• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN ABORTUS PROVOCATUS PADA KORBAN PERKOSAAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA. (Suatu Kajian Normatif)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN ABORTUS PROVOCATUS PADA KORBAN PERKOSAAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA. (Suatu Kajian Normatif)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN

ABORTUS PROVOCATUS PADA KORBAN

PERKOSAAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

(Suatu Kajian Normatif)

Oleh:

Subaidah Ratna Juita, S.H., M.H.

B. Rini Heryanti, S.H., M.H

Proyek Penelitian ini Dibiayai oleh Universitas Semarang dengan Surat Perjanjian Nomor: 89/ USM. H8/L/ 2010

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEMARANG

SEMARANG

Agustus, 2010

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Abortus provocatus yang dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus Provocatus merupakan salah satu dari berbagai macam jenis abortus. Dalam kamus Latin - Indonesia sendiri, abortus diartikan sebagai wiladah sebelum waktunya atau keguguran. Pengertian aborsi atau Abortus Provocatus adalah penghentian atau pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum waktunya.1 Dengan kata lain “pengeluaran” itu dimaksudkan bahwa keluarnya janin disengaja dengan campur tangan manusia, baik melalui cara mekanik, obat atau cara lainnya.

Abortus provokatus atau yang lebih popular di Indonesia disebut aborsi adalah suatu kejahatan dengan fenomena gunung es. Kasus-kasus pengguguran kandungan banyak ditemukan di masyarakat, namun yang diproses di tingkat Pengadilan hanya sedikit sekali, antara lain disebabkan sulitnya para penegak hukum dalam mengumpulkan bukti-bukti yang dapat menyeret pelaku abortus provokatus ke meja hijau.2 Realitas seperti ini dapat 1 Kusmaryanto, SCJ., Kontroversi Aborsi. (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

2002), halaman 203.

2 Suryono Ekotama, dkk., Abortus Provokatus Bagi Korban Perkosaan Perspektif

Viktimologi, Kriminologi dan Hukum Pidana, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2001),

(3)

dipahami, karena aborsi tidak memberikan dampak yang nyata sebagaimana tindak pidana pembunuhan yang secara riil dapat diketahui akibatnya. Aborsi baik proses dan hasilnya lebih bersifat pribadi, sehingga sulit dideteksi.

Dampak kasus Kehamilan Tidak Dikehendaki (KTD) khususnya korban perkosaan, pada dasarnya membawa akibat buruk, selain korban mengalami trauma yang panjang bahkan seumur hidup, dia tidak dapat melanjutkan pendidikan, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungannya. Begitu juga jika anaknya lahir, masyarakat tidak siap menerima kehadirannya bahkan mendapat stigma sebagai anak haram yang tidak boleh bergaul dengan anak-anak lain di lingkungannya serta menerima perlakuan negatif lainnya. Sementara jika digugurkan (aborsi), selain tidak ada tempat pelayanan yang aman dan secara hukum dianggap sebagai tindakan kriminal, pelanggaran norma agama, susila dan sosial.

Kasus Kehamilan Tidak Dikehendaki (KTD) yang berakhir dengan aborsi tidak aman, hanyalah salah satu kasus yang terjadi di Indonesia. Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia menemukan, pertahun rata-rata terjadi sekitar 2 juta kasus aborsi tidak aman.3 Sementara WHO memperkirakan 10-50% dari kasus aborsi tidak aman berakhir dengan kematian ibu.4 Angka aborsi tak aman (unsafe abortion) memang tergolong tinggi, diperkirakan setiap tahun di dunia terjadi sekitar 20 juta aborsi tak

3 Budi utomo dkk., Angka Aborsi dan Aspek Psiko-sosial di Indonesia: Studi di 10 kota

Besar dan 6 kabupaten. (Jakarta: Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia, 2002),

halaman 7.

4 WHO dalam Gulardi Wignyosastro. Masalah Kesehatan Perempuan Akibat Reproduksi. Makalah Seminar Penguatan Hak Reproduksi Perempuan, diselenggarakan PP Fatayat NU, pada 1 September 2001.

(4)

aman, 26% dari jumlah tersebut tergolong legal dan lebih 70.000 aborsi tak aman di negara berkembang berakhir dengan kematian ibu.5

Muhajir Darwin dari Pusat Penelitian Kependudukan UGM dalam Round Table Discussion, tentang Aborsi, Usia Kawin dan Pengaruhnya terhadap Fertilisasi yang diadakan BKKBN, mengatakan: “... ketika hukum tidak memberi tempat bagi pelayanan aborsi yang aman, maka para perempuan yang mengalami kehamilan tanpa dikehendaki terpaksa pergi ke bidan atau dukun aborsi yang tak kompeten. Akibatnya, komplikasi kesehatan atau bahkan kematian mengancamnya.6 Selanjutnya menurut Muhajir Darwin, bahwa angka kematian maternal di Indoonesia adalah tertinggi di Asia yaitu sekitar 11% di antaranya karena pertolongan aborsi yang tidak aman.7

Membahas persoalan aborsi sudah bukan merupakan rahasia umum dan hal yang tabu untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan aborsi yang terjadi dewasa ini sudah menjadi hal yang aktual dan peristiwanya dapat terjadi dimana-mana dan bisa saja dilakukan oleh berbagai kalangan, baik itu dilakukan secara legal ataupun ilegal. Dalam memandang bagaimana kedudukan hukum aborsi di Indonesia sangat perlu dilihat kembali apa yang

5A.Widanti S., “Aborsi dan Perlindungan Hak Reproduksi Perempuan”, Makalah, disampaikan dalam Diskusi Publik “Aborsi dan Perlindungan Hak Reproduksi Perempuan”, diselenggarakan atas Kerjasama antara Magister Hukum Kesehatan dan PKBI Wilayah Jawa Tengan, Semarang, 30 Januari 2010, halaman 4.

6 Titik Triwulan Tutik, “Analisis Hukum Islam terhadap Praktik Aborsi bagi Kehamilan Tidak Diharapkan (KTD) Akibat Perkosaan menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan”, (http:// www. legalitas.org), diakses 8 Juni 2010.

7 Data tahun 1995 menunjukkan dari 600.000 perempuan meninggal karena kehamilan dan persalinan. Dari angka itu 66.000 perempuan meninggal karena aborsi. Sementara Zarfel Tafal dari FKM UI dan aktif di PKBI mencatat dari pengalaman praktiknya di sebuah klinik di Jakarta ada kecenderungan permintaan aborsi semakin meningkat. Tahun 1999 sekitar 100.000 perempuan, namun tahun 2000-an sudah menjadi 200.000-an lebih di 8 klinik. Ibid.

(5)

menjadi tujuan dari perbuatan aborsi tersebut. Sejauh ini, persoalan aborsi pada umumnya dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai tindak pidana. Namun, dalam hukum positif di Indonesia, tindakan aborsi pada sejumlah kasus tertentu dapat dibenarkan apabila merupakan aborsi provokatus medikalis. Sedangkan aborsi yang digeneralisasi menjadi suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai aborsi provokatus criminalis.

Selama puluhan tahun aborsi telah menjadi permasalahan bagi perempuan karena menyangkut berbagai aspek kehidupan baik itu moral, hukum, politik, dan agama. Kemungkinan terbesar timbulnya permasalahan tersebut berakar dari konflik keyakinan bahwa fetus memiliki hak untuk hidup dan para perempuan memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri, dalam hal ini melakukan pengguguran kandungan. Perkembangan konflik yang tidak kunjung mendapatkan titik temu mengakibatkan munculnya penganut paham pro-life yang berupaya mempertahankan kehidupan dan pro-choice yang mendukung supaya perempuan mempunyai pilihan untuk menentukan sikap atas tubuhnya dalam hal ini aborsi.8 Mencuatnya permasalahan aborsi di Indonesia, agaknya perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak yang memberikan alternatif solusi yang tepat. Pertentangan moral dan agama merupakan masalah terbesar yang sampai sekarang masih mempersulit adanya kesepakatan tentang kebijakan penanggulangan masalah aborsi. Oleh karena itu, aborsi yang ilegal dan tidak sesuai dengan cara-cara medis masih tetap berjalan dan tetap merupakan masalah besar yang masih mengancam. Adanya 8 Loebby Loqman, Jurnal Obsetri dan Ginekologi Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Bina

(6)

pertentangan baik secara moral dan kemasyarakatan dengan secara agama dan hukum membuat aborsi menjadi suatu permasalahan yang mengandung kontoroversi. Dari sisi moral dan kemasyarakatan, sulit untuk membiarkan seorang ibu yang harus merawat kehamilan yang tidak diinginkan terutama karena hasil perkosaan, hasil hubungan seks komersial (dengan pekerja seks komersial) maupun ibu yang mengetahui bahwa janin yang dikandungnya mempunyai cacat fisik yang berat. Di samping itu, banyak perempuan merasa mempunyai hak atas mengontrol tubuhnya sendiri. Di sisi lain, dari segi ajaran agama, agama manapun tidak akan memperbolehkan manusia melakukan tindakan penghentian kehamilan dengan alasan apapun.

Istilah aborsi dalam hukum pidana di Indonesia dikenal dengan tindak pidana “Pengguguran Kandungan”. Dan secara umum pengaturan mengenai aborsi tersebut terdapat dalam Pasal 299, 346, 347, 348, dan 349 KUHP. Pasal-pasal ini secara jelas dan tegas mengatur larangan melakukan aborsi dengan alasan apapun, termasuk aborsi karena alasan darurat (terpaksa) yaitu sebagai akibat perkosaan, baik bagi pelaku ataupun yang membantu melakukan aborsi. Bahkan dengan hukuman yang dilipatgandakan, yang membantu melakukan adalah ahli medis. Ketentuan ini terasa memberatkan terutama bagi tim medis yang melaksanakan aborsi dengan alasan medis.

Sebelum dilakukan revisi terhadap undang-undang kesehatan masih banyak perdebatan mengenai aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan termasuk tenaga medis yang membantu melakukan aborsi tersebut. Hal itu dikarenakan tidak terdapat pasal yang secara jelas mengatur mengenai aborsi

(7)

terhadap korban perkosaan. Selama ini banyak pandangan yang menafsirkan bahwa aborsi terhadap korban perkosaan disamakan dengan indikasi medis sehingga dapat dilakukan karena gangguan psikis terhadap ibu juga dapat mengancam nyawa sang ibu. Namum dipihak lain ada juga yang memandang bahwa aborsi terhadap korban perkosaan adalah aborsi kriminalis karena memang tidak membahayakan nyawa sang ibu, dan dalam undang-undang kesehatan yang lama, yaitu UU No. 23 Tahun 1992 tidak termuat secara jelas di dalam pasalnya.

Keberadaan praktik aborsi kembali mendapat perhatian dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, dan sebagai pengganti UU No. 23 Tahun 1992. Dengan dikeluarkannya revisi undang-undang kesehatan maka mengenai legalisasi aborsi terhadap korban perkosaan telah termuat dengan jelas di dalam Pasal 75 ayat 2 UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Meski demikian UU ini menimbulkan kontroversi diberbagai lapisan masyarakat karena adanya pasal-pasal yang mengatur mengenai aborsi dalam praktek medis mengandung berbagai reaksi. Pasal 75 dan 76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, kembali menegaskan bahwa pada dasarnya undang-undang melarang adanya praktik aborsi (Pasal 75 ayat 1). Meski demikian larangan tersebut dikecualikan apabila ada:

a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

(8)

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan (Pasal 75 ayat 2).

Terlepas dari hukum formal yang mengatur, aborsi merupakan fenomena yang terkait erat dengan nilai-nilai sosial budaya agama yang hidup dalam masyarakat. Dalam konteks Indonesia aborsi lebih condong sebagai aib sosial daripada manifestasi kehendak bebas tiap individu. Aborsi merupakan masalah yang sarat dengan nilai-nilai sosial, budaya, agama, dan politik. Aturan normatif legal formal menolak aborsi meski masih ada ruang untuk hal-hal khusus. Aturan normatif sosial-hudaya-agama yang "informal" pada umumnya juga menolak aborsi, meski terdapat variasi dan kelonggaran di sana-sini. Persoalan aborsi penting untuk dibahas karena fenomena ini berkaitan erat dengan persoalan kesehatan reproduksi perempuan. Untuk kasus Indonesia, seperti diketahui, salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu (MMR) adalah karena praktek aborsi terutama bagi ibu pada usia belia sebagai akibat salah pergaulan ataupun belum siap memiliki anak, selain persoalan pelayanan kesehatan yang tidak memadai dan faktor struktural lain yang lebih luas. Selain keterkaitan dengan nilai-nilai sosial, politik, budaya, dan agama, secara lebih spesifik fenomena aborsi tersebut terkait erat dengan isu gender.

Berdasar latar belakang penelitian sebagaimana tersebut di atas, satu persoalan yang perlu mendapat jawaban dan penjelasan yaitu tentang pengaturan dan perlindungan hukum terhadap tindakan aborsi (abortus provocatus) khususnya yang dilakukan oleh korban perkosaan menurut Hukum

(9)

Pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan merupakan suatu pernyataan yang menunjukkan adanya jarak antara harapan dengan kenyataan, antara rencana dengan pelaksanaan dan antara das sollen dengan das sein.

Untuk memudahkan pembahasan, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan Hukum Pidana tentang abortus provocatus yang dilakukan oleh korban perkosaan?

2. Bagaimana perlindungan hukum pidana terhadap korban perkosaan yang melakukan abortus provocatus?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perumusan, dan pengaturan hukum pidana tentang abortus provocatus yang dilakukan oleh korban perkosaan.

2. Untuk mengetahui bagaimana hukum pidana melalui peraturan perundang-undangan yang ada memberikan perlindungan terhadap korban perkosaan yang melakukan abortus provocatus

(10)

D. Kontribusi Penelitian

Kontribusi yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis:

Secara teoritis dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan hukum pidana materiil, khususnya yang terkait dengan abortus provocatus pada korban perkosaan.

2. Secara Praktis:

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan tidak hanya kepada para praktisi hukum yang memiliki kewenangan dalam penegakkan hukum, tetapi juga kepada para tenaga medis yang memiliki kewenangan bertindak sesuai dengan sumpah jabatan dan etika profesi yang diembannya khususnya yang berkaitan dengan masalah abortus provocatus, dan bagi pihak-pihak yang berkepentingan lainnya yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, sehingga perempuan sebagai korban perkosaan tidak lagi menjadi korban secara terstruktur (second victimization).

E. Sistematika Penulisan

Sistimatika ini dimaksudkan agar tidak terjadi penyimpangan dari judul dan lebih mudah dalam menelaah uraian yang disajikan secara keseluruhan. Penulisan laporan penelitian disusun dengan sistimatika sebagai berikut :

(11)

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam Bab I sebagai Pendahuluan, terdiri dari lima sub bab yang membahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah sebagai batasan masalah dalam melakukan penelitian. Selanjutnya akan diuraikan tujuan penelitian, kontribusi penelitian dan diakhiri dengan sistimatika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka menguraikan landasan teori untuk menganalisa permasalahan yang akan diteliti. Tinjauan pustaka ini berisi kerangka pemikiran atau teori-teori dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Uraian pertama pada bab ini berupa tinjauan umum tentang aborsi. Uraian berikutnya akan menjelaskan tinjauan tentang regulasi aborsi dalam Peraturan Perundang-undangan Indonesia. Dan uraian ketiga sebagai akhir dari tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai tinjauan tentang perkosaan sebagai tindak pidana yang menjadikan perempuan sebagai korban.

BAB III : METODE PENELITIAN

Metode penelitian menjelaskan mengenai metode yang diuraikan dalam penelitian ini yaitu metode pendekatan, spesifikasi penelitian, metode pengumpulan data dan analisa data.

(12)

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sebagai bagian dari penyajian data dan analisis terhadap data yang diperoleh dari hasil penelitian, yakni data mengenai “Abortus Provocatus pada Korban Perkosaan dalam Perspektif Hukum Pidana”. Adapun dalam menganalisa data tersebut, penulis melakukan suatu kajian yang bersifat normatif

berdasarkan ketentuan hukum pidana positif yang berlaku di Indonesia, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku sebagai hukum pidana umum (lex

generale), dan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, yang berlaku sebagi hukum pidana khusus (lex

speciale) terkait dengan Abortus Provocatus yang dilakukan

oleh korban perkosaan . Adapun dalam Bab ini data-data hasil penelitian yang akan disajikan dan dianalisis menyangkut data-data mengenai :

1. Pengaturan Hukum Pidana tentang Abortus Provocatus yang dilakukan oleh korban perkosaan.

2. Perlindungan hukum pidana terhadap korban perkosaan yang melakukan abortus provocatus.

Data yang disajikan berupa data sekunder. Dengan demikian, gambaran mengenai permasalahan dalam penelitian ini diharapkan telah menjadi jelas.

(13)

Bab V : PENUTUP

Berdasarkan proses pembahasan dan penganalisaan permasalahan yang diuraikan dalam Bab IV mengenai Abortus Provocatus pada Korban Perkosaan dalam Perspektif Hukum Pidana , maka Bab V ini menjadi bagian akhir dari penyusunan laporan penelitian ini, sehingga pada bagian ini dapat ditegaskan beberapa simpulan dan saran sebagai penutup.

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Aborsi

1.

Pengertian Aborsi

Dalam pengertian awam istilah aborsi adalah pengguguran kandungan, keluarnya hasil konsepsi atau pembuahan sebelum waktunya. Abortion dalam kamus Inggris Indonesia diterjemahkan dengan pengguguran kandungan.9 Dalam Blaks’s Law Dictionary, kata abortion yang diterjemahkan menjadi aborsi dalam bahasa Indonesia mengandung arti: “The spontaneous or articially induced expulsion of an embrio or featus. As used in illegal context refers to induced abortion.10 Dengan

demikian, menurut Blaks’s Law Dictionary, keguguran dengan keluarnya embrio atau fetus tidak semata-mata karena terjadi secara alamiah, akan tetapi juga disengaja atau terjadi karena adanya campur tangan (provokasi) manusia.11

9 Echols, dan Hassan Shaddily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia,1992),

halaman 2.

10 Henry Campbell Black’s, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, St. Paul Min West

Publising Co, halaman 1.

11 Terjemahan abortion menurut Black’s Law Dictionary, diambil dari Suryono

Ekototama, dkk., Abortus Prookatus bagi Korban Perkosaan Perspektif iktimologi, Kriminologi dan Hukum Pidana, (Yogyakarta: Uniersitas Admajaya, 2001), halaman 31.

(15)

Ensiklopedi Indonesia memberikan penjelasan bahwa abortus diartikan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.12

Untuk lebih memperjelas maka berikut ini akan penulis kemukakan defenisi para ahli tentang aborsi, yaitu:13

a. Eastman: Aborsi adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup berdiri sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400 – 1000 gr atau kehamilan kurang dari 28 minggu;

b. Jeffcoat: Aborsi yaitu pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum 28 minggu, yaitu fetus belum viable by llaous;

c. Holmer: Aborsi yaitu terputusnya kehamilan sebelum minggu ke-16 dimana plasentasi belum selesai.

Dalam pengertian medis, aborsi adalah terhentinya kehamilan dengan kematian dan pengeluaran janin pada usia kurang dari 20 minggu dengan berat janin kurang dari 500 gram, yaitu sebelum janin dapat hidup di luar kandungan secara mandiri.14 Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah ”aborsi”, berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup

12 Ensiklopedi Indonesia, Abortus (Jakarta: Ikhtiar Baru an Hoeve, 1998), I : 22. 13 Rustam Mochtar, Sinopsis Obsetetri, (Jakarta: EGC, 1998), halaman 209.

14Lilien Eka Chandra, “Tanpa Indikasi Medis Ibu, Aborsi sama dengan Kriminal”, Lifestyle,

(16)

diluar kandungan. Dalam kaitanya dengan hal ini, Suryono Ekotama, dkk mengemukakan pendapat sebagai berikut:

Dari segi medis, tidak ada batasan pasti kapan kandungan bisa digugurkan. Kandungan perempuan bisa digugurkan kapan saja sepanjang ada indikasi medis untuk menggugurkn kandungan itu. Misalnya jika diketahui anak yang akan lahir mengalami cacat berat atau si ibu menderita penyakit jantung yang akan sangat berbahaya sekali untuk keselamatan jiwanya pada saat melahirkan nanti. Sekalipun janin itu sudah berusia lima bulan atau enam bulan, pertimbangan medis masih membolehkan dilakukan abortus provocatus.15

Abortus provocatus yang dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus Provocatus merupakan salah satu dari berbagai macam jenis abortus. Dalam kamus Latin - Indonesia sendiri, abortus diartikan sebagai wiladah sebelum waktunya atau keguguran. Pengertian aborsi atau Abortus Provocatus adalah penghentian atau pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum waktunya.16 Dengan kata lain “pengeluaran” itu dimaksudkan bahwa keluarnya janin disengaja dengan campur tangan manusia, baik melalui cara mekanik, obat atau cara lainnya.

Demikian antara lain pengertian aborsi atau pengguguran kandungan, baik pengertian menurut ilmu kedokteran, pengertian umum, maupun pengertian menurut ilmu hukum, bahwa pengguguran kandungan 15 Suryono Ekototama, dkk.,Op.Cit., halaman 35.

16 Kusmaryanto, SCJ., Kontroversi Aborsi. (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

(17)

itu adalah suatu perbuatan yang sengaja dilakukan atau dilakukan sebelum waktunya.

2. Jenis-jenis Aborsi

Proses abortus dapat berlangsung dengan cara:

1. Spontan/alamiah (terjadi secara alami, tanpa tindakan apapun); 2. Buatan/sengaja (aborsi yang dilakukan secara sengaja);

3.

Terapeutik/medis (aborsi yang dilakukan atas indikasi medis karena terdapatnya suatu permasalahan/komplikasi).17

Gbr. 1. Kategorisasi Abortus

Abortus secara medis dapat dibagi menjadi dua macam: 17 Lilien Eka Chandra, Loc.Cit.

Abortus

Abortus spontaneus Abortus provokatus

Abortus provocatus medicinalis

Abortus provocatus criminalis

(18)

1. Abortus spontaneous, adalah aborsi yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medicinalis semata-mata disebabkan oleh faktor alamiah. Rustam Mochtar dalam Muhdiono menyebutkan macam-macam aborsi spontan: 18

a. Abortus completes, (keguguran lengkap) artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan sehingga rongga rahim kosong.

b. Abortus inkopletus, (keguguran bersisa) artinya hanya ada sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan yang tertinggal adalah deci dua dan plasenta

c. Abortus iminen, yaitu keguguran yang membakat dan akan terjadi dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal dan anti pasmodica

d. Missed abortion, keadan di mana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama dua bulan atau lebih.

e. Abortus habitulis atau keguguran berulang adalah keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih. f. Abortus infeksious dan abortus septic, adalah abortus yang disertai

infeksi genital.

18 Rustam Muchtar dalam Muhdiono, “Aborsi Menurut Hukum Islam (Perbandingan

(19)

Gbr.2. Macam-macam abortus spontaneus

Kehilangan janin tidak disengaja biasanya terjadi pada kehamilan usia muda (satu sampai dengan tiga bulan). Ini dapat terjadi karena penyakit antara lain: demam; panas tinggi; ginjal TBC, Sipilis atau karena kesalahan genetik. Pada aborsi sepontan tidak jarang janin keluar dalam keadaan utuh.19 Kadangkala kehamilan seorang wanita dapat gugur dengan sendirinya tanpa adanya suatu tindakan ataupun perbuatan yang disengaja. Hal ini sering disebut dengan “keguguran” atau aborsi spontan. Ini sering terjadi pada ibu-ibu yang masih hamil muda, dikarenakan suatu akibat yang tidak disengaja dan diinginkan atupun karena suatu penyakit yang dideritanya. Dalam usia yang sangat muda keguguran dapatsaja terjadi, misalnya karena aktivitas ibu yang mengandung terlalu berlebihan, 19 Yayasan Pengembangan Pedesaan, Kesehatan Reproduksi, cet. 1 (Malang: Danar Wijaya,

1997), halaman 141. Abortus infeksious dan abortus septic Abortus habitulis Missed abortion Abortus iminen Abortus inkopletus Abortus completes Abortus Spontaneus

(20)

stress berat, berolahraga yang membahayakan keselamatan janin seperti bersepeda dan sebagainya.

2. Abortus provokatus, adalah aborsi yang disengaja baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.

Aborsi provocatus merupakan istilah lain yang secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh. Menurut Fact Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute For Social, Studies anda Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan” aborsi didefenisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi rahim (uterus), sebelum janin (fetus) mencapai 20 minggu.”20 Di Indonesia belum ada batasan resmi mengenai pengguguran kandungan (aborsi). ”aborsi didefenisikan sebagai terjadinya keguguran janin; melakukan aborsi sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tidak mengiginkan bakal bayi yang dikandung itu)”21

Ada beberapa istilah untuk menyebut keluarnya konsepsi atau pembuahan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang biasa disebut aborsi (abortion), di antaranya: Abortion criminalis, yaitu pengguguran kandungan secara bertentangan dengan hukum; Abortion 20 http//:www.lbh-apik.or.id/fact-32.htm, Aborsi Dan Hak Atas Pelayanan Kesehatan,

diakses Tanggal 22 April 2010.

21 Js, Badudu, dan Sultan Mohamad Zair, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:

(21)

Eugenic, yaitu pengguguran kandungan untuk mendapat keturunan yang baik; Abortion induced/ provoked/ provocatus, yaitu pengguguran kandungan karena disengaja; Abortion Natural, yaitu pengguguran kandungan secara alamiah; Abortion Spontaneous, yaitu pengguguran kandungan secara tidak disengaja; dan Abortion Therapeutic, yaitu pengguguran kandungan dengan tujuan untuk menjaga kesehatan sang ibu.22

Aborsi yang dilakukan secara sengaja (abortus provocatus) ini terbagi menjadi dua:

a. Abortus provocatus medicinalis, adalah aborsi yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis, yaitu apabila tindakan aborsi tidak diambil akan membahayakan jiwa ibu.

Abortus provokatus medisinalis/artificialis/therapeuticus adalah aborsi yang dilakukan dengan disertai indikasi medis. Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medis adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Adapun syarat-syarat yang ditentukan sebagai indikasi medis adalah:

1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.

2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).

22 Lukman Hakim Nainggolan, “Aspek Hukum terhadap Abortus Provocatus dalam

(22)

3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.

4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.

5. Prosedur tidak dirahasiakan.

6. Dokumen medik harus lengkap.23

Dalam praktek di dunia kedokteran, abortus provocatus medicinalis juga dapat dilakukan jika anak yang akan lahir diperkirakan mengalami cacat berat dan harapan hidupnya tipis, misalnya janin menderita kelainan ectopia kordis (janin akan dilahirkan tanpa dinding dada, sehingga terlihat jantungnya), rakiskisis (janin akan dilahirkan dengan tulang punggung terbuka tanpa ditutupi kulit kulit maupun anensefalus (janin akan dilahirkan tanpa otak besar). 24

b. Abortus provocatus criminalis, adalah aborsi yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis, sebagai contoh aborsi yang dilakukan dalam rangka melenyapkan janin sebagai akibat hubungan seksual di luar perkawinan.

Secara umum pengertian abortus provokatus kriminalis adalah suatu kelahiran dini sebelum bayi itu pada waktunya dapat

23 Aspek Hukum dan Medikolegal Abortus Povocatus Criminalis, http://situs.kerespro.info,

diakses tanggal 12 Apil 2010.

24 Njowito Hamdani, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Edisi Kedua, (Jakarta: Gramedia

(23)

hidup sendiri di luar kandungan. Pada umumnya janin yang keluar itu sudah tidak bernyawa lagi. 25 Sedangkan secara yuridis abortus

provokatus kriminalis adalah setiap penghentian kehamilan sebelum hasil konsepsi dilahirkan, tanpa memperhitungkan umur bayi dalam kandungan dan janin dilahirkan dalam keadaan mati atau hidup.

Bertolak pada pengertian di atas, dapatlah diketahui bahwa pada abortus provocatus ini ada unsur kesengajaan. Artinya, suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan agar kandungan lahir sebelum tiba waktunya. Menurut kebiasaan maka bayi dalam kandungan seorang wanita akan lahir setelah jangka waktu 9 bulan 10 hari. Hanya dalam hal tertentu saja seorang bayi dalam kandungan dapat lahir pada saat usia kandungan baru mencapai 7 bulan atupun 8 bulan. Dalam hal ini perbuatan aborsi ini biasanya dilakukan sebelum kandungan berusia 7 bulan. Menurut pengertian kedokteran yang dikemukakan oleh Lilien Eka Chandra, aborsi (baik keguguran maupun pengguguran kandungan) berarti terhentinya kehamilan yang terjadi di antara saat tertanamnya sel telur yang sudah (blastosit) dirahim sampai kehamilan 28 minggu. Batas 28 minggu dihitung sejak haid terakhir itu diambil karena

25 Sri Setyowati, Masalah Abortus Kriminalis di Indonesia dan Hubungannya dengan

Keluarga Berencana Ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: TP, 2002),

(24)

sebelum 28 minggu, janin belum dapat hidup (viable di luar rahim).26

Frekuensi terjadinya aborsi di Indonesia sangat sulit dihitung secara akurat karena banyaknya kasus aborsi buatan/sengaja yang tidak dilaporkan. Berdasarkan perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2 juta kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya. Pada penelitian di Amerika Serikat terdapat 1,2 – 1,6 juta aborsi yang disengaja dalam 10 tahun terakhir dan merupakan pilihan wanita Amerika untuk kehamilan yang tidak diinginkan. Secara keseluruhan, di seluruh dunia, aborsi adalah penyebab kematian yang paling utama dibandingkan kanker maupun penyakit jantung.27

3. Metode Aborsi

Tindakan aborsi mengandung risiko yang cukup tinggi, apabila dilakukan tidak sesuai standar profesi medis. Berikut ini berbagai cara melakukan aborsi yang sering dilakukan:

(1) Manipulasi fisik, yaitu dengan cara melakukan pijatan pada rahim agar janin terlepas dari rahim. Biasanya akan terasa sakit sekali karena pijatan yang dilakukan dipaksakan dan berbahaya bagi oragan dalam tubuh;

26 Lilien Eka Chandra, Loc.Cit.

(25)

(2) Menggunakan berbagai ramuan dengan tujuan panas pada rahim. Ramuan tersebut seperti nanas muda yang dicampur dengan merica atau obatobatan keras lainnya;

(3) Menggunakan alat bantu tradisional yang tidak steril yang dapat mengakibatkan infeksi. Tindakan ini juga membahayakan organ dalam tubuh.28

Gbr. 2 Beberapa metode aborsi (Sumber: Utomo, B., 2000)

Adapun alasan mereka melakukan tindakan aborsi tanpa rekomendasi medis adalah:

(1) Ingin terus melanjutkan sekolah atau kuliah. Perlu dipikirkan oleh pihak sekolah bagaimana supaya tetap dipertahankan sekolah meski sedang hamil kalau terlanjur;(2) Belum siap menghadapi orang tua atau memalukan orang tua dan keluarga. Hal ini juga perlu legawa orang tua karena psikologis anak sangat besar;

(3) Malu pada lingkungan sosial dan sekitarnya;

(4) Belum siap baik mental maupun ekonomi untuk menikah dan mempunyai anak;

(5) Adanya aturan dari kantor bahwa tidak boleh hamil atau menikah sebelum waktu tertentu karena terikat kontrak; dan 28 Ibid.

(26)

(6) Tidak senang pasangannya karena korban perkosaan. 29

Aborsi yang dilakukan secara sembarangan sangat membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil bahkan sampai berakibat pada kematian. Perdarahan yang terus menerus serta infeksi yang terjadi setelah tindakan aborsi merupakan sebab utama kematian wanita yang melakukan aborsi. Selain itu aborsi berdampak pada kondisi psikologis dan mental seseorang dengan adanya perasaan bersalah yang menghantui mereka. Perasaan berdosa dan ketakutan merupakan tanda gangguan psikologis.

Beberapa akibat yang dapat timbul akibat perbuatan aborsi, yaitu: (1) Pendarahan sampai menimbulkan shock dan gangguan

neurologis/syaraf di kemudian hari, akibat lanjut perdarahan adalah kematian;

(2) Infeksi alat reproduksi yang dilakukan secara tidak steril. Akibat dari tindakan ini adalah kemungkinan remaja mengalami kemandulan di kemudian hari setelah menikah; (3) Risiko terjadinya ruptur uterus (robek rahim) besar dan

penipisan dinding rahim akibat kuretasi. Akibatnya dapat juga kemandulan karena rahim yang robek harus diangkat seluruhnya;

(4) Terjadinya fistula genital traumatis, yaitu timbulnya suatu saluran yang secara normal tidak ada yaitu saluran antara genital dan saluran kencing atau saluran pencernaan.30

29 Ibid. 30 Ibid.

(27)

Resiko komplikasi atau kematian setelah aborsi legal sangat kecil dibandingkan dengan aborsi ilegal yang dilakukan oleh tenaga yang tak terlatih. Beberapa penyebab utama resiko tersebut antara lain: Pertama, sepsis yang disebabkan oleh aborsi yang tidak lengkap, sebagain atau seluruh produk pembuahan masih tertahan dalam rahim. Jika infeksi ini tidak segera ditangani akan terjadi infeksi yang menyeluruh sehingga menimbulkan aborsi septik, yang merupakan komplikasi aborsi ilegal yang fatal. Kedua, perdarahan. Hal ini sebebakan oleh aborsi yang tidak lengkap, atau cedera organ panggul atau usus. Ketiga, efek samping telur) yang menyebabkan kemandulan.31

Gbr. 3. Bebarapa faktor penyebab kematian Ibu (sbr., Out Look, 1999)

Menurut Sofwan Dahwan dalam Muhdiono, ada beberapa metode abortus provokatus kriminalis yang dapat dilakukan sendiri atau dilakukan oleh orang lain, dengan cara sebagai berikut:

31 Erica Royston dan Sue Arnstrong (Eds), Preventing Maternal Deaths, Terj. RF Maulany, 1994, Pencegahan Kematian Ibu Hamil, (Jakarta: Binaputra Aksara), halaman 122-123.

(28)

1. Menggunakan kekerasan umum (general violence). yaitu dengan melakukan keggiatan fisik yang berlebihan , misalnya lari-lari.

2. Menggunakan kekerasan lokal (local violence), yaitu dilakukan tanpa menggunakan alat, misalnya memijat perut bagian bawah; dengan menggunakan alat medis , misalnya tang kuret; menggunakan alat-alat non medis, misalnya kawat; menggunakan zat-zat kimia, misalnya larutan zink chloride. 3. Menggunakan obet-obatan obortifisien, seperti obat emetika

dan obat omenagoga atau obat pelancar haid.

4. Menggunakan obat-obat echolica atau perangsang otot-otot rahim, seperti kinina.32

Ditinjau dari segi usia kehamilan, abortus provocatus medicinalis dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu:33

1. Aborsi pada triwulan pertama sampai dengan 12 minggu. Pada kehamilan sampai batas 7 minggu pengeluaran isi rahim dilakukan dengan kuret tajam, agar ovum kecil tidak tertinggal, maka ovum uteri dikerok seluruhnya. Apabila kehamilan melebihi 6 sampai 7 minggu digunakan kuret tumpul sebesar yang dapat dimasukkan. Setelah hasil konsepsi sebagian besar lepas dari dinding uterus maka hasil tersebut dapat dikeluarkan dengan cunam abortuis dan kemudian dilakukan kerokan hati-hati dengan kuret tajam yang cukup besar, apabila diperlukan dimasukkan tampon kedalam uteri dan vagina yang akan dikeluarkan esok harinya.

32 Muhdiono, “Aborsi Menurut Hukum Islam (Perbandingan Madzab Syafi’i dan Hanafi)”,

Skripsi, Yogyakarta, 2002, halaman 23.

(29)

2. Abortus pada kehamilan 12 sampai 16 minggu. Aborsi dilakukan dengan menggunakan perpaduan antara dilatasi, kuret dan pengisapan. Bahaya dari cara ini adalah terbentuknya luka-luka yang menimbulkan pendarahan.

3. Abortus pada triwulan kedua (Kehamilan sampai 16 minggu), dilakukan dengan menimbulkan kontraksi-kontraksi uterus supaya janin dan plasenta dapat dilahirkan secara spontan. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan esantasi (pembiusan lokal).

4.

Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Abortus Provocatus

Meski demikian, secara kritis bisa ditarik generalisasai bahwa aborsi dilakukan tidak hanya dikarenakan kehamilan di luar perkawinan (kehamilan pranikah, dilakukan gadis), tetapi juga terjadi di dalam perkawinan, oleh perempuan yang berstatus istri. Baik abortus dikarenakan kehamilan di luar perkawinan ataupun dalam perkawinan keduanya memiliki beberapa alasan yang berbeda, dan keduanya merupakan fenomena terselubung yang cenderung ditutupi oleh pelakunya. Tabel 1 berikut memberikan gambaran beberapa alasan aborsi.34

Tabel. Jenis/Alasan Aborsi

34 Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2003, Hartono Hadisaputro, “Aborsi dan

Perlindungan Hak Reproduksi Perempuan”, Makalah, disampaikan dalam Diskusi Publik “Aborsi dan Perlindungan Hak Reproduksi Perempuan”, diselenggarakan atas Kerjasama antara Magister Hukum Kesehatan dan PKBI Wilayah Jawa Tengah, (Semarang, 30 Januari 2010), halaman 2.

(30)

Jenis/Alasan Melakukan Abortus %

Abortus Spontaneous 25

Abortus Provokatus Terapikus 10

Abortus Spontaneous Kriminalis

-Malu, takut 15

Sudah memiliki anak, tidak ingin hamil lagi 40

Belum ingin memiliki anak 5

Disuruh suami 1

Abortus provocatus berkembang sangat pesat dalam masyarakat Indonesia, hal ini disebabkan banyaknya factor yang memaksa pelaku dalam masyarakat untuk melakukan hal tersebut. Pelaku merasa tidak mempunyai pilihan lain yang lebih baik selain melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan hukum dan moral yaitu melakukan aborsi. Berikut ini disebutkan beberapa faktor yang mendorong pelaku dalam melakukan tindakan abortus provocatus menurut Ekotama, yaitu:

a) Kehamilan sebagai akibat hubungan kelamin di luar perkawinan. Pergaulan bebas dikalangan anak muda menyisakan satu problem yang cukup besar. Angka kehamilan di luar nikah meningakat tajam. Hal ini disebabkan karena anak muda Indonesia belum begitu mengenal arti pergaulan bebas yang aman, kesadaran yang amat rendah tentang kesehatan. Minimnya pengetahuan tentang reproduksi dan kontrasepsi maupun hilangnya jati diri akibat terlalu berhaluan bebas seperti negara-negara barat tanpa dasar yang kuat (sekedar tiru-tiru saja). Hamil di luar nikah jelas merupakan suatu aib bagi wanita yang bersangkutan, keluarganya maupun masyarakat pada umumnya.

(31)

Masyarakat tidak menghendaki kehadiran anak haram seperti itu di dunia. Akibat adanya tekanan psikis yang diderita wanita hamil maupun keluarganya, membuat mereka mengambil jalan pintas untuk menghilangkan sumber/penyebab aib tadi, yakni dengan cara menggugurkan kandungan.

b) Alasan-alasan sosio ekonomis. Kondisi masyarakat yang miskin (jasmani maupun rohani) biasanya menimbulkan permasalahan yang cukup kompleks. Karena terhimpit kemiskinan itulah mereka tidak sempat memperhatikan hal-hal lain dalam kehidupan mereka yang bersifat sekunder, kecuali kebutuhan utamanya mencari nafkah. Banyak pasangan usia subur miskin kurang memperhatikan masalah-masalah reproduksi. Mereka tidak menyadari kalau usia subur juga menimbulkan problem lain tanpa alat-alat bukti kontrasepsi. Kehamilan yang terjadi kemudian tidak diinginkan oleh pasangan yang bersangkutan dan diusahakan untuk digugurkan dengan alasan mereka sudah tidak mampu lagi membiayai seandainya anggota mereka bertambah banyak.

c) Alasan anak sudah cukup banyak. Alasan ini sebenarnya berkaitan juga dengan sosio-ekonomi di atas. Terlalu banyak anak sering kali memusingkan orang tua. Apalagi jika kondisi ekonomi keluarga mereka pas-pasan. Ada kalanya jika terlanjur hamil mereka sepakat untuk menggugurkan kandungannya dengan alasan sudah tidak mampu mengurusi anak yang sedemikian banyaknya. Dari pada si anak yang

(32)

akan dilahirkan nanti terlantar dan hanya menyusahkan keluarga maupun orang lain, lebih baik digugurkan saja.

d) Alasan belum mampu punya anak. Banyak pasangan-pasangan muda yang tergesa-gesa menikah tanpa persiapan terlebih dahulu. Akibatnya, hidup mereka pas-pasan, hidip menumpang mertua, dsb. Padahal salah satu konsekuensi dari perkawinan adalah lahirnya anak. Lahirnya anak tentu saja akan memperberat tanggung jawab orang tua yang masih kerepotan mengurusinya hidupnya sendiri. Oleh karena itu, mereka biasanya mengadakan kesepakatan untuk tidak mempunyai anak terlebih dahulu dalam jangka waktu tertentu. Jika terlanjur hamil dan betul-betul tidak ada persiapan untuk menyambut kelahiran sang anak, mereka dapat menempuh jalan pintas dengan cara menggugurkan kandungannya. Harapannya, dengan hilangnya embrio/janin tersebut, dimasa-masa mendatang mereka tak akan terbebani oleh kehadiran anak yang tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk merawatnya sampai besar dan menjadi orang.

e) Kehamilan akibat perkosaan. Perkosaan adalah pemaksaan hubungan kelamin (persetubuhan) seorang pria kepada seorang wanita. Konsekuensi logis dari adanya perkosaan adalah terjadinya kehamilan. Kehamilan pada korban ini oleh seorang wanita korban perkosaan yang bersangkutan maupun keluarganya jelas tidak diinginkan. Pada kasus seperti ini, selain trauma pada perkosaan itu sendiri, korban perkosaan juga mengalami trauma terhadap kehamilan yang tidak diinginkan.hal

(33)

inilah yang menyebabkan si korban menolak keberadaan janin yang tumbuh di rahimnya. Janin dianggap sebagai objek mati, yang pantas dibuang karena membawa sial saja. Janin tidak diangap sebagai bakal manusia yang mempunyai hak-hak hidup. (Ekotama, 2001).

Pengguguran kandungan yang terjadi dewasa ini lebih banyak didasarkan pada alasan sosiologis dibandingkan dengan alasan-alasan medis. Alasan-alasan sosiologis ini dilarang dan termasuk perbuatan pidana yaitu abortus provokatus kriminalis yang diancam hukuman pidana.

Apabila dijabarkan, ada beberapa alasan yang digunakan oleh wanita dalam menggugurkan kandungannya baik legal maupun illegal yang disebabkan karena tidak menginginkan untuk meneruskan kehamilan sampai melahirkan. Alasan-alasan tersebut sebagaimana tulisan Dewi Novita dalam bukunya Aborsi menurut Petugas Kesehatan dan tulisan Yayah Chisbiyah, dkk, dalam bukunya Kehamilan yang tidak dikehendaki, sebagai berikut: 35

1. Alasan kesehatan, yaitu apabila ada indikasi vital yang terjadi pada masa kehamilan, apabila diteruskan akan mengancam dan membahayakan jiwa si Ibu dan indikasi medis non vital yang terjadi pada masa kehamilan dan berdasar perkiraan dokter, apabila diteruskan akan memperburuk kesehatan fisik dan psikologis ibu. Selain itu juga 35 Dewi Novita, Aborsi menurut Petugas Kesehatan (Yogyakarta: PPPK-UGM, 1997),

halaman 16-20. Lihat juga dalam Yayah Chisbiyah, dkk, Kehamilan Yang Tidak Dikehendaki, (Yogyakarta: PPPK-UGM, 1997), halaman 47.

(34)

didasarkan pada alasan kesehatan janin uyaitu untuk menghindari kemungkina melahirkan bayi cacat fisik maupun mental, walaupun alasan ini belum bisa diterima sebagai dasar pertimbangan medis.

2. Alasan sosial, tidak seluruhnya kehamilan perempuan merupakan kehamilan yang dikehendaki, artinya ada kehamilan yang tidak dikehendaki dengan alasan anak sudah banyak, hamil diluar nikah sebagai akibat pergaulan bebas, hamil akibat perkosaan atau incest, perselingkuhan dan sebagainya. Perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki berusaha agar kehamilannya gugur baik melalui perantara medis (dokter) maupun abortir gelap meskipun dengan resiko tinggi. Hasil penelitian tentang kehamilan yang tidak dikehendaki didasarkan pada alasan-alasan melakukan aborsi dari alasan yang terkuat sampai terlemah yaitu: ingin terus melanjutkan sekolah atau kuliah, takut pada kemarahan orang tua, belum siap secara mental dan ekonomi untuk menikah dan mempunyai anak , malu pada lingkungan sosial bila ketahuan hamil sebelum menikah, tidak mencintai pacar yang menghamili, hubungan seks terjadi karena iseng, tidak tahu status anak nantinya karena kehamilan terjadi akibat perkosaan apalagi apabila pemerkosa tidak dikenal.

3. Alasan ekonomi, peningkatan kesempatan kereja terutama bagi kaum perempuan juga dianggap faktor yang akan mempengaruhi peningkatan aborsi, perkembangan ekonomi menuju ekonomi industri melalui ekonomi manufacur akan secara cepat meningkatkan jumlah

(35)

perempuan muda diserap sebagai tenaga kerja, juga mengikuti pendidikan lebih tinggi. Konsekuensinya penundaan perkawinan terjadi, padahal secara biologis mereka sudah beranjak pada masa seksual aktif. Hubungan seks di luar nikah akan meningkat, terutama karena dipicu oleh sarana hioburan, media film yang menawarkan kehidupan seks secara vulgar. Aborsi juga dianggap sebagai pilihan yang tepat karena adanya kontrak kerja untuk tidak hamil selama dua tahun pertama kerja dan apabila tidak aborsi resikonya adalah dipecat dari pekerjaan. Alasan ketidaksiapan ekonomi juga seringkali menjadi pertimbangan bagi perempuan berkeluarga yang tidak menghendaki kehamilannya untuk melakukan aborsi, seperti kegagalan KB, pendapatan rendah yang tidak mencukupi untuk menanggung biaya hidup.

4. Alasan keadaan darurat (memaksa), kehamilan akibat perkosaan. Kehamilan yang terjadi sebagai akibat pemaksaan (perkosaan) hubungan kelamin (persetubuhan) seorang laki-laki terhadap perempuan.

Adapun alasan yang terakhir ini, yaitu alasan keadaan darurat (memaksa) berupa kehamilan akibat perkosaan sebagai alasan untuk melakukan aborsi adalah merupakan fokus dan objek dalam penelitian ini, dan akan dianalisa lebih lanjut dalam bab hasil penelitian dan pembahasan.

(36)

B. Regulasi Abortus Provocatus dalam Peraturan Perundang-undangan Indonesia

Pengaturan tentang abortus provocatus terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku sebagai hukum pidana umum (Lex Generale), dan juga dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menggantikan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, dan berlaku sebagai hukum pidana khusus (Lex Speciale). Berikut ini adalah pengaturan tentang abortus provocatus yang terdapat dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut.

1. Regulasi Abortus Provocatus dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP)

Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan pengguguran kandungan yang disengaja (abortus provocatus) diatur dalam Buku kedua Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan khususnya Pasal 299, dan Bab XIX Pasal 346 sampai dengan Pasal 349, dan digolongkan ke dalam kejahatan terhadap nyawa. Berikut ini adalah uraian tentang pengaturan abortus provocatus yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut: 36

Bab XIV KUHP:

36 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1990),

(37)

Pasal 229

(1). Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda palig banyak tiga ribu rupiah.

(2). Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang dokter, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.

(3). Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

Dari rumusan Pasal 299 KUHP tersebut, dapat diuraikan unsur-unsur tindak pidana adalah sebagai berikut :

1. Setiap orang yang sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati dengan harapan dari pengobatan tersebut kehamilannya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.

(38)

2. Seseorang yang sengaja menjadikan perbuatan mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati dengan harapan dari pengobatan tersebut kehamilannya dapat digugurkan dengan mencari keuntungan dari perbuatan tersebut atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah sepertiga.

3. Jika perbuatan mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati dengan harapan dari pengobatan tersebut kehamilannya dapat digugurkan itu dilakukan oleh seorang dokter, bidan atau juru obat maka hak untuk berpraktek dapat dicabut.

Bab XIV KUHP:

a. Pasal 346 KUHP :

“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

b. Pasal 347 KUHP :

(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

(39)

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

c. Pasal 348 KUHP:

(1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,

diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

d. Pasal 349 KUHP :

“Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan”.

Dari rumusan pasal-pasal tersebut di atas dapat diuraikan unsur-unsur tindak pidana adalah sebagai berikut :

1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.

(40)

2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam 15 tahun penjara.

3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamilnya mati diancam hukuman 7 tahun penjara.

4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk berpraktek dapat dicabut.

P.A.F. Lamintang memberi penjelasan terhadap pasal-pasal tersebut sebagai berikut:37

a. Pengguguran anak dari kandungan hanyalah dapat dihukum, jika anak yang berada dalam kandungan itu selama dilakukan usaha pengguguran berada dalam keadaan hidup. Undang-undang tidak mengenal anggapan hukum yang dapat memberi kesimpulan bahwa anak yang berada di dalam kandungan itu berada dalam keadaan hidup ataupun mempunyai kemungkinan tetap hidup. (H.R. 1 Nopember 1897. W.7038).

b. Untuk pengguguran yang dapat dihukum, disyaratkan bahwa anak yang berada dalam kandungan itu selama dilakukan usaha pengguguran kandungan berada dalam keadaan hidup. Tidak perlu bahwa anak itu menjadi mati karena usaha pengguguran tersebut. Kenyataan bahwa anak itu dilahirkan dalam keadaan selamat, tidaklah menghapus bahwa kejahatan itu selesai dilakukan. Undang-undang tidak membedakan 37 P.A.F. Lamintang, Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1990), halaman 206.

(41)

antara berkurang atau lebih lancarnya pertumbuhan anak yang hidup didalam kandungan melainkan menetapkan pemisahan dari tubuh si ibu yang tidak pada waktunya sebagai perbuatan yang dapat dihukum. (H.R. 12 April 1898. W. 7113).

c. Disyaratkan bahwa anak yang berada di dalam kandungan itu hidup dan si pelaku mempunyai kesengajaan untuk menggugurkan anak yang berada di dalam keadaan hidup itu. Dianggap bahwa kesengajaan itu ada, apabila selama proses kelahiran anak itu berada dalam keadaan hidup dan si pelaku diliputi oleh anggapan bahwa demikianlah halnya. (H.R. 29 Juli 1907. W. 8580).

d. Alat-alat pembuktian yang disebutkan oleh hakim didalam putusannya haruslah dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa wanita itu hamil dan mengandung anak yang hidup dan bahwa tertuduh mempunyai maksud untuk dengan sengaja menyebabkan gugur atau meninggalnya anak tersebut. (H.R. 20 Desember 1943, 1994 No. 232).

Dari ketentuan Pasal 346-349 KUHP dapat diketahui, bahwa aborsi menurut konstruksi yuridis peraturan perundang-undangan di Indonesia yang terdapat dalam KUHP adalah tindakan menggugurkan atau mematikan kandungan yang dilakukan oleh seorang wanita atau orang yang disuruh melakukan itu. Wanita dalam hal ini adalah wanita hamil yang atas kehendaknya ingin menggugurkan kandungannya, sedangkan tindakan yang menurut KUHP dapat disuruh lakukan untuk itu adalah dokter, bidan atau juru obat.

2. Regulasi Abortus Provocatus dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009

(42)

Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menggantikan undang-undang kesehatan sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, maka permasalahan aborsi memperoleh legitimasi dan penegasan. Secara eksplisit, dalam undang-undang ini terdapat pasal-pasal yang mengatur mengenai aborsi, meskipun dalam praktek medis mengandung berbagai reaksi dan menimbulkan kontroversi diberbagai lapisan masyarakat. Meskipun, undang-undang melarang praktik aborsi, tetapi dalam keadaan tertentu terdapat kebolehan. Ketentuan pengaturan aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dituangkan dalam Pasal 75, 76 , 77, dan Pasal 194 . Berikut ini adalah uraian lengkap mengenai pengaturan aborsi yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut:

Pasal 75:

(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

(43)

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 76:

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan: a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu;

b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;

c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 77:

“Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Pasal 194

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

(44)

Penjelasan Pasal 75 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menyatakan:

Yang dimaksud dengan “konselor” dalam ketentuan ini adalah setiap orang yang telah memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan pelatihan. Yang dapat menjadi konselor adalah dokter, psikolog, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan setiap orang yang mempunyai minat dan memiliki keterampilan untuk itu.38

Selanjutnya penjelasan Pasal 77 memberikan penjelasan sebagai berikut: Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan yang berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis.39

Pengguguran kandungan yang disengaja dengan melanggar berbagai ketentuan hukum (abortus provocatus criminalis) yang terdapat dalam KUHP menganut prinsip “illegal tanpa kecuali” dinilai sangat memberatkan paramedis dalam melakukan tugasnya. Pasal tentang aborsi yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga bertentangan dengan Pasal 75 ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, di mana pada prinsipnya tindakan pengguguran kandungan atau aborsi dilarang (Pasal 75 ayat (1)), namun Larangan tersebut dapat dikecualikan berdasarkan:

38 Penjelasan Pasal 75 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 39 Penjelasan Pasal 77 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

(45)

a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

Menurut Kusumo yang dikutip dalam buku Ekotama, menyatakan disini berlaku asas lex posteriori derogate legi priori. Asas ini beranggapan bahwa jika diundangkan peraturan baru dengan tidak mencabut peraturan lama yang mengatur materi yang sama dan keduanya saling bertentangan satu sama lain, maka peraturan yang baru ini mengalahkan atau melumpuhkan peraturan yang lama.40

Dengan demikian, Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengatur tentang abortus provocatus medicinalis tetap dapat berlaku di Indonesia meskipun sebenarnya aturan itu bertentangan dengan rumusan abortus provocatus criminalis menurut KUHP.

C. Tinjauan tentang Tindak Pidana Perkosaan

1. Perumusan dan Pengaturan Tindak Pidana Perkosaan

(46)

Salah satu kejahatan terhadap kesusilaan yang ada pada akhir-akhir ini, banyak mendapat sorotan, adalah tindak pidana perkosaan. Masalah perkosaan telah menjadi bahan pembicaraan, baik dikalangan para ahli hukum, maupun di dalam masyarakat, atau di lingkungan para wanita. Perhatian masyarakat mungkin, disebabkan karena tindak kejahatan tersebut dilakukan dengan cara-cara yang keji, di luar perikemanusiaan dan tidak berdiri sendiri. Tindak pidana perkosaan tersebut, tidak hanya ditujukan pada remaja atau wanita dewasa saja, melainkan juga ditujukan terhadap anak-anak.

Tindak pidana perkosaan walaupun sudah sejak lama ada, namun hingga sekarang ini masih menimbulkan pro dan kontra atas pengertiannya, serta cara penanggulangannya, terutama di negara-negara maju. Sementara itu, kasus-kasus perkosaan akhir-akhir ini telah menimbulkan reaksi sebagian masyarakat bahkan ketidakpuasan terhadap sanksi pidana yang dijatuhkan. Dalam kata “perkosaan” tentu terbayang kengerian, dan begitu kata perkosaan didengar, seketika itu pula timbul rasa jijik dan benci disamping kasihan. Benci kepada ulah pelaku dan kasihan kepada nasib derita korban.

Ada beberapa aspek yang menyebabkan perkosaan itu memiliki arti yang mengerikan. Aspek-aspek tersebut bisa ditinjau dari segi yuridis formal, segi teologis maupun dari segi sosiologis. Ketiga aspek tersebut

(47)

sangat mempengaruhi persepsi (pandangan) masyarakat terhadap perbuatan yang dinamakan “perkosaan” itu.

Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat) dan bukan negara yang berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Demikian bunyi butir pertama dari tuju sistem pemerintahan negara yang terdapat dalam penjelasan umum UUD 1945. Konsekuensi logis dari adanya prinsip di atas adalah segala sesuatu di muka bumi Indonesia harus di atur oleh seperangkat peraturan perundang-undangan. Tujuannya sebenarnya baik, yakni demi terwujudnya ketertiban umum untuk menuju masyarakat yang sejahtera lahir dan batin.

Peraturan perundang-undangan mengatur mengenai hak dan kewajiban individu sebagai warga negara. Kewajiban adalah segala sesuatu yang harus dilakukan oleh setiap individu dalam kehidupan sehari-hari dan kedudukannya sebagai warga negara. Adapun kewajiban utama warga negara di sini adalah mentaati peraturan perundang-undangan yang ada, tidak melakukan pelanggaran atas larangan-larangan yang ditetapkan oleh negara. Dalam kaitannya dengan hak warga negara, peraturan perundang-undangan memberikan berbagai batasan atau pelaksanaan hak-hak pribadi warga negara agar tidak melanggar hak-hak-hak-hak pribadi orang lain. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan biasanya berisi aturan-aturan yang bersifat umum. larangan-larangan maupun aturan-aturan-aturan-aturan yang bersifat anjuran, yang harus ditaati oleh setiap penduduk Indonesia.

(48)

Kitab Undang-Undang Hukum pidana (KUHP) termasuk salah satu peraturan perundang-undangan yang bersifat imperatif, yaitu isinya berupa larangan-larangan yang bersifat umum dan siapapun yang melanggar aturan-aturan tersebut diancam dengan sanksi pidana yang tegas dan nyata. Yakni berupa pidana badan (pidana penjara) dan dalam hal ini adalah pelaku perbuatan pidana perkosaan.

Rumusan perbuatan pidana perkosaan terdapat dalam Buku ke II Bab XIV KUHP tentang kejahatan terhadap kesusilaan, khususnya pasal 285. Adapun rumusan selengkapnya pasal 285 KUHP adalah sebagai berikut : “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.41

Menurut Arif Gosita yang seringkali menjadi korban perkosaan adalah wanita-wanita lemah mental, fisik, dan sosial dalam arti luassud .42 Yang dimaksud dengan lemah mental adalah kurang mampu berpikir, membuat penilaian, pemilihan secara tepat dalam menghadapi persoalan tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan lemah fisik adalah kurang mampu melawan karena keadaan tubuhnya, tidak mempunyai keterampilan membela diri, tidak punya sarana melindungi diri, dan mempenyai kecenderungan tertentu yang dapat menyebabkan perkosaan.

41 Moeljatno, Kitab…., Op.Cit., halaman 105.

42 Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1993), halaman

(49)

Selanjutnya masih menurut Arif Gosita, korban perkosaan dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:

1. Korban murni : a. Korban pekosaan yang belum pernah berhu-bungan (kenal) dengan para pelaku.

b. Korban perkosaan yang pernah berhubungan dengan pelaku.

2. Korban ganda, yaitu korban perkosaan yang mengalami penderitaan selama perkosaan, penderitaan mental, fisik, dan sosial.

3. Korban semu, yaitu korban perkosaan yang secara materil

menghendaki perbuatan itu dilakukan terhadap dirinya, baik karena keinginannya sendiri maupun karena suruhan orang lain.43

2.

Unsur-unsur Tindak Pidana Perkosaan

Berdasarkan rumusan Pasal 285 KUHP tentang tindak pidana perkosaan seperti tersebut di atas, Abdul Wahid membagi secara rinci mengenai unsur-unsur obyektif dari perbuatan pidana perkosaan sebagai berikut :

1). Barang siapa ; 2). Dengan kekerasan ;

3). Dengan ancaman kekerasan ; 4). Memaksa ;

5). Seorang wanita (di luar perkawinan) ; dan

6). Bersetubuh.44

Berikut ini adalah uraian tentang unsur-unsur tindak pidana perkosaan:

Ad. 1. Barang siapa

43 Ibid.

44 Abdul Wahid, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual (Advokasi Atas Hak

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan Penyuluhan Anti Narkoba diberikan kepada peserta yang hadir merupakan target potensial penyebaran narkoba yang terdiri kalangan geenrasi muda yaitu siswa

Oleh karena itu sebagai orang tua, sebagai pendidik, sebagai orang dewasa yang peduli terhadap perkembangan anak, maka saat anak pada usia emas berikan mereka stimulus

Media Pembelajaran merupakan perantara yang berfungsi untuk memudahkan proses pembelajaran, pemahaman materi dan mencapai tujuan pembelajaran. Media dapat berupa perangkat keras

Foto FESEM untuk sampel dengan konsentrasi 100 mM dan aspek rasio 1:1 menunjukkan bahwa nanopartikel ZnO yang tumbuh di atas substrat FTO lebih merata dan

Bilamana dalam portofolio FORTIS PESONA AMANAH terdapat Efek selain Efek yang tercantum dalam daftar Efek Syariah yang ditetapkan oleh BAPEPAM-LK atau Pihak lain yang diakui

If multivariate analysis methods are applied to phenotypic traits according to the UPOV descriptor for the standard grain quality maize inbreds there is a clear indication that

Untuk mengetahui proses itu, penulis melakukan wawancara dengan 2 (dua) narasumber dari Tempo, wartawan dan redaktur yang menulis berita Jokowi, dan 2 (dua)

IDENTIFIKASI DATA DASAR