DIARE
Seorang mahasiswa,35 tahun,dibawa ke Puskesmas karena mengalami mencret lebih dari 12 kali dalam sehari sejak 2 hari yang lalu.Keluhan ini timbul setelah makan di warung nasi dekat kampusnya.Pemeriksaan fisik : Kesadaran komposmentis lemah,TD: 85/60 mmHg,nadi:120x/menit,pernapasan34x/menit,cepat dalam,volume urin sedikit. Di Puskesmas penderita dipasang infus dan diberikan pertolongan pertama lalu dirujuk ke RS terdekat.Dokter meminta untuk diperiksa Analisa Gas Darah.
Kesannya : terdapat gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik,dengan anion gap yang normal.
Sasaran Belajar
L.O.1 Memahami dan Menjelaskan Keseimbangan Asam Basa L.I.1.1 Definisi Asam dan Basa
L.I.1.2 Klasifikasi Asam dan Basa
L.I.1.3 Aspek biokimia dan fisiologis dalam mekanisme asam basa L.I.1.4 pH
L.O.2 Memahami dan Menjelaskan Gangguan Keseimbangan Asam Basa L.I.2.1 Asidosis Metabolik
L.I.2.2 Alkalosis Metabolik L.I.2.3 Asidosis Respiratorik L.I.2.4 Alkalosis Respiratorik L.I.2.5 Anion Gap
L.O.3 Memahami dan Menjelaskan Analisa Gas Darah L.I.3.1 Definisi Analisa Gas Darah
L.I.3.2 Tujuan Analisa Gas Darah
L.O.1 Memahami dan Menjelaskan Keseimbangan Asam Basa L.I.1.1 Definisi Asam dan Basa
Menurut Arrhenius
Asam adalah zat yang dalam air dapat menghasilkan ion hidrogen (atau ion hidronium, H3O+) sehingga dapat meningkatkan konsentrasi ion hidronium
(H3O+).
Basa adalah zat yang dalam air dapat menghasilkan ion hidroksida sehingga dapat meningkatkan konsentrasi ion hidroksida.
Menurut Bronsted-Lowry
Asam adalah zat yang dapat memberikan ion (H+) ke zat lain (disebut sebagai donor proton)
Basa adalah zat yang dapat menerima ion (H+) dari zat lain (disebut sebagai akseptor proton)
Menurut Sistem Pelarut (Solvent)
Definisi ini diterapkan pada pelarut yang dapat terdisosiasi menjadi kation dan anion (autodisosiasi).
Asam adalah suatu kation yang berasal dari reaksi autodisosiasi pelarut yang dapat meningkatkan konsentrasi kation dalam pelarut.
Basa adalah suatu anion yang berasal dari reaksi autodisosiasi pelarut yang dapat meningkatkan konsentrasi anion pelarut.
Secara umum, reaksi autodisosiasi dapat dituliskan :
Asam sulfat meningkatkan konsentrasi ion hidronium dan merupakan asamnya. Konsep asam-basa sistem pelarut adalah kebalikan dari reaksi autodisosiasi.
Contoh : Secara umum :
Perbandingan reaksi netralisasi asam-basa menurut Arrhenius, Bronsted-Lowry dan sistem pelarut.
L.I.1.2 Klasifikasi Asam dan Basa Berdasarkan Kekuatannya
Klasifikasi asam basa ini digolongkan berdasarkan kekuatannya dan ukuran terionisasi,dibagi menjadi 2 , yaitu:
1. Asam kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat di larutkan dalam air dan menghasilkan jumlah ion semaksimum mungkin.
Contoh HCL, HN , S , HCl
Basa kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat dilarutkan dalam air dan bereaksi dengan asam.Contoh NaOH, KOH, Ba(OH
2. Asam lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan didalam air kurang bereaksi kuat dengan asam. Contoh H3PO4, H2SO3, HNO2, CH3COOH
Basa lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan dalam air.Contoh NaHCO3, N OH
Berdasarkan Bentuk Ion
1. Asam anion adalah asam yang mempunyai muatan negatif. Contoh :SO3-
2. Asam kation adalah asam yang mempunyai muatan positif. Contoh : N +
3. Basa anion adalah basa yang mempunyai muatan negatif. Contoh : Clˉ, C
4. Basa kation adalah basa yang mempunyai muatan positif. Contoh : Na+
Berdasarkan kemampuan ionisasi asam dan basa :
1. Asam dan basa monoprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan satu ion H⁺ atau ion OHˉ (dikenal juga dengan ionisasi primer)
Contoh : asam monoprotik [HCl, HN , C COOH] basa monoprotik [NaOH, KOH]
2. Asam dan basa diprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 2 ion H⁺ atau ion OHˉ (dikenal dengan ionisasi sekunder)
Contoh : asam diprotik [ S H2S]
basa diprotik [Mg(OH , Ca(OH)2, Ba(OH)2]
3. Asam dan basa poliprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 3 atau lebih ion H⁺ atau ion OHˉ (dikenal juga dengan ionisasi tersier)
Contoh : asam poliprotik [ P ] basa poliprotik [Al(OH)3]
Asam-asam yang berasal dari proses metabolisme
1. Asam volatil adalah asam yang mudah menguap, dapat berubah bentuk menjadi bentuk cair maupun gas. Asam volatil merupakan hasil akhir dari metabolisme asam amino, lemak dan karbohidrat.
Contoh : karbondioksida, asam karbonat
2. Asam nonvolatil adalah asam yang tidak mudah menguap, tidak dapat berubah bentuk menjadi gas untuk diekskresi oleh paru-paru, tapi harus dieksresikan oleh ginjal.
Contoh : asam organik, asam nonorganic
L.I.1.3 Aspek biokimia dan fisiologis dalam mekanisme asam basa 1. Keseimbangan asam dan basa
Keseimbangan asam dan basa adalah suatu keadaan dimana konsentrasi ion H+ yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion H+ yang dikeluarkan oleh sel. Keseimbangan asam basa adalah adalah keseimbangan ion H+. pada proses kehidupan keseimbangan asam pada tingkat molecular umumnya berhubungan dengan asam lemah dan basa lemah, begitu pula pada tingkat konsentrasi ion H+ atau ion OH- yang sangat rendah.
2. Pengaturan keseimbangan asam dan basa
Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi 3 sistem:
1) System Buffer
Disebut juga sebagai system penahan atau system penyangga, karena dapat menahan perubahan pH. System buffer merupakan larutan yang mengandung asam dan basa konjugasinya. Buffer ini terdiri dari asam lemah yang menjadi donor ion hydrogen dan basa lemah yang berfungsi sebagi akseptor ion hydrogen. System buffer tubuh paling baik pada konsentrasi normal ion hydrogen 40 nmol/L atau pH 7,4, adalah system buffer dengan pKa=7,4. Makin tinggi konsentrasi buffer akan semakin baik fungsinya. Fungsi utama system buffer ini adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh pengaruh asam fixed dan asam organic pada cairan ekstraselular.
Sebagai buffer, system ini memiliki keterbatasan, yaitu
Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraselular yang disebabkan karena peningkatan CO2
System ini hanya berfungsi bila system respirasi dan pusat pengendali system pernapasan bekerja normal
Kemampuan menyelenggarakan system buffer tergantung pada tersedianya ion bikarbonat
a. System buffer Asam Karbonat-Bikarbonat
Merupakan suatu komponen yang paling penting pada pengaturan pH cairan ekstraselular. CO2 bereaksi dengan H2O membentuk H2CO3
yang kemudian berdisosiasi menjadi ion hydrogen dan ion bikarbonat melalui suatu reaksi reversible. Karena reaksi bersifat reversible, penambahan konsentrasi dari suatu komponen menyebabkan perubahan konsentrasi komponen lainnya. Bila terjadi peningkatan konsentrasi ion hydrogen, terjadi interaksi dengan ion bikarbonat sehingga terbentuk asam karbonat (H2CO3). Berarti dalam hal ini ion
bikarbonat bertindak sebagai basa lemah yang menerima keebihan ion hydrogen. Asam karbonat yang terbentuk akan mengalami disosiasi menjadi CO2 dan air, dan CO2 yang dihasilkan akan dikeluarkan
melalui paru. System buffer bikarbonat merupakan system buffer istimewa, system buffer ini tetap merupakan system buffer terbaik pada pH 7,4 walaupun pKa nya 6,1, karena dapat mengeluarkan CO2
melalui paru dan jumlahnya banyak. Tubuh mempertahankan system buffer bikarbonat dengan pengaturan kadar karbondioksida di paru dan bikarbonat di ginjal.
b. System buffer protein
Berfungsi mengatur pH cairan ekstraselular dan interstitial. Protein sebagai buffer berinteraksi secara ekstensif dengan system buffer lainnya. Protein tersusun oleh asam amino yang mempunyai sifat amfoter, yaitu asam amino akan bersifat sebagai kation pada suasana asam dan bersifat sebagai anion pada suasana basa.
System buffer protein berfungsi mengatur pH cairan ekstrasel dan interstitium. Protein sebagai buffer berinteraksi secara ekstensif dengan system buffer lainnya. Protein plasma memiliki kontribusi sebagi system buffer pada darah. Proses pengaturan melalui system buffer protein berjalan lambat karena ion hydrogen harus melalui proses difusi membrane sel yang dipengaruhi oleh pompa natrium.
c. System Bufer Hemoglobin
Merupakan buffer intraselular yang bekerja di dalam sel darah merah. Hemoglobin dapat berfungsi sebgai buffer karena mengandung residu histidin, yaitu asam amino basa yang dapat berikatan secara reversible dengan ion hydrogen, menghasilkan Hb bentuk berproton dan tidak berproton.
Pada sel darah merah, hemoglobin dapat mengikat karbondioksida dan mengubahnya menjadi asam karbonat karena di dalam sitoplasma terkandung anhidrase karbonat, dan proses pengikatan terjadi dengan cepat karena CO2 berdifusi cepat melintasi
membrane sel darah merah tanpa memerlukan mekanisme transportasi aktif membrane sel. Kemampuan melakukan pengaturan ini dikenal sebagai system buffer hemoglobin.
Buffer utama cairan ekstraselular adalah system bikarbonat dan hemoglobin. Hemoglobin (Hb) penting sebagai pengangkut oksigen ke jaringan, pengangkut CO2 dan sebagai system buffer yang kuat.
Hemoglobin sebagai buffer cukup efektif karena di dalam molekulnya terdapat beberapa kelompok buffer dengan pKa 6,5-7,8. Kelompok
imidazol pKa sekitar 6, merupakan buffer utama hemoglobin. Fosfat dan Hb penting karena pKa dekat dengan kisaran normal.
d. System Bufer Fosfat
Berperan pada pengaturan pH cairan interstitium dan urin. Bentuk asam lemah dari buffer fosfat ini adalah dihidrogenofosfat (H2PO4-)
dan HPO42- yang berperan menstabilkan pH cairan interstitial dan
urin. Kerja system buffer ini menyerupai system buffer asam karbonat-bikarbonat.
2) System paru
Peranan system respirasi dalam keseimabangan asam-basa adalah mempertahankan agar PCO2 selalu konstan walaupun terdapat perubahan kadar CO2 akibat proses metabolisme tubuh. System pernapasan mengatur
kadar karbon dioksida yaitu PCO2 darah arteri berkisar 40 mmHg. Ventilasi
paru dikontrol oleh pH dan PCO2 darah.
Terdapat 2 reseptor yang mengatur fungsi ventilasi, yaitu:
Pusat pernapasan di medulla oblongata yang merespons penurunan pH cairan serebrospinal dengan meningkatkan ventilasi alveolar
Carotid dan aortic bodies dekat bifurkasio arteri karotis interna dan eksterna dan pada arkus aorta. Penurunan pH meningkatan aktivitas reseptor ini untuk meningkatkan ventilasi alveolar.
Keseimbangan asam basa respirasi bergantung pada keseimbangan produksi dan ekskresi CO2. Jumlah CO2 yang berada dalam darah tergantung
pada metabolic rate (laju metabolisme) sedangkan proses ekskresi CO2
tergantung pada fungsi paru.
Kelainan ventilasi dan perfusi paru pada dasarnya akan mengakibatkan ketidakseimbangan rasio ventilasi perfusi sehingga pada akhirnya akan terjadi V/Q mismatch (ketidakimbangan ventilasi perfusi). Ketidakseimbangan rasio ventilasi perfusi paru pada akhirnya dapat menyebabkan hipoksia maupun retensi CO2 sehingga terjadi gangguan keseimbangan asam basa. Control
system ventlasi tergantung pada dua stimulus utama yaitu peningkatam PCO2
arteri dan penurunan PO2 arteri (hipoksemia).
Stimulus CO2
Stimulus CO2 terhadap ventilasi terjadi pada daerah kemosensitif di
daerah pusat pernapasan di medulla oblongata. Karbondioksida merupakan stimulus utama pernapasan yang dapat terjadi walaupun hanya terdapat sedikit peningkatan PaCO2. Pada kebanyakan orang normal,
setiap peningkatan 1 mmHg PaCO2 terjadi peningkatan pernapasan
sebesar 1-4 L/m. apabila terjadi peningkatan PaCO2 arteri seperti pada
kelainan paru intrinsic dan penurunan pH akan merangsang pernapasan yang bertujuan untuk menurunkan PaCO2. Peningkatan PaCO2 adalah
akibat penurunan ventilasi alveolar seperti yang terjadi pada kelainan paru obstruktif, bukan akibat peningkatan produksi CO2. Kegagalan
dalam mempertahankan kadar CO2 akan mengakibatkan akumulasi CO2
dan asidosis respiratorik. Stimulus O2
Stimulus O2 terjadi melaui perantaraan komoreseptor di badan karotis
yang terletak di percabangan arteri karotis. Hipoksemia akan merangsang ventilasi apabila terjadi penurunan PaCO2 di bawah 50-60 mmHg
sehingga meningkatkan frekuensi napas yang mengakibatkan penurunan PaCO2 dan meningkatkan pH (alkalosis respiratorik)
Hipoksemia
Hipoksemia adalah terjadinya penurunan tekanan parsial oksigen (PaO<80 mmHg.
3) System ginjal a. System Renal
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus mengeluarkan anion asam nonvolatile dan mengganti HCO3-. Ginjal
mengatur keseimbangan asam - basa dengan sekresi dan reabsorpsi ion hydrogen dan ion bikarbonat. Pada mekanisme pengaturan oleh ginjal ini berperan tiga system buffer asam karbonat-bikarbonat, buffer fosfat dan pembentukan ammonia. Ion hydrogen, CO2 dan NH3 dieksresi ke dalam
lumen tubulus dengan bantuan energy yang dihasilkan oleh mekanisme pompa natrium di basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam karbonat dan natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali. Tubulus proksimal adalah tenpat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran asam.
L.I.1.4 pH
1.4.1Definisi pH
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan nilai keasaman atau kebasaan yang dimiliki suatu larutan. Unit pH diukur pada skala 0 – 14. Istilah pH berasal dari “p”, lambang matematika dari negatif logaritma dan “ ” lambang kimia untuk unsur hidrogen.
1.4.2 Cara penentuan pH
Yang digunakan untuk mengukur pH suatu larutan adalah:
- Kertas lakmus, kertas lakmus berubah menjadi merah bila keasaman larutan naik (asam), sedangkan berubah menjadi warna biru bila jika tingkat keasamaan larutan turun (basa). Penggunaan kertas lakmus ini adalah pengukuran yang paling sederhana, tetapi tidak dapat menentukan nilai pasti pH tersebut, hanya menunjukkan asam atau basa.
- Indikator universal, substansi yang dapat berubah warna diantara berbagai ukuran pH. Indikator tidak memberikan gambaran lebih spesifik terhadap nilai pH dibandingkan dengan kertas lakmus. Indikator universal merupakan gabungan berbagai indikator yang diikuti dengan perubahan warna dari pH 2 – 10.
Berbagai macam indikator universal, yaitu : Thimol biru 1 pH 1,2 – 2,2 merah – oranye Metil merah pH 4,4 – 6,2 merah – kuning Bromtimol biru pH 6,0 – 7,6 kuning – biru Thimol biru 2 pH 8,0 – 9,6 kuning – biru Fenolphtalein pH 8,3 – 10 tdk berwarna ungu
- Menggunakan alat pH meter yaitu alat yang digunakan di lab untuk menentukan pH dari suatu larutan dan nilainya tertera sangat jelas pH meter bekerja berdasarkan prinsip
elektrolit atau konduktivitas suatu larutan.
1.4.3 Manfaat pengukuran pH :
Aplikasi dalam bidang kesehatan, biologi, kimia dan lain lain. Dapat mengetahui pH berbagai substansi dalam tubuh :
1. Cairan getah lambung pH 1,0 – 2,0 2. Urine pH 4,8 – 7,5
3. Saliva (air liur) pH 6,5 – 6,9 4. Darah pH 7,35 – 7,45
Dapat lebih mudah untuk menunjang teori terapi
Dapat menyesuaikan kadar enzim untuk terapi suatu penyakit pada organ tertentu, contoh: Enzim A memiliki sifat spesifik akan rusak pada pH tertentu, maka harus disesuaikan dengan pH organ yang akan diterapi
Dapat mengetahui segala kemungkinan dari gangguan keseimbangan asam-basa jika memakan makanan yang asam seperti jeruk limo, cuka, orange juice, dll. Menentukan derajat keasaman dari suatu larutan
Menyatakan konsentrasi ion hidrogen
Menentukan suatu kondisi asidosis atau alkalosis Mengatur mekanisme ion-ion di cairan ekstraselular.
L.O.2 Memahami dan Menjelaskan Gangguan Keseimbangan Asam Basa L.I.2.1 Asidosis Metabolik
a. Definisi Asidosis Metabolik
Asidosis Metabolik(kekurangan HCO3- ) adalah gangguan sistematik yang
ditandai dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma,sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH (peningkatan [H+] ). HCO3- kurang dari
22 mEq/L dan pH kurang dari 7,35.
b. Kompensasi:
Umumnya terdiri dari kompensasi mekanisme respiratorik dan ginjal,ion hydrogen berinteraksi dengan ion bikarbonat membentuk molekul CO2 yang
dieliminasidi paru, sementara itu ginjal mengupayakan ekskresi ion hydrogen ke urin dan memproduksi ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan ekstraseluler. Ginjal mengeluarkan lebih banyak asam melalui urin.
c. Klasifikasi
Kompensasi paru dengan cara hiperventilasi yang menyebabkan penurunan tekanan parsial CO2, dapat bersifat lengkap,sebagian atau berlebihan.
Berdasarkan kompensasi asidosismetabolik dibagi 3 : basa (Buku gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa)
Asidosis metabolic sederhana, penurunan kadar ionHCO3_ sebesar 1 mEq/L
diikuti penurunan Pco2 sebesar1,2 mmhg.
Gabungan asidosis metabolikdenganasidosis respiratorikdapat juga disebut uncompensated metabolic acidosis, penurunan kadar ion HCO3- sebesar 1mEq/L diikuti penurunan pco2 kurang dari1.2 mmHg (pco2 dapat sedikit lebih rendah atau sama atau lebih tinggi dari normal)
Gabungan asidosis metabolic denganalkalosis respiratorik atau dapat disebut partly compensated metabolic acidosis, penurunan kadar ion HCO3- sebesar 1 mEq/L diikuti penurunan Pco2 sebesar lebih dari 1,2 mmHG (pH dapat sedikit lebih rendah atau samaatau lebih tinggi dari normal)
d. Manifestasi
Pernapasan dalam dan cepat,koma, gelisah, penurunan kadar HCO3, mual/muntah, nyeri perut, nyeri dada, sakit kepala, jantung berdebar, nyeri tulang, kelemahan otot. Asidosis laktik tekanan darah rendah,anemia.
e. Etiologi
Dapat dibagi 3 kelompok:
Pembentukan asam yang berlebihan dalam tubuh. Ion hydrogen dibebaskan oleh system buffer asam karbonat-bikarbonat, sehingga terjadi penurunan pH. Ditemukan keadaan:
Asidosis laktat. Timbul karena hipoksia jaringan berkepanjangan,mengakibatkan jaringan mengalami proses metabolisme anaerob,seperti pada gagal jantung.
Ketoasidosis,timbul karena produksi badan keton dalam jumlah sangat tinggi pada metabolisme fase pasca absoptif.Ketoasidosis akibat DM yang tidak terkendali, jaringan tidak dapat memanfaatkan glukosa dari sirkulasi, sehingga mengandalkan metabolisme lipid dan keton.
Intoksikasi salisilat Intoksikasi etanol
Berkurangnya kadar ion HCO3- dalam tubuh
Sistem buffer asam karbonat-bikarbonatyang mengatur keseimbanganion hydrogen danmempengaruhi keseimbangan pH. Penurunan konsentrasi HCO3- di cairan ekstraselulermenyebabkan penurunan efektifitas sistembufer dan asidosis timbul.
Penyebab penurunan konsentrasi HCO3-: diare,renal tubular asidosis, penyakit ginjal kronik.
Adanya retensi ion H dalam tubuh
Jaringan tidak mampumengupayakan ekskresi ion hydrogen melalui ginjal.Dijumpai pada penyakit ginjal kronik.
Asam dihasilkan banyak melalui metabolisme. Ginjal tidak mampu membuang kelebihan asam Hilangnya bikarbonat missal pada kasus diare
Malaria,karena dapat mengurangi jumlah sel darah merah sehingga mengurangi oksigen dalam tubuh.
F. Penatalaksanaan Asidosi Metabolik
Penanganan sesuai penyebab dan keparahan.Pada gagal ginjal kronik,asidosis ringan atau sedang tidak perlu penanganan. Bila kadar bikarbonat dibawah 15 mmol/l. melakukan pengobatan dengan pemberian basa per oral seperti natrium bikarbonat dan natrium sitrat. Dialisis diperlukan pada gagal ginjal untuk mempertahankan kadar bikarbonat plasma.
Ketoasidosis metabolic diberikan insulin,kebanyakan pasien tidak memerlukan basa. Bila asidosis sangat berat pemberian bikarbonat intravena dapat dilakukan. Ketoasidosis yang disertai alkoholisme segera bereaksi dengan
pemberian infus glukosa dan salin. Insulin tidak diperlukan , demikian juga pemberian basa kecuali bila asidosis sangat berat.
L.I.2.2 Alkalosis Metabolik a Definisi Alkalosis Metabolik
Alkalosis Metabolik adalah Peningkatan bikarbonat dalam arteri, sehingga menyebabkan pH naik (penurunan H+). Tubuh terlalu basa karena HCO3- meningkat.HCO3- ECF lebih besar dari 26 mEq/L dan pH lebih besar dari 7,4. Alkalosis metabolic sering disertai dengan berkurangnya volume ECF dan hipokalemi.
b. Kompensasi
Penurunan ventilasi/hipoventilasi olehparu-paru, sehingga PCO2 meningkat dalam arteri dan HCO3- meningkat dalam urin. Pda alkalosis sederhana kenaikan HCO3- I mEq/L akan menyebabkan kenaikan Pco2 sebesar 0,7 mmHg. Peningkatan ekskresi HCO3 oleh ginjal.
c. Manifestasi Kejang otot
Bila sudah berat, dapat terjadi kontraksi ( pengerutan dan spasme(kejang) otot yang berkepanjangan (tetani)
Pernapasan lambat, sehingga dapat berpotensi apnea atau tidak bernapas sama sekali untuk interval waktu tertentu, sehingga kulit menjadi kebiruan/keunguan.
Detak jantung cepat dan tekanan darah menurun, kesemutan.
mual, muntah diare
Pusing Pada kasus berat mengakibatkan koma dan kejang.
d. Etiologi
Hilangnya asam
Hilangnya asam dapat timbul akibat muntah yang berlebihan, karena isis lambung bersifat asam. Muntah juga menyebabkan alkalosis secara tidak langsung karena keluarnya klorida melalui muntah.
Peningkatan kadar bikarbonat
Peningkatan bikarbonat dapat terjadi padaasupan bikarbonat dalam bentuk antacid yangmengandung bikarbonat yang digunakan untuk mengobati indigesti/nyeri ulu hati. Larutan bikarbonat mungkin digunakan selama resusitasi kardiopulmonalis dan dapat menyebabkan alkalosis metabolic. Penurunan volume cairan ekstrasel
Kontraksivolume atau penururnan volumecairan ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan kadar bikarbonat plasma dan alkalosis metabolikdengan mengurangi jumlah bikarbonat yang difiltrasi di glomerulus. Terjadi peningkatan persentase bikarbonat yang direabsorbsi kembali ke kapiler peritubulus apabila kecepatanaliran darah juga berkurang.
Perubahan kadar elektrolit ekstrasel :
Dapat menyebabkan alkalosis akibatpergeseran ion-ion hydrogen kedalam sel. Misalnya, penururnan klorida ekstrasel dapat menyebabakan alkalosis metabolic sewaktu klorida berdifusi keluar sel dan ion hydrogen berpindah ke compartment intrasel.
Terbuangnya ion H+melalui saluran cernaatau melalui ginjal dan berpindahnya ion H+ masukkedalamsel.(Buku keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa)
Terbuangnya cairan bebas bikarbonat kedalam tubuh. Pemberian bikarbonat berlebihan.
Penggunaaan diuretic
Kehilangan asam karenamuntah e. Penatalaksanaaan
Pemberian cairan dan elektrolit (natrium dan kalium)
Pada kasus beratdiberikan ammonium klorida secaraintravena Untuk mengurangi penumpukan cairan dapat diberikan asetazolamid Untuk menghemat kalium diberikan triamterene.
Pemberian obatu ntuk mengatur detak jantung Bila penyebab hipokloremia berikan NaCL isotonic
Bila penyebabnya pemberian bikarbonat berlebih hentikan pemberian bikarbonat
Pada keadaan fungsi ginjal menurun atau edema akibat gagal jantung, sirosis hati, koreksi dengan NaCl isotoniktidak dapat dilakukan karena khawatir terjadi retensi natrium berlebih.Padakeadaan ini diberikan antagonis anhidrase karbonat sehingga reabsorbsi bikarbonat terhambat missal asetazolamid.
Bila antagonis enzim anhidrase tidak berhasil dapat diberikan Hcl dalam larutan isotonic selama 8-24 jam, atau larutan ammonium klorida, atau arginin hidroklorida.
L.I.2.3 Asidosis Respiratorik a. Definisi Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik (kelebihan H2CO3) ditandai dengan peningkatan primer
PaCO2 (hiperkapnia), sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH: PaCO2
lebih besar dari 45 mmHg dan pH kurang dari 7.35.
b. Kompensasi
Peningkatan HCO3 plasma, yang disebabkan oleh penambahan bikarbonat baru kedalam cairan ekstraseloleh ginjal. Peningkatan bikarbonat membantu mengimbangi peningkatan Pco2,sehingga mengembalikan phplasma kembali ke normal
Asidosis respiratorik akut
Terjadi jika kompensasi ginjal belum berjalan dan HCO3- masih dalam keadaan normal. Seperti pada edema pulmonal akut,pneumotorak,pemberian oksigen pada hiperkapnea kronis.
Asidosis respiratorik kronik
Jika kompensasi ginjal telah berjalan dan HCO3- telah menigkat. Terajadi pada penyakit pulmonary seperti emfisema kronis dan bronchitis.
d. Manifestasi
Sakit kepala dan rasa mengantuk
Jika keadaan memburuk akan lanjut ke penurunan kesadaran dan koma kebingungan,lesu,sesak napas,mengantuk mudah lelah.
denyutjantung tidak teratur. e. Etiologi
Inhibisi pusat pernapasan (Buku keseimbangan aie-elektolit dan asam-basa) Obat yang mendepresi pusat pernapasan:sedative,anastetikum.
Central sleep apnea
Kelebihan O2 padahiperkapnia atau hipoksemia kronik Penyakit neuromuscular
Neurologis:poliomyelitis,sindrom guilain barre Muscular:hipokalemia,muscular dystrophy Obstruksi jalan napas
Asma bronchial
Penyakit paru ostruktif kronik Spasme laring
Aspirasi
Obstructive sleep apnea Kelainan restriktif
Penyakitpleura:efusi pleura,emfisema,pneumotoraks,fibrotoraks.
Kelainan dinding dada:kifoskoliosis,obesitas(menyebabkan seseorang sulit bernapas)
Kelainan restriktif paru:fibrosis pulmoner,pneumonia,edema paru. Mechanical underventilation
Overfeeding
Pada penyakit-penyakit yang menyebabkan gangguan terhadap pernapasan missal asma.
Masalah yang berkaitan dengan dada yang menyebabakan melemahnya paru-paru.
Obat yang mempengaruhi pernapasan (benzodiazepine terutama diiringi dengan konsumsi alkohol.
Penyakit yang mempengaruhi saraf dan otot yang bertugas member perintah ke paru-paru untukberkontraksi.
f. Penatalaksanaaan
Difokuskan pada penyebabnya.
Untuk penyakit yang dipicu oleh penyakit paru-paru pengobatan mencakup obat brocho-dilator untukmemperbaiki gangguan jalan napas.
Saat tingkat oksigen terganggu diberikan suplai oksigen
Menghindari merokok karena secara tidak langsung dapat menyebabkan asidosis respiratorik.
Obat-obat untuk memperbaiki pernafasan missal pada asma
Pada penderita yang mengalami gangguan pernafasan berat, diberikan pernafasan buatan dengan bantuan ventilator mekanik.
L.I.2.4 Alkalosis Respiratorik a. Definisi Alkalosis Respiratorik
Alkalosis Respiratorik adalah Suatu keadaan dimana pH darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah rendah. pH meningkat.
b. Kompensasi
Menurunkan ventilasi alveoli,sehingga CO2 meningkat dan pH turun.
Meningkatkan ekskresi HCO3-, menyebabkan ion H+ yang tidak berikatan yang nantinyaakan direabsorbsi tubulus yang kemudian didifusikan ke aliran darah.Dengan peningkatan konsentrasi H+di dalam darah nantinya akan menurunkan pH darah.
c. Manifestasi
Membuat penderita merasa cemas dan dapat menyebabkan rasa gatal di bibir dan wajah, jika keadaan semakin memburuk bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.
Pasien seringmenguap
Telapak tangan dan kaki dingin dan lembab Pernafasan cepat dan dalam
Sulit bernafas
Kepala dingin dan sulit berkonsentrasi (vasokontriksi serebral menyebabkan hiposia serebral)
d. Etiologi
Rangsangan hipoksemik (Buku keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa)
Penyakit paru
Penyakit jantung dengan right to left shunt Penyakit jantung dengan edema paru Anemia gravis
Stimulasi pusat pernapasan di medulla Kelainan neurologis
Psikogenik misalnya serangan panic,nyeri Gagal hati dengan ensefalopati
Kehamilan
Mechanical overventilation Sepsis
Pengaruh obat:salisilat,hormone progesterone.
Pernafasan yang cepatdan dalam menyebabkan CO2 yang dikeluarkan dari aliran darah banyak
Sirosis hati
Kadar oksigen darah rendah Demam
Anion gap (mEq/L) = (Na+) - {(Cl-) + (HCO3-)} 6. Penatalaksanaan
Memperlambat pernafasan Jika penyebabnya adalah kecemasan , memperlambat pernafasan dapat meredakan penyakit ini
Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, maka diberikan pereda nyeri
Menghembus nafas dalam kantong kertas bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksidanya
L.I.2.5 Anion Gap
2.5.1 Definisi Anion Gap
Anion gap adalah suatu pengukuran antara jumlah kation terukur dikurangi jumlah anion terukur di dalam darah. Anion gap merupakan representasi dari ion-ion tidak terukur dalam plasma atau serum.
Nilai anion gap dapat normal, tinggi , atau rendah. Anion gap yang tinggi menunjukkan proses asidosis metabolik, peningkatan keasaman dalam darah karena proses metabolik. Anion gap yang rendah relatif j a r a n g t e t a p i d a p a t t e r j a d i k a r e n a a d a n y a p r o t e i n b e r m u a t a n p o s i t i f abnormal,seperti:multiple myeloma.Anion gap digunakan untukmenentukan differensial diagnosis dari metabolik asidosis.
2.5.2 Pengukuran Anion Gap
Anion gap dihasilkan dari pengurangan jumlah konsentrasi natrium dan kalium (kation) dengan jumlah konsentrasi klorida dan bikarbonat (anion). Kation terukur adalah natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca+) dan magnesium (Mg2+). Kation tidak terukur mencakup protein serum yang dalam keadaan normal jumlahnya sedikit, dan beberapa protein patologis (misalnya paraprotein yang ditemukan pada multiple myeloma). Sedangkan anion terukur adalah klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), dan fosfat (PO3-) dengan anion tidak
terukur adalah sulfat dan sejumlah protein serum (dominan albumin). Yang disepakati untuk pengukuran anion gap adalah natrium, klorida dan bikarbonat.
Keseimbangan antara kation dan anion dapat dilihat dari persamaan berikut: o (Na+) + (kation lain) = (Cl-) + (HCO3-) + (anion lain)
o (Na+) - {(Cl-) + (HCO3-)} = (anion lain) – (kation lain) = anion gap
Rata-rata nilai anion gap untuk dewasa sehat adalah 8 – 12 mEq/L.Pada orang normal ada beberapa anion tak terukur di dalam serum sehingga anion gap selalu positif. Disebut anion gap tinggi bila lebih dari 12 mEq/L. Sebelumnya metode untuk pengukuran anion gap terdiri dari kolorimetri untuk (HCO3-) dan (Cl-) dan fotometri untuk (Na+) dan (K+). Sehingga
rentang normal anion gap dari 8 sampai 16 mEq/L plasma bila tidak mengikutsertakan (K+) dan dari 10 sampai 20 mEq/L plasma bila mengikutsertakan (K+). Analiser modern menggunakan elektrode ion selektif yang memberikan anion gap normal kurang dari 11 mEq/L. Berdasarkan pada klasifikasi baru, anion gap dikatakan tinggi bila lebih dari 11 mEq/L dan anion gap normal adalah 3 – 11 mEq/L. Nilai anion gap dapat mencapai 20 mEq/L jika nilai kalium ditambahkan pada persamaan tersebut.
Anion gap berhubungan erat dengan kadar albumin. Anion gap akan turun 2,5 mmol/L setiap penurunan albumin 1 g/dL. Oleh karena itu, nilai anion gap harus disesuaikan pada kondisi hipoalbuminemia:
Anion Gap = Anion Gap Terukur + 2,5 (4 – Kadar Albumin Plasma)
Bila anion gap koreksi > 11 mEq/L, berarti terjadi asidosis metabolik dengan peningkatan anion gap.
Nilai anion gap yang sangat tinggi (> 20 mmol/L) mengindikasikan adanya kondisi HAGMA, meski pH atau kadar [HCO3-] masih normal. Setelah diketahui nilai anion gap
tinggi, maka perlu ditentukan nilai excess anion gap untuk mengidentifikasi ada/tidaknya kelainan sekunder dengan menilai ada/tidaknya kompensasi tubuh yang adekuat:
Excess anion gap: ∆AG = Anion Gap – 11
Langkah selanjutnya adalah menambahkan nilai excess anion gap dengan [HCO3-]
terukur. Bila total perhitungan sama dengan kadar [HCO3-] normal, berarti telah terjadi
simple HAGMA. Bila total perhitungan melebihi kadar [HCO3-] normal, maka menunjukkan
terlalu banyaknya [HCO3-] dalam tubuh, dan berarti juga terdapat alkalosis metabolik. Bila
total perhitungan kurang dari kadar [HCO3-] normal, maka menunjukkan terlalu sedikitnya
[HCO3-] dalam tubuh, dan berarti juga terdapat NAGMA.
2.5.3 Interpretasi Anion Gap
Anion gap yang meningkat menunjukkan adanya penambahan anion tidak terukur yang pada dasarnya bersifat asam, dan terjadi penurunan kation yang tidak terukur (hipomagnesemia, hipokalsemia).
Bila anion pada asam bukan Cl- (misalnya laktat, keton [asetoasetat, β-hidroksibutirat], salisilat, format, glikolat), maka anion gap meningkat, dan disebut sebagai High Anion Gap Metabolic Acidosis (HAGMA). Penurunan [HCO3-] tidak sesuai
peningkatan [Cl-], tetapi sesuai peningkatan anion tak terukur:
HA + NaHCO3 → NaA + H2CO3 → CO2 + H2O
Di mana A adalah anion tak terukur.
Bila anion pada asam yang ditambahkan ke dalam plasma adalah [Cl-], maka anion gap akan normal, dan disebut Normal Anion Gap Metabolic Acidosis (NAGMA). Penurunan [HCO3-] sesuai dengan peningkatan [Cl-]:
HCl + NaHCO3 → NaCl + H2CO3 → CO2 + H2O
Penggantian elektrolit ekstraseluler dari [HCO3-] dengan [Cl-] tidak menyebabkan
perubahan pada penghitungan anion gap, asalkan penjumlahan [Cl-] + [HCO3-] konstan.
Namun, karena adanya kebutuhan listrik netral, maka klorida plasma akan menggantikan bikarbonat yang kurang, sehingga terdapat kelebihan kadar [Cl-], dan terjadi asidosis metabolik hiperkloremik.
Anion Gap pada Asidosis Metabolik. Mekanisme Hilangnya
HCO3
Anion Gap yang
Diharapkan Klorida
Hilangnya bikarbonat Normal Tinggi
Titrasi oleh asam yang
Anion gap dapat menurun pada peningkatan kadar kation yang tidak terukur (hiperkalsemia, hipermagnesemia), penambahan kation abnormal pada darah (intoksikasi lithium), penurunan anion albumin tubuh, atau pada keadaan hiperproteinemia, hiperlipidemia, dan hiperglikemia yang menyebabkan salahnya perhitungan kadar natrium. Intoksikasi bromida dapat membuat ion Br disalahartikan sebagai ion [Cl-] oleh autoanalyzer, sehingga menyebabkan penurunan anion gap yang tidak tepat.
Anion gap meningkat ketika terdapat anion atau asam berlebihan di dalam darah. Hal ini dapat disebabkan karena produksi asam terlalu banyak atau adanya hambatan pembuangan asam (baik melalui paru-paru, lambung, ataupun ginjal). Asidosis memicu pernapasan yang cepat (upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 berlebih), ketidak-mampuan
untuk menahan napas (asam memicu kekuatan untuk menghembuskan napas), serta tekanan darah rendah (terkait dengan vasodilatasi). Pada tahap lanjut, asidosis menyebabkan depresi susunan saraf pusat melalui penurunan transmisi sinaptik. Hal ini dapat menyebabkan kelelahan, kelemahan umum, disorientasi, bahkan koma dan kematian.
Skema patofisiologi asidosis metabolik.
HAGMA dapat disebabkan oleh beberapa hal di bawah ini, yang biasa disingkat sebagai KULT dan CATMUDPILES.
K = Ketoacidosis (KAD, ketoasidosis alkoholik, kelaparan).
Terjadi produksi berlebih keton terkait dengan metabolisme lemak dan protein. Adanya proses glukoneogenesis menyebabkan pemecahan protein dan lemak menjadi glukosa. Metabolit dari proses tersebut adalah keton yang bermuatan negatif. Semakin banyak keton yang terbentuk akan mengakibatkan jumlah ion negatif menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan ion positif, sehingga terjadilah anion gap yang tinggi.
Uremia terkait dengan kegagalan fungsi ginjal. Fungsi ginjal yang tidak baik menyebabkan produksi ureum dari metabolit protein tidak bisa dikeluarkan dari darah, akibatnya terjadi penumpukan ureum dalam darah. Ureum bermuatan negatif, sehingga terjadi peningkatan anion gap.
L = Lactic acidosis.
Produksi berlebih laktat terkait dengan gagal napas (hipoksia), gangguan enzim metabolisme karbohidrat, defisiensi gizi yang mengganggu kemampuan tubuh untuk melakukan metabolisme laktat (vitamins B, terutama vitamin B1).
L-laktatemia dapat terjadi akibat kondisi hipoperfusi (ketoasidosis diabetikum, syok sepsis, syok kardiogenik), intoksikasi karbon monoksida, sianida, biguanid. D-laktatemia dapat terjadi akibat short bowel syndrome.
Asidosis laktat berbeda dengan hiperlaktatemia, di mana pH pada hiperlaktatemia masih normal, namun terjadi peningkatan kadar laktat, sedangkan rasio laktat/piruvat
-nya tetap konstan. Asidosis laktat telah lama digunakan sebagai prediktor survival post-trauma, baik trauma tembus maupun tumpul.
T = Toxins (etilen glikol, propilen glikol, metanol, metformin, paraldehid, salisilat, isoniazid).
Semua senyawa tersebut menyebabkan peningkatan kadar anion dalam darah, yang akan berakibat pada peningkatan anion gap.
C = Cyanide, carbon monoxide A = Alcoholic ketoacidosis T = Toluene
M = Methanol, methaemoglobin U = Uremia
D = DKA (juga kelaparan) P = Paraldehyde
I = INH, iron (via lactic acidosis) L = Lactic asidosis
E = Ethylene glycol S = Salicylate, solvent.
Suatu kelainan dengan anion gap yang normal (NAGMA) yaitu terjadinya asidosis hiperkloremik, disebabkan karena menurunnya ion HCO3- dan tubuh
mengkompensasi dengan meningkatkan ion Cl-. Beberapa kondisi dengan kadar ion HCO3- yang turun antara lain diare, renal tubular asidosis, hipoaldosteron, gagal
ginjal, terapi ammonium klorida, nutrisi parenteral total.
Penyebab NAGMA dapat pula disingkat USEDCARP: U = Ureterosigmoidostomy.
Pasien ureterosigmoidostomy mengalami akumulasi urine di colon. Kandungan klorida dan amonium urine ini akan direabsorbsi dan ditukar dengan bikarbonat, akibatnya pasien akan kehilangan bikarbonat, namun terkompensasi dengan peningkatan klorida, sehingga anion gap tetap normal.
S = Small bowel fistula.
Mekanisme terjadinya peningkatan klorida dan hilangnya bikarbonat hampir sama dengan ureterosigmoidostomy. Bikarbonat akan hilang melalui fistula.
E = Extra chloride.
Pemberian makanan atau preparat dengan kadar klorida tinggi menyebabkan peningkatan klorida.
D = Diarrhea.
Diare terutama pada anak menyebabkan kehilangan bikarbonat dalam jumlah sangat besar, sekitar 70-80 meq/L. Sebagai kompensasi, tubuh akan mempertahankan anion klorida melalui reabsorbsi klorida dari ginjal. Mekanisme
ini akan semakin meningkat bila sudah tidak ada lagi anion lain yang digunakan untuk bereaksi dengan ion H+ dalam darah. Akibatnya terjadi asidosis metabolik dengan kadar klorida dalam darah yang meningkat.
C = Carbonic anhidrase inhibitor.
Adanya penghambat enzim karbonik anhidrase menyebabkan terganggunya proses perubahan asam karbonat menjadi bikarbonat dan ion [H+], sehingga tubuh akan kekurangan bikarbonat. Pada saat sudah tidak ada lagi anion yang bisa bereaksi dengan ion H+, maka tubuh akan mempertahankan anion terakhir yaitu klorida, sehingga kadar klorida akan naik dan anion gap tetap normal.
A = Adrenal insufficiency. R = Renal tubular acidosis.
Sering terjadi pada anak karena kelainan kongenital ginjal. Pasien dengan RTA dapat kehilangan bikarbonat dalam jumlah besar diikuti dengan kehilangan natrium. Akibatnya akan terjadi asidosis metabolik. Namun karena natrium juga ikut hilang, maka nilai anion gap tetap normal atau turun.
P = Pancreatic fistula.
Beberapa penyebab menurunnya anion gap antara lain : 1. Alkalosis dengan berbagai penyebab
2. Multiple myeloma 3. Hiponatremia 4. Hipoalbuminemia 5. Bromide
7. Kation darah yang meningkat (kalsium dan magnesium) 8. keracunan lithium
9. hipothyroid primer 10. penyakit ginjal 11. Polymixin B
2.5.4 Hubungan Anion Gap dengan Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan penurunan primer dari kadar bikarbonat palsma, sehingga terjadi penurunan PH (peningkatan H+). Ditandai dengan pH arteri darah < 7,35 dan jumlah bikarbonat plasma < 20 mmol/L. kompensasi pernafasan akan segera dimulai untuk menurunkan pCO2 melalui hiperventilasi sehingga
saidosis metaboloik jarang terjadi secara akut. Umumnya peningkatan dari anion gap sering dihubungkan dengan metabolik asidosis. Secara praktis, metabolik asidosis dibagi dalam proses yang berhubungan dengan anion gap normal (3-11 mEq/L) (Normal Anion Gap Metabolic Acidosis atau NAGMA) atau peningkatan anion gap (> 11 mEq/L) (High Anion Gap Metabolic Acidosis atau HAGMA).
2.5.4.1 Asidosis Metabolik dengan Peningkatan Anion Gap
Sebab – sebab dari asidosos metabolik dengan selisih anion gap yang tinggi adalah peningkatan anion yang tak terukur seperti asam sulfat, asam laktat, dan asm-asam organik lainnya. Peningkatan anion gap dihasilkan dari anorganik (misalnya fosfat, atau sulfat), organik (misalnya asam keton atau laktat), atau asam eksogen (misalnya salisilat) yang tidak dapat dinetralisir secara keseluruhan oleh bikarbonat. Penyebab terbanyak dari peningkatan anion gap dapat diingat dengan singkatan MUDPILES (box 1). Ada 4 prinsip etiologi dari asidosis anion gap tinggi yaitu lactic acidosis, ketoacidosis, toksin, dan gagal ginjal.
2.5.4.2 Asidosis Hiperkloremik dengan Anion Gap Yang Normal
Jika asidosis disebabkan hilangnya bikarbonat (seperti pada diare) atau bertambahnya asam klorida (contohnya pada pemberian ammonium klorida) maka selisih anion akan normal. Pada asidosis metabolik dengan anion gap yang normal, kehilangan bikarbonat dapat terjadi mealui saluran cerna atau ginjal. Diare, fistula usus halus, dan uretrosigmoidestomi dapat menyebabkan kehilangan bikarbonat secara bermakna. Sedangkan reabsorbsi bikarbonat dapat menurun pada asidoso tubulus proksimal ginjal atau pada orang yang mendapat inhibitor karbonik anhidrase seperti asetazolamid 8.
Literatur yang baru – baru ini menganjurkan perhitungan dari anion gap urin untuk membantu dalam membedakan etiologi penyebab adanya asidosis hiperkloremik. Anion gap urin yang negatif, menandakan adanya kehilangan HCO3- di saluran cerna, anion gap yang positif mengindikasikan ketidakmampuan mengeksresikan H+. Pada asidosis hiperkloremik, peningkatan [Cl-] sebanding dengan penurunan [HCO3-]. Pada kondisi dimana hubungan ini tidak muncul, harus diklasifikasikan sebagai gangguan asam basa. Etiologi asidosis ini dapat diingat dengan singkatan HARD UP (Box 2). Diare dan gangguan ginjal sejauh ini merupakan etiologi yang paling sering.
Diare terutama pada anak menyebabkan kehilangan bikarbonat dalam jumlah sangat besar, sekitar 70-80 meq/L. Sebagai kompensasi, tubuh akan mempertahankan anion klorida melalui reabsorbsi klorida dari ginjal. Mekanisme ini akan semakin meningkat bila sudah tidak ada lagi anion lain yang digunakan untuk bereaksi dengan ion H+ dalam darah. Akibatnya terjadi asidosis metabolik dengan kadar klorida dalam darah yang meningkat.
Pemakaian diuretik seperti triamterene, spironolakton, dan amilorida, mempengaruhi absorpsi Na di tubulus distalis, sekresi ion hidrogen, dan sekresi K. Akibatnya, timbul keadaan hiperkalemia dan asidosis metabolik hiperkloremia seperti pada asidosis tubulus ginjal tipe 4.
L.O.3 Memahami dan Menjelaskan Analisa Gas Darah L.I.3.1 Definisi Analisa Gas Darah
Analisa Gas Darah adalah Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya.
L.I.3.2 Tujuan Analisa Gas Darah
Analisa Gas Darah (AGD) dilakukan untuk : a. Menilai tingkat keseimbangan asam basa
b. Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskular c. Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh
d. Mengevaluasi status oksigen dan karbondioksida di dalam darah arteri e. Mengukur pH darah
f. Komponen analisa gas darah arteri pH, PaCO2, PaO2, Sao2, HCO3-, dan Base
Excess (BE)
L.I.3.3 Analisis hasil pemeriksaan dalam nilai normal
Pemeriksaan gas darah di arteri dapat menunjukkan kondisi asam basa di dalam tubuh, dengan menggunakan 3 indikator : pH, PaCO2 dan HCO3.
Parameter Darah Arteri untuk Analisis Keadaan Asam Basa
Parameter Nilai Normal
Ph 7,35 – 7,45
PaCO2 35 – 40 mmHg (rata-rata=40 mmHg)
PaO2 80 – 100 mmHg
HCO3- 22 – 26 mEq/L
Base excess 0 (±2) mEq/L
SaO2 97
1. pH netral di dalam cairan ekstra seluler : 7,35 – 7,45 pH < 7,35 : asidosis
pH > 7,45 : alkalosis
2. PaCO2, merupakan komponen respirasi : normal 35 – 45 mmHg
PaCO2 > 45 mmHg : asidosis respirasi
PaCO2 < 45 mmHg : alkalosis respirasi
3. HCO3, merupakan ginjal atau metabolik : normal 24 – 28 mEq/L
HCO3 > 28 mmHg : alkalosis metabolik
HCO3 < 24 mmHg : asidosis metabolik
4. Base Excess, nilai normalnya –2 s/d +2 berkaitan dengan nilai bikarbonat 24 – 28 mEq/L (– 2 = 24 mEq/L dan + 2 = 28 mEq/L)
Secara singkat, hasil AGD terdiri atas komponen:
pH atau ion H+, menggambarkan apakah pasien mengalami asidosis atau alkalosis. Nilai normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45.
PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah menggambarkan hipoksemia dan pasien tidak bernafas dengan adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2 adalah 80-100 mmHg
PCO2, menggambarkan gangguan pernafasan. Pada tingkat metabolisme normal, PCO2 dipengaruhi sepenuhnya oleh ventilasi. PCO2 yang tinggi menggambarkan hipoventilasi dan begitu pula sebaliknya. Pada kondisi gangguan metabolisme, PCO2 dapat menjadi abnormal sebagai kompensasi keadaan metabolik. Nilai normal PCO2 adalah 35-45 mmHg
HCO3-, menggambarkan apakah telah terjadi gangguan metabolisme, seperti ketoasidosis. Nilai yang rendah menggambarkan asidosis metabolik dan begitu pula sebaliknya. HCO3- juga dapat menjadi abnormal ketika ginjal mengkompensasi gangguan pernafasan agar pH kembali dalam rentang yang normal. Kadar HCO3- normal berada dalam rentang 22-26 mmol/l
Base excess (BE), menggambarkan jumlah asam atau basa kuat yang harus ditambahkan dalam mmol/l untuk membuat darah memiliki pH 7,4 pada kondisi PCO2 = 40 mmHg dengan Hb 5,5 g/dl dan suhu 37C0. BE bernilai positif menunjukkan kondisi alkalosis metabolik dan sebaliknya, BE bernilai negatif menunjukkan kondisi asidosis metabolik. Nilai normal BE adalah -2 sampai 2 mmol/l
Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Nilai normalnya adalah 95-98 %
Langkah-langkah untuk menilai gas darah: 1. Lihat pH
Langkah pertama adalah lihat pH. pH normal dari darah antara 7,35 – 7,45. Jika pH darah di bawah 7,35 berarti asidosis, dan jika di atas 7,45 berarti alkalosis.
2. Lihat CO2
Langkah kedua adalah lihat kadar pCO2. Kadar pCO2 normal adalah 35-45 mmHg. Di bawah 35adalah alkalosis, di atas 45 asidosis.
3. Lihat HCO3
Langkah ketiga adalah lihat kadar HCO3. Kadar normal HCO3 adalah 22-26 mEq/L. Di bawah22 adalah asidosis, dan di atas 26 alkalosis.
4. Bandingkan CO2 atau HCO3 dengan pH
Langkah selanjutnya adalah bandingkan kadar pCO2 atau HCO3 dengan pH untuk menentukan jenis kelainan asam basanya. Contohnya, jika pH asidosis dan CO2 asidosis, maka kelainannyadisebabkan oleh sistem pernapasan, sehingga disebut asidosis respiratorik. Contoh lain jika pHalkalosis dan HCO3 alkalosis, maka kelainan asam basanya disebabkan oleh sistem metabolik sehingga disebut metabolik alkalosis.
5. Apakah CO2 atau HCO3 berlawanan dengan pH
Langkah kelima adalah melihat apakah kadar pCO2 atau HCO3 berlawanan arah dengan pH.Apabila ada yang berlawanan, maka terdapat kompensasi dari salah satu sistem pernapasan ataumetabolik. Contohnya jika pH asidosis, CO2 asidosis dan HCO3 alkalosis, CO2 cocok dengan pH sehingga kelainan primernya asidosis respiratorik. Sedangkan HCO3 berlawanan dengan pHmenunjukkan adanya kompensasi dari sistem metabolik.
6. Lihat pO2 dan saturasi O2
Langkah terakhir adalah lihat kadar PaO2 dan O2 sat. Jika di bawah normal maka menunjukkanterjadinya hipoksemia.Untuk memudahkan mengingat mana yang searah dengan pH dan mana yang berlawanan, makakita bisa menggunakan akronim
ROME :
Respiratory Opposite : pCO2 di atas normal berarti pH semakin rendah (asidosis) dansebaliknya.
Metabolic Equal : HCO3 di atas normal berarti pH semakin tinggi (alkalosis) dan sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Analisa Gas Darah (
http://id.scribd.com/doc/164576283/Interpretasi-Hasil-Analisa-Gas-Darah)
Asam dan Basa http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimiasmk/kelas_xi/definisi-asam-dan-basa/
Asmadi.2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika
Casaletto, Jennifer J. 2005. Differential Diagnosis of Metabolic Acidosis. USA: Department of Emergency Medicine, Maricopa Medical Center.
Corwin,Elizabeth.2009.Patofisiologi.Jakarta:EGC
Darwan darwis, dkk.Gangguan Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam Basa.Edisi 2. Jakarta:EGC
Guyton, Arthur dkk. 2003. Buku Ajar Fisiologi. Jakarta: EGC.
Harrison.1999.Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:EGC
Patlak J. 2000. The Anion Gap. Department of Physiology, University of Vermont.
Silverthorn,et al. 2004. Human Physiology. USA: Mc. Graw Hill.
Utama,Hendra.2013.Gangguan Keseimbangan Air –Elektrolit dan Asam Basa.Edisi-3 . Jakarta:FKUI