• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

PENCEMARAN UDARA

Udara adalah campuran beberapa macam gas dan berupa atmosfir yang mengelilingi bumi dan memiliki fungsi yang sangat penting untuk kelangsungan kehidupan di bumi. Susunan udara bersih dan kering adalah nitrogen (N2) sebanyak 78,09%, oksigen (O2)

sebanyak 21,94%, argon (Ar) sebanyak 0,93%, dan karbon dioksida (CO2) sebanyak 0,032%

(Wardhana 2004).

Emisi merupakan zat atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang berpotensi sebagai unsur pencemar udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer. Sumber emisi berasal dari setiap usaha atau kegiatan yang mengeluarkan emisi dari sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak maupun sumber tidak bergerak spesifik (Anonim 2010).

Pencemaran udara merupakan adanya komponen-komponen asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan udara dari keadaan normalnya. Pencemaran udara disebabkan oleh pembangunan yang berkembang pesat pada sektor industri dan teknologi serta meningkatnya kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil (Wadhana 2004). Penggunaan bahan bakar fosil untuk keperluan industri dimulai sejak akhir abad ke-19, udara dicemari oleh gumpalan-gumpalan asap hitam sebagai hasil pembakaran bahan bakar tersebut (Buchari et al 2001).

Menurut Soemarno (1999) pencemaran udara ada dua macam berdasarkan sumbernya yaitu, alami dan non-alami. Pencemaran udara alami adalah masuknya zat pencemar ke dalam udara, diakibatkan oleh proses-proses alam, sedangkan pencemaran non-alami adalah masuknya zat pencemar ke dalam udara yang diakibatkan oleh hasil samping aktivitas manusia yang tanpa disadari.

B.

PEMANASAN GLOBAL DAN EMISI GAS RUMAH KACA

Pemanasan global merupakan salah satu dampak dari terjadinya pencemaran udara di bumi. Peristiwa ini diakibatkan oleh meningkatnya temperatur rata-rata pada lapisan atmosfir, temperatur pada air laut, dan temperatur pada daratan. Hal ini disebabkan oleh aktivitas manusia yang menimbulkan gas rumah kaca dan dapat mengakibatkan efek rumah kaca (Anonim 2011).

Burnie (2005) menyatakan bahwa efek rumah kaca merupakan hal yang sangat penting bagi semua kehidupan di bumi. Efek tersebut mengubah atmosfer menjadi isolator searah, energi sinar matahari yang akan mencapai tanah terhalangi oleh aliran kembali energi tersebut keluar dari bumi menuju ke luar angkasa sehingga jika tidak ada efek rumah kaca suhu di bumi pada malam hari akan sangat dingin. Kekuatan efek rumah kaca (Gambar 1) tergantung pada jumlah karbon yang ada di atmosfer, semakin banyak terdapat gas tersebut maka semakin sulit panas keluar dari bumi. Pendapat ini ditambahkan oleh Fardiaz (1992) efek rumah kaca merupakan meningkatnya suhu rumah kaca karena adanya atap dan dinding kaca yang terbentuk oleh konsentrasi gas CO2 yang tinggi di atmosfer, menjadi seperti filter

satu arah sehingga CO2 mengabsorbsi radiasi gelombang panjang dan menyebabkan suhu

(2)

4 Gambar 1. Efek Rumah Kaca (ERK)

(Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Greenhouse_gas)

Emisi gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca, ada enam jenis emisi gas rumah kaca yang telah disepakati dalam Protokol Kyoto, yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrooksida (N2O), chloro-fluoro-carbon (CFCs), hydro-fluoro-carbon

(HFCs), dan sulfur heksafluorida (SF6) (Susanta dan Sutjahjo 2007).

C.

EMISI GAS KARBONDIOKSIDA (CO

2

) DAN GAS METANA (CH

4

)

Karbon merupakan salah satu bahan yang terdapat di udara sebagai karbon dioksida (CO2), di air sebagai CO2 terlarut, dan di tanah sebagai bebatuan karbonat. Karbon adalah

bahan dasar penyusun semua kehidupan, senyawa-senyawa ini dimakan oleh konsumen, sehingga karbon berpindah-pindah dari tanaman ke hewan dan dari hewan kembali lagi ke udara berupa gas (Gonick dan Outwater 2004).

Unsur karbon dalam CO2 bukan termasuk polutan udara dan komponen yang

terdapat dalam susunan udara, serta CO2 yang secara terus-menerus mengalami sirkulasi ke

dalam dan ke luar atmosfer melalui aktivitas tanaman dan hewan merupakan hal yang normal dan tidak menimbulkan kerusakan, namun dengan bertambahnya aktivitas manusia, menyebabkan siklus tersebut terganggu sehingga jika diakumulasikan dari seluruh aktivitas yang terjadi maka akan terjadi kenaikan CO2 di atmosfer dan menyebabkan adanya efek

rumah kaca (Fardiaz 1992).

Burnie (2005) menyatakan bahwa, seorang ahli fisika Inggris bernama John Tyndall menemukan sifat dari gas karbondioksida yang tidak biasa, yaitu gas tersebut tembus cahaya namun menghalangi panas. Sifat inilah yang menjadi penyebab efek rumah kaca. Selama kurun waktu 100 tahun gas karbon dioksida meningkat 44 % dari 250 part per million (ppm) saat sebelum revolusi industri, menjadi 360 ppm. Hal tersebut termasuk dalam perubahan yang luar biasa cepat. Gas karbon dioksida tambahan tersebut sebagian besar berasal dari bahan bakar fosil.

Pada tahun 1957, para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai. Penelitian tersebut menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer (Gambar 2). Banyaknya konsentrasi dalam atmosfer menyebabkan

(3)

5 peningkatan suhu di bumi. Selama penelitian tersebut berlangsung, IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1,1–6,4 °C (2,0 hingga 11,5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.

Gambar 2. Konsentrasi Karbondioksida di Atmosfer 1960-2010 (Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global)

Menurut Hanks (1996) dan Porteous (1992) dalam Suprihatin et al (2008), senyawa CO2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan penebangan hutan, senyawa CH4 berasal

dari peternakan, sampah, dan lahan pertanian, senyawa NOx berasal dari kegiatan industri dan

penggunaan pupuk, senyawa CFC (chloro-fluoro-carbon) berasal dari penggunaan AC (air conditioning), lemari pendingin, dan busa aerosol, sedangkan senyawa O3 (ozon) berasal dari

konversi polutan otomobil oleh sinar matahari. Disajikan dalam Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Kontribusi Beberapa Senyawa Gas dalam Efek Rumah Kaca

Senyawa Sumber

Kontribusi Relatif terhadap Efek Gas Rumah Kaca (dalam persen)

Hanks (1996) Porteous (1992)

CO2

Pembakaran bahan bakar fosil,

penebangan hutan 60 50

CH4

Sapi, dekomposisi sampah (landfill),

lahan persawahan 15 20

NOx Industri, pupuk 5 5 (mencakup air)

CFC AC, refrigerator, busa aerosol 12 15

O3

Konversi polutan otomobil oleh sinar

matahari 8 10

Sumber : Hanks (1996) dan Porteous (1992) dalam Suprihatin et al (2008)

Murdiyarso et al (1994) menyatakan bahwa gas rumah kaca kedua terbesar yang menyebabkan terjadinya pemanasan global adalah CH4, karena metana menyumbang sekitar

15% dari total gas rumah kaca. Menurut Newman (1993) gas metana dapat terbentuk dari selulosa dan hemiselulosa. Prosesnya terjadi dalam 3 (tiga) tahapan biologis yang terpisah,yaitu:

(4)

6 Selulosa → gula (glukosa) → asetat → CH4 + CO2

Selama ini dapat diketahui bahwa produksi metana sebagian besar berasal dari limbah domestic seperti kotoran sapi, sludge, dan pembuangan domestik. Ginting (2007) menambahkan Gas metana terbentuk akibat penguraian zat-zat organik dalam kondisi anaerob pada air limbah. Gas ini dihasilkan lumpur yang membusuk pada dasar kolam, tidak berdebu, tidak berwarna dan mudah terbakar.

Menurut Whitman et al (1992) dalam Boone (2000), metana adalah produk penting yang terbentuk dari hasil degradasi bahan organik oleh bakteri di lingkungan seperti tanah tergenang, lahan basah, muara, sedimen air tawar dan laut, serta saluran pencernaan binatang. Setiap tahunnya ada 350-500 juta ton gas metana yang dihasilkan dari peternakan, penggunaan bahan bakar fosil, gas alam, kultivasi padi, dan lahan tempat pembuangan akhir sampah.

Emisi metana merupakan gas emisi yang juga potensial mencemari lingkungan bahkan berkontribusi dalam pemanasan global. Walaupun gas karbodioksida merupakan gas yang paling berpengaruh terhadap pemanasan global, radiasi gas metana lebih tinggi dibandingkan karbondioksida. Pemanasan metana terhadap atmosfer meningkat 1% setiap tahunnya, dan hewan ternak berkontribusi menghasilkan gas metana sebesar 3% dari total gas rumah kaca (Tyler dan Ensminger 2006).

Kontribusi gas rumah kaca terhadap pemanasan global tergantung dari jenis gasnya. Setiap gas rumah kaca mempunyai potensi pemanasan global (Global Warming Potential – GWP) yang diukur secara relatif berdasarkan emisi CO2 dengan nilai 1 (satu). Semakin besar

nilai GWP maka akan semakin bersifat merusak (Sugiyono 2006; Tyler dan Ensminger 2006). CO2 merupakan gas rumah kaca yang terpenting karena kontribusinya yang paling tinggi

terhadap efek rumah kaca, yaitu sebesar 55% (Murdiyarso et al 1994).

Setiap gas rumah kaca memiliki GWP berbeda-beda dan dibandingkan dengan besarnya GWP CO2. CH4 memiliki dampak 21 kali lebih tinggi (BPPP 2004, Wuebbles et al

2000) dan 23 kali lebih tinggi (Venterea 2005) dibandingkan gas CO2 sehingga gas ini

termasuk gas yang menimbulkan efek rumah kaca yang menyebabkan terjadinya pemanasan global.

D.

CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM (CDM)

Clean Development Mechanism (CDM) merupakan salah satu mekanisme dalam Protokol Kyoto sebagai upaya penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan negara berkembang (Non-annex I) seperti Indonesia dengan bantuan dari negara maju (Annex I). CDM merupakan salah satu mekanisme yang ditawarkan dalam Protokol Kyoto yang ditandatangani pada COP III untuk UNFCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) pada tahun 1997, sedangkan yang lainnya adalah International Emission Trading (IET) dan Joint Implementation (JI) (Anonim 2002).

Tujuan dari CDM adalah untuk saling membantu di antara negara para pihak yaitu negara berkembang membantu negara maju dan transisi ekonomi dalam memenuhi target penurunan emisi seperti yang telah diatur dalam Protokol Kyoto, sedangkan negara maju dan transisi ekonomi membantu negara berkembang dalam rangka mencapai pembangunan berkelanjutan (Anonim 2002).

(5)

7 Secara umum menurut Mudiyarso (2003) CDM merupakan kerangka multilateral yang memungkinkan negara maju melakukan investasi di negara berkembang untuk mencapai target penurunan emisinya, sementara itu negara berkembang berkepentingan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Panjiwibowo et al (2003) menambahkan bahwa CDM, pada dasarnya dibedakan atas kegiatan yang menurunkan emisi GRK pada sumber dan kegiatan yang menyerap GRK dari atmosfer. Kegiatan menurunkan emisi dari sumbernya terfokus pada sektor pemanfaatan energi, sedangkan kegiatan menyerap GRK dari atmosfer dikenal dengan carbon sequestration, kegiatan non-energi seperti kehutanan.

Sektor-sektor yang menjadi sumber emisi GRK dan yang termasuk dalam CDM adalah sektor energi, sektor transportasi, sektor industri, sektor komersial dan rumah tangga, sektor persampahan, serta sektor kehutanan (Panjiwibowo et al 2003).

E.

INDUSTRI PETERNAKAN SEBAGAI SUMBER EMISI GAS RUMAH

KACA

Sumber emisi dari sektor industri adalah pemakaian energi, proses produksi yang menghasilkan emisi GRK dan limbah yang mengeluarkan gas CH4 (Wiharja 2010). Industri

peternakan merupakan termasuk salah satu sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor yang menjadi sumber emisi GRK. Gas metana dari sektor pertanian merupakan gas terbesar kedua yang mempengaruhi pemanasan global (Departemen Pertanian 2007).

Gambar 3. Grafik Prakiraan Emisi CH4 dari Sapi Potong di Indonesia, 2004-2007

Sumber : Kementrian Lingkungan Hidup 2009

Pada Gambar 3 menunjukan bahwa perkiraan emisi CH4 yang dihasilkan dari

peternakan, khususnya sapi potong, terus meningkat setiap tahunnya. Jika besarnya emisi CH4

diequivalenkan dengan CO2, maka emisi yang dikeluarkan sektor peternakan sapi potong akan

menghasilkan emisi yang besar (Kementrian Lingkungan Hidup 2009).

Menurut penelitian pada tahun 2006 diketahui bahwa 51% emisi GRK berasal dari industri peternakan. Emisi CH4 dari industri peternakan berasal dari 2 (dua) aktivitas, yaitu

aktivitas pencernaan hewan (enteric fermentation) dan pengolahan kotoran ternak (manure management) (Departemen Pertanian 2007). Industri peternakan, khususnya rumah potong hewan termasuk industri yang menghasilkan emisi GRK berupa gas CO2 dari penggunaan

energi seperti listrik dan gas CH4 dari hewan ternak.

0 100 200 300 400 500 2004 2005 2006 2007 E m is i G RK ( Ribu T o n) CH4 equiv. CO2

(6)

8

F.

PERHITUNGAN DAN PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

1. Perhitungan Emisi

Perhitungan emisi dapat dilakukan dengan menghitung konsumsi energi. Menurut Laksamana (2007) konsumsi energi bertujuan untuk mengetahui dan memperkirakan besarnya energi yang dibutuhkan dalam proses produksi. Perhitungan tersebut dapat pula dipergunakan untuk mengukur tingkat efisiensi proses produksi serta tindakan-tindakan penghematan dan konservasi energi pada masing-masing bagian produksi. Menurut Goswani (1986) Konservasi energi merupakan kegiatan pengurangan atau penghematan penggunaan energi melalui suatu cara peningkatan efisiensi dalam penggunaan energi tanpa mengurangi produktivitas produksi. Studi yang dilakukan secara global sejak awal tahun 1970-an menunjukkan bahwa konservasi energi dapat dilakukan melalui penerapan manajemen energi.

Perhitungan emisi, dilakukan dengan menggunakan dasar perhitungan emisi yang telah diakui oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Laporan IPCC 2006, perhitungan emisi yang diakibatkan pembakaran bahan bakar adalah sebagai berikut :

Faktor emisi yang digunakan berdasarkan dari bahan bakar yang digunakan pada industri yang bersangkutan, nilai yang digunakan merupakan nilai-nilai konstanta yang telah ditentukan (default) oleh IPCC. Tabel 2. di bawah ini merupakan faktor emisi untuk pembakaran stasioner oleh IPCC tahun 2006.

Tabel 2. Faktor Emisi Pembakaran Bahan Bakar

No. Produk Faktor Emisi CO2 (Kg/TJ)

1 Bensin 69.300 2 Solar 74.100 3 Minyak Tanah 71.900 4 Batubara 94.600 5 LPG 63.100 6 Briket Batubara 97.500 7 Arang Kayu 112.000 8 Kayu Bakar 112.000

Sumber : IPCC Report 2006

Perhitungan emisi yang dihasilkan dari peternakan memiliki nilai faktor emisi yang berbeda dengan faktor emisi dari hasil pembakaran. Berikut adalah Tabel 3 merupakan faktor emisi untuk peternakan oleh IPCC tahun 2006.

(7)

9 Tabel 3. Faktor Emisi Peternakan

No Produk Faktor Emisi CH4 (kg/ekor)

1 Hewan Ternak (Fermentasi Pencernaan)

Sapi perah 61 Sapi Potong 47 Kerbau 55 Kuda 18 Kambing 5 Dmba 5 Babi 1

2 Hewan Ternak (Pupuk Kandang)

Sapi perah 31 Sapi Potong 1 Kerbau 2 Kuda 2,19 Kambing 0,2 Dmba 0,22 Babi 7

3 Hewan Unggas (Pupuk Kandang)

Ayam pedaging 0,22

Ayam petelur 0,03

Itik 0,03

Sumber : IPCC Report 2006

Formulasi untuk perhitungan yang berasal dari peternakan juga telah ditetapkan oleh IPCC tahun 2006, yaitu sebagai berikut:

2. Penurunan Emisi CO

2

Emisi CO2 semakin menunjukkan penigkatan dari tahun ke tahun, sehingga perlu

adanya strategi dalam mengurangi emisinya. Salah satu strateginya adalah mengganti energi dengan energi terbarukan (renewable energy). Energi terbarukan merupakan salah satu cara untuk memperkecil tingkat emisi CO2 dengan cara mengganti energi yang berasal dari bahan

bakar fosil menjadi energi yang berasal dari sumber lain, seperti angin, air, nuklir, biomassa, dan biobriket (Fiantisca 2002).

(8)

10 Penurunan emisi dapat dilakukan dengan menginventarisasi emisi karbon yang dihasilkan suatu perusahaan. Metode tersebut digunakan untuk mengestimasikan emisi karbon yang dapat diturunkan industri. Greenhouse Gas Inventory merupakan metode pendekatan yang digunakan dalam proses penurunan emisi gas rumah kaca (Putt del Pino et al 2006). Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi konsentrasi CO2 dari atmosfer, yaitu

mengurangi produksi CO2 dengan 2 (dua) cara berupa mengganti bahan bakar fosil dengan

energi terbarukan dan mereboisasi hutan, serta menghilangkan sebagian CO2 dari atmosfer

dengan terknologi terbarukan (Newman 1993).

Wardhana (2004) menyatakan emisi gas rumah kaca dari sektor industri dapat ditanggulangi atau dikurangi secara teknis dengan cara mengganti sumber energi yang digunakan, yaitu mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar LNG (Liquid Natural Gases) yang akan menghasilkan gas buang yang lebih bersih. Fiantisca (2002) juga menyatakan bahwa cara mereduksi emisi CO2 dari industri adalah dengan menggunakan

bahan bakar bio, peralatan hemat energi, reboisasi, mengurangi penggunaan mesin produksi berumur tua, dan meminimalkan penggunaan material yang tidak ramah lingkungan.

3. Penurunan Emisi CH

4

Kotoran ternak dari sektor peternakan yang tidak dikelola akan menghasilkan emisi gas metana. Pemanfaatan kotoran ternak dapat dilakukan dengan cara diolah menjadi biogas atau pupuk organik (kompos) (Departemen Pertanian (2007). Pernyataan ini ditegaskan oleh Agenda Riset Bidang Energi 2009-2013 yang dikeluarkan Institut Pertanian Bogor (2008) bahwa limbah rumah potong hewan akan lebih termanfaatkan jika digunakan sebagai biogas. Wahyuni (2009) menyatakan bahwa pembuatan biogas memerlukan digester untuk menguraikan kotoran ternak menjadi emisi gas metana agar dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan bakar alternatif. Pada Tabel 4 bahwa 1 m3 biogas setara dengan gas elpiji sebanyak 0,46 kg.

Tabel 4. Biogas Dibandingkan dengan Bahan Bakar Lain

Keterangan Bahan Bakar Lain

1 m3 Biogas

Elpiji 0,46 kg

Minyak Tanah 0,62 liter Minyak Solar 0,52 liter Bensin 0,80 liter Gas Kota 1,50 m3 Kayu Bakar 3,50 kg Sumber : Wahyuni 2009

Penurunan emisi gas rumah kaca dengan menghasilkan biogas, tidak hanya berasal dari limbah padat industri peternakan tetapi juga dapat berasal dari limbah cair. Menurut Hambali (2007), limbah cair rumah potong hewan merupakan salah satu limbah cair yang mengandung banyak bahan organik yang dapat menghasilkan gas dalam proses anaerobik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan penghasil biogas.

Gambar

Tabel 1. Kontribusi Beberapa Senyawa Gas dalam Efek Rumah Kaca
Gambar 3. Grafik Prakiraan Emisi CH 4  dari Sapi Potong di Indonesia, 2004-2007  Sumber : Kementrian Lingkungan Hidup 2009
Tabel 2. Faktor Emisi Pembakaran Bahan Bakar
Tabel 4. Biogas Dibandingkan dengan Bahan Bakar Lain

Referensi

Dokumen terkait

There were 30 provinces participated in those program and every provinces followed water quality monitoring rule and guidance which is prepared by EMC, including

OJK memberikan persetujuan atas permohonan menjadi Pelapor paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak dokumen permohonan menjadi Pelapor diterima secara lengkap

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke

Pada modul ini, praktikan akan membuat dan melakukan simulasi untuk implementasi filter realtime dengan menggunakan Dev-C++.. Pada modul ini juga dikenalkan isu numerik

Demikian juga berpikir kritis meliputi kemampuan untuk menarik kesimpulan dan generalisasi yang bisa dipertanggungjawabkan, menguji kesimpulan dan generalisasi yang dibuat,

Batupasir di bagian bawah berwarna kelabu, berbutir kasar sampai halus, menyudut tanggung, sampai membulat tanggung, gampingan, serpihan, kadang-kadang bersifat lanauan,

selain itu mereka tak lupa untuk menggosok gigi menggunakan sikat gigi yang diberi pasta gigi sehingga gigi mereka menjadi putih dan kuat bobi dan nita juga terhindar dari

Melalui Program Penataan daerah Otonomi Baru, dengan kegiatan Fasilitasi Percepatan Penyelesaian Batas Wilayah Administrasi Antar Daerah, Pemerintah Kabupaten Lombok