoterapi. Hindari mempraktekkan teknik terapi yang ditulis dalam buku

ini tanpa bekal pengetahuan dan keahlian yang memadai. Segala penggunaan dan akibat dari teknik yang digunakan

dalam buku ini adalah di luar tanggung jawab penulis.

(6)

Sanksi Pelanggaran Pasal 72: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002

Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud dalam Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

(7)

Charl Swart, Certified Life Coach and Hypnotherapist

NFNLP Master Trainer & Co-Founder of ASEAN Board of Hypnosis

www.transmutecoachingcollege.com

Not “just” a book, it is an opportunity to learn from a true master hypnotherapist and a must have for any serious student and practitioner of hypnosis or hypnotherapy. ‘The Big Book of Professional

Hypnotherapist’, is one of the most complete works on

the topic to date. Where other books mainly focus on discussions of technique, Alguskha Nalendra, outlines an entire “system” for not only working with clients but also for setting up and running a professional practice.

To me personally, this book represents a new benchmark in the standard of training in the field of hypnosis and hypnotherapy. If all you ever read on the topic was this one book, then you would have all you need to be succesfull in your career. This is the one training manual to replace all others.

(8)

Danang Baskoro, M.Psi., Psikolog | Psikolog Klinis, Owner Brilian Psikologi, Penulis Buku, Pembicara & Trainer

www.danangbaskoro.com

Begitu banyak pilihan pendekatan terapi yang saya pelajari, namun pendekatan yang menyajikan teknik dan pengetahuan menyeluruh tentang manusia adalah hipnoterapi. Ketika anda mampu menggunakan hipnoterapi dengan benar, maka kemungkinan anda akan terkejut dengan hasilnya yang begitu cepat dan nyata. Namun begitu, mempelajari hipnoterapi bukan perkara yang mudah. Kita perlu menguasai hipnoanalisis secara benar dan mendalam, menggunakan analisis untuk setiap kasus yang kita temui sehingga terjadi kecocokan antara simtom/gejala yang dimunculkan klien dengan teknik hipnoterapi yang kita gunakan. Salah satu upaya untuk memperkuat ‘intuisi’ memilih teknik yang tepat adalah dengan membaca banyak teori dan contoh kasus. Alguskha Nalendra, menulis dalam buku yang luar biasa lengkap, bahkan mungkin ini adalah satu-satunya buku terlengkap karya hipnoterapis Indonesia yang diedarkan secara luas. Melalui pendekatan teoritis yang mendalam, penyajian yang lugas namun sistematis, membuat pembacanya mudah untuk membangun logika yang benar mengenai “Bagaimana melakukan

Hipnoterapi dengan benar?” Saya pribadi kagum atas dedikasi Alkha yang

penuh kerendahan hati menuliskan buku yang luar biasa ini. Semoga buku ini dibaca oleh seluruh praktisi pelayanan kesehatan jiwa, sehingga mampu menerapkan hipnoterapi untuk membantu klien dan pasien mereka. LUAR BIASA!

(9)

Fiona Wang, Holistic Life Coach & Transpersonal Hypnotherapist www.integrainstitute.co.id

Banyak pengalaman menakjubkan yang saya alami selama praktek sebagai hipnoterapis dari tahun 2009 sehingga semakin yakin bahwa ‘tidak ada yang mustahil’ dan yang namanya ‘keajaiban’ itu ada. Sebagian orang menyebutnya mustahil karena belum tau jalannya dan menyebutnya keajaiban karena belum tau caranya.

Masalah yang diam di bawah sadar tentu sulit jika masuk dan diselesaikan melalui pintu pikiran sadar. Hipnoterapi adalah satu pendekatan yang sangat ilmiah dan efektif untuk mengatasi problematika persoalan manusia yang tersembunyi di relung batin dan jiwa.

Jika untuk mempercayakan mobil Anda diservis di bengkel mana saja Anda begitu selektif dan berhati-hati, apalagi untuk mempercayakan restrukturisasi pikiran Anda bukan? Pikiran manusia yang rumit juga perlu di-handle dengan gentle oleh ‘teknisi pikiran’ yang berpengalaman, high

skill dan berkompeten. High skill yang dimaksud adalah ilmu dan

pengetahuan yang komprehensif, All about hypnotherapy, seperti yang dipaparkan di buku The Big Book of Professional Hypnotherapist ini. A

must have book untuk Anda yang ingin melayani sebagai seorang

profesional hipnoterapis. Anda bisa menjadikan buku ini sebagai pegangan untuk Jalan dan Cara, menciptakan Keajaiban dan merubah kemustahilan menjadi Harapan bagi klien-klien Anda.

(10)

dr. Rachmat Budi Santoso, SpU., Writer, Coach, Trainer, Urologist @R.B.Santoso

Buku ini adalah salah satu buku tentang Hipnoterapi yang paling lengkap dan paling bagus yang pernah saya baca, karya anak bangsa.

Tidak mengherankan karena buku ini ditulis oleh seorang praktisi hipnoterapi profesional yang sangat menguasai bidangnya, seorang pembelajar yang terus menerus meningkatkan kualitas keilmuannya dan seorang yang sangat detail dalam menjalankan pekerjaannya.

Hipnosis adalah suatu proses dimana tidak ada seorang pun yang benar-benar mengerti cara kerjanya, namun setiap orang mempunyai opini masing-masing tentangnya, entah menganggapnya sebagai suatu hal yang bermanfaat atau tidak. Buku ini dengan sangat jelas dan detail akan membuat anda bukan hanya mengerti tentang hipnosis namun juga akan membuka lembaran baru yang lebih menarik dalam hidup anda.

(11)

Yusa Azis, Psychotherapist, Counselor & Coach www.icoachrealcoach.com

Sebuah Manual Guideline yang hebat, detil dan lengkap. HARUS dan WAJIB dimiliki bagi Anda yang memang berprofesi sebagai therapist, counselor &

coach. Bagi saya, praktisi, sekian lama mempraktekkan hypnotherapy, hypnotherapy adalah salah satu dari sekian banyak Modalitas treatment, tetapi bukanlah yang utama. Pemakaian hypnotherapy perlu dibarengi dengan bantuan cognitive sehingga

client memiliki kesadaran akan pola-pola bawah sadar & tidak sadarnya

(sub-conscious & unconscious).

Sering saya menemukan praktisi tanpa eksplorasi bawah sadar dan tidak sadar secara sadar, membawa client atau pasien langsung menjelajahi bawah sadar dan tidak sadar nya. Menurut saya ini merugikan client atau pasien itu sendiri. Sering juga saya menemukan “sugesti” yang akhirnya dimasukkan dengan sendirinya menemukan “relapse” atau “konflik” yang lebih hebat lagi dengan pola bawah sadar dan tidak sadarnya.

Memahami, mengerti dan menyadari kemudian akhirnya berdamai adalah hal yang utama.

Buku ini memuat esensi yang sangat utama untuk menghindari sugesti-sugesti yang justru akan merugikan client atau pasien Anda.

(12)
(13)

Terima kasih kepada Tuhan Semesta Alam atas kasih sayang-Nya yang tak terhingga sepanjang masa.

Terima kasih kepada orang tua dan keluargaku tercinta atas segenap dukungan dan rasa cinta yang membuat langkahku tetap terjaga.

Terima kasih kepada seluruh guru kehidupan yang telah singgah dan mewarnai perjalanan hidupku.

Terima kasih kepada Anda, yang telah berkenan mengijinkan saya menjadi bagian dari pertumbuhan sukses Anda.

(14)

Expert Opinion ………..………… Ucapan Terima Kasih ……… Pengantar ……….. Bagian 1 - Understanding Hypnosis ……… Bab 1 - Dahsyatnya Kesadaran Manusia ……….

Lapisan Kesadaran yang Berkonflik ……….. Pikiran, Tempat Segala Sesuatu Berawal ……… Dinamika Level Kesadaran ………. Dinamika Masalah Emosi ……….. Dinamika Masalah Perilaku ……… Dinamika Masalah Fisik ………. Dinamika ‘Kesialan’ Beruntun ……….. Kesadaran dan Gelombang Otak ……… Hipnosis-Hipnoterapi Sebagai Solusi ………. Perubahan di Pikiran Bawah Sadar ………

vii xiii 1 4 5 7 10 14 19 22 27 28 30 33 35

(15)

Buku Ini Ditulis Untuk Anda ……….. Bab 2 - Tentang Hipnosis-Hipnoterapi ………..

Lebih Jauh Tentang Hipnosis-Hipnoterapi ……… Sejarah Singkat Hipnosis-Hipnoterapi……… Tokoh-Tokoh Hipnosis-Hipnoterapi ……….. Posisi Hipnosis-Hipnoterapi Saat Ini……….. Kesenjangan Penggunaan Hipnoterapi ……….. Miskonsepsi Dalam Hipnosis ……….. Menguak Kejahatan ‘Berkedok’ Hipnosis ……….. Bab 3 - Kondisi Hipnosis (Trance) ………. Hipnosis Dalam Kehidupan Sehari-Hari ………. Mengapa Perlu Trance ………. Level Kedalaman Trance ……… Trance Dan Terapi Perubahan ……… Lebih Dari Hipnosis ……… Ilmu dan Seni Di Balik Trance ……….. Bab 4 – Konteks Penggunaan Hipnosis ………. Pisau Bermata Dua ……….

38 45 47 50 53 71 73 77 85 91 93 94 95 104 106 109 112 114

(16)

Hunter’s Hypnotic Formula …..……… Hipnosis Dalam Dunia Medis ……… Hipnosis Dalam Dunia Forensik ………. Hipnosis Dalam Dunia Pendidikan ……….. Hipnosis Dalam Dunia Bisnis ………. Hipnosis Dalam Dunia Olahraga ……… Hipnosis Dalam Dunia Konseling & Psikoterapi ……… Hipnoterapi Dalam Konteks Profesional ………. Bagian 2 - Practicing Hypnosis ………. Bab 5 - Suggestibility/Hypnotic Responsiveness ……….

Selayang Pandang Suggestibility ……… Bijak Menyikapi Suggestibility ……….. Meluruskan Anggapan Suggestibility ……….... Physical & Emotional Suggestibility ……….. Representational System ……….. Suggestibility Conditioning ……….. Bab 6 - Mekanisme Suggestibility Conditioning ………

How - Mekanisme Suggestibility Conditioning ………. 116 119 123 1124 126 128 130 133 138 1139 140 142 144 149 151 1154 157 159

(17)

Arm Raising & Falling ……… Hand Clasp ……… Hand Locking ……… Arm Catalepsy ……… Tips Suggestibility Conditioning Efektif ……… Wrap Up Suggestibility Conditioning ……… Bab 7 - Hypnosis Induction ……… Langkah-Langkah Induksi Hipnosis ………. By Passing Critical Area ……….. Kalibrasi Gejala Trance ……….. Practicing Induction ……… Hypnotic Framing ………. Framing – Konfirmasi Ijin Menyentuh ……….. Dave Elman Induction Script ………. Melatih Induksi Hipnosis ……… Bab 8 - Deepening, Convincer & Trance Ratification ……… Rapid Counting Down ……… Simple Counting Down ………..

162 164 166 167 169 173 175 177 179 186 187 190 192 193 201 203 204 205

(18)

Fractionation ……… Guided Imagery - Stairway to Relax ……….. Variasi Deepening ……….. Convincer & Trance Ratification ……….. Practicing Trance Ratification ……… Awakening – Emerging ……….. Bab 9 - Basic Hypnosis Protocol ……… Safe Place Imagery ……….. Anchoring ……… Time Distortion ……… Hypnosis in Systemic Practice ……… Bab 10 - Antisipasi Dalam Hipnosis ………..

Pertimbangan Kondisi Klien ……… Partial Emerging ………. Come Threat ……… Bagian 3 - Understanding Hypnotherapy ………. Bab 11 - Becoming Professional Hypnotherapist ……….……….

Kode Etik Hipnoterapis ……… 206 207 208 209 214 216 219 220 221 224 225 2229 230 232 234 1237 238 240

(19)

Bab 12 - Understanding & Assessing Client ……….. 7 Psychodynamics of Symptom ……….. Assessing Client ………. Continuous Assessment ……… Bagian 4 - Practicing Hypnotherapy ……….. Bab 13 - First Session with Client(s) ………

Kontak Pertama Bersama Klien ……….. Sesi Konsultasi ……… Allaying Fears – Explaining Hypnosis ……….. Pre-Talk - Advanced Gathering Information ………. Antisipasi Transference ………..……… Rincian Sesi Konsultasi & Pre-Talk ……….. Bab 14 - Direct Suggestion Therapy ………..

Jenis-Jenis Sugesti ………. Merancang Sugesti ………. Direct Suggestion Hypnotic Protocol ………. Direct Suggestion Patter Script ……….. Kapan Melakukan Direct Suggestion ……….

246 248 255 258 260 261 263 268 272 276 280 282 284 285 287 290 295 300

(20)

Langkah-Langkah Direct Suggestion Hypnosis ………. Bab 15 - Regression & Hypnoanalysis ………..

Jenis Regression ……….………. Deeper Aspect of Regression ……….. Hypnoanalysis ………. In-Depth Hypnoanalysis ……… Advanced Hypnoanalysis ……… Handling Abreaction ……….. Therapeutic Implossive Desensitization ……….. Bab 16 - Insight Therapy ………

Insight Therapy - Informed Child Technique ……… Langkah Informed Child Technique ………. Wrapping Up Informed Child Technique ……… Antisipasi Informed Child Technique ………. Bab 17 - Session Transcript - Regression ………. Bab 18 - Forgiveness Therapy ……….

Forgiveness of Others ……….. Antisipasi Forgiveness of Others ……….

303 305 306 311 315 318 322 324 326 328 329 332 339 344 347 368 369 380

(21)

Forgiveness of Ourself ………. Bab 19 - Past Life Regression ……….. Kontroversi Reinkarnasi ……… Tips Menyikapi Past Life Regression ……… Langkah Past Life Regression Therapy ……… Catatan Penting Past Lif Regression ……….. Bab 20 - Parts Therapy ………

Parts dan Ego State ………. Aturan Dasar Parts Therapy ………. Tahapan Parts (Mediation) Therapy ………..……….. Catatan Penting Parts Therapy ……… Bab 21 - Session Transcript - Parts Therapy ……….. Bab 22 - Aplikasi Hipnoterapi ……….

Air Dalam Gelas Kotor ……… Prinsip Kerja Hipnoterapi ……… Hipnoterapi Untuk Fobia dan Kecemasan ………. Hipnoterapi Untuk Kemarahan ……….. Hipnoterapi Untuk Rokok dan Kecanduan Lain ………

383 386 389 398 402 415 418 421 423 427 431 434 446 448 451 452 453 455

(22)

Hipnoterapi Untuk Pelangsingan Tubuh ……… Hipnoterapi Untuk Kepercayaan Diri ……… Hipnoterapi Untuk Produktivitas dan Pencapaian ………. Hipnoterapi Untuk Masalah Fisik ……… Hipnoterapi Untuk Aneka Masalah ……… Konseling dan Hipnoterapi ……….. Bab 23 - Structuring Session (Treatment Plan) ………

Initial Consultation ………. Sesi Pertama Terapi ……….. Sesi Berikutnya Terapi ……… Merancang Sesi Anda ……… Bab 24 - Developing Professional Business ……….. Tentukan Pilihan ……… Memulai Dengan Yang Bisa dilakukan ………. Tempat Praktek Anda ……….. Mendatangkan Klien ………. Sistem Pengelolaan Layanan ……….……….. Bab 25 - Additional Technique ……….

456 458 459 460 462 465 468 469 472 475 477 479 480 482 485 487 490 499

(23)

Implossive Desensitization ……… Systematic Desensitization ……… White Light Healing Technique ………. Anchoring ……… Mending Broken Heart ……… Creating Anesthesia ……… Esdaile/Coma State ……….. Ultra Height® ……… Anchoring Self Hypnosis ……… Penutup ……….. Bibliografi ………. Tentang Penulis ………..… 500 500 501 501 502 503 506 508 517 524 526 528

(24)

“Penglihatan Anda baru

akan menjadi jelas hanya ketika Anda

melihat ke dalam hati Anda sendiri.

Siapa melihat ke luar dirinya, ia bermimpi,

siapa melihat ke dalam dirinya, ia terbangun.”

(25)

“Kita memiliki dua pilihan, mengendalikan pikiran kita atau membiarkan pikiran kita mengendalikan kita.”

Pikiran adalah sebuah dunia yang penuh misteri, perlambang kebesaran dan keagungan Tuhan bagi kita sebagai ciptaan-Nya. Ya, bukankah Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna karena adanya akal-pikiran yang membedakan kita dengan makhluk lainnya?

Dari pikiranlah segala-sesuatu berawal, baik itu perasaan, perilaku dan kebiasaan. Sebagaimana hukum sebab-akibat bekerja, maka pikiran yang baik tentu menghasilkan perasaan, perilaku dan kebiasaan yang baik, yang juga berdampak langsung pada kualitas hidup yang baik.

Kehendak bebas (free will) adalah anugerah sekaligus ujian terbesar dari Tuhan bagi manusia, free will inilah yang menuntun kita dan menjadi sebuah naluri alamiah untuk menjalani hidup yang bermakna.

Namun demikian, sebagai seorang life coach dan hipnoterapis, saya justru mendapati fenomena dimana manusia dihadapkan dengan polemik atas free will-nya. Saya telah menjumpai orang-orang yang memiliki tujuan pencapaian dan juga potensi yang luar biasa namun bergulat dengan berbagai konflik internal, kebiasaan buruk dan emosi negatif yang merintangi perjalanan hidupnya, mereka melakukan segala daya dan upaya untuk bisa berubah namun berulang kali terhempas balik ke titik semula.

Hipnosis-hipnoterapi adalah satu keilmuan yang mengubah hidup saya, berawal dari pertemuan dengan keilmuan inilah sebuah jalan baru

(26)

terbentang di hadapan yang mengantarkan saya untuk menekuni sebuah profesi yang kelak menjadi sebuah panggilan hidup (life calling).

Pembelajaran dan pengalaman mempraktekkan hipnosis-hipnoterapi jugalah yang menyajikan saya berbagai jawaban atas polemik free will dalam diri manusia, betapa sebuah kehendak bebas bisa disabotase oleh ‘kehendak bebas lain’ dalam diri yang tidak disadari.

Bagaimana bisa begitu? Jawabannya ada pada lapisan atau level kesadaran dalam diri manusia, betapa Tuhan menciptakan manusia dengan lapisan-lapisan kesadaran dalam diri dimana setiap lapisan kesadaran tersebut memiliki fungsi dan kehendak bebasnya masing-masing. Konflik antara satu lapisan kesadaran dengan lapisan lainnya dengan free will-nya masing-masing inilah yang kemudian menjadi polemik internal.

Hipnosis-hipnoterapi telah menjadi sebuah keilmuan fenomenal yang menjadi saksi atas evolusi peradaban dan pemikiran manusia. Dari yang semula dianggap sebagai keilmuan magis dan mistis sampai kemudian dipahaminya keilmuan ini sebagai sebuah fenomena ilmiah dan kemudian diakuinya keilmuan ini oleh berbagai institusi internasional sebagai sebuah keilmuan yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan dan sampai saat ini telah berkontribusi besar membantu jutaan orang di berbagai penjuru dunia untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidupnya.

Pada tahun 1970, Alfred A. Barrios, Ph.D., dalam literaturnya yang berjudul ‘Hypnotherapy: A Reappraisal - Psychotherapy: Theory, Research

and Practice’, menuangkan survey yang dilakukannya untuk mengetahui

persentase perbaikan dari beberapa modalitas terapi, didapatlah persentase bahwa hipnoterapi teruji memberikan kemajuan 93% dalam 6 sesi dibandingkan beberapa modalitas lain yang menunjukkan kemajuan kurang dari 50%, dengan jumlah penanganan yang bisa mencapai puluhan sesi.

(27)

Hal ini tentu perlu kita sikapi dengan bijak, meski dinyatakan efektif tetap saja ketajaman hipnoterapi bergantung pada penggunanya dalam memahami penggunaan teknik yang tepat untuk masalah yang tepat. Lebih jauh lagi, dalam lingkup profesional kita pun perlu menyadari bahwa hipnoterapi tetap memiliki batasan ruang gerak yang tidak boleh dilanggarnya untuk penanganan kasus-kasus tertentu.

The Big Book of Professional Hypnotherapist merupakan buku

pertama yang dimaksudkan membahas hipnosis-hipnoterapi secara komprehensif dan terstruktur. Apa yang ada dalam buku ini diintisarikan dari pengalaman pribadi saya dalam mempelajari dan mempraktekkan hipnosis-hipnoterapi selama bertahun-tahun lamanya.

Saya mendapati semakin terbukanya hati, pikiran dan animo masyarakat akan keilmuan ini belumlah berimbang dengan ketersediaan literatur yang memadai, yang mengupas keilmuan ini sedari awal secara progresif dan aplikatif. Mereka yang sibuk berpraktik belum tentu sempat menuliskannya dalam bentuk buku. Sebaliknya, mereka yang pandai menulis dan - sekedar - memahami hipnosis-hipnoterapi pun belum tentu memiliki jam praktek yang memadai yang menjadi bekal bagi mereka untuk menuliskan buku yang aplikatif berdasarkan kasus nyata.

Puji syukur, di tengah sibuknya waktu untuk berpraktik dan mengisi pelatihan saya masih diberi-Nya kesempatan untuk bisa fokus menulis dan menyelesaikan buku ini, semoga apa yang tertulis di dalamnya menjadi manfaat tersendiri bagi Anda untuk turut ‘menyelami’ keilmuan ini.

(28)
(29)

“Saya sudah putus asa pak, beragam obat sudah saya coba, entah kenapa sampai sekarang rasa panik itu terus menyerang tanpa sebab yang jelas. Sekali rasa panik itu datang macam-macam rasanya, pusing, mual, badan dingin, tensi darah naik, jantung berdegup kencang, pokoknya tidak karuan rasanya, saya tidak kuat lagi menahan semua ini, seolah ingin mati saja!”

Untaian kalimat tadi menjadi pembuka obrolan saya dengan Ibu Rani (bukan nama sebenarnya) di sesi konsultasi pra-terapi yang menjadi ketentuan sebelum menjalani konseling atau terapi di kantor saya. Gerakan tangannya yang tidak beraturan dan ekspresi mukanya yang berkerut sambil menahan sesak-tangis semakin menyiratkan bahwa masalah itu nampaknya sudah mengganggunya untuk sekian lama.

Begitulah, Ibu Rani, seorang wanita berusia lima puluhan tahun, menjalani hari-hari yang dipenuhi rasa cemas dan takut kalau-kalau rasa panik menyerangnya. Digeletakkannya berbagai jenis obat di meja konsultasi sambil diterangkannya bermacam-macam fungsi dari obat itu. Kurang lebih tujuh tahun silam ia dinyatakan menderita pannick attack (serangan panik) dan dimulailah hari-hari yang penuh penderitaan baginya, beragam obat harus disiapkan di tasnya kemana pun ia pergi karena serangan panik itu bisa terjadi dimana pun, bahkan di tempat ibadah yang bagi kebanyakan orang justru memberikan rasa tenang.

(30)

Bu Rani tidak sendirian, masih ada rentetan kisah-kisah lain yang tidak kalah mengherankannya. Seperti beberapa yang akan kita temukan di bawah ini (semua nama adalah nama samaran).

Tina, seorang mahasiswi tingkat awal di sebuah universitas bergengsi mengalami krisis kepercayaan diri. Dari SD sampai SMA ia selalu menempati peringkat tiga besar di kelas, tak dinyana memasuki jenjang perkuliahan memberikan goncangan tersendiri yang tidak diketahui asal-muasalnya. Ia sulit berkonsentrasi, dihantui kecemasan, tugas-tugasnya berantakan, prestasi belajarnya menurun dan semangat hidupnya meredup, semua itu tanpa sebab yang jelas baginya.

Lain lagi dengan Budi, seorang pemegang jabatan di sebuah instansi pemerintahan, ia memiliki ketakutan yang tak kalah menyiksanya, prestasi kerjanya diakui oleh orang-orang di instansinya, di balik cemerlangnya kinerjanya siapa yang menyangka bahwa tampil dan berbicara di depan umum merupakan sebuah siksaan yang sangat tak tertahankan baginya.

Atasan Budi menyarankannya mengikuti pelatihan public speaking karena menurut mereka karirnya akan semakin melejit andai saja ia mampu tampil dengan lebih percaya diri di depan umum. Budi pun melakukannya, ia belajar public speaking dengan tekun, ia sekarang tahu apa yang harus dikatakan ketika berdiri di hadapan orang banyak, hanya saja semua itu seolah sirna ketika ia melihat mata-mata penonton yang seolah menelanjanginya. Hasilnya? Jangan ditanya, Budi tidak pernah puas dengan semua itu, ia malah jadi membenci dirinya sendiri.

Menuliskan semua ini membuat saya pun teringat kembali perjumpaan dengan seorang klien pria, sebut saja namanya Andi. Tidak akan ada yang menyangka di balik penampilannya yang alim dan polos dirinya sebetulnya mengalami kecanduan pornografi luar biasa yang membuatnya setiap malam harus menonton minimal dua film porno, jika tidak maka ia akan

(31)

gelisah setengah mati dan sulit tidur. Di satu sisi, ketika menahan diri ia tidak bisa beristirahat dengan tenang dan kinerjanya memburuk, di sisi lain ketika ia membiarkan dirinya melakukan semua itu ia justru dihantui perasaan bersalah yang juga mengganggu hidupnya.

Jika kita coba telaah lebih jauh bukankah rasa-rasanya petikan-petikan kisah di atas tadi seolah menjadi hal yang familiar untuk kita temukan dewasa ini? Berbagai impuls emosi yang tak bisa dipahami yang berujung pada permasalahan perilaku? Konflik internal yang bermuara pada rasa frustrasi? Terbatasnya kesadaran diri untuk mengenali dan mengelola semua ini yang - jika tidak ditangani dengan tepat - berpotensi membawa seseorang ke titik keterpurukan mental-emosional dalam hidupnya?

Tak lupa, mari sejenak kita sadari merebaknya berita bunuh diri yang akhir-akhir ini terjadi di begitu banyak kalangan, mulai dari selebriti kelas dunia sampai ke orang-orang di sekitar kita, bukankah semua ini seolah menyiratkan adanya sebuah bahaya besar yang tersimpan di balik sebuah ‘lapisan kesadaran’ lain yang tidak kita pahami dalam diri, yang bisa jadi menyimpan sebuah bom waktu yang siap meledak kapan saja?

Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang paling sempurna karena adanya akal-pikiran, yang hendaknya membuat kita memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi atas perasaan dan pikiran kita sendiri. Lantas apa yang membuat manusia sebagai makhluk yang ‘terpilih’ ini justru sering kali tidak kuasa mengendalikan pikiran dan perasaan dalam dirinya, yang menjelma menjadi beragam jenis permasalahan emosi dan perilaku?

Pertama-tama, mari sadari sebuah pemahaman yang melatarbelakangi berbagai petikan kisah-kisah di atas tadi dan juga melandasi terjadinya

(32)

banyak fenomena lain di sekitar kita yang berhubungan dengan munculnya berbagai jenis permasalahan perilaku, perasaan dan pikiran manusia yang berlawanan dengan keinginannya secara sadar.

Apa maksudnya ‘berlawanan dengan keinginan secara sadar’ pada kalimat di atas? Begini, dari perjumpaan saya dengan banyak klien yang menjalani sesi konsultasi, konseling dan terapi, baik itu untuk memperbaiki kondisi emosional atau perilakunya yang dianggap bermasalah, bisa dikatakan bahwa saya selalu menjumpai dua jenis klien.

Pertama, mereka yang menyadari bahwa sebetulnya mereka memang mengalami permasalahan emosi dan/atau perilaku yang merugikan diri mereka sendiri serta orang di sekitarnya, secara logis mereka sadar bahwa mereka tidak seharusnya berperilaku demikian dan mereka pun tahu apa perilaku berkebalikan yang sebenarnya harus dilakukannya, hanya saja sulit sekali melakukan perubahan yang mereka inginkan.

“Saya tahu rokok tidak baik bagi kesehatan saya dan keluarga, tapi entah kenapa sulit sekali menghentikan kebiasaan ini.”

“Makan makanan berlebih tidak baik untuk kesehatan dan saya pun tahu itu, namun sulit sekali mengendalikan nafsu makan ini.”

“Tidak baik marah-marah pada anak, saya sadar itu. Namun justru itu masalah saya, sulit mengendalikan emosi terhadap perilaku mereka, tanpa sebab yang jelas pun akhirnya saya sering memarahi mereka, hubungan kami pun memburuk jadinya.”

“Nasihat-nasihat yang saya terima dan proses perenungan membuat saya sadar bahwa saya harus menghentikan semua kebiasaan buruk saya, tapi tidak tahu kenapa hal itu terasa sulit sekali.”

(33)

“Secara logika, saya tahu kucing peliharaan adalah binatang yang tidak membahayakan, tapi melihatnya saja saya sudah gemetaran dan tidak bisa mengendalikan diri saya. Berulang kali saya mencoba memberanikan diri, tetap saja saya tidak bisa melakukannya.”

“Entah kenapa saya takut sekali berada di tempat mana pun sendirian, saya tahu bahwa sebetulnya situasinya tidak membahayakan dan tidak ada apa pun disana yang mengancam, namun entah kenapa rasa takut ini muncul tanpa bisa dikendalikan.”

“Orang-orang memuji hasil pekerjaan saya, saya pun tahu bagaimana mempresentasikan hal itu dan sudah melatihnya, tetap saja ketika dihadapkan dengan orang banyak saya gugup dan semua hilang.”

Beberapa petikan kalimat lain di atas adalah contoh dari klien yang saya maksudkan, yaitu mereka yang menyadari bahwa mereka terjebak di perilaku serta emosi yang bermasalah dan mereka pun sadar bahwa tidak sepatutnya mereka melakukan hal-hal tersebut, namun seolah ada ‘konflik’ tersendiri antara kesadaran yang menginginkan perubahan dengan ‘kesadaran lain’ yang menyabotase perubahan yang mereka upayakan.

Klien jenis kedua adalah mereka yang terjebak dengan permasalahan (biasanya emosi) yang mereka sendiri tidak sadari dinamikanya, namun hal itu kelak berimbas pada kualitas hidup mereka.

Dalam kasus kesehatan misalnya, dalam dunia medis kita mengenal istilah psikosomatis, atau masalah sakit fisik yang sebenarnya bersumber dari pikiran dan emosi. Sering kali pengidap penyakit ini menjalani pemeriksaaan dan perawatan medis yang membingungkan diri mereka sendiri, karena berbagai hal yang mereka jalani menyatakan mereka baik-baik saja namun mereka terus tersiksa dengan masalah yang dialaminya.

(34)

Ada juga orang-orang yang mengalami permasalahan tertentu dalam aspek kehidupannya berulang-ulang dan seolah menjadi sebuah ‘pola’ dalam hidupnya, misalnya mereka yang ketika menjalin hubungan selalu dikhianati pasangannya atau mengalami permasalahan dalam karir dan bisnis yang berulang-ulang terjadi tanpa sebab yang jelas.

Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa fenomena ini adalah bagian dari nasib. Terlepas dari hal ini benar adanya, pengalaman saya memfasilitasi sesi konseling dan terapi mengungkap hal lain, ‘sabotase’ yang muncul berulang dalam aspek kehidupan seseorang ternyata sering kali juga turut disebabkan oleh sebuah lapisan kesadaran dalam dirinya yang memang menjadikan hal itu terjadi padanya.

Baik itu klien jenis pertama atau kedua, sesungguhnya keduanya menyiratkan pesan yang sama, yaitu betapa sebagai manusia kita sering dibingungkan dengan adanya konflik antara satu kesadaran dalam diri kita yang menginginkan perubahan positif, yang seolah dihalangi oleh satu kesadaran lain yang tidak menghendaki itu terjadi.

Jika sebuah poci mengeluarkan teh ketika dituangkan maka kita tentu bisa menebak bahwa isinya adalah teh, begitu juga jika ketika dituang dan mengeluarkan air putih, kita pun sudah tentu bisa menebak bahwa isinya adalah air putih, yang bisa kita lakukan untuk memastikannya adalah dengan membuka tutupnya dan mengintip ke dalamnya.

Begitu juga dengan perilaku atau respon emosional, sesungguhnya menyimbolkan segala-sesuatu yang ada dalam pikiran kita karena pikiran adalah tempat dimana segala-sesuatu berawal, namun mengetahui isi

(35)

pikiran tidak sesederhana mengetahui isi dari sebuah poci yang bisa diketahui hanya dengan membuka tutupnya dan mengintip isinya.

Pikiran adalah sebuah dunia misteri tanpa batas yang hanya bisa dipahami sepenuhnya oleh Tuhan YME, selaku yang menciptakan dunia beserta isinya, termasuk manusia dan pikirannya. Apa yang sudah para ilmuwan lakukan sejauh ini melalui berbagai penelitian tentang otak, syaraf dan psikologi modern pun baru bisa menyingkap sedikit saja tentang cara kerja pikiran, masih lebih banyak hal yang kiranya belum kita ketahui.

Namun demikian, paling tidak, perlu kita syukuri bahwa beberapa teori yang telah dikemukakan sampai saat ini bisa kita jadikan acuan-acuan mendasar untuk memahami seluk-beluk cara kerja pikiran dimana hal ini membantu kita menjadi pribadi yang lebih mawas diri atas mekanisme pikiran dan bagaimana pengaruhnya atas kualitas perilaku dan emosi kita.

Untuk mengawali sedikit langkah awal perjalanan kita dan mengetahui jawaban atas berbagai petikan kisah yang sempat kita ulas sedari tadi di Bab 1 ini, mari terlebih dahulu pahami cara pikiran kita bekerja sesuai dengan teori yang sudah berkembang saat ini. Bahasan ini secara tidak langsung akan turut menyingkap berbagai hasil pemikiran para tokoh yang berperan di balik lahirnya buku ini.

Meski membahas tentang pikiran dan segala hal yang terkait dengannya, perlu Anda ketahui bahwa bahasan ini tidak akan membahas secara spesifik fungsi dasar dari otak dan peranan-peranan organ yang terhubung dengannya, melainkan lebih kepada cara kerja pikiran/kesadaran manusia secara praktis.

Jika kita kembali mengulas kisah-kisah yang tertulis di kisah sebelumnya, bisa kita dapati bahwa permasalahan umum yang tersirat di dalamnya adalah adanya konflik antara satu kesadaran dalam diri kita yang

(36)

menginginkan perubahan positif, yang seolah dihalangi oleh satu ‘kesadaran lain’ - yang tidak disadari - yang tidak menghendaki itu terjadi. Perlu kita ketahui ‘kesadaran lain’ yang seolah memiliki keinginannya sendiri ini bukanlah bagian terpisah dari kesadaran kita, melainkan justru bagian yang melambangkan isi pikiran dan kesadaran kita yang terdalam dan bahkan sangat penting cara kerjanya, hanya saja cara kerjanya tidak kita sadari karena bekerja di ‘bawah’ tingkat kesadaran yang kita gunakan sehari-hari, atau biasa disebut bekerja secara ‘bawah sadar’.

Nah, kali ini Anda lebih familiar dengan istilah yang satu ini bukan?

Jika sedari tadi kita menyebutnya dengan istilah ‘kesadaran lain’, waktunya sekarang kita menyebutnya dengan sebuah istilah yang sangat mungkin sudah lebih familiar bagi Anda, yaitu ‘pikiran bawah sadar’.

Adalah Sigmund Freud, seorang dokter dan tokoh psikologi kenamaan asal Austria, yang mempopulerkan teori cara kerja pikiran sadar dan pikiran bawah sadar dalam teori Psikoanalisa yang dikembangkannya.

Dalam banyak pemaparannya Freud mengungkapkan bahwa pikiran manusia tidak ubahnya seperti sebuah gunung es (iceberg) yang mengambang di lautan. Apa yang kita lihat dan sadari hanyalah ujung kecil dari gunung es tersebut, yang nampak di atas permukaan laut. Sementara masih ada bagian lain yang lebih besar yang tidak nampak dan menjadi fondasi atas ujung kecil yang nampak di permukaan itu.

Ujung kecil yang nampak di permukaan laut itulah yang dimaksudkan sebagai pikiran sadar, sementara yang berada di bawah permukaan, bagian besar yang tidak nampak adalah pikiran bawah sadar. Meski tidak nampak di permukaan, bagian paling besar yang terendam inilah yang justru menentukan jalannya bagian kecil yang nampak di permukaan.

(37)

Kembali mengacu pada kisah-kisah sebelumnya, ujung kecil di permukaan itulah yang menjadi perlambang ‘kesadaran’ atau ‘keinginan’ pikiran sadar untuk melakukan perubahan, sementara itu bagian besar yang terendam air mewakili pikiran bawah sadar yang beroperasi dengan cara kerjanya sendiri sesuai dengan apa yang menjadi program di dalamnya.

Menggunakan analogi di atas, bagian mana yang kemudian paling mempengaruhi bagian lainnya? Sudah tentu pikiran bawah sadar, dengan cara kerjanya yang tidak disadari namun memegang porsi lebih besar justru bagian inilah yang memegang peranan atas lahirnya segala bentuk perilaku, pikiran dan perasaan yang kita rasakan secara sadar, namun sering kali tidak kita pahami atau sadari asal-muasalnya.

PIKIRAN SADAR

PIKIRAN

BAWAH SADAR

(38)

Yang pertama perlu kita sadari dari semua pemaparan sebelumnya tadi adalah bahwa pikiran kita sebenarnya beroperasi di beberapa level kesadaran, dimana level kesadaran ini ada yang kita sadari cara kerjanya dan ada juga yang tidak. Setiap level kesadaran ini beroperasi di gelombang otak yang berbeda dan memiliki keunikannya masing-masing.

Beberapa istilah yang mewakili setiap level kesadaran itu yaitu pikiran tidak sadar (unconscious mind), pikiran bawah sadar (subconscious mind), pikiran sadar (conscious mind) dan area kritis (critical area atau biasa disebut juga critical factor).

Perlu kita pahami bahwa kesemua hal ini merupakan penguraian sederhana dari cara kerja pikiran manusia atau disebut sebagai ‘model kesadaran’. Dalam kedudukannya sebagai model, dalam bahasan ini kita hanya akan memahami fungsi kerjanya dan bukan membicarakan bagian spesifik otak dari sudut pandang keilmuan biologi.

Di bawah ini adalah penjelasan dari masing-masing bagian yang disebutkan di atas tadi:

1. Pikiran tidak sadar (unconscious mind)

Fungsi pikiran tidak sadar sering kali juga disebut sebagai kesadaran fisik atau kesadaran jasmani. Meski dikatakan sebagai pikiran ‘tidak sadar’, sesungguhnya bagian ini mengacu kepada sebuah level kesadaran yang sangat aktif, hanya karena kita sepenuhnya tidak menyadari cara kerjanya maka kita mengenalnya sebagai ‘tidak sadar’. Bagian ini melakukan tugas-tugasnya secara otomatis dan terhubung dengan autonomic nervous system (ANS) atau sistem syaraf

(39)

otonom, yang bekerja tanpa disadari atau tanpa perintah sistem syaraf pusat. Beberapa hal yang diatur oleh pikiran tidak sadar:

▪ Fungsi perlindungan tubuh seperti gerak reflek dan kekebalan/ imunitas tubuh.

▪ Irama pernafasan, denyut jantung dan aliran darah. ▪ Respon homeostasis fisik dan respon otot halus.

Mengapa dikatakan cara kerjanya sangat sadar? Jelas saja, bukankah kita tidak perlu memerintahkan jantung kita untuk berdenyut atau darah untuk mengalir? Semua itu dikendalikan oleh sebuah kesadaran yang hakiki dan bekerja dengan sendirinya tanpa kita sadari untuk menjalankan sebuah fungsi utama: bertahan hidup.

2. Pikiran bawah sadar (subconscious mind)

Inilah yang kiranya menjadi ‘mesin’ dari diri kita dalam berpikir dan berperilaku. Berbeda dengan pikiran tidak sadar yang mewakili fungsi ‘primitif’ manusia untuk bertahan hidup, pikiran bawah sadar justru memiliki fungsi tersendiri sebagai bank data.

Jika pikiran tidak sadar bekerja dengan prinsip aksi-reaksi, yaitu ketika ada sebuah aksi dari luar yang mengancam keberlangsungan hidup maka akan muncul reaksi otomatis (tanpa harus berpikir) dari dalam sebagai bentuk pertahanan diri, pikiran bawah sadar bekerja dengan prinsip stimulus-respon, yaitu ketika ada stimulus tertentu dari luar maka akan terjadi sebuah ‘proses berpikir’ dalam diri yang menentukan munculnya respon tertentu di kemudian waktu.

Proses berpikir dalam pikiran bawah sadar terjadi dengan sangat cepat dari awal stimulus diterima sampai kemudian ia meresponnya, semua proses berpikir cepat ini terjadi mengacu pada data yang sudah tersimpan sebelumnya di dalamnya.

(40)

Apa lagi maksudnya ‘merespon stimulus dari luar berdasarkan

data yang sudah tersimpan sebelumnya di dalamnya’? Begini, pikiran

bawah sadar adalah fungsi dasar pikiran yang sudah aktif sejak berada dalam kandungan dan terus aktif sampai kita menutup usia.

Dalam peranannya sebagai bank data, pikiran bawah sadar bekerja dengan ‘merekam’ berbagai kejadian yang dialaminya, memberikan makna atas kejadian tersebut, lalu menyimpannya sebagai acuan untuk merespon kejadian berikutnya.

Contoh saja, seorang anak yang pernah digigit anjing ketika kecil dimana ia merasakan ketakutan yang amat sangat. Pikiran bawah sadar yang merekam kejadian tersebut lantas memberi makna bahwa ‘anjing adalah hewan berbahaya’, maka di masa depan data itu akan menjadi acuan untuk merespon anjing dengan cara tersendiri: hindari!

Jika kita bahas lebih jauh, pikiran bawah sadar memiliki fungsi dasar dalam hal:

▪ Memori jangka panjang, sekali lagi dalam kedudukannya sebagai

bank data, pikiran bawah sadar merekam semua kejadian yang kita

alami dan menyimpannya secara permanen.

▪ Emosi dan keyakinan, terlepas dari ragam kejadian yang dialami dan direkam serta bagaimana dampak dari kejadian itu pada pikiran bawah sadar, selalu ada proses pemaknaan yang dilekatkan pada kejadian yang kita alami tersebut, yang memicu munculnya keyakinan serta emosi tertentu atas kejadian itu.

▪ Fungsi perlindungan otomatis, mengacu pada dua fungsi dasar sebelumnya, cara kerja yang satu ini yaitu merespon stimulus dari luar dengan mengacu pada emosi dan keyakinan yang muncul dari

(41)

memori dan pemaknaan atas kejadian yang pernah dialaminya, entah nantinya untuk melawan (fight) atau kabur (flight), fungsi perlindungan otomatis ini juga tercermin dalam bentuk gerak refleks tubuh yang tidak disadari.

▪ Kebiasaan, salah satu karakter dasar pikiran bawah sadar adalah pasif, dengan kata lain ia hanya menjalankan apa yang sudah ada di dalamnya tanpa inisiatif mengupayakan perubahan. Hal ini karena inisiatif adalah bagian dari fungsi kerja pikiran sadar. Semakin sering sebuah respon spesifik terjadi atas stimulus spesifik dari luar maka pikiran bawah sadar akan terus dan semakin mengadaptasinya menjadi sebuah kebiasaan yang berkelanjutan. Sampai ke poin di atas tadi sebetulnya sudah semua fungsi dasar yang mewakili cara kerja pikiran bawah sadar dibahas, namun masih ada lagi fungsi yang sangat penting, yaitu fungsi perlindungan mental. Dengan karakter kehendak bebas (free will)-nya yang pasif - dan

bahkan cenderung malas - sekali sebuah informasi diadaptasi dan

menjadi kebiasaan di pikiran bawah sadar maka hal ini menjadi sebuah ‘program mental’, dimana pikiran bawah sadar akan tetap mempertahankan informasi yang sudah masuk lebih dahulu tersebut dan menggunakannya sebagai satu-satunya acuan dasar untuk merespon kejadian lain yang dianggapnya sejenis, sampai kemudian informasi itu tergantikan oleh informasi baru.

Itulah mengapa mengubah kebiasaan menjadi proses yang memakan waktu, karena perlu waktu tersendiri sampai kemudian perubahan itu ‘menaklukkan’ fungsi perlindungan mental ini sebelum akhirnya diadaptasi oleh pikiran bawah sadar sebagai kebiasaan baru yang menggantikan kebiasaan lama.

(42)

3. Pikiran sadar (conscious mind)

Pikiran sadar adalah fungsi kesadaran yang secara dominan kita gunakan secara sadar untuk menganalisa atau berpikir kritis. Jika pikiran bawah sadar berfungsi menyimpan memori jangka panjang dan bahkan permanen, tidak demikian dengan pikiran sadar, fungsinya hanya mengingat detail memori jangka pendek, semakin lama sebuah memori tersimpan biasanya intensitas kejelasannya akan semakin berkurang untuk bisa kita ingat secara sadar, karena detailnya sudah berpindah ke pikiran bawah sadar dimana informasi ini tidak bisa kita munculkan begitu saja dengan mudah secara sadar.

Cara kerja pikiran sadar tetap saja terintegrasi dengan apa yang ada di pikiran bawah sadar, kebiasaan berpikir yang ada di pikiran sadar pun pada dasarnya adalah bentukan dari apa yang sudah terlanjur tersimpan di pikiran bawah sadar. Hal ini karena pikiran bawah sadar lebih dulu aktif sejak kecil dulu, ketika pikiran sadar aktif dan semakin bekerja optimal seiring berjalannya waktu, muatan informasi yang sudah lebih dulu ada di pikiran bawah sadarlah yang kelak menentukan mekanisme kebiasaan berpikir di pikiran sadar.

Perbedaannya adalah pikiran sadar memiliki apa yang disebut kehendak bebas (free will) aktif, salah satunya yaitu dalam bentuk kesadaran untuk berubah dan mengimbangi tuntutan kehidupan di luar diri, terutama dengan seiring bertumbuhnya dan matangnya usia. Masalah yang umum terjadi adalah free will pikiran sadar ini berbenturan dengan fungsi perlindungan mental pikiran bawah sadar yang bertugas melindungi infomasi dan kebiasaan lama.

Inilah yang di awal pemaparan buku ini digambarkan sebagai adanya sebuah konflik antara lapisan kesadaran yang menginginkan

(43)

perubahan (pikiran sadar) dan kesadaran lain yang tidak bersedia berubah (pikiran bawah sadar).

Dari segi perbandingan pengaruh, sebuah teori mengatakan bahwa porsi perbandingan kekuatan pikiran bawah sadar adalah sebesar 88-90% terhadap pikiran sadar yang hanya sebesar 10-12%, dari sini saja kita sudah bisa memprediksi siapa yang lebih berpengaruh dan akan memenangkan konflik ini ketika pikiran bawah sadar berkonflik dengan pikiran sadar.

4. Area kritis (critical area atau critical factor)

Sedikit berbeda dengan ketiga level kesadaran yang sudah dibahas sebelumnya, area kritis bukanlah sebuah level kesadaran, melainkan fungsi dasar pikiran yang menjadi ‘filter’ atau saringan dalam pikiran, tugasnya adalah menyaring informasi baru yang diterima dari pikiran sadar ke dalam diri kita dan mencocokannya dengan persepsi lama yang sudah tersimpan terlebih dahulu di pikiran bawah sadar.

Jika informasi baru yang diterima sesuai dengan informasi lama yang ada di pikiran bawah sadar maka informasi ini akan diterima dan dijalankan, namun jika berlawanan maka ia akan menjalankan fungsi dasarnya untuk mengkritisi dan menolaknya. Masih ingat di bagian sebelumnya tadi kita sempat membicarakan fungsi perlindungan mental pikiran bawah sadar? Fungsi inilah yang diwakili oleh area kritis.

Di awal pemaparan Bab 1 ini Anda sudah mendapati beberapa contoh nyata masalah emosional dan perilaku yang menghambat kualitas hidup, jika kita

(44)

hubungkan dengan bahasan yang baru saja kita ulas tentang dinamika level kesadaran, kemana semua ini bermuara?

Tak lain dan tak bukan untuk memahami sebab-akibat di balik lahirnya berbagai masalah emosi dan perilaku tersebut. Lebih jauh lagi, memahami hal ini akan menjadi landasan penting bagi kita untuk mengidentifikasi berbagai faktor dan kemungkinan yang melandasi munculnya konflik antara level-level kesadaran, yang menjadikan seseorang terkena masalah emosi dan perilaku tertentu.

Begini prinsip kerjanya secara sederhana. Sejak kita berada dalam kandungan dan sampai lahir, fungsi dasar pikiran bawah sadar sudah aktif untuk merekam berbagai kejadian yang dialaminya, namun demikian pikiran sadar dan area kritis belumlah aktif optimal, yang menjadikan kita sangat reseptif dalam menerima ragam informasi dari luar dan menjadikannya acuan dasar dalam merespon kejadian berikutnya.

Tergantung dari dampak kejadian/informasi itu pada diri kita (menyenangkan, biasa saja atau malah menyakitkan), maka begitu juga ‘jejak’ emosi dan keyakinan atas kejadian itu kelak terbentuk dalam pikiran bawah sadar, jejak inilah yang menjadi acuan untuk merespon kejadian lain berikutnya dengan menggunakan emosi dan keyakinan yang lebih dulu ada sebagai pembandingnya.

Semakin seseorang beranjak dewasa, area kritis dan fungsi berpikir logis semakin berfungsi optimal, namun informasi, emosi dan keyakinan yang sudah terlanjur ada di pikiran bawah sadar tetaplah sama. Hal ini membuat meski kesadaran baru atas sebuah informasi sudah terbentuk, respon emosi yang muncul tetaplah respon emosi lama.

Mari kembali mengulas contoh yang sudah sempat dibahas sebelumnya, tentang anak kecil yang digigit anjing. Sebut aja ia digigit

(45)

seekor anjing yang sebenarnya berukuran kecil, ia merasa kaget dan takut (emosi) lalu saat itu ia memaknai (keyakinan) bahwa anjing kecil itu adalah makhluk yang berbahaya dan harus dihindari (perilaku).

Ketika ia beranjak dewasa, fungsi berpikir logis pikiran sadar dan area kritis semakin terbentuk, ia pun jadi menyadari bahwa dengan ukuran tubuhnya yang besar maka anjing kecil seharusnya tidak menjadi masalah, namun entah kenapa setiap kali berhadapan dengan anjing kecil ia tetap merasakan rasa takut yang sulit dipahaminya dan berusaha menghindar.

Mengacu pada bahasan sebelumnya, disini bisa kita pahami bahwa kesadaran logis barunya di pikiran sadar memang sudah menyadari makna baru dari anjing kecil bagi dirinya, namun makna yang tersimpan di pikiran bawah sadar bahwa anjing kecil adalah ‘makhluk berbahaya yang

menakutkan dan harus dihindari’ belumlah berubah.

Dengan kata lain, salah satu penyebab masalah emosional atau perilaku tercipta yaitu ketika ada informasi spesifik tertentu yang masuk ke dalam pikiran bawah sadar di masa ketika area kritis terbuka - yang dimaknai

secara negatif - yang menimbulkan jejak emosi dan keyakinan negatif

tertentu. Ketika area kritis menutup dan fungsi perlindungan mental aktif, klarifikasi baru yang masuk tidak diterima oleh pikiran bawah sadar sehingga seseorang hidup dengan asosiasi yang ‘menyakitkan’ akan kejadian atau objek tertentu yang terlanjur dimaknai secara negatif dan meninggalkan jejak emosi negatif dalam dirinya, yang akan keluar sewaktu-waktu di kejadian masa depan yang dianggapnya sejenis.

Permasalahan emosi bukan hanya seputar rasa takut, seorang teman saya jaman sekolah dulu sering kali marah jika mendengar bentakan, meski itu tidak ditujukan padanya. Rupanya ketika kecil dulu ia sering mendengar ayahnya membentak ibunya secara kasar dan hal itu membuatnya membenci ayahnya. Suara bentakan yang didengarnya di masa depan

(46)

membuatnya terasosiasi dengan sosok ayahnya yang dibencinya sehingga respon otomatisnya adalah marah ketika mendengar bentakan, karena hal itu menghubungkannya dengan jejak emosi tidak menyenangkan yang terbentuk dari pengalaman masa lalunya, meski kesadaran logisnya tahu bahwa bentakan itu tidak ditujukan padanya.

Ada banyak dinamika emosi dalam diri kita, jika kita membicarakan emosi yang bersifat tidak menyenangkan, atau membuat kita tidak nyaman dan kita sendiri tidak memahami mengapa hal itu terjadi, maka kuncinya sederhana, ada jejak emosi tertentu di pikiran bawah sadar yang tercipta dari pengalaman masa lalu yang menyebabkannya muncul.

Untuk memperjelas bahasan kita, mari pahami terlebih dahulu bahwa konteks permasalahan perilaku yang kita maksudkan disini adalah seseorang yang terjebak dalam perilaku atau kebiasaan yang dianggapnya tidak baik karena bertentangan dengan dogma, norma, nilai-nilai lingkungan atau kesadaran barunya, dimana ia berusaha keras untuk mengubahnya, namun menghadapi kesulitan luar biasa yang membuatnya berulang kali gagal mengubah perilaku dan kebiasaan itu.

Meski berhubungan langsung dengan bahasan sebelumnya, ada sedikit bahasan lanjutan untuk dinamika masalah perilaku ini. Salah satu pembedanya yaitu jika dinamika masalah emosi muncul karena adanya jejak emosi negatif yang tersimpan di pikiran bawah sadar, dinamika masalah perilaku muncul karena rasa sakit pada jejak emosi negatif di pikiran bawah sadar ini kemudian ‘teredakan’ (terasa lebih baik) oleh penyaluran perilaku tertentu, meski dampaknya negatif sekali pun.

(47)

Ingatlah bahwa salah satu fungsi dasar pikiran bawah sadar adalah juga sebagai pelindung bagi kesadaran kita. Ketika suatu waktu sebuah jejak emosi negatif tercipta dalam pikiran bawah sadar, maka pikiran bawah sadar juga memiliki naluri mencari cara agar beban itu tidak terlalu terasa menyakitkan, dengan cara mencari pelariannya sendiri, salah satu istilah psikologi yang mewakili hal ini adalah ego defense mechanism.

Misalnya saja seseorang yang ketika jaman sekolah sering mengalami

bullying, ia memendam emosi kesedihan dan ketakutan akibat tindakan

teman-temannya tersebut, suatu waktu ketika sedang sendirian dan larut dalam beban emosinya ia tidak sengaja menonton film porno di internet yang ternyata mengalihkannya dari rasa sedih dan takut tersebut. Pikiran bawah sadar yang merasa mendapatkan kenikmatan dari proses ini karena mengalihkannya dari rasa sakitnya kemudian mengasosiasikan kegiatan ini sebagai sebuah penyaluran yang bermanfaat, maka dimulailah cikal-bakal perilaku seseorang yang kecanduan film porno.

Ketika suatu hari orang tersebut mendapatkan kesadaran bahwa tindakannya tersebut tidak baik dan ia ingin berubah maka disinilah terjadi konflik antara pikiran sadar yang ingin berubah dengan pikiran bawah sadar yang tidak ingin berubah karena merasa terlanjur mendapatkan kenikmatan dari perilaku yang ia lakukan.

Hal lain yang membedakan dinamika masalah perilaku adalah bisa jadi sebuah perilaku menjadi sulit untuk dirubah bukan karena jejak emosi tertentu, melainkan karena informasi itu terlanjur masuk ke pikiran bawah sadar dengan mekanisme tertentu di masa lalu dan akhirnya diyakini sebagai suatu perilaku yang memang sewajarnya dilakukan di masa kini.

Penting bagi kita untuk memahami bagaimana sebuah informasi bisa masuk ke pikiran bawah sadar, terutama karena hal ini tidak disadari terjadinya, yang akan kita bahas di bawah ini:

(48)

1. Ketika area kritis belum terbentuk - yang satu ini cukup jelas kiranya, sebagaimana sudah dibahas sebelumnya bahwa ketika area kritis belum terbentuk maka pikiran bawah sadar bersifat sangat reseptif atas informasi yang diterima dan dimaknainya dari luar untuk kemudian diterima dan dijadikan program mental. Namun demikian, masih ada ragam situasi dimana terlepas dari area kritis sudah terbentuk optimal atau tidak, tetap saja sebuah informasi masuk ke pikiran bawah sadar dan menjadi program mental di dalamnya, yang akan dibahas mulai poin berikut.

2. Figur otoritas - ketika seseorang mendengar sesuatu dari orang yang diyakininya memiliki pengaruh atas dirinya maka area kritis punya kecenderungan untuk mengendurkan pertahanannya. Contohnya saja seorang anak yang dikata-katai bodoh oleh orang tua dan gurunya, orang tua dan guru adalah figur otoritas bagi anak dimana informasi dari mereka sangatlah dipercaya, tidak heran si anak tersebut meyakini bahwa dirinya bodoh sampai ia dewasa dimana hal ini mempengaruhi kepercayaan diri dan kemampuan belajarnya. Bagi orang dewasa hal ini bisa terjadi oleh atasan yang ditakuti di pekerjaan misalnya, atau oleh seorang tokoh tertentu yang dikagumi secara fanatik.

3. Identifikasi lingkungan - lingkungan dimana kita tumbuh punya peran tersendiri sebagai sumber informasi intens yang kita terima dan oleh karenanya memiliki pengaruh tersendiri bagi pikiran bawah sadar. Kebiasaan, nilai-nilai budaya dan norma adalah salah satu yang terbentuk dari peranan lingkungan. Salah satu naluri dasar manusia adalah membuat dirinya familiar dengan situasi di sekitarnya, hal ini muncul dalam bentuk perilaku yang tidak disadari untuk meniru kebiasaan yang berlaku di lingkungan sekitarnya.

(49)

4. Emosi - dalam kondisi emosional yang memuncak, area kritis terbuka dan informasi bisa masuk begitu saja, itulah mengapa dalam kasus

phobia kita tidak harus menjadi pihak yang mengalami kejadiannya

langsung, cukup dengan melihat dan mengalami emosi puncak pun cukup. Misalnya saja seorang anak yang melihat ibunya ditempeli kecoak dan ibunya menjerit-jerit ketakutan, ia tidak ditempeli namun merasa takut hal itu menimpanya, di saat yang bersamaan emosinya yang memuncak terfokuskan pada kecoak tersebut yang melahirkan pemaknaan bahwa ‘kecoak adalah makhluk yang berbahaya’, hal ini pun bisa saja menjadi phobia tersendiri baginya kelak ketika dewasa. 5. Fokus yang terserap (absorped attention) - ketika berkonsentrasi

penuh, ada kalanya area kritis ‘lengah’ pada asupan informasi lain yang tidak disadari, yang diselipkan/terselipkan di dalam informasi itu, misalnya saja orang-orang yang sering menonton film kekerasan maka perilakunya cenderung terpengaruh karena ada pesan-pesan tak kasat mata tentang ‘nikmatnya’ kekerasan di film itu. Pesan tak kasat mata itu bisa jadi bukan sesuatu yang sengaja dimunculkan, namun tetap saja ada makna-makna yang diasosiasikan oleh pikiran bawah sadar dengan cara tersendiri atas stimulus yang dialaminya itu.

6. Relaksasi - ketika rileks/mengantuk area kritis terbuka dan lebih reseptif untuk menerima informasi, hal ini biasa dialami ketika mengantuk akan tidur atau ketika baru terbangun dari kondisi tidur. Rasa rileks identik dengan rasa aman, karena fungsi dasar area kritis sendiri terhubung dengan fungsi perlindungan mental, maka dalam kondisi rileks area kritis pun mengendurkan pertahanannya yang membuat informasi lebih mudah masuk ke pikiran bawah sadar.

(50)

7. Repetisi - ketika sebuah informasi disampaikan berulang-ulang maka lambat laun area kritis akan mulai mengendurkan area pertahanannya dan pesan-pesan yang tersirat disana akan mulai masuk ke pikiran bawah sadar secara bertahap.

Sekali lagi, dihubungkan dengan dinamika masalah perilaku, terjadinya salah satu atau lebih dari mekanisme di atas berpotensi meninggalkan jejak program/keyakinan di pikiran bawah sadar yang kelak melahirkan perilaku tertentu, yang sulit untuk dirubah begitu saja, mekanisme di atas bukan hanya terjadi ketika kita kecil, melainkan bahkan sampai kita dewasa, karena di usia kita yang sekarang pun selalu ada masa dimana area kritis membuka dan informasi tertentu masuk tanpa disadari, salah satunya yaitu ketika situasi-situasi di atas terjadi.

Disadari atau tidak, segala sikap, perilaku dan kebiasaan kita saat ini adalah ‘bentukan’ dari masa lalu kita yang terjadi dengan semua mekanisme di atas. Orang tua adalah contoh hidup bagi anak, sering kali sebuah perilaku terbentuk karena seorang anak menyaksikan orang tuanya menunjukkan perilaku atau sikap tertentu yang dimaknainya sebagai ‘itulah

yang memang sewajarnya dilakukan’.

Seorang pria yang sering melakukan kekerasan pada istrinya misalnya dan sulit mengendalikannya, ternyata ketika kecil ia sering menyaksikan ayahnya melakukan kekerasan pada ibunya, pikiran polos kecilnya menyimpulkan bahwa seperti itulah memang seharusnya peran suami terhadap istri, yang termanifestasi dalam bentuk perilaku kasar pada istrinya sendiri ketika dewasa. Ketika ia dewasa dan menikah, pikiran sadarnya menyadari hal itu salah, namun begitulah, pikiran bawah sadar tetap menjalankan apa yang dianggapnya benar, sehingga terjadi pertentangan batin antara kesadaran yang ingin berubah dengan kesadaran lain yang menganggap bahwa yang dilakukannya sudah benar adanya.

(51)

Kesadaran manusia bekerja secara terintegrasi, artinya semua lapisan kesadaran yang ada: pikiran sadar, pikiran bawah sadar dan pikiran tidak sadar, kesemuanya saling terhubung dan saling mempengaruhi.

Sebagaimana sudah dibahas sebelumnya, pikiran tidak sadar mewakili kesadaran jasmani, artinya kondisi kesehatan kita turut dipengaruhi olehnya. Di sisi lain, kondisi pikiran bawah sadar adalah yang paling mempengaruhi pikiran tidak sadar secara langsung, yang kemudian berdampak pada kondisi kesehatan fisik.

Dengan fungsi dasarnya sebagai pelindung, pikiran bawah sadar menjalankan fungsinya untuk terus menyimpan jejak emosi dan keyakinan negatif tertentu karena menurutnya jejak emosi dan keyakinan itu masih perlu disimpan sebagai acuan kerja untuk melindungi diri kita di masa depan. Hal ini terjadi pada mereka yang takut pada binatang atau objek tertentu misalnya, jejak emosi dan keyakinan atas rasa takut itu dipertahankan oleh pikiran bawah sadar agar ketika kita dihadapkan dengan objek sejenis tersebut di masa depan ia segera menjalankan fungsinya untuk melindungi/melarikan diri.

Namun ada kalanya pikiran bawah sadar juga menyadari bahwa jejak emosi negatif yang ada di dalamnya bukanlah hal yang baik untuk disimpan terus-menerus, di satu sisi hal itu harus dikeluarkan namun di sisi lain ia tidak tahu caranya, maka yang terjadi adalah pengaruh dari emosi negatif itu kemudian ‘bocor’ ke pikiran tidak sadar yang menjalankan fungsi kesadaran jasmani dan memicu tubuh untuk memproduksi hormon-hormon negatif tertentu atau mempengaruhi cara kerja organ tertentu dalam tubuh, yang melahirkan penyakit psikosomatis.

(52)

Penyakit psikosomatis inilah yang ketika diperiksa secara medis sering kali luput dan sulit terdeteksi, namun penderitanya terus merasakan rasa sakitnya. Kalau pun jenis penyakit ini benar-benar muncul ke permukaan dan terdeteksi secara medis, ketika ditangani tak jarang hasilnya hanya membaik sementara dan kemudian kembali kumat.

Jadi bagaimana solusinya? Selain dengan terus melakukan upaya penyembuhan secara medis, tentu upaya untuk melakukan perbaikan psikologis pun perlu dilakukan, salah satu caranya yaitu dengan menelusuri jejak emosi negatif yang tersimpan di pikiran bawah sadar dan melepaskannya sampai tuntas.

Disinilah terletak kompleksitas berikutnya, ada kalanya penyakit psikosomatis muncul karena orang tersebut menolak (denial) mengakui keberadaan emosi negatif itu dalam dirinya, entah karena gengsi atau pun karena sebab lainnya. Di sisi lain, emosi itu seolah ‘memanggil-manggil’ mereka untuk mengakui keberadaannya dengan cara menghantui hidupnya dalam bentuk ragam rasa sakit secara fisik.

Bukan sekali dua kali saya menjumpai orang-orang yang bergulat dengan permasalahan yang dianggapnya permasalahan medis untuk sekian lamanya, justru baru memperoleh kesembuhannya setelah mereka menyadari, bersedia mengakui dan berdamai dengan emosi negatif di pikiran bawah sadarnya. Pemahaman ini juga yang melandasi metode penyembuhan holistik yang banyak berkembang akhir-akhir ini.

Meski mungkin terdengar agak aneh bagi sebagian orang, jika kita pahami dengan lebih seksama sesungguhnya ada keterhubungan yang sangat erat antara pikiran bawah sadar dengan berbagai kejadian yang kita alami.

(53)

Ada orang-orang yang entah mengapa berulang kali mengalami peristiwa-peristiwa yang sulit dipahaminya secara logis, contohnya saja seorang wanita yang entah kenapa berulang kali menjalin hubungan namun setiap kali hubungan itu beranjak ke jenjang yang lebih serius selalu saja ada hal-hal yang menyebabkan hubungannya kandas.

Jika hal ini terjadi sekali-dua kali mungkin wajar adanya, namun ketika hal ini terjadi berulang-ulang tentu ada yang perlu kita pertanyakan. Ternyata ketika kecil wanita ini merasa trauma dengan kehidupan pernikahan ayah-ibunya yang ia saksikan penuh dengan pertengkaran, tanpa disadarinya pikiran bawah sadar masa kecilnya membenci pernikahan dan senantiasa ingin menghindarinya.

Itulah mengapa ketika hubungannya berjalan biasa saja tidak ada hal sensitif apa pun yang terjadi, namun ketika hubungan itu mulai terasosiasi dengan pernikahan selalu ada saja sikap atau perilakunya yang tidak disadari, yang menjadi sabotase di balik kandasnya hubungannya.

Dalam contoh lain, seseorang yang selalu mengalami permasalahan keuangan meski gajinya besar dan seharusnya lebih dari cukup. Entah dari mana selalu saja ada hal-hal yang ‘membuatnya’ harus mengeluarkan uang besar-besaran sehingga gajinya kembali habis.

Tanpa disadarinya ternyata ketika kecil ia pernah dimarahi oleh tetangganya yang orang kaya ketika bermain di depan rumahnya, saat itu pikiran bawah sadarnya menyimpulkan bahwa ‘orang kaya itu egois’ dan keyakinan ini terus dipertahankannya sampai dewasa, maka setiap kali gaji besar masuk ke rekeningnya - yang terasosiasi dengan kekayaan - saat itu juga pikiran bawah sadar menjalankan fungsi perlindungannya untuk menghindarkannya dari ‘menjadi orang kaya’, karena makna dari kaya itu sendiri dalam benaknya bersifat negatif dan harus dihindari.

(54)

Menariknya lagi, dalam perspektif keilmuan kuantum kita meyakini bahwa pikiran manusia memiliki getaran yang disebut sebagai vibrasi. Apa yang kita pikirkan dalam diri selalu memancarkan vibrasi tertentu ke luar diri yang kemudian beresonansi dengan lingkungan dan kehidupan serta kemudian mengkondisikan lingkungan atau kualitas hidup yang dijalani di luar diri agar sejalan dengan kualitas vibrasinya, pemahaman ini juga yang melandasi prinsip hukum tarik-menarik (Law of Attraction).

Sedemikian beruntunnya fenomena ‘kesialan beruntun’ ini dan sedemikian misterius penyebabnya, banyak orang yang kemudian di ujung pencariannya menunjuk ‘nasib’ sebagai biang penyebabnya. Apakah demikian adanya? Seorang tokoh besar dunia psikologi, Carl Gustav Jung, mengulas fenomena ini dalam salah satu kutipannya yang melegenda: “Sampai kita membuat pikiran bawah sadar ini ‘sadar’, ia akan terus mengendalikan (arah) hidup kita dan kita akan menyebutnya nasib.”

Bukan berarti nasib itu tidak ada, sebagai orang yang beriman tentu kita menyadari adanya takdir dan nasib, namun dalam rangka menyempurnakan upaya tentu ada baiknya kita menyadari bahwa Tuhan YME menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna karena adanya akal-pikiran, bukankah layak kita sepakati bahwa salah satu tanda rasa syukur kita padanya adalah dengan mengeksplorasi lebih dalam lapisan-lapisan kesadaran yang tersimpan di dalam akal-pikiran ini dan mencri tahu pengaruhnya secara langsung pada kualitas hidup kita?

Sampai sejauh ini saja sudah bisa kita sadari dahsyatnya kesadaran manusia, terutama yang berpusat dari pikiran bawah sadar. Dengan pengaruh langsungnya pada pikiran tidak sadar, pikiran bawah sadar sangat

(55)

mempengaruhi kondisi fisik dan kesehatan kita. Dengan pengaruh langsungnya pada pikiran sadar, pikiran bawah sadar juga mempengaruhi lancarnya keberlangsungan upaya kita dalam melakukan perubahan.

Jika demikian adanya, bukankah akan sangat efektif jika upaya perubahan bisa dilakukan langsung di level pikiran bawah sadar? Disinilah justru muncul kompleksitas berikutnya, sebagaimana sudah berkali-kali disiratkan di bahasan sebelumnya, pikiran bawah sadar beroperasi di level kesadaran yang justru tidak kita sadari, tanpa pemahaman akan prinsip dan teknik yang tepat bisa dikatakan mustahil untuk bisa mengakses level kesadaran ini secara langsung dan secara sengaja.

Mengapa ada kalimat ‘secara sengaja’ pada paragraf di atas? Karena pada dasarnya kita sering dan berulangkali mengakses pikiran bawah sadar dalam keseharian kita, namun prosesnya tidak kita sadari dan memang sulit kita kendalikan secara sengaja.

Kapankah itu? Yaitu ketika menjelang tidur dan terbangun dari tidur. Perlu kita pahami terlebih dahulu bahwa pikiran sadar pada dasarnya beroperasi di gelombang otak beta, sementara itu pikiran bawah sadar beroperasi di gelombang otak alpha dan theta.

Dalam aktivitas sehari-hari, kita lebih banyak mengoperasikan gelombang otak beta, ketika menjelang tidur dan kesadaran kita mulai berpindah, dalam kondisi inilah gelombang otak turun bertahap ke alpha dan theta, hanya saja prosesnya berjalan sedemikian cepat dan sulit kita kendalikan secara sengaja, maka di titik ini gelombang otak pun berpindah ke delta, yang mengindikasikan kondisi tidur lelap, level ini sendiri bukanlah kondisi dimana pikiran bawah sadar aktif untuk berkomunikasi, sehingga akses menuju pikiran bawah sadar terlewatkan.

Referensi

Dokumen terkait