• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Oftalmologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Status Oftalmologi"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

Latar belakang Latar belakang Kat

Katarak arak berasberasal al dari dari bahabahasa sa YYunanunani i KatKatarrarrhakiehakies, s, InggInggris ris CatarCataract, act, dandan Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akubat lensa yang keruh. Katarak dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akubat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambaha

(penambahan cairan) n cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya.akibat keduanya.11 Me

Menunururut t WHWHO O Di Di nenegagara ra beberkrkemembabang ng 1 1 - - 3 3 % % pependndududuk uk memengngalalamamii kebuta

kebutaan dan 50 an dan 50 % penyebabnya adalah katarak. Sedangkan untuk negara maju% penyebabnya adalah katarak. Sedangkan untuk negara maju se

sekitkitar ar 1,2 1,2 % % penpenyebyebab ab kekebutbutaan aan adaadalah lah kakatartarak. ak. MenMenuruurut t susurvervei i depdepkekes s RIRI tahun 1982 pada 8 propinsi, Prevalensi kebutaan bilateral adalah 1,2 % dari tahun 1982 pada 8 propinsi, Prevalensi kebutaan bilateral adalah 1,2 % dari seluruh penduduk, sedangkan prevalensi kebutaan unilateral adalah 2,1 % dari seluruh penduduk, sedangkan prevalensi kebutaan unilateral adalah 2,1 % dari seluruh penduduk.

seluruh penduduk.22

Katarak kerap disebut-sebut sebagai penyebab kebutaan nomor satu di Katarak kerap disebut-sebut sebagai penyebab kebutaan nomor satu di Ind

Indoneonesiasia. . BahBahkakan, n, menmengacgacu u padpada a datdata a WWorlorld d HeaHealth lth OrOrganganizizatiation on (W(WHO)HO),, sebagaimana dipublikasika

sebagaimana dipublikasikan n melalui situs melalui situs wwwwww.who.int, katarak .who.int, katarak menyumbangmenyumbang sekitar 48% kasus kebutaan di dunia.

sekitar 48% kasus kebutaan di dunia.33

BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

(2)

A

A.. DeDefifinniissii

Menurut kamus kedokteran Dorland, katarak adalah

Menurut kamus kedokteran Dorland, katarak adalah kekkekeruhan padaeruhan pada lensa kristalin mata atau

lensa kristalin mata atau kapsulnya.kapsulnya.44 Kata

Katarak rak kokongenngenital ital adaladalah ah katakatarak rak yang yang mulamulai i terjaterjadi di sebesebelum lum atauatau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun.

segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun.11 B.

B. PPrrevevalalenensisi

Katarak congenital terjadi kira-kira 3:10.000 dari kelahiran hidup. Dan Katarak congenital terjadi kira-kira 3:10.000 dari kelahiran hidup. Dan 2/3 kasusnya adalah

2/3 kasusnya adalah katarak bilateral.katarak bilateral.55 C.

C. AnAnatatomomi mi matataa

Gambar 1. Anatomi mata

Gambar 1. Anatomi mata (Mathur

(Mathur. A.

. A. Scanning Electron Microscopy

Scanning Electron Microscopy

of the

of the Human Cornea. 2005. University

Human Cornea. 2005. University of Rochester

of Rochester.)

.)

Lens

Lensa a adaladalah ah suasuatu tu bangbangunan unan bikbikonveksonveks, , avaskavaskuler, uler, jerjernih nih sepesepertirti sep

seperterti i cakcakramram. . TTersersusuusun n dardari i strstruktuktur ur yanyang g sansangat gat tratransnsparparan an dendengangan diam

diameter eter 9mm9mm, , tebal 4mm tebal 4mm dengadengan n lenglengkunkung g dipedipermurmukaan kaan belabelakang lebihkang lebih kuat. Terbungkus dalam kapsul semipermeabel tetapi permeabel terhadap air kuat. Terbungkus dalam kapsul semipermeabel tetapi permeabel terhadap air dan elektrolit. T

dan elektrolit. Terletak di erletak di bagian depan corpus bagian depan corpus vitreum, di fossa patelaris vitreum, di fossa patelaris dandan di belakang iris dan

(3)

A

A.. DeDefifinniissii

Menurut kamus kedokteran Dorland, katarak adalah

Menurut kamus kedokteran Dorland, katarak adalah kekkekeruhan padaeruhan pada lensa kristalin mata atau

lensa kristalin mata atau kapsulnya.kapsulnya.44 Kata

Katarak rak kokongenngenital ital adaladalah ah katakatarak rak yang yang mulamulai i terjaterjadi di sebesebelum lum atauatau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun.

segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun.11 B.

B. PPrrevevalalenensisi

Katarak congenital terjadi kira-kira 3:10.000 dari kelahiran hidup. Dan Katarak congenital terjadi kira-kira 3:10.000 dari kelahiran hidup. Dan 2/3 kasusnya adalah

2/3 kasusnya adalah katarak bilateral.katarak bilateral.55 C.

C. AnAnatatomomi mi matataa

Gambar 1. Anatomi mata

Gambar 1. Anatomi mata (Mathur

(Mathur. A.

. A. Scanning Electron Microscopy

Scanning Electron Microscopy

of the

of the Human Cornea. 2005. University

Human Cornea. 2005. University of Rochester

of Rochester.)

.)

Lens

Lensa a adaladalah ah suasuatu tu bangbangunan unan bikbikonveksonveks, , avaskavaskuler, uler, jerjernih nih sepesepertirti sep

seperterti i cakcakramram. . TTersersusuusun n dardari i strstruktuktur ur yanyang g sansangat gat tratransnsparparan an dendengangan diam

diameter eter 9mm9mm, , tebal 4mm tebal 4mm dengadengan n lenglengkunkung g dipedipermurmukaan kaan belabelakang lebihkang lebih kuat. Terbungkus dalam kapsul semipermeabel tetapi permeabel terhadap air kuat. Terbungkus dalam kapsul semipermeabel tetapi permeabel terhadap air dan elektrolit. T

dan elektrolit. Terletak di erletak di bagian depan corpus bagian depan corpus vitreum, di fossa patelaris vitreum, di fossa patelaris dandan di belakang iris dan

(4)

Gambar 2. Sudut kamera anterior dan struktur-struktur sekitarnya. Gambar 2. Sudut kamera anterior dan struktur-struktur sekitarnya. Sumber:

Sumber: John P. John P. Lensa. Dalam: Vaughan DG, Asbury TLensa. Dalam: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva , Riordan-Eva PP..Oftalmologi umumOftalmologi umum. Ed. 14. Jakarta: Widya. Ed. 14. Jakarta: Widya Medika. 2000.h.12

Medika. 2000.h.12

Gambar 3. Potongan melintang lensa dan zona-zona lensa Gambar 3. Potongan melintang lensa dan zona-zona lensa

D.

D. EtEtioiolologigi Pe

Penyenyebab bab kakatartarak ak kokongngenienital tal bisbisa a berbermacmacam-am-macmacamam. . SeSebagbagianian katarak bersifat idiopatik atau herediter. Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan katarak bersifat idiopatik atau herediter. Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan kel

kelainaainan n krokromosomosom, m, misamisalnya lnya sindsindrom rom dowdown, n, sindsindrom lowe, rom lowe, dan dan sindsindromrom ma

marfrfananpepersrsisisteten n hyhypeperprplalaststic ic prprimimarary y vivitrtreoeous us (P(PHPHPV) V) ununililatatereral al jujugaga dika

(5)

infeksi toxoplasma dan rubella kelainan metabolik seperti galaktosemia, hipoglikemia, dan kondisi anoreksia juga dapat menimbulkan katarak.7

E. Patofisiologi

Lensa terbentuk saat invaginasi permukaan ektoderm mata. Nukleus embrionik berkembang pada bulan ke enam kehamilan. Sekitar nukleus embrionik terdapat nukleus fetus. Saat kelahiran, nukleus fetal dan nukleus embrionik membentuk hampir sebagian lensa. Setelah kelahiran, serat kortikal lensa terletak pada peralihan epithelium lensa anterior dengan serat kortikal lensa. Sutura Y merupakan tanda penting karena dapat mengidentifikasi besarnya nukleus fetus. Bagian lensa mulai dari perifer ke sutura Y merupakan korteks lensa, dimana bahan lensa yang ada di sutura Y adalah nuklear. Pada pemeriksaan dengan slit lamp, posisi sutura Y anterior tegak, sedangkan sutura Y posterior terbalik. Beberapa kelainan seperti infeksi, trauma, kelainan metabolik pada serat nuklear ataupun serat lentikular dapat menyebabkan kekeruhan media lentikular yang awalnya  jernih. Lokasi dan pola kekeruhan dapat digunakan untuk menentukan waktu

terjadinya kelainan serta etiologi.8

Pada infeksi, seperti pada infeksi toksoplasma dan rubella, virus dapat menembus kapsul lensa pada usia 6 minggu kehamilan. Terdapat opasitas saat lahir tapi berkembang setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan kehamilan. Seluruh lensa bisa menjadi opaq. Virus bisa tetap ada dalam lensa hingga usia 3 tahun.7

F. Tanda dan Gejala

Bentuk dan macam katarak kongenital adalah: 1. Katarak Polaris Anterior.

Kekeruhan terdapat pada bagian depan lensa persis di tengah-tengah, katarak ini terjadi karena tidak sempurnanya pelepasan kornea terhadap lensa. Bentuk kekeruhannya seperti pyramid dengan tepi yang jernih, sehingga apabila pupilnya midriasis maka visus akan lebih baik. Tipe ini umumnya tidak progresif.

(6)

2. Katarak Polaris Posterior.

Karena selubung vaskuler tak teresorbsi dengan sempurna, maka akan timbul kekeruhan di bagian belakang lensa. Keadaan ini diturunkan secara autosomal dominan, tidak progresif, dan visus membaik dengan penetesan midriatika.

3. Katarak Zonularis.

Kekeruhan terdapat pada zona tertentu. Kekeruhan pada nukleus disebut katarak nuklearis. Pada umumnya visus buruk. Katarak ini diduga diturunkan secara autosomal atau resesif atau mungkin terangkai gonosom. Kekeruhan yang terdapat pada lamela yang mengelilingi area calon nukleus yang masih  jernih disebut katarak lamelaris, gambarannya seperti cakram dengan jari-jari radial. Penyebabnya diduga faktor herediter, dengan sifat pewarisan autosomal dominan. Namun mungkin juga terkait dengan infeksi rubella, hipoglikemia, hipokalsemia, dan arena paparan radiasi. Sedangkan katarak yang terdapat pada sutura Y disebut dengan katarak stelata.

4. Katarak membranasea.

Lensa yang keruh menjadi sangat tipis seperti membran, dan sering berisi  jaringan ikat. Pada umumnya disertai bermacam kelainan lain.

5. Katarak totalis.

Seluruh lensa menjadi keruh, hal ini sering terdapat pada galaktosemia.7 Gejala dari katarak kongenital antara lain:

1. Hilangnya pengelihatan tanpa rasa nyeri. 2. Rasa silau.

(7)

Gambar 4. Balita dengan katarak kongenital

G. Diferensial Diagnosis

1. Retinoblastoma

Retinoblastoma adalah kanker pada retina (daerah di belakang mata yang peka terhadap cahaya) yang menyerang anak berumur kurang dari 5 tahun, 2% dari kanker pada masa kanak-kanak adalah retinoblastoma. Gejalanya berupa pupil berwarna putih, mata juling (strabismus). Mata merah dan nyeri gangguan penglihatan Iris pada kedua mata memiliki warna yang berlainan, dapat terjadi kebutaan. Pemeriksaan mata dalam keadaan pupil melebar. Dapat di diagnosis dengan CT scan kepala, USG mata, Pemeriksaan cairan serebrospinal, Pemeriksaan sumsum tulang.10

2. Lentikonus

Lentikonus adalah suatu kelainan lensa dimana pada permukaan anterior atau posterior lensa terdapat deformasi berbentuk konus. Lentikonus posterior lebih sering dijumpai daripada lentikonus anterior. Pada lentikonus posterior terdapat pengembungan di posterior lensa. Kejadian unilateral dan biasanya sporadik, namun bisa juga bilateral pada keadaan familial dan sindrom lowe. Pada lentikonus anterior penggembungannya di anterior.  Terdapat hubungan dengan sindrom alport.11

H. Diagnosis

Lensa yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus dan tampak sebagai warna keputihan pada pupil yang seharusnya berwarna hitam. Bayi gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan di

(8)

sekitarnya dan kadang terdapat nistagmus (gerakan mata yang cepat dan tidak biasa). Untuk menegakkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan mata lengkap. Pemeriksaan lensa dilakukan dengan pemeriksaan dengan lampu biasa, penyinaran fokal, slitlamp, oftalmoskop pada pupil yang dilebarkan dahulu. Untuk mencari kemungkinan penyebabnya, perlu dilakukan pemeriksan darah dan rontgen.12

I. Terapi.

Pada katarak kongenital banyak ahli-ahli seperti Falls, Owens, Hughes, Cordes dll. berpendapat bahwa sebaiknya operasi dilakukan sesudah bayi sekurang-kurangnya berusia 2 tahun. Dengan menunggu sampai usia 2 tahun, diharapkan operasi akan lebih mudah karena ukuran bola mata lebih besar dan manipulasi operasi yang lebih mudah. Sebaliknya Stallard berpendapat bahwa pada katarak kongenital yang total sebaiknya operasi dilakukan pada waktu bayi berusia 7 bulan sebab operasi pada usia yang lebih tua akan menyebabkan penurunan kemampuan penglihatan atau ambliopia.13

Penanganan katarak kongenital meliputi konservatif operatif dan perawatan paska bedah. Penanganan konservatifnya dengan memberi midriatikum, selain itu dapat dilakukan tindakan iridektomi optis yang sekarang sudah banyak ditinggalkan. Keberhasilan operasi katarak kongenital tergantung dari beberapa factor antara lain persiapan pre operasinya, manipulasi saat operasi saat operasi, komplikasi saat operasi, komplikasi awal paska operasi dan komplikasi lambat paska operasi. Berdasarkan  jaringan yang terkena komplikasi dibedakan atas komplikasi pada kornea, iris,

posisi lensa, media, retina dan komplikasi lain.14

Korteks dan nukleus lensa mata bayi mempunyai konsistensi yang cair, bila kekeruhan lensa sudah demikian berat sehingga fundus bayi sudah tidak dapat dilihat pada funduskopi maka untuk mencegah ambliopia dilakukan pembedahan secepatnya. Katarak kongenital sudah dapat dilakukan

pembedahan pada usia 2 bulan pada satu mata. Paling lambat mata yang lainnya sudah dilakukan pembedahan bila bayi berusia 2 tahun.15

(9)

 Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi. Operasi katarak kongenital dilakukan bila reflek fundus tidak tampak, biasanya bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih muda bila telah dapat dilakukan pembiusan.1

Pengobatan katarak kongenital bergantung pada:

1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya, segera setelah terlihat.

2. Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau segera sebelum terjadi juling, bila terlalu muda akan memudahkan terjadi amblioplia bila tidak dilakukan tindakan segera, perawatan untuk ambliopia sebaiknya dilakukan sebaik-baiknya.

3. Katarak bilateral partial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga sementara dapat dicoba dengan kaca mata atau midriatika, bila terjadi kekeruhan yang progresif disertai dengan mulainya tanda-tanda juling dan ambliopia maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik.1

Komplikasi pembedahan katarak

1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik mata depan yang merupakan risiko terjadinya glaukoma atau traksi pada retina

2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrus melalui insisi bedah pada periode paska operasi dini. Pupil mengalami distorsi.

3. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun  jarang terjadi(< 0.3%), pasien datang dengan mata merah yang terasa nyeri,

(10)

penurunan tajam penglihatan, pengumpulan sel darah putih di bilik mata depan (hipopion).

4. Edema makular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai dengan hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring

waktu namun dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.9 J. Prognosis

Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat.16

Dari hasil penelitian Gunawan dan Heru di rumah sakit dokter Sardjito tahun 1996 menghasilkan kesimpulan bahwa metode EKEK dibarengi dengan pemasangan IOL mengalami kemajuan tajam penglihatan. Sedangkan komplikasi yang ditimbulkan tidak terlalu banyak sehingga metode ini masih sesuai digunakan untuk menangani katarak kongenital.

(11)

BAB III

PENUTUP

A.

Kesimpulan

Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun, Katarak kerap disebut-sebut sebagai penyebab kebutaan nomor satu di Indonesia. Bahkan, mengacu pada data World Health Organization (WHO), sebagaimana dipublikasikan melalui situs www.who.int, katarak menyumbang sekitar 48%

(12)

kasus kebutaan di dunia, Katarak kongenital terjadi kira-kira 3:10.000 dari kelahiran hidup. Dan 2/3 kasusnya adalah katarak bilateral.

Penyebab katarak kongenital bisa bermacam-macam. Sebagian katarak bersifat idiopatik atau herediter. Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan kelainan kromosom, misalnya sindrom down, sindrom lowe, dan sindrom marfanpersisten hyperplastic primary vitreous (PHPV) unilateral juga dikatakan sebagai etiologinya. Penyebab lainnya adalah infeksi, misalnya infeksi toxoplasma dan rubella kelainan metabolik seperti galaktosemia, hipoglikemia, dan kondisi anoreksia juga dapat menimbulkan katarak.

Katarak kongenital terdiri dari beberapa jenis yaitu; katarak polaris anterior, katarak polaris posterior, katarak zonularis, katarak membranasea, katarak totalis. Hilangnya pengelihatan tanpa rasa nyeri, rasa silau, kelainan refraksi, merupakan gejala-gejala katarak yang sering kali timbul. Diagnosis banding dari katarak kongenital adalah lentikonus dan Retinoblastoma Dapat didiagnosis dengan CT scan kepala, USG mata, Pemeriksaan cairan serebrospinal, Pemeriksaan sumsum tulang.

  Terapi pada katarak kongenital sudah dapat dilakukan pembedahan pada usia 2 bulan pada satu mata. Paling lambat mata yang lainnya sudah dilakukan pembedahan bila bayi berusia 2 tahun, pada katarak total sebaiknya operasi dilakukan pada waktu bayi berusia 7 bulan sebab operasi pada usia yang lebih tua akan menyebabkan penurunan kemampuan penglihatan atau ambliopia.

Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yangmemerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat.

(13)

1. Untuk mencegah komplikasi sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya  jika sudah memenuhi syarat.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk teknik-teknik operasi katarak kongenital yang baru guna meminimalisir angka komplikasi post operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. ilmu Penyakit Mata. Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2005 2. Ilham. 2009. Epidemiologi Katarak, di akses dari

http://www.scribd.com/doc/20283414/EPIDEMIOLOGI-KATARAK  tanggal 25  Januari 2011.

3. Widyaningtyas E, Operasi Katarak Tak Lagi Menakutkan. Solo Pos 7 November 2009; hal 7.

4. Dorland. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Ed 25. Jakarta: EGC; 1998.

5. Kanski JJ. Clinical Ophtalmologi. 5th Ed. China: Butter Worth Heinmann; 2003 6. Ghozie M. Handbook of Ophtalmology A Guide to Medical Examination. 2nd Ed.

(14)

7. Gunawan W. Oftalmologi Pediatri dalam ilmu kesehatan mata Ed 4.

 Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada; 2007

8. Bashour M. Cataract Congenital. Emedicine (digital version). Quebec City. 2009.

9. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Ophtalmologi. Jakarta: Erlangga; 2006.

10.Medicastore. Kanker mata anak : Retinoblastoma diakses dari

http://medicastore.com/penyakit/1052/Retinoblastoma.html tanggal 25  Januari 2011.

11.Suhardjo SU, Sasongko BM, Anugrahsari S. Ilmu kesehatan mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada; 2007 12.Santoso J. Opthalmology Paper (versi digital). Yogyakarta. 2005.

13.Akmam S, Azhar Z, Katarak dan Perkembangan Operasinya. Dalam Cermin Dunia Kedokteran No. 21, 1981: hal 26-27.

14.Gunawan W, Heru DS. Tinjauan extraksi katarak ekstrakapsuler dan

pemasangan lensa intraokuler bilik belakang pada katarak congenital di RSUP dr. Sardjito. Ophtalmologica Indonesia, 1996, 16(3):139-142.

15.Ilyas S, Malingkay H, Taim H, dkk. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran Ed. 2. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2002

16.Shock JP, Harper RA. Oftalmologi Umum Vaughan DG Asbury T. Jakarta: EGC; 2002 h:288-289

(15)

Ini adalah tembolok Google' untuk http://exdeath-health.blogspot.com/. Gambar ini adalah jepretan laman seperti yang ditampilkan pada tanggal 27 Jun 2011 22:58:28 GMT. Sementara itu, halaman tersebut mungkin telah berubah. Pelajari Selengkapnya

Versi hanya teks

Berikut adalah frasa penelusuran yang disorot:ambliopia pada miopia

PEDOMAN PENGOBATAN PENYAKIT

Definisi penyakit, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan tambahan, diagnosa banding, komplikasi, terapi yang dianjurkan serta prognosa penyakit

Senin, 10 Maret 2008

Kelainan Refraksi

MIOPIA

BATASAN

Kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina

PATOFISIOLOGI

(16)

panjangnya bola mata akibat :

1.Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai

miopia

aksial

2.Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut

miopia

kurvatura/refraktif  3.Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya

pada

diabetes mellitus.

Kondisi ini disebut

miopia

indeks

4. Miopi karena perubahan posisi lensa

Posisi lensa lebih ke anterior, misalnya pasca operasi glaukoma GEJALA KLINIS

Gejala utamanya kabur melihat jauh Sakit kepala (jarang)

Cenderung memicingkan mata bila melihat jauh (untuk mendapatkan efek pinhole), dan selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda

pada

mata

Suka membaca, apakah hal ini disebabkan kemudahan membaca dekat masih belum diketahui dengan pasti.

PEMBAGIAN

Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi : 1.

miopia

ringan : ∫-0,25 D s/d ∫-3,00 D 2. myopia sedang : ∫-3,25 D s/d ∫-6,00 D 3. myopia berat : ∫-6,25 D atau lebih Berdasarkan perjalanan klinis, dibagi :

1. myopia simpleks : dimulai

pada

usia 7-9 tahun dan akan bertambah sampai anak berhenti tumbuh ( ±20 tahun )

2. myopia progresif/maligna : myopia bertambah secara cepat ( ± 4.0 D / tahun ) dan

sering disertai perubahan vitero-retinal

ada satu tipe

miopia pada

anak dengan

miopia

10 D atau lebih yang tidak berubah sampai dewasa

DIAGNOSIS/CARA PEMERIKSAAN Refraksi Subyektif 

Metoda ‘trial and error’

 Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki

(17)

Mata diperiksa satu persatu

Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif  Refraksi Obyektif 

a.Retinoskopi : dengan lensa kerja ∫+2.00 pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop (against

movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi

b.Autorefraktometer (komputer) PENATALAKSANAAN

1.Kacamata

Koreksi dengan lensa sferis negatif terlemah yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik

2.Lensa kontak

Untuk : anisometropia Myopia tinggi

3.Bedah refrakstif 

a. bedah refraktif kornea : tindakan untuk mengubah kurvatura permukaan anterior kornea ( Excimer laser, operasi lasik )

b. bedah refraktif lensa : tindakan ekstraksi lensa jernih, biasanya diikuti dengan implantasi lensa intraokuler

KOMPLIKASI

1.Ablatio retina terutama

pada

myopia tinggi 2.Strabismus

a.esotropia bila myopia cukup tinggi bilateral b.bexotropia

pada

myopia dengan anisometropia

3.Ambliopia terutama

pada

myopia dan anisometropia

HIPERMETROPIA BATASAN

Kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi ) akan dibias membentuk bayangan di belakang retina

PATOFISIOLOGI

1.Hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari normal 2.Hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari

(18)

normal

3.Hipermetropia indeks karena indeks bias mata lebih rendah dari normal GEJALA KLINIS

1.Penglihatan jauh kabur, terutama

pada

hipermetropia 3 D atau lebih, hipermetropia

pada

orang tua dimana amplitude akomodasi menurun

2.Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang atau penerangan kurang

3.Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat

pada

penggunaan mata yang lama dan membaca dekat

4.Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif=eye strain) terutama bila melihat

pada

jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas dalam waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll

5.Mata sensitif terhadap sinar

6.Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia

7.Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti oleh konvergensi yang berlebihan pula

PEMBAGIAN

Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi : 1. Hipermetropia ringan : ∫-0,25 s/d ∫-3,00 2. Hipermetropia sedang : ∫-3,25 s/d ∫-6,00 3. Hipermetropia berat : ∫-6,25 atau lebih Berdasarkan kemampuan akomodasi, dibagi :

1.Hipermetropia laten : kelainan hipermetropik yang dapat dikoreksi dengan tonus otot siliaris secara fisiologis, di mana akomodasi masih aktif 

2.Hipermetropia manifes, dibagi :

a.Hipermetropia manifes fakultatif : kelainan hipermetropik yang dapat dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya atau dengan lensa sferis positif 

b.Hipermetropia manifes absolut : kelainan hipermetropik yang tidak dapat dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya

3. Hipermetropia total :

Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia DIAGNOSIS/CARA PEMERIKSAAN

Refraksi Subyektif  Metoda ‘Trial and Error’

 Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki

Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita Mata diperiksa satu persatu

(19)

Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif 

Pada

anak-anak dan remaja dengan visus 6/6 dan keluhan asthenopia akomodativa dilakukan tes sikloplegik, kemudian ditentukan koreksinya

Refraksi Obyektif 

a.retinoskopi : dengan lensa kerja ∫+2.00, pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak searah dengan arah gerakan retinoskop ( with movement), kemudian dikoreksi dengan lensa sferis positif sampai tercapai netralisasi

b.autorefraktometer (komputer) PENATALAKSANAAN

1.Kacamata

Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik

2.Lensa kontak

Untuk : anisometropia Hipermetropia tinggi KOMPLIKASI

1.Glaukoma sudut tertutup

2.Esotropia

pada

hipermetropia >2.0 D

3.Ambliopia terutama

pada

hipermetropia dan anisotropia. Hipermetropia merupakan penyebab tersering

ambliopia pada

anak dan bisa bilateral ASTIGMATISME

BATASAN

Suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak

pada

satu titik tetapi lebih dari satu titik.

PATOFISIOLOGI

1.Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur 2.Adanya kelainan

pada

lensa dimana terjadi kekeruhan

pada

lensa 3.Intoleransi lensa atau lensa kontak

pada

postkeratoplasty

4.Trauma

pada

kornea 5.Tumor

GEJALA KLINIS

1.Pengelihatan kabur atau terjadi distorsi

2.Pengelihatan mendua atau berbayang - bayang 3.Nyeri kepala

(20)

PEMBAGIAN

Berdasarkan posisi garis focus dalam retina Astigmatisme dibagi menjadi 1.Astigmatisme Reguler

Dimana didapatkan dua titik bias

pada

sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling tegak lurus

pada

bidang yang lain sehingga

pada

salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari

pada

bidang yang lain.

a.Astigmatisme With the Rule

Bila

pada

bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari

pada

bidang horizontal.

b.Astigmatisme Against the Rule

Bila

pada

bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari

pada

bidang vertikal

2.Astigmatisme Irreguler

Dimana titik bias didapatkan tidak teratur

Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal

pada

retina Astigmatisme dibagi : 1.Astigmatisme

Miopia

Simpleks

2.Astigmatisme

Miopia

Kompositus 3.Astigmatisme Hiperopia Simpleks 4.Astigmatisme Hiperopia Kompositus 5.Astigmatisme Mixtus

DIAGNOSIS

Refraksi Subjektif  1.Trial and Error

2.Pemeriksaan Fogging Technique dengan grafik Astigmatisme 3.Cross Cylinder Technique

Refraksi Objektif  1.Retinoskopi 2.Refraktometri 3.Topografi kornea 4.Keratometri PENATALAKSANAAN 1.Kaca Mata 2.Lensa Kontak 3.LASEK  4.Astigmatisme Keratotomy PRESBIOPIA BATASAN

Suatu kelainan refraksi simana hilangnya daya akomodasi terjadi bersamaan dengan proses penuaan.

(21)

PATOFISIOLOGI

Adanya proses penuaan membuat daya akomodasi lensa menjadi semakin lemah. GEJALA KLINIS

1.Pengelihatan kabur

pada

jarak dekat maupun jarak jauh.

2.Kesulitan

pada

waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil, untuk

membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan objek yang dibacanya

3.Pengelihatan kabur bertambah seiring dengan usia. DIAGNOSIS

1.Kartu SNELLEN 2.Kartu Jaeger

PENATALAKSANAAN

1.Kaca Mata bifocal atau trifokal

Dengan pedoman bila diatas 40 tahun ditambah S+1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya ditambah S+0.50

2.Conductive Keratoplasty

Diposkan oleh ExDeath di 02:42 2 komentar

Jumat, 07 Maret 2008

Ulkus Kornea

Definisi

 Tukak kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian  jaringan kornea. Terbentuknya ulkus

pada

kornea mungkin banyak ditemukan oleh

adanya kolagenase oleh sel epitel baru dan sel radang.

Dikenal dua bentuk tukak

pada

kornea yaitu sentral dan marginal / perifer. Tukak kornea perifer dapat disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun dan infeksi. Infeksi

pada

kornea perifer biasanya oleh kuman Stafilokok aureus, H. influenza dan M. lacunata.

Etiologi

Penyebab tukak kornea : 1.Infeksi bakteri

Bakteri yang sering menyebabkan tukak kornea adalah Streptokokus alfa hemolitik, Stafilokokus aureus, Moraxella likuefasiens, Pseudomonas aeroginosa, Nocardia asteroids, Alcaligenes sp, Streptokokus anaerobic, Streptokokus beta hemolitik,

(22)

Enterobakter hafniae, Proteus sp, Stafilokokus epidermidis, infeksi campuran Erogenes dan Stafilokokus aureus.

2.Infeksi jamur 3.Infeksi virus

4.Defisiensi vitamin A

5.Lagophtalmus akibat parese N. VII dan N.III 6.Trauma yang merusak epitel kornea

7.Ulkus Mooren

Macam Tukak Kornea

Berdasarkan bentuknya tukak kornea dibagi menjadi : 1.Marginal

2.Fokal 3.Multifokal

4.Difus disertai masuknya pembuluh darah kedalamnya

Perjalanan Penyakit Tukak Kornea 1.Progresif 

Pada

proses kornea yang progresif dapat terihat, infiltrasi sel lekosit dan limfosit yang memakan bakteri atau jaringan nekrotik yang terbentuk.

2.Regresif 

3.Membentuk jaringan parut

Pada

pembentukan jaringan parut akan terdapat epitel, jaringan kolagen baru dan fibroblast.

Berat ringannya penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien, besar dan virulensi inokulum.

Gejala Klinis 1.Mata merah

2.Sakit mata ringan hingga berat 3.Fotofobia

4.Penglihatan menurun

5.Kekeruhan berwarna putih

pada

kornea

Gejala yang dapat menyertai adalah terdapatnya penipisan kornea, lipatan

Descemet, reaksi jaringan kornea (akibat gangguan vaskularisasi iris), berupa suar, hipopion, hifema dan sinekia posterior.

Pada

tukak kornea yang disebabkan oleh jamur dan bakteri akan terdapat defek epitel yang dikelilingi PMN. Bila infeksi disebabkan virus, akan terlihat reaksi hipersensitifitas disekitarnya.

Biasanya kokus gram positif, Stafilokokus aureus dan Streptokokus pneumoni akan memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjung,

berwarna putih abu-abu

pada

anak tukak yang supuratif. Daerah kornea yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel radang.

(23)

cepat, bahan purulen berwarna kuning hijau terlihat melekat

pada

permukaan tukak.

Bila tukak disebabkan jamur maka infiltrat akan berwarna abu-abu dikelilingi infiltrat halus disekitarnya (fenomena satelit).

Bila tukak berbentuk dendrite akan terdapat hipestesi

pada

kornea. Tukak yang berjalan cepat dapat membentuk descemetokel atau terjadi perforasi kornea yang berakhir dengan membuat suatu bentuk lekoma adheren.

Bila proses

pada

tukak berkurang maka akan terlihat berkurangnya rasa sakit, fotofobia, berkurang infiltrate

pada

tukak dan defek epitel kornea menjadi bertambah kecil.

Pemeriksaan Penunjang

Dengan pemeriksaan biomikroskopi tidak mungkin untuk mengetahui diagnosis kausa tukak kornea.

 Tukak kornea akan memberikan kekeruhan berwarna putih

pada

kornea dengan defek epitel yang dengan pewarnaan fluorescein akan berwarna hijau ditengahnya. Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel radang

pada

kornea.

Diagnosis laboratorium tukak kornea adalah keratomalasia dan infiltrate sisa karat benda asing.

Pemeriksaan laboratorium sangat berguna untuk membantu membuat diagnosa kausa. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan melakukan sediaan hapus yang menggunakan larutan KOH.

Sebaiknya

pada

setiap tukak kornea dilakukan pemeriksaan agar darah, Sabouroud, Triglikolat dan agar coklat.

Pengobatan Tukak Kornea

Pengobatan umumnya untuk tukak kornea adalah dengan sikloplegik, antibiotika yang sesuai topical dan subkonjungtiva, dan pasien bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.

Pengobatan

pada

tukak kornea betujuan menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. Secara umum tukak diobati sebagai berikut :

 Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai incubator.

Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari.

Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder. Debridement sangat membantu penyembuhan.

Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali keadaan berat.

Pengobatan dihentikan bila terjadi epitelisasi dan mata terlihat tenang kecuali bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1-2 minggu.

Pada

tukak kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila :

(24)

Dengan pengobatan tidak sembuh.

 Terjadinya jaringan parut yang menganggu penglihatan. Ulkus sentral

Ulkus sentral dibedakan 2 menjadi : ulkus kornea sentral dan ulkus kornea marginal. Etiologinya dapat berasal dari bakteri, virus maupun jamur. Mikroorganisme ini tidak mudah masuk ke kornea selama epitelnya sehat, sehingga diperlukan faktor

predisposisi seperti erosi

pada

kornea, keratitis neurotrofik atau pemakai

kortikosteroid atau imunosupresif, pemakai obat lokal anestetika, pemakai IDU, pasien Diabetes Mellitus, atau ketuaan.

 Tukak (ulkus) marginal

 Tukak marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat kelainannya. Sumbu memanjang daerah peradangan biasanya sejajar dengan limbus kornea. Diduga dasar kelainannya adalah suatu reaksi hipersensitivitas terhadap eksotoksin stafilokokus (kurang lebih 50%). Penyakit infeksi lokal dapat mengakibatkan

keratitis katarak atau keratitis marginal. Keratitis marginal biasanya terdapat

pada

pasien setengah umur, dengan adanya blefarokonjungtivitis atau

pada

orang tua, yang sering dihubungkan dengan reumatik dan debilitas.

 Tukak yang terdapat biasanya di bagian perifer kornea dan biasanya terjadi akibat reaksi alergi, toksik, infeksi dan penyakit kolagen vaskular.

Ulkus marginal juga dapat terjadi bersama-sama dengan radang konjungtiva yang disebabkan oleh Morazella, basil Koch Weeks atau Proteus Vulgaris.

Pada

beberapa keadaan, penyakit ini berhubungan dengan alergi makanan. Perjalanan penyakit ini bervariasi, dapat sembuh cepat, namun dapat pula kambuh dalam waktu singkat, dengan kemungkinan terdapatnya Streptococcus Pneumoniae, Haemophillus

Aegepty

pada

scapping.

Infiltrat dan tukak yang terlihat diduga merupakan timbunan kompleks antigen-antibodi dan secara histopatologi terlihat sebagai ulkus atau abses yang epitelial atau subepitelial.

Konjungtivitis angular disebabkan oleh Moraxella, menghasilkan bahan-bahan proteolitik yang mengakibatkan defek

pada

epitel.

Gejala yang timbul berupa : visus yang menurun disertai rasa sakit, fotofobia dan lakrimasi. Terdapat

pada

satu mata blefarospasme, injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang memanjang, dan dangkal. Terdapat unilateral, dapat tunggal atau

multipel dan daerah jernih antara kelainan ini dengan limbus kornea, dapat terbentuk neovaskularisasi dari arah limbus.

Pengobatan : antibiotik dengan steroid lokal, dapat diberikan setelah kemungkinan infeksi HSV disingkirkan. Pemberian steroid sebaiknya diberikan dapat jangka waktu singkat dengan disertai pemberian vitamin B dan C dosis tinggi.

Ulkus Mooren

(25)

dengan bagian tepinya bergaung dan berjalan progresif tanpa kecenderungan perforasi. Lambat laun ulkus ini akan mengenai seluruh kornea.

Merupakan tukak kornea idiopatik unilateral ataupun bilateral.

Pada

usia lanjut, sering disertai rasa sakit dan merah. Penyakit ini sering terdapat

pada

wanita usia pertengahan. Pasien terlihat sakit berat dan 25% mengalami billateral.

 Tukak ini menghancurkan membran Bowman dan stroma kornea, tidak terdapat neovaskularisasi

pada

bagian yang sedang aktif, bila kronik akan terlihat jaringan parut dan vaskularisasi. Jarang terjadi perforasi ataupun hipopion.

Proses yang terjadi kemungkinan kematian sel yang disusul dengan pengeluaran kolagenase.

Banyak pengobatan yang dicoba, namun belum ada yang memberikan hasil yang memuaskan.

Ulkus neuroparalitik

Ulkus ini terjadi karena adanya gangguan

pada

nervus V atau ganglion Gaseri.

Pada

penyakit ini, kornea atau mata menjadi anestetik, dan reflek kedip mata

hilang, sehingga benda asing

pada

kornea dapat bertahan lama tanpa memberikan keluhan dan kuman dapat berkembang biak tanpa dihambat daya tahan tubuh. Kemudian terjadi pengelupasan epitel dan stroma kornea, dan berkembang menjadi ulkus kornea.

Pengobatan : melindungi mata dan sering memerlukan tindakan blefarorafi. Ulkus serpens akut

 Tukak serpens atau ulkus serpenginosa akut berbentuk tukak kornea sentral yang menjalar denganbentuk khusus seperti binatang melata

pada

kornea. Penyakit ini berjalan cepat dan disebabkan oleh kuman pneumokok.

Penyakit ini banyak terdapat

pada

petani, buruh tambang, orang-orang jompo, orang dengan kesehatan yang buruk, atau pecandu alkohol dan obat bius. Biasanya didahului oleh trauma yang merusak epitel kornea sehingga mudah invasi ke dalam kornea.

Gejala : nyeri

pada

mata dan kelopak mata, silau, lakrimasi, dan visus menurun. Kornea terlihat keruh mulai dari sentral, dengan ciri khas ulkus yang berbatas lebih tegas

pada

sisi-sisi yang paling aktif disertai infiltrat yang berwarna kekuning-kuningan yang mudah pecah dan menyebabkan pembentukan tukak.

Ulkus menyebar di permukaan kornea kemudian merambat lebih dalam yang dapat diikuti dengan perforasi kornea. Ulkus ini ditandai dengan gejala khas berupa

adanya hipopion yang steril yang terjadi akibat rangsangan toksin kuman

pada

badan siliar.

Pada

konjungtiva terdapat tanda-tanda peradangan yang berat berupa injeksi konjungtiva dan injeksi siliar yang berat.

Pengobatan : antibiotik spektrum luas topikal tiap jam/lebih. Dapat ditambahkan penisillin subkonjungtiva.

Pada

keadaan yang lanjut, dilakukan keratoplasti.

Penyulit : perforasi kornea yang berlanjut menjadi endoftalmitis dan panoftalmitis. Ulkus kornea Pseudomonas aeroginosa

(26)

Infeksi Pseudomonas aeroginosa merupakan infeksi yang paling sering terjadi dan paling berat dari infeksi kuman pathogen gram negatif 

pada

kornea. Kuman ini mengeluarkan endotoksin dan sejumlah enzim ekstrasellular.

Diduga bahwa virulensi Pseudomonas

pada

kornea berhubungan erat dengan

produksi intracellular calcium activated protease yang mampu membuat kerusakan serat

pada

stroma kornea. Dahulu zat ini diduga kolagenase, akan tetapi sekarang disebut sebagai enzim proteoglycanolytik.

Secara morfologik P. aeroginosa tidak mungkin dibedakan dengan basil enterik gram negatif.lainnya

pada

pemeriksaan hapus.

Pada

pembiakan pseudomonas akan terdapat dua bentuk pigmen, piosianin dan fluorescein yang lebih nyata

pada

pengocokan tabung cairan media.

Koloni dalam agar darah akan berwarna kelabu gelap agak kehijauan. Bau manis yang tajam dikeluarkan media ini.

Lesi dimulai dari daerah sentral kemudian menyebar kesamping dan kedalam kornea.

Keratomikosis

Keratomikosis adalah suatu infek kornea oleh jamur.

Biasanya dimulai dengan suatu rudapaksa

pada

kornea oleh ranting pohon, daun, dan bagian tumbuh-tumbuhan.

Pada

masa sekarang infeksi jamur bertambah pesat dan dianggap sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotik dan kortikosteroid yang kurang tepat.

Gejala : sakit hebat

pada

mata dan silau setelah 5 hari -3 minggu post trauma.  Tukak terlihat menonjol di tengah kornea dan bercabang-cabang dengan

endothelium plaque.

Pada

kornea tedapat lesi gambaran satelit dan lipatan Descemet disertai hipopion.

Sebaiknya dilakukan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10%, dan biasanya ditemukan hifa. Bahkan

pada

agar Saboraud dilakukan dengan kerokan

pada

pinggir tukak kornea sesudah diberikan obat anestetikum, kemudian dibilas bersih dan dibiakkan

pada

suhu 37°C.

Pengobatan dengan antimikosis seperti nistatin. Bila tidak terlihat kemajuan dapat dilakukan keratoplasti. Penyulit : endoftalmitis.

Ulkus Ateromatosis

Ulkus ateromatosa adalah tukak terjadi

pada

jaringan parut kornea. Jaringan parut kornea atau sikatriks

pada

kornea sangat rentan terhadap serangan infeksi. Ulkus ateromatosis berkembang pesat ke segala arah.

Pada

ulkus ateromatosis sering terjadi perforasi dan diikuti panoftalmitis.

Keratoplasti merupakan tindakan yang tepat bila mata dan penglihatan masih dapat diselamatkan.

(27)

1.Ilyas, Sidarta, Prof. Dr, Sp M, Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga, Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2004.

2.Vaughan, Daniel G, Ashbury, Taylor, Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 14. 1996. Jakarta : Widya Medika

3.Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/SMF Ilmu Penyakit Mata RSU Dr. Soutomo 2006. Surabaya RSU Dr.Soetomo

Diposkan oleh ExDeath di 04:00 0 komentar

Uveitis Anterior

DEFINISI

Uveitis anterior adalah proses radang yang mengenai uvea bagian anterior. Struktur uvea terdiri dari 3 bagian, yaitu iris, badan silier, dan koroid yang merupakan

 jaringan vaskuler di dalam mata, terletak antara retina dan sklera.

Secara anatomis uvea dapat dibedakan menjadi uvea anterior yang terdiri dari iris dan badan silier, serta uvea posterior yang terdiri dari koroid

Sesuai dengan pembagian anatomisnya tersebut, maka uveitis juga dibedakan menjadi:

Uveitis anterior

Apabila mengenai iris (iritis), badan silier (siklitis), atau kedua-duanya (iridosiklitis). Uveitis posterior

Apabila mengenai jaringan koroid (koroiditis). Sering disertai dengan retinitis, disebut korioretinitis.

Panuveitis

Apabila mengenai ketiga lokasi tersebut diatas.

ETIOLOGI

1.Berdasarkan spesifitas penyebab: Penyebab spesifik (infeksi)

Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi,ataupun parasit yang spesifik. Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas

Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau antigen yang masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen antibodi dengan predileksi

pada

traktus uvea.

2.Berdasarkan asalnya: Eksogen

Pada

umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intra okuler, ataupun iatrogenik.

(28)

Dapat disebabkan oleh fokal infeksi di organ lain ataupun reaksi autoimun. 3.Berdasarkan perjalanan penyakit:

Akut

Apabila serangan terjadi satu atau dua kali, dan penderita sembuh sempurna diluar serangan tersebut.

Residif 

Apabila serangan terjadi lebih dari dua kali disertai penyembuhan yang sempurna di antara serangan-serangan tersebut.

Kronis

Apabila serangan terjadi berulang kali tanpa pernah sembuh sempurna di antaranya.

4.Berdasarkan reaksi radang yang terjadi: Non granulomatosa

Infiltrat yang terjadi terdiri dari sel plasma dan limfosit. Granulomatosa

Infiltrat yang terjadi terdiri dari sel epiteloid dan makrofag.

PATOFISIOLOGI DAN KOMPLIKASI

Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan adanya dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemi

perikorneal atau pericorneal vascular injection). Peningkatan permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor, sehingga terjadi peningkatan

konsentrasi protein dalam akuos humor.

Pada

pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu partikel-partikel kecil dengan

gerak Brown (efek tyndal). Kedua gejala tersebut menunjukkan proses keradangan akut.

Pada

proses keradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang di dalam BMD yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan hifema.

Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat

pada

endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu :

- mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang difagositirnya, biasanya dijumpai

pada

jenis

granulomatosa.

- punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat

pada

jenis non granulomatosa.

Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses keradangan akan berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi.

(29)

Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun

dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan

pada

bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil.

Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder.

Pada

uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa, yang menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata.

Apabila keradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di

dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).

Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia

pada

mata sebelahnya yang semula

sehat. Komplikasi ini sering didapatkan

pada

uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier.

Secara garis besar, patofisiologi dan komplikasi dari uvitis anterior dapat digambarkan dengan bagan berikut:

Dilatasi pembuluh darah kecil hiperemi perikorneal (pericorneal vascular injection)

Permeabilitas pembuluh darah ↑ ↓

Eksudasi iris edema, pucat, pupil reflex ↓ s/d hilang, pupil miosis

Migrasi sel-sel radang dan fibrin ke BMD BMD keruh, sel dan flare (+), efek tyndal (+)

Sel radang menumpuk di BMD hipopion (bila proses akut)

Migrasi eritrosit ke BMD hifema (bila proses akut)

Sel-sel radang melekat

pada

endotel kornea keratic precipitate

(30)

Sel-sel radang, fibrin, fibroblast menyebabkan

iris melekat

pada

kapsul lensa anterior sinekia posterior dan

pada

endotel kornea sinekia anterior

Sel-sel radang, fibrin, fibroblas menutup pupil seklusio pupil / oklusio pupil ↓

Gangguan pengaliran keluar cairan mata

dan peningkatan tekanan intra okuler glaukoma sekunder ↓

Gangguan metabolisme lensa lensa keruh, katarak komplikata ↓

Keradangan menyebar luas endoftalmitis, panoftalmitis ↓

Mengenai mata jiran symphatetic ophtalmia

GEJALA KLINIK 

Pada

anamnesa penderita mengeluh: Mata terasa ngeres seperti ada pasir. Mata merah disertai air mata.

Nyeri, baik saat ditekan ataupun digerakkan. Nyeri bertambah hebat bila telah timbul glaukoma sekunder.

Fotofobia, penderita menutup mata bila terkena sinar Blefarospasme.

Penglihatan kabur atau menurun ringan, kecuali bila telah terjadi katarak komplikata, penglihatan akan banyak menurun.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan:

- Kelopak mata edema disertai ptosis ringan.

- Konjungtiva merah, kadang-kadang disertai kemosis.

- Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus, dan keratic precipitate.

- Bilik mata depan keruh (flare), disertai adanya hipopion atau hifema bila proses sangat akut. Sudut BMD menjadi dangkal bila didapatkan sinekia. - Iris edema dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris bombans. Dapat pula dijumpai sinekia posterior ataupun sinekia anterior.

- Pupil menyempit, bentuk tidak teratur, refleks lambat sampai negatif. - Lensa keruh, terutama bila telah terjadi katarak komplikata.

- Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma sekunder. Pemeriksaan laboratorium

Penderita uveitis anterior akut dengan respon yang baik terhadap pengobatan non spesifik, umumnya tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut.

(31)

diagnosis etiologinya melalui pemeriksaan laboratorium.

Pada

penderita ini sebaiknya dilakukan skin test untuk pemeriksaan tuberkulosis dan toksoplasmosis. Untuk kasus-kasus yang rekurens (berulang), berat, bilateral, atau granulomatosa, perlu dilakukan tes untuk sifilis, foto Rontgen untuk mencari kemungkinan tuberkulosis atau sarkoidosis. Penderita muda dengan arthritis sebaiknya dilakukan tes ANA.

Pada

kasus psoriasis, uretritis, radang yang konsisten, dan gangguan pencernaan, dilakukan pemeriksaan HLA-B27 untuk mencari penyebab autoimun.

Pada

dugaan kasus toksoplasmosis, dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM.

DIAGNOSIS BANDING

Beberapa penyakit yang memberikan gejala menyerupai uveitis anterior antara lain konjungtivitis akut dan glaukoma akut. Adapun perbedaan dari masing-masing

penyakit tersebut adalah sebagai berikut:

TERAPI

 Tujuan utama dari pengobatan uveitis anterior adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi

penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.

Adapun terapi uveitis anterior dapat dikelompokkan menjadi:  Terapi non spesifik

1.Penggunaan kacamata hitam

Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat pemberian midriatikum.

2.Kompres hangat

Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat. 3.Midritikum/ sikloplegik

 Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat panyembuhan. Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah ada.

Midriatikum yang biasanya digunakan adalah: - Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes

- Homatropin 2% sehari 3 kali tetes - Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes 4.Anti inflamasi

(32)

berikut:

Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %. Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler : dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)

prednisolone succinate 25 mg (1 ml) triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml) methylprednisolone acetate 20 mg

Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik prednisone oral mulai 80 mg per hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.

Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali

Pada

pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi yang

mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder

pada

penggunaan lokal selama lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain

pada

penggunaan sistemik.

 Terapi spesifik

 Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang sering diberikan berupa antibiotik:

Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid

Per oral dengan Chloramphenicol 3 kali sehari 2 kapsul Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali

Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa memandang penyebabnya.

 Terapi terhadap komplikasi 1.Sinekia posterior dan anterior

Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior, perlu diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.

2.Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi

pada

uveitis anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain:

 Terapi konservatif:

timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam acetazolamide 250 mg tiap 6 jam

 Terapi bedah:

Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi.

sudut tertutup: iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS) dilakukan bedah

filtrasi.

(33)

3.Katarak komplikata

Komplikasi ini sering dijumpai

pada

uveitis anterior kronis. Terapi yang diperlukan adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan keadaan dan jenis katarak serta kemampuan ahli bedah.

PROGNOSIS

Dengan pengobatan, serangan uveitis non granulomatosa umumnya berlangsung beberapa hari sampai minggu dan sering kambuh. Uveitis granulomatosa

berlangsung berbulan-bulan sampai tahunan, kadang-kadang dengan remisi dan eksaserbasi, dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dengan penurunan penglihatan nyata walau dengan pengobatan yang terbaik.

Diposkan oleh ExDeath di 03:53 0 komentar

Retinitis

 Toxoplasmosis adalah suatu infeksi parasit sistemik disebabkan oleh toxoplasma gondii yang sering menyebabkan korioretinitis. Penyakit ini dapat ditemukan

pada

semua umut tetapi merupakan penyebab korioretinitis yang paling utama

pada

anak-anak. (1)

 Terdapat 2 bentuk toxoplasmosis dari cara penularannya (2) : 1. Bentuk kongenital

Parasit mencapai fetus melalui plasenta. Biasanya ibu tidak menunjukkan tanda-tanda toxoplasmosis yang jelas.

Pada

anak yang menujukkan toxoplasmosis

terdapat juga peninggian titer toxoplasmosmin

pada

ibu pda waktu infeksi inutero terhadap bayi, ibu belum mempunyai antibodi yang cukup. Bila sebelum ibu

melahirkan telah mempunyai antibodi yang cukup, maka anak akan mati akibat reaksi antigen-antibodi dari ibu terhadap anaknya. Kelainan mata ditemukan biasanya bilateral.

2. Bentuk dewasa

Parasit ini ditemukan pda darah, liur, urin dan kototran binatang openjamu (host). Manusia dapat terkontaminasi dengan bahan yang mengandung parasit ini :

a. Terutama melalui jalan napas b. Makanan yang kotor/mentah.

Walaupun penularan lebih mudah terjadi tetapi hanya 1% populasi yang terinfeksi yang menunjukkan tanda-tanda korioretinitis. Kelainan

pada

mata biasanya

unilateral.

Kelainan sistemik yang dapat terlihat

pada

toxoplasmosis ialah (1) : 1. Limfadenopati

(34)

2. Erupsi eksamtematosa 3. Pneumoni

4. Meningoensefalitis 5. Hepatitis (ikterus) 6. Miokarditis.

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN RETINITIS AKIBAT TOXOPLASMOSIS

A. Diagnosis

 Toxoplasmosis Okuler

 Toxoplasma dianggap sebagai penyebab 30-50% uveitis posterior. Syamsoe

pada

penelitiannya dalam periode Januari 1981 – Maret 1982 terhadap 144 penderita uveitis menemukan 8 (5,56%) kasus disebabkan oleh toksoplasmosis. Selain menyebabkan uveitis, Toxoplasmosma gondii menyebabkan retinitis. Selanjutnya dapat menjadi retinokoroditis dan papilitis. Sejak kurang lebih 65 tahun yang lalu yaitu ketika sejenis protozoa yang bentuknya mirip Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan oleh Janku seorang oftalmolog Tsejechoslowakia

pada

jaringan mata seorang penderita toksoplasmosis kongenital, toksopmasmosis okuler sering

ditemukan sebagai penyebab retinokoroiditis. Parasit ini dalam retina akan berada di lapisan yang paling atas yaitu lapisan serabut saraf retina. Parasit ini yang

hidupnya intrasel dapat menetap di dalam kista untuk waktu yang lama selama viulensinya rendah dan daya tahan hospes tinggi (5).

 Toksoplasmosis okuler dikenal mempunyai 2 bentuk yaitu kongenityal dan didapat. Gambaran klinik toksoplasmosis okuler antara lain :

Gejala subyektif berupa :

1. Penurunan tajam penglihatan

a. Lesi retinitis atau retinokoroiditis di daerah sentral retina yang disebut makula atau daerah antara makula dan N. optikus yang disebut papilomuskular/bundle. b. Terkenanya nervus optikus.

c. Kekeruhan vitreus yang tebal. d. Edema retina

2. Biasa tidak ditemukan rasa sakit, kecuali bila sudah timbul gejala lain yang

menyertai yaitu iridosiklitis atau uveitis anterior yang juga disertai rasa silau.

Pada

keadaan ini ,mata menjadi merah.

3. “Floaters” atau melihat bayangan-bayangan yang bergerak-gerak oleh adanya sel-sel dalam korpus vitreus.

4. Fotopsia, melihat kilatan-kilatan cahaya yang menunjukkan adanya tarikan-tarikan terhadap retina oleh vitreus.

Gejala obyektif berupa :

1. Mata tampak tenang.

Pada

anak-anak sering ditemukannya strabismus. Ini terjadi bila lesi toksoplasmosis kongenital terletak di daerah makula yang

diperlukan untuk penglihatan tajam dan dalam keadaan normal berkembang sejak lahir sampai usia 6 tahun. Akibat adanya lesi, mata tidak dapat berfiksasi sehingga

(35)

kedudukan bola mata ini berubah ke arah luar.

2.

Pada

pemeriksaan oftalmoskop tampak gambaran sebagai berikut :

a. Retinitis atau retinikoroiditis yang nekrotik. Lesi berupa fokus putih kekuningan yang soliter atau multipel, yang terletak terutama di polus posterior, tetapi dapat  juga di bagian perifer retina.

b. Papilitis atau edema papil. c. Kelainan vitreus atau vitritis.

Pada

vitritis yang ringan akan tampak sel-sel. Sering sekali vitritis begitu berat, sehingga visualisasi fundus okuli terganggu.

d. Uveitis anterior atau iridosiklitis, dan skleritis

Gejala ini dapat mengikuti kelainan

pada

segmen posterior mata yang mengalami serangan berulang yang berat (5).

 Toxoplasma jarang sekali meninvasi korpus vitreum karena sifatnya yang merupakan parasit intraseluler. Retina merupakan bagian yang paling sering terinfeksi dan mengalami kerusakan terparah. Pengetahuan mengenai sifat organisme maupun siklus hidupnya dapat membantu menjelaskan perjalanan penyakit dan memudahkan seorang dokter untuk menegakkan diagnosis. Patogenesis Toxoplasmosis Okuler

 Toxoplasma gondii bersifat neurotrofik dan telah ditunjukkan

pada

lokasinya di dalam retina mata manusia. Struktur yang berdekatan dengan koroid, sklera dan vitrues secara sekunder terlibat. Sebuah daerah granuloma dibentuk di retina, berisi zona sentraldari nekrosis dan leukosit polimorfonuklear. Sebuah zone dari sel

plasma, limfosit, dan sel raksasa mengelilingi daerah nekrosis. Bentuk trofozoit dan kista dari toxoplasma biasanya mudah ditunjukkan

pada

retina yang terkena.

Susunan retina mengalami kerusakan menyeluruh secara lokal. Keterlibatan respon radang yang hebat menyebabkan jumlah kerusakan jaringan yang layak. Debris seluler daneksudat radang dilepaskan ke dalam cavum vitreus dari retinitis aktif.   Toxoplasmosis Kongenital

 Transmisi kongenital toxoplasmosis sering terjadi ketika seorang wanita terinfeksi  Toxoplasma gondii sewaktu hamil. Transmisi transplasentar terjadi

pada

33-24%

dari kasus. Bayi yang lahir dari wanita yang mempunyai antibodi terhadap toxoplasma gondii sebelumnya tidak akan menderita toxoplasmosis kongenital. Seorang ibu yang mempunyai seorang anak yang menderita toxoplasmosis kongenital umumnya tidak akan mendapatkan anak yang terinfeksi lagi, tetapi beberapa artikel terakhir menunjukkan kemungkinan tersebut

pada

infeksi kronis intrauterin. Penyakit yang diderita janin umumnya lebih berat daripada ibunya.  Transmisi tranplasental Toxoplasmosis gondii meningkat ketika terjadi

pada

trimester kedua dan ketiga kehamilan, akan tetapi penyakit yang diderita oleh janin akan lebih parah ketika infeksi terjadi

pada

trimester pertema. (3)

Infeksi toxoplasma transplasenta menyebabkan 45% bayi menunjukkan

(36)

kejadian tersebut

pada

toxoplasmosis kongenital. Infeksi prenatal dapat

menyebabkan kematian atau retardasi yang berat

pada

15% bayi yang menderita toxoplasmosis kongenital. 19% dari toxoplasma kongenital menunjukkan gejala penyakit yang ringan bahkan tampak normal

pada

bayi yang terinfeksi. Bukti menunjukkan infeksi retina yang terjadi

pada

kasus yang ringan tidak

memperlihatkan gejala sampai beberapa tahun. (7)

 Toxoplasmosis kongenital cenderung bilateral (85%), sedangkan toxoplasmosis didapat unilateral. Toxoplasmosis didapat biasa dianggap sebagai aktivasi dari bentuk kongenital.

Pada

keadaan ini kista pecah sehingga timbul retinitis yang aktif. Toxoplasmosis didapat yang paling menyulitkan oftalmolog, karena walaupun telah diberikan pengobatan yang sesuai, penyakit ini merusak bagian vital dari retina sehingga sebagain besar penderita dengan penyakit ini menjadi buta (5). Perkiraan infeksi intrauterin toxoplasma di Amerika Serikat berkisar antara 4.200 sa,pai 16.800 kasus per tahun. Enchepalitis toxoplasma dilaporkan

pada

penderita immunocompromised dan umumnya

pada

penderita AIDS. Toxoplasma gondii juga dilaporkan sebagai salah satu penyebab terbanyak retinokhoroiditis dan uveitis posterior, yang terjadi terutama

pada

dekade kedua dan ketiga kehidupan (3). Insidens toxoplasmosis kongenital di berbagai negara adalah sebagai berikut : Belanda 6,5%, Norwegia 1%, New York 1,3%, Paris 1%. Angka pasti di Indonesia belumd iketahui namun kasus toxoplasmosis kongenital telah banyak dilaporkan. Banyaknya ibu hamil yang terinfeksi toxoplasmosis gondii dipengaruhi banyaknya faktor antara lain kebiasaan makan daging kurang matang adanya ookista di tanah sebagai sumber infeksi dan adanya kucing terutama yang dipelihara sebagai hewan kesayangan (4). Bila seorang ibu hamil mendapatkan infeksi primer maka ada

kemungkinan 40% janin yang dikandung terinfeksi toxoplasmosis gondii. Akibat yang dapat terjadi adalah abortus, lahir mati, kelahiran prematur, atau bagi bayi yang dilahirkan menderita toxoplasmosis gondii (3).

 Triad klasik toxoplasmosis kongenital adalah hidrosefalus, klasifikasi serebral dan koreoarefinitis. Koreoafinitis merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan dan dapat pula gejala satu-satunya. Selanjutnya

pada

anak yang menderita

toxoplasmosis kongenital tersebut dapat terjadi kebutaan, strabismus, atau mikrophthalmia dan berbagai kelainan organ lain (4).

Manifestasi Klinik

Bila ibu hamil terinfeksi toxoplasma, dapat terjadi beberapa kemungkinan

pada

 janin :

1. Abortus atau lahir mati 2. Bayi tidak terinfeksi

3. Bayi terinfeksi tanpa gejala klinik

4. Bayi terinfeksi tanpa gejala klinik

pada

mulanya, kemudian timbul gejala klinik di kemudian hari

5. Bayi terinfeksi dengan gejala subklinik. 6. Bayi terinfeksi dengan gejala sistemik.

7. Bayi terinfeksi dengan gejala neurologik dengan atau tanpa korioretinitis. 8. Bayi terinfeksi dengan gejala korioretinitis (6)

(37)

Apakah toksoplasmosis dapat menyebabkan abortus atau lahir mati masih

merupakan kontroversi. Telah dilaporkan toksoplasmosis sebagai penyebab abortus habitualis atau lahir mati. Peneliti lain berpendapat bahwa kemungkinan abortus disebabkan toksoplasma sangat kecil (6).

Sebanyak 90% kasus merupakan kasus asimtomatik bila diperiksa secara biasa, tetapi bila dilakukan pemeriksaan teliti meliputi funduskopi mungkin hanya sekitar 60% kasus yang merupakan kasus asimtomatik. Satu-satunya cara pembuktian

pada

kasus asimtomatik adalah pemeriksaan serologi baik

pada

ibu maupun bayi. Diantara 5 kasus yang lahir di RSCM, sebanyak 2 kasus tidak menunjukkan gejala klinik (6).

Pada

penelitian jangka panjang terhadap bayi yang semula asimtomatik ternyata timbul gejala klinik di kemudian hari. Korioretinitis dapat timbul beberapa tahun kemudian. Terjadinya tuli bilateral, mikrosefalsu dan IQ yang rendah meningkat

pada

ibu yang mempunyai antibodi tinggi. Rendahnya IQ dilaporkan pula

pada

kasus toksoplasma kongenital subklinik. Bila terdapat kasus asimtomatik tersebut diberikan pengobatan, risiko menurunnya IQ akan berkurang. Dapat terjadi pula hidrosefalus, kejang, disfungi serebralis, atau rekativasi toxoplasma serebral (6)  Toxoplasma tidak mempunyai efek teratogenik dan semua kelainan disebabkan oleh

proses destruksi dan inflamasi selain efek destruksi langsung, terdapat

kemungkinan bahwa kerusakan jaringan disebabkan respon imunologik jaini

terhadap parasit. Munculnya korioretinitis beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian mendukung kemungkinan ini.

Manifestasi klinik dapat dibagi menjadi kasus dengan gejala neurologik dan kasus dengan gejala sistemik. Korioretinitis merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan dan dapat pula merupakan gejala satu-satunya. Lebih tepat disebut sebagai retinokoroiditis karena organisme bersarang

pada

retina dan

mengakibatkan retinitis nekrotikans primer dengan terkenanya koroid secara sekunder. Makula merupakan daerah yang paling sering terkena dan lesi biasanya ditemukan bilateral. Lesi aktif 

pada

mulanya berwarna kekuningan dengan batas tidak jelas tertutup eksudat. Bila terjadi kerusakan hebat, terlihat sklera yang

keputihan dengan hiperpigmentasi tepi retina dan jaruingan parut gliotik. Besar lesi dapat mencapai 3-4 kali diameter diskus. Lesi dapat pula multipel atau unilateral, atau lesi mengenai makula

pada

satu mata dn mengenai bagian perifer retina

pada

mata lain (6).

Pecahnya kista

pada

tepi berpigmen dari jaringan parut retina menyebabkan lepasnya organisme kemudian membentuk lesi satelit kecil di sekitar lesi primer. Gangguan visus dapat berupa skotoma sampai buta total tergantung luasnya lesi. Dapat pula bermanifestasi sebagai

miopia

atau strabismus. Reaktivasi korioretinitis dapat terjadi setiap waktu (6).

 Telah diperkirakan bahwa 11% dari anak-anak yang lahir dari ibu yang terinfeksi dengan toksoplasmosis akut akan berkembang menjadi toxoplasmosis umum yang gawat, yang mungkin dapat berakibat fatal. Kebanyak dari bayi-bayi ini akan

memiliki penyakit okuler bilateral dan 1,2% akan hanya memiliki penyakit okluer dengan tidak ada bukti lain dari penyakit sistemik.

Gambar

Gambar 1. Anatomi mata
Gambar 1. Anatomi mata
Gambar 2. Sudut kamera anterior dan struktur-struktur sekitarnya.
Gambar 4. Balita dengan katarak kongenital

Referensi

Dokumen terkait

adalah batasan yang penting untuk model yang dilakukan dengan. tahapan

Untuk pengujian goodness of fit yang diukur dengan koefisien determinasi (R 2 ) menunjukkan angka yang cukup besar yaitu sebesar 68,18%, berarti bahwa variasi perubahan

Enterprise Architecture Framework pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderan Achmad Yani dan menghasilkan suatu pemodelan sistem informasi dengan.. menggunakan

Pendeteksian dan analisa terhadap adanya serangan worm dan trojan dalam jaringan internet dapat dilakukan dengan cara memperhatikan dan menganalisa anomali yang terjadi

diintegrasikan langsung dengan teks; jarak antara baris dengan baris dua spasi (normal); kutipan tidak diapit dengan tanda petik (“---“), kutipan diberi petunjuk dalam

pemerintah kolonial dan juga dari para prajurit Pangeran Mangkubumi,. namun serangan tersebut akhirnya dapat dikalahkan oleh Raden Mas

Screenshut diatas ini ,saya hasilkan dari modal $102.xx, dari hasil diatas ini saya tidak sama sekali bangga atau puas ,melainkan hasil yang sangat bodoh bagi saya ,

pernyataan pada soal tertentu. Metode parafrase untuk memperoleh soal baru dilakukan dengan merumuskan kembali masalah ke domain matematika yang berbeda.