• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKOLOGI HEWAN HABITAT DAN RELUNG EKOLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKOLOGI HEWAN HABITAT DAN RELUNG EKOLOGI"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

EKOLOGI HEWAN

HABITAT DAN RELUNG EKOLOGI

Dosen Pengampu :

I GEDE SUDIRGAYASA, S.Pd.M.Pd.

Nama Penulis :

Gusti AYU ALIT MIRAH PURNAMI (14320001/VI)

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

SARASWATI

TABANAN

2017

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur penulis ucapkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat dan rahmatNya penulis bisa bekerja dan berhasil menyelesaikan tugas yang berjudul “Habitat dan Relung Ekologi” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan tugas ini sebagai syarat tugas serta mengulas materi yang berhubungan dengan mata kuliah kuliah Ekologi Hewan.

Dalam penulisan ini penulis mendapat bantuan dari pihak lain dalam penyelesaian tugas ini. Untuk itu, penulis mengucakan terima kasih kepada : 1. Bapak, I Gede Sudirgayasa,S.Pd.M.Pd. selaku dosen mata kuliah Ekologi

Hewan dan memberikan tugas didalam pembuatan Makalah yang akan di presentasikan di depan kelas.

2. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa tugas yang penulis buat masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan penulis. Untuk itu saran dan kritik yang konstuktif dari pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan dan pembuatan tugas selanjutnya.

Semoga dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Sebagai akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Tabanan, 13 Maret 2017

Ttd, Penulis

(3)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………....ii

DAFTAR ISI ………..iii

BAB I PENDAHULUAN ………...1

1.1LATAR BELAKANG ………..1

1.2BATASAN MASALAH ………...1

1.3TUJUAN PENULISAN ………...2

BAB II PEMBAHASAN ………3

2.1PENGERTIAN HABITAT DAN RELUNG EKOLOGI ……….3

2.2KONSEP HABITAT DAN KLASIFIKASINYA ………....10

2.3KONSEP RELUNG EKOLOGI ………...14

2.4RELUNG TROPHIK ……….14

2.5RELUNG HABITAT ……….15

2.6RELUNG MULTIDIMENSI ………15

2.7PEMISAHAN RELUNG ………...17

BAB III PENUTUP ………..18

3.1KESIMPULAN ………..19

3.2SARAN ………....19

(4)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Di lingkungan alam sekitar, kita dapat temui berbagai jenis makhluk hidup, baik dari golongan hewan, tumbuhan ataupun mikroorganisme. Ditanah yang lembab dan gembur sering di temukan berbagai jenis ikan, di rerumputan sering di temukan belalang, di semak belukar sering ditemukan ular. Mengapa masing - masing hewan tersebut lebih sering di temukan di tempat - tempat yang tertentu dan tidak sembarang tempat? Masalah kehadiran suatu populasi hewan di suatu tempat dan penyebaran (distribusi) spesies hewan tersebut di muka bumi ini, selalu berkaitan dengan masalah habitat dan relung ekologinya. Habitat secara umum menunjukkan bagaimana corak lingkungan yang ditempati populasi hewan, sedangkan relung ekologinya menunjukkan dimana dan bagaimana kedudukan populasi hewan itu relatif terhadap faktor - faktor abiotik dan biotik lingkungannya tersebut.

Secara sederhana habitat di artikan sebagai tempat hidup dari makhluk hidup atau diistilahkan juga dengan biotop. Untuk mudahnya, habitat seringkali diibaratkan sebagai ”alamat” dari populasi hewan, sedangkan relung ekologi dimisalkan sebagai “profesi” di alamat tersebut.

1.2BATASAN MASALAH

Adapun batasan masalah yang penulis buat, adalah sebagai berikut : 1) Apa pengertian dari habitat dan relung ekologi tersebut ?

2) Bagaimana konsep pada suatu habitat makhluk hidup beserta klasifikasinya ?

3) Bagaimana konsep relung ekologi ?

4) Apa yang dimaksud dengan relung trophik ? 5) Apa yang dimaksud dengan relung habitat ? 6) Apa yang dimaksud dengan relung multidimensi ?

(5)

2

7) Apa yang dimaksud dengan pemisahan relung tersebut ?

1.3TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan yang penulis harapkan, adalah sebagai berikut : 1) Mengetahui pengertian dari habitat dan relung ekologi

2) Mengetahui konsep pada suatu habitat makhluk hidup beserta klasifikasinya

3) Mengetahui konsep relung ekologi

4) Mengetahui yang dimaksud dengan relung trophik 5) Mengetahui yang dimaksud dengan relung habitat 6) Mengetahui yang dimaksud dengan relung multidimensi 7) Mengetahui yang dimaksud dengan pemisahan relung tersebut

(6)

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1PENGERTIAN HABITAT DAN RELUNG EKOLOGI

Organisme tidak dapat hidup sendiri di alam, tetapi selalu bersama - sama dengan spesies lain. Akan tetapi pada beberapa spesies, kehadiran spesies lain tidak berpengaruh tetapi pada beberapa khasus, spesies - spesies tersebut akan saling berinteraksi. Keberadaan interaksi ini menuju satu arah yaitu populasi suatu spesies akan berubah dengan kehadiran spesies kedua. Kehadiran suatu populasi hewan di suatu tempat dan penyebaran (distribusi)

spesies hewan tersebut di muka bumi ini, selalu berkaitan dengan masalah habitat dan relung ekologinya. Habitat secara umum menunjukkan bagaimana corak lingkungan yang ditempati populasi hewan, sedangkan relung ekologinya menunjukkan dimana dan bagaimana kedudukan populasi hewan itu relatif terhadap faktor - faktor abiotik dan biotik lingkungannya tersebut.

2.1.1 Pengertian Habitat

Habitat suatu populasi hewan pada dasarnya menunjukkan totalitas dari corak lingkungan yang di tempati populasi itu, termasuk faktor - faktor abiotik berupa ruang, tipe substratum yang di tempati, cuaca dan iklimnya serta vegetasinya.

2.1.1.1Definisi Habitat :

Habitat suatu organisme adalah tempat organisme itu hidup atau tempat kemana seseorang harus pergi untuk menemukan organisme tersebut. Istilah habitat banyak digunakan, tidak saja dalam ekologi tetapi dimana saja. Tetapi pada umumnya istilah ini diartikan sebagai tempat hidup suatu makhluk hidup.

2.1.1.2Contoh Beberapa Habitat :

1) Habitat Notonecta (sejenis binatang air) adalah daerah - daerah kolam, danau dan perairan yang dangkal yang penuh ditumbuhi vegetasi.

(7)

4

2) Habitat ikan mas (Cyprinus carpio) adalah di perairan tawar.

3) Habitat pohon durian (Durio zibhetinus) adalah di tanah darat dataran rendah.

4) Pohon enau / aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.). tumbuh di tanah darat dataran rendah sampai pegunungan. 5) Habitat serigala (Canis lupus) adalah di padang rumput. 6) Habitat orangutan (Simia pygmaeus) adalah di hutan,

terutama hutan hujan tropis.

7) Habitat eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.) hidup di perairan terbuka.

8) Habitat beruang kutub (Maritimus ursus) adalah di daerah kutub utara, sedanggkan habitat pinguin (Aptenodytes forsteri) adalah di kutub selatan.

2.1.1.3Arti Habitat Dari Berbagai Para Ahli :

Beberapa para ahli memiliki beberapa pandangan mengenai pengertian habitat, diantaranya :

1) Menurut Sambas Wirakusumah dalam Dasar - Dasar Ekologi, habitat adalah toleransi dalam orbit dimana suatu spesies hidup termasuk faktor lingkungan yang cocok dengan syarat hidupnya. Orbit adalah ruang kehidupan spesies lingkungan geografi yang luas, sedangkan habitat

menyatakan ruang kehidupan lingkungan lokasinya.

2) Morrison (2002) mendefinisikan habitat sebagai sumberdaya dan kondisi yang ada di suatu kawasan yang berdampak ditempati oleh suatu species. Habitat merupakan

organisme specific, ini menghubungkan kehadiran species, populasi, atau individu (satwa atau tumbuhan) dengan sebuah kawasan fisik dan karakteristik biologi. Habitat terdiri lebih dari sekedar vegatasi atau struktur vegetasi, merupakan jumlah kebutuhan sumberdaya khusus suatu

(8)

5

species. Dimanapun suatu organisme diberi sumberdaya yang berdampak pada kemampuan untuk bertahan hidup, itulah yang disebut dengan habitat.

2.1.1.4Tipe Habitat :

Habitat tidak sama dengan tipe habitat. Tipe habitat merupakan sebuah istilah yang dikemukakan oleh Doubenmire (1968:27-32) yang hanya berkenaan dengan tipe asosiasi vegetasi dalam suatu kawasan atau potensi vegetasi yang mencapai suatu tingkat klimaks. Habitat lebih dari sekedar sebuah kawasan vegetasi (seperti hutan pinus). Istilah tipe habitat tidak bisa digunakan ketika mendiskusikan hubungan antara satwa liar dan habitatnya. Ketika kita ingin menunjukkan vegetasi yang digunakan oleh satwa liar, kita dapat mengatakan asosiasi vegetasi atau tipe vegetasi didalamnya.

2.1.1.5Penggunaan Habitat :

Penggunaan habitat merupakan cara satwa menggunakan atau ”mengkonsumsi” (dalam suatu pandangan umum) pada suatu kumpulan komponen fisik dan biologi (sumber daya) dalam suatu habitat. Hutto (1985:458) menyatakan bahwa penggunaan habitat merupakan sebuah proses yang secara

hierarkhi melibatkan suatu rangkaian perilaku alami dan belajar suatu satwa dalam membuat keputusan habitat seperti apa yang akan digunakan dalam skala lingkungan yang berbeda.

2.1.1.6Kesukaan Habitat :

Johnson (1980) menyatakan bahwa seleksi merupakan proses satwa memilih komponen habitat yang digunakan. Kesukaan habitat merupakan konsekuensi proses yang menghasilkan adanya penggunaan yang tidak proporsional terhadap beberapa sumberdaya, yang mana beberapa sumberdaya digunakan melebihi yang lain.

(9)

6 2.1.1.7Ketersediaan Habitat :

Berikut pandangan dari beberapa ahli mengenai ketersediaan habitat, diantaranya sebagai berikut :

1) Wiens (1984:402) Ketersediaan habitat menunjuk pada aksesibiltas komponen fisik dan biologi yang dibutuhkan oleh satwa, berlawanan dengan kelimpahan sumberdaya yang hanya menunjukkan kuantitas habitat masing - masing organisme yang ada dalam habitat tersebut.

2) Litvaitis et al., (1994) Secara teori kita dapat menghitung jumlah dan jenis sumberdaya yang tersedia untuk satwa. Secara praktek, merupakan hal yang hampir tidak mungkin untuk menghitung ketersediaan sumberdaya dari sudut pandang satwa. Kita dapat menghitung kelimpahan species prey untuk suatu predator tertentu, tetapi kita tidak bisa mengatakan bahwa semua prey yang ada di dalam habitat dapat dimangsa karena adanya beberapa batasan, seperti ketersediaan cover yang banyak yang membatasi aksesibilitas predator untuk memangsa prey. Hal yang sama juga terjadi pada vegetasi yang berada di luar jangkauan suatu satwa sehingga susah untuk dikonsumsi, walaupun vegetasi itu merupakan kesukaan satwa tersebut.

3) Wiens (1984:406) Meskipun menghitung ketersediaan sumber daya aktual merupakan hal yang penting untuk memahami hubungan antara satwa liar dan habitatnya, dalam praktek jarang dilakukan karena sulitnya dalam menentukan apa yang sebenarnya tersedia dan apa yang tidak tersedia. Sebagai konsekuensinya, mengkuantifikasi ketersediaan sumberdaya biasanya lebih ditekankan pada penghitungan kelimpahan sumberdaya sebelum dan sesudah digunakan oleh satwa dalam suatu kawasan, daripada ketersediaan aktual. Ketika aksesibilitas sumber

(10)

7

daya dapat ditentukan terhadap suatu satwa, analisis untuk menaksir kesukaan habitat dengan membandingkan penggunan dan ketersediaan merupakan hal yang penting. 2.1.1.8Kualitas Habitat :

Istilah kualitas habitat menunjukkan kemampuan lingkungan untuk memberikan kondisi khusus tepat untuk individu dan populasi secara terus menerus. Kualitas merupakan sebuah variabel kontinyu yang berkisar dari rendah, menengah, hingga tinggi. Kualitas habitat berdasarkan kemampuan untuk memberikan sumberdaya untuk bertahan hidup, reproduksi dan kelangsungan hidup populasi secara terus menerus. Para peneliti umumnya menyamakan kualitas habitat yang tinggi dengan menonjolkan vegetasi yang memiliki kontribusi terhadap kehadiran atau ketidak hadiran suatu spesies. Kualitas secara eksplisit harus dihubungkan dengan ciri - ciri demografi jika diperlukan. Oleh sebab itu daya dukung dapat disamakan dengan level kualitas habitat tertentu, kualitasnya dapat berdasarkan tidak pada jumlah organisme tetapi pada demografi populasi secara individual. Kualitas habitat merupakan kata kunci bagi para ahli restorasi. Secara garis besar dikenal empat tipe habitat utama, yakni: 1) Daratan

2) Perairan Tawar

3) Perairan Payau dan Estuaria, serta 4) Perairan Bahari / Laut

Masing - masing kategori utama dapat dipilih - pilihkan lagi tergantung corak kepentingannya mengenai aspek yang ingin di ketahui. Dari sudut pandang dan kepentingan popuasi - populasi hewan yang menempatinya, pemilihan tipe - tipe habitat itu terutama didasarkan pada segi variasinya menurut waktu dan ruang.

(11)

8

Berdasarkan variasi habitat menurut ruang, dapat dikenal 4 macam habitat, diantaranya :

1) Habitat yang konstan, yaitu suatu habitat yang kondisinya terus - menerus relatif baik atau kurang baik.

2) Habitat yang bersifat memusim, yaitu suatu habitat yang kondisinya secara relatif teratur berganti - ganti antara baik dan kurang baik.

3) Habitat yang tidak menentu, yaitu suatu habitat yang mengalami suatu priode dengan kondisi baik yang lamanya bervariasi, sehingga kondisinya tidak dapat diramalkan. 4) Habitat yang efemeral, yaitu suatu habitat yang mengalami

priode kondisi baik yang berlangsung relatif singkat, diikuti oleh suatu priode dengan kondisi yang kurang baik yang berlangsung relatif lama sekali.

Berdasarkan variasi kondisi habitat menurut ruang, habitat dapat diklasifikasi menjadi tiga macam, diantaranya : 1) Habitat yang bersinambung, yaitu apabila suatu habitat

mengandung area dengan kondisi baik yang luas sekali, yang melebihi luas area yang dapat di jelajahi populasi hewan pengaruhinya. Sehingga contoh yang luas sebagai habitat dari populasi rusa yang berjumlah 10 ekor.

2) Habitat yang berputus - putus, merupakan suatu habitat yang mengandung area dengan kondisi baik letaknya berselang - seling dengan area yang berkondisi kurang baik, hewan penghuninya dengan mudah dapat menyebardari area berkondisi baik yang satu ke yang lainnya.

3) Habitat yang terisolasi, merupakan suatu habitat yang mengandung area terkondisi baik yang terbatas luasnya dan letaknya terpisah jauh dari area berkondisi baik yang lain, sehingga hewan - hewan tidak dapat menyebar untuk

(12)

9

mencapainya, kecuali bila didukung oleh faktor - faktor

kebetulan.

Misalnya : suatu pulau kecil yang di huni oleh populasi rusa. Jika makanan habis rusa tersebut tidak dapat berpindah ke pulau lain. Pulau kecil tersebut merupakan bukan habitat terisolasi bagi suatu populasi burung yang dapat dengan mudah pindah ke pulau lainnya, tetapi lebih cocok disebut habitat yang terputus.

2.1.2 Pengertian Relung Ekologi

Berbeda dengan istilah habitat yang sekarang sudah digunakan secara luas, istilah relung ekologi di luar bidang ekologi praktis tak kenel. Salah satu pennyebabnya ialah karena konsep relung ekologi relatif baru, bahkan dalam 30 tahun pertama selak istilah tersebut diperkenalkan pengertiannya masih kabur. Sampai saat ini dikalangan guru - guru biologi sekolah menengah juga masih kabur.

Secara umum dapat dikatakan bahwa relung ekologi merupakan suatu konsep abstrak mengenai keseluruhan persyaratan hidup dan interaksi organisme dalam habitatnya. Dalam hal ini habitat merupakan penyedia berbagai kondisi dan sumberdaya yang dapat digunakan oleh organisme sesuai dengan persyaratan hidupnya.

Konsep relung (niche) dikembangkan oleh Charles Elton (1927) ilmuwan Inggris, dengan pengertian relung adalah “status fungsional suatu organisme dalam komunitas tertentu”. Dalam penelaahan suatu organisme, kita harus mengetahui kegiatannya, terutama mengenai sumber nutrisi dan energi, kecepatan metabolisme dan tumbuhnya, pengaruh terhadap organisme lain bila berdampingan atau bersentuhan dan sampai seberapa jauh organisme yang kita selidiki itu mempengaruhi atau mampu mengubah berbagai proses dalam ekosistem.

(13)

10

Beberapa para ahli memiliki beberapa pandangan mengenai pengertian relung ekologi, diantaranya :

1) Resosoedarmo (1992) adalah profesi (status suatu organisme) dalam suatu komunitas dan ekosistem tertentu yang merupakan akibat adaptasi struktural, fungsional serta perilaku spesifik organisme itu.

2) Odum (1993) relung ekologi merupakan istilah lebih inklusif yang meliputi tidak saja ruang secara fisik yang didiami oleh suatu makhluk, tetapi juga peranan fungsional dalam komunitas serta kedudukan makhluk itu di dalam kondisi lingkungan yang berbeda. 3) Soetjipto (1992) relung ekologi merupakan gabungan khusus antara faktor fisik (mikrohabitat) dan kaitan biotik (peranan) yang diperlukan oleh suatu jenis untuk aktivitas hidup dan eksistensi yang berkesinambungan dalam komunitas.

Niche (relung) ekologi mencakup ruang fisik yang diduduki organisme. Peranan fungsionalnya di dalam masyarakatnya, misal : posisi trofik serta posisinya dalam kondisi lingkungan tempat tinggalnya dan keadaan lain dari keberadaannya itu. Ketiga aspek relung ekologi itu dapat dikatakan sebagai relung atau ruangan habitat, relung trofik dan relung multidimensi atau hypervolume. Oleh karena itu relung ekologi sesuatu organisme tidak hanya tergantung pada dimana dia hidup tetapi juga apa yang dia perbuat (bagaimana dia merubah energi, bersikap atau berkelakuan, tanggap terhadap dan mengubah lingkungan fisik serta abiotiknya), dan bagaimana jenis lain menjadi kendala baginya.

Hutchinson (1957) telah membedakan antara niche pokok

(fundamental niche) dengan niche yang sesungguhnya (relized niche). Niche pokok didefinisikan sebagai sekelompok kondisi - kondisi fisik yang memungkinkan populasi masih dapat hidup. Sedangkan niche sesungguhnya didefinisikan sebagai sekelompok kondisi - kondisi fisik yang ditempati oleh organisme - organisme tertentu secara bersamaan.

(14)

11

2.2KONSEP HABITAT DAN KLASIFIKASINYA

Klasifikasi makhluk hidup adalah pengelompokan aneka jenis hewan atau tumbuhan ke dalam kelompok tertentu. Pengelompokan ini disusun secara runtut sesuai dengan tingkatannya (hierarkinya), yaitu mulai dari yang lebih kecil tingkatannya hingga ke tingkatan yang lebih besar. Ilmu yang mempelajari prinsip dan cara klasifikasi makhluk hidup disebut taksonomi atau sistematik.

2.2.1 Konsep Habitat

Habitat suatu organisme adalah tempat organisme itu hidup atau tempat kemana seseorang harus pergi untuk menemukan organisme tersebut. Istilah habitat banyak digunakan, tidak saja dalam ekologi tetapi dimana saja. Tetapi pada umumnya istilah ini diartikan sebagai tempat hidup suatu makhluk hidup.

2.2.2 Konsep Klasifikasi Pada Suatu Habitat

Konsep dan cara klasifikasi makhluk hidup menurut ilmu taksonomi adalah dengan membentuk takson. Takson adalah kelompok makhluk hidup yang anggotanya memiliki banyak persamaan ciri. Takson dibentuk dengan jalan mencandra objek atau makhluk hidup yang diteliti dengan mencari persamaan ciri maupun perbedaan yang dapat diamati.

2.2.2.1Tujuan Serta Manfaat Klasifikasi

Tujuan dari klasifikasi makhluk hidup, antara lain :

1) Mengelompokkan makhluk hidup berdasarkan persamaan cirri - ciri yang dimiliki

2) Mendeskripsikan cirri - ciri suatu jenis makhluk hidup untuk membedakannya dengan makhluk hidup dari jenis yang lain

(15)

12

4) Memberi nama makhluk hidup yang belum diketahui namanya

Berdasarkan tujuan tersebut, sistem klasifikasi makhluk hidup memiliki manfaat seperti berikut :

1) Memudahkan kita dalam mempelajari makhluk hidup yang sangat beraneka ragam.

2) Mengetahui hubungan kekerabatan antara makhluk hidup satu dengan yang lain.

2.2.2.2Berbagai Macam Klasifikasi

Ada bermacam sistem klasifikasi makhluk hidup. Sistem klasifikasi ini berkembang mulai dari yang sederhana hingga berdasar sistem yang lebih modern.

1) Sistem artifisial / buatan : Sistem yang mengelompokkan makhluk hidup berdasarkan persamaan ciri yang ditetapkan oleh peneliti sendiri, misalnya, ukuran, bentuk, dan habitat makhluk hidup. Penganut sistem ini di antaranya Aristoteles dan Theophratus (370 SM).

2) Sistem natural / alami : Sistem yang mengelompokkan makhluk hidup berdasarkan persamaan ciri struktur tubuh eksternal (morfologi) dan struktur tubuh internal (anatomi)

secara alamiah. Penganut sistem ini, di antaranya, Carolus Linnaeus (abad ke-18). Linnaeus berpendapat bahwa setiap tipe makhluk hidup mempunyai bentuk yang berbeda. Oleh karena itu, jika sejumlah makhluk hidup memiliki sejumlah ciri yang sama, berarti makhluk hidup tersebut sama spesiesnya. Dengan cara ini, Linnaeus dapat mengenal 10.000 jenis tanaman dan 4.000 jenis hewan.

3) Sistem modern (filogenetik) : Sistem klasifikasi makhluk hidup berdasarkan pada hubungan kekerabatan secara evolusioner. Beberapa parameter yang digunakan dalam klasifikasi ini adalah sebagai berikut:

(16)

13

a) Persamaan struktur tubuh dapat diketahui secara eksternal dan internal

b) Menggunakan biokimia perbandingan. Misalnya, hewan

Limulus polyphemus, dahulu dimasukkan ke dalam golongan rajungan (Crab) karena bentuknya seperti rajungan, tetapi setelah dianalisis darahnya secara biokimia, terbukti bahwa hewan ini lebih dekat dengan laba-laba (Spider). Berdasarkan bukti ini, Limulus dimasukkan ke dalam golongan laba-laba.

c) Berdasarkan genetika modern. Gen dipergunakan juga untuk melakukan klasifikasi makhluk hidup. Adanya persamaan gen menunjukkan adanya kekerabatan. 2.2.3 Langkah - Langkah Klasifikasi Makhluk Hidup

Langkah - langkah klasifikasi makhluk hidup adalah sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi objek berdasar cirri - ciri struktur tubuh makhluk hidup, misalnya, hewan atau tumbuhan yang sama jenis atau spesiesnya.

2) Setelah kelompok spesies terbentuk, dapat dibentuk kelompok - kelompok lain dari urutan tingkatan klasifikasi, sebagai berikut :

a) Dua atau lebih spesies dengan ciri-ciri tertentu dikelompokkan untuk membentuk takson genus.

b) Beberapa genus yang memiliki ciri-ciri tertentu dikelompokkan untuk membentuk takson famili.

c) Beberapa famili dengan ciri tertentu dikelompokkan untuk membentuk takson ordo.

d) Beberapa ordo dengan ciri tertentu dikelompokkan untuk membentuk takson kelas.

(17)

14

e) Beberapa kelas dengan ciri tertentu dikelompokkan untuk membentuk takson filum (untuk hewan) atau divisio (untuk tumbuhan).

f) Beberapa kingdom dengan cirri tertentu dikelompokkan untuk membentuk takson kingdom (kerajaan).

Dengan cara tersebut terbentuklah urutan hierarki atau tingkatan klasifikasi makhluk hidup. Urutan klasifikasi dari tingkatan yang terbesar hingga terkecil adalah sebagai berikut : 1) Kingdom (kerajaan)

2) Divisio atau Filum 3) Kelas (classis) 4) Ordo (bangsa) 5) Famili (suku) 6) Genus (marga) 7) Spesies (jenis)

Gambar 1. Klasifikasi pada Hewan

2.3KONSEP RELUNG EKOLOGI

Relung atau niche ekologi suatu hewan merupakan status fungsional hewan tersebut di dalam habitat yang di diaminya berdasarkan adaptasi -adaptasi fisiologis, struktural dan perilakunya.

Relung ekologi (ecological niche) adalah jumlah total semua penggunaan sumberdaya biotik dan abiotik oleh organisme di lingkungannya. Salah satu cara untuk menangkap konsep itu adalah melalui analog yang dibuat oleh ahli ekologi Eugene Odum, yaitu jika habitat suatu organisme adalah rumahnya maka relung adalah pekerjaannya. Relung ekologi ada yang bersifat umum dan spesifik, diantaranya :

1) Pemakan banyak jenis (polifag), misalnya ayam karena dapat memakan cacing, padi, daging, ikan, rumput dan lain sebagainya.

(18)

15

2) Pemakan beberapa jenis (oligofag), misalnya kelinci hanya memakan jenis tumbuhan saja (sayuran dan buah - buahan).

3) Hanya pemakan satu jenis (monofag), misalnya wereng yang hanya memakan padi.

2.4RELUNG TROPHIK

Relung trofik menekankan pada hubungan energi. Charles Elton (1927) secara terpisah menyatakan bahwa relung merupakan fungsi atau peranan spesies di dalam komunitasnya. Maksud dari fungsi dan peranan ini adalah kedudukan suatu spesies dalam komunitas dalam kaitannya dengan peristiwa makan memakan dan pola - pola interaksi yang lain. Inilah yang disebut dengan relung trophik.

Sebagai contoh jika kita menyatakan relung trophik dari tikus sawah, maka kita harus menjelaskan bahwa tikus itu memakan apa dan dimakan oleh siapa, apakah dia herbivora, karnivora, atau omnivora serta apakah dia bersifat kompetitor bagi yang lain dan sebagainya.

Gambar 2. Trophik Aliran Energi

2.5RELUNG HABITAT

Istilah relung (nische) pertama kali dikemukakan oleh Joseph Grinnell pada tahun 1917. Menurut Grinner, relung merupakan bagian dari habitat yang disebut dengan mikrohabitat. Dengan pandangan seperti ini, Grinnell mengatakan bahwa setiap relung hanya dihuni oleh satu spesies. Pandangan

(19)

16

relung yang dikemukakan oleh Grinnell inilah yang disebut dengan relung habitat.

Berdasarkan kondisi habitatnya habitat dapat dibagai menjadi dua, yaitu : 1) Habitat Makro merupakan habitat bersifat global dengan kondisi

lingkungan yang bersifat umum dan luas, misalnya : gurun pasir, pantai berbatu karang, hutan hujan tropika, daerah kutub (utara dan selatan) dan sebagainya.

2) Habitat Mikro merupakan habitat lokal dengan kondisi lingkungan yang bersifat setempat yang tidak terlalu luas, misalnya : kolam, rawa payau berlumpur lembek dan dangkal, danau dan sebagainya.

2.6RELUNG MULTIDIMENSI

Berbeda dengan Elton, maka Hutchinson (1958) menyatakan bahwa relung adalah kisaran berbagai variabel fisik dan kimia serta peranan biotik yang memungkinkan suatu spesies dapat survival dan berkembang di dalam suatu komunitas. Inilah yang disebut dengan relung multidimensi (hipervolume).

Sependapat dengan pengertian relung ini, maka Kendeigh (1980) menyatakan bahwa relung ekologi merupakan gabungan khusus antara faktor fisiko kimiawi (mikrohabitat) dengan kaitan biotik (peranan) yang diperlukan oleh suatu spesies untuk aktifitas hidup dan eksistensi yang terus menerus di dalam komunitas. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa relung multidimensi merupakan gabungan dari relung habitat dan relung trophik.

Sebagai contoh, jika menyatakan relung multidimensi dari tikus sawah, berarti kita menjelaskan tentang mikrohabitatnya dan sekaligus menjelaskan tentang apa makanannya, siapa predatornya dan lain sebaginya.

Hutchinson (1957) dalam Begon,et al (1986) telah mengembangkan

konsep relung ekologi multidimensi (dimensi-n atau hipervolume). Setiap kisaran toleransi hewan terhadap suatu faktor lingkungan, misalnya suhu merupakan suatu dimensi. Dalam kehidupannya hewan dipengaruhi oleh bukan hanya satu faktor lingkungan saja, melainkan banyak faktor lingkungan

(20)

secara simultan. Faktor ligkungan yang mempengaruhi atau membatasi kehidupan organisme bukan hanya k

kelembapan, salinitas tetapi juga ketersediaan sumberdaya yang dibutuhkan hewan (makanan dan tempat untuk membuat sarang bagi hewan).

Gambar 3. Contoh dari Relung Multidimensi Tikus Sawah

2.7PEMISAHAN RELUNG

Dengan adanya interaksi persaingan antara dua spesies atau lebih yang memiliki relung ekologi yang sangat mirip maka mungkin saja spesies spesies tersebut tidak berkonsistensi dalam habitat yang sama

menerus. Hal ini menunjukkan bahwa

ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil lebih dari satu spesies. Pernyataan ini dikenal sebagai

”Aturan Gause”.

Sehubungan dengan a

beberapa spesies yang dapat hidup secara langgeng yang sama ialah spesies

Tentang pentingnya perbedaan lama dikemukakan oleh Darwin (18 besar perbedaan

hidup di suatu tempat, maka semakin besar pula jumlah spesies yang dapat hidup di suatu tempat itu. Pernyataan Darwin tersebut dikenal sebagai

Divergensi”.

Dari uraian tersebut di atas tampak bahwa aspek relung ekologi yang menyangkut dimensi sumberdaya, khususnya yang vital untuk pertumbuhan dan perkembangbiak

17

secara simultan. Faktor ligkungan yang mempengaruhi atau membatasi kehidupan organisme bukan hanya kondisi lingkungan seperti suhu, cahaya, kelembapan, salinitas tetapi juga ketersediaan sumberdaya yang dibutuhkan hewan (makanan dan tempat untuk membuat sarang bagi hewan).

Gambar 3. Contoh dari Relung Multidimensi Tikus Sawah

PEMISAHAN RELUNG

gan adanya interaksi persaingan antara dua spesies atau lebih yang memiliki relung ekologi yang sangat mirip maka mungkin saja spesies spesies tersebut tidak berkonsistensi dalam habitat yang sama

menerus. Hal ini menunjukkan bahwa suatu relung ekologi tidak dapat ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil lebih dari satu spesies. Pernyataan ini dikenal sebagai ”Asas Eksklusi Persaingan”

Sehubungan dengan asas tersebut di atas, menurut ”Asas Koeksistens

beberapa spesies yang dapat hidup secara langgeng atau lama yang sama ialah spesies - spesies yang relung ekologinya berbeda

Tentang pentingnya perbedaan - perbedaan diantara berbagai spesies telah lama dikemukakan oleh Darwin (1859). Darwin menyatakan bahwa semakin besar perbedaan - perbedaan yang diperlihatkan oleh berbagai spesies yang hidup di suatu tempat, maka semakin besar pula jumlah spesies yang dapat hidup di suatu tempat itu. Pernyataan Darwin tersebut dikenal sebagai

Dari uraian tersebut di atas tampak bahwa aspek relung ekologi yang menyangkut dimensi sumberdaya, khususnya yang vital untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan, dari beberapa spesies harus berbeda (terpisah) agar secara simultan. Faktor ligkungan yang mempengaruhi atau membatasi ondisi lingkungan seperti suhu, cahaya, kelembapan, salinitas tetapi juga ketersediaan sumberdaya yang dibutuhkan hewan (makanan dan tempat untuk membuat sarang bagi hewan).

Gambar 3. Contoh dari Relung Multidimensi Tikus Sawah

gan adanya interaksi persaingan antara dua spesies atau lebih yang memiliki relung ekologi yang sangat mirip maka mungkin saja spesies - spesies tersebut tidak berkonsistensi dalam habitat yang sama secara terus - elung ekologi tidak dapat ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil lebih dari satu

”Asas Eksklusi Persaingan” atau

”Asas Koeksistensi’, atau lama dalam habitat spesies yang relung ekologinya berbeda - beda. perbedaan diantara berbagai spesies telah 59). Darwin menyatakan bahwa semakin perbedaan yang diperlihatkan oleh berbagai spesies yang hidup di suatu tempat, maka semakin besar pula jumlah spesies yang dapat hidup di suatu tempat itu. Pernyataan Darwin tersebut dikenal sebagai ”Asas

Dari uraian tersebut di atas tampak bahwa aspek relung ekologi yang menyangkut dimensi sumberdaya, khususnya yang vital untuk pertumbuhan an, dari beberapa spesies harus berbeda (terpisah) agar

(21)

18

dapat berkoeksistensi dalam habitat yang sama. Perbedaan atau pemisahan relung itu juga mencakup aspek waktu aktif.

Contoh dari khasus pemisahan relung antara berbagai spesies yang berkohabitasi dapat dilihat dari contoh berikut ini : Serumpun padi dapat menjadi sumber daya berbagai jenis spesies hewan. Orong - orong (Gryllotalpa africana) memakan akarnya, walang sangit (Leptocorisa acuta) memakan buahnya, ulat tentara kelabu (Spodoptera maurita) yang memakan daunnya, ulat penggerek batang (Chilo supressalis) yang menyerang batangnya, hama ganjur (Pachydiplosis oryzae) menyerang pucuknya, wereng coklat (Nilaparvata lugens) dan wereng hijau (Nephotettix apicalis) yang menghisap cairan batangnya. Tiap jenis hama tersebut masing - masing telah teradaptasi khusus untuk memanfaatkan tanaman padi sebagai sumber daya makanan pada bagian yang berbeda - beda.

(22)

19

BAB III

PENUTUP

3.1KESIMPULAN

Di lingkungan alam sekitar, kita dapat temui berbagai jenis makhluk hidup, baik dari golongan hewan, tumbuhan ataupun mikroorganisme. Masalah kehadiran suatu populasi hewan di suatu tempat dan penyebaran

(distribusi) spesies hewan tersebut di muka bumi ini, selalu berkaitan dengan masalah habitat dan relung ekologinya. Habitat secara umum menunjukkan bagaimana corak lingkungan yang ditempati populasi hewan, sedangkan relung ekologinya menunjukkan dimana dan bagaimana kedudukan populasi hewan itu relatif terhadap faktor - faktor abiotik dan biotik lingkungannya tersebut.

Secara sederhana habitat diartikan sebagai tempat hidup dari makhluk hidup atau diistilahkan juga dengan biotop. Untuk mudahnya, habitat seringkali diibaratkan sebagai “alamat” dari populasi hewan, sedangkan relung ekologi diibaratkan sebagai “profesi” di alamat tersebut.

3.2SARAN

Dengan mengetahui arti dan pembahasan singkat mengenai habitat dan relung ekologi di suatu tempat, maka diharapkan para pembaca khususnya selalu menghargai keberadaan makhluk hidup (tumbuhan dan hewan) yang ada disekitar kita. Jika habitat suatu hewan terganggu, tumbuhan yang ada di ekosistem itu juga akan terganggu dan berdampak pula pada kelangsungan hidup kita. Karena tumbuhan merupakan sumber energi utama bagi makhluk hidup (autotrof) maka sudah sepantasnya, kita sebagai makhluk hidup yang dianggap memiliki akal pikiran untuk selalu melestarikan dan menjaga dengan sebaik - baiknya.

(23)

20

DAFTAR PUSTAKA

Atharamadhana, Fauziah. 2013. Habitat dan Relung. Ringkasan Ekologi SDH Habitat, Relung & Produktifitas Ekosistem. Blogspot : Blogger.

(Diakses Jumat, 10 Februari 2017 pada :

http://fauziahforester.blogspot.co.id/2013/03/ringkasan-ekologi-sdh-habitat-relung_5.html)

Drs.LugtyastyonoBn,M.Pd. 2015. Bab 10 Ekosistem (X). Biologi Klaten. Pemerintah Kabupaten Kelaten. Wordpress.

(Diakses Sabtu, 11 Maret 2017 pada : https://biologiklaten.wordpress.com/bab-10-ekosistem-x/)

Fauzan, Ahmad. 2013. Ekologi. Relung. Blogspot : Blogger.

(Diakses Jumat, 10 Februari 2017 pada :

http://ojanslank.blogspot.co.id/2013/07/relung.html)

Kurniawan, Dheka Arie. 2012. Relung Ekologi (Ecological Niche). Biopedia Indonesia. Kalimantan Utara. Blogspot : Blogger.

(Diakses Jumat, 10 februari 2017 pada : http://biopedia-id.blogspot.co.id/2012/04/relung-ekologi-ecological-niche.html)

Lestari, Siti. 2014. Segregasi Relung Pada Hewan. Makalah Persilangan Monohibrid dan Dihibrid. Blogspot : Blogger.

(Diakses Jumat 10 Februari 2017 pada :

http://sitilestari98.blogspot.co.id/2014/09/segregasi-relung-pada-hewan.html) Noname. 2017. Tikus Sawah. Wikipedia Ensiklopedia Bebas. Blogger.

(Diakses Sabtu, 11 Maret 2017 pada : https://id.wikipedia.org/wiki/Tikus_sawah) Rachmawati, Riana. 2011. Interaksi, Kedudukan Relung Ekologi dan Niche

Spesies. Relung. Blogspot : Blogger.

(Diakses Jumat, 10 Februari 2017 pada :

http://relungpasar.blogspot.co.id/2011/05/interaksi-kedudukan-relung-ekologi-dan.html)

Supra, Agus. 2013. Habitat dan Relung. Biologi. Blogspot : Blogger.

(Diakses Sabtu, 11 Maret 2017 pada :

Gambar

Gambar 1. Klasifikasi pada Hewan
Gambar 2. Trophik Aliran Energi
Gambar 3. Contoh dari Relung Multidimensi Tikus Sawah

Referensi

Dokumen terkait

Disamping terjadi penurunan populasi kerang akibat ekploitasi yang berlebihan, juga terjadi tekanan terhadap kondisi habitat alami dari kerang itu sendiri, dimana telah

penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi. Individu yang tidak mampu mengidentifikasikan penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi secara tepat, akan terus menerus

Ada individu yang tahan terhadap suatu jenis insektisida dan ada yang tidak tahan. Bila digunakan insektisida jenis yang sama terus-menerus maka individu yang ada dalam populasi

berada pada tempat yang hangat atau kondisi lingkungan yang cocok untuk ikan. tersebut berada pada suhu 26°C atau pada

(2015), status sumber daya ikan di Teluk Jakarta pada saat ini adalah sudah terdegradasi sebagaimana kondisi habitat dan kualitas lingkungan perairannya, yang diindikasikan

Populasi ternak sapi potong di Indonesia saat ini dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dimana secara nasional terjadi gejala penurunan populasi terus-menerus dari tahun

pada masing-masing tipe habitat tanaman pertanian yang dikoleksi terdapat 118 individu yang terdiri dari 39 individu dengan rata-rata 4.87 untuk tanaman jagung,

Dalam rangka untuk menekan laju penurunan populasi bekantan akibat berkurangnya habitat bekantan diperlukan upaya restorasi habitat bekantan melalui kegiatan penanaman mangrove rambai