• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI TINGKAT KONTAMINASI Cu, Zn, Pb DAN Cd PADA LAHAN SAWAH DI KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN ANDIN SETYANINGRUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI TINGKAT KONTAMINASI Cu, Zn, Pb DAN Cd PADA LAHAN SAWAH DI KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN ANDIN SETYANINGRUM"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI TINGKAT KONTAMINASI Cu, Zn, Pb DAN Cd

PADA LAHAN SAWAH DI KOTA TANGERANG

PROVINSI BANTEN

ANDIN SETYANINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Tingkat Kontaminasi Cu, Zn, Pb dan Cd pada Lahan Sawah di Kota Tangerang Provinsi Banten adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

Andin Setyaningrum NIM P052070251

(3)

ABSTRACT

ANDIN SETYANINGRUM. Evaluation of Cu, Zn, Pb and Cd Contamination in Agricultural Land at Tangerang, Province of Banten. Under direction of SYAIFUL ANWAR and ISKANDAR.

Tangerang is one of the Indonesia's capitol buffer which can be categorized as an industrial city. The existence of industries has positive impacts for the regional economy, but also has negative impacts on the environment quality, such as an increase of heavy metals concentration in agricultural soils. This study was aimed to evaluate the levels of concentration and contamination/pollution status of Cu, Zn, Pb, and Cd in agricultural soils in Tangerang, in order to obtain an overview of the quality of the agricultural land in Tangerang. Soil and rice grain sampling was conducted in 13 villages. The parameters analyzed were soil texture, pH, organic C, CEC and total Cu, Zn, Pb, and Cd concentrations in soil and rice grain. Based on the physical and chemical properties, the soil has a texture of clay and silty clay loam, with pH of 4.7-6.4, organic C of 0.51-1.98 % and CEC of 8.67-26.62 cmol(+)/kg. Agricultural soils in Tangerang contained total Cu in the range of 23.9 to 44.7 mg/kg, total Zn 38.0-117.0 mg/kg, total Pb 12.8-90.6 mg/kg and total Cd 0.1-0.3 mg/kg. The rice grains sampled from the paddy fields of the corresponding area already contained Cu 2.28-10.00 mg/kg, Zn 18.15-75.00 mg/kg, Pb 0.11-7.68 mg/kg and Cd 0.01-0.10 mg/kg. Based on the value of contamination/pollution index the agricultural soils in Tangerang has been contaminated by heavy metals Cu, Zn, Pb and Cd at slight to very severe contamination levels.

(4)

RINGKASAN

ANDIN SETYANINGRUM. Evaluasi Tingkat Kontaminasi Cu, Zn, Pb dan Cd pada Lahan Sawah di Kota Tangerang Provinsi Banten. Dibimbing oleh SYAIFUL ANWAR dan ISKANDAR.

Kota Tangerang merupakan salah satu daerah penyangga Ibukota negara Indonesia yang dapat dikategorikan sebagai kota industri. Keberadaan industri selain berdampak positif bagi perekonomian daerah, juga dapat berdampak negatif bagi kualitas lingkungan. Berdampak positif karena dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan daerah. Berdampak negatif karena limbah industri dapat mencemari lingkungan, antara lain tanah pertanian yang berada di sekitarnya.

Penelitian ini bertujuan mengukur konsentrasi dan tingkat kontaminasi logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd pada tanah dan serapannya pada beras serta mendapatkan gambaran mengenai kualitas tanah pertanian di sekitar Kota Tangerang, sehingga dapat digunakan sebagai dasar penyusunan rekomendasi pengelolaan lahan pertanian berkaitan dengan pencemaran logam berat.

Penelitian ini dimulai dengan inventarisasi lahan-lahan sawah di Kota Tangerang, kemudian dilakukan pengambilan contoh tanah dan beras di 13 kelurahan yang masih memiliki potensi budidaya padi sawah. Analisis tekstur, pH, C-organik dan KTK tanah, serta konsentrasi total logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd dalam tanah dan beras (metode destruksi basah dengan HNO3 dan HClO4

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Tangerang masih memiliki lahan pertanian yang berpotensi memproduksi padi sawah seluas 1.101 ha, dengan dominasi tanah bertekstur liat dan lempung liat berdebu. Berdasarkan kriteria Pusat Penelitian Tanah (1983), tanah sawah di Kota Tangerang dikategorikan bereaksi masam sampai agak masam (pH 4,7-6,4), berkadar C-organik sangat

) dilakukan di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah. Tingkat kecemaran Cu, Zn, Pb dan Cd tanah dievaluasi berdasarkan nilai indeks contamination/pollution (c/p) menurut prosedur Lacatusu (2000).

(5)

rendah sampai rendah (0,51-1,98 %) dengan KTK rendah sampai tinggi (8,67-26,62 cmol(+)

Konsentrasi total logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd dalam tanah di lokasi penelitian masih di bawah batas normal, dengan kisaran Cu 23,9-44,7 mg/kg (terkontaminasi berat sampai sangat berat), Zn 38,0-117,0 mg/kg (terkontaminasi ringan sampai sedang), Pb 12,8-90,6 mg/kg (terkontaminasi ringan sampai sangat berat) dan Cd 0,1-0,3 mg/kg (terkontaminasi ringan sampai sedang).

/kg).

Konsentrasi total logam berat dalam tanah tidak berkorelasi nyata dengan serapan logam berat dalam beras, kecuali pada Pb. Pada beras terdeteksi kadar total Cu 2,28-10,00 mg/kg, total Zn 18,15-75,00 mg/kg, total Pb 0,11-7,68 mg/kg dan total Cd 0,01-0,10 mg/kg. Batas maksimum konsentrasi Cu dan Zn dalam beras/tepung adalah 10 mg/kg dan 40 mg/kg (Keputusan Dirjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989), sedangkan Pb dan Cd dalam serealia/produk serealia adalah 0,3 mg/kg dan 0,1 mg/kg (Peraturan Kepala BPOM No. HK.00.06.1.52.4011). Dengan demikian beras di wilayah penelitian mengandung logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd melebihi batas maksimum yang diperbolehkan.

Untuk mengurangi dampak lanjutan kontaminasi logam berat di lokasi penelitian, maka perlu upaya mengurangi ketersediaan logam berat bagi tanaman. Penambahan bahan amelioran yang dapat menurunkan ketersediaan logam berat, misalnya bahan organik, perlu dilakukan sehingga logam menjadi tidak dapat diserap oleh tanaman.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(7)

EVALUASI TINGKAT KONTAMINASI Cu, Zn, Pb DAN Cd

PADA LAHAN SAWAH DI KOTA TANGERANG

PROVINSI BANTEN

ANDIN SETYANINGRUM

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(8)
(9)

Judul Tesis : Evaluasi Tingkat Kontaminasi Cu, Zn, Pb dan Cd pada Lahan Sawah di Kota Tangerang Provinsi Banten

Nama : Andin Setyaningrum

NIM : P052070251

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Iskandar Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

PRAKATA

Puji syukur Alhamdulillah dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan Judul “Evaluasi Tingkat Kontaminasi Cu, Zn, Pb dan Cd pada Lahan Sawah di Kota Tangerang Provinsi Banten”. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Tesis ini diharapkan memberikan manfaat sebagai masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Tangerang dalam rangka pengelolaan sumberdaya lahan pertanian yang ramah lingkungan. Dalam penyusunan tesis ini, penulis memperoleh bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada personal di bawah ini:

1. Bapak Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc dan Dr. Ir. Iskandar selaku pembimbing atas bimbingan dan pengarahannya.

2. Bapak Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc selaku penguji tamu atas sarannya.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan atas dukungannya.

4. Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc selaku Sekretaris Program Magister Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan dan sebagai penguji tamu atas saran dan dukungannya.

5. Papa dan Mama tercinta atas doa dan dukungannya selalu sehingga dapat mengantarkan penulis ke akhir masa kuliah.

6. Suamiku Novie Fajar Ismanto atas doa, dukungan dan perhatiannya yang besar selama ini.

7. Kakakku Adityo Wahyu Setiawan dan keluarga atas doa dan dukungannya. 8. Ibu Rita Hayati, Azhari Syarief, Zulfikar, M. Firstfundy, dan Aan Mursalin

(11)

9. Dosen pengajar dan staf Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan atas ilmu yang diberikan selama perkuliahan dan dukungannya hingga penulis menyelesaikan studi.

10. Rekan-rekan PSL program magister dan doktor angkatan 2007 atas dukungannya.

11. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya, baik langsung maupun tidak langsung.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2011

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 28 September 1983 dari ayah H. Hari Sumarno dan ibu Hj. Susbandiyah, AMd. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Semarang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.

Pada tahun 2006 penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Penyimpanan Benih. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi pascasarjana di IPB pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Kerangka Pemikiran ... 4 1.3. Perumusan Masalah ... 5 1.4. Tujuan Penelitian ... 6 1.5. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Logam Berat ... 7

2.2. Karakteristik Tembaga (Cu) ... 8

2.3. Karakteristik Seng (Zn) ... 8

2.4. Karakteristik Timbal (Pb) ... 9

2.5. Karakteristik Kadmium (Cd) ... 11

2.6. Perilaku Logam Berat dalam Tanah ... 11

2.7. Pencemaran Logam Berat di Tanah ... 12

III. METODE PENELITIAN ... 17

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.2. Bahan dan Alat ... 17

3.3. Rancangan Penelitian ... 17

3.3.1. Metode Pengumpulan Data ... 19

3.3.2. Metode Analisis Data ... 20

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN KOTA TANGERANG .. 23

4.1. Letak Geografis ... 23

4.2. Iklim ... 23

4.3. Jenis Tanah dan Batuan Induk ... 24

4.4. Kualitas Udara ... 25

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

5.1. Invetarisasi Lahan Sawah di Kota Tangerang ... 29

5.2. Kondisi Sifat Fisik dan Kimia Tanah Lokasi Penelitian ... 30

5.3. Konsentrasi Total Logam Cu, Zn, Pb dan Cd dalam Tanah dan Beras ... 34

5.4. Korelasi antara Konsentrasi Total Logam Berat dalam Tanah dengan Konsentrasi Logam dalam Beras ... 48

5.5. Tingkat Kecemaran Logam Berat ... 49

(14)

VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 55

5.1. Simpulan ... 55

5.2. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Beberapa mineral yang mengandung logam berat ... 7

2. Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah ... 13

3. Titik koordinat lokasi pengambilan contoh ... 20

4. Nilai interpretasi kadar logam berat ... 21

5. Makna nilai indeks c/p ... 22

6. Curah hujan, kelembaban udara dan temperatur di Kota Tangerang ... 24

7. Jenis tanah, tekstur, dan bahan induk di lokasi penelitian ... 25

8. Konsentrasi timbal di udara Kota Tangerang ... 26

9. Luas wilayah dan potensi baku lahan sawah di Kota Tangerang ... 29

10. Tekstur tanah pada lahan sawah di Kota Tangerang ... 31

11. Sifat kimia tanah pada lahan sawah di Kota Tangerang ... 32

12. Konsentrasi total logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd dalam tanah dan beras ... 35

13. Tingkat kontaminasi/pencemaran (indeks c/p) logam berat di Kota Tangerang ... 50

14. Konsentrasi logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd terukur dalam air dan sedimen pada saluran irigasi di Kota Tangerang ... 51

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram alir kerangka pemikiran ... 5

2. Sumber dari logam berat dan perputarannya dalam ekosistem ... 13

3. Peta lokasi penelitian ... 18

4. Konsentrasi total logam Cu dalam tanah dan beras ... 36

5. Konsentrasi total logam Zn dalam tanah dan beras ... 39

6. Konsentrasi total logam Pb dalam tanah dan beras ... 42

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kriteria penilaian data analisis kimia tanah ... 62 2. Prosedur penetapan unsur logam berat total dalam tanah dengan cara

pengabuan basah dengan HNO3 dan HClO4

3. Baku mutu udara ambien nasional ... 66 ... 63

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan dan mempunyai sifat-sifat sebagai hasil kerja faktor-faktor iklim dan jasad hidup (organisme) terhadap bahan induk yang dipengaruhi oleh keadaan topografi dalam jangka waktu tertentu (Sitorus, 2008). Tanah, sebagai sumberdaya alam untuk keperluan pertanian, mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai media tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan serta tempat unsur-unsur hara dan air ditambahkan.

Penggunaan sumberdaya alam yang berlebihan seperti pengalihfungsian lahan pertanian menjadi lahan terbangun (pemukiman dan perindustrian) untuk mendukung kebutuhan manusia pada tingkat yang ada sekarang memberikan tekanan yang berlebihan terhadap lingkungan. Salah satu dampak yang terjadi pada lahan pertanian adalah terjadinya kontaminasi tanah. Berbagai kontaminan yang masuk ke dalam tanah akan mengakibatkan menurunnya fungsi tanah sebagai salah satu penyebab kerusakan tanah atau degradasi tanah. Degradasi tanah akan diikuti dengan penurunan produktivitas lahan. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan serius karena dapat merugikan petani serta menghambat usaha peningkatan produksi dan keamanan produk pertanian, yang pada akhirnya dapat mengancam ketahanan dan keamanan pangan nasional.

Salah satu kontaminan yang patut diwaspadai adalah logam berat. Istilah logam berat merujuk pada unsur logam yang mempunyai berat jenis lebih besar dari 5 g/cm3 (Pierzynski et al., 2005). Di dalam kerak bumi logam dibagi menjadi logam makro dan logam mikro (Darmono, 1995). Logam makro terdiri atas aluminium (Al), besi (Fe), kalsium (Ca), natrium (Na), kalium (K), magnesium (Mg) dan mangan (Mn). Logam mikro diantaranya adalah barium (Ba), nikel (Ni), seng (Zn), tembaga (Cu), plumbum (Pb), uranium (U), timah putih (Sn), kadmium (Cd), merkuri (Hg), perak (Ag) dan emas (Au). Adapun diantara logam-logam

(19)

tersebut yang dikategorikan sebagai logam yang lebih berpotensi beracun bagi manusia yaitu As, Cd, Cu, Pb, Hg, Ni dan Zn.

Keberadaan logam berat dalam tanah dapat terjadi secara alamiah dan/atau secara antropogenik (akibat aktivitas manusia). Namun kenyataannya kandungan logam berat dalam tanah di daerah urban lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas manusia seperti perindustrian, transportasi maupun pertanian. Salah satu daerah yang sangat padat aktivitas pertanian, transportasi dan perindustriannya adalah Kota Tangerang.

Kota Tangerang adalah daerah penyangga Ibukota negara yang dapat dikategorikan sebagai kota industri jika dilihat dari jumlah industri yang ada. Kedekatan dengan Ibukota negara dan kemudahan akses terhadap berbagai prasarana dan sarana transportasi darat, laut dan udara menyebabkan Kota Tangerang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif bagi pelaku industri. Sejak tahun 2000 hingga 2008 terjadi peningkatan jumlah industri di kota ini. Pada tahun 2000 industri di Kota Tangerang berjumlah 489 unit dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 1619 unit (Dinas Perindagkopar Kota Tangerang, 2008).

Peningkatan jumlah industri menyebabkan lahan pertanian di Kota Tangerang semakin berkurang luasannya. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kota Tangerang (2008), total potensi lahan baku pertanian pada tahun 2007 di kota Tangerang hanya tersisa 14.209,90 ha lahan kering dan 1.282 ha lahan sawah.

Pengembangan suatu wilayah menjadi daerah industri merupakan suatu hal yang dilematis. Di satu sisi dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan pendapatan daerah, namun di sisi lain dapat menurunkan kualitas lingkungan. Pencemaran logam berat pada tanah pertanian akibat limbah industri telah banyak ditemukan di beberapa daerah di Pulau Jawa. Salah satunya adalah lahan persawahan di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah yang telah dinyatakan tercemar logam berat dari limbah industri yang membuang limbahnya langsung ke sungai ataupun saluran irigasi, dengan konsentrasi dalam tanah beragam yaitu Co 24,38-58,46 mg/kg, Cr 0,22-7,43 mg/kg, Cd 0,07-0,40 mg/kg, Ni 6,39-13,44 mg/kg dan Pb 13,01-29,99 mg/kg (Puslitbangtanak, 2005).

(20)

Lahan pertanian di Kota Tangerang yang masih memiliki potensi produksi tersebar di bagian utara dan sebagian barat kota. Namun keberadaannya pun dikelilingi banyak pabrik/industri, baik industri kecil, industri menengah maupun industri besar. Sebagian industri tersebut masih membuang limbahnya ke sungai. Hal ini mengakibatkan sungai Cisadane berstatus tercemar berat baik karena limbah organik maupun limbah inorganik/B3 (BPLHD Jawa Barat, 2009a). Padahal sebagaimana diketahui Sungai Cisadane yang merupakan sungai terbesar yang melintasi Kota Tangerang ini masih digunakan sebagai sumber air irigasi bagi sebagian besar lahan pertanian.

Limbah industri yang dibuang ke Sungai Cisadane dapat mencemari lahan pertanian di Kota Tangerang. Selain itu, emisi logam berat sebagai efek samping proses produksi sebagian besar industri dan emisi kendaraan bermotor juga memberikan kontribusi terhadap pencemaran tanah pada lahan pertanian di Kota Tangerang. Begitu pula dengan penggunaan bahan agrokimia (pupuk dan pestisida) yang tidak efektif dalam praktik pertanian juga menjadi salah satu penyumbang logam berat dalam lahan pertanian. Pupuk fosfat, pupuk kandang, kapur dan kompos dapat mengandung logam berat seperti Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Zn (Alloway, 1995). Walaupun kadar dalam pupuk masih di bawah kisaran nonpolutif namun penggunaan pupuk yang terus-menerus dan dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan kadar logam berat dalam tanah. Lahan budidaya sawi putih di sentra produksi hortikultura Lembang Jawa Barat terbukti mengandung logam Cd 1,12 - 3,40 mg/kg akibat pemupukan fosfat yang mengandung Cd (Andayasari, 2009).

Logam berat yang masuk dan terakumulasi dalam tanah-tanah pertanian dapat diserap oleh tanaman melalui akar dan ditranslokasikan ke bagian lain. Pada akhirnya logam tersebut akan dapat masuk ke jaringan tubuh hewan maupun manusia yang mengkonsumsi produk pertanian tersebut.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka lahan pertanian yang berada di kawasan perkotaan dan industri di Kota Tangerang cenderung rentan terhadap kontaminasi logam berat. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian eksplorasi untuk mengevaluasi tingkat kontaminasi/pencemaran logam berat khususnya Cd, Pb, Zn, dan Cu pada tanah pertanian di Kota Tangerang. Penelitian mengenai hal

(21)

ini perlu dilakukan dalam rangka pengelolaan lahan sehingga pemanfaatannya dapat berkesinambungan.

1.2. Kerangka Pemikiran

Secara alamiah kandungan logam berat dalam tanah bervariasi tergantung bahan induknya. Keberadaan logam berat dalam tanah yang rendah konsentrasinya tidak akan membahayakan bagi lingkungan. Namun kegiatan manusia seperti pertambangan, industri, transportasi, rumah tangga bahkan aktivitas pertanian dapat mengakibatkan kadar logam berat dalam tanah meningkat dan apabila melebihi kadar normalnya dapat menimbulkan toksisitas bagi makhluk hidup.

Limbah industri yang mengandung logam berat berasal dari pabrik kimia, listrik dan elektrokimia, logam dan penyepuhan elektro (electroplating), penyamakan kulit, metalurgi, cat dan bahan pewarna. Limbah industri ini dapat berupa limbah cair, padat maupun gas. Selain limbah industri, emisi kendaraan bermotor dan limbah padat dari permukiman juga memberikan kontribusi yang berarti dalam meningkatkan konsentrasi logam berat dalam tanah. Bahkan kegiatan pertanian seperti pemberian pupuk dan pestisida secara terus-menerus pun dapat meningkatkan konsentrasi logam berat dalam tanah.

Logam-logam yang terekspos ke udara dan air akhirnya akan masuk ke dalam tanah. Apabila terakumulasi dalam tanah pertanian dan ketika tanah tersebut ditanami, maka akan ada kecenderungan penyerapan logam berat oleh tanaman. Berdasarkan konsep bioakumulasi, jika hasil tanaman ini dikonsumsi makhluk hidup (hewan, manusia), maka akan terjadi akumulasi logam berat dalam tubuh manusia maupun hewan. Akumulasi logam berat dalam tubuh akan berdampak negatif pada kesehatan. Keberadaan logam berat dalam lahan pertanian juga dapat menghambat penyerapan hara esensial sehingga menurunkan produktivitas tanaman. Oleh karena itu, untuk meminimalkan dampak negatif tersebut maka perlu dilakukan suatu kegiatan inventarisasi lahan-lahan pertanian yang diduga tercemar logam berat untuk keperluan pengelolaan di masa depan. Adapun diagram alir kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(22)

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran

1.3. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan bahwa keberadaan industri di Kota Tangerang diduga menyebabkan pencemaran logam berat pada tanah pertanian. Sumber pencemar logam berat ini dapat berasal dari kegiatan industri, emisi kendaraan bermotor, kegiatan pertanian yang menggunakan pupuk dan pestisida berlebihan maupun aktivitas manusia lainnya.

Dengan adanya logam berat dalam bentuk ion atau terlarut akan mudah terserap pada jaringan tanaman, dan bila tanaman yang menyerapnya adalah tanaman pangan seperti padi maka pencemaran logam berat akan lebih berbahaya

INDUSTRI TRANSPORTASI RUMAH TANGGA PERTANIAN

LIMBAH LOGAM BERAT

CAIR GAS PADAT

LAHAN PERTANIAN

air irigasi

SUNGAI UDARA TANAH

STATUS LINGKUNGAN A A EVALUASI (logam berat) DAMPAK (-) - Kesehatan

(23)

bagi kehidupan. Selain itu kualitas tanah akan menurun sehingga akan menurunkan produktivitas tanaman.

Kualitas tanah dalam kaitannya dengan pencemaran logam berat pada tanah pertanian di sekitar Kota Tangerang belum diketahui secara detail. Hal ini perlu dikaji untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai kualitas tanah terutama dari segi pencemaran logam berat Cu, Zn, Pb, dan Cd.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur konsentrasi dan tingkat kontaminasi logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd pada tanah dan beras serta mendapatkan gambaran mengenai kualitas tanah sawah di sekitar Kota Tangerang, sehingga dapat digunakan sebagai dasar penyusunan rekomendasi pengelolaan lahan sawah berkaitan dengan pencemaran logam berat.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran tentang kualitas tanah pertanian di sekitar Kota Tangerang dalam kaitannya dengan pencemaran logam berat. Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya lahan di Kota Tangerang.

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Logam Berat

Trace element didefinisikan sebagai unsur yang keberadaannya di alam sangat sedikit, yang bila terdapat dalam konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi normal memiliki potensi mengganggu atau beracun pada makhluk hidup (Adriano, 1986 dalam Notodarmojo, 2005). Contoh dari trace element yang mempunyai potensi toksik bagi tumbuhan atau makhluk hidup lainnya adalah logam berat seperti Cd, Ni, Pb, Zn, dan Cu.

Istilah logam berat menunjuk pada unsur logam yang mempunyai berat jenis lebih besar dari 5 g/cm3

Secara alamiah logam berat dikandung oleh berbagai mineral dalam berbagai batuan penyusun kerak bumi. Mineral tersebut umumnya adalah mineral kelam yang banyak ditemukan pada batuan basa atau ultra basa. Berbagai mineral yang mengandung logam berat tersebut disajikan pada Tabel 1.

(Pierzynski et al., 2005). Namun pada kenyataannya dalam pengertian logam berat ini, dimasukkan pula unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya seperti logam berat sehingga jumlah seluruhnya mencapai lebih kurang 40 jenis. Logam berat menjadi perhatian karena sifat racun (toksisitas) yang dimilikinya (Notodarmojo, 2005).

Tabel 1. Beberapa mineral yang mengandung logam berat

Nama Mineral Unsur Utama Unsur Minor

Olivin Mg, Fe, Si Ni, Co, Mn, Li, Zn, Cu, Mo Hornblende Mg, Fe, Ca, Al, Si Ni, Co, Mn, Sc, Li, V, Zn, Cu, Ga Augit Ca, Mg, Al, Si Ni, Co, Mn, Sc, Li, V, Zn, Pb, Cu, Ga Biotit K, Mg, Fe, Al, Si Rb, Ba, Ni, Co, Sc, Li, Mn, V, Zn, Cu, Ga Anorthit Ca, Al, Si Sr, Cu, Ga, Mn

Andesin Ca, Na, Al, Si Sr, Cu, Ga, Mn Oligoklas Na, Ca, Al, Si Cu, Ga

Garnet Ca, Mg, Fe, Al, Si Mn, Cr, Ga Ortoklas K, Al, Si Rb, Ba, Sr, Cu, Ga Ilmenit Fe, Ti Co, Ni, Cr, V

Magnetit Fe Zn, Co, Ni, Cr, V

(25)

2.2. Karakteristik Tembaga (Cu)

Tembaga merupakan salah satu logam berat yang banyak pemanfaatannya. Hal ini berkaitan dengan sifat tembaga yang siap pakai, tahan karat, konduktor listrik yang bagus dan tidak magnetik. Tembaga banyak terdapat sebagai sulfida, oksida atau karbonat, seperti bijih tembaga pirit, kalkopirit (CuFeS), kuprit (Cu2O) dan malasit (Cu2CO3(OH)2

Tembaga merupakan unsur logam esensial untuk tanaman dan hewan. Unsur ini diperlukan pada berbagai sistem enzim. Oleh karena itu harus selalu ada pada makanan. Namun, tetap harus diperhatikan agar Cu yang masuk dalam jaringan kadarnya tidak kurang dan juga tidak berlebih (Saeni, 1997). Kadar normal Cu dalam jaringan tanaman berkisar 5-20 ppm (Sitorus, 2008).

).

Tembaga banyak dipergunakan pada industri metalurgi, tekstil, elektronika, dan sebagai cat anti karat (Effendi, 2000). Dalam bidang pertanian, garam tembaga (tembaga sulfat/CuSO4

Logam Cu merupakan logam yang juga terlibat dalam proses metabolisme tubuh manusia. Logam ini memegang peranan dalam oksidasi enzim, seperti katalase, peroksidase, cytochrome oksidasi. Kekurangan logam tembaga pada tubuh manusia dapat mengakibatkan hypochromic, mycrocitie serta gejala kekurangan darah. Logam ini dalam konsentrasi rendah tidak membahayakan, bahkan diperlukan tubuh. Tetapi dalam konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pada ginjal (Levander dan Cheng, 1980 dalam Indrawati, 1994).

) digunakan sebagai pembasmi jamur dan siput (Darmono, 1995).

2.3. Karakteristik Seng (Zn)

Seng (Zn) adalah unsur hara mikro esensial bagi manusia, hewan, dan tumbuhan tingkat tinggi. Seng terdapat secara luas, namun sumber utamanya adalah sphalerite, (ZnFe)S yang biasanya terdapat bersama dengan galena (PbS) (Cotton dan Wilkinson, 1989).

Zn dalam tanah dikelompokkan dalam bentuk-bentuk kelompok mudah tersedia sampai tidak tersedia bagi tanaman, yaitu bentuk terlarut dalam air, dapat dipertukarkan (terikat pada koloid-koloid bermuatan listrik), terikat oleh senyawa organik menjadi khelat atau senyawa kompleks (ikatan logam pada ligand

(26)

organik), liat mineral sekunder dan oksida metalik tidak larut, serta dalam bentuk mineral primer (Alloway, 1995). Endapan Zn dapat terbentuk dengan senyawa-senyawa hidroksida, karbonat, fosfat, sulfida, molibdat, dan asam-asam organik yang terdiri dari humat, fulvat, dan ligand organik. Adsorpsi Zn++

Seng sering digunakan dalam pelapisan logam seperti baja dan besi yang merupakan produk antikarat, pembuatan zat warna untuk cat, lampu, gelas, bahan keramik, pestisida dan sebagainya (Darmono, 1995).

yang kuat dalam tanah dapat terjadi dengan adanya bahan organik dan mineral liat, dan hal ini berhubungan dengan kapasitas tukar kation tanah dan keasaman tanah (Warneke dan Barber, 1973).

Untuk pertumbuhan tanaman, pada umumnya tanaman membutuhkan unsur Zn hanya dalam jumlah sedikit. Kadar normal Zn dalam tanaman berkisar 25-150 ppm (Sitorus, 2008). Seng diserap tanaman dalam bentuk Zn2+ tetapi dapat juga diserap dalam bentuk molekuler garam kompleks organik seperti EDTA. Kekurangan atau kelebihan unsur Zn pada lahan pertanian diperlihatkan pada kandungannya pada jaringan tanaman, khususnya pada tanaman semusim. Kelebihan logam Zn dalam tubuh manusia akan mengakibatkan timbulnya rasa nyeri pada dada, pneumonitis dan paru-paru (Levander dan Cheng, 1980 dalam Sule, 1994). Pengaruh yang ditimbulkan logam ini dapat bersifat permanen.

2.4. Karakteristik Timbal (Pb)

Timbal (Pb) adalah sejenis logam yang lunak dan berwarna coklat kehitaman, serta mudah dimurnikan. Dalam pertambangan, logam ini berbentuk sulfida logam (PbS) yang sering disebut galena (Darmono, 1995).

Menurut Soepardi (1983), Pb dalam tanah sebagian besar tidak tersedia bagi tanaman, dan seperti halnya dengan kation logam beracun lain Pb sangat tidak larut dalam tanah terutama bila tanah tidak terlalu masam. Sebagian besar Pb ditemukan pada lapisan permukaan, suatu petunjuk bahwa hampir tidak ada pergerakan ke bawah. Pengapuran akan mengurangi ketersediaan unsur ini dan penyerapannya oleh tanaman.

Kandungan Pb total pada tanah pertanian berkisar 2–200 ppm. Sumber unsur ini berasal dari berbagai jenis batuan. Pada batuan ultrabasik (gabbro)

(27)

terkandung 1,9 mg Pb/kg, pada andesit 8,3 mg/kg dan pada granit (batuan asam) 22,7 mg/kg batuan. Ada kecenderungan bahwa kandungan Pb meningkat dengan meningkatnya kandungan silika batuan (Nriagu, 1978 dalam Lahuddin, 2007). Logam ini tidak terdapat secara murni, tetapi berkombinasi dengan unsur lain sebagai garam. Pada umumnya logam ini berasosiasi dengan logam-logam seperti seng, besi, kadmium, dan perak dan logam ini umumnya berasal dari berbagai limbah industri, diantaranya baterai, pewarna cat, lampu, dan aditif bahan bakar petrolium.

Pb tersedia bagi tanaman melalui tanah dan sumber-sumber aerosol (udara). Serapannya oleh tanaman sangat rendah, kecuali pada tanah dengan kapasitas tukar kation, pH, kadar bahan organik dan kadar P rendah (Lepp, 1981). Serapan Pb oleh tanaman jarang pula sampai menimbulkan gejala toksisitas pada tanaman, kecuali bila kandungan Pb dalam media perakaran sangat tinggi, karena sebagian besar Pb yang diserap diakumulasikan pada akar secara cepat.

Timbal banyak digunakan dalam industri baterai (Eckenfelder, 1989). Elektroda dari aki (baterai) biasanya mengandung 93% Pb dan 7 % Sb (antimoni). Pb sangat baik untuk merangsang arus listrik sebagai katoda PbO2

Pb murni biasanya digunakan untuk melapisi logam lain agar tidak mudah berkarat, misalnya pipa-pipa air atau kabel-kabel listrik bawah tanah. Senyawa Pb juga digunakan untuk campuran pembuatan cat sebagai bahan pewarna, seperti Pb putih atau Pb(OH)

dan Pb logam (Darmono, 1995). Logam Pb juga digunakan dalam pembuatan tinta, sekering, amunisi, dan kabel.

22PbCO3 dan Pb merah atau Pb3O4

Tingkat toksisitas timbal lebih rendah daripada kadmium (Cd), merkuri (Hg) dan tembaga (Cu), akan tetapi lebih toksik daripada kromium (Cr), mangan (Mn), barium (Ba), zinc (Zn) dan besi (Fe). Keracunan timbal (plumbism) dalam dosis rendah namun berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan neurotoksik (racun saraf) dan tingkah laku (Darmono, 1995).

(Darmono, 1995). Penambahan timbal pada bahan bakar sebagai anti knocking agent (anti letupan) juga memberikan kontribusi yang berarti bagi keberadaan timbal di dalam udara, tanah, dan air.

(28)

2.5. Karakteristik Kadmium (Cd)

Kadmium merupakan logam lunak berbentuk kristal dan berwarna putih keperakan. Kadmium (Cd) bersama-sama dengan Hg, Pb dan V adalah logam yang hingga saat ini belum diketahui dengan jelas perannya bagi tumbuhan dan makhluk hidup lainnya. Kadmium bersifat tidak larut dalam air. Pada kerak bumi kadar kadmium sekitar 0,2 mg/kg (Moore, 1991). Kadmium karbonat dan kadmium hidroksida memiliki sifat kelarutan yang terbatas. Garam-garam kadmium (klorida, nitrat, dan sulfat) dapat berupa senyawa kompleks organik dan inorganik atau terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi dan sedimen dasar. Pada pH yang tinggi kadmium mengalami presipitasi/pengendapan.

Kadmium biasanya selalu bercampur dengan logam lain, terutama dalam pertambangan seng (Zn) dan timah hitam yang selalu ditemukan kadmium dengan kadar 0,2-0,4% (Darmono, 1995). Kadmium bersifat tahan panas sehingga sangat baik untuk campuran pembuatan bahan-bahan keramik, enamel dan plastik. Kadmium juga sangat tahan terhadap korosi sehingga sangat bagus untuk melapisi pelat besi dan baja. Kadmium banyak dipakai pada industri metalurgi, pelapisan logam, pigmen, baterai, peralatan elektronik, pelumas, peralatan fotografi, gelas, keramik, tekstil dan plastik (Eckenfelder, 1989).

Toksisitas kadmium dipengaruhi oleh pH dan kesadahan. Keberadaan seng dan timbal dapat meningkatkan toksisitas kadmium. Sumber alami kadmium adalah greenockite (CdS), hawleyite, sphalerite dan otavite (Moore, 1991). Kadmium bersifat kumulatif dan sangat toksik bagi manusia karena dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan paru-paru, meningkatkan tekanan darah, dan mengakibatkan mandul pada pria dewasa. Selain itu keracunan Cd juga dapat mengakibatkan kehilangan sel darah merah dan kerapuhan tulang. Kasus keracunan kadmium yang terkenal adalah timbulnya penyakit ‘Itai-itai’ di Jepang dengan gejala sakit pada tulang dan keroposnya tulang.

2.6. Perilaku Logam Berat dalam Tanah

Keberadaan logam berat berkaitan erat dengan pH, kadar bahan organik dan keadaan oksidasi reduksi tanah (Soepardi, 1983). Reaksi tanah merupakan faktor pengontrol penting perilaku kimia logam-logam dan berbagai proses penting

(29)

lainnya di dalam tanah. Soepardi (1983) menyatakan bahwa pH tanah mempengaruhi serapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman melalui pengaruh langsungnya terhadap tersedianya unsur hara dan adanya unsur-unsur beracun. Dalam keadaan masam kation logam sangat larut dan tersedia bagi tanaman. Kation logam berat lebih mudah bergerak dalam kondisi masam (Alloway, 1995).

Bahan organik dapat mengurangi pengaruh buruk yang mungkin ditimbulkan oleh logam berat dan mempertahankan tanaman dalam keadaan normal. Bahan organik dapat membentuk senyawa komplek dengan logam berat yang disebut komplek organik logam. Pembentukan komplek organik logam dapat menurunkan kelarutan logam-logam berat (Stevenson, 1994).

Adanya bahan organik akan menyebabkan terjadinya kelat dengan kation-kation logam. Senyawa-senyawa humat efektif dalam mengikat unsur logam (Fe, Cu, Zn dan Mn). Dalam tanah masam, unsur logam tersebut terdapat dalam konsentrasi yang tinggi dan menyebabkan masalah keracunan pada tanaman. Pemberian humus pada tanah masam akan membuat sebagian unsur logam terambil dari larutan melalui pembentukan kompleks dengan senyawa-senyawa humat.

Logam berat dalam tanah dapat berada dalam bentuk ion atau berikatan dengan mineral maupun bahan organik tanah. Dalam larutan tanah, kebanyakan logam berat (kecuali As, Sb, Sn, Mo dan V) merupakan kation-kation sehingga dijerap oleh muatan negatif permukaan koloid tanah (Alloway, 1995).

Peningkatan muatan negatif liat akan mampu meningkatkan kapasitas jerapan kation dalam jumlah yang lebih banyak. Proses pengendapan ion-ion logam dalam larutan tanah menjadi bentuk tak tersedia akan mengurangi pengaruh logam berat terhadap pertumbuhan tanaman. Mobilitas dan ketersediaan logam berat tergantung pada cara dan kekuatan fiksasi logam berat oleh komponen tanah khususnya oleh fraksi liat (Czurda et al., 1996 dalam Rahmawati, 2006).

2.7. Pencemaran Logam Berat di Tanah

Pencemaran logam berat pada tanah daratan sangat erat hubungannya dengan pencemaran udara dan air. Partikel logam berat yang beterbangan di udara akan terbawa oleh air hujan yang membasahi tanah sehingga timbul pencemaran

(30)

tanah. Terlepas dari mana sumbernya, unsur beracun ini dapat mencapai tanah, sehingga menjadi bagian dari lingkar hidup tanah – tumbuhan – hewan – manusia (Gambar 2).

Sumber: Soepardi (1983)

Gambar 2. Sumber dari logam berat dan perputarannya dalam ekosistem

Pada umumnya kandungan logam berat secara alamiah sangat rendah di dalam tanah, kecuali tanah tersebut merupakan daerah pertambangan atau tanah tersebut sudah tercemar (Darmono, 1995). Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah

Logam Kisaran Rataan

---µg/g--- As Co Cu Pb Zn Cd Hg 5 - 3000 1 - 40 2 - 300 2 - 200 10 - 300 0,05 - 0,7 0,01 - 0,3 100 8 20 10 50 0,06 0,03

Sumber: Peterson dan Alloway (1979) dalam Darmono (1995)

Aktivitas manusia (anthropogenic) merupakan kontributor yang besar bagi keberadaan logam berat dalam tanah. Penggunaan logam berat seperti Cd, Ni, Pb, Zn, dan Cu oleh masyarakat modern berturut-turut 0,5, 20, 240, 250, dan 310 juta

• Produk industri • Pembakaran bahan bakar • Pupuk • Pestisida Batuan Udara Tanah Air Tanaman Burung Ternak Ikan Manusia

(31)

ton dengan kecenderungan terus meningkat (Nriagu, 1984 dalam Notodarmojo, 2005). Unsur-unsur tersebut masuk ke dalam tanah melalui pupuk, pestisida, emisi kendaraan bermotor, dan industri.

Adapun bentuk logam berat dalam tanah dapat bermacam-macam. Menurut Verloo (1993) keseluruhan logam berat yang ada dalam tanah dapat dipilahkan menjadi berbagai fraksi atau bentuk, yaitu:

(1) larut air, berada dalam larutan tanah;

(2) tertukarkan, terikat pada tapak-tapak jerapan (adsorption sites) pada koloid tanah dan dapat dibebaskan oleh reaksi pertukaran ion;

(3) terikat secara organik, berasosiasi dengan senyawa humus yang tidak terlarutkan;

(4) terjerat (occluded) di dalam oksida besi dan mangan;

(5) senyawa-senyawa tertentu, seperti karbonat, fosfat, dan sulfida; (6) terjerat secara struktural di dalam mineral silikat atau mineral primer.

Beberapa penelitian mengenai pencemaran logam berat dalam tanah pertanian telah dilakukan. Rahmawati (2006) menyatakan bahwa kadar total logam berat dalam tanah pertanian di sekitar kawasan industri Cikarang Kabupaten Bekasi berada di atas kisaran kadar normal (Pb sebesar 28,84-150 mg/kg, Zn sebesar 645,69-1293,65 mg/kg, Cd sebesar 1,05-31,70 mg/kg, Cu sebesar 17,44-90,61 mg/kg, Co sebesar 4,27-61,77 mg/kg dan Ni sebesar 4,70-23,40 mg/kg).

Hal yang sama juga terjadi pada lahan sawah di sepanjang sub-DAS Serang, Kudus yang mendapatkan pengairan dari sungai yang tercemar limbah pabrik kertas (Sutrisno dan Mulyadi, 2008). Hasil analisis contoh tanahnya mengandung logam berat Cu, Pb dan Cd berturut-turut sebesar 46-94 mg/kg, 17-24 mg/kg dan 0,2-0,4 mg/kg, sedangkan pada gabahnya mengandung Cu 2,25-5 mg/kg, Pb 0-0,59 mg/kg dan Cd 0,01-0,11 mg/kg.

Menurut Istikasari (2004), telah terjadi pencemaran logam berat Pb, Cu, Fe dan Hg dalam tanah dan beras akibat kegiatan pertambangan emas di daerah pengolahan emas tanpa izin Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Kisaran kadar logam dalam tanah adalah Pb 0,33-12,94 ppm, Cu 5,42-29,76 ppm, Fe 262,82-804,89 ppm dan Hg 5,52-99,08 ppm. Sedangkan dalam beras terdeteksi

(32)

logam Pb sebesar 0,44-3,69 ppm, Cu 0,01-1,19 ppm, Fe 2,51-43,56 ppm dan Hg 13,70-251,30 ppb.

Sumber cemaran Cd pada tanah pertanian diketahui berasal dari penggunaan pupuk kandang dan pupuk P secara terus-menerus dengan dosis yang cenderung berlebih. Seperti pada tanah pada lahan budidaya sawi putih di sentra produksi hortikultura Lembang, Jawa Barat mengandung logam berat Cd dengan rataan konsentrasi Cd sebesar 2,01 mg/kg (pada lahan dengan produktivitas tinggi), 2,26 mg/kg (pada lahan dengan produktivitas sedang) dan 1,43 mg/kg (pada lahan dengan produktivitas rendah) (Andayasari, 2009).

(33)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan contoh dilakukan pada lahan sawah yang tersebar di sekitar Kota Tangerang (Gambar 3). Analisis fisika dan kimia tanah serta logam berat dalam tanah dan beras dilakukan di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah. Analisis konsentrasi logam berat dalam air dan sedimen dilakukan di Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juli 2010.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah sawah dan beras yang diduga terkontaminasi logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd yang diambil dari 13 titik lokasi lahan sawah di Kota Tangerang, air dan sedimen yang diambil dari 4 titik lokasi saluran irigasi, dan bahan-bahan kimia untuk analisis fisika dan kimia tanah serta logam berat.

Peralatan yang digunakan dalam pengambilan contoh tanah adalah peta topografi kota Tangerang, GPS, pH meter, AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer), alat-alat penunjang persiapan sampel tanah (kantong plastik, oven pengering yang dilengkapi dengan penghisap udara, alat tumbuk tanah, ayakan 2 mm dan 5 mm, label), alat-alat penunjang proses analisis logam berat (timbangan analitik, tabung Digestion/ Kjeldahl, Block Digestion, labu ukur, corong gelas, kertas saring) serta alat tulis.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksplorasi. Data primer diperoleh dengan mengumpulkan data lapangan pada lahan pertanian yang diduga terkontaminasi logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd. Data sekunder diperoleh dari BPS Kota Tangerang (data mengenai geografis, iklim dan jumlah industri), Dinas Pertanian Kota Tangerang (data mengenai luas lahan pertanian dan irigasi), dan Lembaga Penelitian Tanah (peta jenis tanah Kota Tangerang).

(34)

Gambar 3. Peta lokasi penelitian. Bandara Int.

Soekarno - Hatta

Situ Cipondoh

Jalan Tol Bandara

Jalan Tol Jakarta-Merak

(35)

3.3.1. Metode Pengumpulan Data

Pengambilan contoh tanah diawali dengan menentukan lokasi pengambilan contoh tanah secara purposive sampling dengan kriteria dekat dengan industri dan akses jalan. Berdasarkan kriteria tersebut dilakukan pengambilan contoh tanah dari 13 titik lokasi lahan sawah di Kota Tangerang (lihat Tabel 3). Contoh tanah yang dianalisis diambil pada bagian permukaan tanah dengan kedalaman 0-20 cm secara komposit (pada setiap lokasi pengambilan sampel dilakukan pengambilan tanah dari 5 titik kemudian diaduk rata dan diambil 0,5 kg tanah) dan dimasukkan dalam kantong plastik serta diberi label. Contoh-contoh tanah tersebut kemudian dianalisis di laboratorium yaitu meliputi tekstur tanah (Pipet), pH H2O, C-Organik (Walkey dan Black), kapasitas tukar kation (N NH4OAc pH 7,0) dan konsentrasi total logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd (metode destruksi basah dengan HNO3 dan HClO4). Metode analisis total logam berat dalam tanah dengan metode destruksi basah dengan HNO3 dan HClO4

Pengambilan contoh air dan sedimen dilakukan di 4 titik sampling untuk mengetahui pH dan konsentrasi logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd. Titik koordinat lokasi pengambilan contoh air dan sedimen dapat dilihat pada Tabel 3. Data sosioteknik budidaya diperoleh dengan wawancara langsung secara informal terbuka dengan petani mengenai sejarah lahan, pola tanam, teknik budidaya (pemupukan, pemakaian pestisida, pengairan), jumlah produksi dan gangguan produksi yang pernah dialami.

dapat dilihat pada Lampiran 2. Selanjutnya dilakukan penetapan status kontaminasi/pencemaran logam berat dalam tanah di lokasi penelitian dengan mengikuti prosedur yang diusulkan oleh Lacatusu (2000). Lokasi pengambilan contoh beras sama dengan lokasi pengambilan contoh tanah. Contoh beras dianalisis konsentrasi logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd.

(36)

Tabel 3. Titik koordinat lokasi pengambilan contoh

No. Lokasi Sampling LS BT

Tanah dan Beras

1 Kel. Periuk Kec. Periuk 06° 09' 35,7" 106° 36' 52,8" 2 Kel. Sepatan Kec. Sepatan 06° 08' 28,5" 106° 36' 52" 3 Kel. Neglasari Kec. Neglasari 06° 07' 57,6" 106° 37' 55,1" 4 Kel. Batujaya Kec. Batuceper 06° 09' 10,1" 106° 40' 08,7" 5 Kel. Karangsari Kec. Neglasari 06° 09' 09,5" 106° 38' 16,4" 6 Kel. Pajang Kec. Benda 06° 06' 10" 106° 40' 34,5" 7 Kel. Jurumudi Kec. Benda 06° 08' 29,7" 106° 40' 57,3" 8 Kel. Pakojan Kec. Pinang 06° 12' 33,3" 106° 39' 38" 9 Kel. Kunciran Indah

Kec. Pinang

06° 13' 00,7" 106° 40' 20,3" 10 Kel. Kunciran

Kec. Pinang

06° 13' 44,3" 106° 40' 27,9" 11 Kel. Pondok Bahar

Kec. Karang Tengah

06° 12' 25,7" 106° 42' 11,6" 12 Kel. Gondrong Kec. Cipondoh 06° 11' 08,3" 106° 41' 40,8" 13 Kel. Porisgaga Kec. Batuceper 06° 10' 20,3" 106° 41' 16,9"

Air dan Sedimen

1 Kel. Periuk Kec. Periuk 06° 09' 37" 106° 37' 10,9" 2 Kel. Neglasari Kec. Neglasari 06° 07' 45,7" 106° 38' 7" 3 Kel. Batujaya Kec. Batuceper 06° 09' 16,9" 106° 40' 15,8" 4 Kel. Pondok Bahar

Kec. Karang Tengah

06° 12' 22,1" 106° 42' 05,1"

3.3.2. Metode Analisis Data

Hasil pengumpulan contoh di lapang dianalisis dalam laboratorium kemudian dievaluasi dan diinterpretasikan secara deskriptif. Penetapan status kontaminasi/pencemaran logam berat dalam tanah ditetapkan berdasarkan kriteria yang diajukan oleh Lacatusu (2000) dan diinterpretasikan secara deskriptif.

(37)

Analisis Status Kontaminasi/Pencemaran Logam Berat

Status kontaminasi/pencemaran logam berat dalam tanah diukur berdasarkan nilai indeks c/p (contamination/pollution) menurut prosedur Lacatusu (2000). Istilah kontaminasi tanah merujuk pada kisaran kadar logam berat yang terukur dalam tanah yang belum atau tidak akan segera memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman atau komponen lingkungan lainnya. Sementara itu istilah pencemaran tanah merujuk pada kisaran kadar logam berat yang terukur dalam tanah yang telah menyebabkan pengaruh negatif pada beberapa atau seluruh komponen lingkungan.

Prosedur Lacatusu dimulai dengan penggunaan rumus untuk menetapkan nilai rujukan sebagai dasar perhitungan terjadi-tidaknya kontaminasi/pencemaran logam berat dalam tanah (dinamakan nilai A). Nilai B merupakan nilai yang menunjukkan tingkat kadar logam berat dalam tanah pada kisaran batas maksimum yang diperbolehkan (maximum allowable limit, MAL). Nilai C merupakan tingkat kadar logam berat dalam tanah yang menunjukkan bahwa tindakan pemulihan sudah diperlukan. Nilai ABC untuk logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd prosedur Lacatusu ditunjukkan pada Tabel 4. Nilai indeks c/p pada lokasi penelitian ditetapkan dengan mengukur nisbah antara kadar logam berat yang secara efektif terukur dalam tanah melalui analisis kimia dengan nilai A dari seri nilai ABC. Rumus indeks c/p adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Nilai interpretasi kadar logam berat

Logam Berat Nilai A (mg/kg) Nilai B (mg/kg) Nilai C (mg/kg) Cu 15 + 0,6 (L + BO) 100 500 Zn 50 + 1,5 (2L + BO) 500 3000 Pb 50 + L + BO 150 600 Cd 0,4 + 0,007 (L + 3BO) 5 20 Sumber: Lacatusu (2000)

Keterangan: L = kadar liat (%) B = kadar bahan organik (%)

(38)

Nilai indeks c/p > 1 menunjukkan kisaran terjadinya pencemaran dan nilai indeks c/p < 1 menunjukkan kisaran terjadinya kontaminasi. Kedua kisaran tersebut dibagi lagi ke dalam nilai-nilai interval yang menunjukkan terjadinya kontaminasi atau pencemaran pada tingkat sangat ringan, ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Batas nilai untuk tingkatan tersebut disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Makna nilai indeks c/p

Nilai c/p Tingkat Kontaminasi Nilai c/p Tingkat Pencemaran

< 0,1 Sangat Ringan 1,1 – 2,0 Sangat Ringan

0,1 – 0,25 Ringan 2,1 – 4,0 Ringan

0,26 – 0,50 Sedang 4,1 – 8,0 Sedang

0,51 – 0,75 Berat 8,1 – 16,0 Berat

0,76 – 1,00 Sangat Berat > 16,0 Sangat Berat

(39)

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KOTA TANGERANG

4.1. Letak Geografis

Daerah penelitian adalah Kota Tangerang, Provinsi Banten dengan luas wilayah sebesar 183,78 km2

• Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Naga dan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang

. Letak Kota Tangerang secara geografis berada antara 6°6’ Lintang Utara sampai 6°13’ Lintang Selatan dan 106°36’ Bujur Timur sampai dengan 106°42’ Bujur Timur. Adapun batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

• Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong, dan Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan

• Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.

• Sebelah timur berbatasan dengan DKI Jakarta.

Secara administrasi Kota Tangerang terdiri dari 13 kecamatan, yaitu Kecamatan Tangerang, Karawaci, Batuceper, Neglasari, Cipondoh, Pinang, Ciledug, Karang Tengah, Larangan, Jatiuwung, Cibodas, Periuk, dan Kecamatan Benda. Pada umumnya ketinggian tempat di wilayah Kota Tangerang berada pada 10 – 18 m di atas permukaan laut (BPS, 2009).

Berdasarkan hasil pengolahan dan interpretasi terhadap peta digital wilayah Kota Tangerang (Bakosurtanal, 2000), maka pengambilan contoh tanah dan beras dilakukan pada 13 titik yang berada di Kecamatan Batuceper, Benda, Cipondoh, Karang Tengah, Neglasari, Periuk, dan Pinang. Pengambilan contoh tanah dan beras dilakukan pada lahan sawah.

4.2. Iklim

Berdasarkan pengamatan Badan Meteorologi dan Geofisika tahun 2003-2008 diketahui bahwa curah hujan per tahun tertinggi terjadi pada tahun 2007 (1.951 mm/tahun) dengan jumlah hari hujan 127 hari. Rata-rata kelembaban udara setiap tahun meningkat hingga tahun 2005, kemudian menurun pada tahun 2006

(40)

dan meningkat lagi sampai tahun 2008. Sedangkan rata-rata temperatur udara dari tahun 2003 sampai 2008 cenderung stabil (± 27 °C). Data iklim di Kota Tangerang pada tahun 2003-2008 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Curah hujan, kelembaban udara dan temperatur di Kota Tangerang

Tahun Banyak Hari Hujan (hari) Banyak Curah Hujan (mm) Rata-Rata Kelembaban Udara (%) Rata-Rata Temperatur Udara (°C) 2008 137 1.746 79,67 27,31 2007 127 1.951 78,30 27,39 2006 111 1.301 78,00 27,16 2005 133 1.804 81,92 27,46 2004 111 1.948 81,33 27,46 2003 138 1.656 58,08 27,07

Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika (BPS, 2009)

4.3. Jenis Tanah dan Batuan Induk

Kondisi geologi Kota Tangerang berdasarkan interpretasi dari Peta Geologi lembar Jakarta, terbentuk oleh Tuf Banten yang merupakan batuan vulkanik dan aluvial (Suhendar, 2005). Tuf Banten (QTvb) tersusun dari tuf, tuf batuapung dan batupasir tufaan, sedang endapan aluvial (Qa) terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah berada di sepanjang Sungai Cisadane, Kali Angke, Kali Sabi, Kali Ciracab, Situ Cipondoh dan di bagian utara Kota Tangerang. Kipas Aluvial (Qav) yang terdiri dari tuf halus berlapis, tuf pasiran yang berselingan dengan tuf konglomeratan mengisi wilayah bagian utara Kota Tangerang sekitar Bandara Soekarno-Hatta (Kecamatan Benda).

Berdasarkan Peta Tanah Semi Detail Daerah Tangerang dan Sekitarnya (Jabotabek II) Skala 1:50.000 (Lembaga Penelitian Tanah, 1980), jenis tanah di lokasi penelitian adalah Aluvial Kelabu, Kompleks Aluvial Coklat Kekelabuan dan Aluvial Kelabu, Glei Humus Rendah, Asosiasi Podzolik Coklat Kekuningan dan Hidromorf Kelabu, Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Laterit Air Tanah, Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Laterit Air Tanah. Tabel 7 memperlihatkan jenis tanah, tekstur dan bahan induk di lokasi penelitian.

(41)

Tabel 7. Jenis janah, tekstur, dan bahan induk di lokasi penelitian

Kelurahan Macam Tanah Tekstur Bahan Induk

Periuk Asosiasi Latosol Coklat

Kemerahan dan Laterit Air Tanah

halus Tufa Volkan Intermedier Sepatan Aluvial Coklat Kekelabuan sedang Endapan (liat) Neglasari Kompleks Aluvial Coklat

Kekelabuan dan Aluvial Kelabu

sedang Endapan (liat dan pasir)

Batujaya Asosiasi Podzolik Coklat Kekuningan dan Hidromorf Kelabu

agak kasar

Batu liat, batu pasir

Pakojan Latosol Merah halus Tufa Volkan

Intermedier Kunciran

Indah

Asosiasi Latosol Coklat

Kemerahan dan Laterit Air Tanah

halus Tufa Volkan Intermedier Kunciran Asosiasi Latosol Coklat

Kemerahan dan Laterit Air Tanah

halus Tufa Volkan Intermedier Pondok Bahar Glei Humus Rendah sedang Endapan (liat) Gondrong Aluvial Kelabu sedang Endapan (liat) Karangsari Asosiasi Podzolik Coklat

Kekuningan dan Hidromorf Kelabu

agak kasar

Batu liat, batu pasir

Pajang Asosiasi Podzolik Coklat Kekuningan dan Hidromorf Kelabu

agak kasar

Batu liat, batu pasir

Jurumudi Asosiasi Podzolik Coklat Kekuningan dan Hidromorf Kelabu

agak kasar

Batu liat, batu pasir

Poris Gaga Asosiasi Latosol Coklat

Kemerahan dan Laterit Air Tanah

halus Tufa Volkan Intermedier

Sumber: Lembaga Penelitian Tanah (1980)

4.4. Kualitas Udara

Kota Tangerang berdasarkan kriteria ukuran sebuah kota termasuk ke dalam kategori kota metropolitan. Salah satu permasalahan yang sering timbul pada kota metropolitan adalah meningkatnya jumlah partikel-partikel berbahaya pada udara yang mengakibatkan penurunan kualitas udara. Partikel berbahaya seperti logam berat yang terekspos ke udara akan terdeposisi masuk ke dalam air dan tanah jika terjadi hujan. Hasil penelitian Puspadewi (2003) menunjukkan bahwa kadar logam Pb di udara Kota Tangerang cenderung di atas nilai ambang batas, terutama di lokasi yang dekat dengan jalan raya dan industri (Tabel 8). Nilai ambang batas Pb di udara adalah 2 μg/m3

(ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambien Nasional).

(42)

Tabel 8. Konsentrasi timbal di udara Kota Tangerang

No. Titik Sampling 2000 2002

---μg/m3---

1 Pemukiman (Cipondoh) 1,1 1,15

2 Kepadatan jalan raya (Sukasari) - 7,6

3 Kantong industri (Cikokol) 4,24 4,06

Sumber: Puspadewi (2003)

Penentuan kualitas udara juga dapat dilihat dari beberapa parameter lainnya, diantaranya adalah SO2, CO, NO2, O3, HC, TSP (Total Suspended Particulate), NH3, dan H2S. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang (2009) pada 39 titik baik itu perkantoran, pasar, terminal, perumahan, zona industri, dan pertigaan jalan raya, diperoleh hasil rataan pengamatan yang menunjukkan bahwa parameter hidrokarbon (164 mg/l) dan TSP (308,4 mg/l) telah melebihi baku mutu udara ambien nasional yaitu 160 mg/l dan 230 mg/l. Sedangkan kadar SO2, CO, NO2, O3, Pb, NH3, dan H2

Secara umum, kualitas udara ini tidak terlalu buruk, walau demikian sebagai daerah metropolitan, Kota Tangerang berpotensi mengalami peningkatkan aktivitas yang luar biasa di segala bidang. Hal ini berpotensi akan menurunkan kualitas udaranya. Selain itu, logam berat yang terekspos di udara dapat jatuh dan masuk ke dalam tanah apabila turun hujan. Oleh karena itu, sejak dini perlu dilaksanakan program-program yang dapat mencegah dan mengurangi penurunan kualitas udara. Upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran udara yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang adalah sebagai berikut :

S masih berada di bawah baku mutu yang ditetapkan dalam PP RI No. 41 Tahun 1999 (Lampiran 3).

• Mewajibkan pemasangan alat pengendalian pencemaran bagi sumber pencemar tetap/industri.

• Daur ulang limbah, memanfaatkan limbah yang ditangkap oleh alat pengendali pencemaran udara untuk kemudian digunakan dalam proses sendiri atau proses industri lain.

• Pencegahan limbah, misalnya penutupan bocoran, pencegahan tumpukan limbah atau pemakaian kemasan yang dapat dipakai kembali.

(43)

• Melaksanakan pemeriksaan dan perawatan kendaraan secara berkala, terutama bagi kendaraan plat merah dan plat kuning serta memperketat prosedur KIR.

• Menyebarkan pusat-pusat aktivitas masyarakat (tidak berpusat pada titik-titik tertentu saja).

• Melakukan pembinaan, pengawasan dan penindakan kepada industri-industri dan pihak lain yang berpotensi melakukan pencemaran udara.

• Melakukan pengawasan dan penindakan kepada kendaraan bermotor yang memproduksi limbah udara di atas ambang batas normal.

• Melakukan penghijauan dan membangun beberapa ruang terbuka hijau yang dapat berfungsi menetralisir kualitas udara.

(44)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Invetarisasi Lahan Sawah di Kota Tangerang

Keberadaan Kota Tangerang yang berbatasan langsung dengan Ibukota Negara Indonesia memberikan kemudahan akses terhadap berbagai sarana dan prasarana transportasi darat, laut dan udara, baik bagi masyarakat Ibukota maupun masyarakat Kota Tangerang sendiri. Keunggulan ini telah banyak dimanfaatkan oleh pelaku industri, sehingga banyak lahan pertanian yang dialihfungsikan menjadi bentuk lain (bangunan).

Namun, dari luas total Kota Tangerang 164.539 km2

Tabel 9. Luas wilayah dan potensi baku lahan sawah di Kota Tangerang

masih terdapat lahan sawah yang berpotensi seluas 1.101 ha (Dinas Pertanian Kota Tangerang, 2008). Adapun luas wilayah dan luas lahan sawah per kecamatan di Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

Kecamatan Luas Wilayah (km2) Potensi Lahan Sawah

Irigasi (ha) Tadah Hujan (ha)

Ciledug 8.769 0 15 Larangan 9.397 0 0 Karang Tengah 10.474 0 14 Cipondoh 17.910 122 50 Pinang 21.590 50 198 Tangerang 15.785 0 10 Karawaci 13.475 0 34 Cibodas 9.611 0 0 Jatiuwung 14.406 0 0 Periuk 9.543 93 0 Neglasari 16.077 301 15 Batuceper 11.583 25 0 Benda 5.919 166 8 Jumlah 164.539 757 344

(45)

Pada Tabel 9 terlihat bahwa Kecamatan Neglasari merupakan kecamatan terbesar di Kota Tangerang yang masih memiliki lahan sawah, yaitu seluas 301 ha sawah beririgasi dan 15 ha sawah tadah hujan. Kecamatan Larangan, Cibodas dan Jatiuwung sudah tidak memiliki lahan sawah. Hal ini disebabkan di ketiga kecamatan tersebut lahan pertanian yang dahulu ada telah dialihfungsikan menjadi bangunan perumahan dan kawasan perindustrian.

Berdasarkan hasil wawancara informal dengan petani di Kota Tangerang diketahui bahwa sebagian besar petani di Kota Tangerang memiliki lahan sawah sudah turun temurun sejak sebelum tahun 1980-an dan sudah melakukan kegiatan budidaya padi sawah selama 20 tahun lebih, bahkan di beberapa lokasi penelitian telah melakukan kegiatan budidaya padi sawah selama 30 tahun lebih. Dalam setahun petani melakukan penanaman padi sebanyak 2 kali (padi – padi – bera), sedangkan petani yang memiliki sawah dengan sistem irigasi yang baik dapat melakukan penanaman padi 3 kali dalam setahun (padi – padi – padi). Pemupukan yang digunakan adalah pupuk urea, TSP, dan KCl. Dosis pemupukan yang digunakan umumnya dalam kisaran 200-300 kg urea/ha, 50-100 kg TSP/ha dan 50-100 kg KCl/ha.

5.2. Kondisi Sifat Fisik dan Kimia Tanah Lokasi Penelitian a) Tektur Tanah

Tekstur tanah menurut USDA adalah perbandingan relatif antar partikel tanah yang terdiri atas fraksi liat, debu, dan pasir (Sutanto, 2005). Tekstur tanah bersifat permanen/tidak mudah diubah dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat tanah yang lain seperti struktur, konsistensi, kelengasan tanah, permeabilitas tanah, run off, daya infiltrasi, dan lain-lain. Hasil analisis sifat fisik tanah pada lahan sawah di Kota Tangerang pada kedalaman 0-20 cm disajikan pada Tabel 10.

(46)

Tabel 10. Tekstur tanah pada lahan sawah di Kota Tangerang

Kelurahan Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Kelas Tekstur*)

Periuk 6 30 64 Liat Sepatan 5 31 64 Liat Neglasari 5 38 57 Liat Batujaya 8 28 64 Liat Karangsari 12 38 50 Liat Pajang 14 22 64 Liat Jurumudi 5 34 61 Liat Pakojan 17 30 53 Liat

Kunciran Indah 20 35 45 Liat

Kunciran 12 49 39 Lempung Liat Berdebu

Pondok Bahar 12 24 64 Liat

Gondrong 1 27 72 Liat

Porisgaga 4 36 60 Liat

Ket: *)

Pada Tabel 10 tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua tanah pada lahan sawah di Kota Tangerang yang berasal dari bahan induk tufa volkan intermedier dan endapan liat ini mempunyai tekstur tanah liat dengan kadar liat berkisar antara 45–72%, kadar debu 22–38% dan kadar pasir 1–17%. Namun terjadi perbedaan pada tekstur tanah pada lahan sawah di Kelurahan Kunciran yang bertekstur lempung liat berdebu dengan kadar liat 39%, kadar debu 49%, dan kadar pasir 12%.

Segi tiga tekstur USDA (Soepardi, 1983)

Tekstur tanah yang berkembang dari batuan beku sedimen liat dan tuf volkan intermedier memiliki kadar liat lebih tinggi dibandingkan debu dan pasir (Lia, 2004). Tekstur tanah yang berkembang dari batuan tuf volkan intermedier (daerah Subang dan Purwakarta) memiliki kadar liat 57,79-70,55%; kadar debu 20,69-32,50%; dan kadar pasir 8,75-9,71%; sedangkan tanah yang berkembang dari batuan sedimen batuliat (daerah Sukabumi, Tangerang dan Bandung) mempunyai kadar liat 36,13-56,27%; kadar debu 26,84-34,35%; dan kadar pasir 12,05-37,02% (Wasahua, 2004).

(47)

b) Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah yang mempengaruhi keberadaan logam berat dalam tanah anatara lain yaitu reaksi tanah (pH), kandungan bahan organik, dan kapasitas tukar kation (KTK). Pentingnya nilai pH antara lain menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman, menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur-unsur-unsur beracun dan mempengaruhi perkembangan mikroorganisme (Hardjowigeno, 1989 dalam Napitupulu, 2008).

Keberadaan logam-logam berat berkaitan erat dengan kadar bahan organik di dalam tanah (Soepardi, 1983). Adanya bahan organik tanah akan menyebabkan pengkelatan kation-kation logam. Adapun hasil analisis sifat kimia tanah pada lahan sawah di sekitar Kota Tangerang disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Sifat kimia tanah pada lahan sawah di Kota Tangerang

Kelurahan pH H2O C-org (%) Bahan Organik (%) KTK (cmol(+)/kg) Periuk 6,0 0,93 1,60 19,67 Sepatan 6,4 0,62 1,07 25,84 Neglasari 6,3 1,92 3,31 25,56 Batujaya 6,2 0,81 1,40 22,28 Karangsari 4,7 1,38 2,38 20,76 Pajang 6,1 1,21 2,09 26,62 Jurumudi 5,9 0,99 1,71 25,06 Pakojan 5,6 0,89 1,53 15,48 Kunciran Indah 5,4 0,76 1,31 15,82 Kunciran 5,5 0,51 0,88 8,67 Pondok Bahar 4,9 1,98 3,41 19,34 Gondrong 5,6 1,40 2,41 21,19 Porisgaga 5,6 1,50 2,59 19,34

Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) yang disajikan pada Lampiran 1, hasil analisis menunjukkan bahwa tanah di Kelurahan Kunciran Indah, Kunciran, Pondok Bahar, dan Karangsari memiliki tanah yang bereaksi masam (dengan nilai pH 4,7-5,5), sedangkan tanah

(48)

di Kelurahan Periuk, Sepatan, Neglasari, Batujaya, Pakojan, Gondrong, Pajang, Jurumudi, dan Porisgaga memiliki tanah yang bereaksi agak masam (dengan nilai 5,6-6,4). Dengan demikian, reaksi tanah pada lahan sawah yang ada di sekitar Kota Tangerang dapat dikelompokkan ke dalam tanah yang bereaksi masam sampai agak masam.

Nilai pH tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut. pH optimum untuk ketersediaan unsur hara tanah adalah sekitar 7,0 karena pada pH ini unsur hara makro tersedia secara maksimum, sedangkan unsur hara mikro tidak maksimum kecuali Mo, sehingga kemungkinan terjadinya toksisitas unsur mikro tertekan. Pada pH dibawah 6,5 dapat terjadi defisiensi P, Ca, dan Mg serta toksisitas B, Mn, Cu, Zn dan Fe, sedangkan pada pH diatas 7,5 dapat terjadi defisiensi P, B, Fe, Mn, Cu, Zn, Ca dan Mg serta keracunan B dan Mo (Hanafiah, 2005 dalam Napitupulu, 2008).

Pada Tabel 11 diatas terlihat bahwa kandungan C organik tanah sawah di Kota Tangerang tergolong sangat rendah dan rendah jika dibandingkan dengan kriteria kesuburan tanah menurut Pusat Penelitian Tanah (1983). Tanah dikategorikan memiliki kandungan C organik yang sangat rendah apabila nilainya kurang dari 1,00%. Kelurahan Periuk, Sepatan, Batujaya, Pakojan, Kunciran Indah, Kunciran, dan Jurumudi memiliki kandungan C organik yang sangat rendah, yaitu berkisar antara 0,51-0,99%. Tanah dikategorikan memiliki kandungan C organik yang rendah apabila nilainya berkisar antara 1,00-2,00%. Kelurahan Neglasari, Pondok Bahar, Gondrong, Karangsari, Pajang, dan Porisgaga memiliki kandungan C organik yang rendah, yaitu berkisar antara 1,21-1,98%. Menurut Soepardi (1983) keberadaan logam-logam berat berkaitan erat dengan kadar bahan organik di dalam tanah. Adanya bahan organik tanah akan menyebabkan pengkelatan kation-kation logam.

Kapasitas Tukar Kation (KTK) menunjukkan kemampuan tanah untuk menjerap dan mempertukarkan kation (Hardjowigeno, 1993). Nilai KTK tanah bervariasi menurut tipe dan jumlah koloid yang ada dalam tanah. Pada lokasi penelitian terukur nilai KTK seperti yang ditampilkan pada Tabel 11. Nilai KTK tanah pada lahan sawah di kota Tangerang berkisar antara 8,67-26,62 cmol(+)/kg.

(49)

Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah (1983), hasil analisis menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitian memiliki KTK dengan kisaran rendah sampai dengan tinggi. KTK erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi lebih mampu menyediakan unsur hara dibandingkan dengan KTK rendah.

5.3. Konsentrasi Total Logam Berat Cu, Zn, Pb dan Cd dalam Tanah dan Beras

Logam berat adalah unsur kimia logam yang mempunyai densitas relatif tinggi dan toksik atau beracun pada konsentrasi rendah. Contoh logam berat misalnya Hg, Cd, Cr, Tl, dan Pb. Logam berat tidak dapat didegradasi atau dirusak. Logam ini masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman ataupun udara. Logam berat berbahaya karena cenderung berakumulasi dalam tubuh yang artinya konsentrasinya meningkat dalam organisme biologi menjadi lebih tinggi konsentrasinya dibandingkan lingkungannya. Oleh karena itu keberadaan logam berat dalam lahan pertanian perlu mendapat perhatian yang serius, terutama lahan-lahan pertanian yang lokasinya di perkotaan dan atau dekat dengan perindustrian.

Tanah sawah di lokasi penelitian mengandung logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd (Tabel 12). Kisaran kadar total logam berat Cu dalam tanah adalah 23,9-44,7 mg/kg, Zn 38-117 mg/kg, Pb 12,8-90,6 mg/kg dan Cd 0,1-0,3 mg/kg. Logam berat dalam tanah dapat terserap oleh tanaman melalui akar, kemudian ditranslokasikan ke bagian lain. Beras di lokasi penelitian mengandung logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd dengan kisaran Cu 2,28-10,00 mg/kg, Zn 18,15-75,00 mg/kg, Pb 0,11-7,68 mg/kg dan Cd 0,01-0,10 mg/kg (Tabel 12).

(50)

Tabel 12. Konsentrasi total logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd dalam tanah dan beras

Kelurahan Total Logam dalam Tanah (mg/kg) Total Logam dalam Beras (mg/kg)

Cu Zn Pb Cd Cu Zn Pb Cd Periuk 39,7 109,8 22,1 0,30 10,00 75,00 0,71 0,10 Sepatan 36,2 93,4 90,6 0,19 4,00 44,00 7,68 0,01 Neglasari 39,1 66,4 14,1 0,14 5,33 26,18 0,18 0,05 Batujaya 28,9 85,3 13,5 0,10 3,49 30,05 0,11 0,03 Karangsari 30,8 83,8 14,1 0,18 3,38 27,69 0,17 0,07 Pajang 37,2 117,0 12,8 0,19 5,00 24,00 0,11 0,03 Jurumudi 37,9 116,0 17,2 0,25 4,00 27,00 0,11 0,03 Pakojan 39,6 82,1 28,0 0,23 5,49 28,14 0,43 0,04 Kunciran Indah 42,8 70,0 27,9 0,14 3,95 25,75 0,57 0,05 Kunciran 23,9 38,0 17,9 0,10 3,89 18,15 0,33 0,03 Pondok Bahar 37,6 74,2 18,6 0,19 2,28 25,33 0,35 0,02 Gondrong 37,5 72,9 18,4 0,20 3,96 24,83 0,22 0,03 Porisgaga 44,7 109,0 24,3 0,13 5,00 29,00 0,11 0,04 Batas maksimum 60-125a) 70a) 100a) 0,5a) 10,00b) 40,00b) 0,3c) 0,1c) Batas maksimum 60-125d) 70-400d) 100-400d) 3-8d) - - - - Batas maksimum 100e) 500e) 150e) 5e) - - - -

Keterangan: a) Ministry of State for Population and Environmental of Indonesia and Dalhouise University, Canada (Kurnia et al., 2004)

b) Keputusan Dirjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 c)

Peraturan Kepala BPOM No HK.00.06.1.52.4011

d) Alloway (1995) e) Lacatusu (2000)

(51)

a. Tembaga (Cu)

Konsentrasi total logam Cu dalam tanah tertinggi terdapat di kelurahan Porisgaga yaitu sebesar 44,7 mg/kg, sedangkan yang terendah pada lahan sawah di kelurahan Kunciran sebesar 23,9 mg/kg (Gambar 4). Penentuan apakah logam berat yang terukur dalam tanah telah membahayakan bagi lingkungan atau tidak, belum bisa ditentukan karena di Indonesia belum mempunyai peraturan yang mengatur mengenai konsentrasi maksimum logam berat dalam tanah yang masih diperbolehkan. Beberapa penelitian mengenai logam berat dalam tanah di Indonesia telah banyak namun masih menggunakan batas kritis dari negara lain untuk membandingkannya.

Gambar 4. Konsentrasi total logam Cu dalam tanah dan beras.

Batas kritis konsentrasi total logam Cu dalam tanah menurut Alloway (1995) maupun Ministry of State for Population and Environmental of Indonesia and Dalhouise University, Canada (Kurnia et al., 2004) adalah 60-125 mg/kg. Batas maksimum Cu dalam tanah yang masih diperbolehkan menurut Lacatusu (2000) adalah 100 mg/kg. Berdasarkan batas kritis tersebut maka konsentrasi Cu pada lahan sawah di daerah penelitian masih dalam batas normal.

Gambar

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran
Tabel  1.  Beberapa  mineral yang mengandung logam berat
Tabel 2. Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah
Gambar 3. Peta lokasi penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan hikmah dan kebijaksanaan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyusun dan

community participation culture in the management of renewable energy towards energy independence reinforcing state defense through the implementation of the basic

Dengan adanya pemasaran produk kreatifitas mahasiswa berupa “ SARUNG TANGAN TERBUAT DARI KAIN PERCA ” sarung tangan khusus permainan olahraga aplikasi perca ini,

The contents of Interlanguage XII were analyzed using the theory by Adaskou et al (1990) who defined culture into four cultural senses, namely aesthetic, sociological, semantic

Sosialisasi prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaik GCG serta kebijakan terkait lainnya, seperti corporate values dan corporate behaviours

Model pembelajaran accelerated learning included by discovery (ALID) adalah model pembelajaran yang dikembangkan dengan mengintegrasikan model pembelajaran accelerated

Hasil penelitian menunjukkan (1) Terdapat hubungan yang signifikan antara kekuatan otot tungkai dengan ketepatan shooting pada permainan sepakbola siswa putra peserta

Bagi orang tua remaja putri agar dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang gizi dengan mengikuti penyuluhan tentang gizi atau berkonsultasi kepada ahli